Anda di halaman 1dari 14

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila


Oleh:
Dosen: Mahlil Nurul Ihsan M.Pd.I

Anggota Kelompok:
Muhammad Ruri Hizbullah 1199220054
Nurali Fakhrurrozi 1199220063
Rahmah Fitria Dewi 1199220067
Rifani Annisa Mawardini 1199220072

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH/I/B


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUDUNG DJATI

BANDUNG
2019/1441H
ANGGOTA KELOMPOK

Nama : Muhammad Ruri


Hizbullah
NIM : 1199220054
Motto : Sesuai Situasi dan Kondisi

Nama : Nurali Fakhrurrozi


NIM : 1199220063
Motto : My Life My Adventure

Nama : Rahmah Fitria Dewi


NIM : 1199220067
Motto : Niatkan segala sesuatu
karna Allah, bilatidak diniatkan karena Allah,
maka tidak ada yang namanya ikhlas.

Nama : Rifani Annisa Mawardini


NIM : 1199220072
Motto : ‫ أنفعهم للناس‬I‫خيرالناس‬
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar negara berkembang melalui suatu proses yang cukup panjang.
Pada awalnya bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam
adat-istiadat, serta dalam agama-agama sebagai pandangan hidup bangsa.
Fundamental untuk menjadi warga negara yang baik itu adalah sikap moral yang
didasarkan atas landasan filsafah negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk
menjadi warga negara yang baik, kita dituntut untuk mengerti dan memahami tentang isi dan
makna yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, atau dengan kata lain
untuk menjadi warga negara yang baik dengan sikap moral dan perilaku berdasarkan falsafah
negara dan Undang-Undang Dasar kita.
Secara umum, mengajarkan atau memberikan pedoman tentang bagaimana menjadi
warga negara yang baik, misalnya dengan pergaulan masyarakat dan dalam hubungan warga
negara dengan negaranya, yaitu dengan mengajarkan bagaimana cara bertingkah laku dengan
dasar falsafah Pancasila dan dengan mematuhi peraturan yang ada dengan rasa kesadaan yang
tinggi sebagai warga negara yang baik. Begitu pun untuk menjadi warga negara yang baik
yaitu diwujudkan dengan sikap moral yang terpuji dan mematuhi semua peraturan negara
yang berlaku dalam masyarakat.
Seluruh bangsa Indonesia haruslah mempunyai perilaku politik dan sikap moral yang
sama dengan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Mungkin
hal tersebut disebabkan karena kurang mengerti dan pahamnya tentang Pancasila, belum
meratanya orang yang memahami tentang Pancasila serta dugaan bahwa belum sempurnanya
pelaksanaan Pancasila menurut hakikatnya.
Demi untuk tegaknya Pancasila, maka seharusnya semua warga negara Indonesia
bersikap moral dan berperilaku politik sesuai yang digariskan dalam Pancasila.

II. Rumusan Masalah


1. Apa yang disebut dengan filsafat ?
2. Bagaimana susunan Pancasila yang bersifat organis, hierarkis, dan pyramidal itu?
3. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara?
4. Apa yang disebut Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi NKRI?
5. Apa dasar ontology, eopistemology, dan aksiologi?

III. Tujuan Penelitian


1. Mengetahui dan memahami pengertian filsafat
2. Susunan Pancasila yang bersifat organis, hierarkis, dan pyramidal
3. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia
4. Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi NKRI
5. Dasar ontologi, epistemology, dan aksiologi
BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian Filsafat
I.I Pengertian Umum Pancasila
Kata filsafat berasal dari Bahasa Yunani yaitu dari kata phylos dan sophos, yang
berarti philosophia. Philos berarti cinta atau teman, sophos berarti bijaksana, berarti
philoshopia/filsafat berarti kebijaksanaan atau pengetahuan. Seseorang ahli fikir disebut
phylosof. Kata ini mula-mula dimulai oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberi kebenaran orang yang mencintai pengetahuan
bijkasana, karena itu yang mencarinya orang yang mencintai kebenaran. Tentang mencinta
kebenaran adalah karekteristik daripada setiap filosof dahulu sampai dengan sekarang. Di
dalam mencari kebenaran kebijaksaan itu filosof mempergunakan cara dengan berfikir
sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsfat (berfikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau
falsafah. Filsafat sebagai hasil berfikir yang sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu
yang paling bijaksana atua setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan. Fiosof ulung
Prof.Dr.M.J Langeveld dalam buku Opwegnaar wijsgrig denken (menurut pemikiran
filsafat), berpendapat bahwa kita memasuki filsafat manakala kita memikirkan pernyataan
apapun juga secara radikal, yakni dari dasar sampai kepada konsekuensinya yang terakhir
secara sistematis, yakni dalam penutupan yang logis dalam urutan dan salin hubungan yang
bertanggung jawab apa yang terbentuk dalam keseluruhan penuturan dan uraian secara
filsafat. Dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya. Karena itulah dalam
melaksanakan pembangunan misalnya. Kita tidak dapat begitu saja menontoh atau meniru
model yang dilakukan oleh bangsa lain tanpa menyesuaikan dengan pandangan hidup dan
kebutuhan bangsa itu sendiri.
Suatu corak yang pembangunan yang barangkali baik dan memuaskan suatu bangsa
belum tentu baik pula atau memuaskan bagi bangsa yang lain, karena itu pandangan hidup
suatu bangsa yang merupakan maslah yang sangat asasi bagi kekokohan, dan kelestarian
suatu bangsa.(Salam, 1988)

