Anda di halaman 1dari 19

RESUME 2 BIMBINGAN DAN KONSELING

Latar Belakang Pentingnya BK Ditinjau Dari Berbagai Aspek

OLEH:
PUTRI HAFIZZOH AHMAD
NIM: 19031099

DOSEN PENGAMPU:
Zadrian Ardi, S.Pd., M.Pd.

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
A. Latar Belakang Psikologis

Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti
jiwa, dan Ligos yang berarti ilmu. Jadi secara istilah, psikologi berarti ilmu jiwa
atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Tetapi dalam sejarah
perkembangannya, kemudian arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia. Ini di sebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu
sukar untuk di pelajari secara objektif. Kecuali itu, keadaan jiwa seseorang melatar
belakangi timbulnya hampir setiap tingkah laku. Beragamnya pendapat para ahli
psikologi tentang pengertian dari psikologi, sehingga bisa di simpulkan bahwa
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan
individu dimana individu tersebut tidak dapat di lepaskan dari lingkungannya.

Pada zaman sebelum masehi, psikologi sudah dipelajari orang dan banyak di
hubungkan dengan filsafat. Para ahli filsafat pada waktu itu sudah membicarakan
tentang aspek-aspek kejiwaan manusia. Dalam sejarah perkembangannya, psikologi
di artikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Sejarah psikologi
bahwa ilmu pengetahuan yang kita kenal, kebanyakan berpusat dari perkembangan
awal sejarah eropa dari masa yunani, romawi hingga akhir abad ke 19, yang
kemudian menyebar ke belahan dunia.

Pendekatan dan orientasi ilmu dalam dunia psikologi bermula dari filsafat
pada masa yunani, yaitu masa transasi dari pola pikir animism ke natural science,
yaitu pengetahuan bersumber dari alam.Pada masa ini perilaku manusia berusaha di
terangkan melalui prinsip-prinsip alam atau prinsip- prinsip yang di analogikan
dengan gejala alam.

Tanah kelahiran psikologi adalah jerman , oleh karenanya munculnya


psikologi tidak dapat di lepaskan dari konteks social jerman yang memiliki misi
untuk membantuk manusia yang berkualitas dan penyedia tenaga kerja yang
potensional. Whilhelm Wundt adalah orang pertama yang memproklamirkan
psikologi sebagai disiplin ilmu. Wundt adalah seorang dokter yang tertarik di
bidang fisiologis, dimana fisiologis merupakan jalan bagi psikologiuntuk bisa
masuk ke dalam ranah empiris ilmiah dan berdiri sebagai ilmu yang mandiri.

Mempelajari psikologi berarti ada usaha untuk mengenal manusia.


Mengenal berarti memahami , kita dapat menguraikan dan menggambarkan tingkah
laku serta kepribadian manusia yang bersifat aspek-aspeknya. Dengan mempelajari
psikologi kita berusaha untuk mengetahui aspek-aspek kepribadian itu misalnya
keterbukaan yaitu, sikap terbuka terhadap dunia luar, sikap mau memahami
perasaan-perasaan orang lain, sikap menghargai pendapat dari orang lain, dan sikap
ini bersifat menetap dan menjadi ciri bagi orang yang bersangkutan, yang
merupakan sifat yang unik, yang individual dan dari orang tersebut. Berbeda
dengan hewan, tiap-tiap manusia sebagai individual terdapat aspek-aspek
kepribadian yang khas, yang unik, dan yang beda dari yang lain, sehingga dapat
membedakan manusia itu dari individu- individu lainnya. Jadi, sekalipun ada faktor
tertentu yang sama, yang terdapat pada setiap manusia , manusia itu beda dari satu
dengan yang lainnya.

Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam


bidang psikologi perlu dikuasai, yaitu :
1. Motif dan motivasi
2. Pembawaan dasar dan lingkungan
3. Perkembangan individu
4. Belajar dan penguatan
5. Kepribadian

Ada pun penjelasan dari masing-masing daerah kajian diatas adalah sebagai
berikut :
1. Motif dan motivasi

Motif adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah


laku. Dengan demikian suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif
tertentu tidaklah bersifat sembarangan atau acak, melainkan mengandung
isi atau tema sesuai dengan motif yang mendasarinya. Motif terbagi atas
dua penggolongan, motif primer didasari oleh kebutuhan asli yang sejak
semula telah ada di setiap individu sejak ia lahir kedunia. Sedangkan motif
sekunder tidak dibawah sejak lahir melainkan terbentuk bersamaan dengan
perkembangan individu yang bersangkutan.

Motif yang telah berkembang pada diri individu merupakan sesuatu


yang laten pada diri individu itu yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan
mendorong terwujudnya suatu tingkah laku. Motif yang sedang aktif
biasanya disebut motivasi. Motivasi erat sekali hubungannya dengan
perhatian.

2. Pembawaan dan lingkungan

Setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa kondisi


mental fisik tertentu. Apa yang dibawah sejak lahir itu sering disebut
dengan pembawaan. Dalam arti yang luas pembawaan meliputi berbagai
hal seperti warna kulit, bentuk warna rambut, golongan darah,
kecendrungan pertumbuhan fisik, minat, bakat khusus, kecerdasaan,
kecendrungan cirri-ciri kepribadian tertentu.

Pembawaan dan lingkungan masing-masing individu tidaklah


sama. Ada pembawaan yang tinggi sedang, kurang dan bahkankurang
sekali. Kadang-kadang kita jumpai individu dengan intelegensi yangamat
tinggi (genius). Bakat yang amat istimewa atau pembawaan yang luar
biasa baguisnya itu merupakan anugerah dari tuhan. Sebaliknya kadang-
kadang kita jumpai pula individu dengan intelegensi yang amat rendah.
Pembawaan yang luar biasa rendahnya ini juga merupakan amanah dari
tuhan, untuk tidak disiasiakan dan untuk mendapatkan penanganan yang
memadai sesuai dengan kemuliaan kemanusiaan.

3. Perkembangan individu

Berbagai teori tentang perkembangan individu telah dikemukakan


oleh para ahli. Teori-teori tersebut pada umumnya menonjolkan aspek atau
pola perkembangan tertentu. McCandless menekankan pentingnya
dorongan biologis dan dorongan cultural dalam perkembangan individu
freud menekankan dorongan seksual; Ericson menekankan perkembangan
psikososial (dalam Dusek,1977). Paiget mengemukakan teori tentang
perkembangan koknisi; Kholberg tentang perkembangan moral (dalam
Bee, 1978). Lebih lanjut, Havighurtst menampilkan istilah tugas
perkembangan.

4. Belajar dan penguatan

Belajar merupakan konsep yang amat mendasar dari psikologi.


Peristiwa belajar terentang dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh
perubahan tingkah laku yang amat sederhana sebagai hasillatihan singkat
sampai dengan proses mental tingkat tinggi. Pemberian penguatan
dilakukan memakai pernyataan berkenaan dengan hal-hal yang positif
yang ada pada diri individu, khususnya berkenaan dengan kegiatan
belajarnmya itu; misalnya pernyataan tentang motivasi belajarnya cukup
tinggi, hasil belajarnya bagus, caranya menjawab soal-soal cermat,
bahasanya lancer, pekerjaannya rapid an sebagainya.
5. Kepribadian
Sering dikatakan bahwah ciri seseorang adalah kepribadiannya.
Dalam khasana psikologi rumusan yang satu tentang kepribadiaan
kayaknya masih sulit dicapai. Mengenai pengertian kepribadian ini, para
ahli psikologi umumnya memusatkan perhatian pada faktor-faktor fisik dan
genetika, berfikir dan pengamatan, serta dinamika motivasi dan perasaan
(Mussen dan Rosenzweiq, 1973). Sejumlah hasil studi memperlihatkan
adanya hubungan (meskipun hubungan ini tidak terlalu tinggi) antara
bentuk tubuh dan ciri-ciri kepribadian dan hasil studi tentang anak kembar
menunjukkan adanya pengaruh factor-faktor genetic terhadap asfek-asfek
kepribadian. Demikian pula, pola berpikir (kognitif style) terkait pada cirri-
ciri kepribadian.

