Anda di halaman 1dari 11

DO NOT RESUSCITATION ( DNR )

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Etika Keperawatan

Pengampu : Septy Nur Aini, S.Kep., Ns., M.Kep

Oleh :

1. Angga Widagdo Wahyu Saputro (18003)


2. Anugerah Dyah Fitri Arumsari (18004)
3. Elsye Nandita Pratiwi (18014)
4. Istiqomah Fajarrini (18023)
5. Nita Aulia Habsari (18032)
6. Triana Binti Sholikah (18042)

AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN


2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah Dilema Etik Keperawatan yang
berjudul DO NOT RESUSCITATION (DNR). Kami menyadari bahwa masih terdapat
kesalahan pada makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua orang terutama bagi kami dan para pembaca.

Sragen, 5 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................... i

Daftar Isi............................................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................................. 1

Bab IIPembahasan

A.Do Not Resuscitation (DNR) ............................................................................... 2

B. Pengambilan keputusan mengenai kasus yang berkaitan dengan Do Not

Resuscitation (DNR)............................................................................................. 4

Bab III Penutup

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 7

B. Saran................................................................................................................... 7

Daftar Pustaka...................................................................................................................... 8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap
mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian. Do
Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk tidak dilakukan Resusitasi,
yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum untuk tidak
mencoba CPR (cardiopulmonaryresusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika
terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan berhenti. Perintah
ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus ditandatangani oleh dokter
yang berlaku.
DNR merupakan salah satu keputusan yang paling sulit, adalah masalah etika
yang menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan
berhadapan dengan masalah moral atau pun etik, apakah akan mengikuti sebuah
perintah 'jangan dilakukan resusitasi' ataupun tidak. Bagaimana tidak jika tiba-tiba
pasien henti jantung sebagai perawat yang sudah handal dalam melakukan RJP
membiarkan pasien mati dengan begitu saja tapi masalahnya jika kita memiliki hati
dan melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh pasien dan keluarga
pasien tersebut.
Ini adalah sebuah dilema. Jika terjadi kedaruratan jantung pasien atau
pernapasan berhenti. Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah DNR
adalah karena apa yang terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk melakukan
RJP. Situasi ini umumnya disebut sebagai "kode." Hal ini kadang-kadang diberikan
nama samaran yang berbeda di rumah sakit yang berbeda.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:


1. Apakah yang dimaksud dengan Do Not Resuscitation (DNR)?
2. Bagaimanakah pengambilan keputusan mengenai kasus yang berkaitan dengan Do
Not Resuscitation (DNR)?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui apa yang dimaksu dengan Not Resuscitation (DNR) dan
bagaimana pengambilan keputusan mengenai kasus yang berkaitan dengan Do Not
Resuscitation (DNR).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Do not resuscitation (DNR)


1. Pengertian Do not resuscitation (DNR)
(Tjokronegoro, 1998) berpendapat bahwa resusitasi adalah tindakan untuk
menghidupkan kembali atau memulihkan kembali kesadaran seseorang yang
tampaknya mati sebagai akibat berhentinya fungsi jantung dan paru, yang
berorientasi pada otak.

Sedangkan menurut (Rilantono,dkk 1999) berpendapat bahwa resusitasi


mengandung arti harifah “menghidupkan kembali”, yaitu dimaksudkan usaha-
usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut
menjadi kematian biologis. Resustasi jantung paru terdiri atas dua komponen
utama yakni: bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan hidup lanjut (BHL).
Selanjutnya adalah perawatan pasca resusitasi.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


resusitasi merupakan tindakan atau usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
menghidupkan kembali atau memulihkan kembali kesadaran seseorang akibat
henti jantung dan paru, agar tidak berlanjut menjadi kematian biologis.