I.II Pengertian Filsafat Menurut Para Filosof


a. Menurut Plato, “Filafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli”
b. Aristoteles mengartikan filsafat sebagai “ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran
yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan
estetika.
c. Bernard Russel mengartikan filsafat sebagai “the attent to answer ultimate question
critically”
d. William James mengartikan filsafat sebagai “a collective name for question which
have not answered to the satisfication of all that have asked them”
e. Sedangkan Al-Farabi memaknai filsafat sebagai pengetahuan tentang hakikat sebagai
yang sebenarnya.
f. Immanuel Kant mengartikan filsafat sebagai pengetahuan pengetahuan yang menjadi
pangkal pokok segala pengetahuan yang tercakup didalamnya : apa yang diketahui
(matafisika), apa yang seharusnya diketahui (etika), sampai di mana harapan kita
(agama), apa itu manusia (antropologi)

I.III Pengertian Filsaat menurut Beberapa Penulis Buku Filsafat


A. Prof. IR Poedjawijatna dalam bukunya Pembimbing ke Arah Alam Filsafat,
mengartikan filsafat sebagai : “ingin mengerti dengan mendalam atau cinta
padakebenaran”
B. Hasbullah Bakry dalam bukunya Sistematika Filsafat, mengartikan filsafat sebagai
“sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesautu secara mendalam mengenai
ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
bagaimana hakikatnya, sejauh yang dapat dicapai manusia, dan bagaimana sikap
manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan”.
C. WH Kilpatrick penulis buku Filophy of Education mengartikan filsafat sebagai “point
of you” atau “the out look of life” dan lebih lengkap sebagai “critical study of the
conflicting values of life to find of as best as possible how to manage life in the face
of these conflict”.

I.IV Pengertian Filsafat menurut Kamus


A. Dalam Encyclopaedia of Britannica ditulis filsafat sebagai “derived from the
composite Greek noun phioshopia means the love of pursuit wisdom”
B. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat diartikan sebagai
pengeyahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai segala yang ada, sebab,
akal, dan hukumnya. (Soegiono dan Tamsil Muis, 2012)

II. Susunan Pancasila yang Bersifat Organis, Hierarki, dan


Pyramidal
Pancasila merupakan suatu ideologi yang dianut oleh negara Indonesia sebagai
pandangan dan pedoman bagi bangsa Indonesia. {ancasila ii telah terbentuk sejak Indoneisa
merdeka yang disusun oleh presiden pertama sekaligus proklamator negara Indonesia yaitu
alm.Ir. Soekarno.
Pancasila sendiri berasal dari kata sansakerta yaitu “panca” yang dalam Bahasa
Indonesia bermakna lima dan “syila” yang bermakna batu sendi atau alas atau dasar, dari dua
kata itulah Pancasila tersusun. Pancasila memiliki arti lima dasar, yaitu meliputi :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dan permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setiap sila berasal dari Pancasila ini memiliki arti sendiri pada arti silanya yaitu sila
ke-1 memiliki arti bahwa setiap rakyat Indonesia wajib beragama karna sejak dahulu
Indonesia telah mengenal agama dan dalam agama pasti diajarkan hal-hal baik yang berkaitan
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila ke-2 memiliki arti setiap rakyat Indonesia
wajib mempunyai adab atau bias diartikan sebagai sifat menghargai dalam berbagai hal
antara sesame makhluk hidup. Sila ke-3 memilki arti setiap rakat Indonesia wajib
mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia. Sila ke-4 memilki arti setiap suatu
permaslahan yang dialami bangsa wajib diselesaikan dengan kepala dingin menggunakan
cara bermusyawarah yang menghasilkan solusi yang biss menguntungkan pihak-pihak
terlibat dan tidak menggunakan cara kekerasan. Sila ke-5 memiliki arti setiap rakyat
Indonesia mndapatkan perlakuan yang adil dan seadil-adilnya.
Hal yang dimaksud dengan Pancasila bersifat hirarkis dan berbentuk pyramidal adalah
dalam Pancasila ini berarti memiliki hubungan antar kelompok sila yang ada dalam Pancasila
yang bersifat erat. Hirarkis memili arti pengelompokan atau penggolongan.