B. Latar Belakang Sosial Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
Culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup
menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut
menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia.Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan- perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan akan bimbingan:

1. Perubahan konstelasi keluarga


Terkait dengan masalah keluarga yang disfungsional, Stephen R. Covey
mengemukakan sekitar 30 tahun yang lalu terjadi perubahan situasi keluarga yang
sangat kuat dan dramatis seperti peristiwa berikut ini:
a. Angka kelahiran anak yang tidak sah meningkat menjadi 400%.

b. Persentase orang tua tunggal (single parrent) telah berlipat ganda.

c. Angka perceraian yang terjadi telah berlipat ganda, pernikahan yang


berakhir dengan perceraian.
d. Peristiwa bunuh diri dikalangan remaja meningkat sekitar 300%.

e. Sekor tes bakat skolastik para siswa turun sekitar 73 butir

f. Masalah nomor satu wanita Amerika pada saat ini adalah tindakan
kekerasan (pemerkosaan).
g. Seperempat remaja yang melakukan hubungan seksual telah terkena
penyakit kelamin sebelum menamatkan sekolahnya di SMA.

2. Perkembangan pendidikan

Arah meluas tampak dalam pembagian sekolah dalam berbagai jurusan


khusus dan sekolah kejuruan. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan bimbingan
untuk memilih jurusan yang khusus dan memilih bidang studi yang tepat bagi
setiap murid. Arah mendalam tampak dalam berkembangnya ruang lingkup dan
keragaman disertai dengan pertumbuhan tingkat kerumitan dalam tiap bidang
studi. Hal ini menimbulkan masalah bagi murid untuk mendalami tiap bidang
studi dengan tekun. Perkembangan ke arah ini bersangkut paut pula dengan
kemampuan dan sikap serta minat murid terhadap bidang studi tertentu. Ini
semua menimbulkan akibat bahwa setiap murid memerlukan perhatian yang
bersifat individual dan khusus. Dalam hal ini pula terasa sekali kebutuhan akan
bimbingan di sekolah.

3. Dunia kerja
Dalam dunia kerja bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan karena
terjadi berbagai macam perubahan diantaranya sebagai berikut:

a. Semakin berkurangnya kebutuhan terhadap pekerja yang tidak memilki


ketrampilan.
b. Meningkatnya kebutuhan terhadap para pekerja yang profesional dan
memiliki ketrampilan teknik.
c. Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan sebagai dampak dari penerapan
teknologi maju.
d. Berkembangnya perindustrian di berbagai daerah.

e. Berbagai jenis pekerjaan yang baru memerlukan cara-cara pelayanan yang


baru.
f. Semakin bertambahnya jumlah para pekerja yang masih berusia muda
dalam dunia kerja.

4. Perkembangan metropolitan
Dampak sosial yang buruk dari pertumbuhan kota di abad-21 terutama di
kota-kota berkembang sebagai berikut:
a. Urbanisasi dilakukan dengan motivasi mengadu nasib.
b. Masalah pengangguran
c. Banyaknya tenaga kerja yang tidak memenuhi kebutuhan lapangan kerja di
kota.
d. Banyaknya pemukiman ilegal didirikan.
e. Terbatasnya fasilitas air bersih dibanding banyaknya jumlah kebutuhan
penduduk.
f. Lingkungan semakin buruk yang mengakibatkan meningkatnya angka
kematian anak.

C. Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga dalam melaksanakan prinsip
penyelenggaraan pendidikan harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu;
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.

