Syariah
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan
salah satu komponen kurikulum nasionalyang wajib ada pada
setiap penyelenggaraan pendidikan tinggi. Saat ini, Setidak
-nya ketika buku ini disusun, landasan hukum dari (PKN)
ialah undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, khususnya setiap jalur, jenis dan jenjang
pendidikan tingi wajib memuat :
( a ) Pendidikan Agama
( b ) Pendidikan Kewarganegaraan
( c ) bahasa
Disamping dilandasan hukum setingkat dibawah dibawahnya
adalah salah satunya keputusan dirjen Dikti No. 267/2000
tentang rambu-rambu kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian (MPK) diperguruan tinggi.
Buku
Pendidikan
Smt
2B
Kewarganegaraan
Buku Pendidikan Kewarganegaraan
Penyusun : Keluarga Besar Ekonomi Syari’ah B Angkatan
2019
Cetakan :1
Halaman : 204
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga kami bisa
menyusun dan menyelesaikan buku ini. Buku Pendidikan Kewarganegaraan
ini disusun oleh kelas ES II B angkatan 2019 sebagai kenangan pembelajaran
pada mata kuliah“Pendidikan Kewarganegaraan” sekaligus sebagai karya
buku produktif perkuliahan untuk menambah wawasan dan memperdalami
pemahaman materi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.
Akhir kata untuk penyempurnaan buku ini, maka kritik dan saran dari
pembaca sangatlah berguna untuk penulis kedepannya.
Penulis
ES II B Angkatan 2019
ii
Daftar Isi Buku
Profil Buku.............................................................................................. i
Pembahasan............................................................................................. 1
BAB VII Pemerintah dan Hubungan Intervensi Sipil dan Militer.......... 123
iii
BAB I
NEGARA
KELOMPOK 1
EKONOMI SYARIAH II B
SCOR BOOK
87 VERY GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
A. Istilah dan Konsep Dasar Negara
1
Kata status atau statum lazim diartikan sebagai standing atau station
(kedudukan). Istilah ini dihubungkan dengan kedudukan persekutuan
hidup manusia, yang juga sama dengan istilah status civitatis atau status
republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah, kata status pada abad ke-
16 dikaitkan dengan kata negara.
Secara terminologi, negara diartikan dengan organisasi tertinggi di
antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu,
hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara
yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah negara, yakni adanya
masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah) dan adanya pemerintah yang
berdaulat.(“Pengertian Negara,” n.d.)
Menurut Roger H. Soltau, negara didefinisikan dengan alat (agency)
atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-
persoalan bersama, atas nama masyarakat. Lain halnya dengan apa yang
dikemukakan Harold J. Laski. Menurutnya negara merupakan suatu
masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang
bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat
merupakan suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk
mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. (“Pengertian
Negara Menurut Para Ahli,” n.d.)
Sejalan dengan Harold J. Laski, Max Weber pun mendefinisikan
bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.
Sedangkan dalam konsep Robert M. Mac Iver, negara diartikan
dengan asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu
masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut
diberikan kekuasaan memaksa.
Dalam konsepsi Islam, dengan mengacu pada Al-Qur’an dan Al-
Sunnah, tidak ditemukan rumusan tentang negara secara eksplisit, hanya
saja di dalam al Quran dan al Sunnah terdapat prinsip-prinsip dasar dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, konsep Islam tentang
negara juga berasal dari 3 (tiga) paradigm, yaitu:
2
c. Paradigma yang bersumber dari teori Imamah atau
pemerintahan.
Teori tentang Khilafah menurut Amien Rais, dipahami sebagai suatu
misi kaum muslimin yang harus ditegakan di muka bumi ini untuk
memakmurkan sesuai dengan petunjuk dan peraturan Allah swt., maupun
Rasul-Nya. Adapun cara pelaksanaannya, al-Quran tidak menunjukkan
secara terperinci, tetapi dalam bentuk global saja. Sedangkan untuk teori
Imamah, Amien lebih lanjut mengatakan bahwa kata imamah (dalam
pengertian negara/state) dalam al-Quran tidak tertulis. Akan tetapi kalau
yang dimaksudkan dengan imamah itu adalah kepemimpinan yang harus
diikuti oleh umat Islam, hal itu jelas ada dalam al-Quran. Artinya al-Quran
menyuruh kaum muslimin untuk mengikuti pemimpin yang benar, yang
terdiri dari manusia-manusia atau pemimpin yang menggunakan Islam
sebagai patokan kepemimpinannya.
Dari beberapa pendapat tentang negara tersebut, dapat dipahami
secara sederhana bahwa yang dimaksud dengan negara adalah suatu daerah
territorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat
yang berhak menuntut dari warganegaranya untuk taat pada peraturan
perundang-undangan melalui penguasaan (control) monopolistis dari
kekuasaan yang sah. (Dede Rosyada, A. Ubaidillah, Abdul Rojak, Wahdi
Sayuti, 2000)
B. Tujuan Negara
1. Tujuan Kesejahteraan
Kesejahteraan umum mencakup tidak hanya kesejahteraan
material dan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan fisik dan mental.
Kesejahteraan fisik dan mental termasuk kerja sama, menciptakan
perasaan aman, saling menghormati dan menghormati hak dan
kewajiban setiap individu, masyarakat yang begitu makmur, setara, dan
adil.
2. Tujuan Perlindungan
Kewajiban perlindungan mencakup semua komponen bangsa,
dimulai dengan rakyat, kemakmuran alam dan nilai-nilai dalam sebuah
bangsa yang layak untuk dipertahankan.
3. Tujuan Perdamaian
Diharapkan bahwa tujuan negara dalam UUD 1945 dapat
digunakan dalam implementasi terhadap pemerintah Indonesia.
Pemerintah dapat mengambil sebuah tindakan filantropis. (“tujuan
berdirinya Negara,” n.d.)
4. Tujuan Pencerdasan
Pendidikan bangsa adalah adanya sebuah tugas negara,
pemerintah dan setiap individu sebagai mencapai dalam tingkat
3
pendidikan yang terbaik. Karena masyarakat yang cerdas yakni telah
membuatnya lebih mudah untuk mencapai perkembangan dan
kemajuan negara (“Tujuan Negara,” n.d.)
Sehingga terhadap rakyat Indonesia yakni telah merasakan dalam
kemakmuran di negara Indonesia dan benar-benar dapat menciptakan
pemerintahan dari rakyat, sebagai rakyat, dan melalui rakyat. Politik bebas
adalah dasar dari suatu kebijakan luar negeri Indonesia. Perdamaian yang
diciptakan di setiap negara di dunia akan menghasilkan adanya sebuah
kebijakan luar negeri yang aktif dan bebas.
Tujuan Negara
- Menciptakan keadaan agar rakyat dapat mencapai keinginan secara
maksiamal
- Memajukan kesusilaan manusia sebagai individu dan sebagi
makhluk sosial.
- Untuk mencapai kehidupan dan penghidupan yang aman dan
tentram dengan taat kepada tuhan
- Memelihara dan menjamin terlaksananya hak asasi manusia.
Fungsi Negara
- Menjaga keamanan dan ketertiban
- Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
- Melakasanakan pertahanan untuk menjaga kemungkinan serangan
dari luar degan perlengkapan alat-alat pertahanan modern.
- Menegakan keadilan yang dilaksanakan oleh badan-badan
peradilan. (Dr. H. M Busrizalti, S.H, 2013)
Dalam konsep dan ajaran Plato, tujuan adanya Negara adalah
untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan
(individu) dan sebagai makhluk social. Sedangkan menurut Roger H.
Soltau tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang
serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (the freest
possible development and creative self-expression of its members).
Dalam ajaran dan konsep Teokratis (yang diwakili oleh Thomas
Aquinas dan Agustinus), tujuan Negara adalah untuk mencapai
penghidupan dan kehidupan aman dan tentram dengan taat kepada dan
di bawah pimpinan Tuhan. Pemimpin Negara menjalankan
kekuasaannya hanya berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan
kepadanya.
Dalam Islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi,
tujuan Negara adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya
dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak
asing. Paradigm ini didasarkan pada konsep sosio-historis bahwa
manusia diciptakan oleh Allah dengan watak dan kecenderungan
4
berkumpul dan bermasyarakat, yang membawa konsekuensi antara
individu-individu satu sama lain saling membutuhkan bantuan.
Semetara menurut Ibnu Khaldun, tujuan Negara adalah untuk
mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada
kepentingan akhirat. (“Ilmu Negara Fakultas Hukum,” n.d.)
Sementara itu, dalam konsep dan ajaran Negara Hukum, tujuan
Negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan
berdasarkan dan berpedoman pada hukum. Dalam Negara hukum
segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan atas
hukum. Semua orang tanpa kecuali harus tunduk dan taat pada hukum,
hanya hukumlah yang berkuasa dalam Negara itu (government not by
man but by law = the rule of law).
Dalam konteks Negara Indonesia, tujuan Negara (sesuai dengan
pembukaan UUD 1945) adalah untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social. Selain itu, dalam penjelasan UUD 1945 ditetapkan
bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (reechstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). Dari pembukaan dan
penjelasan UUD 1945 tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia
merupakan suatu Negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat adil dan makmur.
C. Unsur-Unsur Negara
6
Beberapa istilah yang erat pengertiannya dengan rakyat:
a. Rumpun (ras), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
merupakan suatu kesatuan karena berciri jasmaniah yang sama,
misalnya: warna kulit, warna rambut, bentuk badan, wajah, etc.
b. Bangsa (volks), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
merupakan suatu kesatuan karena kesamaan kebudayaan,
misalnya: bahasa, adat/ kebiasaan, agama dan sebagainya.
c. Nation (natie), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
merupakan suatu kesatuan karena memiliki kesatuan politik yang
sama.
2) Wilayah
Oppenheim dalam buku International Law seperti dikutip Mochtar
Kusumaatdja dan Etty R Agoes menerangkan bahawa adanya wilayah
7
dengan batas batas tertentu suatu Negara tidak akan dianggap segala
kedaulatannya dan eksistensinya.
Wilayah dalam sebuah Negara merupakan unsur yang harus ada,
karena tidak mungkin ada Negara tanpa ada batas-batas territorial yang
jelas. Sebagai contoh, pada tahun 1860, Kursi Suci (Holy See, Papacy)
adalah sebuah Negara, karena menguasai sebagian wilayah Italia dari
pantai barat sampai ke bagian timur jazirah Italia. Ketika pada tahun 1800-
1861 Italia menjadi kerajaan yang disatukan, maka Kursi Suci
diinkonportir ke dalam wilayah kerajaan baru itu, kecuali wilayah di
sekitar kota Roma yang tetap dikuasainya. Akan tetapi pada tahun 1870,
wilayah sekitar kota Roma itu pun dilepaskan dari kekuasaan Kursi Suci.
Secara otomatis kemudian Kursi Suci lenyap sebagai Negara. Baru dalam
tahun 1929 dengan Traktat Lateran dicapai persetujuan antara Mussolini
dan Paus tentang hubungan gereja dan Negara. Dengan Traktat Lateran itu
diciptakan kembali Negara Vatikan yang meliputi luas wilayah 109 Ha di
tengah-tengah kota Roma.
Secara mendasar, wilayah dalam sebuah Negara biasanya mencakup
daratan (wilayah darat), perairan (wilayah laut/perairan) dan udara
(wilayah udara).
a. Daratan (wilayah Darat)
Wilayah darat suatu Negara dibatasi oleh wilayah darat atau laut
(perairan) Negara lain. Perbatasan wilayah sebuah Negara biasanya
ditentukan berdasarkan perjanjian. Perjanjian internasional yang dibuat
antara dua Negara disebut perjanjian bilateral (bi=dua); perjanjian yang
dibuat antara banyak Negara disebut perjanjian multilateral
(multi=banyak). Perbatasan antar dua Negara dapat berupa:
1. Perbatasan alam; seperti sungai, danau, pegunungan atau lembah
2. Perbatasan buatan; seperti pagar tembok, pagar kawat, tiang tembok
3. Perbatasan menurut Ilmu Pasti, yakni dengan menggunakan ukuran
Garis Lintang atau Bujur pada peta bumi.
9
Udara yang berada di atas wilayah darat (daratan) dan wilayah laut
(perairan) territorial suatu Negara merupakan bagian dari wilayah udara
sebuah Negara. Mengenai batas ketinggian sebuah wilayah Negara tidak
memiliki batas yang pasti, asalkan Negara yang bersangkutan dapat
mempertahankannya.
Wilayah udara suatu negara ada di atas wilayah daratan dan lautan
negara itu. Kekuasaan atas wilayah udara suatu negara itu pertama kali
diatur dalam Perjanjian Paris pada tahun 1919 (dimuat dalam Lembaran
Negara Hindia Belanda No.536/1928 dan No.339/1933). Perjanjian
Havana pada tahun 1928 yang dihadiri 27 negara menegaskan bahwa setiap
negara berkuasa penuh atas udara di wilayahnya. Hanya seizin dan atau
menurut perjanjian tertentu, pesawat terbang suatu negara boleh
melakukan penerbangan di atas negara lain. Demikian pula Persetujuan
Chicago 1944 menentukan bahwa penerbangan internasional melintasi
negara tanpa mendarat atau mendarat untuk tujuan transit dapat dilakukan
hanya seizin negara yang bersangkutan. Sedangkan Persetujuan
Internasional 1967 mengatur tentang angkasa yang tidak bisa dimiliki oleh
negara di bawahnya dengan alasan segi kemanfaatan untuk semua negara
dan tujuan perdamaian.
d. Wilayah Ekstrateritorial
Suatu wilayah atau daerah karena ketetapan hukum internasional, maka
dianggap sebagai wilayah atau bagian wilayah dari suatu Negara. Hal – hal
yang termasuk dalam ketetapan hukum internasional tersebut yakni, kapal
– kapal yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera Negara tertentu dan
tempat atau daerah kerja perwakilan diplomatik.
3) Pemerintah
Pemerintah sebagai unsur Negara adalah pemerintaj dalam pengertian
luas, yaitu gabungan seluruh alat perlengkapan Negara. Pemerintah itu
harus berdaulat. Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi untuk
membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang
tersedia.
Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan,
mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan
yang bertentangan. Pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan
menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi
politik yang disebut Negara. Pemerintah adalah badan yang mengatur
urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan-kepentingan bersama.
Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan Negara, menjalankan fungsi-
fungsi kesejahteraan bersama.
10
Istilah Pemerintah merupakan terjemahan dari kata asing Government
(Inggris),Gouvernement (Prancis) yang berasal dari kata Yunani
κουβερµαν yang berarti mengemudikan kapal (nahkoda). Dalam arti luas,
pemerintah adalah gabungan dari semua badan kenegaraan (eksekutif,
legislatif, yudikatif) yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara.
Dalam arti sempit, Pemerintah mencakup lembaga eksekutif saja.
Adanya pengakuan dari negara lain menjadi tanda bahwa suatu negara
baru yang telah memenuhi persyaratan konstitutif diterima sebagai anggota
baru dalam pergaulan antarnegara. Dipandang dari sudut hukum
internasional, faktor pengakuan sangat penting, yaitu untuk:
a. Tidak mengasingkan suatu kumpulan manusia dari hubungan-
hubungan internasional.
b. Menjamin kelanjutan hubungan-hubungan intenasional dengan jalan
mencegah kekosongan hukum yang merugikan, baik bagi
kepentingan-kepentingan individu maupun hubungan antarnegara.
13
ditampakkan oleh hubungan tertentu antara negara yang mengakui
dengan negara atau pemerintahan baru.
Ada dua teori pengakuan yang saling bertentangan:
a. Teori Konstitutif, yaitu teori yang menyatakan bahwa hanya
tindakan pengakuanlah yang menciptakan status kenegaraan atau
yang melengkapi pemerintah baru dengan otoritasnya di lingkungan
internasional
b. Teori Deklaratoir atau Evidenter, yaitu teori yang menyatakan
bahwa status 16 kenegaraan atau otoritas pemerintah baru telah ada
sebelum adanya pengakuan dan status itu tidak bergantung pada
pengakuan yang diberikan. Tindakan pengakuan hanyalah
pengumuman secara resmi terhadap fakta yang telah ada. (“Negara,”
n.d.)
D. Bentuk-Bentuk Negara
Bentuk Negara dalam konsep dan teori modern saat ini terbagi ke
dalam dua (2) bentuk Negara, yakni Negara Kesatuan (Unitarisme) dan
Negara Serikat (Federasi).
1. Negara Kesatuan
Negara Kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang
merdeka dan berdaulat, dengan satu Pemerintah Pusat yang berkuasa
dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya, Negara kesatuan
ini terbagi ke dalam 2 (dua) macam, yaitu:
a. Negara Kesatuan dengan system sentralisasi, yakni system
pemerintahan yang seluruh persoalan yang berkaitan dengan
Negara langsung diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat,
sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
b. Negara Kesatuan dengan system desentralisasi, yakni kepala
daerah (sebagai pemerintah daerah) diberikan kesempatan dan
kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal
dengan otonomi daerah atau swatantra.
Beberapa negara yang menganut negara kesatuan adalah:
1) Indonesia
2) Jepang
3) Filipina
4) Italia
5) Belanda
6) Kamboja
7) Dan lain-lain
2. Negara Serikat (Federasi)
14
Negara Serikat (Federasi) merupakan bentuk Negara gabungan
dari beberapa Negara bagian dari Negara Serikat. Negara-negara
bagian tersebut, pada awalnya merupakan Negara yang merdeka,
berdaulat dan berdiri sendiri. Setelah menggabungkan diri dengan
Negara Serikat, maka dengan sendirinya Negara tersebut melepaskan
sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada Negara
Serikat. Penyerahan kekuasaan dari Negara Bagian kepada Negara
Serikat tersebut, disebut limitative (sebuah demi sebuah), serta hanya
kekuasaan yang disebut oleh Negara Bagian saja (delegated powers)
yang menjadi kekuasaan Negara Serikat.(Ubaedillah et al., 2008)
Kekuasaan asli dalam Negara Federasi merupakan tugas
Negara Bagian, karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya.
Sementara Negara Federasi bertugas untuk menjalankan hubungan
Luar Negeri, Pertahanan Negara, Keuangan, dan Urusan Pos.
Beberapa negara yang menganut negara serikat adalah;
1) Argentina
2) Austria
3) Amerika Serikat
4) Brasil
5) Meksiko
6) Nigeria
7) Dan lain-lain
Selain kedua bentuk Negara tersebut (kesatuan dan federasi),
dilihat dari sisi jumlah orang yang memerintah dalam sebuah Negara,
maka bentuk Negara terbagi ke dalam tiga (3) kelompok, yakni
Monarki, Oligarki, dan Demokrasi.
1. Monarki
Monarki merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani
monos yang berarti tunggal dan arkien yang berarti memerintah.
Jadi dapat dikatakan bahwa Negara Monarki adalah bentuk Negara
yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah (yang
berhak memerintah) oleh satu orang saja.
2. Oligarki
Oligarki dipahami sebagai Negara yang dipimpin oleh beberapa
orang. Model Negara oligarki ini biasanya diperintah dari
kelompok orang yang berasal dari kalangan feudal.
3. Demokrasi
Negara Demokrasi merupakan bentuk Negara yang pimpinan
(pemerintah) tertinggi Negara terletak di tangan rakyat. Dalam
bentuk Negara yang demokratis, rakyat memiliki kekuasaan penuh
dalam menjalankan pemerintahan.
15
E. Teori-Teori tentang Negara
2. Teori Ketuhanan
20
Teori ketuhanan ini dikenal juga dengan doktrin teokratis dalam
teori asal-mula Negara. Teori ini pun bersifat universal dan ditemukan
baik di dunia Timur maupun di dunia Barat, baik di dalam teori maupun
dalam praktik. Doktrin ketuhanan ini memperoleh bentuknya yang
sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada Abad
Pertengahan yang menggunakan teori itu untuk membenarkan
kekuasaan raja-raja yang mutlak. Doktrin ini mengemukakan hak-hak
raja yang berasal dari Tuhan untuk memerintah dan bertahta sebagai
raja (Devine Rights of Kings). Doktrin ketuhanan lahir sebagai
resultante kontroversial dari kekuasaan politik dalam Abad
Pertengahan. Kaum ‘’monarchomach’’ (penentang raja) berpendapat
bahwa raja yang berkuasa secara tiranik dapat diturunkan dari
mahkotanya, bahkan dapat dibunuh. Mereka beranggapan bahwa
sumber kekuasaan adalah rakyat, sedangkan raja-raja pada waktu itu
beranggapan kekuasaan mereka diperoleh dari Tuhan.
Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara
ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan pemimpin-pemimpin Negara hanya
bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak pada siapapun. Teori
teoktratis seperti ini memang sudah amat tua dan didasarkan atas sabda
Paulus yang terdapat dalam Rum XIII ayat 1 dan 2.
Thomas Aquinas mengikuti ajaran Paulus dan menganggap
Tuhan sebagai principium dari semua kekuasaan, tetapi memasukkan
unsur-unsur sekuler dalam ajarannya itu, yaitu bahwa sekalipun Tuhan
memberikan principium itu kepada penguasa, namun rakyat
menentukan modus atau bentuknya yang tetap dan bahwa rakyat pula
yang memberikan kepada seseorang atau segolongan orang exercitum
dari pada kekuasaan itu. Karenanya, teori Thomas Aquinas ini bersifat
monarcho-demokratis, yaitu bahwa di dalam ajaran itu terdapat unsur-
unsur yang monarchistis di samping unsur-unsur yang demokratis.
Jika doktrin ketuhanan itu dalam Abad pertengahan masih
bersifat monarcho-demokratis, dalam abad-abad ke-16 dan ke-17
doktrin itu bersifat monarchistis semata. Dengan doktrin seperti itu
diusahakan agar kekuasaan raja mendapatkan sifatnya yang suci,
sehingga pelanggaran terhadap kekuasaan raja merupakan pelanggaran
terhadap Tuhan. Raja dianggap sebagai wakil Tuhan, bayangan Tuhan
dan letnan Tuhan di dunia atau dikenal dengan istilah ‘’La Roi c’est
l’image de Dieu’’.
3. Teori Kekuatan
Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara
yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap
kelompok yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan dan
21
pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok
etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah
proses pembentukan Negara. Negara merupakan resultante positif dari
sengketa dan penaklukan. Dalam teori kekuatan, faktor kekuatanlah
yang dianggap sebagai faktor tunggal yang menimbulkan Negara.
Negara dilahirkan karena pertarungan kekuatan dan yang keluar
sebagai pemenang adalah pembentuk Negara itu. Dalam teori ini pula
kekuatan membuat hukum (might makes right). Kekuatan adalah
pembenarannya dan raison d’etre-nya Negara. (Budiman, 2002)
4. Teori Organis
Konsepsi organis tentang hakikat dan asal mula Negara adalah
suatu konsep biologis yang melukiskan Negara dengan istilah-istilah
ilmu alam. Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup,
manusia atau binatang. Individu yang merupakan komponen-
komponen Negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu.
Kehidupan corporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang
belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar)
sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu.
Fisiologi Negara sama dengan fisiologi makhluk hidup, terutama
dalam konteks kelahirannya, pertumbuhan, perkembangan dan
kematiannya. Doktrin organis dari segi isinya dapat digolongkan ke
dalam teori-teori organisme moral, organisme psikis, organisme
biologis dan organisme social. (P. Johnson, Lawang, 1986)
5. Teori Historis
Teori historis atau teori evolusionistis (gradualistic theory)
merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga social
tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan manusia. Sebagai lembaga social yang
diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, maka
lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu dan
tuntutan-tuntutan zaman. (Dr. K.H. abdul Hamid, Saebani, Drs. Beni
Ahmad, Sholehuddin, 2012)
26
DAFTAR PUSTAKA
Asep Sahid Gatara M.Si, Drs. H. Subhan Sofian, M. P. (2012). Pendidikan
Kewarganegaraan. Bandung: Focus media.
Budiman, A. (2002). Teori Negara, Kekuasaan dan Ideologi. Gramedia.
Dede Rosyada, A. Ubaidillah, Abdul Rojak, Wahdi Sayuti, M. A. salim G.
(2000). Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani (A. S.
Abdul Rozak, Wahdi Sayuti, Ed.). Jakarta: ICCEI UIN Syarif
Hidayatullah.
Dr. H. M Busrizalti, S.H, M. . (2013). Pendiidkan Kewarganegaraan.
Yogyakarta: total media.
Dr. K.H. abdul Hamid, Saebani, Drs. Beni Ahmad, Sholehuddin, D. A.
(2012). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. CV PUSTAKA
SETIA.
Falsafah Pendidikan Negara. In Kementrian Pendidikan. (1988). Retrieved
from https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004
Hatta, M. (1986). Alam Pikiran Yunani. UI.
Ilmu Negara Fakultas Hukum. (n.d.).
Muchtar, ghazali. A. (2014). pendidikan pancasila dan kewarganegaraan
(1st ed.). bandung: interes media foundation.
Negara. (n.d.). Retrieved from
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendiidkan_1_dir/2f0542d649a36
3d3f04d06edb24599a0.pdf
P. Johnson, Lawang, M. . R. (1986). Teori-teori Sosiologi. Gramedia.
Pengertian Negara. (n.d.). Retrieved from
https://www.romadecade.org/pengertian-negara/#
Pengertian Negara Menurut Para Ahli. (n.d.). Retrieved from
https://materibelajar.co.id/pengertian-negara-menurut-para-ahli/
Teori Terbentuknya Negara. (n.d.). Retrieved from
https://sofiakartikablog.wordpress.com/teori-terbentuknya-negara/
tujuan berdirinya Negara. (n.d.). Retrieved from
https://guruakuntansi.co.id/tujuan-berdirinya-negara/
Tujuan Negara. (n.d.). Retrieved from
https://kitchenuhmaykoosib.com/tujuan-negara/
Ubaedillah, A., Rozak, A., Hanas, ade syukron, Darmadji, A., Irfan, A.,
Budiman, … Rohmatien, T. (2008). pendidikan kewarganegaraam
(civic education) (ke 3). jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA
GROUP.