Sedangkan Do not resuscitation (DNR), meupakan sebuah perintah jangan


dilakukan resusitasi adalah pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat
umum untuk tidak mencoba melakukan atau memberikan tindakan pertolongan
berupa CPR (cardiopulmonaryresuscitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP)
jika terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau terjadinya henti napas
pada pasien.Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus
ditanda tangani dan diputuskan melalui konsultasi pada dokter yang berwenang.
DNR merupakan salah satu keputusan yang paling sulit, hal ini menimbulkan
masalah dilema etika yang menyangkut perawat ataupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya yang terlibat.Apakah akan mengikuti sebuah perintah jangan
dilakukan resusitasi atau tidak? Bagaimana tindakan sebagai perawat yang telah
mahir untuk melakukan CPR mengetahui jika tiba-tiba pasien mengalami henti
jantung. Sebagai seorang perawat yang memiliki rasa care pastinya tidak akan
membiarkan pasien mati dengan begitu saja, tetapi masalahnya jika kita mengikuti
kata hati dan melakukan CPR pada pasien tersebut, kita justru bisa dituntut oleh
keluarga pasien tersebut karena keluarga telah membuat keputusan untuk tidak
dilakukan tindakan resusitasi. Ini adalah sebuah dilema yang terjadi di dalam
profesi kesehatan. Masalah seperti ini juga sering muncul pada pasien yang
menderita penyakit kronis dan terminal, pasien dengan kontra indikasi CPR
ataupun pasien yang telah diputuskan oleh keluarga untuk dilakukan
euthanasia.DNR ini belum familiar di Indonesia. Dan di rumah sakit-rumah sakit
belum ada standart operasional prosedur yang tetap tentang pemberian label pada
pasien DNR. Namun keputusan DNR ini sebenarnya sudah ada dan sering di
jumpai tetapi belum disampaikan secara jelas oleh keluarga atau pihak yang
bertanggung jawab atas perawatan pasien, hanya secara tersirat misalkan saya
sudah ikhlas. Jika telah lebih dalam sebenarnya kata ini adalah suatu pernyataan
putus asa dari anggota keluarga terhadap kondisi pasien dan keluarga sudah siap
jika sewaktu-waktu pasien dinyatakan meninggal oleh dokter atau tim medis yang
menangani pasien tersebut. Ada beberapa keluarga pasien dengan penyakit-
penyakit terminal yang pernah di rawat di ICU meminta perawat dan tenaga
kesehatan lain untuk tidak melakukan resusitasi. Jadi sebenarnya status klien yang
DNR di Indonesia sudah ada, namun belum terdokumentasi secara legal
saja.Pasien DNR biasanya sudah diberikan label atau tanda untuk tidak dilakukan
resusitasi. Label ini biasa terdapat pada baju atau tempat tidur pasien, di ruang
perawatan ataupun di pintu masuk ruang perawatan bila pasien dirawat dalam satu
kamar tersendiri. Pemberian tindakan perawatan dan tindakan medis pada pasien
DNR tidak berbeda dengan pasien pada umumnya, tetap sesuai dengan advice dan
kebutuhan pasien tanpa mengurangi kualitasnya. Pasien juga masih diperlakukan
dengan cara yang sama tanpa perkecualian. Label DNR hanya memiliki makna
bahwa jika pasien meninggal (berhenti bernapas, atau jantung berhenti berdetak)
tim medis tidak akan melakukan CPR/RJP. Jadi DNR tidak berarti pemberian obat
pada pasien dihentikan begitu saja, pasien tetap mendapatkan obat dan tindakan
perawatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Namun terkadang dokter dan perawat
akan berhenti fokus pada pengobatan, dan mulai fokus pada tindakan
pendampingan dan pemenuhan kebutuhan dasar pasien saja jika prognosis pasien
sudah sangat memburuk. Tindakan ini biasa disebut sebagai perawatan
Paliatif.Vennemanetal, berpendapat bahwa Do Not Resuscitation adalah
bermasalah dan harus diganti dengan membiarkan mati wajar atau Allow Natural
Death (AND), akan tetapi beberapa penulis mengatakan bahwa Do Not
Resuscitation( DNR) tidak sama dengan Allow Natural Death (AND). Beberapa
studi menyimpulkan bahwa 85% dari tenaga kesehatan umumnya mendukung
perubahan DNR ke AND, dan pada umumnya mereka sepakat bahwa AND bukan
urutan pengganti DNR. RJP telah disetujui oleh American HeartAssociation tahun
1974 dan sejak itu, semakin banyak rumah sakit dan asosiasi medis profesional
telah mengadopsi pedoman untuk DNR orders. DNR secara umum berarti bahwa
pasien tidak akan menerima RJP pada saat cardiacarrest.