Proses pendidikan digunakan evaluasi, akreditasi dan sertifikasi untuk


memantau perkembangan pendidikan. Evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Salah satu
bentuk evaluasi pendidikan adalah dengan diadakannya ujian nasional baik di
jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA. Ujian nasional memang tidak dapat
dijadikan satu-satunya tolak ukur kualitas pendidikan disekolah tersebut akan tetapi
ujian nasional merupakan indikator pertama dan paling terlihat di masyarakat untuk
mengukur kualitas pendidikan.

Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu


institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat
dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada
tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggung jawab
profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang
bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar
yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas,
lembaga pendidikan bertanggungjawab terhadap pembentukan tenaga pengajar
yang berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan
intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota
masyarakat.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran, baik secara
eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor- faktor eksetrnal
mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem.
Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa
menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan. Dengan kata lain siswa tidak
diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam
mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir
dibidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangn yang lebih jauh dari yang
sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran
dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara
optimal (Anggara, 2007:100).
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), khususnya sejarah, sering dianggap
sebagai pelajaran hafalan dan membosankan. Pembelajaran ini dianggap tidak lebih
dari rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap
kembali saat menjawab soal-soal ujian. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena
masih terjadi sampai sekarang. Pembelajaran sejarah yang selama ini terjadi di sekolah-
sekolah dirasakan kering dan membosankan. Menurut cara pandang Pedagogy Kritis,
pembelajaran sejarah seperti ini dianggap lebih banyak memenuhi hasrat dominant
group seperti rezim yang berkuasa, kelompok elit, pengembang kurikulum dan lain-
lain, sehingga mengabaikan peran siswa sebagai pelaku sejarah zamannnya (Anggara,
2007:101).
Tidak dipungkiri bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan masyarakat
Indonesia umumnya. Agakya pernyataan tersebut tidaklah berlebihan. Namun sampai
saat ini masih terus dipertanyakan keberhasilannya, mengingat fenomena kehidupan
berbangsa dan bernegara Indonesia khususnya generasi muda makin hari makin
diragukan eksistensinya. Dengan kenyataan tersebut artinya ada sesuatu yang harus
dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan sejarah (Alfian, 2007:1).
Pelajaran sejarah adalah pelajaran yang mempelajari tentang ilmu yang
digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan
sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta
pengetahuan akan cara berpikir secara historis.

D. Latar Belakang IPTEK dan Globalisasi


1. Pendidikan dan IPTEK

Pendidikan mempunyai kaitan erat dengan ilmu pengetahuan dan


teknologi, seperti diketahui, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan. Sebab, pada
dasarnya IPTEK tercipta, berkembang, dan menjadi kebudayaan dan peradaban
karena dan melalui pendidikan.

Dari sisi lain, setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasikan


oleh pendidikan yakni dengan memasukkan hasil perkembangan iptek itu ke
dalam isis bahan ajar. Sebaliknya, pendidikan sangat penting oleh sejumlah
cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikolog, sosiologi,
antropologi). Seiring dengan kemajuan iptek pada umumnya, ilmu pendidikan
juga mengalami kemajuan yang pesat, demikian pula dengan cabang-cabang
khusus dari ilmu-ilmu perilaku yang mengkaji pendidikan seperti psikolog
pendidikan dan sosiologi pendidikan. Kemajuan cabang-cabang ilmu tersebut
menyebabkan tersedianya informasi empiris yang cepat dan tepat, dan pada
gilirannya diterjemahkan menjadi program, alat, dan atau prosedur kerja yang
akan bermuara pada kemajuan teknologi pendidikan. Dengan perkembangan
iptek dan kebutuhan masyarakat yang harus mengakomodasi perkembangan
itu, baik perkembangan iptek maupun perkembangan masyarakat.