27
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Muhammad Moal kumeok 089668837703
Kamal Ath samemeh
Thaariq dipacok
28
BAB II
HUBUNGAN NEGARA DAN AGAMA
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA
KELOMPOK 2
EKONOMI SYARIAH 19’B
SCOR BOOK
85 VERY GOOD
HUBUNGAN NEGARA DAN AGAMA
PEMBAHASAN
1. Pengertian Negara
Untuk memahami secara detail mengenai negara, maka terlebih
dulu akan diawali dengan penelusuran kata negara tersebut. Secara
literal istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yaitu
state (bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (
bahasa Prancis). Kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin
status datau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau
sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Kata status atau statum diartikan sebagai standing atau station
(kedudukan). Istilah ini dihubungakan dengan kedudukan persekutuan
hidup manusia, yang juga sama dengan istilah status civitatis atau
29
status republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah, kata status pada
abad ke-16 dikaitkan nengan kata negara.
Secara etimologis, negara diartikan dengan organisasi tertinggi
di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk
bersatu, hidup di dalam daetah tertentu dan mempunyai pemerintahan
yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutuf dari
sebuah negara yang meniscayakan adanya unsur dakam sebuah negara,
yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah), dan
adanya pemerintah yang berdaulat.
Menurut Roger H. Soltau, negara didefinisikan dengan alat
(agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau
mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama mastyarakat.
Lain halnya dengan apa yang dikemukakan Harold J. Laski.
Menurutnya negara merupakan suatu masyarakan yang diintegrasikan
karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah
lebih agung dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian
dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang
hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-
keinginan mereka bersama.
Sejalan dengan HarorldJ. Laski, Max Waber pun
mendefinisikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang
mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah
dalam suatu wilayah.
Sedangkan dalam konsep Robert M. Nac Iver, negara diartikan
dengan asosiai yang menyelenggarakan penertiban didalam suatu
masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum
yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud
tersebut diberikan kekuasaan memaksa.
Dalam bukunya Budhy Munawar Rachman yang berjudul
Islam dan Liberalisme yang mengutip perkataan John Locke “negara
didirikan untuk melindungi hak milik pribadi. Bukan untuk
menciptakan kesamaan, atau untuk mengontrol pertumbuhan milik
pribadi yang tidak seimbang, melainkan justru untuk tetap menjamin
keutuhan milik pribadi yang semakin berbeda-beda besarnya.
Menurut pandangan islam, dengan mengacu pada al-Qur’an
dan al-sunnah, tidak ditemukan rumusan tentang negara secara
eksplisit, hanya saja didalam al-Qur’an dan al-sunnah terdapat prinsip-
prinsip dasar dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu,
konsep islam tentang negara juga berasal dari 3(tiga) paradigma, yaitu:
30
a. Paradigma tentang teori khalifah yang dipraktikan sesudah
Rasullah Saw. Terutama baisanya merujuk pada masa Khulapa al
Rasyidun;
b. Paradigma yang bersumber pada teori imamah dalam paham islam
syi’ah;
c. Paradigma yang bersumber dari teori imamah atau pemerintahan
Teori tentang khilafah menurut amien Rais, dipahami sebagai
suatu misi kaum muslimin yang harus ditegakan dimuka bumi ini untuk
memakmurkan sesuatu dengan petunjuk dan peraturan Allah swt
maupun Rasul-Nya. Adapun cara pelaksanaanya, al-Qur’an tidak
menunjukan secara terperinci, tetapi dalam bentuk global saja.
Sedangkan untuk teori imamah (dalam pengertian negara/state) dalam
al-Qur’an tidak tertulis. Akan tetapi kalau yang dimaksudkan dengan
imamah itu adalah kepemimpinan yang harus diikuti oleh umat islam,
hal itu jelas ada dalam al-Qur’an. Artinya al-Qur’an menyuruh kaum
muslimin untuk mengikuti pemimpin yang benar, yang terdiri dari
manusia-manusia atau pemimpin yang menggunakan islaam sebagai
patokan kepemimpinannya.
Dari beberapa bendapat tentang negara tersebut, dapat
dipahami secara sederhana bahwa yang dimaksud dengan negara
adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed)
oleh sejumlah pejabat yang berhak menunutut dari warganegaranya
untuk taat pada peraturan perundang-undangan melalui penguasaan
(kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.
2. Pengertian Agama
Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak
menimbulkan perdebatan (discourse) yang terus berkelanjutan
dikalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan
dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari negara atau negara
merupakan bagian dari dogma agama. Pada hakekatnya negara sendiri
secara umum diartikan sebagai suatu persekutuan hidup bersama
sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat dasar kodrati manusia
tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai
manifestasi kodrati manusia secara horizontal dalam hubungan
manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan
31
demikian, negara memiliki sebab akibat langsung dengan manusia
karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Dalam memahami hubungan agama dan negara ini, akan
dijelaskan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa
aliran, yaitu:
a. Hubungan Agama dan Negara Menurut paham Teokras
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara
digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara
menyatu dengan agama, karena pemerintah menurut paham ini
dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata
kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas
titah Tuhan. Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik,
dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai menifestasi firman
Tuhan.
Dalam perkebangannya, paham teokrasi terbagi kedalam dua
bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teokrasi tidak
langsung. menurut paham teokrasi langsung, pemerintahan
diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula. Sementara
menurut sistem pemerintahan teokrasi tidak langsung yang
memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah
adalah raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama
Tuhan.
Dalam pemerintahan teokrasi tidak langsung, sistem dan
norma-norma dalam negara dirumuskan berdasarkan firman-
firman Tuhan. Dengan demikian negara menyatu dengan agama.
Agama dan negara.
b. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama
dan negara. Dalam negara sekuler, tidak ada hubungan antara
sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah
urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia.
Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua
hal lain, menurut paham sekunler, tidak dapat disatukan.
Dalam negara sekunder sistem dan norma hukum positif
dipisahkan dengan nilai dan norma agama. Norma hukum
ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama
atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma
tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Sekalipun
paham ini memisahkan antara agama dan negara, akan tetapi pada
lazimnya negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk
memeluk agama apa saya yang mereka yakini dan negara tidak
intervensif dalam urusan agama.
32
c. Hubungan Agama dan Negara Menurut Komunisme
Paham komunisme memandang hakikat hubungna negara dan
agama berdasarkan pada filosofi materialisme dialektis dan
materialisme historis. Paham ini menimbulkan paham atheis.
Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang
kemudian menghasilkan masyarakat negara. Sedangkan agama
dipandang sebagai realisasi fantastik makhluk manusia, dan agama
merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu, agama
harus ditekan,bahkan dilarang.
33
Dari gagasan keduanya dapat dipastikan bahwa agama (Islam) tidak
bisa dipisahkan dengan aspek apapun, begitu pula dalam pembahasan
kenegaraan. Agama (Islam) membimbing umatnya untuk menuju apa yang
telah menjadi esensi dasar dari penciptaan.
Menurut Hasan al-Banna, orang yang beranggapan bahwa Islam tidak
berurusan sama sekali dengan politik, atau sebaliknya politik tidak ada
sangkut pautnya dengan agama, adalah suatu gagasan yang keliru.
Demikian halnya dengan Ahmad Amin (1886-1956) dalam Yaum Al-
Islam, menulis bahwa Islam tidak menginginkan antara agama dengan
politik itu terpisah karena fungsi dari agama untuk memperbaiki sistem
politik yang ada dan membimbing para pemimpin menuju kemaslahatan
masyarakat.
Menyikapi realisasi emprik tersebut, Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa posisi Nabi saat itu adalah Rasul yang bertugas menyampaikan
ajaran (al Kitab) bukan sebagai penguasa. Kalaupun ada pemerintah, itu
hanyala sebuah alat untuk menyampaikan agama dan kekuasaan bukanlah
agama, dengan kata lain, politik atau negara hanyalah sebagai alat bagi
agama bukan suatu ekstensi dari agama. Pendapat ibnu Taimiyah ini
dipertegas dengan ayat al-Quran bahwa agama yang benar wajib memiliki
buku petunjuk dan pedang penolong. Hal ini dimaksudkan bahwa
kekuasaan politik yang disimbolkan denagn pedang menjadi sesuatu yang
muthlak bagi agama, tetapi kekuasaan itu bukanlah agama itu sendiri.
H. Munawwir sadzali,M.A. menuliskan dalam bukunya yang berjudul
Islam dan tata Negara, dalam dunia Islam sekarang terdapat tiga aliran
besar dalam memandang hubungan islam dan ketatanegaraan:
1. Golongan yang mengatakan bahwa islam adalah sebuah agama
yang lengkap, islam sebagai salah satu agama di Dunia yang
mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk bidang
ketatanegaraan.
2. Aliran yang kedua ini berpendirian seperti anggapan orang barat
selama ini yang menganggap bahwa islam hanyalah sebuah agama
yang mengajarkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan
tidak memilki hubungan dengan politik serta system
ketatanegaraan.
3. Golongan yang ketiga ini mengatakan bahwa islam memang
mengajarkan tentang kenegaraan akan tetapi hanya pada batas etika
dan nilai moral saja bukan pada system ketata Negaraannya.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang memilki heterogenitas dalam
suku, ras, budaya, dan agama seharusnya lebih mengetengahkan sikap
34
toleransi yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan
islam, sebagai agama yang banyak di anut di Indonesia bahkan terbesar
pemeluknya di Dunia pasti tidak akan bisa lepas dari hubungan negara.
Namun demikian, sampai sejauh mana hubungan islam dan Negara di
Indonesia.
Syafi’i Maarif mengaskan bahwa istilah dawlah yang berarti negara
tidak dijumpai di dalam al-Quran. Istilah dawlah memang ada al-Quran,
surat Qs.59 (al Hasyr) ayat 7, tetapi bukan bermakna peredaran atau
pergantian tangan dari kekayaan.
Dalam lintasan sejarah dan opini para teoritisi politik islam, ditemukan
beberapa bendapat yang berkenaan dengan konsep hubungan agama dan
negara, antara lain:
1. Paradigma Integralistik
Paradigma integralistik merupakan paham dan konsep
hubungan agama dan negara yang menganggap bahwa agama dan
negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (intergrated). Ini
juga memberikan pengertian bahwa negara merupakan suatu
lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini
menegaskan kembalibahwa islam tidak mengenal pemisahan agama
dan politik atau negara.
Paradigma ini kemudian melahirkan konsep tentang agama
–negara, yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan
menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Dari sinilah
kemudian paradigma integralistik dikenal juga dengan paham islam:
din dawwah yang sumber hukum positifnya adalah hukum agama.
Paradigma integralistik ini antara lain dianut oleh kelompok islam
Syi’ah. Hanya saja syi’ah tidak menggunakan ter dawlah tetapi term
imamah.
2. Paradigma Simbiotik
Menurut konsep ini, hubungan agama dan negara dipahami
saling membutuhkan negara dengan instrumen dalam melestarikan
dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga
memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam
pembinaan moral, etika dan spiritualitas.
Dalam konteks paradigma simbiotik ini, Ibnu Thaimiyah
mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan
manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena
35
tanpa kekuasan negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak.
Pendapat Ibnu Thaimiyah tersebut meligitimasi bahwa antara agama
dana negara merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling
membutuhkan. Oleh karena itu, konstitusi yang berlaku dalam
paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi
bidsa saja diwarnai oleh hukum agama (Syari’at)
3. Paradigma Sekularistik
Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan
(disparitas) antara agama dan negara. Agama dana negara nerupakan
dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan
bidangnya masing-masing, sehingga keberadaannya harus
dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi.
Berdasarkan pada pemahaman yang dikotomis ini, maka hukum
positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari
kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak ada
kaitannya dengan hukum agama (syari’ah).
Konsep sekularistik ini bisa dilihat pada pendapat Ali Abdul
Raziq yang menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah
saw. Pun tidak ditemukan keinginan Nabi Muhammad saw. Untuk
mendirikan agama. Rasulullah saw. Hanya menyampai risalah
kepada manusia dan mendakwahkan ajaran agama kepada manusia.
36
Negara tidak akan kondusif, timbul konflik yang mengarah ke unsur
SARA.
38
Yang kedua, bersifat pertentangan, pada 1956-1959 di dalam
persidangan itu, pertentangan dasar negara Islam sekali lagi
melawan dasar negara Pancasila. Dalam pemungutan suara tidak
ada yang bisa mencapai dua per tiga, sehingga terancam mengalami
jalan buntu. Krisis berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden 5
Juni 59, yang menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang
Dasar 1945 untuk menganti Undang-Undang Sementara tahun
1950 yang saat itu diberlakukan.
39
Sementara dalam tulisan Nudia Imarotul Husna berpendapat
selama dua tahun belakangan ini, agama Islam telah menjadi target
stigma yang kerap dibenturkan dengan paham nasionalisme berbangsa
dan bernegara. Seolah-olah, nilai nasionalisme Indonesia yang saat ini
berdasar pada Pancasila sebagai lambang negara sering dipandang
sebagai sesuatu hal yang kontradiktif dengan ajaran Islam. Oleh
karenanya, banyak sekali muncul pemahaman-pemahaman akan
desakan digantinya ideologi bernegara dengan landasan Islam.
Desakan ini didukung oleh realitas bahwa agama Islam merupakan
agama mayoritas penduduk Indonesia. Cak Imin menukil fatwa Kyai
H. Hasyim Asy’ari tentang hubbul wathan minal imaan, yang berarti
“mencintai tanah air adalah bagian dari iman”. “Ini merupakan fondasi
kokoh tentang bagaimana Islam sangat menjaga amanah nasionalisme
dalam berbangsa dan bernegara,” tutur Cak Imin. Pancasila yang
menjadi rumusan dasar negara yang merupakan buah pikir serta
gagasan para nenek moyang kita terdahulu telah relevan dengan ajaran
Islam, sebab di dalam Pancasila telah terdapat unsur ketuhanan,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, permusyawaratan, serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
40
Daftar Pustaka
Abdul Rozak, Wahid Sayuti, Budiman, M Arief. (2004). Buku Suplemen
Pendidikan Kewarganegaraan. In W. S. Abdul Rozak, Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (p. 230). Jakarta: PRENADA
MEDIA.
Ahmad, A. (2010, Oktober 8). Hubungan Islam dan Negara di Indonesia.
Retrieved April 3, 2020, from alfinahmad.blogspot.com:
http://alfinahmad.blogspot.com/2010/10/hubungan-islam-dan-negara-
di-indonesia.html?m=1
AhnLab, I. (2012, September 24). Pengertian Agama Menurut Para Ahli.
Retrieved April 2, 2020, from id.scribd.com:
https://www.scribd.com/doc/106851435/Pengertian-Agama-Menurut-
Para-Ahli
Akbar, C. (2009, Oktober 28). Islam, Antara Agama dan Negara. Retrieved
April 03, 2020, from m.hidayatullah.com:
https://m.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2009/10/28/3117/islam-
antara-agama-dan-negara.html
Akilla, K. (2019, Agustus 28). Pengertian Agama Menurut para Ahli dan Asal-
usul Agama. Retrieved April 2, 2020, from zocara.blogspot.com:
http://zocara.blogspot.com/2016/01/pengertian-agama-menurut-para-
ahli.html
Anwar, K. (2015, Juni 26). Hubungan Islam dengan Indonesia. Retrieved
April 3, 2020, from kompasiana.com:
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/kaha.anw
ar/hubungan-islam-dengan-indonesia_5500b645a33311c2715117d9
Arya. (2019, Mei 30). Pengertian Agama Lengkap. Retrieved April 3, 2020,
from kitchenuhmaykoosib.com:
https://kitchenuhmaykoosib.com/pengertian-agama/
Assyaukanie, L. (2011). Ideologi Islam dan Utopia. In L. Assyaukanie, Tiga
Model Negara Demokrasi di Indonesia (p. 350). Jakarta: Freedom
Institute.
Dede Rosyada dkk. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan. In A. U. Dede
Rosyada, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani (p.
41
352). Jakarta Selatan: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta & The
Asia Foundation.
Husna, N. I. (2018, Agustus 18). Menelisik Hubungan Islam dan Nasionalisme
di Indonesia bersama Muhaimin Iskandar. Retrieved April 3, 2020,
from ozip.com.au:
https://www.google.com/amp/s/ozip.com.au/index.php/menelisik-
hubungan-islam-dan-nasionalisme-di-indonesia-bersama-muhaimin-
iskandar/amp/
Nafis, K. M. (2017, Fabuari 19). Agama dan Negara. Retrieved April 3, 2020,
from Kumparan.com: https://m-kumparan-
com.cdn.ampproject.org/v/s/m.kumparan.com/amp/kh-m-cholil-
nafis/agama-dan-
negara?amp_js_v=a2&_gsa=1&usqp=mq331AQFKAGwASA%3
D#aoh=15861097275503&csi=1&referrer=https%3A%2F%2Fwww.
google.com&_tf=Dari%20%251%24s&share=https%3A%2F
%2F
Prof. Dr. Lintje Anna Marpaung. S.H., M. (2018). In Ilmu Negara (p. 246).
Yogyakarta: ANDI.
Rosyidin, M. A. (2018, Maret 5). Huhungan antara Islam dan Politik di
Indonesia. Retrieved April 3, 2020, from tebuireng.online:
https://www.google.com/amp/s/tebuireng.online/hubungan-antara-
islam-dan-politik-di-indonesia/%3famp
Sp.id, A. (2020, Febuari 8). Pengertian Agama Secara Umum & Menurut Para
Ahli. Retrieved April 2, 2020, from SumberPengertian.ID:
https://www.sumberpengertian.id/pengertian-agama-secara-umum-
menurut-para-ahli
Spencer, H. (1862). Firts Principles. In H. Spencer, Firts Principles (p. 503).
London: Wilians and Norgate Covent Garden.
42
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Muhammad Jangan pernah
Miqdar Al Fikri takut untuk
S bermimpi
08128544598
84
43
BAB 3
KEWARGANEGARAAN
KELOMPOK 3
KELAS EKONOMI SYARIAH B
SCOR BOOK
80 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
G. Istilah dan Konsep Dasar kewarganegaraan
1. Ius Soli = daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan.
2. Ius Sanguinis = kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya
menentukan kewarganegaraan seseorang.
3. Apatride = istilah untuk orang – orang yang tidak mempunyai status
kewarganegaraan.
4. Bipatride = istilah yang digunakan untuk orang – orang yang memiliki status
kewarganegaraan rangkap atau dengan istilah lain dikenal dengan dwi
kewarganegaraan.
5. Multipatride = istilah untuk orang – orang yang memiliki status
kewarganegaraan 2 atau lebih.
44
atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang
didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan
untuk kepentingan bersama.(Dede Rosyada, A. Ubaidilah, Abdul Razak,
Wahdi Sayuti, 2003)
Warga negara adalah orang-orang atau penduduk yang menetap
dalam suatu negara. Kaelan (2007) mendefinisikan warga negara adalah
rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya
dengan negara, warga negara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap
negara dan sebaliknya warga negara juga mempunyai hak-hak yang harus
diberikan dan dilindungi oleh negara.73 Dengan demikian, yang menjadi
warga suatu negara adalah orang yang menetap dalam suatu negara. Namun
perlu diperhatikan tidak semua orang yang menetap dalam suatu negara
menjadi warga negara.(Sulaiman, 2011)
Secara singkat, Koerniatmanto S., mendefinisikan warga negara
dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara
mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai
hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap
negaranya.(Dede Rosyada, A. Ubaidilah, Abdul Razak, Wahdi Sayuti, 2003)
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa
warga negara Republik Indonesia adalah orang – orang yang berdasarkan
perundang – undagan dan/atau perjanjian – perjanjian dan/atau peraturan –
peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi
warga negara Republik Indonesia.(Dede Rosyada, A. Ubaidilah, Abdul
Razak, Wahdi Sayuti, 2003)
45
adanya ikatan hukum, misalnya akta kelahiran, surat penyataan,
bukti kewarganegaraan dan lainlain. Kearganegaraan dalam arti
sosilogis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan
emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan nasib, ikatan sejarahm
ikatan tanah air. Arab dan lain lain yang bertempat tinggal di
Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara
Republik Indonesia.
b. Kewarganegaraan dalam arti formal dan materiil .
Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada tempat
kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah
kewarganegaraan berada pada hukum public. Kewarganegaraan
dalam arti materiil menunjuk pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan yaitu adanya hak dan kewajiban warga Negara.
I. Problematika Status Kewarganegaraan
Membicarakan status kewarganegaraan seseorang dalam sebuah Negara,
maka akan di bahas beberapa persoalan yang berkenaan dengan seseorang yang
di nyatakan sebagai warga Negara dan bukan warga Negara dalam sebuah Negara.
Diantara sebuah Negara, ada diantara mereka yang bukan warga Negara ( orang
asing ) di Negara tersebut. Dalam hal ini, di kenal dengan apatride, bipatride dan
multipatride.(Sudirman, 2019)
Apatride merupakan seseorang yang tidak mendapat atau mempunyai
kewarganegaraanContoh Kasus :Seseorang anak yang lahir dari orang tua suatu
negara yang menganut asas ius soli (asas kelahiran) misalnya Amerika Serikat di
sebuah negara yang menganut asas ius sanguinis (asas keturunan) misalnya
Indonesia.Maka anak tersebut tidak memperoleh kewarganegaraan Amerika
Serikat (karena tidak lahir disana) maupun Indonesia (karena bukan keturunan
warga Indonesia).(Sudirman, 2019)
Bipatride merupakan seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan.
Contoh Kasus :Seseorang anak yang lahir dari orang tua suatu negara yang
menganut asas ius sanguinis (asas keturunan) misalnya Malaysia di sebuah negara
yang menganut asas ius soli (asas kelahiran) misalnya ArgentinaMaka anak
tersebut memperoleh kewarganegaraan Indonesia (karena keturunan warga
Indonesia) maupun Argentina (karena lahir di negara tersebut).(Sudirman, 2019)
Multipatride merupakan merupakan seseorang yang memiliki lebih dari satu
atau banyak kewarganegaraanContoh Kasus :Seseorang anak yang orang tuanya
berasal dari negara yang menganut paham ius soli dan ius sanguinis tetapi dia
dilahirkan di negara netral atau negara yang tidak menganut kedua paham
tersebut.(Sudirman, 2019)
J. Karakteristik Warga Negara
Untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan
berkeadaban, maka setiap warga Negara haruslah memiliki karakter atau jiwa
yang demokratis. (Nuryana, 2009) . Diantarnya :
1. Rasa hormat dan tanggung jawab
2. Bersikap krtitis
3. Membuka diskusi dan dialog
46
4. Bersikap terbuka
5. Rasional
6. Adil
7. Jujur
Sebagai warga Negara yang otonom, ia mempunyai karakteristik lanjutan
sebagai berikut : (Nuryana, 2009)
1. Memiliki kemandirian. Mandiri berarti tidak mudah dipengaruhi atau
dimobilisasi, teguh pendirian, dan bersikap kritis pada segenap keputusan
publik.
2. Memiliki tanggung jawab pribadi, politik, dan ekonomi sebagai warga
negara, khususnya dilingkungan masyarakat yang terkecil seperti RT, RW,
Desa, dan seterusnya. Atau juga dilingkungan sekolah dan perguruan tinggi.
3. Menghargai martabat manusia dan dan kehormatan pribadi. Menghargai
berarti menghormati hak-hak asasi dan privasi pribadi setiap orang tanpa
membedakan ras, warna kulit, golongan, ataupun warga negara yang lain.
4. Berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan dengan pikiran dan sikap yang
santun. Warga negara yang otonom secara efektif mampu mempengarui dan
berpartisipasi dalam proses-proses pengambilan kebijakan pada level sosial
yang paling kecil dan lokal, misalnya dalam rapat kepanitiaan,
pertemuanrukun warta, termasuk juga mengawasi kinerja dan kebijakan
parlemen dan pemerintahan.
5. Mendorong berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat. Tidak ada
demokrasi tanpa aturan hukum dan konstitusi. Tanpa konstitusi, demokrasi
akan menjadi anarkhi. Karena itu, warga negara yang otonom harus
melakukan empat hal untuk mewujudkan demokrasi konstitusional, yaitu :
a. menciptakan kultur tat hukum yang sehat dan aktif. (culture of law).
b. Ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif. (process of
low making).
c. Mendukung pembuatan-pembuatan materi-materi hukum yang
responsif. (content of law).
d. Ikut menciptakan aparat penegak hukum yang jujur dan bertanggung
jawab(structure of low).
47
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara
Indonesia dan ibu warga negara asing;
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
5. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum
negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak
tersebut;
6. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara
Indonesia;
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia;
8. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin;
9. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
11. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
12. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang
ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara
tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada
anak yang bersangkutan;
13. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Orang-orang yang tidak termasuk dalam ke-13 kriteria tersebut juga
bisa mendapat status sebagai WNI, namun ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi yakni:
1. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-
turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
3. sehat jasmani dan rohani;
4. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
48
6. jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak
menjadi berkewarganegaraan ganda;
7. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
8. membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Jika syarat-syarat sudah terpenuhi, maka yang harus dilakukan
selanjutnya untuk menjadi WNI adalah dengan mengajukan permohonan
ke Presiden Indonesia. Permohonan diajukan di Indonesia oleh pemohon
secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup
dan sekurang-kurangnya memuat; nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, jenis kelamin, status perkawinan, alamat tempat tinggal, pekerjaan,
dan kewarganegaraan asal. Permohonan tersebut juga harus dilampiri
dengan:
1. fotokopi kutipan akte kelahiran atau surat yang membuktikan kelahiran
pemohon yang disahkan oleh Pejabat;
2. fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah, kutipan akte
perceraian/surat talak/perceraian, atau kutipan akte kematian
isteri/suami pemohon bagi yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
yang disahkan oleh Pejabat;
3. surat keterangan keimigrasian yang dikeluarkan oleh kantor imigrasi yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon yang menyatakan
bahwa pemohon telah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat
10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
4. fotokopi kartu izin tinggal tetap yang disahkan oleh Pejabat;
5. surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari rumah sakit;
6. surat pernyataan pemohon dapat berbahasa Indonesia;
7. surat pernyataan pemohon mengakui dasar negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
8. surat keterangan catatan kepolisian yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal pemohon;
9. surat keterangan dari perwakilan negara pemohon bahwa dengan
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
10. surat keterangan dari camat yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal pemohon bahwa pemohon memiliki pekerjaan dan/atau
berpenghasilan tetap;
11. bukti pembayaran uang Pewarganegaraan dan biaya permohonan ke kas
negara; dan
12. pas foto pemohon terbaru berwarna ukuran 4X6 (empat kali enam)
sentimeter sebanyak 6 (enam) lembar.
Berikut tata cara mengajukan permohonan menjadi Warga Negara
Indonesia:
49
1. Berkas permohonan tersebut kemudian disampaikan kepada Kementrian
Hukum dan HAM (Kemenkumham), bisa melalui Kedutaan Besar
(Kedubes) RI di negara asal pemohon, atau Kantor Pengadilan setempat.