2. Prosedur Do Not Resuscitation (DNR)


Prosedur yang direkomendasikan:
a. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
b. Mengisi formulir DNR Tempatkan salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga.
c. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di tempat-
tempat yang mudah dilihat seperti heardboard, badstand, pintu kamar atau
kulkas.
d. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan
atau kaki (jika memungkinkan).
e. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi
bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila
keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR
dimusnahkan.
f. Perintah DNR meliputi : diagnosis, alasan DNR, kemampuan pasien untuk
membuat keputusan, dan dokumentasi bahwa ststus DNR telah ditetapkan dan
oleh siapa.
g. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter
yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam
medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di musnahkan.

3. Dokumentasi
a. Pengisian formulir DNR dilakukan setelah informasi diberikan dan keluarga
atau wali.
b. Formulir DNR harus berada di Berkas Rekam Medis sehingga semua tenaga
medis mengetahui bahwa pasien tidak boleh dilakukan CPR henti nafas atau
henti jantung.

B. Pengambilan keputusan mengenai kasus yang berkaitan dengan Do Not Resuscitation


(DNR)
1. Pengambilan keputusan etik
a. Proses pengambilan keputusan etik
 Otonomi klien
: Klien sendiri yang menentukan siapa dirinya dan bersedia untuk
bertanggung jawab atas pilihan itu.
 Sikap terhadap kematian
 Kemajuan bioteknologi
: Memiliki dampak baik dan buruk. Teknologi telah banyak membawa
manfaat, misalnya pembuahan invitro dan jantung buatan.
b. Penerapan pengambilan keputusan keperawatan perkara etik dalam bidang
kesehatan
 Ciri-ciri keputusan yang etik
: Mempunyai pertimbangan benar salah, sering menyangkut pilihan yang
sukar, tidak mungkin dielakkan dan dipengaruhi norma,situasi, iman,
lingkungan sosial
 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik
: Faktor agama dan adat istiadat, faktor social, faktor pengetahuan dan
teknologi, faktor legislasi dan keputusan yuridis, faktor dana/keuangan,
dan faktor pekerjaan.
 Teori dasar pembuatan keputusan etik
: Penuntun pembuatan keputusan apabila terjadi konflik antara prinsip-
prinsip danaturan-aturan.
 Beberapa teori etik
o Teleology (berdasarkan akibat yang dihasilkan/konsekuensi yang
terjadi)
o Deontology (berperinsip pada aksi/tindakan)
Teori Deontologi dikembangkan menjadi 5 prinsip penting:
Kemurahan hati (beneficience), Keadilan (justice), Otonomi,
Kejujuran (veracity), dan Ketaatan (fidelity)
 Kerangka pembuatan keputusan etik
: Unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan
moral dalam praktik keperawatan : nilai dan kepercayaan pribadi, kode
etik perawat Indonesia, konsep moral keperawatan moral, teori/prinsip-
prinsip etika.

2. Kasus dan penyelesaiannya


Kasus :
Pria 70 tahun, tak sadarkan diri mendapatkan perawatan di ICU, pasien tanpa
nama. Memiliki riwayat penyakit paru kronis, diabetes mellitus, kencing manis,
fibrilasi atrium, kadar alcohol dalam darah cukup tinggi. Kondisi pasien sangat
memprihatikan, tensinya rendah, keasaman darah tinggi Ph = 6,81. Tidak
memiliki keluarga. Klien memiliki tato di dada bertuliskan “Do Not Resuscitate”
atau menuntut untuk tidak dilakukan resustasi terhadapnya. Tato tersebut
membuat tim medis kebingugan untuk melakukan tindakan atau tidak. Lalu
meminta pertimbangan komite etik. Sambil menunggu pasien diberikan
antibioticempirik, menerima cairan, dan di rawat dengan
BilevelPositiveAirwayPressure (BPAP) untuk membantu bernafas. Konsultan
etika menyarankan untuk menghormati tulisan tato tersebut, alasannya tato
tersebut dianggap sebagai pilihan hidup dari pasien. Petugas Departemen Sosial
juga mendapat salinantertulis dari klien terkait permintaan untuk tidak disadarkan.