Dari sisi lain, pendidikan formal telah berkembang sedemikian rupa


sehingga menjadi suatu lingkup kegiatan yang luas dan kompleks.
Konsekuaensi perkembangan pendidikan tu menyebabkan penataan
kelembagaan, pemantapan struktur organisasi dan mekanisme kerja,
pemantapan pengelolaan, dan lain-lain haruslah dilakukan dengan
memanfaatkan iptek itu. Selanjutnya, karena kebutuhan pendidikan yang sangat
mendesak maka banyak teknologi dari berbagai bidang ilmu segera diadopsi ke
dalam penyelenggaraan pendidikan, dan atau kemajuan kemajuan itu segera
dimanfaatkan oleh penyelenggaraan pendidikan itu.

Terdapat beberapa istilah yang perlu dikaji agar jelas makna dan
kebutuhan masing-masing, yakni pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi,
serta istilah lalin yang terkait dengannya. Pengetahuann (knowledge) adalah
segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap
fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi
criteria dan segi ontologism, epistemologis, dan aksiologi secara konsekuen
dan penuh disiplin biasa disebut ilmu ataupun ilmu pengetahuan (science). Kata
ilmu sifatnya adalah ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya disebut ilmuwan.
Dengan demikian, pengetahhuan meliputi berbagai cabang ilmu (. Ilmu dasar
terutama diilmu-ilmu sosia atau social science, dan ilmu –ilmu alam atau
natural science), humaniora (seni, filsafat, bahasa, dan sebagainya) serta wahyu
keagamaan atau sejenisnya.

Dilihat dari segi tujuan pokoknya, sering pula dibedakan ilmu dasar
(basic science) dan ilmu terapan (applied science). Ilmu dasar terutama
digunakan demi kemajuan itu sendiri, sedangkan ilmu terapan digunakan untuk
mengatasi masalah dan memajukan kesejahteraan manusia. Hasil dari ilmu
terapan itu kemudian ditransformasikan menjadi bahan, alat, atau prosedur
kerja. Kegiatan seperti ini biasa disebut pengembangan (development, dan
tindakan lanjjut dan hasil kerja kegiatan pengembangan itulah yang disebut
teknologi.

Landasan antologis dari ilmu berkaitan tentang persoalan-persoalan


seperti apa yang ingin diketahui oleh ilmu, bagaimana wujud hakiki dari objek
tersebut dan bagaimana hubungan dengan manusia. Seperti diketahui, ilmu
membatasi objeknya pada fakta atau kejadian yang bersifat empiris, yang dapat
ditangkap oleh alat indra, baik secara langsung maupun dengan bantuan alat-
alat bantu (sepetti mikroskop, teleskop, dan sebagainya). Objek ilmu itu selalu
berkaitan dengan pengalaman manusia yang dapat dikomunikasikan kepada
orang lain. Sesuatu yang diluar jangkauan pengalaman, umpamanya
pengalaman sesudah mati adalah berada di luar objek ilmu. Tetapi hal-hal
diluar jangkauan ilmu menjadi objek bidang-bidang lain seperti agama,
kepercayaan, dan lain-lain.
Pengetahuan ilmiah pada dasarnya merupakan abstraksi yang
disederhanakan dari fakta atau kejadian alam yang sangat kompleks. Untuk itu,
ilmu mempunyai tiga asumsi tentang objek empiris itu, yaitu:
a. Objek-objek tertentu mempunyai keserupaan datu sama lain yang
memungkinkan dilakukan klasifikasi.
b. Objek dalam jangkauan waktu tertentu tidak mengalami perubahan
(kelestarian yang relative).
c. Adanya determinisme, bahwa sesuatu gejala bukan merupakan kejadian yang
kebetulan tetapi mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap.