Pancasila terdiri dari 5 sila itu


saling berkaitan yang tak
dapat terpisahkan :
 Sila pertama
menjelaskan
bahwa sila
pertama itu
meliputi dan
menjamin isi sila
2,3,4, dan 5
artinya dalam
setiap hal yang
berkaitan dengan
pelaksanaan dan
penyelengaraan
negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhana yang Maha Esa.
 Sila kedua tertulis kemanusiaan yang adil dan beradab diliputi sila ke 1 dan isinya
meliputi sila 3,4, dan 5, dalam sila ini terkandung makna bahwa sangat
menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang
beradab, maka segala hal yang berkaitan dengan kehidua berbangsa dan
bernegara harus mencerminkan bahwa negara ini memppunyai peraturan yang
menjungjung tinggi harkat dan mertabat manusia.
 Sila ketiga tertulis persatuan Indoensia yang diliputi dan dijiwai sila 1, 2 yang
meliputi dan menjiwai isi dari sila 4,dan 5, sila ini mempunyai makna manisuia
sebagai makhluk sosial wajib mengutamakan persatuan negara Indonesia yang
disetiap daerah memiliki kebudayaan-kebudayaan maupun beragama yang
berbeda.
 Sila keempat diliputi dan dijiwai sila 1,2,3 yang meliputi dan menjiwai sila ke 5.
Sila ini menjelaskan bahwa negara Indoenesia ini ada karena rakyat, maka dari itu
rakyat berhak mengatur kemana jalannya negara ini.
 Sila kelima yang bertuliskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu
diliputi dan dijiwai oleh isi sila 1,2,3, dan 4. Sila ini mengandung makna yang
harus mengutamakan keadilan bersosialisasi bagi rakyat Indonesia ini sendiri
tanpa memandang perbedaan-perbedaan yang ada. (Mondir, n.d.)

III. Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa dan Negara Indonesia


Falsafah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah anggapan, gagasan, dan sikap
batin yang paling dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat. Sebagai falsafah hidup
atau pandangan hidup, Pancasila mengandung wawasan dengan hakikat, asal tujuan, nilai,
dan arti dunia seisinya, khususnya manusia dan kehidupannya, baik secara perorangan
maupun sosial.
Dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Muh. Yamin (1962)
menyebut bahwa : “Ajaran Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem
filsafah”
Menurut Hegal, hakikat filsafatnya adalah suatu sinthese fikiran yamg lahir daripada
antithese fikian. Dari pertentangan fikiran lahirlah perpaduan pendapat yang harmonis.
Ajaran Pancasila adalah satu sinthese negara yang lahir daripada satu antithese.
Dalam Kamus Besar Indonesia, abtithese/antithesis adalah paduan atau campurann
berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras. (Rosalia, n.d.)
Isi arti Pancasila sebagai dasar filsafat Negara adalah sama dan mutlak bagi seluruh
bangsa dan diseluruh tumpah darah Indonesia. Tidak ada tempat bagi pro dan kontra. Isi ini
perlu diketemukan dengan penelitian ilmiah.
Sebagaimana telah diuraikan dalam pembicaraan yang dimuka, Pancasila sebagai
dasar filsafat atau dasar kerohanian Negara kita, yang merupakan cita-cira bangsa Indonesia,
mempunyai isi yang abstrak, umum, universil, tetap tidak berubah. Dan karena demikian
adalah sama dan mutlak bagi seluruh bangsa, diseluruh tumpah darah, dalam seluruh waktu
dalam Negara kita Republik Indonesia yang diproklamasikan kemerdekaannya pada 17
Agustus 1945.
Yang perlu kita perhatikan benar-benar ialah tentang kesamaan, yang tidak dapat
berubah dari isi Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat Negara, buat siapa saja,
dimana saja, dan kapan saja. Isi dari sesuatu hal yang demikian itu dinamakan mutlak, karena
harus ada, jika tidak ada, hanya lalu menjadi tidak ada.
Kedua yang perlu kita perhatikan, bahwa sebenernya yang demikian itu adalah suatu
hal yang biasa kita hadapi dan kita jalankan, kita alami sehari-hari didalam Bahasa kita,
didalam kita mempergunakan kata-kata. Kalua tidak demikian halnya, kita tidak dapat
menyebut banyak hal dengan satu kata, dan kita tidak dapat mengerti atau menangkap
maksud orang lain yang mengucapkan suatu kata tertentu.
Mungkin lalu timbul pertanyaan, mengapa kalau memang hal yang biasa, perlu
dijelaskan dan perlu begitu special diperhatikan. Karena anehnya menurut kenyataan yang
suda-sudah, hal yang begitu biasa itu tidak cukup dilihat, malahan mungkin dpat dikatakan
sama sekali tidak dilihat dalam Pancasila.
Sebab ternyata, kalau orang mempersoalkan Pancasila, banyak yang melulu
menekankan kepada hal-hal yang berlainan, yang dilihat dalam Pancasila sebagai isinya, dan
tidak atau sedikit sekali dilihat atau menjadi perhatian isinya yang mutlak, yang sama buat
siapa saja dan dimana saja serta kapan saja itu. Sedangkan inilah sebenarnya isi yang paling
pokok dan paling penting serta yang melulu menjadi soal mengenai Pancasila sebagai dasar
filssfat atau dasar kerohanian Negara.
Kalau ini telah dimengerti dan telah disadari, dan isinya yang sama dan mutlak itu
diketahui, maka sudah tidak lagi ada persoalan apa-apa tentang Pancasila sebagai dasar
filsafat atau dasar kerohanian Negara, tidak ada lagi tempat dan seharusnya tidak ada tempat
bagi pertentangan pro dan kontra. Persis seperti tiap-tiap kata yang kita pergunakan sebagai
contoh didalam uraian yang lalu.
Dan isi inilah yang perlu diketemukan dengan penelitian ilmiah, seperti telah
dijalankan dan ada hasilnya pada Universitas Gajah Mada. Mengapa didalam ilmu
pengetahuan harus diketemukannya itu. Pertanyaannya kembali ialah mengapa suatu hal yang
biasa terjadi setiap hari, seperti yang kita pakai sebagai contoh dalam uraian yang lalu, yaitu
jatuhnya segala barang dari atas kebawah, inti sari yang pokok tidak lain daripada
diketemukannya itu didalam Ilmu pengetahuan, secara ilmiah diketemukan hukum daya
penarikan bumi. Dan pernyataan yang demikian itu dapat ditambah yang tak terbatas
banyaknya mengenai hal-hal yang sehari-hari, lebih-lebih mengenai hal-hal yang tak sehari-
hari dan yang penting-penting, apabila soalnya untuk mendapatkan inti sarinya, yang mutlak
serta tetap tidak berubah. Ambilah sembarang kata dari Bahasa kita, dan cobalah mengatakan
apa isi artinya yang pokok, umumnya sekiranya orang tidak dapat, paling sedikit orang harus
mencarinya dalam kamus, dan penyesunan kamus itu tergolong dalam penelitian secara
ilmiah.
Sila-sila Pancasila sebagai dasar filsafat Negara berlandasan pada adanya Tuhan,
manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai kenyataan, dan mengandung arti mutlak; bahwa sifat-
sifat serta keadaan segala suatu hal kenegaraan bagi Negara Republik Indonesia harus sesuai
dengan hakikat Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil.