Penyelesaian :
1. Mengembangkan data dasar:
a. Pihak yang terlibat: klien
perawat advokat
dokter terapis
b. Tindakan yang diusulkan:
 Melakukan pertolongan pertama
 Melakukan resusitasi
 Tidak melakukan resusitasi
c. Maksud dari tindakan yang diusulkan:
Untuk mengembalikan fungsi jantung klien
d. Konsekuensi yang mungkin timbul:
Menyebabkan kematian illegal (euthanasia aktif)
2. Mengidentifikasi konflik
 Perawat mendukung keinginan klien euthanasia aktif
 Tindaka tersebut berlawanan dengan prinsip etika avoidkilling
(perawat berkewajiban melindungi dan mempertahankan kehidupan
klien dengan berbagai cara)
3. Membuat alternative tindakan yang direncankan dan mempertimbangkan
konsekuensi tindakan tersebut:
a. Menolak keinginan klien dengan konsekuensi:
 Kondisi klien akan lebih memprihatinkan, susah dalam bernafas
 Perawat diaggap tidak sensitif
 Perawat tidak memperhatikan prinsip otonomi
 Perawat melakukan prinsip benefience
 Terhindar dari tindakan ilegal
 Melakukan prinsip avoidkilling
b. Memenuhi keinginan klien dengan konsekuensi:
 Penderitaan berkurang
 Klien meninggal tidak wajar
 Perawat tidak melindungi klien
 Mengingkari prinsip benefience
 Dapat dituntut secara hukum
 Memberikan penjelasan tentang kondisi penyakit
 Memberikan penjelasan bahaya yang dapat ditimbulkan dari tidak
dilakukannya resustasi : kematian dan hukum
c. Konsekuensi dari alternative tindakan:
 Klien mengikuti pemberian terapi sesuai program
 Klien tetep menginginkan untuk tidak dilakukaresusitasi dan tidak
disadarkan
4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan:
Tim medis, klien, konsultan etika, departemen sosial
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
 Memperhatikan prinsip moral yang melindungi kehidupan klien dan
mencegah bahaya yang mungkin timbul
 Memberikan informasi:
Penyakit, bahaya kelebihan dosis, aturan hukum
6. Membuat keputusan
Mendapat salinan tertulis dari pasien terkait permintaanuntuk tidak
disadarkan Menerima permintaan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam hubungan profesi kesehatan sebagai perawat, dokter, klien, dan tim
medis lainnya dapat muncul berbagai masalah. Masalah tersebut tidak dapat
diselesaikan oleh salah satu pihak karena menyangkut bidang pelayanan kesehatan,
maka seharusnya diselesaikan oleh seluruh tim layanan kesehatan. Sedangkan profesi
keperawatan dapat menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan perawat dan
keperawatan. Terkadang terdapat situasi yang menyangkut semua profesi kesehatan
dan saling terkait, perawat juga dapat terlibat. Sebagai perawat harus berusaha
menyelesaikan dengan menggunakan dasar pertimbangan moral dan etika
keperawatan. Masalah etik dapat muncul hampir di semua bidang praktik
keperawatan. Dengan adanya perubahan lingkup praktik keperawatan dan kemajuan
teknologi medis dapat meningkatkan terjadinya masalah antara nilai pribadi perawat
dengan praktik yang dilakukan.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan bagi pembaca khususnya tentang dilema etik keperawatan dan pengambilan
keputusan etik terkait dengan DNR.
DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah, Jusuf. 1999. Etika Kesehatan dan Hukum Kesehatan. Jakarta: ECG.Priharjo,
Robert. 2006. Pengantar Etika Keperawatan. Cet.9. Yogyakarta:
Kanisius.http://naulicatsadeingesh.blogspot.com/2012/04/dilema-etik-dalam-keperawatan-
kritis.htmhttp://bebenta.blogspot.com/2012/06/etika-
euthanasia.htmlhttp://nersdody.blogspot.com/2012/03/etik-dilema-etik-dan-contoh-kasus.html

Astuti, Novi. 2013. RESUSITASI NEONATUS (online). https://noviastuti203.wordpres.com .

Diakses pada tanggal 11 April 2019.

Wismabrata, Michael Hangga. 2017. Karena Tato, Dokter Memutuskan untuk Memilih Mati

(online). http://sains.kompas.com . Diakses pada tanggal 8 April 2019.

Anda mungkin juga menyukai