Landasan epistimologi dari ilmu berkaitan dengan penggunaan metode


untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yakni bagaimana prosedurnya, apakah
harus diperhatikan agar diperoleh kebenaran, cara teknik saran apa yang membantu
untuk mendapatkannya.
Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang
disebut metode ilmiah. Seperti iptek itu sendiri, metode keilmuan itu juga
mengalami perkembangan sebagai akumulasi pendapat manusia yang kini dikenal
sebagai Induktif-Hipotetiko-Deduktif.
Landasan aksiologi dari ilmu berkaitan dengan manfaat atau kegunaan
pengetahuan ilmiah itu, yakni: untuk apa pengetahuan ilmiah dipergunakan,
bagaimana kaitannyan dengan nilai-nilai moral? Ilmu telah bejasa mengubah
wajah dunia dalam berbagai bidang serta memajukan kesejahteraan manusia.
Namun kita juga menyaksikan bagaimana ilmu juga digunakan untuk mengancam
martabat dan kebudayaan manusia. Oleh karena itu, ilmu sering dianggap netral,
ilmu itu bebas dari nilai, baik atau buruk, dan sangat tergantung dari moral si
empunya ilmu. Dengan kata lain, manusia pemilik ilmu harus menentukan.
Apakah ilmunya itu bermanfaat bagi manusia atau sebaliknya.

2. Globalisasi dan Pendidikan


Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok,
dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu
sama lain yang melintasi batas Negara. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai
banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah
ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi
yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah
suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap
individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki
definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga
bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai
suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa
seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu
tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-
batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat
globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara- negara adikuasa,
sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari
sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang
paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan
ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu
bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian
dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah
Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang
dengan globalisasi:
a. Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan
internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan
identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu
sama lain.
b. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan
batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas
devisa, maupun migrasi.
c. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya
hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu
lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
d. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi
dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga
mengglobal.
e. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda
dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-
masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada
pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri,
bukan sekadar gabungan negara-negara.
Abad ke-21 sebagai pemuka millennium ketiga, yang mulai dan akan
dimasuki bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain di dunia, merupakan era
yang penuh tantangan dan peluang. Abad ini ditandai oleh berbagai perubahan
yang sangat dahsyat dalam berbagai aspek kehidupan. Sebagaimana banyak
difikirkan oleh para futurelog, pda abad ke-21 ini, kehidupan dunia akan semakin
mengglobal, dimana interaksi-komunikasi antar manusia, tidak lagi dibatasi oleh
sekat-sekat territorial, dan pada gilirannya konsep Negara bangsa (state nation)
menjadi memudar. Dalam era ini, umat manusia hidup bagaikan sebuah desa
global (Global Village). Itulah sebabnya abad ini disebut dengan Era Globalisasi.
Bagi bangsa Indonesia, kehidupa dalam Era itu merupakan tantangan yang
mau tidak mau, suka tidak suka, harus dihadapi. Tidak ada pilihan bagi seluruh
bangsa Indonesia, sebagaimana jadi bangsa-bangsa lainnya di dunia untuk
mengisolasikan diri dari pengaruh globalisasi itu. Runtuhnya tembok Berlin,
maupun terbukanya tembok Cina, merupakan pertanda bahwa tidak ada kekuatan
yang mampu membendung derasnya arus globalisasi.
Sejak badai krisis multidimensi menimpa bangsa Indonesia (sejak tahun
1977 sampai sekarang) kualitas manusia Indonesia menjadi lebih terpuruk dari
masa-masa sebelumnya. Kita dapat menemukan berbagai bukti tentang
keterpurukan kita dalam berpagai bidang, dari segi ekonomi, kita mengalami
pukulan berat ketika roda-roda ekonomi tidakk lagi berputar akibat merosotnya
nilai rupiah. Sejak tahun 1977-2000 pertumbuhan ekonomi Indonesia adalam
minus. Malah, ketika bangsa- bangsa lain, korea selatan, Thailand, Malaysia, dan
Singapura telah berhasil keluar dari kemelut ekonomi itu, Indonesia masih jalan di
tempat. Sekarang ini, angka pengangguran lebih 20 juta orang, jumlah penduduk
miskin semakin bertambah hingga mencapai lebih dari 400 juta orang, dan
pendapatan perkapita melorot dari 1000 dolar Amerika pada masa pra- krisis,
menjadi hanya kira-kira 300 dolar Amerika saat ini.
Dengan kondisi seperti itu, Itulah sebebnya maka perlu pemahaman akan
globalisasi dan dampaknya bagi pendidikan. Adapun tujuan mempelajari
kecenderungan globalisassi bagi mahasiswa, ialah agar mereka warga Indonesia
punya konsepsi dan solusi bagi bangsa Indonesia tentang masa depannya, dengan
memperhitungkan kecenderungan yang akan terjadi, baik peluang maupun
tantangan, kita dapat memahami dimana posisi kita, selanjutnya berfikir tentang
apa yang harus kita lakukan melalui pendidikan.