Melanjutkan pembicaraan, kita memperingatkan kepada diri sendiri lebih dahulu,
bahwa seperti kita katakan didalam uraian yang sudah, isi arti kata yang abstrak itu hanya
terdapat dalam pikiran atau angan-angan. Begitulah juga isi arti daripada Pancasila yang
abstrak itu hanya terdapat dalam pikiran atau angan-angan, justru karena Pancasila itu
merupakan cita-cita bangsa, yang menjadi dasar filsafat atau dasar kerohanian Negara.
Meskipun demikian tidak berarti hanya tinggal didalam pikiran atau angan-angan saja, tidak.
Akan tetapi ada hubungannya dengan hal-hal yang ada didalam keadaan senyatanya, ada
hubungannya dengn hal-hal sungguh-sungguh ada.
Begitulah sila-sila daripada Pancasila itu berhubungan dengan hal-hal yang didalam
peristilahan sila-sila itu dimaksud dalam kata-kata dasar Tuhan, manusia, satu, rakyat. Dan
adil. Semuanya saja didalam Pancasila merupakan hal-hal yang ada atau terdapat didalam
kenyataan, yang menjadi landasan dari Pancasila. Bagi Pancasila, bagi bangsa Indonesia, bagi
Negara Indonesia semuanya itu benar-benar ada atau terdapat dalam keadaan senyatanya.
Sehingga tidak lagi menejadi soal tentang hal ada atau tidak adanya. Adakah Tuhan, adakah
manusia, adakah satu, adakah rakyat, adakah adil, itu semuanya, karena Pancasila, tidak ada
dan seharusnya tidak lagi dapat diajukan sebagai pertanyaan-pertanyaan. Ini adalah suatu hal
yang penting, suatu kepastian yang terkandung didalam Pancasila. Paling banter kita meminta
pertanggung jawab bagi sendiri sebagai penyadaran diri, tidak lagi sebagai pembuktian,
tentang kebenaran daripada hal tadi yang tersimpul didalamnya sebagai landasan itu, dan ini
akan kita bicarakan pula kemudian.
Jadi yang sekarang perlu kita tegaskan ialah, bahwa yang tercantum didalam
Pancasila bukan hal-hal itu sendiri, akan tetapi kesesuaian dengan hal-hal itu,yang adanya
sebagai realita sudah menjadi kepastian yang diluar persoalan.
Hubungan yang bagaimana dengan Tuhan, dengan manusia, dengan satu, dengan
rakyat, dan dengan adil, yang terkandung dalam Pancasila? Bagi jawaban atas pertanyaan ini,
kita memperingatkan kepada diri sendiri dahulu, bahwa istilah-istilah yang pokok dari sila-
sila yang empat mengandung awalan-akhiran ke dan an, kan yang satu mengandung awalan-
akhiran per dan an, yaitu persatuan dalam sila persatuan Indonesia. Awalan-akhiran ke dan
an, artinya yang tepat bagi Pancasila ialah yang menyatakan, yang didalam tata-bahsa disebut
“sifat abstrakkan seberapa jauh mengenai awlan-akhiran per dan an artinya dan keadaan
abstrak”, mislnya kebesaran dan keamanan, sedang yang tepat bagi Pancasila ialah yang
menyatakan “peristiwa atau yaitu ke-Tuhanan, kamanusiaan, kerakyatan, dan keadilan,
sedang hasil perbuatan”, misalnya perjanjian.
Apabila kita peruntukkan kepada Pancasila, maka kita mendapatkan arti dan inti sila
yang pertama, ke-Tuhanan, ialah sifat-sifat dan keadaan yang sesuai dengan hakikat Tuhan,
arti dari sila inti sila yang kedua, kemanusiaan, ialah sifat-sifat dan keadaan yang sesuai
dengan hakikat manusia, arti dari inti sila yang ketiga, persatuan, ialah usaha untuk membikin
satu, rakyat yang ketiga, persatuan, ialah usaha yang berhasil sehingga terwujud kesatuan,
jadi sifat-sifat dan keadaan yang sesuai dengan hakikat satu; arti dari inti sila yang keempat,
kerakyatan, ialah sifat-sifat dari keadaan yang sesuai dengan hakikat rakyat arti dari inti sila
yang kelima, keadilan, ialah sifat-sifat dan keadaan yang sesuai dengan hakikat daripada adil.
Mengenai sila persatuan Indonesia dapat dikatakan labih lanjut, bahwa persatuan itu
adalah kesatuan sebarapa jauh dilihat atau dihubungkan dengan terjadinya, seberapa jauh
merupakan hasil daripada perbuatan menyatukan, yang hasilnya berupa kesatuan, kesatuan
dalam sudut dinamikanya, jadi yang terpenting bukannya proses terjadinya persatuan, akan
tetapi hasilnya yang berupa kesatuan. Maka dengan demikian kesudahannya yang tercantum
didalam sila persatuan Indonesia tidak lain daripada yang terkandung didalam sila lain-
lainnya, yaitu sifat-sifat dan keadaan yang sesuai dengan hakikat daripada satu. (Notonagoro,
1995)
Dalam filsafat Pancasila disebutkan bahwa ada 3 tingkatan nilai, yaitu :
1. Nilai dasar, yaitu nilai yang mendasari nilai instrumental, nilai dasar adalah azas-azas
yang kita terima dengan dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Dan diterima sebagi
sesuatu yang benar dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
2. Nilai instrumental, yaitu sebagai nilai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya
berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
peraturan dan mekanisme Lembaga negara. Dapat mengikuti perkembangan zaman, baik
negeri maupun luar negeri dan dapat berupa Tap MPR, UU, PP, dll.
3. Nilai praktis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai
praktis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu
benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.(Teresa, Angelina dan Prihatini, n.d.)

IV. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi NKRI


Pancasila yang dikukuhkan dalam siding I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah
dikandung untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah
berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara
Indoneisa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan Gedung Republik Indonesia
sebagai perwujudan Kemerdekaan politik yang menuju kapada kemerdekaan ekonomi, sosial,
dan kebudayaan.
Landasan atau dasar itu haruslah kuat dan kokoh agar gedung yang berdiri diatasnya
akan tegak sentosa untuk selama-lamanya. Landasan itu harus pula tahan uji terhadap
serangan-serangan baik dari dalam maupun luar.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai sebagai dasar
Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 8 Agustus 1945
Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang
menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang
menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji
sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyakurkan persoalan-
persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus
didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD
itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan UUD.
Oleh karena itu Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh
isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum
dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, peraturan pemerintah
sebagai pengganti Undang-Undang. Peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan
peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah
Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar
negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia
tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 diegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum
(sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat jurisprudensi, hakim, ilmu
pengetahuan hukum).
Disinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh
masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia. Adalah
suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri diatas fundamen yang kuat, dasar
yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang
didatangkan dari luar negri.
Dasar negara kita berakar dari sifat-sifat dan cita-cita bangsa Indonesia, Pancasila
adalah penjelmaan daripada kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak
dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa
Indonesia sebagai dasar negara, tetapi dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar
hidupnya. Pancasila bersifat universal akan mempengaruhi hidup dan kehidupan bangsa dan
negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi. (Mezi, n.d.)

V. Dasar Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi


Sebagai sebuah filsafat, didalam Pancasila terkandung sebuah pemikiran yang
menjadikannya inti utama dari sebuah ideologi. Pancasila sebagai sebuah filsafat merupakan
cerminan sebuah pemikiran yang kritis dan rasional tentang kedudukan Pancasila sebagai
dasar negara dan pandangan hidup bangsa secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat
Pancasila ditunjukkan untuk semua orang dan bukan hanya untuk bangsa Indonesia saja,
sebab didalamnya terkandung konsep kehidupan yang luas dan tidak terbatas. Didalam
filsafat Pancasila ada sudut pandang yang mendasarinya, diantaranya sebagai berikut.
(“Pancasila sebagai Filsafat Bangsa Indonesia,” n.d.)

 Ontologi
Secara ontologi, kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar Pancasila. Menurut Notonegoro, hakikat dasar ontology Pancasila
adalah manusia. Mengapa? Karena manusia merupakan subjek hukum pokok sila-sila
Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005)
Jadi, secara ontology, hakikat dasar keberadaan sila-sila Pancasila adalah manusia.
Untuk hal ini Notonagoro lebih lanjut mengemukakan bahwa manusia sebagai pendukung
pokok sila-sila Pancasila secara ontologi memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat, raga, dan jiwa, jasmani dan rohani, juga sebagai makhluk individu dan sosial
serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Maha Esa.
Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama, Ketuhanana Yang Maha Esa, mendasari dan
menjiwai sila-sila Pancasila lainnya. (Kaelan, 2005)
Selanjutnya, Pancsila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki
susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar
kesatuan yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat monodualis, sebagai makhluk
individu sekaligus juga sebagai makhlik sosial, serta kedudukannya sebagai makhluk pribadi
yang berdiri sendiri, juga sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensinya adalah segala
aspek dalam penyelenggaraan negera diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu
kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang
monodualis tersebut.
Kemudian, seluruh nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa
Indonesia. Hal ini berarti bahwa setiap aspek penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan
bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara
tujuan dan kewajiban negara dan warga negara, sisitem hukum negara, moral negara, dan
segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.

 Kajian Epistemologi
Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari
hakikat Pancasila sebagai suatu sisitem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena
epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu
tentang ilmu). Kajian epistemology Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologinya. Oleh karena itu, dasar epistemologi Pancasila sangat berkaitan erat dengan
konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada hakikatnya
meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Sumber
pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahai bersama adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonesia sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, nilai-nilai tersebut
merupakan kausa materialis Pancasila.

 Kajian Aksiologi
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis
atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat memiliki kesatuan dasar aksiologi, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Selanjutnya, aksiologi Pancasila
mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Itulah nilai dalam
kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang juga bisa diartikan sebagai,
“keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness), dan kata kerja yang artinya sesuatu
tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229)
Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai
adalah sesuatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat tersebut menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi, nilai itu pada
hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Sesuatu itu mengandung
nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu, misalnya bunga itu indah;
perbuatan itu baik. Indah dan baik merupakan sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu
bunga dan perbuatan. Dengam demikian, nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi yang di balik kenyataan-kenyataan yang lainnya. Nilai itu adanya karena ada
kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik
tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan pengertian nilai. Kalangan
materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, sementara
kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun,
dari berbagai pandangan tentang nilai, dapat dikelompokan pada dua macam sudut pandang,
yaitu pertama, sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai, yakni
manusia. Hal ini bersifat subjektif. Sudut pandang yang kedua, yaitu pandangan yang
menyatakan pada hakikatnya sesuatu yang melekat pada ditinya sendiri memang bernilai.
Hal ini merupakan pandangan dar paham objektivisme.
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-
nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan vital. Dengan demikian, nilai-nilai
Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap
dan hormonisseperti nilai material, vital, kebenaran, keindahan atau estetis, kebaikan atau
moral, ataupun kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik-hierarkis, dimana dila
pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa mrnjadi basis semua dila Pancasila (Darmodiharjo
1978).
Secara aksiologi, bangsa Indonesia merupakan pendukung nila-nilai Pancasila
(subriber of values Pancasila). Bangsa Indoneisa merupakan bangsa yang berketuhanan,
berkemanusiaan, bepersatuan, berekerakyatan, berkeadilan soaial. Sebagai pendukung nilai,
bangsa Indonesia itulah yang menghargai, mengakui, menerima Pancasila sebagai sesuatu
yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuayu yang
benilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa
Indonesia. Kalua pengakuan, penerimaan,atau penghargaan itu telah menggejala dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatn manusia dan bangsa Indoensia, bangsa Indonesia dalam ini
sekaligus merupakan pengembannya dalam sikap, tinglaj laku, dan perbuatna manusia
Indonesia.

VI. Kesimpulan
Filsafat Pancasila adalah hasil berfikir pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia yang oleh bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya, dan diyakini sebagai
sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil paling bijaksana,
paling baik, dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalua dibedakan antara filsafat yang religious dan non-religius, maka filsafat
Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bawa filsafat Pancasila dalam hal
kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan
Yang Maha Esa (kebenaran Religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan
manusia, termasuk kemampuan berfikirnya.
DAFTAR PUSTAKA

Salam, Burhanuddin. 1988. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta:PT.Bina Aksara


Soegiono dan Tamsil Muis. 2012. Filsafat Pendidikan Teori dan Praktek.
Bandung:PT.Remaja Rosdakarya Offset
https://vandome-athoullah.blogspot.com/2011/06/pancasila-bersifat-hierarkis-dan.html?m=1
Notonagoro. 1995. Pancasila Sebagai Ilmiah Populer. Jakarta:Bukit Aksara
https://www.slideshare.net/mobile/Zeninuramelia/pancasila-sebagai-falsafah-ideologi-dan-
dasar-negara-ri
https://www.academia.edu/38707515/PANCASILA_SEBAGAI_FILSAFAT_DAN_IDEOL
OGI_NASIONAL
https://maziyyatulqudsiyah.blogspot.com/2016/12/pancasila-sebagai-nilai-fundamental.html?
m=1
Herdiawanto, Heri dan Jumanta Handayana. 2010. Cerdas, Kritis, dan Aktif
Berkewarganegara. Jakarta:Erlangga
https://gruppkn.com/pancasila-sebagai-filsafat

Anda mungkin juga menyukai