Anda di halaman 1dari 71

PROSES PENENTUAN FOTO HEADLINE DI ERA

GLOBALISASI COVID-19 DALAM PEMBERITAAN MEDIA


CETAK DI HARIAN METROPOLITAN BOGOR

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya
Universitas Pakuan Bogor

Disusun Oleh :

GILANG RIZKI WIJAYA

044 116 243

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi zaman canggih ini semakin pesat mendukung
proses penyuntingan berita di media sosial maupun media cetak sebuah media
yang membuat informasi terkini tak hanya sekedar tulisan, namun saat ini
penambahan gambar atau foto yang didapat oleh seorang jurnalis saat ia berada
di lapangan membuat buah berita. “Namun untuk menemukan sebuah foto
jurnalistik tidaklah mudah, karena tidak semua kejadian yang bisa difoto itu
dapat dijadikan foto jurnalistik, karena ada unsur-unsur tertentu yang harus
dipenuhi agar suatu kejadian atau peristiwa yang divisualisasikan
(digambarkan) layak untuk dijadikan berita foto jurnalistik. Sesungguhnya,
manfaat jurnalistik bagi umat manusia lebih dari sekadar itu. Setidaknya ada
empat fungsi sekaligus manfaat jurnalistik, yaitu: menghimpun dan
menyebarkan informasi, memberikan pendidikan, sebagai hiburan, dan sebagai
kontrol sosial” (Zaenuddin, 2011).
Beberapa masalah tersebut menjadi urgen untuk dibahas seiring dengan
mewabahnya virus Covid-19 khususnya dan umumnya di Kota Bogor.
Terutama yang berkaitan dengan kebijakan Pemerintah RI, Pemerintah Daerah,
dan instansi terkait dengan penanggulangan pandemi Covid-19 dan korelasi
pandemi Covid-19 maupun cara penanganannya dengan kondisi darurat yang
bisa dibenarkan dengan munculnya fatwa-fatwa keagamaan, khususnya yang
dirilis oleh MUI. Untuk membahas masalah tersebut, perlu dilakukan
penelusuran berbagai kebijakan atau peraturan dari pihak pemerintah, baik
kebijakan dari tingkat pusat maupun dari tingkat daerah. Selain itu perlu dikaji
berbagai petunjuk penyakit, penanggulangannya, dan korelasinya dengan
kondisi atau situasi darurat yang membolehkan atau mempersilahkan umat
untuk melakukan alternatif beribadah di luar kondisi normal. Novel
Coronavirus atau Covid-19 telah menjadi wabah dan melanda berbagai negara
di dunia tanpa terkecuali di Indonesia. Tercatat sudah ribuan bahkan puluhan

2
ribu orang meninggal dunia hingga saat ini. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mengumumkan bahwa Covid-19 sebagai pandemi (Sohrabi, 2020).

Salah satu perkembangan media massa cetak yang paling terlihat adalah
surat kabar. Dari data yang diambil dari Serikat Perusahaan Pers (SPS)
Indonesia, hingga Juni 2012 tercatat 471 anggota penerbit pers dari 29 cabang
SPS di seluruh Indonesia yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah dan
organisasi penerbit berita lain (SPS, Juni 2012).

Harian Metropolitan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang media


massa dan cetak. Kantor ini berdiri sejak tanggal 09 September 2011. Harian
Metropolitan adalah anak perusahaan dari Radar Bogor, Harian Metropolitan
bersama Radar Bogor merupakan media massa dan cetak yang tergabung
dalam Jawa Pos Grup. Sesuai data pemasaran Harian Metropolitan sudah
sampai 1300exp cetak setiap harinya, target pemasarannya ke Agen: 174, Biro:
442, Langganan: 699, Pesanan: 38, Promosi: 23. Harian Metropolitan masih
tetap terpopuler di koran walaupun zaman ini masyarakat sudah dengan mudah
mengakses berita lewat media online. Menariknya di Harian Metropolitan
beritanya agak nakal sesuai dengan namanya metropolitan bisa dibilang koran
merah suka pasang cover CD wanita menurut Sekretaris Redaksi Harian
Metropolitan. Semenjak berdiri Harian Metropolitan ini sudah mendominasi
dalam perkembangan korannya termasuk dalam pemberitaannya di wilayah
Bogor, Tangerang, Bekasi, Sukabumi Kota dan Kabupaten, Cianjur dan
sebagian DKI Jakarta. Harian Metropolitan mempunyai legalitas berupa Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Kecil dari Pemerintah Kota Bogor dengan
Nomor: 517/404/PK/B/BPPTPM/V/2012 dan No NPWP:
31.475.353.4.404.000 atas nama PT. Bogor Mediapolitan yang beralamatkan di
Jl. KHR Abdullah Bin M Nuh No. 30 Lt. 2 RT/RW 002/003 Curug Mekar,
Bogor Barat.

Harian Metropolitan dapat memberikan respons positif terhadap kalangan


masyarakat. Media Harian Metropolitan merupakan salah satu media yang
terpercaya akan berita maupun foto yang disajikan. Selain itu, Media Harian
Metropolitan merupakan salah satu media yang up to date mengenai informasi

3
yang terjadi di Bogor. Oleh karena itu peneliti mengambil judul penelitian
“Proses Penentuan Foto Headline Di Era Globalisasi Covid-19 Dalam
Pemberitaan Media Cetak Di Harian Metropolitan Bogor”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah, yaitu:

Bagaimana proses penentuan foto headline layak muat di Harian


Metropolitan Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

Mengetahui proses penentuan foto headline layak muat dengan


melihat kualitas foto menarik bagi para pembaca di sebuah berita,
khususnya di Media cetak Harian Metropolitan Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan acuan dan referensi yang bermanfaat dalam sebuah
penelitian Ilmu Komunikasi, khususnya Ilmu Jurnalistik dan khususnya
bagi perkembangan penelitian yang berkaitan dengan Profesionalisme
Pewarta Foto di Media Harian Metropolitan Bogor.

1.4.2 Manfaat Praktis


Secara praktis, penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan Pendidikan Strata (S1) di Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan Bogor.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dan
pengetahuan untuk pembaca.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi
Terminologi komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh
seseorang kepada orang lain. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa komunikasi
melibatkan sejumlah orang, seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain.
Nordenstreng & Varis dalam Bungin (2011), ada empat titik penentu utama dalam
sejarah komunikasi manusia, yaitu: (1) ditemukannya bahasa sebagai alat interaksi
tercanggih manusia; (2) berkembangnya seni tulisan dan berkembangnya
kemampuan bicara manusia menggunakan bahasa; (3) berkembangnya
kemampuan reproduksi kata-kata tertulis (written words) dengan menggunakan
alat pencetak, sehingga memungkinkan terwujudnya komunikasi massa yang
sebenarnya; (4) lahirnya komunikasi elektronik, mulai dari telegraf, telepon,
radio, televisi hingga satelit.
Cangara dalam Romli, (2016) bahwa pengertian komunikasi adalah seni
menyampaikan informasi (pesan, ide, sikap, gagasan) dari komunikator untuk
mengubah serta membentuk perilaku komunikan (pola, sikap, pandangan dan
pemahamannya) ke pola dan pemahaman yang dikehendaki komunikator.
Pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif dapat dijelaskan
dengan menjawab pertanyaan dari paradigma Lasswell yang dikemukakan oleh
Harold D. Lasswell, yaitu: Who says what in which channel to whom with what
effect? paradigma Lasswell tersebut ada lima unsur dasar dalam komunikasi,
yakni:
1. Who (siapa): komunikator, orang yang menyampaikan pesan.
2. Says what (mengatakan apa): pesan, pernyataan yang didukung oleh
lambang, dapat berupa idea tau gagasan.

5
3. In which channel (saluran): media, sarana atau saluran yang
mendukung pesan bila komunikasi jauh tempatnya atau banyak
jumlahnya.
4. To whom (kepada siapa): Komunikan, orang menerima pesan.
5. With what effect (dampak): efek, dampak sebagai pengaruh dari pesan
atau dapat juga dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi.
Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut dapat dikaji model komunikasi
yaitu:
Sender Massage Media Receive Effect

Feedback
Gambar 2.1 Model Komunikasi Lasswell
Sumber: Lasswell dalam Romli (2016)

Sender : Komunikator (pengirim informasi) yang menyampaikan pesan


kepada seseorang atau sejumlah orang.
Message : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator
kepada komunikan.
Receiver : Komunikan (orang) yang menerima pesan dari komunikator.
Effect : Perbedaan antar apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh
komunikan sebelum dan sesudah menerima pesan.
Feedback : Umpan balik, yakni tanggapan komunikasi apabila tersampaikan
atau disampaikan kepada komunikator.

2.2 Komunikasi Massa

Definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Romli (2016) adalah


komunikasi yang ditujukan bagi masyarakat luas, tentu saja berbeda dengan
komunikasi interpersonal yang hanya untuk satu orang, atau kelompok yang
hanya beberapa orang, bahkan juga berbeda dengan organisasi yang sudah
mempunyai keunikan – keunikan tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan
bentuk komunikasi lainnya.

6
Ardianto (2015), definisi komunikasi massa dalam dua, yakni: “Pertama,
komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada
khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak tidak
meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, tetapi ini
berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak suka untuk
didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh
pemancar-pemancar audio atau visual.

Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila
didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio siaran, surat kabar, majalah, dan
film. Menurut Rakhmat (2015), komunikasi massa diartikan sebagai jenis
komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen
dan anonim melalui media cetak dan elektronik sehingga pesan yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat.

2.3 Karakteristik Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan salah satu dari komunikasi yang memiliki


perbedaaan signifikan dengan bentuk komunikasi yang lain. Sifat pesannya yang
terbuka dengan khalayak yang variatif, baik dari segi usia, agama, suku,
pekerjaan, maupun dari segi kebutuhan, Hafied dalam (Cangara, 2010:76).
Komunikasi massa memiliki sejumlah ciri atau karakteristik yang khas
diantaranya:
1. Komunikator Terlembaga
Komunikasi massa, komunikatornya bergerak dalam organisasi yang
kompleks, namun bersifat melembaga. Lembaga penyampai pesan komunikasi
massa melalui media massa, seperti televisi, surat kabar, radio, internet.
2. Pesan bersifat umum
Proses komunikasi massa pesan-pesan yang disampaikan oleh
komunikator ditujukan kepada khalayak luas atau semua orang bukan hanya
sekelompok orang. Dengan demikian, maka proses komunikasi massa bersifat
terbuka. Hal ini dikarenakan, komunikan tersebar di berbagai tempat yang
tersebar. Pesan beritanya pula mengandung unsur fakta yang bersifat penting

7
dan menarik untuk semua kalangan masyarakat bukan hanya sekelompok
orang.

3. Komunikannya Anonim dan Heterogen

Komunikan atau penerima informasi dalam komunikasi massa bersifat


anonim dan heterogen. Hal ini dikarenakan komunikasi massa menyampaikan
pesan secara umum pada seluruh masyarakat, yang tidak saling mengenal
antara satu sama lain. Tanpa membedakan suku, ras, agama serta memiliki
beragam karakter psikologi, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, adat budaya,
maupun strata sosial yang berbeda-beda.

4. Media massa bersifat Keserempakan

Keserempakan media massa itu sebagai keserempakan kontak dengan


sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan
penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah, Effendy
(1981) dalam Elvinaro (2007).

5. Pesan yang disampaikan satu arah

Artinya terjadi komunikasi antara komunikator dan komunikan secara


langsung tapi komunikator dan komunikan tidak saling bertemu dan
komunikan tidak dapat merespon secara langsung. Di sini komunikator yang
mengendalikan komunikasinya.

6. Umpan Balik Tertunda (Delayed Feedback)

Dikarenakan antara komunikator dengan komunikan yang tidak bertatap


muka secara langsung maka komunikator tidak dapat dengan segera
mengetahui reaksi khalayak terhadap pesan yang telah disampaikannya.

8
2.4 Media Massa

Definisi media massa sangat luas, media massa dapat diartikan sebagai segala
bentuk media atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan mempublikasikan
berita kepada publik atau masyarakat. Menurut Muhtadi (2016) bahwa media
massa atau dalam hal ini disebut pula media jurnalistik, merupakan alat bantu
utama dalam proses komunikasi massa. Menurut Cangara (2018) bahwa media
massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada
khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti
surat kabar, film, radio, dan televisi. Karakteristik media massa ialah sebagai
berikut :

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari


banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada
penyajian informasi.
2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang
memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau toh
terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak,
karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, di mana
informasi yang disampaikan diterima oleg banyak orang pada saat yang
sama.
4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar,
dan semacamnya.
5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan di
mana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

Media massa adalah alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses
komunikasi massa. Media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan
tindakan khalayak, mulai dari budaya, sosial, serta politik dipengaruhi oleh media.
Media membentuk opini publik untuk membawanya pada perubahan yang
signifikan (Ardianto, dkk, 2012).

9
2.5 Surat Kabar

Surat kabar merupakan salah satu media massa dalam bidang jurnalistik yang
menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat (Suharyanto, 2016). Selain itu, surat kabar sebagai media cetak
memanfaatkan bahasa sebagai medianya. Artikel dan berita-berita di dalamnya
disampaikan melalui bahasa tulisan yang ditujukan untuk khalayak luas. Bahasa
dalam media cetak berkaitan dengan pemberian informasi. Tidak hanya
membahas persoalan politik, tetapi juga sebagai usaha membangkitkan semangat
nasionalisme. Surat kabar juga membahas masalah yang berkaitan dengan
ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Di dalam surat kabar tersedia kolom opini
yang berfungsi sebagai wadah penulis untuk menyalurkan pendapatnya tentang
suatu persoalan (Fatima, 2016).

Sifat surat kabar yang tertulis kemungkinan, pembaca berita berulang-ulang.


Dalam hal ini foto membantu ingatan pembaca, karena gambar lebih mudah
diingat dan juga karena sifatnya berita yang dicetak menggunakan kertas. Surat
kabar juga menimbulkan perangkat mental secara aktif terhadap pembacanya,
dengan hadirnya foto yang dapat membantu menjelaskan berita yang ditulis oleh
surat kabar.

Peneliti menyimpulkan surat kabar merupakan suatu alat penyebaran berita


yang berbentuk lembaran kertas berisikan segudang informasi bersifat periodik,
baik itu harian maupun mingguan. Dalam penyajiannya, surat kabar itu berisikan
unsur-unsur nilai berita, surat kabar dapat memuat puluhan berita yang di
dalamnya tidak hanya berisi teks tetapi juga berisikan foto yaitu foto jurnalistik.
Sebuah foto dapat menjelaskan peristiwa dengan lebih menarik, karena foto
merupakan media visual yang mampu menjelaskan peristiwa tanpa teks.

2.6 Berita

Berita (News) adalah sajian utama sebuah media massa di samping views.
Mencari bahan berita kemudian menyusunnya merupakan tugas pokok wartawan
dan bagian redaksi sebuah penerbitan Pers media massa (Romli, 2014). Tidak ada

10
rumusan tunggal mengenai pengertian berita. Bahkan, “News is difficult to define,
because it involves many variabel factors,” kata Earl English dan Clrarence Hach.
(Kusumalestari, 2013).

Berita sulit di definisikan, sebab ia mencakup banyak faktor variabel. “Berita


lebih mudah dikenali daripada diberi batasannya” Irving Resenthall dan Marton
Yarmen. (Romli, 2014). Namun demikian, banyak pakar komunikasi yang
mencoba merumuskan definisi- definisi berita, dengan penekanan yang berbeda
terhadap unsur-unsur yang dikandung oleh sebuah berita. Nothclife misalnya,
menekankan pengertian berita pada unsur “keanehan” atau “ketidaklaziman”
sehingga mampu menarik perhatian dan rasa ingin tahu (curiosity). Ia
mengatakan, “jika seekor anjing menggigit orang itu bukanlah berita. Tetapi jika
orang menggigit anjing itulah berita” (If a dog bites a man, it is not news. But if
man bites a dog is news). (Romli, 2014).

2.7 Headline

Gambar utama di halaman pertama surat kabar dikenal dengan foto headline
atau HL. Karena sifatnya yang lebih utama dibandingkan dengan foto-foto
lainnya, biasanya foto headline dimuat paling besar dan dominan. Foto headline
adalah foto terpenting sebuah edisi karena ia dipilih dari sekian banyak foto yang
masuk ke meja redaktur sehari sebelumnya. Bisa dibilang foto headline adalah
foto terbaik dari keseluruhan foto yang terdapat pada cetakan edisi itu (Wijaya,
2014).

Pada surat kabar atau koran, foto headline merupakan unsur yang sangat
penting karena sama dengan muka atau sampul (cover) yang mewakili informasi
di dalam surat kabar di edisi tersebut. Tidak ada metode khusus untuk menilai foto
yang akan dijadikan sebagai headline selain foto yang menarik dan memuat isu
terpenting. Tetapi, lebih dari itu semua, foto headline lahir dari selera redaktur.
Selera redaktur terutama bermain saat menilai mana foto terbagus di antara
banyak pilihan foto (Wijaya, 2014).

11
2.8 Foto Headline

Semua redaksi surat kabar, biasanya cenderung memiliki pertimbangan yang


sama dalam menentukan foto Headline, diantaranya: beritanya aktual, besar
pengaruhnya, sangat penting bagi banyak orang dan sesuai dengan karakter
medianya. Maka itu, seringkali sejumlah surat kabar memuat foto Headline yang
sama pada hari yang sama.

Sementara aspek komersial juga sering menjadi bahan pertimbangan dalam


menentukan foto Headline. Banyak media kini cenderung memilih Headline yang
menjadi menarik perhatian pembaca untuk laku dijual. Semakin menarik
Headline-nya semakin banyak juga yang menarik perhatian pembaca yang
membeli media tersebut (Zaenuddin, 2011).

Foto Headline juga menjadi salah satu foto terpenting, karena foto headline
dipilih dari sekaian banyak foto yang masuk ke meja redaktur sehari sebelum
penerbitan, bisa dibilang foto Headline adalah foto terbaik dari keseluruhan foto
yang terdapat pada cetakan edisi itu (Wijaya, 2014).

Kusumalestari (2013), sebuah karya foto yang bagus tidak akan bermakna jika
tidak mendapatkan pengakuan dari orang lain. Maka itu sebuah foto
dipublikasikan melalui media massa, namun tidak semua foto dapat dimuat di
media massa, ada beberapa syarat yang dibutuhkan agar sebuah foto dapat dimuat
di media massa. Berdasarkan pengalaman para jurnalis foto atau pewarta foto
dilapangan, sebuah foto dikatakan layak untuk disiarkan (dimuat) apabila foto
tersebut:

a) Informatif

Foto harus menjelaskan secara ringkas apa yang diinginkan disampaikan


segera terbaca tanpa harus dibebani kata yang panjang lebar. Tak jarang sebuah
foto jurnalistik menjadi foto tunggal yang tidak dilengkapi tulisan panjang, tetapi
hanya cukup mencantumkan caption berupa kalimat lengkap yang
mendiskripsikan peristiwa dari sebuah foto.

b) Hangat/ aktual

12
Subjeknya harus baru, bukan hal yang basi. Artinya baru dalam segi waktu
dan baru dalam segi masalah.

c) Faktual

Foto yang tidak diada-adakan, tetapi memang ada dan sesuai dengan
kenyataan yang sebenar-benarnya merupakan hal yang sifatnya mutlak. Foto
jurnalistik tidak boleh dari hasil rekayasa, tetapi harus berdasarkan fakta yang
benar-benar terjadi dilapangan.

d) Relevan

Isi foto harus mendukung tema pokok cerita atau penulisannya. Penggunaan
foto pendukung membantu pembaca memahami isi berita atau tulisan jurnalistik
lainnya. Karenanya foto yang relevan dengan tulisan merupakan hal yang sangat
penting.

e) Autentik

Autentisitas sebuah foto lebih ditekankan pada tingkat kesulitan dalam proses
pemotretan. Sebuah foto jurnalistik dituntut untuk memiliki autentisitas yang
tinggi, hal ini menuntut keterampilan dan ide kreatif dari seorang jurnalis foto.
Salahsatu hal yang membuat sebuah foto tampak menarik ketika terpampang di
surat kabar atau majalah adalah kemampuan menyampaikan fakta di lapangan dan
dikemas dengan ide kreatif dari fotografernya.

f) Subjeknya tidak hanya bisa dimengerti oleh fotografernya sendiri

Sebuah foto jurnalistik yang baik adalah foto yang dapat mengomunikasikan
pesan yang dapat dimengerti oleh orang-orang yang melihatnya.

g) Ada sudut pandang yang berbeda dalam subjek yang sama

Biasanya, media cetak seperti surat kabar yang terbit diwilayah yang sama
akan menurunkan isu yang sama pada Headline-nya. Untuk menarik perhatian

13
pembaca, mereka akan berlomba untuk mendapatkan angel terbaik dari sebuah
peristiwa yang sama.

h) Atraktif

Foto itu mampu tampil secara mendalam (hidup). Foto merupakan tampiln
fisual yang merekam dan mempresentasikan peristiwa dalam bentuk gambar. Oleh
karena itu, kemampuannya untuk menarik perhatian pembaca sangatlah mutlak.

i) Menggunakan tekhnik fotografi yang baik

Setiap foto yang akan dimuat harus didukung dengan tekhnik fotografi yang
memadai, dalam arti gambar yang fokus, pencahayaan yang cukup dan komposisi
yang baik.

j) Tidak melanggar etika jurnalistik

Sebaik apapun teknik dan kesesuaian pemilihan topik sebuah karya foto
jurnalistik, tetap saja pada akhirnya harus memperhatikan etika dan norma yang
berlaku, misalnya tidak menonjolkan hal-hal yang mengandung pornografi dan
kekerasan.

2.9 Fotografi

2.9.1 Sejarah Fotografi

Fotografi berasal dari kata photo dan grafi. Fotografi merupakan gabungan
dari ilmu, teknologi, dan seni (Santoso, 2010: 3). Dari istilah fotografi, foto dapat
diartikan cahaya, sinar, atau lebih luas lagi bisa diartikan penyinaran, grafi yang
memiliki arti melukis atau menulis. Foto juga mempunyai arti hasil proses
fotografi, sedangkan arti luas foto adalah gambar mati yang terbentuk dari
penyinaran dengan alat kamera mendistribusikan cahaya kesuatu bahan yang
sensitif (peka) terhadap cahaya (Yanto, 1997: 8). Sedangkan fotografi dalam
dunia seni menurut Deniek G. Sukarya (2009: 11) adalah mengajarkan pada kita

14
cara yang unik dalam melihat dunia dan sekaligus memberikan penyadaran baru
akan segala ada di sekitar kita.

Fotografi ditemukan sekitar tahun 1839, oleh ilmuwan Perancis bernama


Louis Jacques Mande Daggurre mengumumkan hasil eksperimennya. Daggurre
mengumumkan bahwa ia menemukan cara mengabadikan gambar dengan lensa
dan suatu alat rekam (Santoso, 2010:3). Perkembangan fotografi berlangsung
begitu cepat seiring dengan perkembangan teknologi. Fotografi akhirnya terbagi
sedemikian banyak, fotografi punyai pembagian mengikuti keanekaragamnya.
Kategori dalam jenis fotografi menjadi keanekaragaman kajian fotografi dalam
spesialisasi. Fotografi sekarang mempunyai banyak spesialisasi, pembagian 6
kategori fotografi bertujuan memudahkan pemaknaan realitas dalam homogen.
Tidak dapat dipungkiri bahwa terjadi pembagian bidang di dalam fotografi.

Pembagian dalam fotografi itu memberikan identitas yang berbeda karena


spesifikasinya beraneka ragam, tergantung kepentingan pengguna fotografi.
Berikut pembagian fotografi menurut Yuyung Abdi (2012: 5) sebagai berikut:

“Hingga saat ini, fotografi terspesialisasi lebih dari 20 kategori. Antara lain,
still life photography, fine art photography, art photography, abstract
photography, street photography, fashion photography, model photography,
architectural photography, landscape photography, travel photography, dan
documentary photography. Selain itu, ada wedding photography,
photojournalism, aerial photography, ethno photography, macro photography,
micro photography, pinhole photography, underwater photography, painting
photography, digital painting photography, nude photography, infrared
photography, dan astro photography”.

Pembagian atau pengklasifikasian fotografi dilakukan untuk menentukan


bagaimana kategori itu dipahami dalam perspektif yang berbeda berdasarkan,
teknik, fungsi, dan tujuan.

2.9.2 Fotografi Landscape

Kata ‘landscape’ berasal dari bahasa Inggris dan merupakan alih bahasa dari
kata ‘pemandangan’ (Indonesia). Landscape fotografi merupakan cabang fotografi

15
yang mengkhususkan pada alam. Awalnya adalah salah satu jenis fotografi yang
memotret alam tanpa mementingkan unsur manusia. Pada perkembangan lebih
lanjut, ada jenis fotografi itu yang tetap mengarah ke landscape tentang alam,
berupa pantai, pegunungan, maupun alam liar (Abdi, 2012: 19).

2.10 Fotografi Jurnalistik

2.10.1 Definisi Foto Jurnalistik

Menurut Kusumalestari (2013) Foto merupakan bahasa serapan dari


bahasa Inggris “Photography” yang diadaptasi dari bahasa Yunani yaitu
“Photos” yang berarti cahaya dan “Graphein” yang memiliki arti menggambar.
Secara harfiah foto dapat diartikan sebagai menggambar dengan cahaya. Dari
pengertian di atas, dapat diartikan bahwa foto adalah kegiatan menggambar
dengan menggunakan cahaya.

Dalam pembuatan berita di era modern sekarang, foto telah menjadi salah
satu unsur penting yang harus ada dalam berita tersebut. Karena grafis yang
tercantum dalam berita di suatu media komunikasi massa dapat menjadi daya tarik
bagi pembacanya. Hal tersebut sesuai dengan sifat alami manusia yang tertarik
pada gambar (Wijaya, 2014).

Untuk melengkapi informasi suatu peristiwa yang terdapat pada sebuah


foto dalam media cetak diperlukan caption atau keterangan sebagai teks yang
menjelaskan berita yang terkandung dalam foto tersebut agar dapat dipahami oleh
para pembaca. Caption atau keterangan foto, yang dalam dunia jurnalistik di mana
penulisannya mengacu pada unsur-unsur kelengkapan sebuah berita yaitu
mengandung 5W+1H atau apa, siapa, kapan, di mana dan mengapa, dapat
menjadikan sebuah foto yang menuturkan peristiwanya secara jelas, dapat
menjadi lebih jelas. Dan karena itu, tidak akan berarti apa-apa bila sebuah karya
foto dalam dunia jurnalistik tanpa keterangan foto yang menyertainya (Sugiarto,
2014).

16
2.10.2 Jenis-Jenis Foto Jurnalistik

Jenis-jenis foto jurnalistik dapat diketahui melalui kategori yang dibuat


oleh Badan Foto Jurnalistik Dunia (World Press Photo Foundation) pada lomba
foto tahunan yang diselenggarakan bagi wartawan foto seluruh dunia. Foto
jurnalistik menurut Sugiarto (2011) yaitu:

1. Foto Tempat (Spot Photo)


Spot artinya tempat yang digunakan untuk kegiatan tertentu (KBBI). Spot
Foto adalah foto yang diambil secara spontan, insidential, tanpa
perencanaan, di lokasi kejadian, seperti foto bencana dan kecelakaan.
2. Foto Berita Umum (General News Photo)
General News Photo yaitu foto kejadian terencana, seperti foto
pertandingan olahraga, peresmian, konser, atau peristiwa rutin dan biasa.
3. Foto Feature (Feature Photo)
Feature Photo yaitu foto yang mendukung atau melengkapi berita atau
artikel.
4. Foto Cerita (Photo Story)
Foto cerita adalah kumpulan foto yang dapat “bercerita” sehingga disebut
juga Photo Story.
5. Foto Sosok (People in The News Photo)
People in The News Photo (Foto Orang dalam Berita) adalah foto orang (
tokoh, pelaku, korban, saksi) dalam suatu berita, misalnya foto presiden
dalam sebuah acara atau foto korban bencana.
6. Foto Kehidupan Sehari-hari (Daily Life)
Disebut juga Daily Life Photo, yaitu foto tentang kehidupan sehari-hari
yang mengandung ketertarikan manusiawai (human interest), misalnya foto
tukang sol sepatu, foto pengemis renta, dan sebagainya.
7. Potret (Potrait)
Potrait yaitu foto yang menampilkan wajah orang secara closeup, mirip
pasfoto KTP atau foto profile di Facebook. Kemungkinan besar, dari kata
istilah “potret” diadopsi ke dalam bahasa Indonesia.

2.10.3 Kode Etik

17
Kode etik adalah suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik
sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang
dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam
tindakan yang secara logika dinilai menyimpang dari kode etik. Kode etik juga
merupakan panduan moral dan etika kerja yang disusun dan ditetapkan organisasi
profesi seperti dokter, pengacara, guru, jurnalis dan lain-lain. Kode etik biasanya
mempunyai pengertian yang sama dengan istilah kode kehormatan, deklarasi hak-
hak dan kewajiban, piagam kewajiban-kewajiban profesional, prinsip-prinsip,
standar dan lain-lain (Barus, 2010: 234).

2.10.4 Kode Etik Foto Jurnalistik

Kode etik jurnalis foto adalah dasar dan pegangan seorang jurnalis foto
dalam menentukan mana yang “baik” dan “buruk”. Karena foto jurnalistik mulai
diprofesionalisasikan pada pergantian abad ke-20, secara internasional para
jurnalis foto mengembangkan panduan etis untuk membedakan pekerjaan mereka
dari para nonprofessional. Society of Professional Journalists (SPJ). Didirikan
pada tahun 1909 dan pada tahun 1946 diciptakan National Press Photographers
Association (NPPA) sebagai panduan dan arahan jurnalis foto untuk meliput
fakta, menciptakan sebuah kisah visual, mendekati subjek untuk menciptakan
dampak, dan memotret “Pusat Berita” dengan baik dan benar (Mortensen &
Keshelashvili, 2013).

Dalam menjalankan profesinya seorang jurnalis foto terikat dengan kode


etik yang salah satunya dibuat oleh organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Tegaknya kebebasan pers, masyarakat foto jurnalistik yang profesional, mandiri
dan independen, serta terpenuhinya hak masyarakat untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi visual yang interaktif dan benar, disertai kenyataan adanya
pluralisme dalam masyarakat yang kritis, maka Pewarta Foto Indonesia (PFI)
senantiasa aktif untuk mengambil peran pemberitaan visual sebagai tanggung
jawab sosial dan berfungsi menyuarakan kebenaran visual yang punya integritas
dan bisa dipercaya. Atas dasar itu Pewarta Foto Indonesia (PFI) menetapkan kode
etik sebagai berikut:

18
1. Pewarta foto menjunjung tinggi hak masyarakat untuk memperoleh
informasi visual dalam karya foto jurnalistik yang jujur dan bertanggung
jawab.

2. Pewarta foto dalam menjalankan tugasnya harus mendahulukan


kepentingan umum untuk mendapatkan informasi visual.

3. Pewarta foto adalah insan profesional yang mandiri dan independen.

4. Pewarta foto tidak memanfaatkan profesinya di luar kepentingan


jurnalistik.

5. Pewarta foto menghargai hak cipta setiap karya foto jurnalistik dengan
mencantumkan akreditasi yang sesungguhnya.

6. Pewarta foto menjunjung tinggi kepentingan umum dengan tidak


mengabaikan kehidupan pribadi sumber berita.

7. Pewarta foto menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

8. Pewarta foto tidak menerima suap dalam segala perwujudannya.

9. Pewarta foto menempuh cara yang etis untuk memperoleh bahan


pemberitaan.

10. Pewarta foto menghindari visualisasi yang menggambarkan atau


mengesankan sikap kebencian, merendahkan, diskriminasi terhadap ras,
suku bangsa, agama dan golongan.

11. Pewarta foto melindungi kehormatan pihak korban kejahatan susila dan
pelaku kriminal di bawah umur.

12. Pewarta foto menghindari fitnah dan pencemaran nama baik dan berita
foto yang menyesatkan.

13. Pewarta foto tidak memanipulasi sehingga mengaburkan fakta.

14. Hal lain yang berkaitan dengan kasus-kasus tertentu menyangkut kode etik
Pewarta Foto Indonesia akan dikonsultasikan dengan Dewan Penasehat
dan Komisi Etika.

19
Disahkan dalam Rapat Pleno Kongres II Pewarta Foto Indonesia, pada
tanggal 1 Desember 2007.

2.10.5 Etika Foto Pada Jurnalistik

Adapun etika-etika pada foto jurnalistik, yaitu :

1. Pasal 1 yang berbunyi Wartawan Indonesia bersikap independen,


menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran C - Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan
setara.
Penafsiran D - Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja
dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
2. Pasal 2 yang berbunyi Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran B - Menghormati hak privasi.
Penafsiran F - Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam
penyajian gambar, foto, suara.
3. Pasal 3 yang berbunyi Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran C - Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat
yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
Penafsiran D - Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi
seseorang.
4. Pasal 7 yang berbunyi Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk
melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran A - Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas

dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber


dan keluarganya.

20
Penafsiran C - Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data
dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa
menyebutkan narasumbernya.
Penafsiran D - Off the record adalah segala informasi atau data dari
narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
5. Pasal 8 yang berbunyi Wartawan Indonesia tidak menulis atau
menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap
seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran A - Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai
sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
Penafsiran B - Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
6. Pasal 9 yang berbunyi Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber
tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran A - Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri
dan berhati-hati.
Penafsiran B - Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan
seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan
kepentingan publik.

7. Pasal 11 yang berbunyi Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak
koreksi secara proporsional.
Penafsiran A - Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang
untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap
pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Penafsiran B - Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan
kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang
dirinya maupun tentang orang lain.
Penafsiran C - Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu
diperbaiki.

21
Jakarta, Selasa 14 Maret 2006.

2.10.6 Fungsi Foto Jurnalistik

Fungsi foto jurnalistik di surat kabar memiliki peran sebagai menarik


perhatian pembaca dan memperindah halaman, juga sebagai pelengkap unsur
berita. Foto dapat mengarahkan pembaca ke dalam tulisan untuk memahami isi
berita. Foto juga dapat lebih memperjelas suatu berita jika ada foto tidak hanya
teks atau tulisan. Oleh karena itu, keberadaan foto merupakan unsur yang penting
dalam sebuah berita. Menurut Emery dalam Muhtadi yang berjudul pengantar
Ilmu Jurnalistik menjelaskan,

“Seperti halnya kata-kata, foto jurnalistik juga berfungsi untuk


menginformasikan, meyakinkan, dan menghibur para pemakai media. Jadi,
foto merupakan pesan yang dapat meyakinkan dan menghibur”. (Muhtadi,
2016).

2.11 Proses Penentuan Foto Headline

Proses penentuan sebuah foto dalam surat kabar diawali dari peliputan
jurnalistik di lapangan, setelah itu ia memilih hasil foto terbaiknya dan
menyerahkan foto tersebut kepada redaktur foto. Redaktur foto mengedit foto
yang diberikan sesuai dengan kaidah aturan foto jurnalistik, kemudian
menyerahkannya kepada redaktur bahasa untuk diberi caption. Setelah lengkap
foto diserahkan kebagian lay out untuk diatur tata letaknya di bagian surat kabar
(Kusumalestari, 2013). Secara lebih sederhana proses pemuatan foto jurnalistik di
media cetak dapat dilihat pada gambar berikut :

Dasar dan Pertimbangan Redaktur dalam menentukan Foto


Jurnalis Foto Headline, yakni :
1. Informatif ( foto yang mampu menjelaskan dirinya
sendiri )

2. Hangat ( foto yang ditampilkan mengandung unsur


kehangatan
22 berita )

3. Faktual ( Foto yang disajikan harus fakta )


Redaktur Foto

Bagian Lay Out

Koordinator Lapangan

( Liputan dan Foto )

Pimpinan Redaksi

Cetak Foto

Gambar 2.1 Proses Pemuatan Foto Headline Jurnalistik


Sumber: (Kusumalestari, 2013).
2.12 Alur Berpikir

Harian Metropolitan Bogor

Pewarta Foto Dalam


Melaksanakan Proses Penentuan
Foto Headline Di Era Covid-19

Penentuan Foto Headline


1. Informatif (foto yang mampu menjelaskan dirinya
sendiri)
2. Hangat (foto yang ditampilkan mengandung unsur
kehangatan berita)
3. Faktual (Foto yang disajikan harus fakta)
4. Relevan (Foto sebagai pendamping tulisan, maka
foto yang disajikan 23tidak melenceng dari tema
tulisan)
5. Gema (Foto yang layak dan pantas untuk
mendapatkan porsi sebagai foto Headline)
Proses Penentuan Foto Headline di Harian
Metropolitan Bogor

Sumber: Penelitian Alur Pemikiran.

2.13 Definisi Konsep


1. Harian Metropolitan Bogor merupakan portal berita media cetak di Bogor
yang menjadi subjek atau tempat untuk melakukan Penelitian.
2. Pewarta Foto adalah redaktur yang mendalami dunia foto jurnalistik dalam
media cetak di era Covid-19 Bogor yang menjadi subjek kajian dalam
penelitian ini.
3. Penentuan foto headline sebuah penelitian yang akan objek peneliti dalam
menentukan foto headline layak muat dalam media cetak Harian
Metropolitan Bogor.
4. Proses penentuan foto headline di Harian Metropolitan Bogor adalah
sebuah judul peneliti yang akan menjadi subjek kajian dalam penelitian
ini.

2.14 Penelitian Terdahulu

24
Adapun penelitian terdahulu sebagai berikut :

1. Gabriel Gawi (2017), Jurnal : Kode etik jurnalistik memegang peranan


yang sangat penting dalam dunia Pers sebagai pedoman nilai-nilai profesi
kewartawanan, sehingga kode etik jurnalistik wajib dipahami dan
dilaksanakan oleh wartawan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui kode etik jurnalis dan faktor yang mempengaruhi penerapan
kode etik jurnalis dalam Surat Kabar Harian Surya Malang. Penelitian
yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif. Informan penelitian yaitu
Kepala Bagian Penerbit dan salah satu Wartawan Surat Kabar Harian
Surya Malang. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah
wawancara. Metode analisa data yang di gunakan yaitu metode deskriptif,
yaitu mendeskripsikan hasil data yang diperoleh. Hasil penelitian
membuktikan bahwa penerapan kode etik jurnalis dalam Surat Kabar
Harian Surya Malang sesuai pedoman UUD yang diterapkan di Indonesia
untuk wartawan agar memberi berita atau informasi yang dipublikasikan
bisa dipertanggungjawabkan. Dalam penerapan kode etik jurnalistik di
Indonesia maka wartawan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan
cabul. Faktor penerapan kode etik jurnalis yaitu faktor kebijakan
pemerintah dan hak asasi manusia untuk mendapatkan perlindungan dari
berita yang salah. Kebijakan pemerintah terhadap ketaatan penerapan kode
etik jurnalis yaitu agar berita yang dipublikasikan akurat, berimbang,
sesuai fakta di lapangan untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan.
2. Agus Prasetyo (2018), Jurnal : Profesionalisme Wartawan Dalam
Menjalankan Jurnalisme Online (Studi pada media online Saibumi.com
dan Jejamo.com di Bandar Lampung). Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori fenomenologi
(Edmund Husserl). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan
media online yang cukup pesat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan mendeskripsikan profesionalisme wartawan pada media
online Saibumi.com dan Jejamo.com di Bandar Lampung. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan
dokumentasi.

25
3. Rita Gani Ratri Rizki Kusumalestari (2013), Jurnal : Secara umum tahapan
pemilihan foto Headline adalah Dengan diawali dari peliputan jurnalis/
pewarta foto di lapangan. Setelah itu, ia memilih hasil foto terbitnya dan
menyerahkan foto tersebut kepada redaktur foto. Redaktur foto mengedit
foto yang diberikan sesuai dengan kaidah aturan foto jurnalistik, kemudian
menyerahkan kepada redaktur bahasa untuk diberi caption. Setelah
menjalani beberapa proses, pemimpin redaksi mengadakan rapat kecil
dengan beberapa pewarta foto dan redaktur untuk menentukan foto yang

No Nama/ Judul Tujuan Metode Hasil


Universitas Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian
1 Yuli Ristiono/ Analisis pesan Untuk Studi Foto Jurnalistik
Ilmu foto headline mengetahui Kualitatif. pada headline di
Komunikasi pada SKH pesan-pesan apa Surat Kabar
dan Penyiaran Kedaulatan saja yang Harian
Islam, Fakultas Rakyat periode terkandung Kedaulatan
Dakwah, bulan Juli 2008. dalam foto Rakyat adalah
Universitas headline pada mengandung
Islam Negeri SKH banyak makna
Sunan Kalijaga Kedaulatan pesan di
Yogyakarta Rakyat pada dalamnya dan

26
(2010). periode bulan dapat
Juli tahun 2008. diinterpretasikan
secara luas oleh
pembaca.

2 Hendriansyah/ Etika Foto Tujuan dari Studi Penelitian ini


Kekhususan : Jurnalistik pada penelitian ini Kualitatif. didapati foto
Jurnalistik, foto “Gaza yaitu untuk Gaza Burial
Sekolah Tinggi Burial” Karya mengetahui melanggar l
Ilmu Paul Hansen. pelanggaran beberapa pasal
Komunikasi Kode Etik pada Penentuan
Almamater jurnalistik pada Foto dan Kode
Wartawan foto “Gaza Etik jurnalistik,
Surabaya Burial” karya sehingga foto
(2006). Paul Hansen tersebut tidak
peraih memenuhi
penghargaan persyaratan
World Press sebagai
Photo. fotografi
jurnalistik.
3 Muhammad Kebijakan Untuk Studi Proses
Idham Ama/ Redaksional mengetahui Kualitatif. penentuan foto
jurusan Ilmu Harian Fajar proses headline Harian
Komunikasi , dalam kebijakan FAJAR
Fakultas Ilmu menentukan redaksional di menggunakan
Sosial Dan Foto Headline. Harian FAJAR, sistem yang
Ilmu Politik, khususnya di dimaksud antara
Universitas dalam lain falsafah
Hasanuddin menentukan Negara, k
Makasar foto headline. kebijaksanaan
(2013). Negara yang
dirumuskan oleh

27
pemerintah, dan
norma-norma
yang berlaku di
dalam
masyarakat
Indonesia.
Kebijakan
redaksional
Harian FAJAR
harus senantiasa
merujuk pada
sistem yang
melingkupinya.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif. Menurut Sugiyono (2017) penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena disesuaikan dengan


bentuk pengumpulan data yang dilakukan peneliti, seperti, transkrip wawancara,

28
observasi, dan dokumen-dokumen sebagai data pendukung. Ciri metode penelitian
kualitatif yaitu pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen (Moleong,
2011). Pendekatan yang digunakan penelitian ini dari realitas yang ada di
lapangan. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan
angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain
itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang
sudah di teliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan
data yang memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin
berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, catatan
dan dokumen resmi lainya. (Moleong, 2011).

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, dengan tujuan untuk


mendeskripsikan secara jelas bagaimana proses penentuan foto headline dalam
pemberitaan media cetak di Harian Metropolitan Bogor. Penelitian ini berguna
untuk mendapatkan informasi yang akurat, diperoleh peneliti dalam pemberitaan
di Harian Metropolitan Bogor akan digabungkan dengan hasil wawancara.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian memerlukan lokasi penelitian yang akan dijadikan objek


untuk memperoleh data yang berguna untuk mendukung tercapainya tujuan
penelitian. Data yang diperlukan dalam melakukan penelitian, peneliti sudah
peroleh di media Harian Metropolitan Bogor yang bernaung di bawah payung PT.
Bogor Mediapolitan yang beralamatkan di Jl. KHR Abdullah Bin M Nuh No. 30
Lt. 2 RT/ RW 002/003 Curug Mekar, Bogor Barat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Peneliti menetapkan waktu penelitian agar langkah dalam melakukan


penelitian ini dapat berjalan dengan baik, efektif, dan terencana. Untuk itu

29
penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Juli 2020, peneliti memakai tiga
sampel foto headline edisi Covid-19.

3.3 Subjek Penelitian

3.3.1 Subjek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah proses penentuan foto


headline dalam pemberitaan media cetak di Harian Metropolitan Bogor, oleh
karena itu Redaktur foto Harian Metropolitan Bogor memfokuskan penelitian ini
sebagaimana menentukan sebuah foto headline yang layak muat untuk
pemberitaan media cetak.

3.3.2 Objek Penelitian

Profesionalisme Pewarta Foto dalam penentuan foto headline di media


cetak pada Harian Metropolitan Bogor.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Bila di lihat dari sumber datanya, maka data yang diperoleh pada
penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder :

1. Data Primer.
Sugiyono (2017) menjelaskan bahwa data primer merupakan sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang
diperoleh dari responden melalui kelompok fokus, dan panel, atau juga
data hasil wawancara peneliti dengan narasumber.

Data primer pada penelitian ini adalah isi komunikasi yang diteliti yang
diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam (in depth interview)
terhadap informan penelitian yakni Redaktur Foto Media Cetak Harian

30
Metropolitan Bogor. Kemudian, peneliti melakukan observasi terjun ke
lapangan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil wawancara dan
kenyataannya di lapangan.

2. Data Sekunder.
Sugiyono (2017) menjelaskan bahwa data sekunder merupakan sumber
data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dengan melakukan


dokumentasi melalui foto atau gambar, sebagai bukti fisik pelaksanaan
penelitian yang dapat mendukung perolehan data wawancara. Pengumpulan
data oleh pihak media Harian Metropolitan Bogor melalui studi kepustakaan
baik berupa arsip-arsip tertulis, artikel berita, maupun melalui website resmi
Harian Metropolitan Bogor.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan bahan penting yang digunakan oleh peneliti untuk


menjawab pertanyaan atau menguji hipotesis dan mencapai tujuan penelitian.
Oleh karena itu, data dan kualitas data merupakan pokok penting dalam penelitian
karena menentukan kualitas hasil penelitian. Data diperoleh dari suatu proses yang
disebut pengumpulan data. Pengumpulan data adalah suatu proses mendapatkan
data empiris melalui responden dengan menggunakan metode tertentu.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam


penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2017). Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

31
1) Wawancara

Esterberg dalam Sugiyono (2017) mendefinisikan wawancara merupakan


pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara yang dilakukan peneliti dimaksudkan untuk mengetahui lebih


jelas tentang berbagai hal secara langsung dari sumber – sumber yang
berkepentingan dan kompeten. Stainback dalam Sugiyono (2017) menjelaskan
bahwa dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal – hal yang lebih
mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena
yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.

Esterberg dalam Sugiyono (2017) mengemukakan beberapa macam


wawancara, yaitu :

1. Wawancara Terstruktur (Structured Interview)

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila


peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi
apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara,
pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-
pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.

2. Wawancara Semiterstruktur (Semistructure Interview)

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview , di


mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
terstruktur. Tujuan dari wawancara semiterstruktur ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara,
peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan
oleh informan.

3. Wawancara Tak Berstruktur (Unstructured Interview)

Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang bebas di mana


peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara

32
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan. Wawancara tidak berstruktur, sering digunakan dalam penelitian
pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam tentang subyek yang
diteliti. Dalam wawancara ini, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa
yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang
diceritakan oleh responden. Jenis wawancara yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah wawancara tak berstruktur dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi yang lebih dalam tentang subyek yang diteliti. Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan dengan wakil pemimpin redaksi media cetak Harian
Metropolitan Bogor.

2) Observasi

Menurut Nasution dalam Sugiyono (2017) observasi adalah dasar semua


ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu
fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Menurut
Marshall dalam Sugiyono (2017) melalui observasi, peneliti belajar tentang
perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Hasil observasi berupa aktivitas,
kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu.

Faisal dalam Sugiyono (2017) mengklasifikasikan beberapa observasi menjadi :

1. Observasi Partisipasi (Participant Observation)

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang


yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan
oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.

2. Observasi secara Terang-terangan dan Tersamar (Overt Observation and


Covert Observation)

Dalam observasi ini, peneliti melakukan pengumpulan data


menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan
penelitian. Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir
tentang aktivitas peneliti. Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak terus

33
terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari kalau suatu
data yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.

3. Observasi Tak Berstruktur (Unstructured Observation)

Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan


secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena
peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam
melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah
baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. Fokus observasinya pun
akan berkembang selama kegiatan observasi berlangsung.

Bentuk observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi tidak
terstruktur dan observasi secara terang-terangan dengan melakukan pengamatan
secara langsung di lingkungan ruang redaksi Harian Metropolitan Bogor. Peneliti
menggunakan teknik observasi, karena hasil observasi ini dapat digunakan untuk
mengetahui keadaan sebenarnya dan data yang dikumpulkan dicocokkan dengan
hasil wawancara.

3) Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2017) dokumen merupakan catatan peristiwa yang


sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan
lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh foto-foto atau karya tulis
akademik dan seni yang telah ada. Peneliti dalam penelitian ini melakukan
dokumentasi melalui foto atau gambar, sebagai bukti fisik pelaksanaan penelitian
dan pengumpulan data oleh pihak media Harian Metropolitan Bogor melalui studi
kepustakaan baik berupa arsip-arsip tertulis, artikel berita, maupun melalui
website resmi Harian Metropolitan Bogor. Teknik dokumentasi digunakan dalam
penelitian ini untuk mengumpulkan data sekunder yang dapat mendukung
perolehan data wawancara.

3.6 Teknik Analisis Data

34
Sugiyono (2017) mendefinisikan analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Menurut Sugiyono (2017) juga mendefinisikan analisis data merupakan


hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. Analisis digunakan untuk
memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat
dikembangkan dan dievaluasi.

Analisis dalam penelitian jenis apapun, adalah merupakan cara berpikir.


Hal itu berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk
menentukan bagian, hubungan antar bagian, dan hubungannya dengan
keseluruhan. Analisis adalah untuk mencari pola (Spradley dalam Sugiyono,
2017).

Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan


data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Nasution
dalam Sugiyono (2017) menyatakan bahwa analisis telah mulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi
pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded.
Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.

1. Analisis Data Sebelum di Lapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti


memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan,
atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian.
Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan
berkembang setelah peneliti turun ke lapangan.

35
Analisis data dalam penelitian ini sebelum terjun ke lapangan melalui studi
kepustakaan berupa artikel berita, arsip-arsip tertulis dan melalui website
resmi Harian Metropolitan Bogor.

2. Analisis Data Selama di Lapangan Model Miles and Huberman

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini selama di lapangan dan
setelah selesai pengumpulan data adalah teknik yang dikemukakan oleh Miles
and Huberman. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data
display, dan conslusion drawing/verification.

a) Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan


kecerdasan dan keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Data yang
diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

b) Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mengolah


data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam
bentuk teks yang bersifat naratif. Dengan mengolah data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Selanjutnya disarankan, dalam melakukan display data, selain dengan


teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, network (jejaring kerja), chart,
dan sejenisnya.

36
c) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing and
Verification)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and


Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum
pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek
yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah
diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori.

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin


dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi
mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Sugiyono (2017) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, untuk


mendapatkan data yang valid yang diuji adalah datanya. Temuan atau data dapat
dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan penelitian
dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.

Bermacam-macam cara pemeriksaan keabsahan data, dan untuk


memastikan bahwa penelitian dan analisis data yang dilakukan oleh peneliti dapat
dipertanggungjawabkan, dan peneliti menggunakan teknik triangulasi. Teknik
triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara, observasi dan dokumen. Terdapat beberapa triangulasi, yaitu :

1. Triangulasi Sumber

Menurut Sugiyono (2017) Triangulasi sumber dilakukan untuk menguji


kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber.

37
2. Triangulasi Teknik

Menurut Sugiyono (2017) Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji


kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda.

3. Triangulasi Waktu

Menurut Sugiyono (2017) Triangulasi waktu juga sering mempengaruhi


kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi
hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan
memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan


triangulasi waktu. Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara melakukan
wawancara dengan pihak Redaktur Foto. Pemilihan triangulasi sumber ini, karena
pihak dari Redaktur Foto Harian Metropolitan Bogor merupakan institusi yang
berwenang dalam proses penentuan foto pemberitaan media cetak. Triangulasi
waktu, dengan cara melakukan wawancara dengan pihak Redaktur Foto Harian
Metropolitan Bogor pada malem hari dengan harapan data yang diperoleh lebih
valid sehingga lebih kredibel.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Harian Metropolitan Bogor

Harian Metropolitan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang


media massa dan cetak. Kantor ini berdiri sejak tanggal 09 September 2011.
Harian Metropolitan adalah anak perusahaan dari Radar Bogor, Harian
Metropolitan bersama Radar Bogor merupakan media massa dan cetak yang
tergabung dalam Jawa Pos Grup. Sesuai data pemasaran Harian Metropolitan

38
sudah sampai 1300exp cetak setiap harinya, target pemasarannya ke Agen : 174,
Biro: 442, Langganan: 699, Pesanan: 38, Promosi: 23. Harian Metropolitan masih
tetap terpopuler di koran walaupun zaman ini masyarakat sudah dengan mudah
mengakses berita lewat media online. Menariknya di Harian Metropolitan
beritanya agak nakal sesuai dengan namanya metropolitan bisa dibilang koran
merah suka pasang cover CD wanita menurut Sekretaris Redaksi Harian
Metropolitan. Semenjak berdiri Harian Metropolitan ini sudah mendominasi
dalam perkembangan korannya termasuk dalam pemberitaannya di wilayah
Bogor, Tangerang, Bekasi, Sukabumi Kota dan Kabupaten, Cianjur dan sebagian
DKI Jakarta.

Harian Metropolitan mempunyai legalitas berupa Surat Izin Usaha


Perdagangan (SIUP) Kecil dari Pemerintah Kota Bogor dengan Nomor:
517/404/PK/B/BPPTPM/V/2012 dan No NPWP: 31.475.353.4.404.000 atas nama
PT. Bogor Mediapolitan yang beralamatkan di Jl. KHR Abdullah Bin M Nuh No.
30 Lt. 2 RT/RW 002/003 Curug Mekar, Bogor Barat. Harian Metropolitan dapat
memberikan respons positif terhadap kalangan masyarakat. Media Harian
Metropolitan merupakan salah satu media yang terpercaya akan berita maupun
foto yang disajikan. Selain itu, Media Harian Metropolitan merupakan salah satu
media yang up to date mengenai informasi yang terjadi di Bogor. Sebagai koran
metro di wilayahnya terutama Bogor, Harian Metropolitan dapat memberikan
tanggapan positif terhadap kalangan masyarakat terutama di wilayah penyebaran
korannya, penyebaran koran ini bertujuan untuk menambah minat baca di
masyarakat, karena segmen pembaca Metro menengah ke bawah, dan mempunyai
tagline News, LifeStyle and Sport.

4.1.2 Visi dan Misi Harian Metropolitan Bogor

4.1.2.1 Visi

Visi Perusahaan Harian Metropolitan Bogor adalah menjadi media online


terkemuka dan professional

4.1.2.2 Misi

39
Misi Perusahaan Harian Metropolitan Bogor sebagai berikut :
1. Memberikan informasi secara online, mengembangkan SDM dan
Teknologi Informasi dengan menerapkan sistem manajemen.
2. Menerapkan Setrategi pertumbuhan media online, serta meningkatkan
kesejahteraan.
3. Menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dengan mitra usaha
dan mitra kerja secara sinergis.

4.1.3 Logo Harian Metropolitan Bogor

Logo adalah gambar atau lambang dari sebuah organisasi atau instansi,
produk dan lain sebagainya yang digunakan sebagai identitas dari sebuah
organisasi atau instansi dan memiliki arti tertentu dengan tujuan agar diingat atau
dikenali oleh masyarakat. Harian Metropolitan tersebut dalam menjalankan visi
dan misi juga memiliki logo perusahaan. Harian Metropolitan memiliki logo
perusahaan yang berfungsi sebagai ciri atau simbol.

Adapun Logo Organisasi atau Instansi di Harian Metropolitan Bogor :

Gambar 4.1 Logo Harian Metropolitan Bogor.

Sumber: Kantor Harian Metropolitan Bogor (2011)

40
4.1.4 Struktur Harian Metropolitan Bogor

Adapun Struktur Organisasi


STRUKTUR ORGANISASI di Harian
PT. BOGOR Metropolitan Bogor :
MEDIAPOLITAN
(HARIAN METROPOLITAN)

Direktur Utama (CEO)


Drs. Hazairin Sitepu

General Manager
Rama Irawan
Sekretaris Redaksi
Pimpinan Redaksi Isyana Dewi
Rama Irawan

Manager Keuangan Redaktur Pelaksana Manager Pemasaran Manager Iklan


Retna Puji Kandini Febriula Sindisari Mulana Yusuf Jamsi Sitepu

Inkaso Koran Inkaso Iklan Koordinator Peliputan Adm Pemasaran Adm Iklan
Rini Nuriah Meisa Dwi R. Eka Yuli Rudi W Eka Novita Indi Rosidatul A

Kasir
Dita Roesilla Redaktur Pracetak Kurir Ekspedisi AE
M. Imam AhmadFazri Renaldi Indramay (Account Eksekutif)
Pak u Boni Eka Saputra
Kolektor Ghozaly
Wartawan Layout/Grafis
Asep Yogi Faisal Dadi. S Pak
Yosan Hasan Aditya Rahman
Saefullah Ryan M Agung Pak Dodo
Wahyu Mulya Diva Rahmawati J Pak Yudi
Ibnu Hiban Syahrudin
A. Risaldi
Redaktur Foto & Fotografer
Fadli Akbar

Copy Editor
Novianti F. A
Harun Santosa

IT
Hilman Septian

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Media Cetak Harian Metropolitan Bogor

Sumber: Kantor Harian Metropolitan Bogor (2011)

Dengan adanya struktur organisasi, pembagian tugas, wewenang serta


tanggung jawab menjadi jelas. Masing-masing bagian memiliki pekerjaan sesuai
dengan bidang keahliannya secara efektif dan efisien, sehingga dapat tercapai
sebagaimana yang telah ditetapkan ataupun direncanakan. Berikut struktur
organisasi Harian Metropolitan Bogor :

1) Direktur Utama (Ceo): - Drs. Hazairin Sitepu


2) General Manager: - Rama Irawan
3) Pimpinan Redaksi: - Rama Irawan
4) Sekretaris Redaksi: - Isyana Dewi
5) Redaktur Pelaksana: - Febriula Sindisari
6) Redaktur: - M. Imam
7) Koordinator Peliputan: - Eka Yuli Rudi W

41
8) Wartawan: -Yogi Faisal
-Yosan Hasan
-Ryan M
-Mulya Diva
9) Redaktur Foto -Fadli Akbar
10) Fotografer: -Muhamad Sandika Irek
11) Desain Grafis: -Dadi. S
-Aditya
-Agung
-Rahmawati. J
12) Pracetak: -Ahmad Fazri
13) Editor: -Novianti F. A
14) Manager Pemasaran: -Maulana Yusuf
15) Administrasi Pemasaran: -Eka Novita
16) Kurir: -Renaldi
-Ghozaly
-Rahman
-Dodo
-Yudi
-Syahrudin
17) Manager Iklan: -Jamsi Sitepu
18) Adiministrasi Iklan: -Indi Rosidatul A.
19) Accounting Exsecutive: -Boni Eka Saputra
20) Manager Keuangan: -Retna Puji Kandini
21) Inkaso Koran: -Rini Nuriah
22) Inkaso Iklan: -Meisa Dewi R.
23) Kasir: -Dita Roesilla
24) Kolektor: -Asep
-Saefullah
-Wahyu
-Ibnu Hiban
-A. Risaldi

42
25) It: -Hilman Septian

4.2 Pewarta Foto Dalam Melaksanakan Proses Penentuan Foto Headline Di


Era Covid-19

Proses pengambilan keputusan terhadap foto headline Harian Metropolitan


Bogor yang akan diturunkan pada setiap edisi, berlangsung cukup rumit dan
ditambah kondisi yang sekarang sedang mengalami kondisi yang memprihatinkan
sejak dilanda penyakit Covid-19 yang membahayakan masuk ke Indonesia
seluruh wartawan dan pewarta foto yang turun ke lapangan harus mengalami
hambatan hingga memakan waktu yang cukup lama. Proses ini berlangsung sejak
kegiatan mengolah foto halaman depan di mulai sampai menjelang terbitnya surat
kabar.

Pertama-tama kita wajib mematuhi protokol yang sudah diresmikan dan itu
semua sudah menjadi kebijakan di Harian Metropolitan Bogor, sebelum
memulai liputan ke lapangan harus memakai alat perlindungan diri (APD)
atau minimal memakai kemeja panjang dan masker yang berlapis dua
(Fadli Akbar 2020)

Banyaknya peristiwa Nasional yang terjadi di luar Jawa Barat mengharuskan


Harian Metropolitan Bogor menggunakan foto-foto dari luar untuk dijadikan foto
headline. Harian Metropolitan Bogor memiliki grup pemberitaan sebagai salah
satu sumber foto. Media Cetak Harian Metropolitan Bogor punya jaringan
pemberitaan di luar Jawa Barat yang diperkuat wartawan dan fotografer Harian
Metropolitan Bogor. Harian Metropolitan Bogor juga menjadi salah satu sumber
foto yang faktual, untuk peristiwa Nasional yang terjadi di luar Jawa Barat
fotonya sering bersumber dari Harian Metropolitan Bogor.

Tabel 4.2 Proses Penentuan Foto Headline

43
Waktu / Jam Aktivitas

Fotografer mencari berita sesuai dengan foto


08.00 – 18.30
headline.

18.30 – 19.00 Fotografer menyetor foto ke server foto redaksi.

Koordinator foto menseleksi foto kemudian


19.00 – 20.30
diteruskan ke server halaman satu.
Redaktur halaman satu bersama koordinator
20.30 – 22.00 foto menentukan foto yang layak dijadikan foto
headline.
Menentukan letak foto headline di halaman satu
22.00 – 23.30
melalui kerja layetor.

Foto headline mulai dinaikan kedalam satu


23.30 – 00.00
berita dengan tema foto headline.

Foto headline mulai dicetak oleh Media Cetak


00.00 – 00.30
Harian Metropolitan Bogor.

Adapun penjelasan tabel di atas sebagai berikut :

1. Pukul 08.00 – 18.30 : Fotografer mencari berita foto yang telah


disesuaikan oleh redaktur foto dengan tema foto headline.
2. Pukul 18.30 – 19.00 : Fotografer menyetor foto ke server foto redaksi,
fotografer menyetor sejumlah foto biasanya menyetor minimal lima foto
dalam satu kegiatan.
3. Pukul 19.00 – 20.30 : Koordinator foto menyeleksi foto kemudian
diteruskan ke server halaman satu.
4. Pukul 20.30 – 22.00 : Redaktur halaman satu bersama koordinator foto
menentukan foto yang layak dijadikan foto headline.

44
5. Pukul 22.00 – 23.30 : Menentukan letak foto headline di halaman satu
melalui kerja layetor.
6. Pukul 23.30 – 00.00 : Foto headline mulai dinaikan ke dalam satu berita
dengan tema foto headline.
7. Pukul 00.00 – 00.30 : Foto headline mulai dicetak oleh Media Cetak
Harian Metropolitan Bogor.

4.3 Proses Pemuatan Foto Headline Jurnalistik

Media cetak Harian Metropolitan Bogor menjadi salah satu media yang
mempunyai penerapan proses penentuan foto headline dalam proses produksi
beritanya. Penyajian proses foto headline ini tidaklah hal yang mudah, diharuskan
seseorang yang mempunyai pemahaman khusus prihal foto headline jurnalistik.
Proses penentuan foto inipun menjadi salah satu pertimbangan naiknya foto ke
media cetak.

Ada beberapa Dasar dan Pertimbangan Redaktur foto Harian Metropolitan


Bogor dalam menentukan Foto Headline yang layak muat yaitu, informatif,
hangat, faktual, relevan, gema, misi, otentik dan atraktif. Semua ini mampu
menjawab perihal naiknya foto ke media cetak.

1). Informatif.

Foto itu mampu menjelaskan dirinya secara ringkas, sehingga apa yang
disampaikan segera dapat terbaca tanpa harus dibebani lagi dengan kata yang
panjang lebar (Kusumalestari, 2013). Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara
dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan
Bogor yang akan menjelaskan bahwa foto yang informatif itu seperti apa menurut
Harian Metropolitan Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data
karena isinya akan lebih bernuansa data.

45
Foto yang informatif itu harus bisa memberikan informasi yang cukup
untuk menggambarkan isi dari berita dan juga si fotografernya itu
tersendiri, ketika dia motret dia harus bisa mengerti dari apa yang dia foto
itu, entah itu hasilnya kaya gimana, anglenya kaya gimana, terutama foto
itukan berkaitan isi berita, nah dia juga harus menguasai isi berita itu baru
bisa hunting sesuai dengan kebutuhan isi berita itu seperti apa (Fadli
Akbar 2020).

Kesimpulan hasil wawancara dari foto informatif adalah foto yang dapat
menjelaskan dan menggambarkan tanpa harus melihat keterangan atau isi
beritanya kepada pembaca.

Analisis dari foto informatif ini adalah foto yang mampu menjelaskan
secara ringkas tanpa harus melihat keterangan dari berita itu sendiri,
karena foto itu harus mempunya pesan dan makna yang kuat atas
beritanya.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor,


yaitu bernama Haris yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline harian metropolitan bogor sudah memenuhi syarat
foto informatif apa belum “menurut saya foto-foto headline koran harian
metropolitan bogor dari minggu keminggu sudah bagus, menarik, dan
dipastikan informatif tanpa harus membaca beritanya”.

Semua foto headline mempunyai kriteria masing – masing dan karakteristik


yang berbeda, karakteristik pada sebuah foto headline harus tepat sasaran sesuai
dengan isi beritanya, dan cukup untuk menggambarkan secara ringkas dari berita
itu sendiri (Kusumalestari, 2013). Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan
Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor
yang akan menjelaskan foto informatif sebagai foto kriteria foto headline di

46
Harian Metropolitan Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data
karena isinya akan lebih bernuansa data.

Yaps tentu saja, karena kan sesuai dengan gimana isi beritanya itu
tersendiri, karena ya berita itu pasti ada fotonya bahkan sebisa mungkin
foto itu bisa menjelaskan caption dan isi beritanya, jadi lebih kuat
karakternya (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan hasil wawancara dari kriteria foto informatif adalah pada


Harian Metropolitan Bogor menjadikan foto headlinenya bersifat informatif
karena foto itu sebisa mungkin mampu menjelaskan atau mewakili dari
caption dan isi beritanya.

Analisis dari kriteria foto informatif ini adalah foto yang mampu
menjelaskan isi pesan foto itu sendiri kepada pembaca, dan
menggambarkan secara ringkas mengenai isi berita.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor


yaitu bernama Haris yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai kriteria foto headline di harian metropolitan bogor itu sendiri
“menurut saya foto-foto headline koran harian metropolitan bogor dari
minggu keminggu sudah bagus, menarik, dan dipastikan informatif cukup
menjelaskan secera singkat dari isi berita”.

2). Hangat.

Ini sesuai dengan persyaratan sebuah berita yaitu, yang ditampilkan dalam
foto itu mengandung unsur kehangatan. Subyeknya bukan cerita basi karena
tuntutan mutlak (Kusumalestari, 2013). Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara
dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan
Bogor yang akan menjelaskan foto hangat itu seperti apa menurut Harian
Metropolitan Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena
isinya akan lebih bernuansa data.

Foto yang mengandung unsur kehangatan yaitu foto yang mempunyai


cerita terbaru bukan yang terlama dan biasanya viral-viral di sosmed
seperti Twitter, Instagram atau Facebook dan lain-lain (Fadli Akbar 2020).

47
Kesimpulan hasil wawancara dari foto hangat ini adalah foto yang
mengandung unsur kehangatan atau berita terbaru bukan berita terlama
(viral).

Analisis dari foto hangat ini adalah foto yang mempunyai cerita terbaru
yang mengandung unsur kehangatan sebuah berita.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor


yaitu bernama Sinwan yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline harian metropolitan bogor sudah memenuhi syarat
dari foto hangat apa belum “menurut pribadi saya mengenai foto headline
pada harian metropolitan bogor sudah cukup mengandung unsur hangat
yaa, karena mereka selalu mengupdate foto maupun beritanya yang
terbaru”.

Unsur hangat dalam sebuah foto headline pada sebuah berita memang harus
ada karena memang menjadi sebuah ketertarikan dari seorang pembaca yang
membaca berita terbaru yang sedang hangat dibicarakan (Kusumalestari, 2013).
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto
sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan foto
hangat sebagai foto kriteria foto headline di Harian Metropolitan Bogor, orang-
orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan lebih bernuansa
data.

Tentu saja, pada Harian Metropolitan Bogor untuk unsur foto headline
hangat menjadikan kriteria sebagai foto headline yang terbaru dan viral
yang sedang hangat dibicarakan, akan tetapi tidak selalu foto headline
yang terbaru itu viral tergantung dari nilai beritanya seperti apa (Fadli
Akbar 2020).

Kesimpulan dari unsur foto headline hangat yaitu foto yang mengandung
unsur foto terbaru dan viral.

Analisis dari unsur foto hangat ini adalah foto headline dipastikan
mengandung unsur foto terbaru yang masih hangat dibicarakan, tergantung
dari isi beritanya itu sendiri.

48
Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor
yaitu bernama Sinwan yang akan menjelaskan pendapat pribadinya
mengenai foto headline harian metropolitan bogor sudah memenuhi syarat
dari unsur foto hangat apa belum “menurut pribadi saya pada foto
headline Harian Metropolitan Bogor sudah cukup mengandung unsur
hangat yaa, karena mereka selalu mengupdate foto maupun beritanya serta
beritanya yang terbaru dan berita yang masih dibicarakan oleh masyarakat
atau media”.

3). Faktual

Subyek foto ini tidak diada-adakan, tetapi sesuai dengan kenyataan yang
sesungguhnya (Kusumalestari, 2013). Tuntutan terhadap faktor ini sesuai dengan
kenyataan yang sesungguhnya. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan
Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor
yang akan menjelaskan bahwa foto yang faktual itu seperti apa menurut di Harian
Metropolitan Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena
isinya akan lebih bernuansa data.

Foto headline yang faktual itu sesuai fakta, nah berarti simple sih foto yang
faktual itu sendiri, yaitu foto yang memotret dihari itu juga, jam itu juga,
dengan tidak ada settingan dan editing yang berlebihan, semua sesuai
kenyataannya disebut foto faktual (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan hasil wawancara dari foto faktual yaitu foto yang sesuai fakta
dengan keadaan itu sendiri tidak mengandung unsur settingan atau
kebohongan.

Analisis dari foto faktual ini yaitu fakta, fakta sesuai kenyataan tidak ada
rekayasa dari awal hingga akhir.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor


yaitu bernama fikri yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline harian metropolitan bogor sudah memenuhi syarat
foto faktual apa belum “menurut saya foto headline pada Harian
Metropolitan Bogor mengenai foto faktual sudah memenuhi syarat itu

49
karena apa yang saya lihat foto tersebut sesuai kenyataan yang sebenarnya
di TKP (Tempat Kejadian Pelaku) tidak ada settingan atau bayaran
ditempat”.

Unsur foto faktual dalam sebuah foto jurnalistik memang harus faktual
karena memang menjadi sebuah ketertarikan seorang pembaca dengan
menampilkan foto yang nyata dan benar benar terjadi dilapangan (Kusumalestari,
2013). Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto
sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan foto
faktual sebagai foto kriteria foto headline di Harian Metropolitan Bogor, orang-
orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan lebih bernuansa
data.

Yaps betul unsur foto faktual akan menjadikan sebuah ketertarikan seorang
pembaca, kriteria sangat mempengaruhi sebuah foto, tetapi foto yang sudah
masuk server sudah tidak ada settingan dan editing yang berlebihan semua
sesuai aturan (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan hasil dari wawancara adalah unsur foto factual pada Harian
Metropolitan Bogor itu sangat mempengaruhi karena menjadikan sebuah
ketertarikan seorang pembaca.

Analisis dari unsur foto faktual dapat membuat ketertarikan dari pembaca,
tidak ada settingan dan editing berlebihan sesuai dengan aturan pada
Harian Metropolitan Bogor.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor


yaitu bernama fikri yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline harian metropolitan bogor sudah memenuhi syarat
dari unsur faktual apa belum “iya saya setuju untuk mengenai foto factual
itu sendiri sudah memenuhi dari apa yg saya lihat menjadikan foto tersebut
akan membuat ketertarikan seorang pembaca”.

4). Relevan

50
Foto relevan adalah isi yang mengandung secara jitu mendukung semua
tema pokok cerita atau penulisan. Artinya sebagai pendamping tulisan, maka
gambaran yang tersaji dalam foto tidak melenceng dari tema tulisan
(Kusumalestari, 2013). Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Fadli
Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor yang akan
menjelaskan bahwa foto yang relevan itu seperti apa menurut Harian Metropolitan
Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan
lebih bernuansa data.

Tentu saja, Tidak jauh dengan informatif (foto yang disajikan tidak
melenceng dari isi beritanya) fotonya harus sesuai tema berita, misal kita
memberitakan kasar, foto itupun harus kasar harus sesuai tema, tidak boleh
melenceng dari tema berita tersebut dan itu menjadikan dasar untuk sebuah
foto headline (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan hasil wawancara dari foto relevan yaitu foto headline berunsur
relevan harus sesuai dengan tema tidak boleh melenceng dari tema atau isi
beritanya dengan kata lain foto yang berhubungan langsung atau
keterkaitan dengan tema yang akan diberitakan.

Analisis dari foto relevan ini adalah foto headline relevan ini pendamping
tulisan, maka gambaran yang tersaji dalam foto tidak melenceng dari tema
tulisan, saling keterkaitan dengan isi berita tersebut.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran Harian Metropolitan Bogor


yaitu bernama rio yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline harian metropolitan bogor sudah memenuhi syarat
foto relevan apa belum “menurut saya foto relevan di media Harian
Metropolitan Bogor ini dari apa yang saya amati cukup memenuhi syarat
itu, hampir semua foto nya memiliki keterkaitan dengan apa yang di
tuliskan pada berita dan menjadikan foto headline itu nyambung dengan
apa yang diberitakan”.

5). Gema

51
Foto gema ini akan menentukan penempatan foto. Jika rekamannya hanya
mengenai kejadian lokal (rumah kebakaran, misalnya) maka fotonya mungkin
bukan di halaman muka tapi jika kejadiannya itu menelan ratusan korban
manusia, seperti akibat bencana alam dahsyat, yang gemanya bukan sekedar lokal,
tapi lebih luas, yaitu nasional, foto ini layak dapat porsi halaman muka
(Kusumalestari, 2013). Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Fadli
Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor yang akan
menjelaskan bahwa foto yang relevan itu seperti apa menurut Harian Metropolitan
Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan
lebih bernuansa data.

Pada Harian Metropolitan Bogor foto gema itu mungkin lebih ke kuat si
foto itu yang menjadikannya layak foto ini dapat porsi halaman muka, foto
sama saja dengan berita, berita mempunya unsur 5w+1h sama seperti foto,
ketika ada foto yang kuat dan luas, tidak ada beritanya melainkan hanya
sebuah caption, dan itu harus di perkuat pada keterangannya (Fadli Akbar
2020).

Kesimpulan hasil wawancara dari foto gema yaitu foto yang bernilai kuat
dan luas untuk bisa menjadikannya layak foto tersebut dapat porsi halaman
muka dan dapat diperkuat pada keterangan dari berita tersebut.

Analisis dari foto relevan ini adalah foto yang memiliki pesan dan makna
yang kuat akan beritanya sehingga menjadikan foto tersebut layak untuk
dapat porsi halaman muka.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor


yaitu bernama rio yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline harian metropolitan bogor sudah memenuhi syarat
foto gema apa belum “untuk membahas mengenai kuat fotonya menurut
pengamatan saya foto headline di harian metropolitan bogor kurang begitu
kuat yaa, tetapi pada keterangan berita tersebutlah yang menambah kuat
nya si foto itu”.

52
6). Misi

Foto misi ini menyangkut tujuan atau target pemuatan suatu foto. Ihwal
bencana alam misalnya, tentu dimaksud untuk menyentuh sentuhan kemanusiaan.
Ada yang bertujuan membangkitkan apresiasi masyarakat terhadap hal-hal yang
patut dihargai, atau sebaliknya menggugah kemauan mereka untuk mengubah apa
yang secara kemasyarakatan dianggap berengsek (Kusumalestari, 2013). Hal ini
diperkuat oleh hasil wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus
redaktur foto Harian Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan apakah foto misi
sebagai foto kriteria foto headline di Harian Metropolitan Bogor, orang-orang
butuh penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan lebih bernuansa data.

Ditarget tetapi sesuai isi beritanya dan foto misi di harian metropolitan
bogor ini berlandaskan kode etik dan etika jurnalistik jadi sebagus dan
sebaiknya foto jurnalistik kalau melanggar kode etik dan etika jurnalistik
tidak akan di muat dimedia atau mungkin di blur (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan hasil wawancara dari foto misi adalah foto yang ditarget
sesuai isi beritanya dan dilandasin oleh kode etik dan etika foto jurnalistik.

Analisis dari foto misi ini adalah sebagus dan sebaiknya foto jurnalistik
kalau melanggar kode etik maupun etika fotonya tidak akan di muat
dimedia.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor


yaitu bernama asep yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline harian metropolitan bogor sudah memenuhi syarat
foto misi apa belum “dari dasar atau menurut landasan kode etik dan etika
foto jurnalistik sih memenuhi syarat yaa dan sesuai dengan isi beritanya,
tetapi kalau untuk target dari si beritanya saya kurang tahu, karena saya
bukan wartawan dari media harian metropolitan bogor hehe”.

Semua foto headline mempunyai misi-misi tertentu, foto misi ini menjadi
suatu patokan atau karakteristik pada sebuah media cetak yang ditetapkan sebagai
alat perbandingan bagi karakteristik-karakteristik lainnya (Kusumalestari, 2013).

53
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto
sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan setiap
foto menyangkut misi di Harian Metropolitan Bogor, orang-orang butuh
penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan lebih bernuansa data.

Tidak selalu juga, karena foto dari misi itu kan foto yang disajikan untuk
masyarakat dan sesuai dengan isi beritanya, jadi kalau fotonya tidak sesuai
karakter misi kemungkinan pembaca akan kebingungan jadi kurang jelas
akan isi beritanya (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan dari karakteristik foto misi adalah foto headline tidak semua
berkarakteristik misi tetapi semua foto headline berunsur misi.

Analisis karakteristik foto misi ini adalah tidak semua foto misi menjadi
foto headline, tetapi semua foto headline berunsur misi biar jelas isi
beritanya apabila tidak sesuai karakter misi memungkinkan pembaca akan
kebingungan.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor


yaitu bernama asep yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai karakteristik foto headline harian metropolitan bogor sudah
memenuhi syarat apa belum ”menurut saya untuk foto headline harian
metropolitan bogor berdasarkan karakteristik yang memenuhi syarat, saya
kurang tau namun berdasarkan pengamatan saya untuk foto headlinenya
sudah menggambarkan ciri khas dari isi atau tujuan beritanya dan
memenuhi kode etik dan etika jurnalistik”.

Semua foto headline mempunyai misi-misi tertentu, foto misi ini menjadi
suatu patokan atau karakteristik pada sebuah media cetak yang ditetapkan sebagai
alat perbandingan bagi karakteristik-karakteristik lainnya (Kusumalestari, 2013).
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto
sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan apakah
setiap foto misi selalu ditarget di Harian Metropolitan Bogor, orang-orang butuh
penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan lebih bernuansa data.

Foto misi tidak selalu ditarget (Fadli Akbar 2020).

54
Kesimpulan dari foto misi adalah foto misi tidak selalu ditarget berapa foto
untuk beritanya, tetapi kadang ada juga yang harus ditarget seperti photo
story.

Analisis foto dari misi ini adalah foto misi tidak selalu ditarget, tetapi
semua foto misi mempunyai target akan isi beritanya.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran harian metropolitan bogor


yaitu bernama Asep yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline harian metropolitan bogor apakah setiap foto
menjadi kriteria foto yang sesuai dengan misinya apa belum : menurut
pribadi saya mengenai foto headline harian di metropolitan bogor ada
beberapa yang mengandung unsur sesuai dengan misinya dan ada juga
yang tidak, namun dari yang saya lihat cukup menjelaskan dengan
karakteristik foto tersebut yang memiliki kode etik dan etika dari
jurnalistik”.

7). Lazim juga disebut tingkat kesulitan dalam proses pemotretan. Dalam hal
ini ada dua pengertian otentik. Pertama subyeknya sendiri hanya si Mat Kodak
bersangkutan yang dapat, dan kedua, mesti ada 10 Mat Kodak menjepret subyek
yang sama, tapi hanya satu hasil yang menunjukkan sudut pandang atau moment
yang berbeda (Kusumalestari, 2013). Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara
dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan
Bogor yang akan menjelaskan foto otentik menurut Harian Metropolitan Bogor,
orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan lebih
bernuansa data.

Setiap foto yang menunjukan sudut pandang yang berbeda tapi ada
kesulitan tersendiri pada saat pengambilan foto itu, kita ke tkp itu kita pasti
mempunya gambaran seperti apa sudut pandang yang akan dishoot, tapi
tidak sesuai kenyataan contohnya gua kemarin di suruh motret villanya
Soekarno ternyata itu susah untuk aksesnya banyak pohon-pohon jadi tidak
untuk diwajibkan sesuai di lapangan saja (Fadli Akbar 2020)

55
Kesimpulan dari foto otentik adalah setiap kita ingin memotret kita harus
mempunyai bayangan sebuah kejadian di tkp, walaupun tidak sesuai
ekspetasi kita tetapi kita harus sudah punya bayangannya.

Analisis dari foto otentik ini membahas perihal tingkat kesulitan dalam
memotret, karena setiap kejadian memiliki tingkat ke sulitan yang berbeda-
beda dari tempat kejadian atau kondisi lainnya pada di lapangan, namun
sesulit-sulitnya memotret di tkp kita harus membawa hasil.

Tidak semua foto headline otentik. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara
dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan
Bogor yang akan menjelaskan apakah semua foto headline berotentik di Harian
Metropolitan Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena
isinya akan lebih bernuansa data.

Tidak semua otentik tetapi tetep harus bisa menggambarkan suasananya


saja dan bawa hasil (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan dari foto headline otentik adalah setiap kejadian yang akan
diberitakan mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda, tetapi tetep
kita harus bisa shoot yang menggambarkan suasananya dan membawa
hasil.

Analisis dari foto headline otentik ini harus bisa menggambarkan suasana
dari sebuah kejadian dan membawa hasil.

Pengambilan foto mengenai foto headline tidak diwajibkan otentik namun


setiap foto jika memungkinkan foto tersebut mengandung unsur otentik, Hal ini
diperkuat oleh hasil wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus
redaktur foto Harian Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan apakah foto
headline diwajibkan berotentik di Harian Metropolitan Bogor, orang-orang butuh
penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan lebih bernuansa data.

Tidak semua otentik, tetapi tetap kita harus jeli terhadap objeknya, gimana
caranya tetep harus ada hasil (Fadli Akbar 2020).

56
Kesimpulan dari foto otentik adalah tidak diwajibkan otentik, tetapi tetep
harus jeli dan peka terhadap objeknya.

Analisis dari foto otentik ini sesulit-sulitnya foto bagaimana caranya tetep
harus ada hasil.

8). Foto atraktif ini menyangkut sosok grafis sebuah foto yang tersaji secara
menggigit atau mencekam. Penampilannya tidak hambar dan di bagian ini ada
peran editing atau sumbangsih polesan editor Foto. Hal ini diperkuat oleh hasil
wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian
Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan semua foto atraktif di Harian
Metropolitan Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena
isinya akan lebih bernuansa data.

Kalau buat foto yang menarik sebisa mungkin bagaimana caranya kita
mengambil angle yang tidak semua orang mengambil anglenya tersebut,
contohnya banyak fotografer yang hasil anglenya sama, nah kita disitu
harus jeli dan peka terhadap objek yang lainnya (Fadli Akbar 2020).
Kesimpulan dari foto atraktif adalah foto yang mana pengambilan anglenya
berbeda dari hasil fotografer yang lain dan menciptakan objek berita yang
berbeda.
Analisis dari foto atraktik ini adalah menciptakan hasil yang berbeda
sehingga membuat foto menjadi menarik.
Observasi dari salahsatu berlangganan koran Harian Metropolitan Bogor
yaitu bernama Ridwan yang akan menjelaskan pendapat pribadinya
sendiri mengenai semua foto pada harian metropolitan bogor sudah
memenuhi syarat dari unsur atraktif apa belum “Menurutku sih, cukup
memenuhi syarat atraktif itu sendiri jika mengenai sudut pandang foto
tersebut dengan angle yang cukup membuat menarik dari pembaca karena
angle yang berbeda tapi satu tujuan".
Foto atraktif ini menyangkut sosok grafis sebuah foto yang tersaji secara
menggigit atau mencekam. Penampilannya tidak hambar dan di bagian ini ada
peran editing atau sumbangsih polesan editor Foto. Hal ini diperkuat oleh hasil
wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian
Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan semua foto headline berunsur atraktif
di Harian Metropolitan Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data
karena isinya akan lebih bernuansa data..

57
Foto yang menarik adalah objektif tetapi kita harus menciptakan foto yang
tidak semua orang punya menjadi menarik (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan dari foto headline atraktif kita harus mencipkan hasil foto yang
tidak semua orang punya dan itu menjadikan foto itu menarik.

Analisis dari foto headline atraktif ini adalah foto yang menarik itu objektif
tetapi foto yang berbeda objek itu menarik.

Observasi dari salahsatu berlangganan koran Harian Metropolitan Bogor


yaitu bernama Ridwan yang akan menjelaskan pendapat pribadinya sendiri
mengenai foto headline pada harian metropolitan bogor sudah memenuhi
syarat dari unsur atraktif apa belum “ Untuk foto headline, ada beberapa
yang atraktif yang memiliki sudut pandang yg berbeda dari foto standar
adanya juga yang biasanya, namun kebanyakan memiliki unsur itu karena
menurut saya standar pada foto headline disetiap media memiliki khas nya
masing-masing”.

Hasil penelitian foto menunjukkan ada satu foto yang menurut redaktur
Harian Metropolitan Bogor sudah layak menjadi foto headline yang atraktif dan
tidak semua media punya fotonya. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan
Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto Harian Metropolitan Bogor
yang akan menjelaskan hasil penelitian foto headline di Harian Metropolitan
Bogor, orang-orang butuh penjelasan yang berbentuk data karena isinya akan
lebih bernuansa data.

Ada satu foto yang manarik dan ekslusif, di mana foto tersebut tidak semua
media tahu dan media punya prihal foto tersebut hanya fotografer Harian
Metropolitan Bogor doang yang punya (Fadli Akbar 2020).

Kesimpulan dari tiga foto penelitian yang atraktif adalah ada satu yang
menarik dan juga ekslusif tidak semua media tahu dan media punya.

Analisis dari tiga foto penelitian yang atraktif ini menarik karena
menggambarkan isi suasananya dan mempunyai isi pesan yang kuat.

58
Setelah mengadakan diskusi dan wawancara via tatap muka dengan tetap
mematuhi protokol kesehatan serta data dapat terkumpul, menurut peneliti hasil
observasi atau pengamatan prihal penentuan foto headline Harian Metropolitan
Bogor sesuai dengan hasil wawancara dan teori yang digunakan. Hal ini diperkuat
oleh hasil wawancara dengan Fadli Akbar, pewarta foto sekaligus redaktur foto
Harian Metropolitan Bogor yang akan menjelaskan hasil penelitian foto headline
di Harian Metropolitan Bogor. Terdapat beberapa hal yang menjadi inti pokok
dari Proses Penentuan Foto Headline Di Era Globalisasi Covid-19 Dalam
Pemberitaan Media Cetak Di Harian Metropolitan Bogor.

Yaps benar, sangat sesuai dengan hasil delapan unsur proses penentuan
foto headline tersebut, jika ada salah satu yang kurang mengenai unsur
tersebut tetap dimasukan asal masih nyambung dengan unsur beritanya,
tetapi jika sudah tidak nyambung dengan unsur beritanya walaupun fotonya
bagus itu tidak layak (Fadli Akbar 2020).

Ada juga pendapat langsung terkait 8 unsur penentuan foto headline pada
teori kusumalestari oleh pengamat yang merupakan ahli pada bidang tersebut,
pengamat akan menjelaskan mengenai apakah menurut pengamat 8unsur
penentuan foto headline kusumalestari sudah efisien

“Menurutku, 8 unsur yang sudah dijelaskan untuk masalah penentuan hasil


foto headline sudah sangat efisien, 8 unsur itu berkaitan dengan syarat
penentuan foto headline yaitu foto headline yang harus menjelaskan secara
ringkas apa yang ingin disampaikan, subjek harus terhangat dalam waktu
ataupun masalah, foto tanpa ada settingan yang dibuat-buat, foto harus
mendukung tema yang ingin dibicarakan, asli dan memiliki sudut pandang
yang mejadikan khas tersendiri dari media lainnya, dan foto menampilkan
fisual yang mendalam pada isi berita itu sendiri, itu yang menjadikan foto
itu sangat efisien untuk dijadikan foto headline”.

Pengamat juga menjelaskan mengenai bagaimanakah cara atau menurut


pengamat penentuan foto headline yang baik dan benar

59
“Seperti yang saya katakan sebelumnya penentuan headline sudah
dipastikan foto itu harus bagus dalam sudut pandang fotograpi maksudnya
tidak lah cacad dari 3 exposure dasar dari fotograpi itu sendiri dan
memiliki elemen 8unsur itu pada foto tersebut”.

Dan sebagai penutup pengamat mengomentari 3 foto sampel yang


dijadikan foto tersebut foto headline Harian Metropolitan Bogor, apakah menurut
pengamat 3 sampel foto headline Harian Metropolitan Bogor tersebut sudah sesuai
dengan 8unsur tersebut

“Dari apa yang saya lihat mengenai 3 foto tersebut yang dijadikan foto
headline, itu semua menurut saya sudah sesuai dengan 8 unsur itu sendiri,
dari foto pertama subjek didalam foto itu menggambarkan apa yang akan
disampaikan dalam beritanya, dengan angle samping kearah subjek dalam
foto itu. Searah dengan tema yang akan diangkat dan fisual mendalami
kejadian tersebut sehingga pembaca mengerti penyampaian apa yang ingin
disampaikan dalam foto tersebut dan diperkuat dengan caption itu, begitu
pula dengan foto lainnya, saya sendiri yakin fotograper pada media cetak
mengerti betul apa yang akan dia shoot, dan mengerti secara logika dia
foto yang harus bagaimana, walaupun tidak begitu mengerti mengenai teori
namun itu diperkuat lagi dengan hasil foto yg dia foto dipilih oleh redaktur
dari media itu sendiri karena redaktur mengerti unsur foto yang akan
dijadikannya sebagai foto headline menjadikan foto yang khusus untuk foto
headline dari media itu sendiri”.

4.4 Analisis Foto Headline

Sebelum memulai analisis dan menguraikan penelitian yang peneliti


maksud, terlebih dahulu ditampilkan foto headline yang akan peneliti analisis
berserta teks foto (caption), judul dan nama fotografer meliputi Copyright/hak
cipta (byline) sekaligus penerbit (credit). Seluruh teks keterangan yang
menjelaskan foto headline tersebut peneliti masukan sebagai bahan analisis.
Dalam foto-foto headline berserta seluruh teks yang peneliti tampilkan nantinya

60
akan dijelaskan dan sebagai bahan pertimbangan sebagai analisis, kecuali biografi
fotografer.

Berikut beberapa foto-foto headline Harian Metropolitan Bogor berawal


ketika Virus Covid-19 menyebar ke Kota Bogor dan Wali Kota Bogor
menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berserta teks
keterangan tersebut yang akan peneliti uraikan:

Gambar 4.2 Headline Foto Edisi Senin, 27 April 2020.

Teks Caption: Tak Efektif, Psbb Bodebek Minta Diperpanjang. Kesempatan


lebaran yang kerap menjadi ajang silahturahmi dan rekreasi masih dilakukan
segelintir orang meski di tengah penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala

61
Besar (PSBB). Seperti di kawasan Puncak, sejumlah titik lokasi wisata disertai
para pelancong.

Judul: Kebijakan Negara

Fotografer: Sandika Fadillah Rusdani/Harian Metropolitan Bogor.

Analisis sesuai teori foto ini memenuhi kriteria Informatif (foto yang
mampu menjelaskan dirinya sendiri), Hangat (foto yang ditampilkan mengandung
unsur kehangatan berita), Faktual (Foto yang disajikan harus fakta), Relevan (Foto
sebagai pendamping tulisan, maka foto yang disajikan tidak melenceng dari tema
tulisan), Gema (Foto yang layak dan pantas untuk mendapatkan porsi sebagai foto
Headline), Misi (Menyangkut tentang tujuan dan target pemuatan suatu foto
terdapat pemberitaan yang tidak pantas untuk diberikan apresiasi bagi
masyarakat).

62
Pada edisi bulan April, yaitu Senin, 27 April 2020 Media Harian
Metropolitan Bogor pada halaman pertama menampilkan foto headline dengan
judul “Kebijakan Negara”. Foto ini diambil oleh pewarta foto Harian
Metropolitan Bogor. Foto ini ditampilkan dengan ukuran besar, berwarna dan
terletak di atas persis dibawah tulisan Harian Metropolitan Bogor. Penataan
seperti ini memungkinan adanya ketertarikan pembaca untuk mendapatkan
informasi lebih lengkap dari peristiwa tersebut.

Gambar 4.3 Headline Foto Edisi Rabu, 27 Mei 2020.

Teks Caption: Pelancong Serbu Puncak, Puluhan Rumah Makan Disegel Paksa.
Dalam kesempatan lebaran yang kerap menjadi ajang silahturahmi dan rekreasi
masih dilakukan segelintir orang meski di tengah penerapan kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Seperti di kawasan Puncak, sejumlah
titik lokasi wisata disertai para pelancong.

Judul: Antisipasi Aparatur

Fotografer: Sandika Fadillah Rusdani/Harian Metropolitan Bogor.

63
Analisis sesuai teori foto ini memenuhi kriteria Informatif (foto yang
mampu menjelaskan dirinya sendiri), Hangat (foto yang ditampilkan mengandung
unsur kehangatan berita), Faktual (Foto yang disajikan harus fakta), Relevan (Foto
sebagai pendamping tulisan, maka foto yang disajikan tidak melenceng dari tema
tulisan), Gema (Foto yang layak dan pantas untuk mendapatkan porsi sebagai foto
Headline), Misi (Menyangkut tentang tujuan dan target pemuatan suatu foto

64
terdapat pemberitaan yang tidak pantas untuk diberikan apresiasi bagi
masyarakat).

Pada edisi bulan Mei, yaitu Senin, 27 Mei 2020 Media Harian Metropolitan
Bogor pada halaman pertama menampilkan foto headline dengan judul
“Antisipasi Aparatur”. Foto ini diambil oleh pewarta foto Harian Metropolitan
Bogor. Foto ini ditampilkan dengan ukuran besar, berwarna dan terletak di atas
persis dibawah tulisan Harian Metropolitan Bogor. Penataan seperti ini
memungkinkan adanya ketertarikan pembaca untuk mendapatkan informasi lebih
atas peristiwa tersebut.

Gambar 4.4 Headline Foto Edisi Selasa, 2 Juni 2020.

Teks Caption: Pedagang Cileungsi Positif Covid-19 Meninggal Pasar Ditutup,


Sekeluarga Terjangkit. Dibalik temuan empat pedagang Pasar Cileungsi,
Kabupaten Bogor, yang positif Covid-19, memunculkan fakta mengejutkan
seorang bayi berumur 1,5 tahun dinyatakan positif corona, tertular orang tuanya
yang merupakan seorang pedagang. Mirisnya lagi sang ayah bayi pedagang
tersebut harus meregang nyawa, sehari setelah dinyatakan terjangkit dan asal
wuham itu.

65
Judul: Dampak Covid-19

Fotografer: Sandika Fadillah Rusdani/Harian Metropolitan Bogor.

Analisis sesuai teori foto ini memenuhi kriteria Informatif (foto yang
mampu menjelaskan dirinya sendiri), Hangat (foto yang ditampilkan mengandung
unsur kehangatan berita), Faktual (Foto yang disajikan harus fakta), Relevan (Foto
sebagai pendamping tulisan, maka foto yang disajikan tidak melenceng dari tema

66
tulisan), Gema (Foto yang layak dan pantas untuk mendapatkan porsi sebagai foto
Headline), Misi (Menyangkut tentang tujuan dan target pemuatan suatu foto
terdapat pemberitaan yang tidak pantas untuk diberikan apresiasi bagi
masyarakat), Otentik (Tingkat kesulitan dalam proses pemotretan), Atraktif (Ini
menyangkut foto yang tersaji secara mengigit atau menyekam)

Pada edisi bulan Juni, yaitu Selasa, 2 Juni 2020 Media Harian Metropolitan
Bogor pada halaman pertama menampilkan foto headline dengan judul “Dampak
Covid-19”. Foto ini diambil oleh pewarta foto Harian Metropolitan Bogor. Foto
ini ditampilkan dengan ukuran besar, berwarna dan terletak di atas persis dibawah
tulisan Harian Metropolitan Bogor. Penataan seperti ini memungkinkan adanya
ketertarikan pembaca untuk mendapatkan informasi lebih atas peristiwa tersebut.

4.5 Triangulasi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan


triangulasi waktu yang dikemukakan oleh Sugiyono (2017) untuk mendapatkan
data yang valid.

Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan


pihak Ketua Pewarta Foto Indonesia (Bogor). Dan triangulasi waktu, dilakukan
dengan cara melakukan wawancara dengan pihak Ketua Pewarta Foto Indonesia
(Bogor) pada malam hari dengan harapan data yang diperoleh lebih valid sehingga
lebih kredibel.

Latar belakang pemilihan triangulasi sumber kepada Ketua Pewarta Foto


Indonesia (Bogor) ini, karena bagi peneliti merupakan sebuah organisasi profesi
yang berwenang untuk membenarkan dalam penentuan foto headline jurnalistik
pada media cetak Harian Metropolitan Bogor.

Hasil dari wawancara dengan Hendi Novian, selaku pihak dari Ketua
Pewarta Foto Indonesia (Bogor) dan selaku fotografer Harian Metropolitan Bogor
menjelaskan bahwa sebuah kegiatan penentuan foto headline itu sendiri tidaklah
hal yang mudah semua butuh proses dan peraturan dan di setiap media pasti
berbeda-beda. Sebuah foto headline harus mudah diingat dengan punya kesan

67
mendalam sehingga pertama kali melihat orang tersebut langsung tahu apa yang
terjadi dan mengetahui kejadian yang ditampilkan foto tersebut.

Foto adalah peristiwa yang digambarkan dari suatu media kamera yang
akan memperkuat pemberitaan yang di sajikan oleh seorang pewarta foto
untuk dimuat dimedia cetak (Hendi Novian 2020).

Hasil dari wawancara dengan Hendi Novian, selaku pihak dari Ketua
Pewarta Foto Indonesia (Bogor) dan selaku fotografer Harian Metropolitan Bogor
menjelaskan bahwa sebuah kegiatan penentuan foto headline itu sendiri tidaklah
hal yang mudah semua butuh proses dan peraturan dan disetiap media pasti
berbeda-beda. Foto headline memiliki beberapa unsur yang akan memperkuat dan
menggambarkan sebuah peristiwa itu tersebut.

Foto headline harus menarik berbeda dari yang lain, aktual, informatif, dan
lain sebagainya, hanya dengan seketika pembaca dibuat penasaran dan
bertanya-tanya apa sebenarnya yang ada di foto itu, apa yang dilakukan, di
mana terjadinya peristiwa itu dan siapa pelaku yang ada di foto itu.
Setidaknya itu yang ada di benak pembaca pertama kali melihat foto
headline. Jika tidak muncul perasaan seperti itu maka gambar yang
terpampang di headline tidak memenuhi kriteria sebuah foto. Sebab foto
yang baik adalah foto yang menarik (Hendi Novian 2020).

Menurut Hendi Novian, foto headline itu harus menarik berbeda dari yang
lain, aktual, informatif, dan lain sebagainya, hanya dengan seketika pembaca
dibuat penasaran dan bertanya-tanya apa sebenarnya yang ada di foto itu, apa
yang dilakukan, di mana terjadinya peristiwa itu dan siapa pelaku yang ada di foto
itu (Hendi Novian 2020).

Hasil dari wawancara dengan Hendi Novian, selaku pihak dari Ketua
Pewarta Foto Indonesia (Bogor) dan selaku fotografer Harian Metropolitan Bogor
akan menjelaskan prihal proses penentuan foto headline itu sendiri di Harian
Metropolitan Bogor tersebut.

Delapan unsur proses penentuan foto headline ini sangatlah penting dan
digunakan di Harian Metropolitan Bogor, tetapi yang lebih penting adalah

68
kepekaan seorang fotografer bagaimana mereka mengambil posisi atau
angle yang dia dapat (Hendi Novian 2020).

Menurut Hendi Novian, Delapan unsur proses penentuan foto headline ini
sangatlah penting dan digunakan di Harian Metropolitan Bogor (Hendi Novian
2020).

Hasil dari wawancara dengan Hendi Novian, selaku pihak dari Ketua
Pewarta Foto Indonesia (Bogor) dan selaku fotografer Harian Metropolitan Bogor
akan menjelaskan prihal foto aktual, hangat, dan lain sebagainya, itu bisa menjadi
kriteria penentuan foto headline tersebut.

Sangatlah bisa menjadi kriteria proses penentuan foto headline, disetiap


media cetak berbeda-beda menggunakan beberapa unsur proses penentuan
foto headline untuk menciptakan foto headline yang layak, di Harian
Metropolitan Bogor pun sama dari beberapa unsur teori proses penentuan
foto headline sebagian menjadi kriteria foto headline, informatif udah pasti,
hangat, faktual udah pasti, relevan, misi, atraktif (Hendi Novian 2020).

Sangatlah bisa menjadi kriteria proses penentuan foto headline, disetiap


media cetak berbeda-beda menggunakan beberapa unsur proses penentuan foto
headline untuk menciptakan foto headline yang layak, di Harian Metropolitan
Bogor pun sama dari beberapa unsur teori proses penentuan foto headline
sebagian menjadi kriteria foto headline (Hendi Novian 2020).

69
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Proses


Penentuan Foto Headline Di Era Globalisasi Covid-19 Dalam
Pemberitaan Media Cetak Di Harian Metropolitan Bogor, maka peneliti
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses penentuan foto headline dalam menentukan foto headline dimulai


ketika fotografer menyetor foto ke server redaksi foto dan berakhir dengan
diskusi antara koordinator kompartemen/redaktur halaman satu,
koordinator foto, layouter dan pemimpin redaksi. Proses tersebut melalui
tahapan-tahapan yang berakhir pada saat menjelang terbitnya surat kabar
dari media cetak Harian Metropolitan Bogor.

5.2 Saran

Peneliti menyampaikan beberapa saran terhadap Pewarta Foto


dalam melaksanakan proses penentuan foto headline di Harian

70
Metropolitan Bogor, baik bagi mahasiswa jurusan jurnalistik maupun para
wartawan media Harian Metropolitan Bogor, sebagai berikut :

1. Para Pewarta Foto atau Redaksi Foto khususnya pada proses penentuan
foto headline ini, agar lebih meningkatkan profesionalismenya, sehingga
masyarakat yang membutuhkan data semakin percaya diri untuk
menggunakannya.

71

Anda mungkin juga menyukai