3. Ciri-ciri masa depan dan Globalisasi

Kecenderungan kehidupan di masa depan, khususnya di abad 21 dan


implikasinya dalam berbagai bidang kehidupan telah menjadi bahan kajian
yang menarik perhatian para ahli, sehingga muncullah ilmu baru tentang masa
depan yang disebut Futurelogy. Telah banyak pakar yang menngeluti bidang
baru ini, diantaranya yang paling popular adalah Alvin Tofler dan John
Naisbitt.

Baik Toffler maupun Naisbitt setuju bahwa ciri utama massa depan
adalah teknologi informasi, bahkan Era informasi ini sering disebut sebagai Era
Cybernetic atau Era maya. Pada Era ini, informasi memegang perang yang
sangat sentral sebagaimana manufaktur (pabrik-pabrik) dalam era industry.
Begitu dahsyatnya era informasi ini sehingga meruntuhkan batas territorial
bahkan juga batas-batas idiologi Negara. Dunia menjadi sedemikian kecil,
bagaikan sebuah desa, atau yang disebut McLuthan sebagai “Global Village”
sehingga konsep Negara bangsa (nation-state) menjadi memudar.

Selanjutnya, era informasi ditandai dengan aksesibelitas informasi


global yang sangat cepat dan tinggi. Seperti dikatakan Naisbitt “ dewasa ini
orang-orang berkomunikassi setiap saat dengan orang lain di seluruh dunia,
bahkan dengan tidak mengetahui dimana mereka berada”. Hal itu
dimungkinkan berkat kemajuan teknologi super-simbolik menurut istilah
Toffler, seperti computer, telepon seluler, internet dan sebagainya.

Dengan demikian kekuatan utama ekonomi Negara pada masa- masa


mendatang bukan lagi terletak pada sumber-sumber phisik, seperti tanah,
sumber daya alam , pabrik dan barang-barang, melainkan informasi. Karena
informasi itu bersifat software, maka ia bersifat pengetahuan (knowledge).
Dengan demikian, asset atau modal utama menyambut masa depan adalah
pengetahuan. Oleh karena itu pendidikan sangat menentukan.

Dengan menganalisis pikiran-pikiran Naisbitt, Pantini (dalam


Fathurrahman, 2000:21) menyimpulkan bahwa ada 10 kecenderungan besar di
era globalisasi yang memiliki implikasi untuk pendidikan. Sepuluh
kecendrungan itu adalah :
a. Pergeseran masyarakat petani ke masyarakat industry
b. Teknologi tradisional ke teknologi tinggi
c. Ekonomi nasional ke ekonomi global
d. Rencana jangka pendek ke jangka panjan
e. Sentralisasi ke desentralisasi
f. Ketergantungan ke kemandirian
g. Dari proteksi ke kompetensi
h. Demokrasi perwakilan ke demokrasi parsipatoris
i. Dominasi utara (atlantik ) ke selatan (pasifik)
j. System tunggal ke system majemuk