2. Pejabat Kemenkumham kemudian memeriksa kelengkapan berkas dan
melakukan pemeriksaan substantif permohonan dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan diterima.
3. Jika semua berkas yang dibutuhkan telah lengkap, pejabat kemudian
akan meneruskan berkas kepada Menteri Hukum dan HAM
(Menkumham) paling lama 7 (tujuh) hari setelah pemeriksaan substantif
selesai.
4. Selanjutnya Menkumham akan melakukan pemeriksaan lanjutan dan
memberi pertimbangan kepada Presiden terkait permohonan tersebut,
paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak permohonan
diterima.
5. Jika pemeriksaan Menkumham telah selesai, permohonan akan
diteruskan kepada Presiden yang kemudian bisa dikabulkan atau ditolak
dalam waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak
permohonan diterima.
6. Jika dikabulkan, pemohon akan mendapat salinan Keputusan Presiden
dengan tembusan kepada pejabat Kemenkumham.
7. Pemohon kemudian dipanggil sesuai waktu yang ditentukan untuk
mengucap sumpah dan janji setia di hadapan pejabat dan dihadiri 2 orang
saksi.
8. Setelah mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia, pemohon
wajib mengembalikan dokumen atau surat-surat keimigrasian atas
namanya kepada kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal pemohon dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.
9. Setelah berita acara pengucapan sumpah dan janji setia diterima,
Menteri mengumumkan nama orang yang telah memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia
1. Warga bisa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia apabila lahir dari
orang tua yang memang sudah menjadi kewarganegaraan Indonesia.
Seperti yang dilakukan banyak orang tua sampai saat ini, sudah dipastikan
kamu menjadi bagian dari Indonesia. Salah satu asas ius sanguinis yang
bisa menentukan sebuah kewarganegaraan seseorang berdasarkan
hubungan darah yang dimiliki dari orang tua dan juga saudara – saudara
kandungnya. Hal ini juga dilakukan sebagai landasan yang digunakan dan
juga sekaligus melindungi orang – orang yang lain dengan salah satu
orang Indonesia untuk mencegah tidak memilikinya sebuah status warga
negara. Di dalam undang – undang juga dikatakan jika terdapat hubungan
50
hukum dengan kekeluargaan diantara anak yang mengikuti
kewarganegaraan ayahnya.(Fauzi, 2010)
2. Perkawinan dengan Warga Negara Indonesia. Apabila menikah dengan
orang Indonesia dan juga tinggal di luar negeri, hal ini tetap berlaku
selama memiliki status identitas kewarganegaraan yang sah. Baik secara
hukum nasional dan juga hukum adat bisa kamu miliki jika menikah
dengan pria kewarganegaraan Indonesia. Namun, untuk bisa merealis
asikan hal ini kamu perlu mengajukannya setelah satu tahun menjalani
pernikahan. Apabila sudah berjalan selama satu tahun, kedua belah pihak
pasangan bisa mengajukan permohonan untuk menjadi Warga Negara
Indonesia kepada kementerian kehakiman melalui persidangan negeri
setempat. Hal tersebut bisa di proses apabila sudah mengumpulkan
syaratnya. Apabila permohonan diterima, pejabat setempat melakukan
pengecekan mengenai kelengkapan berkas dan juga persyaratan
administrative lain dan juga lampirannya.(Fauzi, 2010)
3. Pengangkatan atau Adopsi Resmi. Tidak hanya orang dewasa saja yang
bisa melakukan perubahan kewarganegaraan lain atau berbeda, tapi juga
anak – anak bisa melakukannya.Apabila seseorang yang memiliki umur di
bawah 5 tahun bisa memiliki kewarganegaraan indonesia dengan mudah.
Secara tertulis memang tidak ada syarat yang mengatakan harus
melakukan hal – hal tertentu sebelum melakukan perubahan
kewarganegaraan. Anak tersebut sudah sah menjadi warga negara
Indonesia apabila sudah diangkat oleh Warga Negara Indonesia. Bukan
berarti tanpa melewati proses hukum, untuk bisa meresmikannya perlu
dilakukan oleh pengadilan negeri setempat setelah mengurus beberapa
syarat dan yang diajukannya. Walaupun memiliki persyaratan, hal ini
tidak harus se rumit yang dijalani orang oleh orang dewasa. Tidak ada
persyaratan yang menyulitkan kamu untuk melakukan adopsi. Selain itu
juga kamu bisa melakukan adopsi anak dari berbagai negara selama itu di
bawah 5 tahun.(Fauzi, 2010)
4. Kelahiran Tertentu. Seseorang bisa mendapatkan kewarganegaraan
Indonesia apabila kamu lahir di Indonesia. Tidak melalui proses panjang
yang sudah disebutkan diatas, proses ini tidak berlaku bagi anak
keturunan negara asing yang ada di Indonesia. Contohnya seorang anak
yang lahir di Indonesia namun tidak diketahui asal tempat tinggal dari
orang tuanya. Maka, anak yang di telantarkan tersebut bisa menjadi
status kewarganegaraan Indonesia karena memang tidak ada informasi
yang jelas. Dan secara hukum pun belum diketahui orang tuanya, anak itu
secara otomatis memiliki status kewarganegaraan Indonesia. Selain itu
juga tidak memandang bentuk fisik dan juga perawakan yang dimiliki oleh
individu – individu tertentu. Apabila memang memiliki bentuk dan
persyaratan yang sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang – undang,
maka tidak ada masalah degan hal tersebut.(Fauzi, 2010)
51
5. Naturalisasi. Selanjutnya ada cara yang bernama naturalisasi, merupakan
sebuah perubahan status warga negara asing yang melakukan beberapa
syarat yang sudah ditetapkan oleh peraturan kewarganegaraan yang
telah bersangkutan. Warga Negara Asing bisa melakukan naturalisasi
dengan cara mengajukan permohonan kepada HAM dan juga HUKUM
perantara ke Kedubes RI. Proses akan bisa dijalankan apabila sudah
mengucapkan janji setia di hadapan pengadilan negeri. Cara ini sering
banyak dilakukan oleh pemain sepak bola karena merasa sudah cocok
dengan karier yang sedang dijalani.(Fauzi, 2010)
L. Hak dan Kewajiban
Pengertian Hak Kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang
mestinya kita terima atau bisa dikatakan sebagai hal yang selalu kita lakukan dan
orang lain tidak boleh merampasnya baik secara paksa maupun tidak. Dalam hal
kewarganegaraan, hak ini berarti warga negara berhak mendapatkan
penghidupan yang layak, jaminan keamanan, perlindungan hukum, dan lain
sebagainya. (Romadecade, 2016)
Pengertian kewajiban Suatu hal yang wajib kita lakukan demi
mendapatkan hak atau wewenang kita. Bisa jadi kewajiban merupakan hal yang
harus kita lakukan karena sudah mendapatkan hak. Tergantung
situasinya.(Romadecade, 2016)
Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima.
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat
kontraktual.(Cerdika, 2019)
Hak Warga Negara Indonesia :
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (pasal 28A)
3. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah (pasal 28B ayat 1)
4. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum (pasal 28D ayat 1)
5. Dan sebagainya
Ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta atau Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan
utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.(Kompasiana, 2017)
52
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan
warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal-hal yang
terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. Pertahanan
negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak
sekadar pengaturan tentang Polri. (Kompasiana, 2017)
Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2)
tentang "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Makna dari bunyi Ayat
(5), "yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang"
adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU
tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri,
RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang
terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan
"sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta".(Kompasiana, 2017)
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30
UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan. Berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang pembelaan
diatur dengan undang-undang." (Kompasiana, 2017)
Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara
dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang
dari luar maupun dari dalam.(Kompasiana, 2017)
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus
dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara
tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela
negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia
seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
(Kompasiana, 2017)
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
53
6. Pengrusakan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Cerdika. (2019). Hak dan Kewajiban Warga Negara. https://cerdika.com/hak-dan-
kewajiban-warga-negara/
Dede Rosyada, A. Ubaidilah, Abdul Razak, Wahdi Sayuti, M. A. S. G. (2003).
Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani (2nd ed.). ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Dra. H. Rusnila, M. S. (2017). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (civic
education). IAIN Pontianak Press.
Fauzi, A. (2010). cara memperoleh kewarganegaraan indonesia.
indonesia.go.id. (2019). tata cara mendapatkan dan melepaskan kewarganegaraan
indonesia. https://indonesia.go.id/layanan/keimigrasian/ekonomi/tata-cara-
mendapat-dan-melepas-kewarganegaraan-indonesia
Kompasiana. (2017). Hak dan Kewajiban Warga negara Indonesia.
https://www.kompasiana.com/drake1405/5a70fc1ccf01b42dbc4b0ba4/hak-
dan-kewajiban-warga-nergara-indonesia?page=all#section4
Nuryana, Z. (2009). karakteristik warga negara.
http://zolopox.blogspot.com/2009/12/ karakteristik-warga-negara-yang.html
Romadecade. (2016). Pengertian Hak dan Kewajiban.
Sudirman, Y. (2019). problem status kewarganegaraan.
https://slideplayer.info/slide/13906303
Sulaiman. (2011). Pendidikan kewarganegaraan. sintesa.
54
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Nanda Arif Hidup berakal 082385594570
Arrasyid mati beriman
55
4. Syaiba Lingga Jadilah yang 081320984405
Pane terbaik
dimanapun kamu
berada
56
BAB VI
BELA NEGARA
KELOMPOK 4
EKONOMI SYARIAH B
SCOR BOOK
80 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
57
dalam kehidupan bermasyarakat agar supaya terjalin hubungan yang
harmonis, damai dan tentram.
Negara memiliki tujuan untuk meselaraskan kepentingan antar warga
negara di tengah interaksi masyarakat. Negara pun lahir karena adanya
kesepakatan antar warga negara. Hubungan antar negara dan warga negara
bersifat komplomenter. (Budianto, 2004)
Bela negara harus dipahami dalam konteks yang luas dimana setiap
warga negara merupakan entitas yang hidup didalam sebuah bangunan
negara sehingga secara hakiki warga negara wajib untuk menjaga,
memelihara, dan mengayomi setiap pranata, institusi, dan perangkat
kelengkapan negara. Berbeda dengan negara yang otoriter atau negara
yang tidak amanah terhadap kepentingan masyarakat.
Secara umun bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara
yang dijiwai oleh kecintaan kepada negara kesatuan republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan
hidup bangsa dan negara. Pembelaan negara bukan semata-mata tugas TNI,
tetapi segenap warga negara sesuai kemampuan dan profesinya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, secara fisik
dengan mengangkat senjata menghadapi serangan atau agresi musuh,
secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai segala upaya untuk
mempertahankan negara dengan cara meningkatkan rasa nasionalisme,
yakni kesadaran berbangsa dan bernegara, menanmkan kecintaan terhadap
tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.
Landasan pembentukan bela negara adalah wajib militer. Bela negara
adalah pelayanan oleh seorang individu atau kelompok dalam tantara atau
milisi lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari
rancangan tanpa sadar (wajib militer). Beberapa negara (misalnya Israel,
Iran) meminta jumlah tertentu dinas militer dari masing-masing dan setiap
salah satu warga negara (kecuali untuk kasus khusus seperi fisik atau
gangguan mental atau keyakinan keagamaan). Sebuah bangsa dengan
relawan sepenuhnya militer, biasanya tidak memerlukan layanan dari wajib
militer warganya, kecuali dihadapkan dengan krisis perekratan selama
masa perang.
Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Spanyol, dan
Inggris, bela negara dilaksanakan pelatihan militer, biasanya satu akhir
pekan dalam sebulan. Mereka dapat melakukannya sebagai individu atau
sebagai anggota resimen, misalnya Tentara Teritorial Britania Raya dalam
beberapa kasus milisi bisa merupakan bagian dari pasukan cadangan
militer, seperti Amerika Serikat National Guard. Dinegara lain, seperti
Republik China (Taiwan). Republik Korea, dan Israel wajib untuk
beberapa tahun setelah seseorang menyelesaikan dinas Nasional.
58
Sebuah pasukan cadangan militer berbeda dari pembentukan cadangan,
kadang-kadang disebut sebagai cadangan militer, yang merupakan
kelompok atau unit personil militer tidak berkomitmen untuk pertempuran
oleh komandan mereka sehingga mereka tersedia untuk menangani situasi
tak terduga, memperkuat pertahanan Negara.
(Majid, 2014)
59
b. Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional pelaksanaan bela negara adalah UUD 1945,
karena UUD 1945 merupakan konstitusi Negara Indonesia, dan sumber
hukum tertinggi di Indonesia. Dalam tiap batang tubuh UUD 1945 ini,
tercantum hak dan kewajiban bela negara bagi setiap warga negara
Indonesia.
1) Pasal 27 ayat 3 UUD 1945
Hasil amandemen yang meyatakan bahwa: “Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
Berdasarkan pasal ini setiap warga negara berhak dalam upaya
membela negara, artinya tidak selalu dalam bela negara secara fisik.
Namun dapat bearti setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan dan melakukan semua upaya memajukan dirinya., yang
nantinya dapat ikut memajukan negara Indonesia. Selain hak, bela
negara adalah kewajiban, terutama bila keadaan darurat perang di
Indonesia. Untuk saat ini bisa dilakukan dengan cara ikut
memelihara lingkungan, melaksanakan aturan dan tata tertib di
Indonesia, dan lain-lain.
(Sumarso, 2001)
c. Landasan Operasional
Landasan operasional adalah dasar hukum penyelenggaraan suatu
kegiatan dalam negara yang memuat aturannya secara lebih terperinci.
61
Ini dilakukan agar semua kegiatan penyelenggaraan negara lebih kuat
secara hukum, termasuk dalam hal bela negara, yaitu:
1) Tap MPR Nomor VI Tahun 1973
Ketetapan MPR ini berisikan tentang konsep wawasan nusantara,
yang menjelaskan di mana pun warga negara Indonesia berada, ia
adalah sebagai satu kesatuan satu kesatuan negara Indonesia.
2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia. Dan
dalam UU ini dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai
hak dan kewajiban dalam membela negara sesuai ketentuan yang
berlaku.
3) Tap MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000 tentang TNI dan Polri
Ketetapan MPR Nomor VI tahun 2000 menjelaskan tentang
pemisahan TNI dan Polri yang semula menjadi satu Lembaga.
Kemudian UU Nomor VII menjelaskan peranannya masing-
masing, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
4) Undang-undang Nomor 2 dan 4 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia
Menurut UU Nomor 2 tahun 2002 ini, Kepolisian Negara RI
berfungsi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakkan hukum, perlindungan dan pengayoman, serta
pelayanan terhadap masyarakat. Sedangkan UU Nomor 4 tahun
2002 menunjukan tujuan kepolisian negara RI, yaitu mewujudkan
keamanan dalam negeri yang termasuk di dalamnya terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat, dan jaminan tegaknya
hukum, terselenggaranya hal tersebut adalah dengan menjungjung
tinggi hak asasi manusia.
5) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
Dalam UU ini dijelaskan secara terperinci tentang pengertian
pertahanan negara dan pelaksanannya yang menganut sistem
pertahanan rakyat semesta, yaitu pertahanan yang melibatkan
seluruh rakyat Indonesia sesuai kemampuan dan profesinya
masing-masing. Dalam pasal 5 UU No.3 juga disebutkan fungsi
pertahanan negara untuk mewujudkan dan mempertahankan
seluruh wilayah NKRI sebagai kesatuan.
6) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia
Dalam undang-undang ini menjelaskan tentang define Tentara
Nasional Indonesia, yaitu tantara yang berjuang menegakkan RI,
dan fungsi secara terperinci dalam pertahanan dan keamanan
negara yang sesuai dengan hak asasi manusia.
62
(Rajak, 2013)
(Ufliatika, n.d.)
(Rosita, 2013)
64
bertakwa kepada Tuhan melalui ibadah sesuai
agama/kepercayaan masing-masing.
65
Melihat gambaran umum bela negara di Indonesia, maka sangat
penting dan menjadi prioritas untuk melakukan upaya peningkatan
bela negara di tengah masyarakat agar supaya tidak mudah tersulut
konflik dan terprovokasi untuk melakukan aksi separatisme,
radikalisme, dan terorisme.
Bela negara di masyarakat Indonesia harus ditingkatkan dengan
cara membuat kebijakan yang komprehensif, holistic, dan
integralistik baik dari aspek ideologi, politk, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Pendekatan keamanan dan
kesejahteraan merupakan senyawa yang harus dipegang teguh bagi
para pengambil kebijakan dalam mengelola bela negara di tengah
masyarakat.
66
(Bela negara implementasi nya di kehidupan sehari-hari, n.d.)
(Winarno, 2009)
67
O. Pelaksanaan Bela Negara dalam Kehidupan Sehari-hari
Berbicara bela negara tentulah di benak kita akan terlintas suatu
tindakan upaya pembelaan mempertahankan yang dijiwai rasa kecintaan
kepada bangsa dan negara, arti bela negara sendiri sebenarnya sikap atau
perilaku warga Negara yang dijiwai oleh rasa nasionalisme terhadap NKRI
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam menjalain
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap ini dilandasi oleh konstitusi kita
UUD 1945 pasal 27 ayat 3 ”Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara” dalam hal ini setiap warga
mempunyai kewajiban yang sama dalam masalah pembelaan negara baik
fisik maupun non-fisik. Adapun pengertian fisik artinya kita membela
negara dengan suatu tindakan yang terlihat seperti misalnya dengan
mengangkat senjata ikut mempertahankan negara, sedangkan untuk non-
fisik artinya kita melakukan bela negara dengan melakukan kegiatan yang
tidak terlihat tetapi berdampak sebagai contoh rasa nasionalisme kita
terhadap negara.
Tujuan bela Negara sendiri untu mempertahankan kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara, melestarikan budaya, memperaktikkan nilai-nilai
pancasila seta Undang-Undang Dasar 1945 serta menjaga identitas dan
integritas negara. Ketika kita melihat ke masa lalu konteks bela negara
sebelum dn sesudah kemerdekaan Republik Indonesia merupakan upaya
fisik dengan mengangkat senjata untuk memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia ini, sedangkan era
globalisasi saat ini upaya bela negara tidaklah seperti itu lagi, banyak hal
yang bisa kita lakukan delam rangka upaya kecintaan kita terhadap
republic yang kita cintai ini.
Era globalisasi saat ini telah menimbulkan banyak persoalan yang
serius terhadap patriotisme dan nasinalisme bangsa kita, teknologi di
segala bidang terutama teknologi informasi suatu keniscayaan yang tidak
bisa kita hindari dimana masyarakat bisa dengan mudahnya mengakses
informasi yang baik bahkan yang buruk sekalipun melalui jejaring internet
di sekuruh dunia. Hal ini nyata berdampak pada kehidupan di masyarakat
kita pada saat ini. Akibat tak terbendungnya informasi-informasi terebut
dampaknya diantaranya makin rendah dan memudarnya nilai-nilai budaya
bangsa, menurunnya rasa solidaritas sosial, munculnya faham raikalisme
yang mengancam Negara.
Era kekinian banyak jargon yang diuapkan masyarakat dalam upaya
membela Negara seperti yang sering kita dengar pekikan jargon NKRI
harga mati, Aku Pncasila, Aku Indonesia sebagai perlawanan atas situasi
dan kondisi saat ini yang diraakan rawan perpecahan diantara anak bangsa,
apalah artinya slogan sebagus apapun itu kalau hanya di mulut saja, kalau
pada kenyataanya kita belum bisa mengimplementasikannya di kehidupan
68
sehari-hari. Implementasi upaya bela Negara dalam kehidupan sehari-hari
bayak sekali contohnya yang dapaat kita terapkan dengan hal-hal yang
bermanfaat di kehidupan keseharian kita, bela Negara bisa kita lakukan
dimulai dari diri kita sendiri sebagai contoh kita belajat rajin dan sungguh-
sungguh disamping kita akan menjadi orang yang berilmu dan berpotensi
menjadi orang yang berprestasi secara tidak langsung dan otomatis Negara
yang dapat keuntungan berupa bertambahnya orang-orang yang pintar,
orang-orang yang berguna, para pengusaha, ilmuwan cerdas dan masih
banyak yang lainnya.
69
6) Ikut serta dalam pembangunan negara.
7) Menegakkan kebenaran dan keadilan.
70
usia-usia kreatifnya di dalam masa pendidikannya saja. Padahal masa-
masa muda yang penuh kretifitas sangat dibutuhkan dalam dunia kerja.
Selain lulus tepat waktu, sebagai mahasiswa mampu ikut bela Negara
dengan menemukan hal-hal baru yang belum pernah dipikirkan oleh oang
lain. Temuan baru akan disorot dan mendapat apresiasi bagi masyarakat.
Apalagi jika temuan baru tersebut mampu member manfaat bagi seluruh
masyarakat Indonesia, hal itu tentu sudah ikut serta dalam bela Negara.
Sangat disayangkan bila kehidupan mahasiswa hanya untuk
menggugurkan kewajibannya saja. Menggugurkan kewajiban disini
dimaksud yaitu mahasiswa yang hanya menjalankan tugas-tugasnya saja,
tidak menyelam dalam nilai-nilai lain yang sebenarnya bisa mereka
lakukan.
(Ufliatika, n.d.)
71
Namun, saat ini para pemuda generasi bangsa tidak memiliki
wawasan kebangsaan dan jiwa nasionalisme. Hal ini terjadi karena
kuragnya perhatian pemerintah terhadap para pemuda untuk dididik
dan dilatih bela negara yang benar. Kalangan pemuda sekarang ini telah
tergelincir pada sikap progmatis, hedinis, materialistis, dan apatis,
sehingga jauh dari karakter pemuda yang seharusnya berkarakter,
progresif, idealis, revolusioner, radikal, dan inovatif.
Demikian ulasan tentang upaya bela negara yang bisa kita lakukan
sehari-hari, semoga kita semua berharap nilai-nilai nasionalisme dan
jiwa patriotism selalu bisa tanamkan dan lakukan demi terjaganya
keutuhan NKRI.
72
DAFTAR PUSTAKA
73
PROFIL PENULIS
Tertawalah
Muhammad sebelum
1. 082115786706
Somad tertawa itu
dilarang
Nabila
2. Nurhaliza Never give up 0895358989700
Lisdiani
74
If I think can,
4. Tita Mulyani 081324194598
yes I can
75
BAB V
KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANGAN INDONESIA
KELOMPOK 5
KELAS EKONOMI SYARIAH B
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
1. Pengertian konstitusi
Terkait dengan fungsinya, ada empat motivasi menurut lord bryce yang
menyebabkan timbulnya konstitusi, yaitu sebagai berikut:
1. Konstitusi timbul dari keinginan rakyat untuk menjamin hak-
haknya jika terancam dan untuk membatasi tindakan
kesewenangan penguasa.
2. Konstitusi timbul dari keinginan , baik dari yang diperintah maupun
yang memerintah untuk menyenangkan rakyatnya, kemudian
menentukan suatu sistsem kenegaraan tertentu.dangan adanya
sistem tertentu jelas diharapkan tidak terjadi tindakan sewenang-
wenang dari penguasa.
3. Konstitusi datang dari keinginan para pembentuk negara untuk
menjamin adanya penyelenggaraan ketatanegaraan yang pasti dan
dapat membahagiakan rakyatnya.
4. Konstitusi datang dari keinginan untuk menjamin adanya kerja
sama dan kesepahaman yang efektif di antara negara-negara yang
pada mulanya berdiri sendiri.
a. Sejarah Dunia
Sejak zaman Yunani kuno, istilah konstitusi telah dikenal.
Hanya saat itu konstitusi masih diartikan materiil karena konstitusi
belum diletakan dalam suatu naskah yang tertulis. Ini dapat
dibuktikan dari pendapat Aristoteles yang membedakan politea dan
nomoi. Politea diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi
adalah undang-undang biasa. Diantara kedua istilah tersebut
terdapat perbedaan, yaitu politea mengandung kekuasaan
membentuk, sedangkan pada nomoi keuasaan tidak ada karena ia
hanya merupakan materi yang harus dibentuk agar tidak bercerai-
berai.
79
Pada 29 Mei- 1 Juni 1945, siding pertama BPUPKI. Ketua
BPUPKI dr. KRT Radjiman Wediodiningrat meminta para
anggota menyampaikan pandangannya terhadap dasar-
dasar negara Indonesia.
o 29 Mei 1945
Pidato Muh. Yamin tentang lima asas negara; Peri
Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,
Peri Kerakyatan dan Peri Kebangsaan.
o 31 Mei 1945
Pidato Prof. Soepomo tentang lima asas negara:
Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan Lahir
Batin, Musyawarah, Keadilan Rakyat.
o 1 Juni 1945
Pidato Soekarno tentang limas asas negara:
Kebangsaan, Internasionalisme atau Peri
Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi,
Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan.
Setelah siding berakhir, ketua BPUPKI membntuk
sebuah Panitia Kecil terdiri dari Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta, Sutardjo, Wachid Hasyim, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Mr. Muh.
Yamin, dan Mr. A. A Maramis, dengan Ir. Soekarno
sebagai ketuanya. Tugas Panitia Kecil adalah
meneliti, mempelajari, melakukan invntarisasi,
usul-usul yang disampaikan anggota untuk
kemudian menyusunnya.
80
Atas berkat Rakhmat Allah Yang Maha Kuasa, dan
dengan didorogkan oleh keinginan luhur,maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan inii kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia Merdeka yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tunpah darah
manusia Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Hukum Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang
berkedaulatan Rakyat, dengan berdasarkan kepada:
Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil beradab, persauan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan
mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh Rakyat
Indonesia.
Usulan rancangan pembukaan tersebut oleh Muh.
Yamin diberi nama ‘Djakarta Charter’ atau ‘Piagam
Djakarta’ sedangkan dr. Soekiman menyebutnya
‘Gentelement’s Agreement’.
Tanggal 10 Juli 1945, sidang kedua BPUPKI
o Penyampaian pokok-poko materi yang disampaikan
oleh 40 orang anggota baik secara lisan maupun
tulisan, dalam laporan tersebut juga dikemukakan
“Rancangan Pembukaan” yang dihasilkan oleh
Panitia Sembilan.
o Ketua BPUPKI membentuk 3 buah Panitia:
1) Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
2) Panitia Pembelaan Tanah Air
3) Panitia Keuangan dan Perekonomian.
Dalam buku “Piagam Jakarta 22 Juni 1945”, disebutkan
urutan kronologis sidang BPUPKI: (H. Endang Saifuddin
Anshari, 1983)
10 Juli 1945, Soekarno sebagai Ketua Panitia Sembilan,
menyampaikan Piagam Jakarta kepada sidang paripurna
Badan Penyelidik.
81
11 Juli 1945, rumusan Piagam Jakarta diterima oleh
Badan Penyelidik sebagai Mukaddimah Undang-
Undang Dasar untuk kedua kalinya dikukuhkan oleh
Badan Penyelidik.
15 Juli 1945, Badan Penyelidik membahas batang tubuh
Undang-Undang Dasar tentang persyaratan untuk
Kepala Negara/Presiden dan Fasal tentang Agama
(ketika itu merupakan Fasal 28 bab X):
1) Negara berdasarkan asas Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agama dan untuk
beribadat menurut agamanya.
Prof. Soepomo dalam Rapat Besar tanggal 15 Juli 1945
mengajukan Rancangan UUD hanya memuat 35 (pasal-
pasal lainnya hanya memuat peralihan dan tambahan),
yang menuruut be;iau lebih singkat dari UUD Dai
Nippon Teikoku (Jepang)
16 Juli 1945, sidang paripurna kedua ketua Badan
Penyelidik berakhir segera setelah menerima bulat
seluruh batang tubuh UUD; termasuk di dalamnya
persyaratan Kepala Negara Presiden harus Beragama
Islam, dan Fasal Agama termasuk diatas.
Setelah semua hal yang telah dirumuskan oleh Panitia
Sembilan dilaporkan dan diterima bulat oleh sidang,
kemudian Soekarno membentuk panitia kecil yang diketuai
oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan Undang-
Undang Dasar dan membentuk panitia untuk persiapan
kemerdekaan, yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).
Keanggotaan PPKI berjumlah 21 orang dengan ketua Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya. Para anggota PPKI
antara lain: Mr. Radjiman Wediodiningrat, Ki Bagus
Hadikoesoemo, Otto Iskandardinata, Pangeran Purbyo,
Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prof. Dr.
Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr.
Mohammad Amir (Sumatera), Mr. Abdul Abbas (Sumatera),
Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr.
Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.
82
P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim, dan Mr. Mohammad
Hassan (Sumatera).
Undang-Undang Dasar atau Konstitusi Negara
Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada
hari Sabtu 18 Agustus 1945. Dengan demikian, sejak saat itu
Indonesia telah menjadi suatu negara modern karena telah
memiliki suatu sistem ketatanegaraan, yaitu Undang-Undang
Dasar atau Kosntitusi Negara yang memuat tata kerja konstitusi
modern. Istilah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
memakai angka “1945” di belakang UUD sebagaimana
dijelaskan oleh Dahlan Thaib dkk., barulah timbul kemudian,
yaitu pada awal tahun 1959 ketika tanggal 19 Februari 1959
Kabinet Karya mengambil kesimpulan dengan suara bulat
mengenai “pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam rangka
kembali ke UUD 1945”.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah
mengalami beberapa kali pergantian baik nama substansi
materi yang dikandungnya. Perjalanan sejarah konstitusi
Indonesia secara singkat sebagai berikut:(Rozak, 2016)
1) Undan-Undang Dasar 1945 yang masa berlakunya sejak
18 Agustus 1945- 27 Desember 1949.
2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau lazim
dikenal dengan konstitusi RIS dengan masa belakunya
27 Desember 1949- 17 Agustus 1950.
3) Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) Republik
Indonesia 1950 yang masa berlakunya sejak 17 Agustus
1950- 5 Juli 1959.
4) Undang-Undang Dasar 1945 (5 Juli 1959- 19 Oktober
1999)
5) Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19
Oktober 1999- 18 Agustus 2000).
6) Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18
Agustus 2000- 9 November 2001).
7) Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, dan III
(9 November 2001- 10 Agustus 2002).
8) Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, III,
dan IV (10 Agustus 2002)
a. MPR
Seiring dengan tuntutan reformasi keberadaan MPR dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia banyak melahirkan perdebatan. Satu
pihak menghendaki MPR dihilangkan karena fungsinya sebagai
84
lembaga perwakilan rakyat sudah cukup dilakukan oleh DPR,
sementara di pihak lain tetap menghendaki MPR tidak dibubarkan.
b. DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga negara dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan
lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk
undang-undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Di antara tugas dan wewenang DPR, antara lain :
c. DPD
Adapun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga
baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan
85
perubahan Ketiga UUD 1945, gagasan pembentukan DPD dalam
rangka restrukturisasi parlemen di Indonesia menjadi dua kamar
telah diadopsi. Dengan demikian, resmilah pengertian dewan
perwakilan di Indonesia mencakup DPR dan DPD, yang kedua-
duanya secara bersama-sama dapat disebut sebagai MPR.
2. Lembaga Eksekutif
Pemerintahan memiliki dua pengertian: (a) pemerintahan dalam arti
luas, yaitu pemerintahan yang meliputi keseluruhan lembaga
kenegaraan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif); dan (b) pemerintahan
dalam arti sempit, yaitu pemerintahan yang hanya berkenaan dengan
fungsi eksekutif saja. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah makna
pemerintahan yang hanya berkenaan dengan kekuasaan eksekutif.
Di negara-negara demokratis, lembaga eksekutif terdiri dari kepala
negara, seperti raja, perdana menteri, atau presiden beserta menteri-
menterinya. Dalam sistem presidensial (seperti Indonesia), menteri-
menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin
olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para menteri dipimpin
oleh seorang perdana menteri.
Kekuasaan eksekutif dimaknai sebagai kekuasaan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kemauan negara dan pelaksanaan UU. Dalam
negara demokratis, kemauan negara dinyatakan melalui undang-
undang. Maka, tugas utama lembaga eksekutif adalah menjalankan
undang-undang. Kekuasaan eksekutif mencakup beberapa bidang:
a. Diplomatik, yakni menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan
negara-negara lain.
b. Administratif, yakni melaksanakan undang-undang serta peraturan-
peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara.
86
c. Militer, yakni mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan
perang, serta keamanan dan pertahanan negara.
d. Yudikatif, yakni memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.
e. Legislatif, yakni membuat rancangan undang-undang yang
diajukan ke lembaga legislatif, dan membuat peraturan-peraturan.
3. Lembaga Yudikatif
Sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan, maka fungsi-fungsi
legislatif, eksekutif dan yudikatif dikembangkan sebagai cabang-
cabang kekuasaan yang terpisah satu sama lain. Jika kekuasaan
legislatif berpuncak pada MPR yang terdiri dari dua kamar, yakni DPR
dan DPD, maka cabang kekuasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan
kehakiman yang juga dipahami mempunyai dua pintu, yakni
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Kekuasaan kehakiman,
dalam konteks negara Republik Indonesia., adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia.
Dari tugas dan wewenang tersebut, BPK memiliki tiga fungsi pokok,
yakni:
a. Fungsi operatif, yaitu melakukan pemeriksaan, pengawasan, dan
penelitian atas penguasaan dan pengurusan keuangan negara.
b. Fungsi yudikatif, yaitu melakukan tuntutan perbendaharaan dan
tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri yang perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, serta
menimbulkan kerugian bagi negara.
c. Fungsi rekomendatif, yaitu memberikan pertimbangan kepada
pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.
89
5. TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
Sebagaimana dalam penjelasan konstitusi atau UUD 1945 bahwa
Indones ialah negara yang berdasar hukum (rechsstaat), tidak berdasar atas
kekuase belaka (machtsstaat). Konsep rechsstaat mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: (1 adanya perlindungan terhadap HAM; (2) adanya pemisahan dan
pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan
HAM; (3) pemerintahan berdasarkan peraturan; dan (4) adanya peradilan
administrasi. Dalam kaitan dengan negara hukum tersebut, tertib hukum yang
berbentuk adanya tata urutan perundang-undangan menjadi suatu kemestian
dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan. Tata urutan perundang-
undangan dalam kaitan implementasi konstitusi negara Indonesia merupakan
bentuk tingkatan perundang-undangan. Sejak 1966 telah dilakukan perubahan
atas hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tata
urutan (hierarki) perundang-undangan perlu diatur untuk menciptakan
keteraturan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di awal 1966,
melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Lampiran 2, disebutkan bahwa
hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai berikut: (Rozak,
2016)
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPR.
3. Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
4. Peraturan pemerintah.
5. Keputusan presiden.
6. Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
a. Peraturan menteri;
b. Instruksi menteri;
c. Dan lain-lainnya.
f. Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 - 21 Mei
1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah
menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila
secara murni dan konsekuen. Pada masa Orde Baru, UUD
1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara
melalui sejumlah peraturan:
i. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang
menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak
akan melakukan perubahan terhadapnya.
ii. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang
Referendum yang antara lain menyatakan
bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD
1945, terlebih dahulu harus minta pendapat
rakyat melalui referendum.
iii. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
96
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, M. J. A., & Pareke, J. (2018). KEWENANGAN BANK INDONESIA
DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN DI
INDONESIA SETELAH TERBITNYA UNDANG UNDANG NO 21
TAHUN 2011 TENTANG OJK. Bengkulu: Zigie Utama.
Dr. Winarno, S.Pd., M. S. (2014). PARADIGMA BARU PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN (3rd ed.). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
H., D. H. K. S. M. (2013). POLITIK HUKUM DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH. Jakarta: KENCANA.
H. Endang Saifuddin Anshari, M. A. (1983). Piagam Jakarta 22 Juni 1945.
Bandung: Penerbit Pustaka.
Heri Herdiawanto, S.Pd, M.Si dan Jumanta Hamdayama, M. S. (2010).
CERDAS, KRITIS, DAN AKTIF BERWARGANEGARA. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Malian, S. (2001). Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945.
Yogyakarta: UII Press.
Marjan Mihajra, S.H., M. . (n.d.). Bahan Ajar Ilmu Perundang Undangan
Gesetzgebung Swissenschaft.
Prof. Dr. Drs. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M. H. (2018). DINAMIKA
POLITIK HUKUM DI INDONESIA. Jakarta: KENCANA.
Ranadireksa, H. (2016). DINAMIKA KONSTITUSI INDONESIA. Bandung:
FOKUSMEDIA.
Rozak, A. U. dan A. (2016). Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic
Education) Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.
Jakarta: KENCANA.
Wikipedia. (2019). Undang-Undang Dasar Republik Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Retrieved March 29, 2020, from 11 August
website: https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-
Undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945
Wikipedia. (2020). Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Retrieved
March 29, 2020, from 9 March website:
https://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_perundang-undangan_Indonesia
97
BAB 6
DEMOKRASI DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA
KELOMPOK 6
EKONOMI SYARIAH 2B
SCOR BOOK
88 VERY GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
A. ISTILAH-ISTILAH PENTING DALAM DEMOKRASI
1. Anarki, secara etimologis berasal dari bahasa yunani anorchos yang
artinya tanpa pemimpin. Dalam teori hubungan internasional adalah
konsep bahwa sistem dunia tidak punya pemimpin, tidak ada
pemerintahan berdaulat universal atau pemerintahan dunia. Karena itu
tidak ada yang kekuatan superior yang dapat menyelesaikan
permasalahan, memberlakukan hukum, atau menata sistem seperti politik
dalam negeri. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) anarki
adalah (1)hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau
ketertiban; (2)kekacauan.
2. Rekonsiliasi, secara etimologis berasal dari bahasa Inggris, reconciliation
berarti usaha menyelesaikan, melunasi, mendamaikan, memulihkan, dan
mengembalikan keselarasan. Sementara kalau dilihat dari bahasa
Jermannya, yaitu vergangenheitsbewältigung, adalah sebuah perjuangan
untuk menyelesaikan hal-hal yang belum selesai di masa lalu.
3. Elektabilitas, secara etimologis berasal dari bahasa inggris electability
yang berarti keterpilihan. Menurut Dendy Sugiono elektabilitas memiliki
arti ketertarikan seseorang dalam memilih. Jadi, elektabilitas adalah
98
tingkat keterpilihan atau ketertarikan publik dalam memilih sesuatu, baik
itu seorang figur, lembaga atau partai, maupun barang dan jasa dimana
informasi tersebut didapatkan dari hasil berbagai survei. (Sugiono, 2008)
4. Konstitusi, berasal dari bahasa latin constituante yaitu sebuah norma
sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan Negara yang biasa
dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-
hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya.
5. Kampanye adalah sebuah tindakan dan usaha yang bertujuan
mendapatkan pencapaian dukungan, dilakukan oleh perorangan atau
sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu
proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa
juga dilakukan guna memengaruhi, penghambatan, pembelokan
pencapaian. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kampanye
adalah (1) gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan
aksi, dan sebagainya); (2) kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi
politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam
parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih
dalam suatu pemungutan suara.
6. Koalisi adalah sebuah atau sekelompok persekutuan, gabungan atau
aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing
memiliki kepentingan sendiri-sendiri.(10 Istilah Politik dan Demokrasi
Yang Perlu Kita Tahu, n.d.)
99
tindakan—tindakan mereka diwilayah publik olehwarganegara, yang
bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dankerjasama dengan
para wakil mereka yang terpilih.
d. Henry B. Mayo, demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu
sistemyang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
politik dandiselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Affan Ghaffar memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu
pemaknaan secara normatif dan empirik:
a. Demokrasi Normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak
dilakukan oleh sebuah Negara.
b. Demokrasi Empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia
politik praktis.(Affan Gaffar, 2000)
Makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan
bernegaramengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan
ketentuan dalammasalah-masalah mengenai kehidupannya, termasukdalam
menilai kebijakan Negara, karena kebijakan Negara tersebut akan menentukan
kehidupan rakyat.
Dengan demikian Negara yang menganut sistem demokrasi adalah
Negara yangdiselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari
sudutorganisasi, demokrasi berarti pengorganisasian Negara yang dilakukan
oleh rakyatsendiriatau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan ditangan
rakyat.
Kesimpulan-kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa
hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta
pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan
rakyat baik dalam penyelenggaraan berada di tangan rakyat mengandung
pengertian tiga hal, yaitu:
a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)
Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahyang sah
dan diakui (ligimate government) dimata rakyat. Sebaliknya
adapemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unligimate
government).Pemerintahan yang diakui adalah pemerintahan yang
mendapat pengakuandan dukungan rakyat.Pentingnya legimintasi bagi
suatu pemerintahan adalah pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi
dan program-programnya.
b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people)
Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahanmenjalankan
kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan sendiri.Pengawasan
yang dilakukan oleh rakyat (sosial control) dapat dilakukan secara
langsung oleh rakyat maupun tidak langsung (melalui DPR).
c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people)
Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan olehrakyat
kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat.Pemerintah
100
diharuskan menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat
dalam menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara
langsung.(Alav, 2016)
C. SEJARAH DEMOKRASI BARAT
Para antropolog telah mengidentifikasi bentuk-bentuk
protodemokrasi yang diprakarsai oleh sekelompok kecil pemburu dan
peramu, jauh sebelum terbentuknya masyarakat-masyarakat yang bertani dan
menetap, dan yang masih lestari nyaris tanpa perubahan di dalam kelompok-
kelompok masyarakat bumiputra sekarang ini. Dalam kelompok-kelompok
yang umumnya terdiri atas 50-100 orang dan lazimnya dipersatukan erat-erat
oleh ikatan kekeluargaan ini, pengambilan keputusan dilakukan melalui
mufakat atau suara terbanyak, dan sering kali dilakukan tanpa pemimpin
khusus. Mengingat bahwa dinamika-dinamika semacam ini masih lestari
sampai sekarang, kiranya tidaklah keliru untuk berasumsi bahwa demokrasi
dalam bentuk lain muncul secara alamiah dalam setiap kelompok
atau suku yang erat bersatu.
Konsep-konsep (dan nama) demokrasi dan konstitusi sebagai suatu
bentuk pemerintahan bermula di Athena kuno sekitar 508 SM. Di Yunani
kuno, yang merupakan tempat berdirinya banyak negara kota dengan berbagai
macam bentuk pemerintahan, demokrasi ditanding dengan bentuk-bentuk
pemerintahan yang dikendalikan oleh segelintir orang terkemuka
(aristokrasi), oleh satu orang (monarki), oleh para tiran (tirani), dan lain
sebagainya.
India
Klaim lain mengenai keberadaan pranata-pranata demokratis perdana
datang dari "republik-republik" mandiri di India, yakni
pranata sangga dan gana, yang sudah ada semenjak abad ke-6 SM dan
bertahan di beberapa kawasan sampai abad ke-4 M. Akan tetapi bukti-
buktinya masih berserakan, dan tidak ada sumber rujukan yang murni bersifat
sejarah dari kurun waktu tersebut. Ciri khas utama dari gana adalah terdiri
atas seorang kepala monarki yang lazimnya disebut raja, dan suatu majelis
permusyawaratan. Majelis ini bersidang secara teratur untuk membahas
semua keputusan besar Negara, sidang majelis ini boleh diikuti oleh semua
warga laki-laki yang merdeka. Majelis ini juga memiliki kewenangan penuh
di bidang keuangan, tadbir, dan kehakiman. Pejabat-pejabat lain, yang jarang
disebut, mematuhi keputusan-keputusan majelis. Kepala monarki, yang
dipilih oleh gana, tampaknya selalu berasal dari kalangan bangsawan,
yakni Warna Kesatria. Kepala monarki merundingkan kegiatan-kegiatannya
dengan majelis permusyawaratan; di beberapa negara, kepala monarki
merundingkannya dengan suatu majelis yang beranggotakan bangsawan-
bangsawan lain.
Para pengkaji berbeda pandangan mengenai bentuk pemerintahan ini,
dan bukti-bukti yang masih berserakan membuka peluang bagi timbulnya
perbedaan pandangan yang besar. Beberapa pengkaji menitikberatkan peran
sentral dari majelis permusyawaratan, sehingga bersikeras bahwa bentuk
101
pemerintahan tersebut adalah demokrasi, sedangkan para pengkaji lain
memusatkan perhatiannya pada dominasi golongan atas dalam
kepemimpinan dan peluang besar yang dimiliki golongan tersebut untuk
mengendalikan majelis permusyawaratan, sehingga menilai bentuk
pemerintahan tersebut sebagai oligarki atau aristokrasi. Tidak adanya gagasan
yang jelas perihal kesetaraan warga negara dalam batasan-batasan sistem
kasta ini menjadikan banyak pengkaji menyatakan bahwa pada
hakikatnya gana dan sangga tidaklah setaraf dengan pranata-pranata
demokratis yang sesungguhnya.
Athena
Sekalipun bukan salah satu dari demokrasi Yunani perdana, Athena
sering kali dianggap sebagai tempat lahirnya demokrasi dan tetap dijadikan
titik rujukan bagi demokrasi. Sebagaimana kota-kota lain, Athena muncul
pada abad ke-7 SM dengan pemerintahan yang didominasi oleh kaum
bangsawan. Akan tetapi dominasi kaum bangsawan mengakibatkan
terjadinya eksploitasi di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Masalah-
masalah ini menjadi kian parah pada awal abad ke-6, dan karena "orang
banyak diperbudak oleh segelintir orang, rakyat pun bangkit menentang para
pemuka". Pada saat yang sama, berkobar sejumlah revolusi rakyat yang
berhasil menumbangkan kekuasaan turun-temurun kaum bangsawan.
Salah satu revolusi rakyat ini terjadi di Sparta pada paruh kedua abad
ke-7 SM. Perombakan-perombakan konstitusi yang diperjuangkan oleh
Likorgos di Sparta menghasilkan sebuah negara hoplites(pemberontak) yang
memperlihatkan bahwa pemerintahan-pemerintahan turun-temurun dapat
diubah dan menuntun kepada kejayaan militer. Selepas kurun waktu
pertentangan antara orang kaya dan orang miskin, warga Athena dari seluruh
lapisan masyarakat meminta Solon untuk menjadi penengah di antara
golongan-golongan yang saling berseteru, dan mendapatkan solusi bagi
masalah-masalah mereka yang memuaskan semua pihak.
Solon
Solon membagi warga Athena menjadi empat golongan masyarakat
berdasarkan besar penghasilan mereka, dengan hak dan kewajiban yang
berbeda bagi tiap-tiap golongan. Eklesia menjadi lembaga berdaulat yang
berwenang meloloskan hukum dan ketetapan, memilih pejabat negara, dan
menerima banding dari putusan-putusan terpenting mahkamah. Jabatan-
jabatan pemerintahan tertinggi, yakni jabatan para arkon (penguasa),
diperuntukkan bagi para warga dari kedua golongan berpenghasilan tertinggi.
Para mantan arkon menjadi anggota Areopagus (Majelis Bukit Ares) yang
berwenang memeriksa tindakan-tindakan menyeleweng yang dilakukan oleh
lembaga Eklesia yang baru terbentuk dan adikuasa itu.
Secara keseluruhan, Solon membuat banyak perombakan pada 594
SM untuk mencegah terjadinya kemerosotan politik, ekonomi, dan budi
pekerti di Athena kuno, serta mempersembahkan kitab hukum komprehensif
yang pertama bagi kota itu. Perombakan konstitusi menghasilkan
penghapusan perbudakan atas warga Athena oleh warga Athena, menetapkan
102
aturan-aturan untuk menanggulangi secara sah tindakan para arkon
aristokratis yang melampaui kewenangan mereka, dan menetapkan hak-hak
istimewa atas dasar kekayaan produktif bukannya warisan status
kebangsawanan yang diperoleh sejak lahir. Beberapa perombakan yang
dilakukan Solon mengalami kegagalan dalam jangka pendek, akan tetapi ia
sering kali dihargai sebagai peletak dasar-dasar demokrasi Athena.
Zaman Kleistenes dan Perikles
Sesudah tirani runtuh (510 SM) dan sebelum kurun waktu 508–507
SM berakhir, Kleistenes mengajukan usulan perombakan tatanan
pemerintahan, dan disetujui oleh Eklesia. Kleistenes menata ulang populasi
Athena menjadi sepuluh suku, dengan tujuan mengubah dasar organisasi
politik dari keberpihakan pada keluarga menjadi keberpihakan politik, serta
memperbaiki organisasi ketentaraan. Ia memperkenalkan pula asas kesetaraan
hak bagi semua orang, yakni isonomia, dengan cara memperbesar peluang
bagi lebih banyak warga untuk meraih kekuasaan. Pada kurun waktu ini,
orang-orang Athena untuk pertama kalinya mulai menggunakan kata
"demokrasi" sebagai sebutan bagi tatanan pemerintahannya yang baru. Pada
generasi berikutnya, Athena memasuki zaman keemasannya, menjadi
pusat kesusastraan dan seni rupa. Kemenangan bangsa Yunani dalam Perang
Persia (499–449 SM) mendorong warga termiskin Athena (yang ikut serta
berjuang dalam perang itu) menuntut hak yang lebih besar untuk dilibatkan
dalam tata kelola kota mereka.
Pada akhir era 460-an, Efialtes dan Perikles memimpin radikalisasi
kekuasaan yang menggeser perimbangan kekuasaan secara mutlak ke sisi
golongan termiskin dalam masyarakat, dengan cara mengundang-undangkan
hukum-hukum yang benar-benar membatasi kekuasaan majelis Areopagus
dan mengizinkan golongan tetes (warga Athena yang tidak berharta) untuk
menduduki jabatan-jabatan publik. Perikles tampil menjadi pemimpin
demokratis terbesar di Athena, sekalipun didakwa menjalankan sebuah mesin
politik.
Demokrasi Athena pada zaman Kleistenes dan Perikles didasarkan
pada kebebasan (hasil dari perombakan yang dilakukan Solon) dan kesetaraan
(isonomia) yang diperkenalkan oleh Kleistenes dan di kemudian hari
diperluas oleh Efialtes dan Perikles. Demi melestarikan asas-asas ini, orang-
orang Athena membuang undi untuk memilih pejabat-pejabatnya guna
memastikan bahwa tiap-tiap warga memiliki peluang yang sama untuk
menduduki jabatan pemerintahan. Untuk menghindari segala macam
kecurangan, digunakan mesin-mesin pengundian. Selain itu, sebagian besar
dari jabatan yang diperebutkan melalui pengundian itu hanya boleh diduduki
oleh warga Athena selama satu kali masa jabatan, sehingga tidak ada yang
berkesempatan untuk memperbesar kekuasaan pribadi dengan cara
memegang suatu jabatan tertentu dalam waktu yang lama.
Mahkamah merupakan lembaga politik lainnya yang penting di
Athena. Lembaga ini beranggotakan sejumlah besar juri dan tanpa hakim.
Para juri dipilih melalui pengundian harian atas nama-nama warga yang telah
103
terpilih melalui pengundian tahunan. Mahkamah memiliki kekuasaan yang
tidak terbatas untuk mengendalikan lembaga-lembaga pemerintahan lain
berikut pemimpin-pemimpin politiknya.
Setiap warga bebas untuk mengemukakan pendapatnya dalam
pertemuan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan diputuskan
dengan suara terbanyak oleh sidang lembaga Eklesia yang terbuka bagi semua
warga laki-laki (dalam beberapa kasus, keputusan baru dianggap sah jika
sidang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 6000 warga laki-laki). Keputusan-
keputusan sidang lembaga Eklesia dilaksanakan oleh Boule 500 (majelis yang
beranggota 500 warga), yakni lembaga yang memilih dan mengajukan
rencana kebijakan untuk dibahas dan diputuskan oleh lembaga Eklesia.
Anggota Boule Athena dipilih dengan undi setiap tahun, dan tidak seorang
pun diperkenankan menjabat lebih dari dua kali.
Kemerosotan,kebangkitan, dan kritik demokrasi Athena
Demokrasi Athena, sepanjang dua abad riwayatnya, pernah dua kali
memutuskan melalui pemungutan suara untuk menentang konstitusi
demokratisnya sendiri (kedua-duanya terjadi semasa krisis pada akhir Perang
Poloponesos 431–404 SM). Pemungutan suara pertama dilakukan untuk
membentuk rezim Empat Ratus Pemimpin (pada 411 SM), dan pemungutan
suara kali kedua menghasilkan pembentukan rezim boneka Sparta, yakni
kepemimpinan Tiga Puluh Tiran (pada 404 SM). Kedua pemungutan suara
ini berlangsung di bawah manipulasi dan tekanan, namun akhirnya demokrasi
dipulihkan kurang dari setahun setelah penyelenggaraan pemungutan suara,
baik kali pertama maupun kali kedua.
Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan seiring pemulihan demokrasi
selepas tumbangnya rezim Tiga Puluh Tiran merenggut sebagian besar
wewenang pembuatan hukum dari majelis rakyat, dan membebankan
wewenang ini kepada para juri yang dipilih secara acak yang disebut para
"nomotetai". Athena memulihkan konstitusi demokratisnya seperti sediakala
setelah Yunani berhasil dipersatukan oleh Raja Makedonia, Filipos II (359-
336 SM), dan dilanjutkan oleh Aleksander Agung (336–323 SM), namun
pamor demokrasi Athena tak tampak menonjol di masa kekaisaran Yunani
Makedonia itu. Demokrasi Athena akhirnya dibatasi ruang lingkupnya
menjadi sistem pemerintahan daerah Athena sendiri sesudah Yunani
ditaklukkan oleh bangsa Romawi pada 146 SM.
Roma
Meskipun Roma digolongkan sebagai republik, bukan demokrasi,
namun sejarahnya telah membantu melestarikan konsep demokrasi selama
berabad-abad. Orang Romawi mencetuskan konsep kajian karya-karya tulis
klasik dan melestarikan banyak karya-karya tulis peninggalan Yunani Kuno.
Roma adalah sebuah negara kota di Italia, bertetangga dengan negara-negara
kota lain yang tangguh, orang Etruska telah mendirikan negara-negara kota di
seluruh kawasan tengah Italia semenjak abad ke-13 SM, sementara di
kawasan selatan Italia terdapat daerah-daerah koloni Yunani. Sebagaimana
negara-negara kota lainnya, Roma diperintah oleh seorang raja. Meskipun
104
demikian, desakan huru-hara dalam masyarakat serta tekanan ancaman dari
pihak luar mengakibatkan Raja Roma yang terakhir dimakzulkan pada 510
SM oleh sekelompok bangsawan di bawah pimpinan Lusius Yunius Brutus.
Kekaisaran Romawi pada akhirnya terbagi menjadi Kekaisaran
Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur. Kekaisaran Romawi Barat
runtuh pada 476 M, sementara Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran
Bizantin, bertahan sampai dengan jatuhnya Konstantinopel pada 1453 SM.
Tonggak-tonggak sejarah abad ke-18 sampai 19 M
1707: Parlemen Britania Raya yang pertama dibentuk selepas
penggabungan Kerajaan Inggris dan Kerajaan Skotlandia dengan Undang-
Undang Persatuan 1707. Sejak sekitar 1721–1742, Robert Walpole, yang
dianggap sebagai perdana menteri Britania Raya yang pertama, memimpin
rapat-rapat kabinet, mengangkat semua menteri lain, dan mengembangkan
doktrin solidaritas kabinet.
Mulai dari akhir era 1770-an: Konstitusi-konstitusi dan berbagai undang-
undang baru secara terang-terangan menjabarkan dan membatasi
kewenangan dari pihak-pihak yang berkewenangan. Banyak di antara
konstitusi dan undang-undang baru ini didasarkan pada Undang-Undang
Hak Warga Negara Inggris tahun 1689. Sejarawan Norman
Davies menyebut Konstitusi Persemakmuran Polandia Lituania tahun
1791 sebagai "konstitusi yang pertama di antara konstitusi-konstitusi
sejenisnya di Eropa".(Davies, 1996)
Amerika Serikat: Para Bapak Pendiri Negara Amerika Serikat menolak
definisi 'demokrasi' menurut pemahaman bangsa Yunani, dan justru lebih
condong pada 'semacam aristokrasi alamiah', di mana hanya para pemilik
tanah yang yang berhak mendapatkan kursi di majelis kongres. (Hoppe,
2011) Sebagaimana bangsa Inggris, orang-orang Amerika meniru bentuk
pemerintahan Republik Romawi, di mana hanya kaum ningrat yang
terlibat dalam pemerintahan negara.(Johnston, 2008)
Konstitusi Amerika Serikat diratifikasi pada tahun 1788. Konstitusi ini
menjadi dasar pembentukan badan legislatif bikameral, yang terdiri atas
Dewan Perwakilan yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat di
beberapa negara bagian, dan Dewan Senat yang anggota-anggotanya
dipilih oleh badan legislatif negara bagian. Konstitusi ini mulanya tidak
mengatur tentang siapa saja yang memiliki hak suara, sehingga keputusan
terkait perkara ini terpulang pada negara-negara bagian, yang sebagian
besar menetapkan bahwa hanya tuan tanah laki-laki dewasa berkulit putih
saja yang memiliki hak suara.
1791: Undang-Undang Hak Warga Negara Amerika Serikat diratifikasi
1790-an: Sistem Partai Pertama diberlakukan di Amerika Serikat. Sistem
ini meliputi pembentukan partai-partai politik berakar lokal di Amerika
Serikat seperti, jaringan surat kabar partai, teknik-teknik kampanye
blusukan baru, pemanfaatan kaukus untuk menentukan kandidat, nama-
nama partai yang tetap, kesetiaan terhadap partai, dan platform partai
105
1780-an: Tumbuhnya gerakan-gerakan sosial yang menyebut dirinya
'demokrasi': Pertentangan politik antara 'kaum aristokrat' dan 'kaum
demokrat' di negara-negara Beneluks (Belanda,Belgia,dan
Luxemburg) mengubah makna semi-negatif dari kata 'demokrasi' di Eropa,
yang sampai dengan saat itu dianggap sinonim dengan anarki, menjadi
makna yang lebih positif, yakni sebagai lawan dari 'aristokrasi'.
1789–1799: Revolusi Prancis
o Deklarasi Hak-Hak Manusia dan Warga Negara yang diadopsi pada
tanggal 26 Agustus 1789, menyatakan bahwa "manusia terlahir dan untuk
selamanya merdeka serta setara dalam hak" dan mempermaklumkan
hakikat kesejagatan dari hak-hak manusia.
o Hak pilih universal bagi laki-laki ditetapkan dalam rangka pemilihan
anggota Konvensi Nasional pada bulan September 1792, tetapi dicabut
lagi oleh Direktorat Prancis pada tahun 1795.
o Perbudakan dihapuskan di negeri-negeri jajahan Prancis oleh Konvensi
Nasional pada tanggal 4 Februari 1794, dengan menyetarakan orang-orang
kulit hitam dengan orang-orang kulit putih ("semua manusia, tanpa
pandang warna kulit, yang berdiam di negeri-negeri jajahan adalah warga
negara Prancis, dan memiliki semua hak warga negara yang dijamin oleh
konstitusi").
1791: Revolusi Haiti, budak belian yang berhasil mengalahkan kaum
majikan dan membentuk sebuah negara republik yang merdeka.
Kerajaan Inggris Raya
o 1807: Undang-Undang Perdagangan Budak melarang kegiatan
perdagangan budak di seluruh wilayah Imperium Britania. Setelah
undang-undang ini diberlakukan, Kerajaan Inggris Raya melaksanakan
aksi Blokade Afrika dan penerapan perjanjian-perjanjian internasional
untuk memberantas perdagangan budak yang dilakukan negara-negara
asing.
o 1832: Diloloskannya Undang-Undang Pembaharuan, yang memberi lebih
banyak kursi bagi wakil-wakil rakyat dari daerah-daerah perkotaan yang
sebelumnya sedikit sekali terwakili di Parlemen Kerajaan Inggris Raya,
dan memberi hak suara bagi lebih banyak lapisan masyarakat.
o 1833: Undang-Undang Penghapusan Perbudakan disahkan, dan
diberlakukan di seluruh wilayah Imperium Britania mulai tanggal 1
Agustus 1834
1848: Hak suara universal untuk kaum pria dipulihkan di Prancis pada
bulan Maret 1848, menjelang meletusnya Revolusi Prancis 1848.
1848: Revolusi 1848 meletus menyusul revolusi yang terjadi di Prancis.
Meskipun sering kali dipadamkan dengan kekerasan, Revolusi 1848
menghasilkan konstitusi demokratis di sejumlah negara Eropa lainnya,
antara lain Denmark dan Belanda.
1850-an: Pengenalan pemungutan suara secara rahasia di Australia. Sistem
ini baru diperkenalkan di Britania Raya pada tahun 1872, dan di Amerika
Serikat pada tahun 1892.
106
1856: Syarat-syarat yang membatasi hak suara bagi warga negara yang
memiliki properti saja dihapuskan di seluruh negara bagian Amerika
Serikat, sehingga hampir seluruh pria dewasa kulit putih diberi hak suara.
Meskipun demikian, syarat-syarat yang membatasi hak suara bagi warga
negara yang membayar pajak saja tetap dipertahankan di lima negara
bagian sampai tahun 1860, dan di dua negara bagian sampai abad ke-20.
1870: Amendemen ke-15 atas Konstitusi Amerika Serikat, melarang
diskriminasi hak suara berdasarkan ras, warna kulit, atau pernah tidaknya
seseorang menjadi budak belian.
1893: Selandia Baru menjadi negara pertama yang memberlakukan hak
suara universal dengan memberi hak suara kepada kaum perempuan (hak
suara universal bagi kaum lelaki sudah diberlakukan sejak tahun 1879)
Demokrasi pada abad ke-20
Perang Dunia I berakhir dengan kemenangan sementara bagi
demokrasi di Eropa, karena demokrasi masih lestari di Prancis dan sempat pula
meluas sampai ke Jerman. Pada 1906, hak-hak demokratis modern yang
seutuhnya, yakni hak suara universal bagi seluruh warga negara
diimplementasikan secara konstitusional di Finlandia, demikian
pula perwakilan proporsional dengan sistem daftar terbuka. Revolusi
Februari di Rusia pada 1917 juga menjadi awal dari demokrasi liberal yang
bertahan selama beberapa bulan di bawah pimpinan Aleksander Kerensky
sampai Lenin mengambil alih pemerintahan Rusia pada bulan Oktober. Depresi
besar-besaran, yang berdampak sangat buruk terhadap perekonomian,
menghantam keras kekuatan-kekuatan demokrasi di banyak negara. Era 1930-
an menjadi kurun waktu merajalelanya para diktator di Eropa dan Amerika
Latin.
Undang-Undang Kewarganegaraan Orang Indian tahun 1924 mengatur
tentang pemberian hak kewarganegaraan Amerika Serikat yang sepenuhnya
kepada masyarakat pribumi Amerika yang disebut "orang Indian" dalam
undang-undang ini (Amendemen Keempat Belas menjamin hak
kewarganegaraan bagi orang-orang yang lahir di Amerika Serikat, namun
hanya jika yang bersangkutan "terikat pada yurisdiksi Amerika Serikat". Klausa
ini mengecualikan masyarakat pribumi Amerika). Undang-undang ini disahkan
menjadi hukum dengan ditandatangani oleh Presiden Calvin Coolidge, pada 2
Juni 1924. Undang-undang ini juga mengatur tentang pemberian hak suara
kepada orang-orang yang berdiam di dalam lingkup wilayah Amerika Serikat.
Pasca perang dingin
Gelombang-gelombang baru demokrasi menyapu kawasan selatan
Eropa pada era 1970-an, manakala sejumlah rezim diktator nasionalis
ditumbangkan. Selanjutnya pada akhir era 1980-an di kawasan tengah dan
timur Eropa, negara-negara komunis di dalam mandala pengaruh Uni
Soviet juga berubah menjadi negara-negara demokrasi liberal. Banyak negara
Eropa Timur, Amerika Latin, Asia Timur, dan Asia Tenggara, serta sejumlah
negara Arab, Asia Tengah, Afrika, dan Otoritas Palestina yang belum bernegara
bergerak menuju demokrasi yang lebih liberal pada era 1990-an dan 2000-an.
107
Salah satu hasil kajian dari lembaga Freedom House yang didanai oleh
Pemerintah Amerika Serikat menunjukkan bahwa tidak ada satu pun demokrasi
liberal di dunia pada 1900 dengan hak suara universal, namun pada 2000, 120
dari 192 negara yang ada, atau 62% negara di dunia sudah memberlakukannya.
Menurut hasil kajian lembaga ini, ada 25 negara, atau 13% negara di dunia
dengan "praktik demokrasi terbatas" pada 1900, dan sekarang ini tinggal 16
negara, atau 8% negara di dunia yang masih memberlakukannya.
Pada 1900, ada 19 monarki konstitusional, yakni 14% negara di dunia,
dengan konstitusi yang membatasi kekuasaan kepala monarki serta
mengalihkan sejumlah kewenangan kepada dewan legislatif terpilih, dan
sekarang ini tidak ada lagi negara yang demikian. Di antara negara-negara
selebihnya, ada yang pernah dan ada pula yang masih memiliki pemerintahan
yang tidak demokratis dalam berbagai bentuknya.[115]
Meskipun kajian tentang negara-negara tertentu masih dapat
diperdebatkan (misalnya, Selandia Baru memberlakukan hak suara
universal pada 1893, namun tidak diperhitungkan sebagai negara yang
memberlakukannya karena ketiadaan hak berdaulat penuh dan adanya batasan-
batasan tertentu atas hak suara orang dari suku Māori), jumlah-jumlah dalam
hasil kajian ini menunjukkan perluasan demokrasi pada abad ke-20.(VirtualBox
- Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, n.d.)
D. SEJARAH DEMOKRASI INDONESIA
Sejarah Demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam Empat Periode :
Periode 1945-1959, Periode 1959-1965, Periode 1965-1988, dan Periode
Pasca Orde Baru.
1. Sejarah Demokrasi di Indonesia Periode Tahun 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi
Parlementer. System Demokrasi Parlementer mulai diberlakukan
sebulan sesudah kemerdekaan diproklamasikan. Namun model
demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya
budaya berdemokrasi masyarakat Indonesia untuk mempraktikkan
demokrasi model barat, telah memberi peluang yang sangat besar kepada
partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan social politik.
Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan system Demokrasi
Parlementer, yang pada akhirnya melahirkan fragmentasi politik
berdasarkan afiliasi agama dan kesukuan. Pemerintah yang berbasis pada
koalisi politik di masa ini tidak mampu bertahan lama, koalisi yang
dibangun sangat mudah retak. Hal ini menimbulkan destabilisasi politik
nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun.
Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan pemberontakan
daerah terhadap pemerintah pusat malah mengancam berjalannya
demokrasi itu sendiri.
Factor-faktor disintegratif di atas, ditambah dengan kegagalan partai-
partai di dalam Majelis Konstituante untuk mencapai consensus
mengenai dasar Negara untuk UUD baru, mendorong Presiden Soekarno
untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang menegaskan
108
bahwa berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian, masa
demokrasi berdasarkan system parlementer berakhir dan digantikan oleh
Demokrasi Terpimpin yang memposisikan Presiden Soekarno sebagai
pusat kekuasaan Negara.
2. Sejarah Demokrasi di Indonesia Periode Tahun 1959-1965
Periode demokrasi ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin.
Ciri-ciri demokrasi terpimpin yaitu dominasi politik presiden dan
berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam
panggung politik nasional. Hal ini dikarenakan oleh lahirnya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari
kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan personal yang
kuat. Meskipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden
untukmemimpin pemerintah selama lima tahun, namun ketetapan MPRS
No. III tahun 1963 mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur
hidup. Dengan lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah
membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan
UUD 1945 yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan Presiden Soekarno tanpa batas ini terbukti melahirkan
kebijakan dan tindakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan
UUD 1945. Contohnya, pada tahun 1960 Presiden Soekarno
membubarkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) hasil pemilihan umum,
padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa
presiden tidak memiliki kewenangan untuk berbuat demikian. Dengan
demikian, sejak diberlakukan Dekrit Presiden tahun 1959 telah terjadi
penyimpangan konstitusi oleh Presiden Soekarno.
Dalam pandangan sejarawan Ahmad Syafii Maarif, Demokrasi
Terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Presiden Soekarno ibarat
seorang ayah di dalam sebuah keluarga besar yang bernama Indonesia
dengan kekuasaan terpusat yang berada di genggaman tangannya. Hal
tersebut bertentangan dan merupakan kekeliruan yang sangat besar bagi
implementasi UUD 1945. Demokrasi Terpimpin model Presiden
Soekarno ini mengandung pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi,
yakni lahirnya absolutisme dan terpusatnya kekuasaan pada diri
pemimpin dan pada saat yang sama hilangnya control social dan check
and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
Kondisi ini masih diperburuk dengan peran politik Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang mendominasi di kehidupan politik Indonesia.
Bersandar pada Dekrit Presiden 5 Juli sebagai sumber hukum, maka
didirikan banyak badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang
digunakan oleh PKI sebagai wadah kegiatan politik. Front Nasional telah
dimanipulasi oleh PKI agar menjadi bagian strategi taktik komunisme
internasional yang menggariskan pembentukan Front Nasional sebagai
persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat. Strategi politik PKI
untuk mendulang keuntungan dari karisma kepemimpinan Presiden
Soekarno yang dilakukan dengan cara mendukung pemberedelan pers
109
dan partai politik yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan
seperti yang dilakukan Presiden atas Partai Masyumi.
Perilaku politik PKI yang sewenang-wenang tersebut tentu tidak
dibiarkan begitu saja oleh partai politik lainnya dan kalangan militer
(TNI), yang pada waktu itu merupakan salah satu dari komponen politik
penting Presiden Soekarno. Akhir dari system Demokrasi Terpimpin
Soekarno yang berakibat pada perseteruan politik ideology antara PKI
dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30
September 1965 (G30S/PKI).
3. Sejarah Demokrasi di Indonesia Periode Tahun 1965-1998
Periode demokrasi ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto
dengan Orde Barunya. Sebutan Orde Baru merupakan kritik terhadap
periode sebelumnya, Orde Lama. Orde Baru, sebagaimana dinyatakan
oleh pendukungnya ialah upaya untuk meluruskan kembali
penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di dalam masa
Demokrasi Terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan nasional,
Demokrasi Terpimpin Presiden Soekarno telah diganti oleh elite Orde
Baru dengan Demokrasi Pancasila. Beberapa kebijakan pemerintah
sebelumnya yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup
untuk Presiden Soekarno telah dihapuskan dan diganti dengan
pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kembali
melalui proses pemilu.
Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen
demokrasi. Pertama, demokrasi di dalam bidang politik pada hakikatnya
adalah menegakkan kembali asas-asas Negara hokum dan kepastian
hokum. Kedua, demokrasi di dalam bidang ekonomi pada hakikatnya
ialah kehidupan yang layak untuk semua warga Negara. Ketiga,
demokrasi di dalam bidang hokum pada hakikatnya bahwa pengakuan
dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Hal yang sangat disayangkan di masa ini adalah alih-alih pelaksanaan
ajaran Pancasila secara murni dan konsekuen, Demokrasi Pancasila yang
dikampanyekan oleh Orde Baru baru sebatas retorika politik belaka. Di
dalam praktik kenegaraan dan pemerintahannya, penguasa Orde Baru
ditandai oleh: (1) dominannya peranan militer (ABRI); (2) birokratisasi
dan sentralisasi pengambilan keputusan politik; (3) pengebirian peran
dan fungsi partai politik; (4) campur tangan pemerintah dalam berbagai
urusan partai politik dan public; (5) politik masamengambang; (6)
monolitisasi ideology Negara; dan (7) inkorporasi lembaga non-
pemerintah.
4. Sejarah Demokrasi di Indonesia Pasca Orde Baru
Periode pasca Orde Baru sering disebut dengan era Reformasi. Periode
ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut
pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini
ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan Orde
Baru pada Mei tahun 1998, setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa
110
dengan Demokrasi Pancasilanya. Penyelewengan atas dasar Negara
Pancasila oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati
sebagian masyarakat terhadap dasar Negara tersebut.
Pengalaman pahit yang menimpa Pancasila, yang pada dasarnya sangat
terbuka, inklusif dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan
kalangan tokoh reformasi untuk menambahkan atribut tertentu pada kata
demokrasi. Bercermin pada pengalaman manipulasi atas Pancasila oleh
penguasa Orde Baru, demokrasi yang hendak dikembangkan setelah
kejatuhan rezim Orde Baru ialah demokrasi tanpa nama atau tanpa
embel-embel yang di mana hak rakyat merupakan komponen inti di
dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis.
Wacana demokrasi pasca Orde Baru berkaitan erat dengan
pemberdayaan masyarakat madani dan penegakan HAM secara
sungguh-sungguh. (Ubaedillah, 2015)
E. UNSUR-UNSUR PENEGAK DEMOKRASI
Untuk terwujudnya demokrasi dalam berbagai lapangan sisi kehidupan
manusia baik dalam kehidupan bernegara dimana hubungan Negara dan
masyarakat atau masyarakat dengan Negara dan kehidupan social
kemasyarakatan yaitu hubungan antar sesame warga masyarakat. Tegaknya
demokrasi sangat terkait dengan tegaknya komponen atau unsur dalam
demokrasi itu sendiri. Komponen-komponen yang dapat mengejawantahkan
tegaknya demokrasi antara lain :
1. Negara Hukum (rechtsstaat dan the rule of law)
Dalam kepustakaan ilmu hokum di Indonesia istilah Negara hokum
sebagai terjemahan dari rechtsstaat dan the rule of law sudah begitu
popular. Konsepsi Negara hokum mengandungpengertian bahwa Negara
memberikan perlindungan hokum bagi warga Negara melalui
pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan
HAM. Istilah rechtsstaat dan the rule of law yang diterjemahkan menjadi
Negara hokum menurut Moh. Mahfud MD pada hakikatnya mempunyai
makna berbeda. Istilah makna rechtsstaat banyak dianut oleh Negara-
negara Eropa. Continental yang bertumpu pada sistim civil law,
sedangkan the rule of law banyak dikembangkan di Negara-negara Anglo
saxon yang bertumpu pada common law. Civil law menitikberatkan pada
administration law, sedangkan common law menitikberatkan pada
judicial.(Moh Mahfud MD, 1999)
Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a). adanya perlindungan terhadap HAM
b). adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan Negara untuk menjamin
perlindungan HAM
c). Pemerintahan berdasarkan peraturan
d). adanya peradilan administrasi
Sedangkan the rule of law dicirikan oleh :
a). adanya supremasi aturan-aturan hokum
b). adanya kesamaan kedudukan di depan hokum
111
c). adanya jaminan perlindungan HAM(Moh Mahfud MD, 1999)
Dengan demikian konsep Negara Hukum sebagai gabungan dari kedua
konsep di atas dicirikan sebagai berikut :
a). adanya jaminan perlindungan terhadap HAM
b). adanya supremasi hokum dalam penyelenggaraan pemerintahan
c). adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan Negara
d). adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri
Selanjutnya dalam konferensi International Comission of Jurists di
Bangkok seperti yang diikuti oleh Moh. Mahfud MD disebutkan bahwa
ciri-ciri Negara hokum adalah sebagai berikut :
a). perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individu, konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk
memperoleh atas hak-hak yang dijamin.
b). adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c). adanya pemilu yang bebas
d). adanya kebebasan menyatakan pendapat
e). adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi
f). adanya pendidikan kewarganegaraan (Moh.Mahfud MD, 1999)
Dengan demikian dari penjelasan di atas, bahwa Negara hokum baik
dalam arti formal yaitu penegakan hokum yang dihasilkan oleh lembaga
legislative dalam penyelenggaraan Negara,maupun Negara hokum dalam
arti material yaitu selain menegakkan hokum, aspek keadilan juga harus
diperhatikan menjadi prasyarat terwujudnya demokrasi dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa termasuk pula dalam bermasyarakat. Tanpa
hokum Negara tersebut suasana demokrasi sulit dibangun.
Sementara itu istilah Negara hokum di Indonesia dapat ditemukan dalam
penjelasan UUD 1945 bahwa “Indonesia ialah Negara yang berdasar atas
hokum (rechtsstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka
(machtsstaat)”. Penjelasan tersebut merupakan gambaran system
pemerintahan Negara Indonesia menganut salah satu system demokrasi.
Karena itu secara yuridis formal system demokrasi menjadi acuan dalam
penyelenggaraan Negara Indonesia.
Dalam kaitan dengan istilah Negara hokum Indonesia, Padmo Wahyono
menyatakan bahwa konsep Negara hokum Indonesia yang menyebut
rechtsstaat dalam tanda kurung memberi arti bahwa Negara hokum
Indonesia mengambil pola secara tidak menyimpang dari pengertian
Negara hokum pada umumnya (genusbegrip) yang kemudian disesuaikan
dengan keadaan Indonesia. Jauh sebelum itu Moh. Yamin membuat
penjelasan tentang konsepsi Negara hokum Indonesia bahwa kekuasaan
yang dilakukan pemerintah Indonesia harus berdasar dan berasal dari
ketentuan undang-undang (Moh. Mahfud MD, 1999). Karena itu harus
terhindar dari kesewenang-wenangan penggunaan kekuasaan oleh
penguasa Negara. Negara hokum Indonesia juga memberikan pengertian
bahwa bukan polisi dan tentara (alat Negara) sebagai pemegang
kekuasaan atau kesewenang-wenangan Negara terhadap rakyat,
112
melainkan adanya control dari rakyat terhadap institusi Negara dalam
menjalankan kekuasaan dan kewenangan yang ada pada Negara. Seperti
yang dikatakan oleh Philipus M. Hadjon elemen-elemen penting dalam
Negara hokum Indonesia sebagai berikut:
a). keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas-
asas kerukunan
b). hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan
Negara.
c). penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan
sarana terakhir jika musyawarah gagal
d). keseimbangan penggunaan antara hak-hak dan kewajiban (Philipus M.
Hadjon,1997).
Mengacu pada ciri-ciri Negara hokum seperti dijelaskan di atas bahwa
Negara hokum menjadi prasyarat bagi tegaknya demokrasi. Dengan kata
lain demokrasi tidak dapat tegak tanpa Negara hokum.
2. Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani dengan cirinya sebagai masyarakat terbuka,
masyarakat yang bebas dari kekuasaan dan tekanan Negara, masyarakat
yang kritis dan masyarakat yang berpartisipasi aktif serta masyarakat
egaliter merupakan bagian yang integral dalam menegakkan demokrasi.
Selain itu masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan
dalam membangun demokrasi sebagaimana yang dikatakan
Wignyosoubroto, Adi Suryadi Culla, Muhammad AS, Hikam, Ryaas
Rasyid, Samsuddin Haris sebagai prasyarat demokrasi. Sebab salah satu
syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat
secara aktif dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh Negara atau pemerintahan.
Selain itu masyarakat madani senantiasa melakukan kritik dan control
terhadap perilaku Negara dan pemerintah dalam menjalankan kebijakan
dan keputusan yang telah ditetapkannya. Secara konseptual keberadaan
masyarakat madani sama dengan Negara. Karena itu masyarakat madani
mempunyai posisi tawar (bargaining potition) yang cukup kuat ketika
berhadapan dengan Negara (state). Dengan kata lain dalam kaitan dengan
kehidupan bernegara, masyarakat madani disatu pihak dipahami sebagai
masyarakat yang menunjukkan kemandiriannya ketika berhadapan
dengan Negara, dipihak lain posisi Negara dapat mengungguli
masyarakat madani.
Masyarakat madani dan demokrasi bagi Gellner merupakan dua kata
kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai
hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi. Selain
itu demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat dalam kaitan
pengungkapan kehendak, adanya perbedaan pandangan, adanya
keragaman dan consensus. Tatanan nilai-nilai demokrasi tersebut ada
dalam masyarakat madani. Karena itu demokrasi membutuhkan tatanan
nilai-nilai social yang ada pada masyarakat madani. Tanpa prakondisi
113
institusional yang ditata secara sistematis dan proporsional, tidak ada
suatu jaminan kuat untuk mengembangkan demokrasi yang
sesungguhnya.
Dalam masyarakat madani diasumsikan bahwa proses demokratisasi
sebagai proses politik dorongannya berasal dari perjuangan masyarakat
yang sadar secara etis dan bertanggungjawab atas perbaikan nasibnya
sendiri. Dengan kata lain pada masyarakat madani adanya penekanan
prakarsa dan peran serta anggota masyarakat ketimbang prakarsa dan
peran serta Negara dalam pembentukan subjek-subjek politik (political
subjects) dan pranata social dan politik (social and political institution).
Lebih lanjut menurut Gellner, masyarakat madani bukan hanya
merupakan syarat penting atau prakondisi bagi demokrasi semata, tetapi
tatanan nilai dalam masyarakat madani seperti kebebasan dan
kemandirian juga merupakan sesuatu yang inheren (baik secara internal
dalam hubungan horizontal yaitu hubungan antar sesama warga negara)
maupun secara eksternal (dalam hubungan vertical yaitu hubungan
Negara dan pemerintahan dengan masyarakat atau sebaliknya). Sebagai
perwujudan masyarakat madani secara konkrit dibentuknya berbagai
organisasi-organisasi di luar Negara yang disebut NGO (Non
Government Organization) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
atau inisiatif masyarakat madani. LSM (NGO) tersebut bergerak dalam
berbagai sector atau bidang garapan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat dan penguatan posisi tawar masyarakat terhadap Negara.
Diantara LSM adalah YLBHI (LSM bidang advokasi hokum dan HAM),
WALHI (LSM bidang advokasi lingkungan hidup), YLKI (LSM bidang
advokasi perlindungan konsumen), LAP (LSM bidang advokasi
pendidikan), The Habibie Center (LSM bidang advokasi demokrasi dan
HAM) dan LSM lainnya. Institusi formal masyarakat madani selain LSM
juga terdapat organisasi kemasyarakatan dan keagamaan seperti ICMI,
NU, Muhammadiyah, WALUBI, PGI dan sebagainya.
3. Infrastruktur Politik
Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi
adalah infrastruktur politik. Infrastruktur politik yang terdiri dari partai
politik (political party), kelompok gerakan (movement group) dan
kelompok penekanan (pressure group). Partai politik merupakan struktur
kelembagaan politik yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai dan cita-cita yang sama yaitu memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik dalam mewujudkan kebijakan-
kebijakannya. Pendapat lain mengatakan bahwa partai politik merupakan
organisasi dari aktivitas politik yang berusaha merebut kekuasaan
pemerintah dan merebut dukungan rakyat dalam rangka perjuangan
politik.
Dalam menciptakan dan menegakkan demokrasi dalam kehidupan
kenegaraan dan pemerintahan, seperti yang dikatakan oleh Miriam
Budiardjo partai politik mengemban beberapa fungsi :
114
a). sebagai sarana komunikasi politik
b). sebagai sarana sosialisasi politik
c). sebagai sarana rekrutmen politik
d). sebagai sarana pengatur konflik
Keempat fungsi partai politik tersebut merupakan pengejawantahan dari
nilai-nilai demokrasi yaitu adanya partisipasi, control rakyat melalui
partai politik terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta
adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai.
Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh kelompok gerakan dan
kelompok penekan merupakan perwujudan adanya kebebasan
berorganisasi, kebebasan menyampaikan pendapat dan melakukan
oposisi terhadap Negara dan pemerintah. Hal itu merupakan indicator
bagi tegaknya sebuah organisasi. Kaum cendekiawan, kalangan civitas
akademika kampus (perguruan tinggi), kalangan pers merupakan
kelompok penekan yang banyak melakukan tekanan dan control kepada
eksekutif untuk mewujudkan system demokratis dalam penyelenggaraan
Negara dan pemerintahan. Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh
kelompok gerakan merupakan wujud keterlibatan dalam melakukan
control terhadap kebijakan yang diambil oleh Negara. Dengan demikian
partai politik, kelompok gerakan dan kelompok penekan sebagai salah
satu pilar tegaknya demokrasi.
4. Pers yang Bebas dan Bertanggungjawab
Salah satu peran strategis pers adalah sebagai penyedia informasi bagi
masyarakat yang berkaitan dengan berbagi persoalan baik dalam kaitan
dengan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan maupun masalah yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Kebebasan pers dalam
menyajikan informasi baik berupa kritik maupun sebagai informasi
pembangun hanya dibatasi oleh aspek yuridis dan etika jurnalistik yang
dijunjung tinggi oleh kalangan jurnalis.
Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsi secara maksimal, pers
hendaknya diberikan kebebasan dalam menyajikan informasi. Karena itu
diperlukan adanya jaminan konstitusional dan peraturan perundang-
undangan yang tidak mengebiri peran pers.
Dalam konteks Indonesia, jaminan konstitusional ada pada pasal 28 UUD
1945. Selain itu jaminan kebebasan pers ada pada pasal 19 pernyataan
umum HAM (freedom of information) dan ketetapan MPR
XVII/MPR/1998 tentang HAM dalam kaitan dengan kebebasan pers.
Melalui landasan konstitusional tersebut pers Indonesia dapat menjadi
kekuatan keempat dalam menegakkan kinerja demokrasi yaitu melalui
peran pengawasan terhadap kerja pemerintahan (A. Muis, 2000, 59).
Begitu pula perundang-undangan pers sebagai penjabaran dari pasal 28
UUD 1945 dan pasal 19 pernyataan HAM PBB hendaknya memberikan
jaminan bagi bekerjanya pers nasional secara jujur, bertanggungjawab
dan bebas. Karena lembaga sensor dan bredel menjadi sesuatu yang tidak
signifikan dalam undang-undang pers. (Hidayatullah, 2000)
115
F. MODEL-MODEL DEMOKRASI
Dalam demokrasi mestinya berkembang nilai kesetaraan, keragaman,
penghormatan atas kebebasan, kemanusiaaan atau penghargaan atas hak asasi
manusia, tanggung jawab, kebersamaan dan sebagainya. Disisi lain, sebagai
suatu sistem politik, demokrasi juga mengalami perkembangan dalam
implementasinya. Banyak model demokrasi yang hadir, dan menjadikan
demokrasi berkembang ke dalam banyak model, antara lain karena terkait
dengan kreativitas para aktor politik diberbagai tempat dalam mendesain
praktik demokrasi prosedural sesuai dengan kultur, sejarah, dan kepentingan
mereka.
Dalam sejarah teori demokrasi terletak suatu konflik yang angat
tajam mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis kekuasaan rakyat
(suatu bentuk politik dimana warga negara terlibat dalam pemerintahan
sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu bantuan bagi pembuatan keputusan
(suatu cara pemberian kekuasaan pada pemerintah melalui pemberian suara
secara periodik). Konflik ini telah memunculkan tiga jenis atau model
demokrasi
Pertama, demokrasi partisipatif atau demokrasi langsung, suatu sistem
dimana pengambilan keputusan tentang permasalahan umum melibatkan
warga negara secara langsung . Ini adalah tipe demokrasi “ asli ” yang terdapat
di Athena.
Kedua, demokrasi liberal atau demokrasi perwakilan, seatu sistem
pemerintahan yang menggunakan “pejabat” yang dipilih untuk “mewakili”
kepentingan atau pendapat warga negara dalam daerah-daerah yang terbatas
sambil tetap menjunjung tinggi “aturan hokum”.
Ketiga, demokrasi yang didasarkan atas model satu partai. Model-model
demokrasi berikut ini menurut David Held:
1. Model I (Demokrasi Klasik)
Prinsip penelitiannya adalah warga negara seharusnya menikmati
kesetaraan politik agar mereka bebas memerintah dan diperinttah secara
bergiliran.
2. Model II (Republikanisme Protektif)
Prinsip penelitiannya adalah merupakan sebuah kondisi yang terpenting
bagi kebebasan pribadi; jika para warga negara tidak menguasai mereka
sendiri, mereka akan didominasi oleh orang lain.
3. Model IIa (Republikanisme dan Perkembangan)
Prinsip penelitiannya adalah para warga negara harus menikmati
persamaan politik dan ekonom agar tak seorang pun yang dapat menjadi
penguasa bagi yang lain dan semuanya dapat menikmati perkembangan
dan kebebasan yang sama dalam proses tekad diri bagi kebaikan sesama.
4. Model III (Demokrasi Protektif)
Prinsip penelitiannya adalah penduduk membutuhkan perlindungan dari
para pemimpin, begitu pula dari sesamanya, untuk memastikan bahwa
mereka yang memimpin melaksanakan kebajikan-kebajikan yangg
116
sepadan dengan kkepentingan-kepentingan penduduk secara
keseluruhan.
5. Model IIIa (Demokrasi Developmental)
Prinsip penelitiannya adalah partisipasi ddalam kehidupan politik
penting tidak hanya baagi perlindungan kepentingan individu, namun
juga bagi pembentukan rakyat yang tahu, mengabdi, dan berkembng.
Keterlibatan politik penting bagi peningkatan kapasitas individu yang
tertinggi dan harmonis.
6. Model IV (Demokrasi Langsung dan Akhir dari Politik)
Prinsip penelitiannya adalah ‘pembangunan yang bebas dari semuanya
hanya dapat diraih dengan pembangunan yang bebas dari setiap orang.
Kebebasan membutuhkan berakhirnya eksploitasi dan terutama
kesetaraan politik ekonomi yang benar-benar lengkap; hanya kesetaraan
yang dapat menjamin keadaan-keadaan yang diperlukan untuk
merealisasikan kemampuan manusia sehingga setiap orang dapat
memberi sesuai dengan kemampuannya dan menerima apa yang mereka
butuhkan.
7. Model V (Demokrasi Kompetisi Elite)
Prinsip penelitannya adalah metode pemilihan elite politik yang terampil
dan imajinatif yang mampu mengambil keputusan-keputusan yang
diperlukan dalam legislatif dan administratif, hambatan bagi
kepemimpinan yang berlebihan.
8. Model VI (Demokrasi Pluralisme)
Prinsip penilaiannya menjamin pemerintahan oleh minoritas dan, dengan
demikian, kebebasan politik penghambat tumbuhnya faksi-faksi dengan
kekuasaan berlebihan dan negara yang tidak responsif.
9. Model VII (Demokrasi Legal)
Prinsip penilaiannya mayoritas merupakan sebuah cara yang efektif dan
selalu diperlukan untuk menjaga individu-individu dari kesewenang-
wenangan pemerintah dan mempertahankan kebebasan.
10. Model VIII (Demokrasi Partisipatif)
Prinsip penilaiannya adalah sebuah hak yang sama pada kebebasan dan
pengembangan diri hanya dapat diperoleh dalam sebuah ‘masyarakat
partisipatif’, sebuah masyarakat yang membantu perkembangan sebuah
keampuhan nilai politik, memelihara sebuah urusan terhadap masalah-
masalah kolektif dan menyumbangkan pada formasi warga negara yang
berpengetahuan yang mampu menerima sebuah kepentingan tetap dalam
proses memerintah.
11. Model IX (Demokrasi Deliberatif)
Prinsip penilaiannya adalah dengan persyaratan kelompok politik yang
dilakukan dengan kesepakatan warga negara yang bebas dan berdasarkan
pada nalar.
12. Model X (Otonomi Demokrasi)
Prinsip penilaiannya adalah orang-orang atau masyarakat harus
menikmati hak yang setara dan selanjutnya, kewajiban yang setara dalam
117
spesifikasi kerangka kerja politik yang menciptakan dan membatasi
kesempatan-kesempatan yang disediakan oleh masyarakat.
13. Model Xa (Demokrasi Kosmopolitan)
Prinsip penelitiannya adalah dalam dunia yang penuh dengan hubungan
global dan regional yang semakin intensif, dengan ‘komunitas nasib’
yang saling melengkapi, prinsip otonomi membutuhkan sebuah
penegakan dalam jaringan-jaringan regional dan global maupun
pemerintahan lokal dan nasional.
Model-model lain dari demokrasi sebagai berikut :
1. Demokrasi Liberal yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-
undang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu
yang ajeg.
2. Demokrasi Terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan
mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing
sebagai kendaraan unyuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi Sosial adalah demokrasi yang menaruh kepedulian kepada
keailan sosial dan egalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh
kepercayaan politik.
4. Demokrasi Partisipasi, yang menekankan hubungan timbal balik antara
penguasa dan yang dikuasai.
5. Demokrasi Konstitusional, yang menekankan proteksi khusus bagi
kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat
diantara elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.
6. Demokrasi Langsung, terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya
pada suatu negara dilakukan secara langsung.
Demokrasi Tidak langsung, terjadi bila untuk mewujudkan
kedaulatannya rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pihak
eksekutif, melaikan melalui lembaga perwakilan. (“Model-Model
Demokrasi,” 2015)
G. Prinsip-Prinsip dan Parameter Demokrasi
Pemahaman terhadap demokrasi biasanya dilakukan dengan dua
cara, yakni pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empiric.
Dalam pemahaman secara normative, demokrasi merupakan sesuatu yang
secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara,
misalnya dalam arti harfiah lewat ungkapan “Pemerintah dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.” Sedangkan makna demokrasi secara empiric adalah
demokrasi yang terwujud dalam kehidupan politik praktis yang disebut juga
demokrasi procedural (procedural democracy), melihat demokrasi
senyatanya, yaitu bagaimana nilai-nilai ideal itu dijalankan.(Afan Gaffar,
2004)
Bagian pertama hasil penelitian ini, menjelaskan demokrasi dari
sudut pandang yang pertama, dan pada bagian selanjutnya dari sudut pandnag
yang kedua, sehingga keseluruhan nilai-nilai dan pengalaman sosial budaya
yang membentuk pola ciri tingkah laku demokrasi masyarakat sebagai bagian
dari budaya demokrasi (plano, 1989 : 53, 166-167) akan bisa diungkapkan.
118
Nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan budaya tidak terlepas dari kedudukan
dilematis seperti yang diungkapkan Dahl, yaitu antara otonomi di satu pihak
dan kontrol di pihak yang lain.(Pelly, 1993) Untuk mengetahui bagaimana
nilai-nilai demokrasi dalam kebudayaan kiranya dapat dilihat melalui
kerangka unsur/isi kebudayaan seperti yang diajukan oleh koentjaraningrat
(1987:2) yaitu 1) sistem religi dan upacara keagamaan, 2) sistem dan
organisasi kemasyarakatan, 3) sistem pengetahuan, 4) bahasa, 5) kesenian, 6)
sistem mata pencaharian hidup, serta 7) sistem teknologi dan peralatan.
Beberapa parameter yang menandakan nilai-nilai demokrasi tetap
hidup dan berkembang dalam masyarakat yang erat kaitannya dengan
keunggulan kebudayaan bali adalah (1) Penghargaan terhadap hak-hak
individu (kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan berkumpul,
kebebasan beragama); (2) mengindahkan tata karma (Fatsoen) politik; (3)
Semangat kerja sama; (4) Adanya rotasi kekuasaan dan pergantian pemimpin
secara berkala; (5) Kesetaraan dan penghargaan atas hak-hak warga; (6)
Toleransi dalam perbedaan pendapat; (7) Transparansi dan akuntabilitas
pemegang kekuasaan; dan (8) Partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik.
Nilai-nilai demokrasi dalam tulisan ini hanya difokuskan pada ranah
tiga unsur/isi kebudayaan yang pertama, yaitu : (1) sistem religi dan upacara
keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, serta (3) sistem
pengetahuan.
H. Islam dan Demokrasi
Ketika istilah “Demokrasi” dipakai sebagai salah satu sistem politik
dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, maka terjadilah
perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Istilah ini telah diterima oleh
mayoritas pemerintahan di dunia. Pemerintah otoriter pun menggunakan
istilah “demokrasi” untuk memberi ciri kepada rezim dan aspirasi mereka.
Konsekuensinya adalah menjamurnya penggunaan kata demokrasi, seperti
demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi kerakyatan, demokrasi
sosial, dll, dalam mengatur tatanan bernegara.
Barangkali sudah menjadi ‘Keharusan akademik” belaka ketika
Gellner “Menemukan” bahwa Islam mempunyai kesamaan unsur-unsur dasar
family resemblences dengan demokrasi. Demikian pula ketika Robert N.
Bellah sampai pada kesimpulan bahwa penyelenggaraan pemerintah yang
dikembangkan Nabi Muhammad di Madinah bersifat egaliter dan partisipatif.
Demikian terkesannya Bellah sehingga berani menilai bahwa apa yang
dilakukan Nabi adalah terlalu modern untuk zamannya. Meskipun karena
tipisnya sumberdaya lebih pada infrastruktur politik yang diperlukan yang
dimiliki, rekaya demokratis (Demokratic Enginering) gagal untuk di
pertahankan. It was too modern to succeed.(Bellah, 1991)
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa agama merupakan instrument
ilahi untuk memahami dunia. Manusia memerlukan pegangan dalam
mengurangi kehidupan dunia. Dalam kerangka ini, Islam tidak mempunyai
kesulitan untuk menerima premis seperti itu. Salah satu utamanya adalah sifat
ada-dimana-mananya Islam (omnipresence). Artinya, dimanapun umat Islam
119
berada, Islam hendaknya dijadikan sebagai petunjuk bagi perbuatan
mereka.(Effendy, 2011)
Namun hal yang haru selalu diingat bahwa semenjak berdiri, Islam
meliputi 2 asepek, yaitu aspek agama dan aspek masyarakat atau politik.
Berdasarkan itu maka Islam tidak mengenal dinding pemisah antara yang
bersifat spiritual dan temporal, tetapi mencakup kedua segi tersebut. Islam
merupakan agama yang memberikan panduan (etik) bagi setiap aspek
kehidupan. Islam yang berdasarkan syariah harus berdasarkan 4 prinsip, yaitu
(1) mengakui kedaulatan Tuhan; (2) menerima otoritas Nabi Muhammad; (3)
memiliki status wakil Tuhan; (4) dan menerapkan syariah. Sehubungan hal
tersebut, maka dalam negara pemegang kedaulatan sesungguhnya berada
pada Tuhan.
Ada tiga karakteristik utama lain dalam demokrasi selain kekuasaan
di tangan rakyat. Pertama, kedudukan terhadap undang-undang. Artinya
setiap anggota masyarakat menantinya sebagai sebuah undang-undang yang
sama rata. Inilah nilai positif dari demokrasi dari segi prinsip. Kedua,
demokrasi menjunjung tinggi dan menjamin hak asasi manusia dan
kebebasannya. Ketiga, demokrasi memisah kekuasaan menjadi tiga seperti
yang telah dijelaska, sehingga tidak ada salaha satu penguasa yang dominan.
Para pelaku demokrasi pun tidak bersikeras mempersoalkan bahwa kekuasaan
di tangan syariat, namun mereka menentang habis-habisan jika kekuasaan
dipegang oleh seorang penguasa yang tirani dan dictator. Konsep seperti ini
pun juga sesuai sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 4.
Itu artinya prinsip, yaitu syura yang menentang kediktatoran dapat masuk
dalam sistem demokrasi yang sama-sama menentang kediktatoran. Standar
yang diajarkan Allah terletak pada esensi dan prinsip. Keduanya berasal dari
sumber yang tersucikan dari intervensi peradaban dan kebudayaan yaitu
wahyu ilahi yang suci. Esensi dan prinsip politik yang tidak boleh berubah itu
adalah nilai Islam, bukan sistem dan bentuknya.(Thahlah, 2002)
Inti dari demokrasi tersebut adalah ketika masyarakat memilih
pemimpinnya sendiri. Mereka tidak boleh dipaksa untuk dipimpin seorang
yang mereka benci atau sistem yang tidak mereka ingini. Mereka pun punya
hak untuk mengkritik pemerintah jika dianggap salah, hingga melakukan
pergantian jika pemimpin tersebut telah melenceng dari peraturan perundang-
undangan yang ada. Dr. Abdul Aziz Izzat Al-Khayyat menyebutkan ada enam
irisan antara demokrasi dan Islam, yaitu sebagai berikut.(Khayat, 2004)
1. Pemilihan pemimpin dengan pemilu oleh masyarakat
2. Menolak seluruh bentuk pemerintahan otoriter, tirani, atau rasis, dan
teokrasi. Islam bukanlah agama kependetaan, dan tidak ada pula
pendeta-pendeta agama, karena yang ada hanyalah para ulama dan
ahli fiqih
3. Membolehkan multi partai. Dalam Islam, keberagaman partai diakui
4. Mengakui kepemilikan pribadi sesuai syura
5. Memberikan kebebasan publik
120
6. Memilih wakil-wakil rakyat untuk mempersentasikan aspirasi
mereka.
Pandangan-pandangan dasra modernism demokrasi khusunya yang
menyangkut sikapnya bahwa ijtihad harus digalakkan dalam menghadapi
situasi yang berubah, dan pandangan yang positif dalam memandang
keberagaman merupakan sebuah dasar yang menjadi motif pembentukan
partai politik modern. Motif-motif para pendirinya pun juga didorong oleh
keinginan untuk menyatukan potensi kekuatan politik Islam kedalam sebuah
kekuatan politik yang lebih besar, kuat dan berpengaruh. Motif yang demikian
ini juga dipengaruhi oleh keadaan dimana kelompok-kelompok non Islam
yang telah menyusun kekuatan yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
10 Istilah Politik dan Demokrasi Yang Perlu Kita Tahu. (n.d.).
Alav, Ö. (2016). Demokrasi. Vatandaşlık Bilgisi, 177–201.
https://doi.org/10.14527/9786053184034.07
Bellah, R. N. (1991). Islamic Tradition and The Problem of Modernization
(University). California.
Davies, N. (1996). Europe: A History. Oxford University Press.
Effendy, B. (2011). Islam: Eksistensi Agama dalam Politik Indonesia (Kanisius).
Yogyakarta.
Gaffar, Afan. (2004). Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gaffar, Affan. (2000). Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hidayatullah, T. P. I. S. (2000). Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta:
IAIN Jakarta Pers.
Hoppe, H.-H. (2011). Democracy The God That Failed: The Economics and Politics
of Monarchy,Democracy,and Natural Order. Transaction Publisher.
Johnston, D. M. R. W. M. (2008). The Historical Foundations of World Order.
Leiden: Martinus Nijhoff Publishers.
Khayat, A. A. I. AL. (2004). An Nizham As Siyasi fi Al Islam (Dar As Sal). Kairo.
Model-Model Demokrasi. (2015).
Pelly, U. (1993). Demokrasi dalam Kehidupan Budaya (Gadjah Mada University,
Ed.). Yogyakarta.
Saepuloh M.Si, A. (2017). PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
DI PERGURUAN TINGGI ISLAM (E. S. A. HERMAWAN, Ed.). BANDUNG:
BATIC PRESS BANDUNG.
Sugiono, D. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (4th ed.).
JAKARTA: PT. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA.
Thahlah, M. M. (2002). Rekontruksi Pemikiran Menuju Gerakan Islam Modern
(Intermedia). Surakarta.
Ubaedillah, A. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila,
121
Demokrasi dan Pencegahan Korupsi. Jakarta: Prenada Media Group.
VirtualBox - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (n.d.).
Bermimpi,
Muhammad
1. Berusaha, 08974137402
Khadafi
Berdoa
Revita Arintya
2. Jalanin Aja 089652462451
Putri
Fastabiqul
3. Salma Hanifah 08157172106
Khoirot
122
PROFIL PENULIS
BAB VII
PEMERINTAHAN DAN HUBUNGAN SIPIL – MILITER
KELOMPOK 07
KELAS
SCOR BOOK
80 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
P. Pengertian Pemerintah dan Pemerintah Menurut Para Ahli
Pengertian Pemerintahan
Tata tingkah laku atau tindakan yang baik didasarkan pada kaidah-
kaidah tertentu untuk pengelolaan masalah-masalah public dalam
kehidupan seharian.(Gatara FH, 2012)
Pengertian Pemerintahan Menurut Para Ahli
1. C.F. Strong
Menjelaskan pemerintahan dalam arti luas sebagai aktivitas
badan-badan publik yang terdiri dari kegiatan-kegiatan eksekutif,
legislative dan yuridis dalam upaya mencapai tujuan sebuah negara.
Dalam arti yang sempit, beliau mengungkapkan bahwa
pemerintahan merupakan segala bentuk kegiatan badan public dan
hanya terdiri dari badan eksekutif.
2. S. T. Simorangkir
123
Mengemukakan pemerintahan sebagai alat negara yang
menjalankan tugas dan fungsi dari pemerintah.
3. A. Brasz
Pemerintahan ialah ilmu yang mempelajari bagaimana cara
lembaga umum disusun & di fungsikan dengan baik secara ekstern
& intern terhadap warga negaranya (24 Pengertian Pemerintahan
Menurut Para Ahli, n.d.)
124
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda demi terbangunnya suatu consensus menyeluruh dalam hal
apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat consensus dalam
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semuawarga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka
4. Sistem Pemerintahan
127
Sistem Pemerintahan sesungguhnya lebih berfokus pada seberapa
besar peran, kedudukan, dan kewenangan antara lembaga legislatif
dan eksekutif serta rakyat.
a. Sistem Pemerintahan Parlementer
Menurut (Syafiie, 2011), sistem parlementer digunakan untuk
mengawasi eksekutif oleh legislatif, jadi kekuasaan parlemen lebih
besar dari pada eksekutif. Lebih lanjut diuraikan (Syafiie, 2011),
sistem menggambarkan keadaan dimana lembaga eksekutif
bertanggungjawab kepada lembaga legislatif membutat lembaga
eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif melalui mosi tidak
percaya. Akan tetapi karena eksekutif (perdana menteri) memiliki
kedudukan yang kuat karena berasal dari suara mayoritas
parlemen, maka perdana menteri sulit untk dijatuhkan.
Sistem parlementer mempunyai kriteria adanya hubungan
antara legislatif dengan eksekutif, dimana satu dengan yang lain
dapat saling mempengaruhi.
Ciri – Ciri sistem Pemerintahan Parlementer :
1. Kepala negara hanya mempunyai kekuasaan nominal. Hal ini
berarti bahwa kepala negara hanya merupakan lambang / simbol
yang hanya mempunyai tugas-tugas yang bersifat formal,
sehingga pengaruh politiknya terhadap kehidupan negara
sangatlah kecil.
2. Pemegang kekuasaan eksekutif yang sebenarnya/ nyata adalah
perdana menteri bersama-sama kabinetnya yang dibentuk
melalui lembaga legislatif/ parlemen; dengan demikian kabinet
sebagai pemegang kekuasaan eksekutif riil harus bertanggung
jawab kepada badan legislatif/parlemen dan harus meletakkan
jabatannya bila parlemen tidak mendukungnya.
3. Badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode yang
saat pemilihannya ditetapkan oleh kepala negara atas saran dari
perdana menteri. (Yani, n.d.)
b. Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial atau disebut juga dengan
sistem kongresional adalah sistem pemerintahan dimana badan
eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen.
Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti
dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh
rakyat secara terpisah. Sistem presidensial tidak mengenal adanya
lembaga pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara
dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang kekuasaan,
yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal
diformulasikan sebagai ”Trias Politica” oleh Montesquieu.
128
Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk
masa kerja yang lamanya ditentukan konstitusi. Konsentrasi
kekuasaan ada pada presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri adalah
pembantu presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada
presiden.
Berikut ini merupakan ciri-ciri dari Sistem Pemerintahan
Presidensial, antara lain
Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan
sekaligus kepala negara.
Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi
rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan
perwakilan rakyat.
Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang
memimpin departemen dan non-departemen.
Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan
eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet
bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab
kepada parlemen atau legislatif.
Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu
dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam
sistem parlementer.
Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga
perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat. (MAKALAH
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL, n.d.)
T. Mengenal Militer dan Politik
Militer merupakan sebuah organisasi yang paling sering melayani
kepentingan umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi
sasaran usaha-usaha organisasi itu. Militer adalah sesuatu profesi
sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu pekerjaan di
dalamnya, namun ia juga bersifat memaksa karena para anggotanya
tidak bebas untuk membentuk suatu perkumpulan sukarela melainkan
terbatas kepada suatu situasi birokrasi.
Militer selama berjalannya sistem demokrasi di Indonesia selalu
mengiringi perjalanan tersebut. Bahkan dalam beberapa kesempatan
militer sangat mempengaruhi proses politik yang ada di Indonesia.
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk,
atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses
129
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam
negara, Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal
dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga
dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan dan negara
politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik. (Mardiansyah, n.d.)
130
1. Military overreach, yaitu militer menguasai berbagai aspek
kehidupan masyarakat seperti pada masa orde baru; yang
2. Subjective civilian control, yaitu kontrol subyektif pemerintahan
sipil terhadap militer seperti yang terjadi pada masa Demokrasi
Terpimpin dan Demokrasi Parlementer;
3. Pemisah rakyat dari ABRI
Dalam sejarah Indonesia, dikotomi sipil-militer bukanlah satu isu
baru. Jika sejauh ini ABRI terkesan tidak suka dan selalu mengelak
adanya dikotomi sipil-militer di Indonesia, sikap semacam itu tidak
lepas dari penafsiran diri ABRI dalam konteks sejarah Indonesia.
ABRI juga mudah curiga kepada cendekiawan, seniman, aktivis
LSM dan kalangan intelektual lain yang memang selalu sangat
antusias memperbincangkan hubungan sipil-militer, yang selalu
melemparkan isu-isu demokratisasi, kebebasan berpendapat dan
HAM.
Namun, benar juga bahwa hal ini lalu membuat penafsiran terhadap
batas-batas antara ranah politik dan perang, antara tugas-tugas sipil
dan militer, makin tidak jelas. Antara perang dan politik ibarat dua
sisi pada sekeping mata uang. Perang adalah jalan lain dari politik.
Ini lah yang terjadi pada awal pembentukan Indonesia.
Sejak awal kelahirannya ABRI tidak pernah mempersoalkan
presiden dari kalangan sipil dan tidak mendesakkan tampilnya
pimpinan nasional dari kalangan militer. Dalam sejarahnya
Panglima Besar Soedirman memberikan keteladanan dalam
membentuk sikap TNI yang mengakui pemerintahan di tangan sipil.
Untuk itu dibuktikan oleh Panglima Besar Soedirman ketika
kembali ke Yogyakarta dari medan perjuangan bergerilya, TNI tetap
mengakui kekuasaan tertinggi berada di tanga Presiden Soekarno.
Satu hal yang perlu kita (baik militer maupun sipil)
refleksikan bahwa militer Indonesia telah berkembang menjadi
militer profesional. Dunia kemiliteran telah berkembang menjadi
dunia profesional, yang bekerja dan mengembangkan solidaritas
tidak hanya atas dasar “semangat patriotisme” tapi atas dasar
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan
khusus (profesi) yang terkait dengan kependidikan.
Namun, hal ini tidak berarti militer kehilangan peran politiknya.
Peran politik TNI, menurut saya, tidak boleh melebihi fungsi
dasarnya yaitu pertahanan-keamanan negara, dan hal itu kini bisa
ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Peran tersebut cukup
diletakkan pada tataran “kebijakan” (policy) di tingkat pusat, dan
tidak perlu diterjemahkan lebih jauh dengan konsep kekaryaan
seperti pada masa Orde Baru. Dengan demikian, militer bukan lah
131
institusi untuk merintis karier politik dan meraih insentif ekonomi
melalui model kekaryaan. Jika ada militer yang ingin menjadi
bupati, gubernur, menteri bahkan presiden, maka harus melepas
jaket hijau – lorengnya. Mereka adalah warga sipil, sehingga jabatan
politik yang didudukinya bukan dalam kerangka doktrin dwifungsi,
tapi sebagai hak politik setiap warga negara. Fungsi pertahanan
keamanan sebagai TNI professional itu juga menuntut TNI untuk
hanya punya komitmen dan tangung jawab moral terhadap
eksistensi dalam mengembangkan pendirian itu TNI harus selalu
berpedoman pada Panca Sila dan Sapta Marga serta Sumpah Prajurit
yang secara hakiki berarti bahwa TNI harus selalu memperhatikan
berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Yang
sekarang diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini
secara konsisten dan sabar serta memelihara hasilnya secara terus
menerus. Hubungan Sipil-militer yang dihasilkan kemudian akan
merupakan faktor positif dalam perwujudan Ketahanan nasional
Indonesia, termasuk pembinaan daya saing nasional bangsa kita.
(Nalang, n.d.)
132
DAFTAR PUSTAKA
133
Nalang. (n.d.). Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia. http://makalah-
jadi.blogspot.com/2016/01/pemerintahan-sipil-dan-militer-di.html
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Nabila Hidup Adalah 087824212683
Choerunisa Ujian maka
hadapi ujian itu
134
4. Sidik Mati 081224741821
Ramdhan khusnulkhotimah
135
BAB VIII
HAM DAN PERKEMBANGANNYA
KELOMPOK 8
KELAS E.S 2-B
SCOR BOOK
82 VERY GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
136
pelaksanaan hak bila disertai dengan pelaksanaan kewajiban. Hal itu berarti antara
hak dan kewajiban merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam perwujudan
nya. Karena itu ketika seseorang menuntut hak juga harus melakukan kewajiban.
Adapun menurut Jan Matterson (dari komisi HAM PBB) , Hak asasi adalah hak-
hak yang melekat pada setiap manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa Hak asasi manusia adalah hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati
(mansyur effendi,1944) (Hal 200)
Dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 1 disebutkan bahwa “HAM
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
mahkluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati ,
dijungjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM , dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri
pokok hakikat HAM yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan ,dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis ;
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin,ras,agama,etnis,pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa;
c. HAM tidak bisa di langgar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
alaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM (Manshour Fakih,2003). (hal 201)(A. Gunawan R. Chakti
dan Dr. Baso Madiong, S.H., 2018)
Hak asasi yaitu hak yang bersifat asasi artinya hak yang dimiliki manusia menurut
kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat
suci.(Koentjoro, 2014)
Sedangkan G.J Wolhoff mengatakan hak-hak asasi manusia adalah sejumlah hak
yang seakan-akan berakar dalam tabiat setiap pribadi manusia, justru karena
kemanusiaannya yang tidak dapat dicabut oleh siapapun karena bila dicabut akan
hilang kemanusiaannya.(Darmodiharjo, 1990)
Setiap manusia memiliki hak asasi yang setara dengan manusia lain, karena
dirinya adalah manusia. Hak asasi manusia melekat pada manusia, individual dan
otonom, hak asasi manusia ada dalam setiap pribadi manusia tanpa perantara
hubungan-hubungan sosial. Oleh karena itu hak asasi manusia bersifat individual:
(Seorang manusia yang terisolasi pada prinsipnya mempunyai hak asasi
manusia)(Rhoda E, 2000)
Dalam termonologi fiqih, hak berarti sesuatu kekhususan yang ditetapkan oleh
syara’ dalam bentuk kekuasaan atau tanggung jawab. Dengan demikian, menurut
137
bahasa asalnya, kata hak tidak hanya bermakna sesuatu yang bisa diambil, tetapi
juga mengandung arti sesuatu yang harus diberikan.(Ikhwan, 2007)
X. Hakikat HAM
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi
kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara. Berdasarkan beberapa
rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa
sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM). Istilah pelanggaran HAM Berat tidak identik dengan suatu pelanggaran
HAM, misalnya hak hidup, hak untuk menyampaikan pendapat, hak untuk
mendapat pekerjaan, yang sangat berat. Istilah Pelanggaran HAM Berat
merupakan terjemahan dari konsep Kejahatan Internasional (International
Crimes).(Kompasiana, 2015)
Y. Prinsip-prinsip HAM
1. Bersifat Universal (universality) Beberapa moral dan nilai-nilai etik tersebar di
seluruh dunia.Negara dan masyarakat di seluruh dunia seharusnya memahami dan
menjunjung tinggi hal ini. Universalitas hak berarti bahwa hak tidak dapat berubah
atau hak tidak dialami dengan cara yang sama oleh semua orang
2. Martabat Manusia (human dignity) Hak asasi merupakan hak yang melekat,
dan dimiliki setiap manusia di dunia.Prinsip HAM ditemukan pada pikiran setiap
138
individu, tanpa memperhatikan umur, budaya, keyakinan, etnis, ras, jender, orienasi
seksual, bahasa, kemampuan atau kelas sosial.setiap manusia, oleh karenanya, harus
dihormati dan dihargai hak asasinya. Konsekuensinya, semua orang memiliki status
hak yang sama dan sederajat dan tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan
tingkatan hirarkis.
3. Kesetaraan (equality) Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan
menghormati martabat yang melekat pada setiap manusia. Secara spesifik pasal 1
DUHAM menyatakan bahwa : setiap umat manusia dilahirkan merdeka dan sederajat
dalam harkat dan martabatnya.
4. Non diskriminasi (non-discrimination) non diskriminasi terintegrasi dalam
kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak seorangpun dapat meniadakan hak
asasi orang lain karena faktor-faktor luar, seperti misalnya ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lainnya, kebangsaan, kepemilikan,
status kelahiran atau lainnya.(Abubakar et al., 2009)
5.Tidak dapat dicabut (inalienability) Hak-hak individu tidak dapat direnggut,
dilepaskan dan dipindahkan.
6. Tak bisa dibagi (indivisibility) HAM-baik hak sipil, politik, sosial, budaya,
ekonomi-semuanya bersifat inheren, yaitu menyatu dalam harkat martabat manusia.
Pengabaian pada satu hak akan menyebabkan pengabaian terhadap hak-hak lainnya.
Hak setiap orang untuk bisa memperoleh penghidupan yang layak adalah hak yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi: hak tersebut merupakan modal dasar bagi setiap orang
agar mereka bisa menikmati hak-hak lainnya seperti hak atas kesehatan atau hak atas
pendidikan.
7. Saling berkaitan dan bergantung (interrelated and interdependence) Pemenuhan
dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya, baik secara
keseluruhan maupun sebagian. Contohnya, dalam situasi tertentu, hak atas pendidikan
atau hak atas informasi adalah saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu
pelanggaran HAM saling bertalian; hilangnya satu hak mengurangi hak lainnya.
8. Tanggung jawab negara (state responsibility) Negara dan para pemangku
kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak asasi.Dalam hal ini, mereka
harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam
instrumen-instrumen HAM. Seandainya mereka gagal dalam melaksanakan tanggung
jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara
layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan yang kompeten atau
adjudikator (penuntu) lain yang sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang
berlaku.(Patani, 2016)
139
dimiliki individu tidak dapat berlaku dan berfungsi karena setiap manusia
mementingkan dirinya sendiri. Untuk mengatasi nya maka haruslah
mengambil tindakan berdasarkan power dan security yang dimiliki di dalam
rangka menjaga kepentingan nasional.
(2) Teori Relativitas
Berpandangan bahwa nilai moral dan budaya bersifat partikular (khusus).
Dalam kaitan dengan penerapan HAM , menurut teori ini ada 3 model
penerapan HAM :
a. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak sipil , hak politik dan
hak pemikiran pribadi.
b. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak ekonomi dan hak
sosial.
c. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak penentuan nasib
sendiri dan pembangunan ekonomi.
(3) Teori Radikal Universalitas
Berpandangan bahwa semua nilai termasuk nilai HAM adalah bersifat
universal dan tidak bisa di modifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan
budaya dan sejarah suatu negara. Dengan demikian pemahaman dan
pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku sama dan universal bagi semua
negara dan bangsa.(A. Gunawan R. Chakti dan Dr. Baso Madiong, S.H.,
2018)
Dengan demikian , masalah keadilan yang merupakan inti dari hukum alam
menjadi pendorong bagi upaya penghormatan dan perlindungan harkat dan
martabat kemanusiaan universal. (hal 202)
140
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (deklarasi
perancis) dimana ketentuan hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat di dalam
The Rule Of Law yang antara lain berbunyi “tidak boleh ada penangkapan dan
penahanan yang semena-mena termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah
dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yag sah.
Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent yang artinya orang-
orang yang ditangkap , kemudian di tahan dan di tuduh , berhak dinyatakan
tidak bersalah , sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap yang menanyakan ia bersalah.(hal 203)
141
Generasi keempat adalah pemikiran HAM yang di pelopori oleh
negara-negara di kaasan asia pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang
disebut Declaration Of The Basic Duties Of Asia People And Goverment.
Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi ketiga , karena tidak saja
mencakup tuntutan struktural tetapi juga berpihak karena terciptanya tatanan
sosial yang berkeadilan (hal 205)
Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan HAM dalam
kaitan dengan pembangunan sebagai berikut :
Hal tersebut sangat penting dalam kaitan dengan HAM adalah adanya
perubahan mndasar dan signifikan terhadap sistem pemerintahan dari sistem
presidensil menjadi parlementer,sebagaimana yang tertuang dalam Maklumat
Pemerintahan tanggal 14 November 1945. (hal 209-210)
b. Periode 1950-1959
Ada beberapa aspek dalam tata negara ini :
Pertama semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragamnya
ideologi masing-masing.
Ketiga pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam
suasana kebebasan , fair (adil) dan demokratis.
143
Kelima pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan
dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruangan kebebasan. (hal
211)
c.Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem
demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem
parlementer . Dalam kaitan nya dengan HAM , telah terjadi pemasungan hak
asasi masyarakat yaitu hak sipil dan hak politik seperti hak untuk berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Dengan kata lain telah
terjadi sikap restrikrif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan) terhadap hak
sipil dan hak politik warga negara.
d.Periode 1966-1998
Pada masa aal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang
HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM
, pembentukan komisi dan pengadilan HAM untuk lingkup Asia.
Sedangkan pada HAM tahun 1970-1980 pemikiran elit penguasa
pada masa ini sangat diarnai oleh sikap penolakan nya terhadap HAM sebagai
produk barat dan individualistik serta bertentangan dengan paham
kekeluargaan yang dianut bangsa indonesia. Pemerintah pada periode ini
bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang
umumnya restriktif terhadap HAM (hal 212-213)
e.Periode 1998-sekarang
Ada canangan program “Reaksi Aksi Nasional HAM” pada 15
agustus 1998 yang didasarkan pada 4 pilar yaitu :
1. Persiapan pengesahan perangkat international di bidang HAM.
2. Desiminasi informasi dan pendidikan bidang HAM.
3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM.
144
Maklumat-maklumat yang ia keluarkan sebagai jawaban terhadap tudingan
Belanda akan eksistensi pemerintah Indonesia merdeka sebagai
pemerintahan yang tidak Demokratis dan boneka Jepang. di dalam
maklumat tersebut memuat kebijakan yang Demokratis dan Penghormatan
pada HAM. Perkembangan politik pada tahun-tahun berikutnya, terutama
setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai Demokrasi
terpimpinnya Soekarno, Pemerintah Orde Lama mengalami Degradasi
politik yang luar biasa, derita rakyat tidak saja pada aspek ketidakmerataan
ekonomi dan kemiskinan, tetapi juga pengekangan pada kebebasan hak
sipil dan hak politik. Selama 7 tahun (1959-1966), system politik dan
bangunan Negara hukum Indonesia yang berdiri diatas pondasi UUD 1945
yang rapuh dan sangat minim menjamin HAM.(Akbar, 2016)
145
Pemerintahan Soeharto melakukan hegemonisasi paham melalui
pendidikan formal dan informal. Materi pelajaran Pancasila,Kewiraan,
Sejarah, Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah
Pertama(SMP), Sekolah Menengah Umum(SMU), dan Perguruan Tinggi
diisi dengan doktrin-doktrin yang mengarahkan peserta didik menjahui
pengetahuan, pemahaman dan kesadaran HAM Universal, serta
menanamkan paham-paham HAM politis particular.
Politik Hukum HAM di era Reformasi yang notabene adalah era awal
Demokrasi ditandai juga oleh pembentukan dan penguatan institusi-
institusi perlindungan HAM, seperti penguatan Komnas HAM,
pembentukan Mahkamah Konstitusi(MK), Komnas Perempuan, Komnas
HAM anak, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Pembentukan
dan penguatan institusi institusi tersebut ditujukan agar penghormatan,
perlindungan dan penegakan terhadap HAM dapat di lakukan lebih kuat
dan lebih baik, terutama mencegah Negara mengulangi kesalahan
melakukan pelanggaran HAM sebagaimana terjadi pada era kekuasaan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
148
ham-langkah-untuk-penyebar-luasan-informasi-ham
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Raden Mempermudah 0895614945568
Muhammad Surya hidup dan jangan
Jaya Sentosa mempersulit
orang
149
BAB (SESUAI URUTAN KELOMPOK)
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA
KELOMPOK 9
EKONOMI SYARIAH 19’B
SCOR BOOK
80 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wawasan Nusantara dan Geopolitik
1. Pengertian Wawasan Nusantara
Pengertian wawasan Nusantara dapat diartikan secara
etimologis dan terminologis. Secara etimologis, Wawasan Nusantara
berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan berasal dari kata
wawas (bahasa Jawa) yang berarti pandangan, tinjauan, dan
penglihatan indrawi. Selanjutnya , muncul kata wawas yang yang
berarti memandang, meninjau, atau melihat. Wawasan artinya
pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi,. Wawasan berarti
pula cara pandang atau cara melihat.
Secara etimologis, kata “nusantara” tersusun dari dua kata,
“nusa” dan “antara”. Kata “nusa” dalam bahasa Sansekerta berarti
pulau atau kepulauan. Sedangkan dalam bahasa Latin, kata “nusa”
berasal dari kata nesos yang dapat berarti semenanjung, bahkan suatu
bangsa. Merujuk pada pernyataan tersebut maka kata “nusa” juga
mempunyai kesamaan arti dengan kata nation dalam bahasa Inggris
yang berarti bangsa. Dari sini bisa ditafsirkan bahwa kata “nusa” dapat
memiliki dua arti, yaitu kepulauan dan bangsa. (Minto Rahayu, 2007)
Sedangkan menurut terminologis, Wawasan Nusantara
menurut beberapa pendapat sebagai berikut :
a. Menurut Prof. Dr. Wan Usman :
150
“Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan
semua aspek kehidupan yang beragam”.
2. Pengertian Geopolitik
Secara etimologis, geopolitik berasal dari kata geo dan politik.
“Geo” (bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah
hidup. Sedangkan politik dari kata “Polis” yang yang berarti kesatuan
masyarakat atau negara yang berdiri sendiri.
Beberapa pengertian geopolitik menurut para ahli, diantaranya:
a. Menurut Frederick Ratzel (1897) :
“Negara dalam hal-hal tertentu dapat disamakan dengan organisme,
yaitu mengalami fase kehidupan dalam kombinasi dua atau lebih
antara lahir, tumbuh, berkembang, mencapai puncak, surut,
kemudian mati”.
b. Menurut Hafeznia :
“Geopolitik sebagai cabang dari geografi politik adalah studi
tentang hubungan timbal balik antara geografi, politik, kukuasaan,
dan interaksi yang timbul dari kombinasi mereka dengan satu sama
lain”.
151
c. Menurut Hagget :
“Cabang-cabang ilmu geografi manusia yang bidang kajiannya
adalah aspek keruangan pemerintah atau kenegaraan yang meliputi
hubungan regional, hubungan internasional, dan juga pemerintahan
atau kenegaraan di permukaan bumi”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, geopolitik adalah
suatu studi yang mengkaji masalah-maslaah geografi, sejarah, dan ilmu
sosial dengan merujuk kepada peraturan politik internasional.
Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah
geografi, yang mencakup lokasi, luas, serta sumber daya alam tersebut.
Bagi Indonesia, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapau
tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis
negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis
tersebut. (Widodo, 2015)
155
Dari tinjauan sosio budaya tersebut pada akhirnya dapat
dipahami bahwa :
Proses sosial dalam keseluruhan upaya mejaga persatuan
nasional sangat membutuhkan kesmaan persepsi atau kesatuan
cara pandang segenap masyarakat, tentang eksistensi budaya
yang sengat beragam namun mempunyai semangat untuk
membina kehidupan Bersama yang hermonis.
Wawasan nasional atau wawasan kebangsaan Indonesia
diwarnai dengan keinginan untuk menumbuhsuburkan
kesejahteraan.
d. Pemikiran Berdasarkan Aspek Kesejahteraan
Perjuangan suatu bangsa dalam meraih cita-citanya pada
umumnya tumbuh dan berkembang akibat latarbelakang sejarah,
demikian pula dengan sejarah Indonesia. Sebelum ada wilayah
Nusantara, ada dua kerajaan besar yang landasannya mewujudkan
kesatuan wilayah (meskipun belum timbul rasa kebangsaan, namun
sudah ada semangat bernegara). Dua kerajaan tersebut adalah kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Dalam perjuangan berikutnya,
nuansa kebangsaan mulia muncul sejka tahun 1900-an dengan konsep
baru dsn modern. Wujud konsep baru tersebut adalah lahirnya
Proklamasi Kemerdekaan dan Proklamasi Penegakan Negara Merdeka.
Pada masa penjajahan, muncul semangat kebangsaan di wadahi
dalam organisasi Boedi Oetomo (20 Mei 1908) yang disebutkan
Kebangkitan Nasional. Merupakan modal dari konsepsi wawasan
kebangsaan Indonesia yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda (28
Oktober 1928). Dengan perjuangan menghasilkan Proklamasi
Kemerdekaan (17 Agusuts 1945) dimana bangsa Indonesia mulai
menegara. Melalui proses perjuangan yang panjang Indoenesia berhasil
merubah batas wolayah perairan dari 3mil laut menjadi 12 mil laut,
melalui deklarsi Djuanda 13 Desember 1957 yang sekaligus
merupakan kehendak politik RI dalam menyatukan tanah air RI
menjadi kesatuan hingga terwujud Kesatuan Wilayah RI dan sejak saat
itu kata Nusantara resmi mulai digunakan dalam istilah kosepsi
Nusantara sebagai nama dari deklarasi Djuanda. (Silalahi Hardiansyah,
2005)
158
antara lain di bidang perikanan yang mempunyai hak nelayan
tradisonal (traditional fishing right) dan hak lintas dari Malaysia Barat
ke Malaysia Timur atau sebaliknya.
d. Penerapan wawasan nusantara dalam pembangunan negara di berbagai
bidang tampak pada berbagai proyek pembangunan sarana dan
prasarana komunikasi dan transportasi. Contohnya adalah
pembangunan satelit palapa dan Microwave System, pembangunan
lapangan terbang perintis dan pelayaran perintis di berbagai daerah.
Dengan adanya proyek tersebut maka laut dan hutan tidak lagi menjadi
hambatan bagi integrasi nasional. Dengan demikian lalu lintas
perdagangan dan integrasi budaya dapat berjalan lebih lancar.
e. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat pada kebijakan untuk
menjadikan bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tetap merasa
sebangsa, setaah air, dan senasib sepenanggungan dengan asas
Pancasila. Salah satu langkah penting yang harus dikembangkan terus
adalah pemerataan pendidikan dari tingkat pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi ke semua daerah atau provinsi.
f. Penerapan wawasan nusantara si bidang pertahanan keamanan terlihat
pada kesiapsiagaan dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui sistem
pertahanan keamanan rakyat semesta untuk menghadapi berbagai
ancaman bangsa dan negara. (Kaelan, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Rifani Annisa Sebaik-baik 081322228691
Mawardini manusia
bermanfaat bagi
manusia yang
lainnya.
160
3. Raisanti Az-Zahra Love your self, 083898762733
then love people
who llove you
unconditionally
BAB X
GOOD GOVERNANCE
KELOMPOK 10
Deskripsi Pembahasan
161
Good Governance adalah tata laksana pemerintahan yang baik. .
Secara sederhana definisi dan pengertian good governance adalah seperangkat
proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk
menentukan keputusan (Anita, 2017).
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-
prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak
ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila
ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.
Prinsip-prinsip good governance seperti Partisipasi Masyarakat
(Participation), Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law), Transparansi
(Transparency), Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha, Berorientasi pada
Konsensus (Consensus),dll.
Good Governance seyogyanya diterapkan di negara Indonesia ini supaya
cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara yang makmur segera terwujud.
Good Governance itu harus didukung oleh semua lembaga yang menyusun
governance itu sendiri.
A. Pengertian Good Governance
Good Governance adalah tata laksana pemerintahan yang baik. Secara
sederhana definisi dan pengertian good governance adalah seperangkat proses
yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk
menentukan keputusan (Anita, 2017). Pengertian good governance ini sangat
beragam dan para ahli pun berbeda dalam merumuskan definisi good
governance ini.
Menurut Wikipedia (Wikipedia, 2017) Good Governance adalah
seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun
negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini
walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi
sempurna - namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalah-gunaan
kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF
dan Bank Dunia, mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana
pemerintahan yang baik sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan
mereka berikan.
Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa, Latin, yaitu
Gubernare yang diserap oleh bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer
( menyetir, mengendalikan), direct ( mengarahkan), atau rule (memerintah).
Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa inggris adalah to rule with
authority atau memerintah dengan kewenangan.
162
Good governence juga bisa di artikan suatu penyelenggaran
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan
dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi
dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara
administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan
politican framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Agustinalestari, 2018).
Good governance di indonesia sendiri mulai benar-benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era reformasi yang dimana pada era tersebut telah
terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi
yang bersih sehingga good governence merupakan salah satu alat reformasi
yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari
perkembangan reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan
good governence di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya
sesuai dengan cita-cita reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan
kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntasi yang
merupakan dua produk utama good governence.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak
upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim good governence
yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparasi informasi
terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk
ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses
pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut
dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manejerial dari sektor publik
tersebut agar kelak leih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang,
peraturan dan lembaga-lembaga penunjang pelaksanaan good governence pun
banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan
sektor pulik pada era orde lama yang banyak dipolitisir pengololaannya dan
juga pada era orde baru dimana sektor publik di tempatkan seagai agent of
development bikanya seagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim
yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berasis good governence.
Diterapkannya good governence di indonesia tidak hanya membawa
dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu
membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan
lahirnya good corporate governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan
akan membawa bangsa indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan
amanah (Anonim, 2017a).
163
Adapun asas-asas Good Governance adalah sebagai berikut (Anonim,
2019):
1. Asas Kepastian Hukum
Asas dalam suatu negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan
NegaraMenjadi salah satu landasan keteraturan, keserasian,
keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara.
3. Asas Kepentingan Umum
Asas yang bisa mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif. Maksudnya asas ini menghendaki
pemerintah harus mengutamakan kepentingan umum terlebih dahulu.
4. Asas Keterbukaan
Asas yang dapat membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperolah informasi yang benar , jujur dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas Proporsoionalitas
Asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara.
6. Asas Profesionalitas
Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas Akuntabilitas
Asas yang dapat menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan penyelenggaraan negera harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
8. Asas Efisiensi
Penggunaan pada sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil
yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar
telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
9. Asas Efektivitas
Dalam pencapaian suatu tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan
yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan
pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan
sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditentukan.
164
B. Prinsip-Prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-
prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak
ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila
ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.
Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai
satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini (Anonim, 2017b):
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk
menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi
masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada,
pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat
dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi
pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat
secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat
adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda
pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara
partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu
sektoral.
165
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi
dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses
pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses
oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia
harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga
bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat
yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
6. Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi
adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah
perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan
layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah
perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui
brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal.
Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara
mendapatkan informasi.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik
terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor
swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik
kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu
dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan
yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun
mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen
pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan
kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan
sanksi yang jelas dan tegas.
168
3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah
dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup
prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses,
kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan
disiplin.
5. Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk
mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat
baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara
optimal dan bertanggung jawab.
7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat,
mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak
tanpa pengecualian.
170
juga kepada sektor swasta guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan
masyarakat.
d. Pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan otonomi daerah merupakan
harapan besar bagi proses demokrasi dan sekaligus kekhawatiran akan
kegagalan program tersebut. Alasan lain adalah masih belum
optimalnya pelayanan birokrasi pemerintahan dan juga sektor swasta
dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik. Ini menjadi salah
satu sebab utama mengapa Good Government mendapat relevansinya
di Indonesia.
e. Perwujudan nilai demokrasi. Negara Indonesia menganut paham
demokrasi Pancasila sebagai falsafah hidup bernegara. Good
Government mampu merefleksikan nilai-nilai demokrasi karena dalam
konsep Good Government pada dasarnya menekankan kesetaraan
antara lembaga-lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah
sektor swasta dan masyarakat madani.
f. Terselenggaranya Good Government merupakan prasyarat utama
mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita
bangsa dan negara.
Pengelolaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang dirumuskan
bersama oleh pemerintah dan komponen masyarakat.
171
hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan.
Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat
nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan
tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang
namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama.
Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang
membuat sulit tercapainya kata “sepakat”. Good governance pada dasarnya
adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan
pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai
suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor
swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara
berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem
peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik. Merujuk pada 3 (tiga) pilar
pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan
pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu
pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha
(penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya).
Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam
penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak
tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini
masih sulit untuk bisa terjadi.
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah
atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki,
yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Effendi,
2005):
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para
pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun
ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2. Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menganggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang
dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep
politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai
persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak
teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4. Kondisi Sosial Masyarakat
172
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan
berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good
governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang
efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika
masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak
timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme
kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa
ditegakkan.
5. Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan
negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good
governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar
terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good
governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum
yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi
hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good
governance.
Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya
dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku
pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan
negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor
yang mempersulit dicapainya good governance. Pemberantasan Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah
untuk dilakukan. Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai
pemerintahan yang baik.
Mencegah (preventif) dan menanggulangi (represif) adalah dua upaya
yang dilakukan. Pencegahan dilakukan dengan memberi jaminan hukum bagi
perwujudan pemerintahan terbuka (open government). Jaminan kepada hak
publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses
informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak
mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.
Jaminan yang diberikan jika memang benar-benar bisa disosialisasikan dengan
baik kepada masyarakat (Koesnadi, 2003).
173
DAFTAR PUSTAKA
Agustinalestari, N. (2018) Pengertian Good Governance. Available at:
https://www.kompasiana.com/nindaagustinalestari/5c0964aeaeebe13e8001c3
67/pengertian-good-governance#.
Alfiarah (2015) ‘Good Governance’. Available at:
https://alfiarahmistai27.blogspot.com/2015/05/makalah-pkn-good-
governance.html.
Anita (2017) Definisi Good Governance. Available at:
https://www.daftarinformasi.com/pengertian-good-governance/.
Anonim (2017a) good governance. Available at:
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-prinsip-dan-penerapan-
good-governance-di-indonesia-99.
Anonim (2017b) Prinsip Good Governance. Available at:
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-prinsip-dan-penerapan-
good-governance-di-indonesia-99.
Anonim (2019) Asas asas Good Governance. Available at:
https://seputarilmu.com/2019/10/good-governance.html.
Effendi, S. (2005) ‘Membangun Budaya Birokrasi Untuk Good Governance’,
Makalah Seminar Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi Diselenggarakan
Kantor Menteri Negara PAN 22 September 2005.
Koesnadi, H. (2003) ‘Good Governance Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Di Indonesia’, Makalah Untuk Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke
VIII di Bali, tanggal 15 Juli 2003.
Resni, A. (2014) ‘Urgensi Good Governance’. Available at:
https://www.academia.edu/6869198/MAKALAH_GOOD_GOVERNANCE_
Disusun_untuk_memenuhi_salah_satu_tugas_mata_kuliah_KEWARGANEG
ARAAN.
Wikipedia (2017) Pengertian Good Governance. Available at:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_laksana_pemerintahan_yang_baik.
174
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1.
2.
Menuju tak
Sri Wahyuni terbatas dan 089668103004
melampauinya
3.
Nikmatilah
kehidupan dengan
Tiara Fadilah terus mengasah 089635530720
jangan habiskan
waktu dengan terus
berkeluh kesah
4.
175
BAB XI
MASYARAKAT MADANI
KELOMPOK 11
KELAS B
SCOR BOOK
81 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
176
Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo
mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban
yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dalam
nasyarakat madani, warga negara bekerja sama membangun ikatan sosial,
jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-negara.
Selanjutnya Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani
adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman
hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang
menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan ide-ide di atas, menurut Azyumardi Azra, masyarakat
madani lebih dari sekedar gerakan pro-demokrasi, karena ia juga mengacu
pada pembentukan masyarakat berkualitas dan bertamadun (civility).
Sejalan dengan pandangan di atas, Nurcholis Madjid menegaskan bahwa
makna masyarakat madani berakar dari kata “civility” yang mengandung
makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima pelbagai
macam pandangan politik dan tingkah laku sosial. (Ubaedillah, 2006)
Adapun definisi masyarakat madani menurut para ahli adalah sebagai
berikut.
1. Patrick
Patrick mengungkapkan bahwa istilah civil society atau masyarakat
madani lebihberkaitan dengan hubungan atau interaksi sosial yang
tidak dicampuri oleh negara atau sering disebut dengan istilah
intervensi.
2. Mohammad A.S Hikam
Pendapat selanjutnya yaitu Menurut Mohammad A.S Hikam yang
menyatakan bahwa istilah civil societymelingkupi segala hal yang
berkaitan dengan kehidupan sosial yang terorganisasi secara terbuka.
Ciri utama masyarakatnya yaitu adanya kesukarelaan, keterikatan
dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku, kemandirian yang tinggi,
dan saling toleransi.
3. Larry Diamond
Menjelaskan bahwa istilah civil society lebih berkaitan dengan
kehidupan sosial yang terbuka, sukarela dan saling toleransi antara
warga disetiap negara. Menurut Larry Diamond yang bisa dikatakan
civil society atau masyarkat madani adalah lembaga atau organisasi
yang bergerak dalam produksi atau penyebaran ide atau berita
sertaberkaitan dengan aktivitas publik. (Yusron, 2019)
4. Pengertian Masyarakat Madani menurut Han Sung Joo
Masyarakat madani adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi
dan menjamin hakhak dasar individu, perkumpulan sukarela yang
terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasi
isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri
177
dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma dan
budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada
akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
5. Pengertian Masyarakat Madani menurut Nurcholish Madjid
Masyarakat madani adalah suatu tatanan kemasyarakatan yang
mengedepankan toleransi, demokrasi, dan berkeadaban serta
menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan). (Anonim, 2019)
181
5. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan
tidak mementingkan diri sendiri.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan
tidak mementingkan diri sendiri. (Agung, 2011)
2. Bentuk-Bentuk Demokrasi
Formal demokrasi menunjuk pada demokrasi dalam arti system
pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi
di berbagai Negara. Dalam suatu Negara misalnya dapat diterapkan
demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial yaitu sistem yang
menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga
presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat, dalam
sistem ini kekuasaan eksekutif (kekuasaan menjalankan permintaan)
sepenuhnya berada di tangan presiden atau sistem parlementer yaitu sistem
yang menerapkan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan
eksekutif dan legeslatif. Kepala eksekutif (head of government) adalah
berada di tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala Negara (head of
state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada
pula yang berada pada seorang presiden misalnya di India.
Berikut adalah bentuk-bentuk demokrasi yaitu:
a. Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa
manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu
dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar
fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
b. Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi satu partai lazimnya dilaksanakan di negara-negara
komunis. Kebebasan formal berdasalkan demokrasi liberal
menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat
dan akhirnya kapitalislah yang menguasai negara. (Andrisoesilo, 2014)
187
DAFTAR PUSTAKA
188
PROFIL PENULIS
189
4. Salsabilaa F Z Positif Thinking 081290035948
aja
BAB XII
OTONOMI DAERAH
KELOMPOK 12
EKONOMI SYARIAH II B
No Nama NIM No Nama NIM
1 Rizka Hiqmatul 1199220075 3 Sofiyani Nurul 1199220085
Badriah Azizah
2 Rohaeni 1199220076
PEMBAHASAN
A. Sub Tema 1 Istilah dan pengertian otonomi daerah
B. Sub Tema 2 Sentralisasi dan desentralisasi
C. Sub Tema 3 Visi otonomi daerah
D. Sub Tema 4 Model otonomi daerah
E. Sub Tema 5 Sejarah otonomi daerah
F. Sub Tema 6 Prinsip-prinsip otonomi daerah
G. Sub Tema 7 Otonomi daerah dan demokratisasi
SCOR BOOK
81 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
190
kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri
atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
M. Turner dan Hulmen adalah tsranfer/pemindahan kewenangan utuk
menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada masyarakat dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.
Shahid Javid Burki dan kawan kawan adalah proses pemindahan
kekuasaan politik,fiskal, dan administratif kepada unit dari pemerintah pusat
ke pemerintah. (Rachbini, 2006)
Ubedillah dalam Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani (2000), daerah
otonomi sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bheyamin Hoessein dalam Otonomi dan Pemerintahan Daerah: Tinjauan
Teoritis (1998), otonomi adalah tatanan ketatanegaraan yang berkaitan dengan
dasar-dasar negara dan susunan organisasi negara, yang mengandung makna
kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan bukan kemerdekaan.
Philip Mahwood dalam Local Goverment in th Third World (1983),
Otonomi adalah pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri
dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diberikan oleh
pemerintah untuk mengalokasikan sumber material yang bersifat subtansial
mengenai fungsi yang berbeda.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), otonomi adalah
pemerintahan sendiri. KBBI menjelaskan otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Kamus Hukum dan Glosarium Otonomi Daerah, otonomi daerah
adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.(Putri, 2019)
Pengertian Otonomi Daerah adalah suatu kewenangan yang diberikan
kepada daerah tertentu sebagai daerah yang dapat mengatur sendiri aturan di
dalam daerahnya. Namun tetap berada dalam wilayah kekuasaan NKRI. Dalam
mengatur dan mengelola potensi daerahnya maka daerah yang diberikan
Otonomi Daerah itu bisa lebih leluasa dalam mengadakan berbagai peraturan
yang tentunya bisa lebih memajukan daerahnya tersebut.
Tentunya dengan diadakannya Otonomi Daerah, Negara memiliki tujuan
tersendiri. Salah satunya dengan adanya Otonomi Daerah diharapkan agar
terjadi pemerataan di daerah, sehingga dengan demikian daerah yang
mendapatkan Otonomi Daerah itu tentunya akan lebih bisa mengurus
pembangunan di daerahnya sendiri sehingga bisa lebih fokus dan maju.
191
Selain itu dengan adanya Otonomi Daerah diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik lagi pada masyarakat. Karena sebagai daerah yang
mendapatkan kewenangan sendiri maka tentunya daerah tersebut akan lebih
dapat melayani rakyatnya sendiri dengan lebih baik lagi.
Kemudian Otonomi Daerah itu bisa menjadi salah satu wujud dari
pengembangan demokrasi yang lebih baik, karena tentunya dengan adanya
Otonomi Daerah maka aspirasi rakyat bisa lebih terdengar karena secara
langsung bisa diutarakan kepada pemerintah daerahnya. yang memiliki
kewenangan untuk melaksanakan langsung aspirasi yang disampaikan oleh
masyarakat di daerah. Akhirnya pemberdayaan masyarakat pun bisa lebih
terlaksana dan rakyat pun lebih sejahtera. (Salamadian, 2018)
Jadi, otnomi daerah dapat diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggung
jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam pola pikir
demikian, otonomi daerah adalah suatu instrumen politik dan instrumen
admisnistrasi/manajemen yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber
daya lokal, sehingga dapat dimanfaatkan sebesar- besarnya untuk kemajuan
masyarakat di daerah, terutama menghadapi tantangan global, mendorong
pemberdayaan global, mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan
kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat dan mengembangkan
demokrasi. (Rachbini, 2006)
192
Selain proses politik yang sukar ditentikan, seharusnya ukuran yang paling sah
adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat. (Syahrudin, 2019)
Desentralisasi adalah pelimpahan kewewenang pemerintahan dan
tanggung jawab kepada pemerintah daerah otonomi untuk mengatur urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desntralisasi sebagaimana didefinisikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
adalah:
“Desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui cara
dekonsentrasi, misalnya pendelegasian, kepada pejabat di bawahnya
maupun melalui pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan di
daerah.” (Ubaedillah & Rozak, 2016)
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab,
kewenangan dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatar belakanginya
adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih
dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh progran dan
pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan
meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan
kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai
oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonom.
Arti penting otonomi daerah-desentralisasi:
1. Untuk terciptanya efisien-efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
2. Sebagai sarana pendidikan politik
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan
4. Stabilitas politik
5. Kesetaraan politik
6. Akuntabilitas politik
1. Bidang Politik
Dalam bidang politik, otonomi daerah merupakan hasil dari kebijakan
desentralisasi dan demokratisasi. Otonomi daerah harus dipahami sebagai
proses untuk melahirkan kepala pemerintah daerah yang dipilih secara
demokratis serta mewujudkan pemerintah daerah yang tanggap terhadap
kepentingan masyarakan luas.
Selain itu,diupayakan juga adanya pengambilan kebijakan yang jelas dan
terbuka. Artinya,setiap kebijakan yang diambil harus jelas siapa yang
memprakasai,apa tujuannya,berapa biayanya ,siapa yang bertanggung jawab
jika kebijakan itu gagal. Lewat Otonomi daerah juga terbuka kesempatan untuk
membangun kesempatan untuk membangun susunan pemerintahan yang
sesuai dengan kebutuhan daerah.
2. Bidang Ekonomi
Otonomi daerah harus mampu mewujudkan terjaminnya dua hal. Pertama,
otonomi daerah harus mampu menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan
nasional bidang ekonomi didaerah. Kedua,otonomi daerah mampu menjamin
terbukanya peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kebijakan
bidang ekonomi lokal untuk memaksimalkan pendayagunaan potensi ekonomi
di daerah
Dengan terjaminnya kedua hal tesebut, otonomi daerah akan memungkinkan
lahirnya berbagai prakarsan pemerintah untuk mengupayakan mengupayakan
pembangunan ekonomi di daerah masing – masing dan dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat di daerah-daerah.
194
Untuk mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun
masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan, dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
2. Dari segi pemerintahan
Untuk mencapai pemerintahan yang efisien.
3. Dari segi sosial
Menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika
kehidupan disekitarnya.
4. Dari segi ekonomi
Terbuka peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan
regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi
di daerahnya. (Ubaedillah & Rozak, 2016)
4. Privatisasi
Merupakan suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah
kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat, tetapi
dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha
swasta. Misalnya BUMM dan BUMD dilebut mentadi PT. Dalam beberapa
hal misalnya pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada Kamar
Dagang dan industri, koperasi dan asosiasi lainnya untuk mengeluarkan
izin-izin, bimbingan dan pengawasan, yang semula dilakukan oleh
pemerintah.
Rondinelli menjelaskan melalui privatisasi pemerinth menyerahkan
tanggungjawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi nirlaba atau
mengijinkan mereka membentuk perusahaan swasta.
c) Masa Kemerdekaan
1. UU No. 1 Tahun 1945
Didalam UU ini ditetapkan 3 (tiga) jenis daerah otonom, yaitu
karesidenan, kabupaten dan kota. Sehingga dalam kurun waktu tiga
tahun belum ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai
penyerahan urusan desentralisasi kepada daerah. UU No.1 Tahun 1945
hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam
batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki
penjelasan.
2. UU No. 22 Tahun 1948
Berfokus pada peraturan tentang susunan pemerintahan daerah yang
demokratis. Didalam Undang-Undang ini ditetapkan 2 (dua) jenis
daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom
197
istimewa, serta 3 (tiga) tingkatan daerah otonom, yaitu provinsi,
kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil.
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia
adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku
pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah
Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
1) Propinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil
4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3. UU No. 1 Tahun 1957
UU tentang pemerintah daerah yaitu sebagai pengatur tunggal pertama
yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia. Menurut UU No. 1
Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak
mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah
seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November
1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan
daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah
yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah
tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada
masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat,
terutama dari kalangan pamong praja.
5. UU No. 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan
yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang
pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya,
menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di
daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain
yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat
pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin
198
pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,
menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan
mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6. UU No. 5 Tahun 1974
UU yang disebut terakhir mengatur pokok-pokok penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah. Prinsip
yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi
“otonomi yang riil dan seluas-luasnya” tetapi “otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab”. Alasannya, pandangan otonomi daerah yang
seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang
dapat membahayakan keutuhan NKRI dan tidak serasi dengan maksud
dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai dengan prinsip-
prinsip yang digariskan dalam GBHN yang berorientasi pada
pembangunan dalam arti luas UU ini berumur paling panjang yaitu 25
tahun. (Srijanti et al., 2009)
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur
rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal
dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II.
Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah
tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih
mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam
UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
7. UU No. 22 Tahun 1999
Adanya perubahan mendasar peda format otonomi daerah dan
substansi desentralisasi. Perubahan tersebut dapat diamati dari
kandungan materi yang tertuang dalam rumusan pasal demi pasal pada
undang-undang tersebut.
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam
penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam
kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan
dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang
dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten
dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
199
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi
daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai
perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga
dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat.
8. UU No. 25 Tahun 1999
UU No. 22 Tahun 1999 dan No. 25 Tahun 1999 secara teoritis akan
menghasilkan suatu kesimpulan bahwa desentralisasi dalam undang-
undang nomor 5 tahun 1974 lebih cenderung pada corak dekonsentrasi
sedangkan desentralisasi dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999
lebih cenderung pada corak devolusi. (Srijanti et al., 2009)
9. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan
bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini
memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten
dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas
kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak
melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di
bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di
samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan
DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.
200
5. Kesetaraan politik (political equality). Masyarakat di tingakat lokal ,
sebagai mana halnya dengan masyarakat dipusat pemerintahan, akan
mempunyai kesempatan yang sama untuk terlibat dalam politik,
apakah itu melalui pemberian suara pada waktu pemilihan kepala desa,
bupati, wali kota, dan bahkan gubernur.
6. Akuntabilitas publik. Demokrasi memberikan ruang dan peluang
kepada masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam segala bentuk
kegiatan penyelenggaraan negara. Keterlibatan ini sangat
dimungkinkan sejak dari awal tahap pengambilan keputusan sampai
dengan tahap evaluasi. Dengan demikian, maka kebijakan yang dibuat
dapat diawasi secara langsung, dan dapat dipertanggungjawabkan
karena masyarkat terlibat langsung dalam penyelenggaraan
pemerintahan. (Rachbini, 2006)
Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam UU No. 22 Tahun 1999 (Hariry,
2012) yaitu :
1. Demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab
3. Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten
dan daerah kota.
4. Sesuai dengan konstitusi negara
5. Kemandirian daerah otonom
6. Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah
7. Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi sebagai wilayah
administrasi
8. Asas tugas pembantuan
201
Dengan rumusan dan tujuan otonomi daerah semacam ini, keberadaan
kebijakan otonomi daerah akan mampu menciptakan sistem pemerintahan
yang demokratis.
Di bidang politik, otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan
demokrasi, ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang
bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis,
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif
terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara suatu mekanisme
pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik.
Demokratisasi pemerintahan juga berarti adanya transparansi kebijakan.
Artinya, untuk setiap kebijakan yang diambil harus jelas pihak yang
memprakarsai kebijakan itu, tujuannya, jumlah ongkos yang harus dipikul,
pihak yang diuntungkan, resiko yang harus ditanggung, dan pihak yang harus
bertanggung jawab jika kebijakan itu gagal. Otonomi daerah juga berarti
kesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan
daerah, membangun sistem dan pola karier politik dan administrasi yang
kompetitif, serta mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang
efektif. (Noor & Suparman, 2016)
Demokrasi sangat penting karena keberhasilan pembangunan daerah
sangat tergantung pada pelaksanaan desentralisasi yang baik dan benar. Salah
satu keuntungan desentralisasi adalah pemerintah daerah dapat mengabil
keputusan lebih cepat dengan demikian prioritas pembangunan dan kualitas
pelayanan masyatakat diharapkan dapat lebih mencerminkan kebutuhannya
masyarakat di daerah. Pemerintah daerah disini berarti badan eksekutif daerah
dan badan legislatif daerah. (Maneicon22, 2012)
Keterkaitan otonomi daerah dengan demokratisasi yaitu, Memberikan
otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong
berkembangnya auto-aktiviteit artinya bertindak sendiri, melaksanakan sendiri
apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya
auto-aktiviteit tercpailah apa yang adimaksud dengan demokrsi, yaitu
pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat. Rakyat tidak saja menentukan
nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri.
Konsekuensi otonomi daerah dengan demokratisasi:
1. Otonomi daerah harus dipandang sebagai instrumen desentralisasi dalam
rangka mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa.
2. Otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah,
bukan otonomi pemerintahandaerah (pemda), juga bukan otonomi bagi
“daerah”. (Hariry, 2012)
202
DAFTAR PUSTAKA
Hariry, R. (2012). Otonomi Daerah (Makalah). Blogspot.
http://rahmathariry.blogspot.com/2012/02/otonomi-daerah-
makalah.html
Insertpoin. (2016). Makalah Otonomi Daerah. Blogspot.
https://insertpoin.blogspot.com/2016/05/makalah-otonomi-daerah.html
Maneicon22. (2012). Otonomi daerah dan demokrasi. Education.
https://www.slideshare.net/mobile/maneicon22/otonomi-daerah-dan-
demokrasi-14688267
Noor, M., & Suparman. (2016). PANCASILA (B. A. Saebani (ed.)). CV
PUSTAKA SETIA.
Putri, A. S. (2019). Pengertian Otonomi Daerah dan Dasar Hukumnya.
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/16/110000069/pengertian-
otonomi-daerah-dan-dasar-hukumnya?page=all
Rachbini, D. J. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.
Salamadian. (2018). OTONOMI DAERAH : Pengertian, Tujuan, Asas,
Pelaksanaan & Dasar Hukum. https://salamadian.com/pengertian-
otonomi-daerah-di-indonesia/
Srijanti, H.I., A. R., & S.K., P. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan Di
Perguruan Tinggi. Salemba Empat.
Syahrudin, R. (2019). Makalah tentang Otonomi Daerah.
https://www.academia.edu/12010540/Makalah_tentang_Otonomi_Daera
h
Ubaedillah, A., & Rozak, A. (2016). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, &
Masyarakat Madani. Kencana Prenadamedia Group.
Zamroni, A. (2017). Visi Otonomi Daerah. Blogspot. http://teladan-
tokoh.blogspot.com/2017/08/visi-otonomi-daerah.html?m=1
203
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Motto Hidup No. HP
1. Rizka Bermanfaat bagi 085941204027
orang lain
204