4. Implikasi pendidikan untuk pendidikan


Era globalisasi memiliki dampak ganda bukan saja terhadap aspek- aspek
phisisk seperti ekonomi, teknologi dan industry, tetapi juga berdampak pada
kehidupan social, politik, menejemen dan pendidikan. Dalam bukunya
Tumbelence in The world politics, Wave (dalam jalal dan Supriadi, 2001:58)
mengidentifikasi lima proses globalisasi, yaitu:
a. Globalisasi yang diakibatkan oleh budaya teknologi
b. Globalisasi karena masalah-masalah lingkungan dan kependudukan.
c. Globalisasi karena lemahnya kemampuan Negara dalam mengatasi
masalahnya.
d. Globalisasi karena munculnya su-sub kelompok masyarakat baru (LSM)
e. Globalisasi karena meningkatnya keahlian, kependidikan, dan
kebudayaan warga negara.

Kelima proses globalisasi ini menjelaskan tentang tidak mungkinnya


sebuah Negara, atau sebuah kelompok masyarakat untuk meredam gkobalisasi,
sebab energy globalisasi itu bukan saja datang dari luar, tetapi juga mengalir dari
dalam.
Selanjutnya, menurut Makagiansar, disamping perubahan paradigm
berfikir, juga terjadi beberapa perubahan paradigm dalam dunia pendidikan di abad
ke-21. Perubahan paradgma itu adalah:
a. Dari paradigm belajar terminal, ke paradigma belajar sepanjang hayat
b. Dari peradgma belajar persial ke belajar hokistik
c. Dari paradigm pengajaran skolastik / akademik ke pengajaran total /
seimbang.
d. Dari parradigma guru terisolasi ke paradigma guru timwork
e. Dari paradigm orientasi eksklusif ke orientasi kerjasama
f. Dari paradigama hubungan guru-murid konfrontatif ke hubungan
kemitraan.

Berdasarkan kecenderungan-kecenderungan globalisasi seperti yang


diuraikan, serta pengaruhnya terhadap kehidupan domestic di Indonesia, maka
dalam beberapa decade selanjutnya akan terjadi beberapa kecenderungan di
Indonesia, yaitu:
a. Transformasi demografis, yaitu terjadi perubahan struktur kependudukan
(jumlah penduduk, jumlah angkatan kerja, jumlah kemiskinan dan
sebagainya)
b. Ekonomi yang semakin berbasis industry dan teknologi
c. Struktur dan jumlah angkatan kerja yang makin bervariasi, dari pekerja
otot ke pekerja otak, dari pekerja kasar, ke pekerja piker.
d. Tuntutan akan pengetahuan dan Skill yang semakin tinggi Terjadinya
persaingan (kompetisi) dalam berbagai bidang.

Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari


hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat geografis
ruang dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir melingkupi semua hal yang
berkaitan dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi, informasi, komunikasi,
transportasi, dll. Itulah antara lain, kecenderungan globalisasi dan pengaruhnya di
Indonesia yang harus direspon oleh dunia pendidikan. Kemajuan SDM Indonesia
di masa depan sangat bergantung kepada bagaimana kita hari ini mempersiapkan
anak- anak didik. Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan perubahan. Maka,
pendidikan di Indonesia harus dapat mengantisipasi dampak globalisasi, sesuai
pula dengan tuntutan masyarakat madani di masa depan. Oleh karena itu untuk
menyesuaikan Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi, maka perlu diperhatikan
bahwa:
a. Dalam berbagai takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap
menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut
begitu saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa
Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat
besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks
regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu
menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh.
b. Dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun
dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.

Alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam


pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari
pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga
memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat
kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan
nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik
itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas
individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian
mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka
semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita
sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu.1992. Psikologi Umum. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Aziz, M.yusuf. dkk. 2007. Bahan Ajar Landasan Pendidikan. Darussalam : Unsyiah.
http://www.slideshare.net/ssusercb7d08/dampak-globalisasi. diakses tanggal 10 Maret
2021.

Prayetno & Erman Amti. 2013. Dasar-dasar Bimbimngan Dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.

Rahman Shaleh, Abdul. 2004. Psikologi. Kencana Prenada Media Group.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung. CV Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai