Anda di halaman 1dari 208

Ekonomi

Syariah
Pendidikan Kewarganegaraan

Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKN)merupakan


2B

Pendidikan Kewarganegaraan
salah satu komponen kurikulum nasionalyang wajib ada pada
setiap penyelenggaraan pendidikan tinggi. Saat ini, Setidak
-nya ketika buku ini disusun, landasan hukum dari (PKN)
ialah undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, khususnya setiap jalur, jenis dan jenjang
pendidikan tingi wajib memuat :
( a ) Pendidikan Agama
( b ) Pendidikan Kewarganegaraan
( c ) bahasa
Disamping dilandasan hukum setingkat dibawah dibawahnya
adalah salah satunya keputusan dirjen Dikti No. 267/2000
tentang rambu-rambu kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian (MPK) diperguruan tinggi.

Buku
Pendidikan
Smt
2B

Kewarganegaraan
Buku Pendidikan Kewarganegaraan
Penyusun : Keluarga Besar Ekonomi Syari’ah B Angkatan
2019

Nama Buku : Pendidikan Kewarganegaraan

Bulan & Tahun : Juni 2020

Cetakan :1

Halaman : 204

Dosen : Mahlil Nurul Ihsan, M.Pd

Ketua Kelas : Sidik Ramdhan

PJ Mata Kuliah : Raden Muhammad Surya Jaya

Desain Cover : Raply Rapiyudin

Desain Logo : Muhammad Ruri Hizbullah

Desain Layout : Raply Rapiyudin

@ Dilarang memperbanyak tanpa ijin penyusun ES B angkatan 2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, nikmat serta
karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga kami bisa
menyusun dan menyelesaikan buku ini. Buku Pendidikan Kewarganegaraan
ini disusun oleh kelas ES II B angkatan 2019 sebagai kenangan pembelajaran
pada mata kuliah“Pendidikan Kewarganegaraan” sekaligus sebagai karya
buku produktif perkuliahan untuk menambah wawasan dan memperdalami
pemahaman materi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.

Penulis pun menyadari jika didalam penyusunan buku ini mempunyai


kekurangan, namun penulis meyakini sepenuhnya bahwa sekecil apapun buku
ini tetap akan memberikan sebuah manfaat bagi pembaca.

Akhir kata untuk penyempurnaan buku ini, maka kritik dan saran dari
pembaca sangatlah berguna untuk penulis kedepannya.

Bandung, 15 Juni 2020

Penulis

ES II B Angkatan 2019

ii
Daftar Isi Buku

Profil Buku.............................................................................................. i

Kata Pengantar ........................................................................................ ii

Daftar Isi ................................................................................................. iii

Pembahasan............................................................................................. 1

BAB I Konsep Negara ............................................................................ 1

BAB II Hubungan Negara dan Agama ................................................... 30

BAB III Kewarganegaraan ..................................................................... 44

BAB IV Bela Negara .............................................................................. 57

BAB V Konstitusi dan Tata Perundangan Indonesia.............................. 76

BAB VI Demokrasi dan Implementasinya di Indonesia......................... 97

BAB VII Pemerintah dan Hubungan Intervensi Sipil dan Militer.......... 123

BAB VIII HAM dan Perkembangannya................................................. 136

BAB IX Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia ................. 150

BAB X Good Governance ...................................................................... 161

BAB XI Masyarakat Madani .................................................................. 176

BAB XII Otonomi Daerah ...................................................................... 176

iii
BAB I
NEGARA
KELOMPOK 1
EKONOMI SYARIAH II B

No Nama NIM No Nama NIM


1. Muhammad Kamal Ath 119922005 3 Shafa Raisya 1199220081
Thaariq 0 Fadhilah
2. Raply Rapiyudin 119922006 4 Wida Ningsih 1199220091
9
PEMBAHASAN
A. Istilah dan Konsep Dasar Negara
B. Tujuan Negara
C. Unsur-Unsur Negara
D. Bentuk-Bentuk Negara
E. Teori-Teori tentang Negara
F. Proses terbentuknya Negara

SCOR BOOK
87 VERY GOOD

DESKRIPSI
PEMBAHASAN
A. Istilah dan Konsep Dasar Negara

Penjelasan yang sistematis mengenai negara berawal dari para filosof


Yunani. Menurut Aristoteles dan Plato sebuah Negara bertujuan untuk
mecari kebaikan umum dan kesempurnaan moral. Ia tidak hanya sekedar
asosiasi politik, tetapi sacara bersamaan berperan sebagai komunikator
keagamaan dana gen sosialisasi yang umumnya berurusan dengan
pengembangan pikiran dan jiwa individu. (Muchtar, 2014)
Secara literal istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata
asing, yakni state (Bahasa Inggris), staat (Bahasa Belanda dan Jerman) dan
etat (Bahasa Prancis). Kata staat, state, etat itu diambil dari kata Bahasa
Latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau
sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

1
Kata status atau statum lazim diartikan sebagai standing atau station
(kedudukan). Istilah ini dihubungkan dengan kedudukan persekutuan
hidup manusia, yang juga sama dengan istilah status civitatis atau status
republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah, kata status pada abad ke-
16 dikaitkan dengan kata negara.
Secara terminologi, negara diartikan dengan organisasi tertinggi di
antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu,
hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara
yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah negara, yakni adanya
masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah) dan adanya pemerintah yang
berdaulat.(“Pengertian Negara,” n.d.)
Menurut Roger H. Soltau, negara didefinisikan dengan alat (agency)
atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-
persoalan bersama, atas nama masyarakat. Lain halnya dengan apa yang
dikemukakan Harold J. Laski. Menurutnya negara merupakan suatu
masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang
bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat
merupakan suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk
mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. (“Pengertian
Negara Menurut Para Ahli,” n.d.)
Sejalan dengan Harold J. Laski, Max Weber pun mendefinisikan
bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.
Sedangkan dalam konsep Robert M. Mac Iver, negara diartikan
dengan asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu
masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut
diberikan kekuasaan memaksa.
Dalam konsepsi Islam, dengan mengacu pada Al-Qur’an dan Al-
Sunnah, tidak ditemukan rumusan tentang negara secara eksplisit, hanya
saja di dalam al Quran dan al Sunnah terdapat prinsip-prinsip dasar dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu, konsep Islam tentang
negara juga berasal dari 3 (tiga) paradigm, yaitu:

a. Paradigma tentang teori khilafah yang dipraktikkan sesudah


Rasulullah Saw.,
terutama biasanya merujuk pada masa Khulafa al Rasyidun;
b. Paradigma yang bersumber pada teori Imamah dalam paham
Islam Syi’ah;

2
c. Paradigma yang bersumber dari teori Imamah atau
pemerintahan.
Teori tentang Khilafah menurut Amien Rais, dipahami sebagai suatu
misi kaum muslimin yang harus ditegakan di muka bumi ini untuk
memakmurkan sesuai dengan petunjuk dan peraturan Allah swt., maupun
Rasul-Nya. Adapun cara pelaksanaannya, al-Quran tidak menunjukkan
secara terperinci, tetapi dalam bentuk global saja. Sedangkan untuk teori
Imamah, Amien lebih lanjut mengatakan bahwa kata imamah (dalam
pengertian negara/state) dalam al-Quran tidak tertulis. Akan tetapi kalau
yang dimaksudkan dengan imamah itu adalah kepemimpinan yang harus
diikuti oleh umat Islam, hal itu jelas ada dalam al-Quran. Artinya al-Quran
menyuruh kaum muslimin untuk mengikuti pemimpin yang benar, yang
terdiri dari manusia-manusia atau pemimpin yang menggunakan Islam
sebagai patokan kepemimpinannya.
Dari beberapa pendapat tentang negara tersebut, dapat dipahami
secara sederhana bahwa yang dimaksud dengan negara adalah suatu daerah
territorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat
yang berhak menuntut dari warganegaranya untuk taat pada peraturan
perundang-undangan melalui penguasaan (control) monopolistis dari
kekuasaan yang sah. (Dede Rosyada, A. Ubaidillah, Abdul Rojak, Wahdi
Sayuti, 2000)
B. Tujuan Negara

1. Tujuan Kesejahteraan
Kesejahteraan umum mencakup tidak hanya kesejahteraan
material dan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan fisik dan mental.
Kesejahteraan fisik dan mental termasuk kerja sama, menciptakan
perasaan aman, saling menghormati dan menghormati hak dan
kewajiban setiap individu, masyarakat yang begitu makmur, setara, dan
adil.
2. Tujuan Perlindungan
Kewajiban perlindungan mencakup semua komponen bangsa,
dimulai dengan rakyat, kemakmuran alam dan nilai-nilai dalam sebuah
bangsa yang layak untuk dipertahankan.
3. Tujuan Perdamaian
Diharapkan bahwa tujuan negara dalam UUD 1945 dapat
digunakan dalam implementasi terhadap pemerintah Indonesia.
Pemerintah dapat mengambil sebuah tindakan filantropis. (“tujuan
berdirinya Negara,” n.d.)
4. Tujuan Pencerdasan
Pendidikan bangsa adalah adanya sebuah tugas negara,
pemerintah dan setiap individu sebagai mencapai dalam tingkat
3
pendidikan yang terbaik. Karena masyarakat yang cerdas yakni telah
membuatnya lebih mudah untuk mencapai perkembangan dan
kemajuan negara (“Tujuan Negara,” n.d.)
Sehingga terhadap rakyat Indonesia yakni telah merasakan dalam
kemakmuran di negara Indonesia dan benar-benar dapat menciptakan
pemerintahan dari rakyat, sebagai rakyat, dan melalui rakyat. Politik bebas
adalah dasar dari suatu kebijakan luar negeri Indonesia. Perdamaian yang
diciptakan di setiap negara di dunia akan menghasilkan adanya sebuah
kebijakan luar negeri yang aktif dan bebas.
Tujuan Negara
- Menciptakan keadaan agar rakyat dapat mencapai keinginan secara
maksiamal
- Memajukan kesusilaan manusia sebagai individu dan sebagi
makhluk sosial.
- Untuk mencapai kehidupan dan penghidupan yang aman dan
tentram dengan taat kepada tuhan
- Memelihara dan menjamin terlaksananya hak asasi manusia.
Fungsi Negara
- Menjaga keamanan dan ketertiban
- Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
- Melakasanakan pertahanan untuk menjaga kemungkinan serangan
dari luar degan perlengkapan alat-alat pertahanan modern.
- Menegakan keadilan yang dilaksanakan oleh badan-badan
peradilan. (Dr. H. M Busrizalti, S.H, 2013)
Dalam konsep dan ajaran Plato, tujuan adanya Negara adalah
untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan
(individu) dan sebagai makhluk social. Sedangkan menurut Roger H.
Soltau tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang
serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (the freest
possible development and creative self-expression of its members).
Dalam ajaran dan konsep Teokratis (yang diwakili oleh Thomas
Aquinas dan Agustinus), tujuan Negara adalah untuk mencapai
penghidupan dan kehidupan aman dan tentram dengan taat kepada dan
di bawah pimpinan Tuhan. Pemimpin Negara menjalankan
kekuasaannya hanya berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan
kepadanya.
Dalam Islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi,
tujuan Negara adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya
dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak
asing. Paradigm ini didasarkan pada konsep sosio-historis bahwa
manusia diciptakan oleh Allah dengan watak dan kecenderungan
4
berkumpul dan bermasyarakat, yang membawa konsekuensi antara
individu-individu satu sama lain saling membutuhkan bantuan.
Semetara menurut Ibnu Khaldun, tujuan Negara adalah untuk
mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada
kepentingan akhirat. (“Ilmu Negara Fakultas Hukum,” n.d.)
Sementara itu, dalam konsep dan ajaran Negara Hukum, tujuan
Negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum, dengan
berdasarkan dan berpedoman pada hukum. Dalam Negara hukum
segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan atas
hukum. Semua orang tanpa kecuali harus tunduk dan taat pada hukum,
hanya hukumlah yang berkuasa dalam Negara itu (government not by
man but by law = the rule of law).
Dalam konteks Negara Indonesia, tujuan Negara (sesuai dengan
pembukaan UUD 1945) adalah untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social. Selain itu, dalam penjelasan UUD 1945 ditetapkan
bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (reechstaat), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). Dari pembukaan dan
penjelasan UUD 1945 tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia
merupakan suatu Negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat adil dan makmur.
C. Unsur-Unsur Negara

Negara terdiri dari beberapa unsur pembentuk. Unsur-unsur pembentuk


tersebut ada yang bersifat mutlak atau konstitutif, ada pula yang bersifat
tambahan atau deklaratif. Adapun unsur-unsur Negara yang masuk
kategori ini dalam rumusan konvensi montevidio tahun 1933, disebutkan
tiga unsur penting yakni: rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berdaulat.
Sementara unsur tambahan atau deklaratif adalah pengakuan dari Negara
lain. Berikut ini akan diuraikan mengenai unsur-unsur pembentuk negara.
1) Rakyat
Oppenhim Lauterparcht menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
rakyat adalah kumpulan manusia dari kedua jenis kelamin yang hidup
bersama merupakan suatu masyarakat, meskipun mereka ini mungkin
berasal dari keturunan yang berlainan, menganut kepercayaan yang
berlainan atau memiliki warna kulit yag berlainan.
Rakyat dalam konteks ini diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami
suatu wilayah tertentu. Mungkin tidak dapat dibayangkan adanya suatu
Negara tanpa rakyat, (warga Negara). Rakyat (warga Negara) adalah
substratum personil dari Negara.
5
Rakyat (Inggris: people; Belanda: volk) adalah kumpulan manusia
yang hidup bersama dalam suatu masyarakat penghuni suatu negara,
meskipun mereka ini mungkin berasal dari keturunan dan memiliki
kepercayaan yang berbeda. Selain rakyat, penghuni negara juga disebut
bangsa. Para ahli menggunakan istilah rakyat dalam pengertian sosiologis
dan bangsa dalam pengertian politis. Rakyat adalah sekelompok manusia
yang memiliki suatu kebudayaan yang sama, misalnya memiliki kesamaan
bahasa dan adat istiadat.
Sedangkan bangsa menurut Ernest Renan adalah sekelompok manusia
yang dipersatukan oleh kesamaan sejarah dan cita-cita. Hasrat bersatu yang
didorong oleh kesamaan sejarah dan cita-cita meningkatkan rakyat menjadi
bangsa. Dengan perkataan lain, bangsa adalah rakyat yang berkesadaran
membentuk negara. Suatu bangsa tidak selalu terbentuk dari rakyat
seketurunan, sebahasa, seagama atau adat istiadat tertentu kendati
kesamaan itu besar pengaruhnya dalam proses pembentukan bangsa.
Sekadar contoh, bangsa Amerika Serikat sangat heterogen, banyak ras,
bahasa dan agama; bangsa Swiss menggunakan tiga bahasa yang sama
kuatnya; bangsa Indonesia memiliki ratusan suku, agama, bahasa dan adat
istiadat yang berbeda.
Secara geopolitis, selain harus memiliki sejarah dan cita-cita yang
sama, suatu bangsa juga harus terikat oleh tanah air yang sama.
Beberapa pandangan tentang pengertian bangsa:
a. Otto Bauer berpendapat bahwa bangsa adalah suatu kesatuan
yagn terjadi karena persatuan yang telah dijalani rakyat.
b. Kranenburg dalam bukunya “Allgemeine Staatslehre”
mengaitkan konsepsi bangsa dengan budi pekerti rakyat.
c. Jacobsen dan Lipman dalam buku “Political Science”
menyatakan bahwa bangsa adalah suatu kesatuan budaya
(cultural unity).
d. Ernest Renan dalam pidatonya di Universitas Sorbone (Paris)
pada tanggal 11 Maret 1882 menyatakan bahwa bangsa adalah
satu jiwa atau satu azas kerohanian yang ditimbulkan oleh adanya
kemuliaan bersama di masa lampau. Bangsa tumbuh karena
adanya solidaritas kesatuan.
e. G.S. Dipondo mengatakan bahwa rakyat hanyalah sebagian kecil
dari bangsa, yaitu mereka yang tidak duduk dalam pucuk
pimpinan. Sedangkan pengertian bangsa mencakup baik
pimpinan maupun rakyat itu sendiri.
f. Padmo Wahyono menggunakan istilah bangsa sebagai unsur
negara: bangsa dari suatu negara jika dilihat secara perorangan
berarti warga negara.

6
Beberapa istilah yang erat pengertiannya dengan rakyat:
a. Rumpun (ras), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
merupakan suatu kesatuan karena berciri jasmaniah yang sama,
misalnya: warna kulit, warna rambut, bentuk badan, wajah, etc.
b. Bangsa (volks), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
merupakan suatu kesatuan karena kesamaan kebudayaan,
misalnya: bahasa, adat/ kebiasaan, agama dan sebagainya.
c. Nation (natie), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang
merupakan suatu kesatuan karena memiliki kesatuan politik yang
sama.

Rakyat merupakan unsur terpenting dalam negara karena


manusialah yang berkepentingan agar organisasi negara dapat berjalan
dengan baik. Rakyat suatu negara dibedakan antara:
a. penduduk dan bukan penduduk
Penduduk ialah mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili
tetap di dalam wilayah negara. Sedangkan bukan penduduk ialah
mereka yang ada di dalam wilayah negara, tetapi tidak bermaksud
bertempat tinggal di negara itu
b. warga negara dan bukan warga Negara
Warga negara ialah mereka yang berdasarkan hukum merupakan
anggota dari suatu negara. Sedangkan bukan warga negara
disebut orang asing atau warga negara asing (WNA).

George Jellinek mengemukakan empat status bangsa, yaitu:


a. Status positif, yaitu status yang memberikan hak kepada warga
negara untuk 13 menuntut tindakan positif negara mengenai
perlindungan atas jiwa raga, hak milik, kemerdekaan, dan
sebagainya.
b. Status negatif, yaitu status yang menjamin warga negara bahwa
negara tidak ikut campur terhadap hak-hak azasi (hak-hak privat)
warga negaranya.
c. Status aktif, yaitu status yang memberikan hak kepada setiap
warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan, misalnya
melalui hak pilih (aktif: memilih, pasif: dipilih).
d. Status pasif, yaitu status yang memberikan kewajiban kepada
setiap warga negara untuk taat dan tunduk kepada negara.

2) Wilayah
Oppenheim dalam buku International Law seperti dikutip Mochtar
Kusumaatdja dan Etty R Agoes menerangkan bahawa adanya wilayah

7
dengan batas batas tertentu suatu Negara tidak akan dianggap segala
kedaulatannya dan eksistensinya.
Wilayah dalam sebuah Negara merupakan unsur yang harus ada,
karena tidak mungkin ada Negara tanpa ada batas-batas territorial yang
jelas. Sebagai contoh, pada tahun 1860, Kursi Suci (Holy See, Papacy)
adalah sebuah Negara, karena menguasai sebagian wilayah Italia dari
pantai barat sampai ke bagian timur jazirah Italia. Ketika pada tahun 1800-
1861 Italia menjadi kerajaan yang disatukan, maka Kursi Suci
diinkonportir ke dalam wilayah kerajaan baru itu, kecuali wilayah di
sekitar kota Roma yang tetap dikuasainya. Akan tetapi pada tahun 1870,
wilayah sekitar kota Roma itu pun dilepaskan dari kekuasaan Kursi Suci.
Secara otomatis kemudian Kursi Suci lenyap sebagai Negara. Baru dalam
tahun 1929 dengan Traktat Lateran dicapai persetujuan antara Mussolini
dan Paus tentang hubungan gereja dan Negara. Dengan Traktat Lateran itu
diciptakan kembali Negara Vatikan yang meliputi luas wilayah 109 Ha di
tengah-tengah kota Roma.
Secara mendasar, wilayah dalam sebuah Negara biasanya mencakup
daratan (wilayah darat), perairan (wilayah laut/perairan) dan udara
(wilayah udara).
a. Daratan (wilayah Darat)
Wilayah darat suatu Negara dibatasi oleh wilayah darat atau laut
(perairan) Negara lain. Perbatasan wilayah sebuah Negara biasanya
ditentukan berdasarkan perjanjian. Perjanjian internasional yang dibuat
antara dua Negara disebut perjanjian bilateral (bi=dua); perjanjian yang
dibuat antara banyak Negara disebut perjanjian multilateral
(multi=banyak). Perbatasan antar dua Negara dapat berupa:
1. Perbatasan alam; seperti sungai, danau, pegunungan atau lembah
2. Perbatasan buatan; seperti pagar tembok, pagar kawat, tiang tembok
3. Perbatasan menurut Ilmu Pasti, yakni dengan menggunakan ukuran
Garis Lintang atau Bujur pada peta bumi.

b. Perairan (wilayah Laut/Perairan)


Perairan atau laut yang menjadi bagian atau termasuk wilayah suatu
Negara disebut perairan atau laut territorial dari Negara yang bersangkutan.
Adapun batas dari perairan territorial itu pada umumnya 3 mil laut (5,555
km) yang dihitung dari pantai ketika air surut. Laut yang berada di luar
perairan territorial disebut Lautan Bebas (Mare Liberum). Disebut dengan
Lautan Bebas, karena wilayah perairan tersebut tidak termasuk wilayah
kekuasaan suatu Negara sehingga siapapun bebas memanfaatkannya.
Lautan yang merupakan wilayah suatu negara disebut laut teritorial
negara itu, sedangkan laut di luarnya disebut laut terbuka (laut bebas, mare
liberum). Ada dua konsepsi pokok tentang laut, yaitu:
8
1) Res Nullius, yang menyatakan bahwa laut tidak ada pemiliknya,
sehingga dapat diambil/dimiliki oleh setiap Negara;
2) Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik bersama
masyarakat dunia dan karenanya tidak dapat diambil/dimiliki oleh
setiap negara.

Tidak ada ketentuan dalam hukum internasional yang menyeragamkan


lebar laut teritorial setiap negara. Kebanyakan negara secara sepihak
menentukan sendiri wilayah lautnya. Pada umumnya dianut tiga (3) mil
laut (± 5,5 km) seperti Kanada dan Australia. Tetapi ada pula yang
menentukan batas 12 mil laut (Chili dan Indonesia), bahkan 200 mil laut
(El Salvador). Batas laut Indonesia sejauh 12 mil laut diumumkan kepada
masyarakat internasional melalui Deklarasi Juanda pada tanggal 13
Desember 1957.
Pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay (Jamaica),
ditandatangani traktat multilateral yang mengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan lautan, misalnya: permukaan dan dasar laut, aspek
ekonomi, perdagangan, hukum, militer dan lingkungan hidup. Traktat
tersebut ditandatangani 119 delegasi peserta yang terdiri dari 117 negara
dan dua organisasi kebangsaan.

Tentang batas lautan ditetapkan sebagai berikut:


1) Batas laut territorial Setiap negara berdaulat atas lautan teritorial yang
jaraknya sampai 12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari
pantai.
2) Batas zona bersebelahan Di luar batas laut teritorial sejauh 12 mil laut
atau 24 mil dari pantai. Di dalam wilayah ini negara pantai dapat
mengambil tindakan dan menghukum pihak-pihak yang melanggar
undang-undang bea cukai, fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.
3) Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) ZEE adalah wilayah laut suatu
negara pantai yang batasnya 200 mil laut diukur dari pantai. Di dalam
wilayah ini, negara pantai yang bersangkutan berhak menggali
kekayaan laut dan menangkap nelayan asing yang kedapatan
menangkap ikan di wilayah ini serta melakukan kegiatan ekonomi
lainnya. Negara lain bebas berlayar atau terbang di atas wilayah itu
serta bebas pula memasang kabel dan pipa di bawah laut.
4) Batas landas benua Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara
yang batasnya lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini negara pantai
boleh melakukan eksplorasi dan 11 eksploitasi dengan kewajiban
membagi keuntungan dengan masyarakat internasional.
c. Udara (wilayah Udara)

9
Udara yang berada di atas wilayah darat (daratan) dan wilayah laut
(perairan) territorial suatu Negara merupakan bagian dari wilayah udara
sebuah Negara. Mengenai batas ketinggian sebuah wilayah Negara tidak
memiliki batas yang pasti, asalkan Negara yang bersangkutan dapat
mempertahankannya.
Wilayah udara suatu negara ada di atas wilayah daratan dan lautan
negara itu. Kekuasaan atas wilayah udara suatu negara itu pertama kali
diatur dalam Perjanjian Paris pada tahun 1919 (dimuat dalam Lembaran
Negara Hindia Belanda No.536/1928 dan No.339/1933). Perjanjian
Havana pada tahun 1928 yang dihadiri 27 negara menegaskan bahwa setiap
negara berkuasa penuh atas udara di wilayahnya. Hanya seizin dan atau
menurut perjanjian tertentu, pesawat terbang suatu negara boleh
melakukan penerbangan di atas negara lain. Demikian pula Persetujuan
Chicago 1944 menentukan bahwa penerbangan internasional melintasi
negara tanpa mendarat atau mendarat untuk tujuan transit dapat dilakukan
hanya seizin negara yang bersangkutan. Sedangkan Persetujuan
Internasional 1967 mengatur tentang angkasa yang tidak bisa dimiliki oleh
negara di bawahnya dengan alasan segi kemanfaatan untuk semua negara
dan tujuan perdamaian.

d. Wilayah Ekstrateritorial
Suatu wilayah atau daerah karena ketetapan hukum internasional, maka
dianggap sebagai wilayah atau bagian wilayah dari suatu Negara. Hal – hal
yang termasuk dalam ketetapan hukum internasional tersebut yakni, kapal
– kapal yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera Negara tertentu dan
tempat atau daerah kerja perwakilan diplomatik.

3) Pemerintah
Pemerintah sebagai unsur Negara adalah pemerintaj dalam pengertian
luas, yaitu gabungan seluruh alat perlengkapan Negara. Pemerintah itu
harus berdaulat. Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi untuk
membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang
tersedia.
Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan,
mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan
yang bertentangan. Pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan
menjalankan kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi
politik yang disebut Negara. Pemerintah adalah badan yang mengatur
urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan-kepentingan bersama.
Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan Negara, menjalankan fungsi-
fungsi kesejahteraan bersama.

10
Istilah Pemerintah merupakan terjemahan dari kata asing Government
(Inggris),Gouvernement (Prancis) yang berasal dari kata Yunani
κουβερµαν yang berarti mengemudikan kapal (nahkoda). Dalam arti luas,
pemerintah adalah gabungan dari semua badan kenegaraan (eksekutif,
legislatif, yudikatif) yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara.
Dalam arti sempit, Pemerintah mencakup lembaga eksekutif saja.

Menurut Utrecht, istilah Pemerintah meliputi pengertian yang tidak


sama sebagai berikut:
a. Pemerintah sebagai gabungan semua badan kenegaraan atau seluruh
alat perlengkapan negara adalam arti luas yang meliputi badan
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
b. Pemerintah sebagai badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa
memerintah di wilayah suatu negara (dhi. Kepala Negara).
c. Pemerintah sebagai badan eksekutif (Presiden bersama menteri-
menteri: kabinet).

Istilah kedaulatan merupakan terjemahan dari sovereignty (Inggris),


souveranete (Prancis),sovranus (Italia) yang semuanya diturunkan dari
kata supremus (Latin) yang berarti tertinggi. Kedaulatan berarti kekuasan
yang tertinggi, tidak di bawah kekuasaan lain.
Pemerintah yang berdaulat berarti pemerintah yang memegang
kekuasaan tertinggi di dalam negaranya dan tidak berada di bawah
kekuasaan pemerintah negara lain. Maka, dikatakan bahwa pemerintah
yang berdaulat itu berkuasa ke dalam dan ke luar:
a. Kekuasaan ke dalam, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu
dihormati dan ditaati oleh seluruh rakyat dalam negara itu;
b. Kekuasaan ke luar, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu
dihormati dan diakui oleh negara-negara lain.

Jean Bodin (1530-1596), seorang ahli ilmu negara asal Prancis,


berpendapat bahwa negara tanpa kekuasaan bukanlah negara. Dialah
yang pertama kali menggunakan kata kedaulatan dalam kaitannya
dengan negara (aspek internal: kedaulatan ke dalam). 14 Kedaulatan ke
dalam adalah kekuasaan tertinggi di dalam negara untuk mengatur
fungsinya. Kedaulatan ke luar adalah kekuasaan tertinggi untuk
mengatur pemerintahan serta memelihara keutuhan wilayah dan kesatuan
bangsa (yang selayaknya dihormati oleh bangsa dan negara lain pula),
hak atau wewenang mengatur diri sendiri tanpa pengaruh dan campur
tangan asing.
Grotius (Hugo de Groot) yang dianggap sebagai bapak hukum
internasional memandang kedaulatan dari aspek eksternalnya,
11
kedaulatan ke luar, yaitu kekuasaan mempertahankan kemerdekaan
negara terhadap serangan dari negara lain.
Sifat-sifat kedaulatan menurut Jean Bodin:
a. Permanen/ abadi, yang berarti kedaulatan tetap ada selama negara
masih berdiri.
b. Asli, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak berasal adari
kekuasaan lain yang lebih tinggi.
c. Tidak terbagi, yang berarti bahwa kedaulatan itu merupakan satu-
satunya yang tertinggi di dalam negara.
d. Tidak terbatas, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak dibatasi oleh
siapa pun, karena pembatasan berarti menghilangkan ciri kedaulatan
sebagai kekuasaan yang tertinggi.
4) Pengakuan dari Negara lain
Pengakuan dari Negara lain melainkan hanya bersifat menerangkan
tentang adanya sesuatu Negara. Pengakuan dari Negara lain ini terdiri atas
dua macam yaitu pengakuan de facto dan de jure. Pengakuan secara de
facto adalah pengakuan berdasarkan kenyataan(fakta), bahwa diatas
wilayah itu diakui telah berdri suatu Negara. Sementara pengakuan de jure
adlah pengakuan berdasarkan hukum. (Asep Sahid Gatara M.Si, Drs. H.
Subhan Sofian, 2012)
Pengakuan oleh negara lain didasarkan pada hukum internasional.
Pengakuan itu bersifat deklaratif/evidenter, bukan konstitutif. Proklamasi
kemerdekaan Amerika Serikat dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 1776,
namun Inggris (yang pernah berkuasa di wilayah AS) baru mengakui
kemerdekaan negara itu pada tahun 1783.

Adanya pengakuan dari negara lain menjadi tanda bahwa suatu negara
baru yang telah memenuhi persyaratan konstitutif diterima sebagai anggota
baru dalam pergaulan antarnegara. Dipandang dari sudut hukum
internasional, faktor pengakuan sangat penting, yaitu untuk:
a. Tidak mengasingkan suatu kumpulan manusia dari hubungan-
hubungan internasional.
b. Menjamin kelanjutan hubungan-hubungan intenasional dengan jalan
mencegah kekosongan hukum yang merugikan, baik bagi
kepentingan-kepentingan individu maupun hubungan antarnegara.

Menurut Oppenheimer, pengakuan oleh negara lain terhadap


berdirinya suatu negara semata-mata merupakan syarat konstitutif untuk
menjadikan international person. Dalam kedudukan itu, keberadaan
negara sebagai kenyataan fisik (pengakuan de facto) secara formal dapat
ditingkatkan kedudukannya menjadi suatu judicial fact (pengakuan de
jure). Pengakuan de facto adalah pengakuan menurut kenyataan bahwa
12
suatu negara telah berdiri dan menjalankan kekuasaan sebagaimana
negara berdaulat lainnya. Sedangkan 15 pengakuan de jure adalah
pengakuan secara hukum bahwa suatu negara telah berdiri dan diakui
kedaulatannya berdasarkan hukum internasional.

Perbedaan antara pengakuan de facto dan pengakuan de jure antara lain


adalah:
a. Hanya negara atau pemerintah yang diakui secara de jure yang dapat
mengajukan klaim atas harta benda yang berada dalam wilayah
negara yang mengakui.
b. Wakil-wakil dari negara yang diakui secara de facto secara hukum
tidak berhak atas kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewah
diplomatik secara penuh.
c. Pengakuan de facto – karena sifatnya sementara – pada prinsipnya
dapat ditarik kembali.
d. Apabila suatu negara berdaulat yang diakui secara de jure
memberikan kemerdekaan kepada suatu wilayah jajahan, maka
negara yang baru merdeka itu harus diakui secara de jure pula.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan


kemerdekaannya. Unsurunsur negara terpenuhi pada tanggal 18 Agustus
1945. Pengakuan pertama diberikan oleh Mesir, yaitu pada tanggal 10
Juni 1947. Berturut-turut kemerdekaan Indonesia itu kemudian diakui
oleh Lebanon, Arab Saudi, Afghanistan, Syria dan Burma. Pengakuan de
facto diberikan Belanda kepada Republik Indonesia atas wilayah Jawa,
Madura dan Sumatra dalam Perundingan Linggarjati tahun 1947.
Sedangkan pengakuan de jure diberikan Belanda pada tanggal 27
Desember 1949 dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
Pengakuan terhadap negara baru dalam kenyataannya lebih
merupakan masalah politik daripada masalah hukum. Artinya,
pertimbangan politik akan lebih berpengaruh dalam pemberian
pengakuan oleh negara lain. Pengakuan itu merupakan tindakan bebas
dari negara lain yang mengakui eksistensi suatu wilayah tertentu yang
terorganisasi secara politik, tidak terikat kepada negara lain,
berkemampuan menaati kewajiban-kewajiban hukum internasional
dalam statusnya sebagai anggota masyarakat internasional.
Menurut Starke, tindakan pemberian pengakuan dapat dilakukan
secara tegas (expressed), yaitu pengakuan yang dinyatakan secara resmi
berupa nota diplomatik, pesan pribadi kepala negara atau menteri luar
negeri, pernyataan parlemen, atau melalui traktat. Pengakuan juga dapat
dilakukan secara tidak tegas (implied), yaitu pengakuan yang

13
ditampakkan oleh hubungan tertentu antara negara yang mengakui
dengan negara atau pemerintahan baru.
Ada dua teori pengakuan yang saling bertentangan:
a. Teori Konstitutif, yaitu teori yang menyatakan bahwa hanya
tindakan pengakuanlah yang menciptakan status kenegaraan atau
yang melengkapi pemerintah baru dengan otoritasnya di lingkungan
internasional
b. Teori Deklaratoir atau Evidenter, yaitu teori yang menyatakan
bahwa status 16 kenegaraan atau otoritas pemerintah baru telah ada
sebelum adanya pengakuan dan status itu tidak bergantung pada
pengakuan yang diberikan. Tindakan pengakuan hanyalah
pengumuman secara resmi terhadap fakta yang telah ada. (“Negara,”
n.d.)

D. Bentuk-Bentuk Negara

Bentuk Negara dalam konsep dan teori modern saat ini terbagi ke
dalam dua (2) bentuk Negara, yakni Negara Kesatuan (Unitarisme) dan
Negara Serikat (Federasi).

1. Negara Kesatuan
Negara Kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang
merdeka dan berdaulat, dengan satu Pemerintah Pusat yang berkuasa
dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya, Negara kesatuan
ini terbagi ke dalam 2 (dua) macam, yaitu:
a. Negara Kesatuan dengan system sentralisasi, yakni system
pemerintahan yang seluruh persoalan yang berkaitan dengan
Negara langsung diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat,
sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
b. Negara Kesatuan dengan system desentralisasi, yakni kepala
daerah (sebagai pemerintah daerah) diberikan kesempatan dan
kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal
dengan otonomi daerah atau swatantra.
Beberapa negara yang menganut negara kesatuan adalah:
1) Indonesia
2) Jepang
3) Filipina
4) Italia
5) Belanda
6) Kamboja
7) Dan lain-lain
2. Negara Serikat (Federasi)
14
Negara Serikat (Federasi) merupakan bentuk Negara gabungan
dari beberapa Negara bagian dari Negara Serikat. Negara-negara
bagian tersebut, pada awalnya merupakan Negara yang merdeka,
berdaulat dan berdiri sendiri. Setelah menggabungkan diri dengan
Negara Serikat, maka dengan sendirinya Negara tersebut melepaskan
sebagian dari kekuasaannya dan menyerahkannya kepada Negara
Serikat. Penyerahan kekuasaan dari Negara Bagian kepada Negara
Serikat tersebut, disebut limitative (sebuah demi sebuah), serta hanya
kekuasaan yang disebut oleh Negara Bagian saja (delegated powers)
yang menjadi kekuasaan Negara Serikat.(Ubaedillah et al., 2008)
Kekuasaan asli dalam Negara Federasi merupakan tugas
Negara Bagian, karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya.
Sementara Negara Federasi bertugas untuk menjalankan hubungan
Luar Negeri, Pertahanan Negara, Keuangan, dan Urusan Pos.
Beberapa negara yang menganut negara serikat adalah;
1) Argentina
2) Austria
3) Amerika Serikat
4) Brasil
5) Meksiko
6) Nigeria
7) Dan lain-lain
Selain kedua bentuk Negara tersebut (kesatuan dan federasi),
dilihat dari sisi jumlah orang yang memerintah dalam sebuah Negara,
maka bentuk Negara terbagi ke dalam tiga (3) kelompok, yakni
Monarki, Oligarki, dan Demokrasi.
1. Monarki
Monarki merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani
monos yang berarti tunggal dan arkien yang berarti memerintah.
Jadi dapat dikatakan bahwa Negara Monarki adalah bentuk Negara
yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah (yang
berhak memerintah) oleh satu orang saja.
2. Oligarki
Oligarki dipahami sebagai Negara yang dipimpin oleh beberapa
orang. Model Negara oligarki ini biasanya diperintah dari
kelompok orang yang berasal dari kalangan feudal.
3. Demokrasi
Negara Demokrasi merupakan bentuk Negara yang pimpinan
(pemerintah) tertinggi Negara terletak di tangan rakyat. Dalam
bentuk Negara yang demokratis, rakyat memiliki kekuasaan penuh
dalam menjalankan pemerintahan.

15
E. Teori-Teori tentang Negara

1. Teori Kontrak Sosial (Social Contract)


Teori kontrak social atau teori perjanjian masyarakat
beranggapan bahwa Negara dibentuk berdasarkan perjanjian-
perjanjian masyarakat. Teori ini adalah salah satu teori yang terpenting
mengenai asal-usul Negara. Di samping tertua, teori ini juga relatif
bersifat universal, karena teori perjanjian masyarakat adalah teori yang
termudah dicapai, dan Negara tidak merupakan Negara tiranik.
Penganut teori kontrak social ini mencakup para pakar dari
paham kenegaraan yang absolutis sampai ke penganut paham
kenegaraan yang terbatas. Untuk menjelaskan teori asal-mula Negara
yang didasarkan atas kontrak social ini, dapat dilihat dari beberapa
pakar yang memiliki pengaruh dalam pemikiran politik tentang
Negara, yaitu Thomas Hobbes, John Locke dan JJ. Rousseau.

a. Thomas Hobbes (1588-1679)


Hobbes mengemukakan bahwa kehidupan manusia terpisah
dalam dua zaman, yakni keadaan selama belum ada Negara (status
naturalis, state og nature) dan keadaan setelah ada Negara. Bagi
Hobbes, keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman
sentosa, adil dan makmur. Tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu
merupakan suatu keadaan social yang kacau, suatu inferno di dunia
ini tanpa hukum yang dibuat oleh manusia secara sukarela dan
tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan social antar individu itu.
Dalam keadaan demikian, hukum dibuat oleh mereka yang
fisiknya terkuat sebagaimana keadaan di hutan belantara. Manusia
seakan-akan merupakan binatang dan menjadi mangsa dari
manusia yang fisik lebih kuat dari padanya. Keadaan ini dilukiskan
dalam peribahasa Latin homo homini lupus. Manusia saling
bermusuhan, saling berperang satu melawan yang lain. Keadaan ini
dikenal sebagai ‘’bellum omnium contra omnes’’ (perang antara
semua melawan semua). Bukan perang dalam arti peperangan yang
terorganisasikan, tetapi perang dalam arti keadaan bermusuhan
yang terus menerus antara individu dan individu lainnya.
Keadaan serupa itu tidak dapat dibiarkan berlangsung terus,
manusia dengan akalnya mengerti dan menyadari bahwa demi
kelanjutan hidup mereka sendiri, keadaan alamiah itu harus
diakhiri. Hal ini dilakukan dengan mengadakan perjanjian bersama
individu-individu yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah
berjanji akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya
kepada seseorang atau sebuah badan. Teknik perjanjian masyarakat
16
yang dibuat Hobbes sebagai berikut setiap individu mengatakan
kepada individu lainnya bahwa: ‘’Saya memberikan kekuasaan dan
menyerahkan hak memerintah kepada orang ini atau kepada orang-
orang yang ada di dalam dewan ini dengan syarat bahwa saya
memberikan hak kepadanya dan memberikan keabsahan seluruh
tindakan dalam suatu cara tertentu (I authorise and give up my right
of Governing myself, to this Man, or to this Assembly of men, on
this condition, that thou give up the right to him, and authorise all
his action in like manner). Dengan kata-kata seperti itu,
terbentuklah Negara yang dianggap dapat mengakhiri anarkhi yang
menimpa individu dalam keadaan alamiah itu. Dengan perjanjian
seperti itu terbentuklah Leviathan besar atau Tuhan Yang Tidak
Abadi (Mortal God).
Bagi Hobbes hanya terdapat satu macam perjanjian, yakni
pactum subjectionis atau perjanjian pemerintahan dengan cara
segenap individu yang berjanji menyerahkan semua hak-hak kodrat
mereka yang dimiliki ketika hidup dalam keadaan alamiah kepada
seseorang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur
kehidupan mereka. Akan tetapi, perjanjian saja belum cukup, orang
atau sekelompok orang yang ditunjuk itu harus diberikan pula
kekuasaan. Negara harus berkuasa penuh sebagaimana halnya
dengan binatang buas leviathan yang dapat menaklukan segenap
binatang buas lainnnya. Negara harus diberikan kekuasaan yang
mutlak sehingga kekuasaan Negara tidak dapat ditandingi dan
disaingi oleh kekuasaan apapun. Di dunia ini tiada kekuasaan yang
dapat menandingi dan menyaingi kekuasaan Negara (Non est
potestas Super Terram quae Comparatur ei.)
Dengan perjanjian seperti itu, tidaklah mengherankan bahwa
Hobbes meletakkan dasar-dasar falsafah dari Negara yang mutlak,
teristimewa Negara kerajaan yang absolut. Hobbes adalah seorang
royalis yang berpendirian bahwa hanya Negara yang berbentuk
Negara kerajaan yang mutlaklah dapat menjalankan pemerintahan
yang baik. (Isjwara. 1982: 141-3)

b. John Locke (1632-1704)


Bagi Locke, keadaan alamiah ditafsirkan sebagai suatu keadaan
di mana manusia hidup bebas dan sederajat, menurut kehendak
hatinya sendiri. Keadaan alamiah ini sudah bersifat social, karena
manusia hidup rukun dan tentram sesuai dengan hukum akal (law
of reason) yang mengajarkan bahwa manusia tidak boleh
mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan dan milik dari
sesamanya.
17
Dalam konsep tentang keadaan alamiah (state of nature), Locke
dan Hobbes memiliki perbedaan. Bila Hobbes melihat keadaan
alamiah sebagai suatu keadaan anarkhi, Locke sebaliknya melihat
keadaan itu sebagai suatu keadaan of peace, goodwill, mutual
assistance and preservation. Sekalipun keadaan itu suatu keadaan
ideal, namun Locke juga merasakan bahwa keadaan itu potensial
dapat menimbulkan anarkhi, karena manusia hidup tanpa
organisasi dan pimpinan yang dapat mengatur kehidupan mereka.
Dalam keadaan alamiah setiap individu sederajat baik mengenai
kekuasaan maupun hak-hak lainnya, sehingga penyelenggaraan
kekuasaan dan yurisdiksi dilakukan oleh individu sendiri-sendiri,
berdasarkan asas timbal balik (reciprocity). Setiap individu adalah
hakim dari perbuatan dan tindakannya. Keadaan alamiah, karena
itu, dalam dirinya sendiri mengandung potensi untuk menimbulkan
kegaduhan dan kekacauan. Oleh karena itu, manusia membentuk
Negara dengan suatu perjajian bersama.
Dasar kontraktual dari Negara dikemukakan sebagai peringatan
bahwa kekuasaan penguasa tidak pernah mutlak tetapi selalu
terbatas, sebab dalam mengatakan perjanjian dengan seorang atau
sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan seluruh
hak-hak alamiah mereka. Ada hak-hak alamiah yang merupakan
hak-hak asasi yang tidak dapat dilepaskan, juga tidak oleh individu
itu sendiri. Penguasa yang diserahi tugas mengatur hidup individu
dalam ikatan kenegaraan harus menghormati hak-hak asasi itu.
Juga dalam konstruksi perjanjian itu terdapat perbedaan
fundamental antara Locke dan Hobbes.
Jika Hobbes hanya mengkontruksi satu jenis perjanjian
masyarakat saja, yaitu pactum subjectionis, Locke mengajukan
kontrak itu dalam fungsinya yang rangkap. Pertama, individu
dengan individu lainnya mengadakan suatu perjanjian masyarakat
untuk membentuk suatu masyarakat politik atau Negara.
Pembentukan Negara adalah fase pertama dan dilakukan dengan
suatu factum unionis ‘’men being … by nature all free, equal and
independent, no one can be put out of this estate and subjected to
the political power of another without this own consent, which is
done by agreeing with other men, to join and unite into a
community for their comfortable, safe, and peaceable living one
amongst another, in a secure enjoyment of their properties, and a
greater security against any that are not it’’.
Locke sekaligus menyatakan bahwa suatu pemufakatan yang
dibuat berdasarkan suara terbanyak dapat dianggap sebagai
tindakan seluruh masyarakat itu, karena persetujuan individu-
18
individu untuk membentuk Negara, mewajibkan individu-individu
lain untuk menaati Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak
itu. Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu tidak dapat
mengambil hak-hak milik manusia dan hak-hak lainnya yang tidak
dapat dilepaskan.
Dengan demikian, Locke menambah pactum unionis dengan
suatu pactum subjectionis. Di samping itu, Locke juga berpisah
jalan dengan Hobbes mengenai hak-hak yang diserahkan kepada
Negara yang dibentuk secara kontraktual itu. Hobbes
mengkontruksinya sedemikian rupa sehingga semua hak-hak
individu yang dimilikinya selama hidup dalam keadaan alamiah
diserahkan kepada seseorang atau sekelompok orang yang diserahi
tugas memerintah. Dengan cara itu, ajaran kontraktual Hobbes
menimbulkan Negara kerajaan yang mutlak. Tetapi, bagi Locke,
individu mempunyai hak-hak yang tidak dapat dilepaskan
(inalienable rights) berupa ‘’life, liberty, estate’. Hak-hak ini
merupakan hak-hak kodrat yang dimiliki individu sebagai manusia,
sejak ia hidup dalam keadaan alamiah. Hak-hak ini mendahului
adanya kontrak social yang dibuat kemudian dari pada itu, dan
karena itu pula hak-hak itu tidak bergantung pada kontrak tersebut.
Bahkan, menurut Locke, fungsi utama perjanjian masyarakat
ialah untuk menjamin dan melindungi hak-hak kodrat tersebut.
Dengan konstruksi demikian ini, Locke menghasilkan Negara yang
dalam kekuasaannya dibatasi oleh hak-hak kodrat yang tidak dapat
dilepaskan itu. Dengan kata lain, ajaran Locke menghasilkan
Negara konstitusional dan bukan Negara absolut tanpa batas-batas.
Dengan teorinya ini, Locke patut disebut sebagai ‘’Bapak Hak-hak
Asasi Manusia’’. (Isjwara. 1982: 144-6)

c. Jean Jacques Rousseau (1712-1778)


Rousseau merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan
istilah kontrak social (social contract) dengan makna dan
orisinalitas yang tersendiri. Ia merupakan sarjana terakhir yang
mempertahankan teori yang sudah tua dan usang itu. Ia juga
memisahkan suasana kehidupan manusia dalam dua zaman, zaman
pra-negara dan zaman bernegara. Keadaan alamiah itu
diumpamakannya sebagai keadaan sebelum manusia melakukan
dosa, suatu keadaan yang aman dan bahagia. Dalam keadaan
alamiah, hidup individu bebas dan sederajat, semuanya dihasilkan
sendiri oleh indivisu dan individu itu puas.
Karena keadaan alamiah itu tidak dapat dipertahankan
seterusnya, maka manusia dengan penuh kesadaran mengakhiri
19
keadaan itu dengan suatu kontrak social. Klausul-klausul perjanjian
masyarakat itu dirumuskan Rosseau sebagai berikut: ‘’Each of us
puts his person and all his power in common under the supreme
direction of the general will, and, in our corporate capacity, we
receive each member as an indivisible part of the whole’’.
Dengan ketentuan-ketentuan perjajian masyarakat seperti itu
berlangsunglah peralihan dari keadaan alamiah ke keadaan
bernegara. Manusia terbelenggu dimana-dimana. Man is born free
and everywhere he is in chains, demikian kata Rosseau.
Jika Hobbes hanya mengenal pactum subjections dan Locke
mengkontruksi dua jenis perjanjian masyarakat, maka Rosseau
hanya mengenal satu jenis perjanjian saja, yaitu hanya pactum
unionis, perjanjian masyarakat yang sebenarnya. Rosseau tidak
mengenal pactum subjectionis yang membentuk pemerintah yang
ditaati. Pemerintah tidak mempunyai dasar kontraktual. Hanya
organisasi politiklah yang dibentuk dengan kontrak. Pemerintah
sebagai pimpinan organisasi itu dibentuk dan ditentukan oleh yang
berdaulat dan merupakan wakil-wakilnya (gecommitteerde). Yang
berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui kemauan umumnya.
Pemerintah hanyalah simply and solely a commission, an
employment, in which the rules, mere officials of the sovereign,
exercise in their own name the power of which it makes them
depositories.
Negara atau ‘’badan korporatif kolektif’’ yang dibentuk itu
menyatakan ‘’kemauan umumnya’’ (general will) yang tidak dapat
keliru atau salah, tetapi yang tidak senantiasa progresif. Kemauan
umum inilah yang mutlak berdaulat. Kemauan umum tidak selalu
berarti kemauan seluruh rakyat. Adakalanya terdapat perbedaan-
perbedaan antara kemauan umum dan kemauan seluruh rakyat (will
of all). Kemauan umum selalu benar dan ditujukan pada
kebahagiaan bersama, sedangkan kemauan seluruh rakyat juga
memperhatikan kepentingan individual (particular interest) dan
karena itu merupakan keseluruhan kemauan-kemauan khusus
(particular will) tersebut.
Dengan konstruksi perjanjian masyarakat itu, Rosseau
menghasilkan bentuk Negara yang kedaulatannya berada dalam
tangan rakyat melalui kemauan umumnya. Ia adalah peletak dasar
paham kedaulatan rakyat atau jenis Negara yang demokratis, yakni
rakyat berdaulat dan penguasa-penguasa Negara hanya merupakan
wakil-wakil rakyat. (Isjwara. 1982: 147-9)

2. Teori Ketuhanan
20
Teori ketuhanan ini dikenal juga dengan doktrin teokratis dalam
teori asal-mula Negara. Teori ini pun bersifat universal dan ditemukan
baik di dunia Timur maupun di dunia Barat, baik di dalam teori maupun
dalam praktik. Doktrin ketuhanan ini memperoleh bentuknya yang
sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada Abad
Pertengahan yang menggunakan teori itu untuk membenarkan
kekuasaan raja-raja yang mutlak. Doktrin ini mengemukakan hak-hak
raja yang berasal dari Tuhan untuk memerintah dan bertahta sebagai
raja (Devine Rights of Kings). Doktrin ketuhanan lahir sebagai
resultante kontroversial dari kekuasaan politik dalam Abad
Pertengahan. Kaum ‘’monarchomach’’ (penentang raja) berpendapat
bahwa raja yang berkuasa secara tiranik dapat diturunkan dari
mahkotanya, bahkan dapat dibunuh. Mereka beranggapan bahwa
sumber kekuasaan adalah rakyat, sedangkan raja-raja pada waktu itu
beranggapan kekuasaan mereka diperoleh dari Tuhan.
Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara
ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan pemimpin-pemimpin Negara hanya
bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak pada siapapun. Teori
teoktratis seperti ini memang sudah amat tua dan didasarkan atas sabda
Paulus yang terdapat dalam Rum XIII ayat 1 dan 2.
Thomas Aquinas mengikuti ajaran Paulus dan menganggap
Tuhan sebagai principium dari semua kekuasaan, tetapi memasukkan
unsur-unsur sekuler dalam ajarannya itu, yaitu bahwa sekalipun Tuhan
memberikan principium itu kepada penguasa, namun rakyat
menentukan modus atau bentuknya yang tetap dan bahwa rakyat pula
yang memberikan kepada seseorang atau segolongan orang exercitum
dari pada kekuasaan itu. Karenanya, teori Thomas Aquinas ini bersifat
monarcho-demokratis, yaitu bahwa di dalam ajaran itu terdapat unsur-
unsur yang monarchistis di samping unsur-unsur yang demokratis.
Jika doktrin ketuhanan itu dalam Abad pertengahan masih
bersifat monarcho-demokratis, dalam abad-abad ke-16 dan ke-17
doktrin itu bersifat monarchistis semata. Dengan doktrin seperti itu
diusahakan agar kekuasaan raja mendapatkan sifatnya yang suci,
sehingga pelanggaran terhadap kekuasaan raja merupakan pelanggaran
terhadap Tuhan. Raja dianggap sebagai wakil Tuhan, bayangan Tuhan
dan letnan Tuhan di dunia atau dikenal dengan istilah ‘’La Roi c’est
l’image de Dieu’’.

3. Teori Kekuatan
Teori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara
yang pertama adalah hasil dominasi dari kelompok yang kuat terhadap
kelompok yang lemah. Negara terbentuk dengan penaklukan dan
21
pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok
etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah
proses pembentukan Negara. Negara merupakan resultante positif dari
sengketa dan penaklukan. Dalam teori kekuatan, faktor kekuatanlah
yang dianggap sebagai faktor tunggal yang menimbulkan Negara.
Negara dilahirkan karena pertarungan kekuatan dan yang keluar
sebagai pemenang adalah pembentuk Negara itu. Dalam teori ini pula
kekuatan membuat hukum (might makes right). Kekuatan adalah
pembenarannya dan raison d’etre-nya Negara. (Budiman, 2002)

4. Teori Organis
Konsepsi organis tentang hakikat dan asal mula Negara adalah
suatu konsep biologis yang melukiskan Negara dengan istilah-istilah
ilmu alam. Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup,
manusia atau binatang. Individu yang merupakan komponen-
komponen Negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu.
Kehidupan corporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang
belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar)
sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu.
Fisiologi Negara sama dengan fisiologi makhluk hidup, terutama
dalam konteks kelahirannya, pertumbuhan, perkembangan dan
kematiannya. Doktrin organis dari segi isinya dapat digolongkan ke
dalam teori-teori organisme moral, organisme psikis, organisme
biologis dan organisme social. (P. Johnson, Lawang, 1986)

5. Teori Historis
Teori historis atau teori evolusionistis (gradualistic theory)
merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga social
tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan manusia. Sebagai lembaga social yang
diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, maka
lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu dan
tuntutan-tuntutan zaman. (Dr. K.H. abdul Hamid, Saebani, Drs. Beni
Ahmad, Sholehuddin, 2012)

6. Teori Hukum Alam


Para penganut teori hukum alam menganggap adanya hukum yang
berlaku abadi dan universal (tidak berubah, berlaku di setiap waktu dan
tempat). Hukum alam bukan buatan negara, melainkan hukum yang
berlaku menurut kehendak alam.
Penganut Teori Hukum Alam antara lain:
a. Masa Purba: Plato (429-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
22
b. Masa Abad Pertengahan: Augustinus (354-430) dan Thomas
Aquino (1226-1234)
c. Masa Renaissance: para penganut teori Perjanjian Masyarakat
Menurut Plato, asal mula terjadinya negara adalah karena:
a. Adanya keinginan dan kebutuhan manusia yang beraneka ragam
sehingga menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk
memenuhi kebutuhan hidup;
b. Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa
berhubungan dengan manusia lain dan harus menghasilkan segala
sesuatu yang bisa melebihi kebutuhannya sendiri untuk
dipertukarkan;
c. Mereka saling menukarkan hasil karya satu sama lain dan
kemudian bergabung dengan sesamanya membentuk desa;
d. Hubungan kerja sama antardesa lambat laun menimbulkan
masyarakat (negara kota).

Negara berasal dari alam karena alamiah yang menciptakan


Negara. Asal-usul pandangan ini berasal dari Aristoteles. Menurutnya,
alam yang membenarkan terwujudnya Negara karena ia sendiri adalah
bagian dari alam. (Hatta, 1986)
Aristoteles meneruskan pandangan Plato tentang asal mula
terjadinya negara. Menurutnya, berdasarkan kodratnya manusia harus
berhubungan dengan manusia lain dalam mempertahankan
keberadaannya dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan itu
pada awalnya terjadi di dalam keluarga, kemudian berkembang
menjadi suatu kelompok yang agak besar. Kelompok-kelompok yang
terbentuk dari keluarga-keluarga itu kemudian bergabung dan
membentuk desa. Dan kerja sama antardesa melahirkan negara kecil
(negara kota) (“Teori Terbentuknya Negara,” n.d.)

F. Proses Terbentuknya Negara


1) Terjadinya Negara secara primer
Teori yang membahas tentang terjadinya Negara yang tidak
dihubungkan dengan Negara yang telah ada sebelumnya. Ada 4 fase
yakni:
a. Fase Genootschap: perkelompokkan dari orang-orang yang
menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama dan
disandarkan pada persamaan. Persekutuan Masyarakat merupakan
kehidupan manusia yang diawali dari keluarga, kemudian
kelompok-kelompok masyarakat hukum (suku). Satu suku
berkembang menajdi dua suku, tiga suku, dan seterusnya hingga
menjadi besar dan kompleks. Perkembangan tersebut bisa terjadi
23
karena faktor alami atau karena penaklukan-penaklukan antar
suku.
b. Fase Rijk: kelompok orang-orang yang menggabungkan diri tadi
telah sadar akan hak milik atas tanah hingga muncullah tuan yang
berkuasa atas tanah san orang-orang yang menyewa tanah.
Kerajaan adalah tahap yang dimulai dari kepala suku yang semula
berkuasa di masyarakat yang dipimpin kemudian mengadakan
ekspansi dengan melakukan penaklukan-penaklukan kepada
daerah lain. pada tahap ini muncul kesadaran hak milik dan hak
atas tanah.
c. Fase Staat: masyarakat telah sadar dari tidak bernegara menjadi
bernegara dan mereka telah sadar bahwa mereka berada pada satu
kelompok. Negara / State adalah tahap yang dimulai dari negara
yang diperintah oleh raja yang absolut dengan sistem
pemerintahan tersentralisasi. Ciri-ciri tahap ini adalah seluruh
rakyat dipaksa mematuhi kehendak dan perintah raja dan hanya
ada satu identitas kebangsaan. Tahap ini juga disebut dengan tahap
nasional dalam terjadinya sebuah negara. Dalam tahap ini muncul
kesadaran akan perlunya demokrasi dan kedaulatan rakyat.
d. Fase Democratische Natie (Negara Demokrasi): kesadaran
demokrasi nasional, kesadaran akan adanya kedaulatan ditangan
rakyat. Negara demokrasi adalah tahap dimana timbulnya
keinginan rakyat untuk memegang pemerintahan sendiri. Artinya,
kekuasaan / kedaulatan tertinggi dipegang oleh rakyat. Rakyat
yang berhak memilih pemimpinnya yang dianggap mampu dalam
mewujudkan aspirasinya. ciri dari tahap ini adalah Pemerintahan
yang dipimpin oleh seorang pemimpin pilihan rakyat yang
kemudian berkuasa.

2) Terjadinya Negara secara sekunder


Teori yang membahas tentang terjadinya Negara yang
dihubungkan dengan Negara yang telah ada sebelumnya.
a. Occupatie (pendudukan) : Terjadi ketika suatu wilayah yang tidak
bertuan dan belum dikuasai, kemudian diduduki dan dikuasai oleh
suku atau kelompok tertentu dan didirikan negara diwilayah itu.
Contohnya Liberia adalah daerah kosong yang dijadikan negara
oleh para budak Negro yang dimerdekakan oleh Amerika. Liberia
dimerdekakan pada tahun 1847.
b. Fusi (peleburan) : Terjadi ketika negara-negara kecil mendiami
sebuah wilayah, mengadakan perjanjian / kesepakatan untuk
saling melebur menjadi sebuah negara baru atau dapat dikatakan
suatu penggabungan dua atau lebih Negara menjadi Negara baru.
24
Contohnya terbentuknya Federasi negar Jerman pada tahun 1871,
yaitu Jerman Barat-Jerman Timur.
c. Cessie (penyerahan) : Terjadi saat sebuah wilayah diserahkan
kepada negara lain atas suatu perjanjian tertentu. Contohnya
Wilayah Sleeswijk diserahkan oleh Austria kepada Prusia
(Jerman), karena ada perjanjian bahwa negara yang kalah perang
harus memberikan negara yang dikuasainya kepada negara yang
menang. Austria adalah salah satu negara yang kalah dalam
Perang Dunia I.
d. Acessie (penarikan) : Bertambahnya tanah dari lumpur yang
mengeras di kuala sungai (atau daratan yang timbul dari dasar laut)
dan menjadi wilayah yang dapat dihuni manusia sehingga suatu
ketika telah memenuhi unsur-unsur terbentuknya negara.
Contohnya Mesir yang terbentuk dari delta Sungai Nil.
e. Anexatie (pencaplokan/penguasaan) : Suatu negara berdiri di
suatu wilayah yang dikuasai bangsa lain (diwilayah negara lain)
tanpa reaksi / perlawanan yang memadai dari penduduk setempat.
Contohnya negara Israel terbentuk dengan mencaplok daerah
palestina, Suriah, Yordania, dan Mesir. Penaklukan suatu wilayah
yang memungkinkan pendirian suatu negara di wilayah itu setelah
30 tahun tanpa reaksi yang memadai dari penduduk setempat.
f. Proklamasi : Terjadi saat penduduk pribumi dari suatu wilayah
yang diduduki oleh bangsa lain mengadakan perlawanan
(perjuangan) sehingga dapat merebut kembali wilayahnya dan
menyatakan kemerdekaan. Contohnya Indonesia merdeka dari
Belanda dan Jepang pada tanggal 17 Agustus 1945.
g. Innovation (pembentukan baru) : Suatu negara baru muncul di atas
suatu negara yang pecah karena suatu hal dan kemudian lenyap.
Contohnya negara Columbia yang pecah dan lenyap kemudian
diwilayah tersebut muncul negara baru, yaitu Venezuela dan
Columbia baru
h. Separatis (pemisahan) : Suatu wilayah negara yang memisahkan
diri dari negara yang semula menguasainya kemudian menyatakan
kemerdekaan / memisahkan diri. Contohnya Belgia memisahkan
diri dari Belanda pada tahun 1939 dan menyatakan kemerdekaan.
i. Pendudukan atas wilayah yang belum ada pemerintahan
sebelumnya : Pendudukan ini terjadi terhadap wilayah yang ada
penduduknya, namun tidak berpemerintahan. Contohnya
Australia merupakan daerah baru yang ditemukan Inggris
meskipun di sana terdapat suku Aborigin. Daerah Australia
kemudian dibuat koloni-koloni di mana penduduknya didatangkan
dari daratan Eropa. Selanjutnya australia dimerdekakan tahun
25
1901. (“Falsafah Pendidikan Negara. In Kementrian Pendidikan,”
1988)

26
DAFTAR PUSTAKA
Asep Sahid Gatara M.Si, Drs. H. Subhan Sofian, M. P. (2012). Pendidikan
Kewarganegaraan. Bandung: Focus media.
Budiman, A. (2002). Teori Negara, Kekuasaan dan Ideologi. Gramedia.
Dede Rosyada, A. Ubaidillah, Abdul Rojak, Wahdi Sayuti, M. A. salim G.
(2000). Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani (A. S.
Abdul Rozak, Wahdi Sayuti, Ed.). Jakarta: ICCEI UIN Syarif
Hidayatullah.
Dr. H. M Busrizalti, S.H, M. . (2013). Pendiidkan Kewarganegaraan.
Yogyakarta: total media.
Dr. K.H. abdul Hamid, Saebani, Drs. Beni Ahmad, Sholehuddin, D. A.
(2012). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. CV PUSTAKA
SETIA.
Falsafah Pendidikan Negara. In Kementrian Pendidikan. (1988). Retrieved
from https://doi.org/10.1017/CB09781107415324.004
Hatta, M. (1986). Alam Pikiran Yunani. UI.
Ilmu Negara Fakultas Hukum. (n.d.).
Muchtar, ghazali. A. (2014). pendidikan pancasila dan kewarganegaraan
(1st ed.). bandung: interes media foundation.
Negara. (n.d.). Retrieved from
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendiidkan_1_dir/2f0542d649a36
3d3f04d06edb24599a0.pdf
P. Johnson, Lawang, M. . R. (1986). Teori-teori Sosiologi. Gramedia.
Pengertian Negara. (n.d.). Retrieved from
https://www.romadecade.org/pengertian-negara/#
Pengertian Negara Menurut Para Ahli. (n.d.). Retrieved from
https://materibelajar.co.id/pengertian-negara-menurut-para-ahli/
Teori Terbentuknya Negara. (n.d.). Retrieved from
https://sofiakartikablog.wordpress.com/teori-terbentuknya-negara/
tujuan berdirinya Negara. (n.d.). Retrieved from
https://guruakuntansi.co.id/tujuan-berdirinya-negara/
Tujuan Negara. (n.d.). Retrieved from
https://kitchenuhmaykoosib.com/tujuan-negara/
Ubaedillah, A., Rozak, A., Hanas, ade syukron, Darmadji, A., Irfan, A.,
Budiman, … Rohmatien, T. (2008). pendidikan kewarganegaraam
(civic education) (ke 3). jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA
GROUP.

27
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Muhammad Moal kumeok 089668837703
Kamal Ath samemeh
Thaariq dipacok

2. Raply Kholif Tu’rof 0895351678020


Rapiyudin

3. Shafa Raisya Cari yang 082219651091


Fadhilah paling
ditakuti
lawan dan
kerjakan,
maka
kesuksesan
akan datang
dari sana

4. Wida Jadilah diri 088971057835


Ningsih sendiri

28
BAB II
HUBUNGAN NEGARA DAN AGAMA
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA
KELOMPOK 2
EKONOMI SYARIAH 19’B

No Nama NIMNo Nama NIM


1. Muhammad Miqdar 1199220052
3. Rahmah Fitria 1199220067
Al Fikri S Dewi
2. Nida Aulia 1199220061 4. Suptiansyah 1199220087
Mileana
Suryapanunggal
PEMBAHASAN
A. Sub Tema 1 Negara dan Agama
B. Sub Tema 2 Hubungan Negara dan Agama dalam islam
C. Sub Tema 3 Islam dan Negara Indonnesia

SCOR BOOK
85 VERY GOOD
HUBUNGAN NEGARA DAN AGAMA

PEMBAHASAN

1. Negara dan Agama

1. Pengertian Negara
Untuk memahami secara detail mengenai negara, maka terlebih
dulu akan diawali dengan penelusuran kata negara tersebut. Secara
literal istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yaitu
state (bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (
bahasa Prancis). Kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin
status datau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau
sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Kata status atau statum diartikan sebagai standing atau station
(kedudukan). Istilah ini dihubungakan dengan kedudukan persekutuan
hidup manusia, yang juga sama dengan istilah status civitatis atau
29
status republicae. Dari pengertian yang terakhir inilah, kata status pada
abad ke-16 dikaitkan nengan kata negara.
Secara etimologis, negara diartikan dengan organisasi tertinggi
di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk
bersatu, hidup di dalam daetah tertentu dan mempunyai pemerintahan
yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutuf dari
sebuah negara yang meniscayakan adanya unsur dakam sebuah negara,
yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah), dan
adanya pemerintah yang berdaulat.
Menurut Roger H. Soltau, negara didefinisikan dengan alat
(agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau
mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama mastyarakat.
Lain halnya dengan apa yang dikemukakan Harold J. Laski.
Menurutnya negara merupakan suatu masyarakan yang diintegrasikan
karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah
lebih agung dari pada individu atau kelompok yang merupakan bagian
dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang
hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-
keinginan mereka bersama.
Sejalan dengan HarorldJ. Laski, Max Waber pun
mendefinisikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang
mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah
dalam suatu wilayah.
Sedangkan dalam konsep Robert M. Nac Iver, negara diartikan
dengan asosiai yang menyelenggarakan penertiban didalam suatu
masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum
yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud
tersebut diberikan kekuasaan memaksa.
Dalam bukunya Budhy Munawar Rachman yang berjudul
Islam dan Liberalisme yang mengutip perkataan John Locke “negara
didirikan untuk melindungi hak milik pribadi. Bukan untuk
menciptakan kesamaan, atau untuk mengontrol pertumbuhan milik
pribadi yang tidak seimbang, melainkan justru untuk tetap menjamin
keutuhan milik pribadi yang semakin berbeda-beda besarnya.
Menurut pandangan islam, dengan mengacu pada al-Qur’an
dan al-sunnah, tidak ditemukan rumusan tentang negara secara
eksplisit, hanya saja didalam al-Qur’an dan al-sunnah terdapat prinsip-
prinsip dasar dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu,
konsep islam tentang negara juga berasal dari 3(tiga) paradigma, yaitu:

30
a. Paradigma tentang teori khalifah yang dipraktikan sesudah
Rasullah Saw. Terutama baisanya merujuk pada masa Khulapa al
Rasyidun;
b. Paradigma yang bersumber pada teori imamah dalam paham islam
syi’ah;
c. Paradigma yang bersumber dari teori imamah atau pemerintahan
Teori tentang khilafah menurut amien Rais, dipahami sebagai
suatu misi kaum muslimin yang harus ditegakan dimuka bumi ini untuk
memakmurkan sesuatu dengan petunjuk dan peraturan Allah swt
maupun Rasul-Nya. Adapun cara pelaksanaanya, al-Qur’an tidak
menunjukan secara terperinci, tetapi dalam bentuk global saja.
Sedangkan untuk teori imamah (dalam pengertian negara/state) dalam
al-Qur’an tidak tertulis. Akan tetapi kalau yang dimaksudkan dengan
imamah itu adalah kepemimpinan yang harus diikuti oleh umat islam,
hal itu jelas ada dalam al-Qur’an. Artinya al-Qur’an menyuruh kaum
muslimin untuk mengikuti pemimpin yang benar, yang terdiri dari
manusia-manusia atau pemimpin yang menggunakan islaam sebagai
patokan kepemimpinannya.
Dari beberapa bendapat tentang negara tersebut, dapat
dipahami secara sederhana bahwa yang dimaksud dengan negara
adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed)
oleh sejumlah pejabat yang berhak menunutut dari warganegaranya
untuk taat pada peraturan perundang-undangan melalui penguasaan
(kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.

2. Pengertian Agama
Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak
menimbulkan perdebatan (discourse) yang terus berkelanjutan
dikalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan
dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari negara atau negara
merupakan bagian dari dogma agama. Pada hakekatnya negara sendiri
secara umum diartikan sebagai suatu persekutuan hidup bersama
sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat dasar kodrati manusia
tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai
manifestasi kodrati manusia secara horizontal dalam hubungan
manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan

31
demikian, negara memiliki sebab akibat langsung dengan manusia
karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Dalam memahami hubungan agama dan negara ini, akan
dijelaskan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa
aliran, yaitu:
a. Hubungan Agama dan Negara Menurut paham Teokras
Dalam paham teokrasi, hubungan agama dan negara
digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara
menyatu dengan agama, karena pemerintah menurut paham ini
dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata
kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan atas
titah Tuhan. Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik,
dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai menifestasi firman
Tuhan.
Dalam perkebangannya, paham teokrasi terbagi kedalam dua
bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teokrasi tidak
langsung. menurut paham teokrasi langsung, pemerintahan
diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula. Sementara
menurut sistem pemerintahan teokrasi tidak langsung yang
memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah
adalah raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama
Tuhan.
Dalam pemerintahan teokrasi tidak langsung, sistem dan
norma-norma dalam negara dirumuskan berdasarkan firman-
firman Tuhan. Dengan demikian negara menyatu dengan agama.
Agama dan negara.
b. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham Sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama
dan negara. Dalam negara sekuler, tidak ada hubungan antara
sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah
urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia.
Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua
hal lain, menurut paham sekunler, tidak dapat disatukan.
Dalam negara sekunder sistem dan norma hukum positif
dipisahkan dengan nilai dan norma agama. Norma hukum
ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama
atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma
tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Sekalipun
paham ini memisahkan antara agama dan negara, akan tetapi pada
lazimnya negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk
memeluk agama apa saya yang mereka yakini dan negara tidak
intervensif dalam urusan agama.
32
c. Hubungan Agama dan Negara Menurut Komunisme
Paham komunisme memandang hakikat hubungna negara dan
agama berdasarkan pada filosofi materialisme dialektis dan
materialisme historis. Paham ini menimbulkan paham atheis.
Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang
kemudian menghasilkan masyarakat negara. Sedangkan agama
dipandang sebagai realisasi fantastik makhluk manusia, dan agama
merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu, agama
harus ditekan,bahkan dilarang.

2. Hubungan Negara dan Agama dalam Islam


Dalam islam, hubungan agama dengan negara menjadi perdebatan
yang cukup panjang diantara para pakar islam hingga kini.bahkan, menurut
Azra , perdebatan itu tela berlangsung sejak hampir satu abad, dan
langsung hingga dewasa ini. Ketegangan perdebatan tentang hubungan
agama dan agama ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara
islam sebagai agama (din) dan negara (dawlah).
Dalam lintasan historis islam, hubungna agama dengan negara dan
sisitem politik menunjukan fakta yang sangat beragam. Banyak para ulama
tradisional yang berargumentasi bahwa islam merupakan sistem
kepercayaan di mana agama memiliki gubungan erat dengan politik. Islam
memberikan pandangan dunia dan makna hidup bagi manusia termasuk
bidang politik. Dari sudut pandang ini maka pada dasarnya dalam islam
tidak ada pemisahan anytara agama (din) dan politik (dawlah).
Islam sebagai negara merupakan bentuk lain dari Islam dan dunia (Al-
Islam wa Dunyah). Agama bukan sekedar keyakinan terhadap pencipta,
melainkan agama mencakup segala lini kehidupan yang ada, baik di dunia
maupun akhirat. Awal mula timbulnya perdebatan ini terjadi dalam
suasana ketika dunia Islam telah pecah-belah atas negara dan bangsa
(nation and state).
Herbert Spencer dalam bukunya First Principles mengutarakan bahwa
pada dasarnya agama berisi “keyakinan akan adanya sesuatu yang
mahakekal yang berada di luar intelek”. Senada dengan hal tersebut, Max
Muller dalam Introduction to Science of Religions yang diterbitkan di
London, melihat semua agama sebagai “usaha untuk memahami apa yang
tak dapat dipahami dan untuk mengungkapkan apa yang tak dapat
diungkapkan, sebuah keinginan kepada sesuatu yang tidak terbatas”.

33
Dari gagasan keduanya dapat dipastikan bahwa agama (Islam) tidak
bisa dipisahkan dengan aspek apapun, begitu pula dalam pembahasan
kenegaraan. Agama (Islam) membimbing umatnya untuk menuju apa yang
telah menjadi esensi dasar dari penciptaan.
Menurut Hasan al-Banna, orang yang beranggapan bahwa Islam tidak
berurusan sama sekali dengan politik, atau sebaliknya politik tidak ada
sangkut pautnya dengan agama, adalah suatu gagasan yang keliru.
Demikian halnya dengan Ahmad Amin (1886-1956) dalam Yaum Al-
Islam, menulis bahwa Islam tidak menginginkan antara agama dengan
politik itu terpisah karena fungsi dari agama untuk memperbaiki sistem
politik yang ada dan membimbing para pemimpin menuju kemaslahatan
masyarakat.
Menyikapi realisasi emprik tersebut, Ibnu Taimiyah mengatakan
bahwa posisi Nabi saat itu adalah Rasul yang bertugas menyampaikan
ajaran (al Kitab) bukan sebagai penguasa. Kalaupun ada pemerintah, itu
hanyala sebuah alat untuk menyampaikan agama dan kekuasaan bukanlah
agama, dengan kata lain, politik atau negara hanyalah sebagai alat bagi
agama bukan suatu ekstensi dari agama. Pendapat ibnu Taimiyah ini
dipertegas dengan ayat al-Quran bahwa agama yang benar wajib memiliki
buku petunjuk dan pedang penolong. Hal ini dimaksudkan bahwa
kekuasaan politik yang disimbolkan denagn pedang menjadi sesuatu yang
muthlak bagi agama, tetapi kekuasaan itu bukanlah agama itu sendiri.
H. Munawwir sadzali,M.A. menuliskan dalam bukunya yang berjudul
Islam dan tata Negara, dalam dunia Islam sekarang terdapat tiga aliran
besar dalam memandang hubungan islam dan ketatanegaraan:
1. Golongan yang mengatakan bahwa islam adalah sebuah agama
yang lengkap, islam sebagai salah satu agama di Dunia yang
mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk bidang
ketatanegaraan.
2. Aliran yang kedua ini berpendirian seperti anggapan orang barat
selama ini yang menganggap bahwa islam hanyalah sebuah agama
yang mengajarkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan
tidak memilki hubungan dengan politik serta system
ketatanegaraan.
3. Golongan yang ketiga ini mengatakan bahwa islam memang
mengajarkan tentang kenegaraan akan tetapi hanya pada batas etika
dan nilai moral saja bukan pada system ketata Negaraannya.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang memilki heterogenitas dalam
suku, ras, budaya, dan agama seharusnya lebih mengetengahkan sikap
34
toleransi yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan
islam, sebagai agama yang banyak di anut di Indonesia bahkan terbesar
pemeluknya di Dunia pasti tidak akan bisa lepas dari hubungan negara.
Namun demikian, sampai sejauh mana hubungan islam dan Negara di
Indonesia.
Syafi’i Maarif mengaskan bahwa istilah dawlah yang berarti negara
tidak dijumpai di dalam al-Quran. Istilah dawlah memang ada al-Quran,
surat Qs.59 (al Hasyr) ayat 7, tetapi bukan bermakna peredaran atau
pergantian tangan dari kekayaan.
Dalam lintasan sejarah dan opini para teoritisi politik islam, ditemukan
beberapa bendapat yang berkenaan dengan konsep hubungan agama dan
negara, antara lain:
1. Paradigma Integralistik
Paradigma integralistik merupakan paham dan konsep
hubungan agama dan negara yang menganggap bahwa agama dan
negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (intergrated). Ini
juga memberikan pengertian bahwa negara merupakan suatu
lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini
menegaskan kembalibahwa islam tidak mengenal pemisahan agama
dan politik atau negara.
Paradigma ini kemudian melahirkan konsep tentang agama
–negara, yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan
menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Dari sinilah
kemudian paradigma integralistik dikenal juga dengan paham islam:
din dawwah yang sumber hukum positifnya adalah hukum agama.
Paradigma integralistik ini antara lain dianut oleh kelompok islam
Syi’ah. Hanya saja syi’ah tidak menggunakan ter dawlah tetapi term
imamah.

2. Paradigma Simbiotik
Menurut konsep ini, hubungan agama dan negara dipahami
saling membutuhkan negara dengan instrumen dalam melestarikan
dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga
memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam
pembinaan moral, etika dan spiritualitas.
Dalam konteks paradigma simbiotik ini, Ibnu Thaimiyah
mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan
manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena
35
tanpa kekuasan negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak.
Pendapat Ibnu Thaimiyah tersebut meligitimasi bahwa antara agama
dana negara merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling
membutuhkan. Oleh karena itu, konstitusi yang berlaku dalam
paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi
bidsa saja diwarnai oleh hukum agama (Syari’at)
3. Paradigma Sekularistik
Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan
(disparitas) antara agama dan negara. Agama dana negara nerupakan
dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan
bidangnya masing-masing, sehingga keberadaannya harus
dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi.
Berdasarkan pada pemahaman yang dikotomis ini, maka hukum
positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari
kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak ada
kaitannya dengan hukum agama (syari’ah).
Konsep sekularistik ini bisa dilihat pada pendapat Ali Abdul
Raziq yang menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah
saw. Pun tidak ditemukan keinginan Nabi Muhammad saw. Untuk
mendirikan agama. Rasulullah saw. Hanya menyampai risalah
kepada manusia dan mendakwahkan ajaran agama kepada manusia.

4. Islam dan Negara Indonesia


Masalah hubungan islam dan negara di indonesia merupakan
persoalan yang menarik untuk dibahas, karena tidak saja Indonesia
merupakan negara yang mayoritas warga negaranya beragama islam,
tetapi karena kompleksnya persoalan yang muncul. Kita tahu agama
dan Negara bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi, tidak
bisa dipertemukan. Bagaimanapun juga agama tetap memberikan
irama terhadap kehidupan sosial bernegara karena agama merupakan
ruh kedua bagi setiap masyarakat atau individu yang menggerakkan
tata cara bergaul antar masyarakat lainnya . Sehingga, peranan agama
sangat mustahil untuk dikesampingkan begitu saja dari kehidupan
manusia.

Sebaliknya, Negara sangat menentukan terhadap


perkembangan suatu agama di wilayahnya. Kebijakan-kebijakan
terhadap hal yang berbau keagamaan sangat mempengaruhi terhadap
terciptanya masyarakat madani (civil society) seperti yang menjadi
cita-cita kedua belah pihak. Bila kebijakan Negara cenderung berpihak
kepada salah satu agama tertentu, tak ayal jika Negara atau keadaan

36
Negara tidak akan kondusif, timbul konflik yang mengarah ke unsur
SARA.

Norma-norma agama dipandang sebagai hukum yang efektif


untuk membentuk tatanan masyarakat yang beradab karena keberadaan
agama bagi setiap individu sangat vital. Hal ini dikarenakan agama
mengajarkan atau menghubungkan makhluk dengan kholiknya. Selain
itu dalam agama terdapat berita gembira, ancaman, janji dan
sebagainya yang ditujukan pada pemeluknya. Hal inilah sebetulnya
yang diinginkan setiap Negara terhadap keadaan masyarakat yakni
masyarakat yang berketuhanan atau boleh dikatakan sebagai manusia
yang “pancasilais”.
Menurut Masdar F. Mas’udi, hubungan agama dan Indonesia
akan masih menjadi masalah. Menurutnya ada anggapan umum bahwa
seseorang tidak mungkin menjadi muslim yang baik sekaligus menjadi
warga Negara Indonesia yang baik. Untuk menjadi warga apalagi
pemuka bangsa yang sejati seorang muslim mesti terlebih dahulu
melampui (mengaburkan) batas-batas keIslamannya. Sulit rasanya
seorang pemimpin umat dari agama mayoritas seperti Islam di
Indonesia dapat tampil secara mulus sebagai pemimpin.
Mengkaji hubungan agama dan negara di Indonesia, secara
umum dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
1. Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik
Eksistensi islam politik pada masa kemerdekaan dan sampai
pada pasca revolusi pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan
yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Persepsi tersebut,
membawa implikasi terhadap keinginan negara untuk berusaha
menghalangi dan melakukan demestika terhadap gerak ideologis
politik islam. Sebagai hasil dari kebijakan semacam ini, bukan saja
para pemimpin dan aktivis politik islam gagal untuk menjadikan
islam sebagai ideologi dan atau agama negara (pada 1945 dan
dekade 1950-an), tetapi mereka juga sering desebut sebagai
kelompok yang secara politik “minoritas” atau “outsider”. Lebih
dari itu politik islam sering dicurigai sebagai anti ideoligi negara
pancasila.
Lebih lanjut Bathiar mengatakan bahwa di indonesia, akar
antagonisme hubungan politik antara islam dan negara tak dapat
dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan
yang berbeda.
Realiatas empirik inilah yang kemudian menjelaskan bahwa
hubungan agama dengan negara pada masa ini dikenal
antagonistik, di mana negara betul-betul mencurigai islam sebagai
37
kekuatan yang potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di
sisi lain, umat islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah yang
tinggi untuk mewujudkan islam sebagai sumber ideologi dalam
menjalankan pemerintahan.
2. Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Akomodatif
Gejala menurunnya ketegangan hubungan antara islam dan
negara mulai terlihat pada pertengahan tahun 1980-an. Hal ini
ditandai dengan semakin besarnya peluang umat islam dalam
mengembangkan wacana politiknya serta munculnya kebijakan-
kebijakan yang dianggap positif bagi umat islam. Kebijakan-
kebijakan tersebut berspektrum luas, ada yang bersifat struktural,
legislatif, infrastruktural dan kultural.
Kecenderungan akomodasi negara terhadap islam juga menurut
Affan Gaffar diterangi dengan adanya kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan dan keagaaman serta kondisi dan
kecenderungan politik umat islam sendiri. Pemerintah menyadari
bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, oleh
karenanya negara lebih memilih akomodasi terhadap islam, karena
jika negara menempatkan islam sebagai outsider negara, maka
konflik akan sulit dihindari yang pada akhirnya akam membawa
imbas terhadap proses pemeliharaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Menurut thaba, munculnya sifat akomodasi negara terhadap
islam lebih disebabkan oleh adanya kecenderungan bahwa umat
islam Indonesia dinilai telah semakin memahami kebijakan negara,
terutama dalam konteks pemberlakuan dan penerimaan asas
tunggal pancasila.
Dalam kajian kepolitikan menurut M. Abror Rosyidin dalam
situs websitenya menjelaskan bahwa hubungan antara Islam dan
politik di Indonesia mengalami dinamika dari waktu ke waktu.
Yang pertama, bersifat pertentangan, yaitu pertentangan dasar
negara Islam melawan dasar negara Pancasila. Dalam kurun waktu
yang amat pendek, yaitu antara 1-22 Juni 1945, diperoleh
kompromi, yakni Piagam Jakarta, yang sila pertamanya ialah
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya. Piagam Jakarta ini ditolak lagi pada 17
Agustus tahun 1945. Lalu hasil kompromi akhirnya ialah sila
pertama yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” diterima dan
termaktub di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
diresmikan pada 18 agustus 1945.

38
Yang kedua, bersifat pertentangan, pada 1956-1959 di dalam
persidangan itu, pertentangan dasar negara Islam sekali lagi
melawan dasar negara Pancasila. Dalam pemungutan suara tidak
ada yang bisa mencapai dua per tiga, sehingga terancam mengalami
jalan buntu. Krisis berakhir dengan keluarnya Dekrit Presiden 5
Juni 59, yang menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang
Dasar 1945 untuk menganti Undang-Undang Sementara tahun
1950 yang saat itu diberlakukan.

Kemudian yang ketiga, dalam pemilu tahun 1971, NU sebagai


partai terkuat di luar Golkar mengalami tekanan dan hambatan
dalam kampanye, karena partai NU masih mempersoalkan negara
berdasar Islam.
Yang keempat pembahasan RUU Perkawinan tahun 1973, yang
merupakan pembahasan RUU terheboh dalam sejarah Indonesia, di
mana utusan pemuda dan mahasiswa Islam menyerbu ruangan
sidang DPR. RUU ini akhirnya menjadi undang-undang pertama,
yang mempunyai pasal yang mengandung ketentuan syariat Islam
yang khusus. Partai yang menolak undang-undang ini adalah Partai
Demokrasi Indonesia (PDI).

Yang kelima, NU menerima pancasila secara resmi di dalam


muktamar NU 1984. Tindakan ini diikuti oleh hampir semua umat
Islam di Indonesia. Yang tidak menerima hanya, yang saya ingat
hanya HMI MPO dan GPII kalau saya tidak keliru. NU dan banyak
ormas Islam memerlukan hampir 40 tahun untuk mengubah sikap
dari menolak pancasila menuju sikap menerima pancasila. Jadi 33
tahun yang lalu, NU dan ormas Islam menjadi mualaf pancasila.

Pada tahun 1985 NU dan ormas Islam menjadi mualaf


pancasila. Setelah ormas-ormas Islam menerima pancasila, ternyata
masih terjadi penolakan terhadap RUU Peradilan Agama pada
tahun 1989 oleh Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Selain itu, juga
terjadi penolakan terhadap keberadaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) yang terjadi di dalam
pembahasan RUU Sisdiknas tahun 2003. Penolakan ini dilakukan
oleh tokoh pendidikan non-Muslim dan PDI Perjuangan. Bahkan
saat ini, ada tokoh PDI Perjuangan yang meminta supaya
pendidikan Agama dihilangkan dari sekolah negeri. Pendapat tokoh
ini tidak pernah dibantah oleh PDI Perjuangan.

39
Sementara dalam tulisan Nudia Imarotul Husna berpendapat
selama dua tahun belakangan ini, agama Islam telah menjadi target
stigma yang kerap dibenturkan dengan paham nasionalisme berbangsa
dan bernegara. Seolah-olah, nilai nasionalisme Indonesia yang saat ini
berdasar pada Pancasila sebagai lambang negara sering dipandang
sebagai sesuatu hal yang kontradiktif dengan ajaran Islam. Oleh
karenanya, banyak sekali muncul pemahaman-pemahaman akan
desakan digantinya ideologi bernegara dengan landasan Islam.
Desakan ini didukung oleh realitas bahwa agama Islam merupakan
agama mayoritas penduduk Indonesia. Cak Imin menukil fatwa Kyai
H. Hasyim Asy’ari tentang hubbul wathan minal imaan, yang berarti
“mencintai tanah air adalah bagian dari iman”. “Ini merupakan fondasi
kokoh tentang bagaimana Islam sangat menjaga amanah nasionalisme
dalam berbangsa dan bernegara,” tutur Cak Imin. Pancasila yang
menjadi rumusan dasar negara yang merupakan buah pikir serta
gagasan para nenek moyang kita terdahulu telah relevan dengan ajaran
Islam, sebab di dalam Pancasila telah terdapat unsur ketuhanan,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, permusyawaratan, serta
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

40
Daftar Pustaka
Abdul Rozak, Wahid Sayuti, Budiman, M Arief. (2004). Buku Suplemen
Pendidikan Kewarganegaraan. In W. S. Abdul Rozak, Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (p. 230). Jakarta: PRENADA
MEDIA.
Ahmad, A. (2010, Oktober 8). Hubungan Islam dan Negara di Indonesia.
Retrieved April 3, 2020, from alfinahmad.blogspot.com:
http://alfinahmad.blogspot.com/2010/10/hubungan-islam-dan-negara-
di-indonesia.html?m=1
AhnLab, I. (2012, September 24). Pengertian Agama Menurut Para Ahli.
Retrieved April 2, 2020, from id.scribd.com:
https://www.scribd.com/doc/106851435/Pengertian-Agama-Menurut-
Para-Ahli
Akbar, C. (2009, Oktober 28). Islam, Antara Agama dan Negara. Retrieved
April 03, 2020, from m.hidayatullah.com:
https://m.hidayatullah.com/artikel/opini/read/2009/10/28/3117/islam-
antara-agama-dan-negara.html
Akilla, K. (2019, Agustus 28). Pengertian Agama Menurut para Ahli dan Asal-
usul Agama. Retrieved April 2, 2020, from zocara.blogspot.com:
http://zocara.blogspot.com/2016/01/pengertian-agama-menurut-para-
ahli.html
Anwar, K. (2015, Juni 26). Hubungan Islam dengan Indonesia. Retrieved
April 3, 2020, from kompasiana.com:
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/kaha.anw
ar/hubungan-islam-dengan-indonesia_5500b645a33311c2715117d9
Arya. (2019, Mei 30). Pengertian Agama Lengkap. Retrieved April 3, 2020,
from kitchenuhmaykoosib.com:
https://kitchenuhmaykoosib.com/pengertian-agama/
Assyaukanie, L. (2011). Ideologi Islam dan Utopia. In L. Assyaukanie, Tiga
Model Negara Demokrasi di Indonesia (p. 350). Jakarta: Freedom
Institute.
Dede Rosyada dkk. (2003). Pendidikan Kewarganegaraan. In A. U. Dede
Rosyada, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani (p.

41
352). Jakarta Selatan: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta & The
Asia Foundation.
Husna, N. I. (2018, Agustus 18). Menelisik Hubungan Islam dan Nasionalisme
di Indonesia bersama Muhaimin Iskandar. Retrieved April 3, 2020,
from ozip.com.au:
https://www.google.com/amp/s/ozip.com.au/index.php/menelisik-
hubungan-islam-dan-nasionalisme-di-indonesia-bersama-muhaimin-
iskandar/amp/
Nafis, K. M. (2017, Fabuari 19). Agama dan Negara. Retrieved April 3, 2020,
from Kumparan.com: https://m-kumparan-
com.cdn.ampproject.org/v/s/m.kumparan.com/amp/kh-m-cholil-
nafis/agama-dan-
negara?amp_js_v=a2&amp_gsa=1&usqp=mq331AQFKAGwASA%3
D#aoh=15861097275503&csi=1&referrer=https%3A%2F%2Fwww.
google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2F
Prof. Dr. Lintje Anna Marpaung. S.H., M. (2018). In Ilmu Negara (p. 246).
Yogyakarta: ANDI.
Rosyidin, M. A. (2018, Maret 5). Huhungan antara Islam dan Politik di
Indonesia. Retrieved April 3, 2020, from tebuireng.online:
https://www.google.com/amp/s/tebuireng.online/hubungan-antara-
islam-dan-politik-di-indonesia/%3famp
Sp.id, A. (2020, Febuari 8). Pengertian Agama Secara Umum & Menurut Para
Ahli. Retrieved April 2, 2020, from SumberPengertian.ID:
https://www.sumberpengertian.id/pengertian-agama-secara-umum-
menurut-para-ahli
Spencer, H. (1862). Firts Principles. In H. Spencer, Firts Principles (p. 503).
London: Wilians and Norgate Covent Garden.

42
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Muhammad Jangan pernah
Miqdar Al Fikri takut untuk
S bermimpi

08128544598
84

2. Nida aulia Usaha tidak akan


membohongi 08778110213
hasil. 9

3. Rahmah Fitria Ikhlaslah dalam


Dewi segala hal, karena 08886207781
semua ini milik
Alloh dan akan
kembali pula
pada-Nya

4. Suptiansyah Dharma sakti


Mileana Surya wibawa panji 08953581374
55

43
BAB 3
KEWARGANEGARAAN
KELOMPOK 3
KELAS EKONOMI SYARIAH B

No Nama NIM No Nama NIM


1. Nanda Arif Arrasyid 1199220059 3. Rifqi Naufal Hanif 1199220073
2. Nur Fazri Khoeriah 1199220062 4. Syaiba Lingga Pane 1199220088
PEMBAHASAN
A. Istilah dan Kosep Dasar Kewarganegaraan
B. Unsur – unsur Kewarganegaraan
C. Problematika Status Kewarganegaraan
D. Karakterisitik Warga Negara
E. Cara Memperoleh Kewarganegaraan
F. Hak dan Kewajiban Warganegara

SCOR BOOK
80 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
G. Istilah dan Konsep Dasar kewarganegaraan
1. Ius Soli = daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan.
2. Ius Sanguinis = kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya
menentukan kewarganegaraan seseorang.
3. Apatride = istilah untuk orang – orang yang tidak mempunyai status
kewarganegaraan.
4. Bipatride = istilah yang digunakan untuk orang – orang yang memiliki status
kewarganegaraan rangkap atau dengan istilah lain dikenal dengan dwi
kewarganegaraan.
5. Multipatride = istilah untuk orang – orang yang memiliki status
kewarganegaraan 2 atau lebih.

Konsep dasar tentang warga negara

Pengertian warga negara


Warga negara diartikan dengan orang – orang sebagian bagian dari
suatu penduduk yang menjadi unsur negara. Istilah ini dahulu biasa disebut
hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan
kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba
atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota

44
atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang
didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan
untuk kepentingan bersama.(Dede Rosyada, A. Ubaidilah, Abdul Razak,
Wahdi Sayuti, 2003)
Warga negara adalah orang-orang atau penduduk yang menetap
dalam suatu negara. Kaelan (2007) mendefinisikan warga negara adalah
rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya
dengan negara, warga negara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap
negara dan sebaliknya warga negara juga mempunyai hak-hak yang harus
diberikan dan dilindungi oleh negara.73 Dengan demikian, yang menjadi
warga suatu negara adalah orang yang menetap dalam suatu negara. Namun
perlu diperhatikan tidak semua orang yang menetap dalam suatu negara
menjadi warga negara.(Sulaiman, 2011)
Secara singkat, Koerniatmanto S., mendefinisikan warga negara
dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang warga negara
mempunyai kedudukan yang khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai
hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap
negaranya.(Dede Rosyada, A. Ubaidilah, Abdul Razak, Wahdi Sayuti, 2003)
Selain itu, sesuai dengan pasal 1 UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa
warga negara Republik Indonesia adalah orang – orang yang berdasarkan
perundang – undagan dan/atau perjanjian – perjanjian dan/atau peraturan –
peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi
warga negara Republik Indonesia.(Dede Rosyada, A. Ubaidilah, Abdul
Razak, Wahdi Sayuti, 2003)

H. Unsur – Unsur Kewarganegaraan


Unsur-Unsur Kewarganegaraan Siapa saja yang dapat menjadi warga
Negara dari suatu Negara? Setiap Negara berdaulat berwenanga menentukan
siapa yang menjadi warga Negara, dalam menentukan kewarganegaraan
seseorang, dikenal dengan asas/unsus: (Dra. H. Rusnila, 2017)
1. Unsur darah keturunan (Ius Sanguinis): kewarganegaraan dari orang tua.

2. Unsur daerah tempat kelahiran (Ius Soli): Kewarganegaraan dilihat dari
tempat kelahiran seseorang. –
3. Unsur Pewarganegaraan (Naturalisasi): dikenal dengan
pewarganegaraan aktif dan pasif. Naturalisasi aktif dapat menggunakan
hak opsi (memilih). Naturalisasi pasif dapat menggunakan hak repudiasi
(menolak). Kewarganegaraan (citizenship) artinya keanggotaan yang
menunjukkan hubungan atau ikatan antara Negara dengan warga Negara.
Istilah kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu: (Dra. H. Rusnila,
2017)
a. Kewarganegaraaan dalam arti Yuridis dan Sosiologis
Kewarganegaraan dalam arti yuridis, ditandai dengan adanya
ikatan hukum antara warga dengan Negara. Adanya ikatan
hukum itu menimbulkan sebab akibat hukum tertentu. Tanda

45
adanya ikatan hukum, misalnya akta kelahiran, surat penyataan,
bukti kewarganegaraan dan lainlain. Kearganegaraan dalam arti
sosilogis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan
emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan nasib, ikatan sejarahm
ikatan tanah air. Arab dan lain lain yang bertempat tinggal di
Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara
Republik Indonesia.
b. Kewarganegaraan dalam arti formal dan materiil .
Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada tempat
kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah
kewarganegaraan berada pada hukum public. Kewarganegaraan
dalam arti materiil menunjuk pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan yaitu adanya hak dan kewajiban warga Negara.
I. Problematika Status Kewarganegaraan
Membicarakan status kewarganegaraan seseorang dalam sebuah Negara,
maka akan di bahas beberapa persoalan yang berkenaan dengan seseorang yang
di nyatakan sebagai warga Negara dan bukan warga Negara dalam sebuah Negara.
Diantara sebuah Negara, ada diantara mereka yang bukan warga Negara ( orang
asing ) di Negara tersebut. Dalam hal ini, di kenal dengan apatride, bipatride dan
multipatride.(Sudirman, 2019)
Apatride merupakan seseorang yang tidak mendapat atau mempunyai
kewarganegaraanContoh Kasus :Seseorang anak yang lahir dari orang tua suatu
negara yang menganut asas ius soli (asas kelahiran) misalnya Amerika Serikat di
sebuah negara yang menganut asas ius sanguinis (asas keturunan) misalnya
Indonesia.Maka anak tersebut tidak memperoleh kewarganegaraan Amerika
Serikat (karena tidak lahir disana) maupun Indonesia (karena bukan keturunan
warga Indonesia).(Sudirman, 2019)
Bipatride merupakan seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan.
Contoh Kasus :Seseorang anak yang lahir dari orang tua suatu negara yang
menganut asas ius sanguinis (asas keturunan) misalnya Malaysia di sebuah negara
yang menganut asas ius soli (asas kelahiran) misalnya ArgentinaMaka anak
tersebut memperoleh kewarganegaraan Indonesia (karena keturunan warga
Indonesia) maupun Argentina (karena lahir di negara tersebut).(Sudirman, 2019)
Multipatride merupakan merupakan seseorang yang memiliki lebih dari satu
atau banyak kewarganegaraanContoh Kasus :Seseorang anak yang orang tuanya
berasal dari negara yang menganut paham ius soli dan ius sanguinis tetapi dia
dilahirkan di negara netral atau negara yang tidak menganut kedua paham
tersebut.(Sudirman, 2019)
J. Karakteristik Warga Negara
Untuk membangun suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan
berkeadaban, maka setiap warga Negara haruslah memiliki karakter atau jiwa
yang demokratis. (Nuryana, 2009) . Diantarnya :
1. Rasa hormat dan tanggung jawab
2. Bersikap krtitis
3. Membuka diskusi dan dialog

46
4. Bersikap terbuka
5. Rasional
6. Adil
7. Jujur
Sebagai warga Negara yang otonom, ia mempunyai karakteristik lanjutan
sebagai berikut : (Nuryana, 2009)
1. Memiliki kemandirian. Mandiri berarti tidak mudah dipengaruhi atau
dimobilisasi, teguh pendirian, dan bersikap kritis pada segenap keputusan
publik.
2. Memiliki tanggung jawab pribadi, politik, dan ekonomi sebagai warga
negara, khususnya dilingkungan masyarakat yang terkecil seperti RT, RW,
Desa, dan seterusnya. Atau juga dilingkungan sekolah dan perguruan tinggi.
3. Menghargai martabat manusia dan dan kehormatan pribadi. Menghargai
berarti menghormati hak-hak asasi dan privasi pribadi setiap orang tanpa
membedakan ras, warna kulit, golongan, ataupun warga negara yang lain.
4. Berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan dengan pikiran dan sikap yang
santun. Warga negara yang otonom secara efektif mampu mempengarui dan
berpartisipasi dalam proses-proses pengambilan kebijakan pada level sosial
yang paling kecil dan lokal, misalnya dalam rapat kepanitiaan,
pertemuanrukun warta, termasuk juga mengawasi kinerja dan kebijakan
parlemen dan pemerintahan.
5. Mendorong berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat. Tidak ada
demokrasi tanpa aturan hukum dan konstitusi. Tanpa konstitusi, demokrasi
akan menjadi anarkhi. Karena itu, warga negara yang otonom harus
melakukan empat hal untuk mewujudkan demokrasi konstitusional, yaitu :

a. menciptakan kultur tat hukum yang sehat dan aktif. (culture of law).
b. Ikut mendorong proses pembuatan hukum yang aspiratif. (process of
low making).
c. Mendukung pembuatan-pembuatan materi-materi hukum yang
responsif. (content of law).
d. Ikut menciptakan aparat penegak hukum yang jujur dan bertanggung
jawab(structure of low).

K. Cara Memperoleh Kewarganegaraan


Dalam Undang-Undang, persoalan Kewarganegaraan Indonesia diatur dalam
UU nomor 12 tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 2 tahun 2007.
Menurut UU, ada 13 golongan Warga Negara Indonesia (WNI) ditinjau dari cara
mendapatkannya, yakni: (indonesia.go.id, 2019)
1. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan dan/atau
berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum UndangUndang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga
Negara Indonesia;

47
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara
Indonesia dan ibu warga negara asing;
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
5. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum
negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak
tersebut;
6. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara
Indonesia;
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara
Indonesia;
8. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai
anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin;
9. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
11. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
12. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang
ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara
tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada
anak yang bersangkutan;
13. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Orang-orang yang tidak termasuk dalam ke-13 kriteria tersebut juga
bisa mendapat status sebagai WNI, namun ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi yakni:
1. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-
turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
3. sehat jasmani dan rohani;
4. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
48
6. jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak
menjadi berkewarganegaraan ganda;
7. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
8. membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Jika syarat-syarat sudah terpenuhi, maka yang harus dilakukan
selanjutnya untuk menjadi WNI adalah dengan mengajukan permohonan
ke Presiden Indonesia. Permohonan diajukan di Indonesia oleh pemohon
secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup
dan sekurang-kurangnya memuat; nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, jenis kelamin, status perkawinan, alamat tempat tinggal, pekerjaan,
dan kewarganegaraan asal. Permohonan tersebut juga harus dilampiri
dengan:
1. fotokopi kutipan akte kelahiran atau surat yang membuktikan kelahiran
pemohon yang disahkan oleh Pejabat;
2. fotokopi kutipan akte perkawinan/buku nikah, kutipan akte
perceraian/surat talak/perceraian, atau kutipan akte kematian
isteri/suami pemohon bagi yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
yang disahkan oleh Pejabat;
3. surat keterangan keimigrasian yang dikeluarkan oleh kantor imigrasi yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon yang menyatakan
bahwa pemohon telah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat
10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
4. fotokopi kartu izin tinggal tetap yang disahkan oleh Pejabat;
5. surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari rumah sakit;
6. surat pernyataan pemohon dapat berbahasa Indonesia;
7. surat pernyataan pemohon mengakui dasar negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
8. surat keterangan catatan kepolisian yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal pemohon;
9. surat keterangan dari perwakilan negara pemohon bahwa dengan
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
10. surat keterangan dari camat yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal pemohon bahwa pemohon memiliki pekerjaan dan/atau
berpenghasilan tetap;
11. bukti pembayaran uang Pewarganegaraan dan biaya permohonan ke kas
negara; dan
12. pas foto pemohon terbaru berwarna ukuran 4X6 (empat kali enam)
sentimeter sebanyak 6 (enam) lembar.
Berikut tata cara mengajukan permohonan menjadi Warga Negara
Indonesia:

49
1. Berkas permohonan tersebut kemudian disampaikan kepada Kementrian
Hukum dan HAM (Kemenkumham), bisa melalui Kedutaan Besar
(Kedubes) RI di negara asal pemohon, atau Kantor Pengadilan setempat.
2. Pejabat Kemenkumham kemudian memeriksa kelengkapan berkas dan
melakukan pemeriksaan substantif permohonan dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan diterima.
3. Jika semua berkas yang dibutuhkan telah lengkap, pejabat kemudian
akan meneruskan berkas kepada Menteri Hukum dan HAM
(Menkumham) paling lama 7 (tujuh) hari setelah pemeriksaan substantif
selesai.
4. Selanjutnya Menkumham akan melakukan pemeriksaan lanjutan dan
memberi pertimbangan kepada Presiden terkait permohonan tersebut,
paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak permohonan
diterima.
5. Jika pemeriksaan Menkumham telah selesai, permohonan akan
diteruskan kepada Presiden yang kemudian bisa dikabulkan atau ditolak
dalam waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak
permohonan diterima.
6. Jika dikabulkan, pemohon akan mendapat salinan Keputusan Presiden
dengan tembusan kepada pejabat Kemenkumham.
7. Pemohon kemudian dipanggil sesuai waktu yang ditentukan untuk
mengucap sumpah dan janji setia di hadapan pejabat dan dihadiri 2 orang
saksi.
8. Setelah mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia, pemohon
wajib mengembalikan dokumen atau surat-surat keimigrasian atas
namanya kepada kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal pemohon dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia.
9. Setelah berita acara pengucapan sumpah dan janji setia diterima,
Menteri mengumumkan nama orang yang telah memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia
1. Warga bisa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia apabila lahir dari
orang tua yang memang sudah menjadi kewarganegaraan Indonesia.
Seperti yang dilakukan banyak orang tua sampai saat ini, sudah dipastikan
kamu menjadi bagian dari Indonesia. Salah satu asas ius sanguinis yang
bisa menentukan sebuah kewarganegaraan seseorang berdasarkan
hubungan darah yang dimiliki dari orang tua dan juga saudara – saudara
kandungnya. Hal ini juga dilakukan sebagai landasan yang digunakan dan
juga sekaligus melindungi orang – orang yang lain dengan salah satu
orang Indonesia untuk mencegah tidak memilikinya sebuah status warga
negara. Di dalam undang – undang juga dikatakan jika terdapat hubungan
50
hukum dengan kekeluargaan diantara anak yang mengikuti
kewarganegaraan ayahnya.(Fauzi, 2010)
2. Perkawinan dengan Warga Negara Indonesia. Apabila menikah dengan
orang Indonesia dan juga tinggal di luar negeri, hal ini tetap berlaku
selama memiliki status identitas kewarganegaraan yang sah. Baik secara
hukum nasional dan juga hukum adat bisa kamu miliki jika menikah
dengan pria kewarganegaraan Indonesia. Namun, untuk bisa merealis
asikan hal ini kamu perlu mengajukannya setelah satu tahun menjalani
pernikahan. Apabila sudah berjalan selama satu tahun, kedua belah pihak
pasangan bisa mengajukan permohonan untuk menjadi Warga Negara
Indonesia kepada kementerian kehakiman melalui persidangan negeri
setempat. Hal tersebut bisa di proses apabila sudah mengumpulkan
syaratnya. Apabila permohonan diterima, pejabat setempat melakukan
pengecekan mengenai kelengkapan berkas dan juga persyaratan
administrative lain dan juga lampirannya.(Fauzi, 2010)
3. Pengangkatan atau Adopsi Resmi. Tidak hanya orang dewasa saja yang
bisa melakukan perubahan kewarganegaraan lain atau berbeda, tapi juga
anak – anak bisa melakukannya.Apabila seseorang yang memiliki umur di
bawah 5 tahun bisa memiliki kewarganegaraan indonesia dengan mudah.
Secara tertulis memang tidak ada syarat yang mengatakan harus
melakukan hal – hal tertentu sebelum melakukan perubahan
kewarganegaraan. Anak tersebut sudah sah menjadi warga negara
Indonesia apabila sudah diangkat oleh Warga Negara Indonesia. Bukan
berarti tanpa melewati proses hukum, untuk bisa meresmikannya perlu
dilakukan oleh pengadilan negeri setempat setelah mengurus beberapa
syarat dan yang diajukannya. Walaupun memiliki persyaratan, hal ini
tidak harus se rumit yang dijalani orang oleh orang dewasa. Tidak ada
persyaratan yang menyulitkan kamu untuk melakukan adopsi. Selain itu
juga kamu bisa melakukan adopsi anak dari berbagai negara selama itu di
bawah 5 tahun.(Fauzi, 2010)
4. Kelahiran Tertentu. Seseorang bisa mendapatkan kewarganegaraan
Indonesia apabila kamu lahir di Indonesia. Tidak melalui proses panjang
yang sudah disebutkan diatas, proses ini tidak berlaku bagi anak
keturunan negara asing yang ada di Indonesia. Contohnya seorang anak
yang lahir di Indonesia namun tidak diketahui asal tempat tinggal dari
orang tuanya. Maka, anak yang di telantarkan tersebut bisa menjadi
status kewarganegaraan Indonesia karena memang tidak ada informasi
yang jelas. Dan secara hukum pun belum diketahui orang tuanya, anak itu
secara otomatis memiliki status kewarganegaraan Indonesia. Selain itu
juga tidak memandang bentuk fisik dan juga perawakan yang dimiliki oleh
individu – individu tertentu. Apabila memang memiliki bentuk dan
persyaratan yang sesuai dengan yang ditetapkan oleh undang – undang,
maka tidak ada masalah degan hal tersebut.(Fauzi, 2010)
51
5. Naturalisasi. Selanjutnya ada cara yang bernama naturalisasi, merupakan
sebuah perubahan status warga negara asing yang melakukan beberapa
syarat yang sudah ditetapkan oleh peraturan kewarganegaraan yang
telah bersangkutan. Warga Negara Asing bisa melakukan naturalisasi
dengan cara mengajukan permohonan kepada HAM dan juga HUKUM
perantara ke Kedubes RI. Proses akan bisa dijalankan apabila sudah
mengucapkan janji setia di hadapan pengadilan negeri. Cara ini sering
banyak dilakukan oleh pemain sepak bola karena merasa sudah cocok
dengan karier yang sedang dijalani.(Fauzi, 2010)
L. Hak dan Kewajiban
Pengertian Hak  Kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang
mestinya kita terima atau bisa dikatakan sebagai hal yang selalu kita lakukan dan
orang lain tidak boleh merampasnya baik secara paksa maupun tidak. Dalam hal
kewarganegaraan, hak ini berarti warga negara berhak mendapatkan
penghidupan yang layak, jaminan keamanan, perlindungan hukum, dan lain
sebagainya. (Romadecade, 2016)
Pengertian kewajiban  Suatu hal yang wajib kita lakukan demi
mendapatkan hak atau wewenang kita. Bisa jadi kewajiban merupakan hal yang
harus kita lakukan karena sudah mendapatkan hak. Tergantung
situasinya.(Romadecade, 2016)
Dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima.
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat
kontraktual.(Cerdika, 2019)
Hak Warga Negara Indonesia :
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (pasal 28A)
3. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah (pasal 28B ayat 1)
4. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum (pasal 28D ayat 1)
5. Dan sebagainya

Kewajiban Warga Negara Indonesia :


1. Wajib menaati hukum dan pemerintah. (pasal 27 ayat 1)
2. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. (pasal 27 ayat 3)
3. Wajib menghormati hak asasi orang lain (pasal 28J ayat 1)
4. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1)
5. Dan sebagainya

Ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta atau Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan
utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.(Kompasiana, 2017)

52
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan
warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal-hal yang
terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. Pertahanan
negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak
sekadar pengaturan tentang Polri. (Kompasiana, 2017)
Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2)
tentang "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta". Makna dari bunyi Ayat
(5), "yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang"
adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU
tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri,
RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang
terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin dalam semangat kebersamaan
"sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta".(Kompasiana, 2017)
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30
UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan. Berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang pembelaan
diatur dengan undang-undang." (Kompasiana, 2017)
Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara
dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang
dari luar maupun dari dalam.(Kompasiana, 2017)
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus
dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara
tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela
negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia
seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
(Kompasiana, 2017)
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
53
6. Pengrusakan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Cerdika. (2019). Hak dan Kewajiban Warga Negara. https://cerdika.com/hak-dan-
kewajiban-warga-negara/
Dede Rosyada, A. Ubaidilah, Abdul Razak, Wahdi Sayuti, M. A. S. G. (2003).
Pendidikan kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani (2nd ed.). ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Dra. H. Rusnila, M. S. (2017). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (civic
education). IAIN Pontianak Press.
Fauzi, A. (2010). cara memperoleh kewarganegaraan indonesia.
indonesia.go.id. (2019). tata cara mendapatkan dan melepaskan kewarganegaraan
indonesia. https://indonesia.go.id/layanan/keimigrasian/ekonomi/tata-cara-
mendapat-dan-melepas-kewarganegaraan-indonesia
Kompasiana. (2017). Hak dan Kewajiban Warga negara Indonesia.
https://www.kompasiana.com/drake1405/5a70fc1ccf01b42dbc4b0ba4/hak-
dan-kewajiban-warga-nergara-indonesia?page=all#section4
Nuryana, Z. (2009). karakteristik warga negara.
http://zolopox.blogspot.com/2009/12/ karakteristik-warga-negara-yang.html
Romadecade. (2016). Pengertian Hak dan Kewajiban.
Sudirman, Y. (2019). problem status kewarganegaraan.
https://slideplayer.info/slide/13906303
Sulaiman. (2011). Pendidikan kewarganegaraan. sintesa.

54
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Nanda Arif Hidup berakal 082385594570
Arrasyid mati beriman

2. Nur Fazri Terlalu 087845655536


Khoeriah memperdulikan
apa yang orang
lain pikirkan dan
kau akan selalu
menjadi tahanan
mereka

3. Rifqi Naufal Menjadi kaya 089661831672


Hanif raya atau hidup
menderita

55
4. Syaiba Lingga Jadilah yang 081320984405
Pane terbaik
dimanapun kamu
berada

56
BAB VI
BELA NEGARA
KELOMPOK 4
EKONOMI SYARIAH B

No Nama NIM No Nama NIM


1. Muhammad Somad 119922004 3. Nurali 119922006
9 Fakhrurrozi 3
2. Nabila Nurhaliza 119922005 4. Tita Mulyani 119922009
Lisdiani 7 0
PEMBAHASAN
A. Landasan Yuridis Bela Negara
B. Konsepsi Bela Negara
C. Pelaksanaan Bela Negara dalam Kehidupan Sehari-hari

SCOR BOOK
80 GOOD

DESKRIPSI
PEMBAHASAN

M. Landasan Yuridis Bela Negara


1. Filosofi Bela Negara
Setiap warga negara diminta untuk selalu berpikir, bertindak, berjuang
dan berupaya membela negara. Negara perlu dibela supaya tidak terancam
oleh berbagai ancaman dan serangan musuh di era kapitalisme global saat
ini. Setiap warga negara harus setiap saat wajib membela negara dan setiap
warga negara tanpa memandang jabatan apapun wajib membela Negara.
Negara memberikan keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity)
kepada warga negara dan warga negara harus memberikan pembelaan
kepada negara ketika negara dalam kondisi terancam oleh ancaman musuh
baik langsung maupun tidak langsung.
Secara filosofis, bela negara merupakan sebuah implementasi dari teori
kontrak sosial atau teori perjanjian sosial tentang terbentuknya negara.
Teori kontrak sosial dinyatakan bahwa negara terbentuk karena keinginan
warga negara atau masyarakat untuk melindungi hak dan kewajibannya

57
dalam kehidupan bermasyarakat agar supaya terjalin hubungan yang
harmonis, damai dan tentram.
Negara memiliki tujuan untuk meselaraskan kepentingan antar warga
negara di tengah interaksi masyarakat. Negara pun lahir karena adanya
kesepakatan antar warga negara. Hubungan antar negara dan warga negara
bersifat komplomenter. (Budianto, 2004)
Bela negara harus dipahami dalam konteks yang luas dimana setiap
warga negara merupakan entitas yang hidup didalam sebuah bangunan
negara sehingga secara hakiki warga negara wajib untuk menjaga,
memelihara, dan mengayomi setiap pranata, institusi, dan perangkat
kelengkapan negara. Berbeda dengan negara yang otoriter atau negara
yang tidak amanah terhadap kepentingan masyarakat.
Secara umun bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara
yang dijiwai oleh kecintaan kepada negara kesatuan republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan
hidup bangsa dan negara. Pembelaan negara bukan semata-mata tugas TNI,
tetapi segenap warga negara sesuai kemampuan dan profesinya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, secara fisik
dengan mengangkat senjata menghadapi serangan atau agresi musuh,
secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai segala upaya untuk
mempertahankan negara dengan cara meningkatkan rasa nasionalisme,
yakni kesadaran berbangsa dan bernegara, menanmkan kecintaan terhadap
tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.
Landasan pembentukan bela negara adalah wajib militer. Bela negara
adalah pelayanan oleh seorang individu atau kelompok dalam tantara atau
milisi lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari
rancangan tanpa sadar (wajib militer). Beberapa negara (misalnya Israel,
Iran) meminta jumlah tertentu dinas militer dari masing-masing dan setiap
salah satu warga negara (kecuali untuk kasus khusus seperi fisik atau
gangguan mental atau keyakinan keagamaan). Sebuah bangsa dengan
relawan sepenuhnya militer, biasanya tidak memerlukan layanan dari wajib
militer warganya, kecuali dihadapkan dengan krisis perekratan selama
masa perang.
Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Spanyol, dan
Inggris, bela negara dilaksanakan pelatihan militer, biasanya satu akhir
pekan dalam sebulan. Mereka dapat melakukannya sebagai individu atau
sebagai anggota resimen, misalnya Tentara Teritorial Britania Raya dalam
beberapa kasus milisi bisa merupakan bagian dari pasukan cadangan
militer, seperti Amerika Serikat National Guard. Dinegara lain, seperti
Republik China (Taiwan). Republik Korea, dan Israel wajib untuk
beberapa tahun setelah seseorang menyelesaikan dinas Nasional.
58
Sebuah pasukan cadangan militer berbeda dari pembentukan cadangan,
kadang-kadang disebut sebagai cadangan militer, yang merupakan
kelompok atau unit personil militer tidak berkomitmen untuk pertempuran
oleh komandan mereka sehingga mereka tersedia untuk menangani situasi
tak terduga, memperkuat pertahanan Negara.
(Majid, 2014)

2. Landasan Hukum Bela Negara Menurut UUD 1945


Dasar bela Negara di Indonsia sudah termaktub dalam berbagai
perundang-undangan, khususnya di dalam UUD NRI 1945.
a. Landasan Idiil
Sama halnya dengan landasan hukum semua aktivitas Bangsa
Indonesia, landasan idiilnya adalah Pancasila. Artinya semua kegiatan
yang berlangsung harus sesuai dengan Pancasila, karena pancasila
sebagai dasar dan ideologi nasional. Landasan hukum bela negara
terdapat dalam lima sila Pancasila, yaitu:
1) Sila Pertama, ketuhanan yang Maha Esa, Bangsa Indonesia
meyakini bahwa kemerdekaan dan kedaulatan setiap individu dan
setiap bangsa adalah hak asasi manusia. Di mana kemerdekaan dan
kedaulatan ini diberikan oleh Tuhan Ynag Maha Esa. Bahkan
dalam pokok pikiran pembukaan UUD 1945 alinea ketiga
disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
2) Sila Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, menunjukkan
bahwa bela negara wajib hukumnya bagi setiap warga negara
terkait dengan kemanusiaan dan keadilan.
3) Sila Ketiga, persatuan Indonesia, dapat dijadikan sebuah landasan
idiil yang sangat mendasar karena bela negara terkait langsung
hubungannya dengan rasa cinta tanah air dan kewajiban
membelanya.
4) Sila Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan,
menunjukkan landasan bela negara yang menyeluruh dan
terorganisir diatur oleh negara.
5) Sila Kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai
landasan idiil di dalam sila ini terkandung makna kerja keras, giat
belajar, ikut serta dalam kegiatan pembangunan, yang merupakan
perwujudan bela negara dalam kehidupan sehari-hari.

59
b. Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional pelaksanaan bela negara adalah UUD 1945,
karena UUD 1945 merupakan konstitusi Negara Indonesia, dan sumber
hukum tertinggi di Indonesia. Dalam tiap batang tubuh UUD 1945 ini,
tercantum hak dan kewajiban bela negara bagi setiap warga negara
Indonesia.
1) Pasal 27 ayat 3 UUD 1945
Hasil amandemen yang meyatakan bahwa: “Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
Berdasarkan pasal ini setiap warga negara berhak dalam upaya
membela negara, artinya tidak selalu dalam bela negara secara fisik.
Namun dapat bearti setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan dan melakukan semua upaya memajukan dirinya., yang
nantinya dapat ikut memajukan negara Indonesia. Selain hak, bela
negara adalah kewajiban, terutama bila keadaan darurat perang di
Indonesia. Untuk saat ini bisa dilakukan dengan cara ikut
memelihara lingkungan, melaksanakan aturan dan tata tertib di
Indonesia, dan lain-lain.

2) Pasal 30 ayat 1 UUD 1945


Tentang hak dan kewajiban bela negara dalam kondisi yang
berbeda. Bunyi pasal tersebut adalah, “Tiap-tiap warga negara
berhak dan ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara”.
Sekilas dapat berarti kewajiban dan hak dalam bentuk fisik. Namun
dapat juga diartikan sebgai kewajiban menjaga ketertiban dan
pertahanan negara sebagai makna sila Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, dengan tidak melanggar persatuan dan kesatuan
Indonesia.

3) Pasal 30 ayat 2 UUD 1945


Menjelaskan tentang pertahanan dan keamanan negara yang
dilakukan oleh TNI dan Polri, sesuai dengan isinya, “Usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan Polri
sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
Dengan demikian menurut pasal ini, keamanan dan perlindungan
negara, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap segenap
rakyat Indonesia dilakukan oleh TNI dan Polri dengan dukungan
rakyat. TNI dan Polri dalam tugasnya mengatasi semua ancaman
terhadap NKRI baik dari luar maupun dari dalam, ikut membantu
korban bencana alam, mengatasi kriminalitas, dan sebagainya.
Rakyat sebagi pendukung diharapkan ikut berpartisipasi dalam
60
menjaga pertahanan dan keamanan, dengan berlaku sesuai aturan,
tidak melakukan tindakan criminal, dan tetap menjaga keutuhan
negara Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.

4) Pasal 30 ayat 3 UUD 1945


Berisikan tentang tugas Tentara Nasional Indonesia. Pasal ini berisi
pemisahan TNI dan Polri yang menyatakan bahwa “Tentara
Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas
mempertahankan, memlihara keutuhan, dan kedaulatan negara”.
Secara gris besar tugas TNI dalam hal ini adalah upaya menjaga
keutuhan, kemerdekaan, dan kedaulatan negara Republik
Indonesia. Semua tugas tersebut selanjutnya diatur oleh undang-
undang.

5) Pasal 30 ayat 4 UUD 1945


Hasil amandemen merupakan pasal yang menjelaskan tugas
kepolisian dan wewenangnya. Pasal ini hanya terdapat dalam UUD
1945 hasil amandemen dan berbunyi, “Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat berugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum. Dalam hal ini kepolisian
yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan bertugas
melindunginya dari berbagai tindakan kejahatan. Pelaksanaan dan
tugas serta fungsi Polri uga diatur selanjutnya oleh undang-undang.

6) Pasal 30 ayat 5 UUD 1945


Berisikan tentang kedudukan Tentara NasionalIndonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan hubungan keduanya.
Pasal ini juga merupakan hasil amandemen UUD 1945 masa
reformasi, yang berbunyi, “Susunan dan kedudukan Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di
dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga
negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara diatur oleh
undang-undang”.

(Sumarso, 2001)

c. Landasan Operasional
Landasan operasional adalah dasar hukum penyelenggaraan suatu
kegiatan dalam negara yang memuat aturannya secara lebih terperinci.

61
Ini dilakukan agar semua kegiatan penyelenggaraan negara lebih kuat
secara hukum, termasuk dalam hal bela negara, yaitu:
1) Tap MPR Nomor VI Tahun 1973
Ketetapan MPR ini berisikan tentang konsep wawasan nusantara,
yang menjelaskan di mana pun warga negara Indonesia berada, ia
adalah sebagai satu kesatuan satu kesatuan negara Indonesia.
2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia. Dan
dalam UU ini dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai
hak dan kewajiban dalam membela negara sesuai ketentuan yang
berlaku.
3) Tap MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000 tentang TNI dan Polri
Ketetapan MPR Nomor VI tahun 2000 menjelaskan tentang
pemisahan TNI dan Polri yang semula menjadi satu Lembaga.
Kemudian UU Nomor VII menjelaskan peranannya masing-
masing, yang kemudian diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
4) Undang-undang Nomor 2 dan 4 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia
Menurut UU Nomor 2 tahun 2002 ini, Kepolisian Negara RI
berfungsi memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakkan hukum, perlindungan dan pengayoman, serta
pelayanan terhadap masyarakat. Sedangkan UU Nomor 4 tahun
2002 menunjukan tujuan kepolisian negara RI, yaitu mewujudkan
keamanan dalam negeri yang termasuk di dalamnya terpeliharanya
keamanan dan ketertiban masyarakat, dan jaminan tegaknya
hukum, terselenggaranya hal tersebut adalah dengan menjungjung
tinggi hak asasi manusia.
5) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
Dalam UU ini dijelaskan secara terperinci tentang pengertian
pertahanan negara dan pelaksanannya yang menganut sistem
pertahanan rakyat semesta, yaitu pertahanan yang melibatkan
seluruh rakyat Indonesia sesuai kemampuan dan profesinya
masing-masing. Dalam pasal 5 UU No.3 juga disebutkan fungsi
pertahanan negara untuk mewujudkan dan mempertahankan
seluruh wilayah NKRI sebagai kesatuan.
6) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia
Dalam undang-undang ini menjelaskan tentang define Tentara
Nasional Indonesia, yaitu tantara yang berjuang menegakkan RI,
dan fungsi secara terperinci dalam pertahanan dan keamanan
negara yang sesuai dengan hak asasi manusia.

62
(Rajak, 2013)

3. Wacana “Wajib Militer”


Sejak tahun 2002 Indonesia sudah menyiapkan RUU tentang wajib
militer yag disebut dengan RUU Komcad (Komponen Cadangan).
RUU Komcad ini yang wajib mengikuti wajib militer/komponen
cadangan ini adalah warga Negara Indonesia yaitu:
 Pasal 8 ayat (1) Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau buruh
yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota
Komponenen Cadangan.
 Pasal 8 ayat (2) mantan prajurit TNI yang telah memenuhi
persyaratan dan dipanggil, wajib menjadi anggota Komponenn
Cadangan.
 Pasal 8 ayat (3) warga negara selain Pegawai Negeri Sipil,
pekerja dan/atau buruh dan mantan prajurit TNI sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), dapat secara sukarela
mendaftarkan diri menjadi Anggota Komponen Cadangan
sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan.

Wajib militer ini berlangsung Selama 5 tahun sesuai apasa 17 ayat


(1) dalam RUU Komponen Cadangan (1) Anggota Komponen
Cadangan wajib menjalani masa bakti Komponen Cadangan
selama 5 (lima) tahun dan setelah masa bakti berakhir secara
sukarela dapat diperpanjang paling 5 (lima) tahun.

(Ufliatika, n.d.)

N. Konsepsi Bela Negara


Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat
perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang,
suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam
kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut.
Konsep bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, yaitu:
a. Bela Negara Secara Fisik
Bela Negara secara fisik, ysitu dengan cara “mengangkat
senjata” menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela Negara
secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar.
Keterlibatan warga Negara sipil dalam upaya pertahanan Negara
merupakan hak dan kewajiban konstitusional setiap warga Negara
Indonesia.
Bela Negara seperti itu diatur dalam UU No. 3 Tahun 2002 dan
sesuai doktrin sistem pertahanan keamanan rakyat (Sishankamrata)
63
semesta, dimana pelaksanaannya dilakukan oleh rakyat terlatih,
yang terdiri dari beberapa unsur, seperti resimen mahasiswa
(menwa), perlawanan rakyat (wanra), pertahanan sipil (hansip),
mitra babinsa, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Rakyat terlatih memiliki empat fungsi, yaitu:
 Ketertiban umum
 Pelindung masyarakat
 Keamanan rakyat
 Perlawanan rakyat
Tiga fungsi yang disebut pertama dilakukan pada masa damai
atau pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, dimana
unsur-unsur rakyat terlatih membantu pemerintah daerah dalam
menangani keamanan dan ketertiban masyrakat. Sementara itu,
fungsi perlawanan rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang,
dimana rakyat terlatihmrupakan unsur bantuan temour bagi TNI
yang terlibat langsung di medan perang.

(Rosita, 2013)

b. Bela Negara Secara Non-fisik


Pada masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan
reformasi saat ini, justru kesadaran bela Negara ini perlu
ditanamkan guna menangkal berbagai potensi ancaman, gangguan,
hambatan, dan tantangan baik dari luar maupun dari dalam. Bela
Negara tidak selalu harus berarti “mengangkat senjata menghadapi
musuh”. Ketertiban warga Negara sipil dalam Bela Negara secara
non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa
dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara berikut:
 Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk
menghayati arti demokrasi dengan menghargai pendapat orang
lain dan tidak memaksakan kehendak;
 Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian
yang tulus kepada masyarakat;
 Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan
berkarya nyata (bukan retorika);
 Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap
hukum/undang-undang dan menjungjung tinggi hak asasi
manusia;
 Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat
menangkal pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai
dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih

64
bertakwa kepada Tuhan melalui ibadah sesuai
agama/kepercayaan masing-masing.

Apabila seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam


melakukan bela Negara secara non-fisik ini maka berbagai potensi
konflik yang merupalan ancaman, gangguan, hambatan, dan
tantangan bagi keamanan Negara dan bangsa akan dapat dikurangi
atau bahkan dihilangkan sama sekali.
Kegiatan bela Negara secara non-fisik sebagai upaya peningkatan
Ketahanan Nasional juga sangat penting untuk menangkal
pengaruh budaya asing di era globalisasi abad ke-21, di mana arus
informasi (atau disinformasi) dan propaganda dari luar akan sulit
dibendung akibat semakin canggihnya teknologi komunikasi.
Untuk itu, diaturlah dalam berbagai peraturan tentang bela Negara,
antara lain sebagai berikut:
Pembukaan UUD 1945 Alinea I dan IV
1) UU No. 29 Tahun 1954 tentang Pokok-pokok Perlawanan
Rakyat.
2) Tap MPR No. VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan
Nusantara dan Keamanan Nasional.
3) UUNo. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara RI, (yang kemudian diubah
dengan UU No. 1 Tahun 1988 yang mengatur tentang
diselenggarakannya PPBN).
4) Tap MPR No. VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI
dengan Polri.
5) Tap MPR No. VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan
Polri.
6) Amandemen UUD 1945 Pasal 30 ayat 1 sampai 5 dan pasal
27 ayat 3.
7) UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
8) UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

 Unsur-unsur Bela Negara


1) Cinta Tanah Air
2) Kesadaran Berbangsa & Bernegara
3) Yakin akan Pancasila sebagai Ideologi Negara
4) Rela berkorban untuk Bangsa & Negara
5) Memiliki kemmampuan awal Bela Negara

 Alternatif Meningkatkan Bela Negara

65
Melihat gambaran umum bela negara di Indonesia, maka sangat
penting dan menjadi prioritas untuk melakukan upaya peningkatan
bela negara di tengah masyarakat agar supaya tidak mudah tersulut
konflik dan terprovokasi untuk melakukan aksi separatisme,
radikalisme, dan terorisme.
Bela negara di masyarakat Indonesia harus ditingkatkan dengan
cara membuat kebijakan yang komprehensif, holistic, dan
integralistik baik dari aspek ideologi, politk, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Pendekatan keamanan dan
kesejahteraan merupakan senyawa yang harus dipegang teguh bagi
para pengambil kebijakan dalam mengelola bela negara di tengah
masyarakat.

 Menelisik Faktor yang Mempengaruhi Bela Negara


Bela Negara merupakan sebuah semangat yang bersifat
dinamis, dan merupakan sebuah kesadaran diri. Ada kalanaya bela
negara di suatu daerah lebih tinggi dibandingkan dengan bela
negara di masyarakat yang lain, dan ada pulaa bela negara orang
yang satu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lain.
Tingkat kesadaran bela negara dan tingkat kualitas pemahaman
bela negara antar satu pihak dengan pihak lain tentunya berbeda-
beda, tergantung dari berbagai faktor. Faktor penyebab lemahnya
bela bnegara di Indonesia antara lain:
1) Faktor Ideologi, maraknya ideologi liberalisme, kapitalisme,
sosialisme, komunisme. Dan berbagai ideologi lain yang
berbasis pada agama telah mempengaruhi pola piker dan
mindset pada masyarakaat Indonesia.
2) Faktor Politik, kegiatan politik praktis yang seringkali dipenuhi
dengan ketegangan, konflik, kekerasan, provokasi, dan
mobilisasi yang tidak mengindahkan berbagai nilai dan norma
ditengah masyarakat telah mendorong lemahnya bela negara.
3) Faktor Ekonomi, kondisi kemiskinan, pengangguran, dan
ketimpangan yang terjadi dimasyarakat mendorong lemahnya
bela negara ditengah masyarakat.
4) Faktor Sosial budaya, kondisi sosial budaya masyarakat
Indonesia yang saat ini terkena virus hedonisme,
konsumerisme, individualisme, dan materialisme,
menyebabkan masyarakat Indonesia tidak lagi hirau dan peduli
dengan semangat bela negara.

66
(Bela negara implementasi nya di kehidupan sehari-hari, n.d.)

 Agenda Besar Bela Negara ke Depan


1) Sinergitas Komponen Bangsa
Bela negara merupakan modal besar bagi bangsa Indonesia
mencapai cita-cita sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan
UUD NRI 1945. Bela negara dapat pula dijadikan sebagai “filter”
bagi ancaman separatisme, terorisme, dan radikalisme.
Meningkatkan bela negara di seluruh lapisan komponen bangsa,
maka diperlukan kerjasama, komunikasi, dan koordinasi antar
stakeholder terkait. Dalam kaitan ini, sangat penting dilakukan
sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan program bela negara di berbagai daerah sesuai
dengan kondisi wilayah dan karakteristik masyarakatnya masing-
masing.

2) Membangun Benteng Terakhir Bangsa


Semua lapisan bangsa Indonesia sebenarnya harus menjadi benteng
terakhir bangsa apabila bangsa Indonesia menghadapi peperangan
dengan negara lain. Satu-satunya harapan yang kita harapkan
potensial menjadi benteng terakhir bangsa dalam komponen TNI.
TNI adalah komponen utama pertahanan negara yang dapat
diandalkan dalam menghadapi berbagai upaya dan gerakan yang
ingin menghancurkan bangsa Indonesia. TNI merupakan
komponen penting dalam struktur NRI sebagai garda terdepan
menghadapi berbagai ancaman yang muncul sangat komplek di era
globalisasi saat ini. TNI dan bela negara ibarat dua sisi dari satu
keeping uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

3) Belajar dari Sejarah


Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau mengharagai sejarah.
Para pemuda sekarang harus ulet, gigih, arief, bijaksana, dan
memiliki mental baja dalam mengisi kemerdekaan sebagaimana
halnya para pahlawan nasional yang gigih dan ulet melawan
penjajahan.
Bela negara merupakan salah satu contoh bagaimana aplikasi dari
pentingnya belajar sejarah. Budaya malu (shame culture) dan
budaya salah (quit culture) selalu dipegang teguh oleh para
pemimpin pemerintah di negara-negara Asia Timur.

(Winarno, 2009)

67
O. Pelaksanaan Bela Negara dalam Kehidupan Sehari-hari
Berbicara bela negara tentulah di benak kita akan terlintas suatu
tindakan upaya pembelaan mempertahankan yang dijiwai rasa kecintaan
kepada bangsa dan negara, arti bela negara sendiri sebenarnya sikap atau
perilaku warga Negara yang dijiwai oleh rasa nasionalisme terhadap NKRI
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam menjalain
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap ini dilandasi oleh konstitusi kita
UUD 1945 pasal 27 ayat 3 ”Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara” dalam hal ini setiap warga
mempunyai kewajiban yang sama dalam masalah pembelaan negara baik
fisik maupun non-fisik. Adapun pengertian fisik artinya kita membela
negara dengan suatu tindakan yang terlihat seperti misalnya dengan
mengangkat senjata ikut mempertahankan negara, sedangkan untuk non-
fisik artinya kita melakukan bela negara dengan melakukan kegiatan yang
tidak terlihat tetapi berdampak sebagai contoh rasa nasionalisme kita
terhadap negara.
Tujuan bela Negara sendiri untu mempertahankan kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara, melestarikan budaya, memperaktikkan nilai-nilai
pancasila seta Undang-Undang Dasar 1945 serta menjaga identitas dan
integritas negara. Ketika kita melihat ke masa lalu konteks bela negara
sebelum dn sesudah kemerdekaan Republik Indonesia merupakan upaya
fisik dengan mengangkat senjata untuk memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia ini, sedangkan era
globalisasi saat ini upaya bela negara tidaklah seperti itu lagi, banyak hal
yang bisa kita lakukan delam rangka upaya kecintaan kita terhadap
republic yang kita cintai ini.
Era globalisasi saat ini telah menimbulkan banyak persoalan yang
serius terhadap patriotisme dan nasinalisme bangsa kita, teknologi di
segala bidang terutama teknologi informasi suatu keniscayaan yang tidak
bisa kita hindari dimana masyarakat bisa dengan mudahnya mengakses
informasi yang baik bahkan yang buruk sekalipun melalui jejaring internet
di sekuruh dunia. Hal ini nyata berdampak pada kehidupan di masyarakat
kita pada saat ini. Akibat tak terbendungnya informasi-informasi terebut
dampaknya diantaranya makin rendah dan memudarnya nilai-nilai budaya
bangsa, menurunnya rasa solidaritas sosial, munculnya faham raikalisme
yang mengancam Negara.
Era kekinian banyak jargon yang diuapkan masyarakat dalam upaya
membela Negara seperti yang sering kita dengar pekikan jargon NKRI
harga mati, Aku Pncasila, Aku Indonesia sebagai perlawanan atas situasi
dan kondisi saat ini yang diraakan rawan perpecahan diantara anak bangsa,
apalah artinya slogan sebagus apapun itu kalau hanya di mulut saja, kalau
pada kenyataanya kita belum bisa mengimplementasikannya di kehidupan
68
sehari-hari. Implementasi upaya bela Negara dalam kehidupan sehari-hari
bayak sekali contohnya yang dapaat kita terapkan dengan hal-hal yang
bermanfaat di kehidupan keseharian kita, bela Negara bisa kita lakukan
dimulai dari diri kita sendiri sebagai contoh kita belajat rajin dan sungguh-
sungguh disamping kita akan menjadi orang yang berilmu dan berpotensi
menjadi orang yang berprestasi secara tidak langsung dan otomatis Negara
yang dapat keuntungan berupa bertambahnya orang-orang yang pintar,
orang-orang yang berguna, para pengusaha, ilmuwan cerdas dan masih
banyak yang lainnya.

(Kewajiban Bela Negara, 2011)

Sedangkan dari kegiatan sehari-hari yang melakukan uapaya bela


Negara yang memiliki dampak positif terhadap ketahnan dan
perkembangan Negara diantaranya adalah:
 Bela Negara di lingkungan masyarakat seperti:
1) Meningkatkan dan menerapkan sikap tenggang rasa dan saling
tolong-menolong dengan masyarakat lainnya.
2) Bekerja berdasarkan prinsip gotong royong untuk menjaga
kebersihan lingkungan.
3) Melaksanakan ronda malam dan siskamling.
4) Menciptakan suasana tentram dan damai serta rukun di lingkungan
masyarakat.
5) Menghargai aanya perbedaan antar sesame anggota masyarakat
antar Ras, suku, agama, dan juga kelompok-kelompok.
6) Aktif di berbagai kegiatan sosial.
7) Selalu menciptakan lingkungan yang aman serta damai, baik itu
didalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
8) Menegakkan kebenaran dan keadilan.

 Bela Negara yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari


dilingkungan negara seperti:
1) Mematuhi perundang-undangan yang berlaku dan hukum yang
berlaku.
2) Mengamalkan setiap nilai-nilai yang terdapat dalam pancasila yang
merupakan ideology dan dasar negara.
3) Membayar dan menyetorkan pajak dengan tepat waktu.
4) Bersikap selektif dan berhati-hati terhadap budaya asing.
5) Aktif, tanggap, dan waspada mencurigai serta melaporkan terkait
aktivitas sekelompok orang terkait terorisme, perdagangan narkoba
dan tindakan-tindakan lain yang mengancam keamanan negara.

69
6) Ikut serta dalam pembangunan negara.
7) Menegakkan kebenaran dan keadilan.

(Bela negara implementasi nya di kehidupan sehari-hari, n.d.)

 Upaya bela negara yang dilakukan Polri adalah:


1) Mendukung tetap tegaknya negara kesatuan RI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
2) Melakukan penyuluhan kesadaran hukum bagi warga negara.
3) Melakukan pengaturan lalu lintas dan memeberikan pengayoman
keeamanan bagi warga negara.
4) Memberikan perlindungan keamanan dari berbagai tindak
kejahatan terhadap warga negara.
5) Melakukan proses penyidikan dan penyelidikan terhadap berbagai
tindak kejahatan.

Selain upaya pembelaan Negara dalam kehidupan sehari-sehari secara


umum, disisi lain ada cara kita sebagai mahasiswa dalam upaya pembelaan
Negara. Mahasiswa merupakan status paling tinggi di kancah pendidikan.
Status tersebut tentu menjadi sorotan bagi masyarakat di negeri ini. Sorotan
tersebut bukanlah masalah gelar yang akan disandang, melainkan mampu
tidaknya lulusan mahasiswa tersebut mengimplementasikan ilmu,
pengalaman dan yang lainnya selama belajar di perguruan tinggi.
Bela Negara sering diartikan dengan mengikuti perang, mengangkat
senjata bercucur darah. Lantas bagaimana dengan kita sebagai mahasiswa
untuk ikut bela Negara, jika kita sebagai mahasiswa setiap harinya hanya
menggendong tas berisi laptop, pena, kertas, apakah itu akan disebut bela
Negara?
Mahasiswa hidup dalam dunia kebhinekaan, baik bhineka dari segi
bahasa, kepercaayaan, suku ataupun ras. Dalam kehidupan yang berbeda,
mereka yang notabenenya sebagai mahasiswa akan hidup dalam guyub
toleransi. Apabila mereka tidak mampu bertoleransi, yang nantinya terjadi
mereka akan pecah dan saling membelah. Mahasiswa harus sadar akan
adanyaa perbedaan dalam kehidupan pendidikannya yang saat ini.
Sebagai mahasiswa harus ikut serta dalam bela Negara. Bela Negara
bagi mahasiswa dapat dilakukan dengan menempuh msa pendidikan di
perguruan tinggi (PT) dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan masing-
masing PT. Semakin tapat ia menjemput kelulusan maka akan semakin
tepat pula ia dalam melakukan bela Negara untuk negeri ini. Karena jika ia
terus mengulur waktu kelulusannya, secara otomatis ia akan menghabiskan

70
usia-usia kreatifnya di dalam masa pendidikannya saja. Padahal masa-
masa muda yang penuh kretifitas sangat dibutuhkan dalam dunia kerja.
Selain lulus tepat waktu, sebagai mahasiswa mampu ikut bela Negara
dengan menemukan hal-hal baru yang belum pernah dipikirkan oleh oang
lain. Temuan baru akan disorot dan mendapat apresiasi bagi masyarakat.
Apalagi jika temuan baru tersebut mampu member manfaat bagi seluruh
masyarakat Indonesia, hal itu tentu sudah ikut serta dalam bela Negara.
Sangat disayangkan bila kehidupan mahasiswa hanya untuk
menggugurkan kewajibannya saja. Menggugurkan kewajiban disini
dimaksud yaitu mahasiswa yang hanya menjalankan tugas-tugasnya saja,
tidak menyelam dalam nilai-nilai lain yang sebenarnya bisa mereka
lakukan.
(Ufliatika, n.d.)

 Pendidikan Bela Negara


Pendidikan bela negara sangat penting bagi masyarakaat agar
supaya semua komponen masyarakat memahami, menyadari dan
menjiwai tentag nasionalisme, patriotisme, dan wawasan kebangsaan.
Pada pendidikan tinggi di berbagai perguruan tinggi, para mahasiswa
harus di bekali dan di tanamkan pendidikan bela negara. Banyak mata
kuliah yang menyisipkan materi bela negara kepada para mahasiswa
dan tercantum daalam UU No. 11 Tahun 2012. Materi yang diajarkan
dalam pendidikan bela negara harus disampaikan secara komunikatif,
dialogis, dan interaktif. Bela negara adalah komponen penting dalam
sebuah tegaknya negara menjadi berdaulat, adil, dan makmur. Tanpa
bela negara, negara tidak akan mampu menjadi super power.

(Bela negara, n.d.)

 Bela Negara di Kalangan Generasi Muda


Kunci sukses dalam bersaing di tengah arus globalisasi dan
membawa nama Indonesia di tengah percaturan global adalah landasan
semangat bela negara yang tinggi bagi generasi muda penerus bangsa.
Peran pemuda sangat besar dalam upaya pembelaan negara.
Pentingnya pemuda ini dalam konteks negara samapai ada dagium
terkenal, yakni: “siapa yang menguasai pemuda, maka ia akan
menguasai masa depan suatu bangsa”. Para meuda saat ini lebih banyak
terjebak pada kegiatan pragmatis jangka pendek dan terkooptasi oleh
kepentingan politik elit yang menawarkan berbagai limpahan materi
yang menggiurkan dan melupakan semangat bela negara.

71
Namun, saat ini para pemuda generasi bangsa tidak memiliki
wawasan kebangsaan dan jiwa nasionalisme. Hal ini terjadi karena
kuragnya perhatian pemerintah terhadap para pemuda untuk dididik
dan dilatih bela negara yang benar. Kalangan pemuda sekarang ini telah
tergelincir pada sikap progmatis, hedinis, materialistis, dan apatis,
sehingga jauh dari karakter pemuda yang seharusnya berkarakter,
progresif, idealis, revolusioner, radikal, dan inovatif.

 Elit politik dan Beala negara


Di tangan para elit politik kemajuan bangsa Indonesia
dipertaruhkan. Elit politik merupakan supra struktur politik yang
memproduksi kebijakan dan aturan perundang-undangan sehingga
merah birunya negeri saat ini sangat ditentukan oleh elit politik.
Posisi elit politik sebenarnya sangat berpengaruh dalam
menumbuhkan semangat kebangsaan, rasa nasionalisme, dan cinta
tanah air. Dalam budaya masyarakat Indonesia yang ketimuran dan
memegang teguh etika moral, para elit politik tidak mampu
mengembangkan budaya malu (shame culture) dan budaya salah (quite
culture).

 Empat Pilar Kebangsaan dan Bela Negara


Empat pilar kebangsaan adalah: Pancasila, UUD RI 1945, Bhineka
Tunggal Ika, NKRI. Ini merupakan consensus nasional yang telah
dibuat, diperjuangkan dan dipatrikan oleh para founding fathers.
Empat pilar kebangsaan merupakan jati diri bangsa Indonesia di
tengah konstelasi global yang tidak dimiliki oleh negara lain selain
Indonesia, dan merupakan salah satu sarana yang dapat menumbuh
kembangkan semangat bela negara. Bela negara membutuhkan empat
pilar kebangsaan sebagai bangunan yang kokoh.

Demikian ulasan tentang upaya bela negara yang bisa kita lakukan
sehari-hari, semoga kita semua berharap nilai-nilai nasionalisme dan
jiwa patriotism selalu bisa tanamkan dan lakukan demi terjaganya
keutuhan NKRI.

(Kewajiban Bela Negara, 2011)

72
DAFTAR PUSTAKA

Budianto, 2004. Kewarganegaraan SMA. Jakarta: Balai Pustaka


Abdul Majid. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Interest
Media Foundation
Dr. Agus Subagyo. 2015. Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era
Globalisasi. Graha Ilmu
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/ufliatika/5bf508
3c677ffb7e52730d39/mahasiswa-harus-bela-negara
https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/bela-negara-implementasinya-
dalam-kehidupan-kita-sehari-hari-63
Winarno. 2009. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. PT. Bumi
Aksara
Abdul Rojak. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara
https://www.academia.edu/8744160/Makalah_Bela_Negara
http://kelompok13belanegara.blogspot.com/2017/02/konsepsi-bela-
negara_93.html?m=1
http://organisasi.org/kewajiban-bela-negara-bagi-semua-warga-negara-
indonesia-pertahanan-dan-pembelaan-negara.html. (diakses 22 September
2011)

73
PROFIL PENULIS

No. Nama Foto Moto No. HP

Tertawalah
Muhammad sebelum
1. 082115786706
Somad tertawa itu
dilarang

Nabila
2. Nurhaliza Never give up 0895358989700
Lisdiani

Nurali Jangan lupa


3. 085715715843
Fakhrurrozi bahagia

74
If I think can,
4. Tita Mulyani 081324194598
yes I can

75
BAB V
KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANGAN INDONESIA
KELOMPOK 5
KELAS EKONOMI SYARIAH B

No Nama NIM No Nama NIM


1. Muhamad Guntur 1199220048 3. Nadine Latifatul 1199220058
Mahardika Aini
2. Muhammad Rivan 1199220053 4. Nuranisa 1199220064
Pamungkas
PEMBAHASAN
A. Pengertian konstitusi
B. Tujuan dan fungsi konstitusi
C. Sejarah lahir dan perkembangan konstitusi di indonesia
D. Lembaga kenegaraan setelah amandemen UUD 1945
E. Tata urutan perundang-undang
SCOR BOOK
82 GOOD

DESKRIPSI
PEMBAHASAN

1. Pengertian konstitusi

Konstitusi berasal dari bahasa prancis , yakni constituer yang


berarti membentuk. Pemakain istilah konstitusi dimaksudkan ialah
pembentuk suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara.
Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata
yaitu cume dan statuere. Cume adalah suatu preposisi yang berarti “
bersama dengan...”, sedangkan statuere berasal dari kata sta yang
membentuk kata kerja pokok stare yang berarti berdiri . atas dasar itu,
kata statuere mempunyai arti “ membuat sesuatu agar berdiri “ atau
mendirikan ( menetapkan ). Dengan demikian, dalam bentuk tunggal
berarti menetapkan sesuatu bersama-sama dan dalam bentuk jamak
berarti segala sesuatu yang telah ditetapkan.(Heri Herdiawanto, S.Pd,
M.Si dan Jumanta Hamdayama, 2010)

Secara etimologi, kata konstitusi, konstitusional, dan


konstitusionalisme memiliki makna yang sama , namun penggunaan
76
dan penerapannya berbeda . konstitusi adalah segala ketentuan dan
aturan mengenai ketatanegaraan (UUD dan sebagainya), atau undang-
undang dasar suatu negara . konstitusional adalah suatu tindakan atau
perilaku yang harus selalu didasarkan kepada konstitusi yang ada.
Sementara itu, konstitusinalisme adalah suatu paham mengenai
pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui
konstitusi.(Heri Herdiawanto, S.Pd, M.Si dan Jumanta Hamdayama,
2010)

1. Menurut suharizal, konstitusi adalah sejumlah ketentuan hukum


yang disusun secara sistematik untuk menata dan mengatur pokok-
pokok struktur dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan.
2. Menurut sri soemantri , konstitusi adalah suatu naskah yang
memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem
pemerintahan negara.
3. Menurut herman heller, konstitusi lebih luas dari pada undang-
undang.konstitusi sesungguhnya tidak hanya bersifat yuridis ,
melainkan juga bersifat sosiologis dan politis.
4. Menurut K. C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai
“keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa
kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur, atau, memerintah
dalam pemerintahan suatu negara.(Dr. Winarno, S.Pd., 2014)

2. Tujuan dan fungsi konstitusi.

Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah membatasi


kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang
diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Dengan adanya konstitusi dalam suatu negara, hak-hak rakyat dapat
dilindungi dan dijalankan dalam penyelenggaraan negara. Dalam
kondisi ini negara berusaha memberikan perlindungan pada warga
negaranya sebagai perwujudan tujuan dari negara itu sendiri. Selain itu
pula, dengan adanya konstitusi negara , para penguasa tidak
memerintah dengan tangan besi karena terikat oleh aturan yang telah
disepakati bersama. Dalam koteks ini, mekanisme penyelenggaraan
dilaksanakan dan didasarkan atas aturan bersama.

Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut secara ringkas dapat


diklarifikasikan menjadi tiga tujuan, yaitu sebagai berikut:
1. Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus
pengawasan terhadap kekuasaan politik.
77
2. Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari
penguasa sendiri.
3. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi
para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.

Terkait dengan fungsinya, ada empat motivasi menurut lord bryce yang
menyebabkan timbulnya konstitusi, yaitu sebagai berikut:
1. Konstitusi timbul dari keinginan rakyat untuk menjamin hak-
haknya jika terancam dan untuk membatasi tindakan
kesewenangan penguasa.
2. Konstitusi timbul dari keinginan , baik dari yang diperintah maupun
yang memerintah untuk menyenangkan rakyatnya, kemudian
menentukan suatu sistsem kenegaraan tertentu.dangan adanya
sistem tertentu jelas diharapkan tidak terjadi tindakan sewenang-
wenang dari penguasa.
3. Konstitusi datang dari keinginan para pembentuk negara untuk
menjamin adanya penyelenggaraan ketatanegaraan yang pasti dan
dapat membahagiakan rakyatnya.
4. Konstitusi datang dari keinginan untuk menjamin adanya kerja
sama dan kesepahaman yang efektif di antara negara-negara yang
pada mulanya berdiri sendiri.

3. SEJARAH LAHIR DAN PERKEMBANGAN KONTITUSI DI


INDONESIA

a. Sejarah Dunia
Sejak zaman Yunani kuno, istilah konstitusi telah dikenal.
Hanya saat itu konstitusi masih diartikan materiil karena konstitusi
belum diletakan dalam suatu naskah yang tertulis. Ini dapat
dibuktikan dari pendapat Aristoteles yang membedakan politea dan
nomoi. Politea diartikan sebagai konstitusi, sedangkan nomoi
adalah undang-undang biasa. Diantara kedua istilah tersebut
terdapat perbedaan, yaitu politea mengandung kekuasaan
membentuk, sedangkan pada nomoi keuasaan tidak ada karena ia
hanya merupakan materi yang harus dibentuk agar tidak bercerai-
berai.

b. Situasi Politik pada Proses Pembuatan UUD 1945


Situasi politik saat mulai berlangsungnya pembahasan UUD
1945 adalah di sekitar pertengahan tahun 1945, di penghujung akhir
era Perang Dunia Kedua. Kendati pemerintah pendudukan (tentara)
78
Jepang megontrol ketat informasi, seperti melakukan sensor berita
media cetak dan pensegelan radio namun ‘bocornya’ informasi
khususnya di kalangan kaum pergerakan bawah tidak bisa dicegah.
Para pejuang kemerdekaan sudah tentu mengetahui kekalahan demi
kekalahan yang dialami oleh tentara Jepang di medan peperangan.
Dalam situasi seperti itulah mereka mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia. Di sisi lain, kaum pergerakan juga mengerti bahwa di
dalam kubu sekutu ada dua paham yang berseberangan, yakni
paham demokrasi liberal-kapitalistis yang diusung Amerika Serikat
dan paham sosialis-komunis yang diusung Uni Soviet. Kedua
paham dimaksud telah berkembang di Eropa (dan Amerika) jauh
sebelum PD II, dan cukup banyak memiliki penganut di tanah air
kita. Kemenagan demi kemenangan negara-negara sekutu atas
negara axis (Jerman, Italia dan Jepang) tentu lebih lagi menguatkan
empati dan simpati atas paham (ideologi) yang dianut oleh negara-
negara (calon) pemenang.
Namun, adapula yang tetap meyakini sistem totaliter yang
dianut Jerman dan Jepang sebagai sistem yang cocok dengan
masyarakat Indonesia. Kendati dalam posisi yang makin sulit,
secara factual (de facto dan de jure), Jepang masih berkuasa di
Indonesia terlbih lagi, mereka bersama dengan sejumlah tokoh
pergerakan dan perjuangan kemerdeakaan, tidak sedikit pula yang
pro pada pendudukan militer Jepang, sedang dalam proses
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.(Ranadireksa, 2016)

c. Kronologis Singkat Pembuatan UUD 1945


Proses pembuatan UUD 1945 tidak terlepas dari kejadia-
kejadian sebelumnya, yakni:
 Pada 7 September 1944, melalui janji PM Jenderal Koiso
Kuniaki di muka siding ke-85 Diet (parlemen Jepang),
bahwa Jepang memperkenankan kemerdekaan Hindia
Timur atau Indonesia
 Pada 29 April 1945, pada Hari Ulang Tahun Kaisar Jepang
Tenno Heika dikeluarkan Maklumat Gunseikan No. 23
tentang pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (Indonesia),
BPUPK(I) beranggotakan 62 orang di bawah pimpinan
Ketua BPUKI, dr. KRT Radjiman Wediodiningrat; Ketua
Muda, R. P. Soeroso; dan Ketua Muda, Tuan Itjibangase,
Residen (Syucokan) Cirebon, dan 8 orang Jepang sebagai
Tokubetsu-Iin (anggota istimewa).

79
 Pada 29 Mei- 1 Juni 1945, siding pertama BPUPKI. Ketua
BPUPKI dr. KRT Radjiman Wediodiningrat meminta para
anggota menyampaikan pandangannya terhadap dasar-
dasar negara Indonesia.
o 29 Mei 1945
Pidato Muh. Yamin tentang lima asas negara; Peri
Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,
Peri Kerakyatan dan Peri Kebangsaan.
o 31 Mei 1945
Pidato Prof. Soepomo tentang lima asas negara:
Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan Lahir
Batin, Musyawarah, Keadilan Rakyat.
o 1 Juni 1945
Pidato Soekarno tentang limas asas negara:
Kebangsaan, Internasionalisme atau Peri
Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi,
Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan.
Setelah siding berakhir, ketua BPUPKI membntuk
sebuah Panitia Kecil terdiri dari Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta, Sutardjo, Wachid Hasyim, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Mr. Muh.
Yamin, dan Mr. A. A Maramis, dengan Ir. Soekarno
sebagai ketuanya. Tugas Panitia Kecil adalah
meneliti, mempelajari, melakukan invntarisasi,
usul-usul yang disampaikan anggota untuk
kemudian menyusunnya.

 Pada tanggal 22 Juni 1945, di Jakarta, dihasilkan


kesepakatan usul rancangan pembukaan UUD istilah yang
dikenal pada saat itu adalah Hukum Dasar Negara,
berbunyi:
“Sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala
bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-
kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan
selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.

80
Atas berkat Rakhmat Allah Yang Maha Kuasa, dan
dengan didorogkan oleh keinginan luhur,maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan inii kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia Merdeka yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tunpah darah
manusia Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Hukum Dasar Negara Indonesia yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang
berkedaulatan Rakyat, dengan berdasarkan kepada:
Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil beradab, persauan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan
mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh Rakyat
Indonesia.
Usulan rancangan pembukaan tersebut oleh Muh.
Yamin diberi nama ‘Djakarta Charter’ atau ‘Piagam
Djakarta’ sedangkan dr. Soekiman menyebutnya
‘Gentelement’s Agreement’.
 Tanggal 10 Juli 1945, sidang kedua BPUPKI
o Penyampaian pokok-poko materi yang disampaikan
oleh 40 orang anggota baik secara lisan maupun
tulisan, dalam laporan tersebut juga dikemukakan
“Rancangan Pembukaan” yang dihasilkan oleh
Panitia Sembilan.
o Ketua BPUPKI membentuk 3 buah Panitia:
1) Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
2) Panitia Pembelaan Tanah Air
3) Panitia Keuangan dan Perekonomian.
 Dalam buku “Piagam Jakarta 22 Juni 1945”, disebutkan
urutan kronologis sidang BPUPKI: (H. Endang Saifuddin
Anshari, 1983)
 10 Juli 1945, Soekarno sebagai Ketua Panitia Sembilan,
menyampaikan Piagam Jakarta kepada sidang paripurna
Badan Penyelidik.

81
 11 Juli 1945, rumusan Piagam Jakarta diterima oleh
Badan Penyelidik sebagai Mukaddimah Undang-
Undang Dasar untuk kedua kalinya dikukuhkan oleh
Badan Penyelidik.
 15 Juli 1945, Badan Penyelidik membahas batang tubuh
Undang-Undang Dasar tentang persyaratan untuk
Kepala Negara/Presiden dan Fasal tentang Agama
(ketika itu merupakan Fasal 28 bab X):
1) Negara berdasarkan asas Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agama dan untuk
beribadat menurut agamanya.
 Prof. Soepomo dalam Rapat Besar tanggal 15 Juli 1945
mengajukan Rancangan UUD hanya memuat 35 (pasal-
pasal lainnya hanya memuat peralihan dan tambahan),
yang menuruut be;iau lebih singkat dari UUD Dai
Nippon Teikoku (Jepang)
 16 Juli 1945, sidang paripurna kedua ketua Badan
Penyelidik berakhir segera setelah menerima bulat
seluruh batang tubuh UUD; termasuk di dalamnya
persyaratan Kepala Negara Presiden harus Beragama
Islam, dan Fasal Agama termasuk diatas.
 Setelah semua hal yang telah dirumuskan oleh Panitia
Sembilan dilaporkan dan diterima bulat oleh sidang,
kemudian Soekarno membentuk panitia kecil yang diketuai
oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan Undang-
Undang Dasar dan membentuk panitia untuk persiapan
kemerdekaan, yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).
Keanggotaan PPKI berjumlah 21 orang dengan ketua Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya. Para anggota PPKI
antara lain: Mr. Radjiman Wediodiningrat, Ki Bagus
Hadikoesoemo, Otto Iskandardinata, Pangeran Purbyo,
Pangeran Soerjohamidjojo, Soetarjo Kartohamidjojo, Prof. Dr.
Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr.
Mohammad Amir (Sumatera), Mr. Abdul Abbas (Sumatera),
Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr.
Latuharhary, Mr. Pudja (Bali), AH. Hamidan (Kalimantan), R.

82
P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim, dan Mr. Mohammad
Hassan (Sumatera).
Undang-Undang Dasar atau Konstitusi Negara
Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada
hari Sabtu 18 Agustus 1945. Dengan demikian, sejak saat itu
Indonesia telah menjadi suatu negara modern karena telah
memiliki suatu sistem ketatanegaraan, yaitu Undang-Undang
Dasar atau Kosntitusi Negara yang memuat tata kerja konstitusi
modern. Istilah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
memakai angka “1945” di belakang UUD sebagaimana
dijelaskan oleh Dahlan Thaib dkk., barulah timbul kemudian,
yaitu pada awal tahun 1959 ketika tanggal 19 Februari 1959
Kabinet Karya mengambil kesimpulan dengan suara bulat
mengenai “pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam rangka
kembali ke UUD 1945”.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah
mengalami beberapa kali pergantian baik nama substansi
materi yang dikandungnya. Perjalanan sejarah konstitusi
Indonesia secara singkat sebagai berikut:(Rozak, 2016)
1) Undan-Undang Dasar 1945 yang masa berlakunya sejak
18 Agustus 1945- 27 Desember 1949.
2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau lazim
dikenal dengan konstitusi RIS dengan masa belakunya
27 Desember 1949- 17 Agustus 1950.
3) Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) Republik
Indonesia 1950 yang masa berlakunya sejak 17 Agustus
1950- 5 Juli 1959.
4) Undang-Undang Dasar 1945 (5 Juli 1959- 19 Oktober
1999)
5) Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19
Oktober 1999- 18 Agustus 2000).
6) Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18
Agustus 2000- 9 November 2001).
7) Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, dan III
(9 November 2001- 10 Agustus 2002).
8) Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, III,
dan IV (10 Agustus 2002)

4. LEMBAGA KENEGARAAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945


Secara umum, sistem kenegaraan mengikuti pola pembagian
kekuasaan dalam pemerintahan sebagaimana yang dikemukakan oleh
83
Montesquieu dengan teori trias politica-nya yang terkenal. Menurutnya, pada
setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif,
dan yudikatif. Ketiga jenis kekuasaan ini terpisah satu sama lainnya, baik
mengenai tugas maupun mengenai alat perlengkapan yang melakukannya.
Karenanya, menurut teori ini tidak dapat dibenarkan adanya campur tangan
antara satu kekuasaan pada lembaga kenegaraan dengan yang lainnya.
Pemisahan kekuasaan mengandung arti bahwa ketiga kekuasaan ini masing-
masing harus terpisah baik lembaga maupun orang yang menanganinya.
Namun demikian, teori pemisahan kekuasaan pemerintahan ini dalam
praktiknya berbeda pada satu negara dengan negara lainnya. Seperti halnya
konsep demokrasi, budaya politik pada suatu negara banyak berpengaruh pada
implementasi teori pemisahan kekuasaan tersebut. (Rozak, 2016)
Dalam konteks perubahan UUD terdapat lima unsur penting yang
disepakati oleh panitia ad hoc perubahan UUD 1945, yaitu : (Rozak, 2016)
1. Tidak melakukan perubahan atas Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 yang meliputi sistematika, aspek kesejarahan, dan orisinalitasnya.
2. Tetap mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
3. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4. Meniadakan penjelasan UUD 1945 dan hal-hal normatif dalam
penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal.
5. Perubahan dilakukan dengan cara penambahan (adendum).
Sebelum perubahan UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD
1945 adalah Lembaga Kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan
Kehakiman. Setelah amandemen secara keseluruhan terhadap UUD 1945, alat
kelengkapan negara yang disebut dengan lembaga tinggi negara menjadi
delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, KY, dan BPK.
Posisi masing-masing lembaga setara, yaitu sebagai lembaga tinggi negara
yang memiliki korelasi satu sama lain dalam menjalankan fungsi check and
balances antarlembaga tinggi tersebut. (Rozak, 2016)
1. Lembaga Legislatif
Struktur lembaga perwakilan rakyat (legislatif) secara umum terdiri
dari dua model, yaitu lembaga perwakilan rakyat satu kamar
(unicameral) dan lembaga perwakilan rakyat dua kamar (bicameral).
Dalam ketatanegaraan Indonesia, lembaga legislatif direpresentasikan
pada tiga lembaga, yakni MPR, DPR dan DPD.

a. MPR
Seiring dengan tuntutan reformasi keberadaan MPR dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia banyak melahirkan perdebatan. Satu
pihak menghendaki MPR dihilangkan karena fungsinya sebagai

84
lembaga perwakilan rakyat sudah cukup dilakukan oleh DPR,
sementara di pihak lain tetap menghendaki MPR tidak dibubarkan.

Dari ketiga lembaga legislatif tersebut posisi MPR merupakan


lembaga yang bersifat khas Indonesia. Menurut Asshiddiqie,
keberadaan MPR terkandung nilai-nilai historis yang cenderung
dilihat secara tidak rasional dalam arti jika kedudukannya sebagai
suatu lembaga dihilangkan dapat dinilai menghilangkan satu pilar
penting dalam sistem ketatanegaraan kita yang justru dianggap
perlu dilestarikan.

b. DPR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga negara dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang merupakan
lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk
undang-undang. DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan
pengawasan. Di antara tugas dan wewenang DPR, antara lain :

a. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden


untuk mendapat persetujuan bersama.
b. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah
pengganti undang-undang.
c. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD
yang berkaitan dengan bidang tertentu dan
mengikutsertakannya dalam pembahasan.
d. Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD.
e. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN,
serta kebijakan pemerintah.
f. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh
BPK.
g. Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara
lain.
h. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti
aspirasi masyarakat.
i. Dan sebagainya.

c. DPD
Adapun Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga
baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan
85
perubahan Ketiga UUD 1945, gagasan pembentukan DPD dalam
rangka restrukturisasi parlemen di Indonesia menjadi dua kamar
telah diadopsi. Dengan demikian, resmilah pengertian dewan
perwakilan di Indonesia mencakup DPR dan DPD, yang kedua-
duanya secara bersama-sama dapat disebut sebagai MPR.

Perbedaan keduanya terletak pada hakikat kepentingan yang


diwakili masing-masing. DPR dimaksudkan untuk mewakili
rakyat, sedangkan DPD dimaksudkan untuk mewakili daerah-
daerah. DPD adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia yang merupakan wakil-wakil daerah provinsi
dan dipilih melalui pemilihan umum yang memiliki fungsi :

a. Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan


pertimbagan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.
b. Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu.

2. Lembaga Eksekutif
Pemerintahan memiliki dua pengertian: (a) pemerintahan dalam arti
luas, yaitu pemerintahan yang meliputi keseluruhan lembaga
kenegaraan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif); dan (b) pemerintahan
dalam arti sempit, yaitu pemerintahan yang hanya berkenaan dengan
fungsi eksekutif saja. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah makna
pemerintahan yang hanya berkenaan dengan kekuasaan eksekutif.
Di negara-negara demokratis, lembaga eksekutif terdiri dari kepala
negara, seperti raja, perdana menteri, atau presiden beserta menteri-
menterinya. Dalam sistem presidensial (seperti Indonesia), menteri-
menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin
olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para menteri dipimpin
oleh seorang perdana menteri.
Kekuasaan eksekutif dimaknai sebagai kekuasaan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kemauan negara dan pelaksanaan UU. Dalam
negara demokratis, kemauan negara dinyatakan melalui undang-
undang. Maka, tugas utama lembaga eksekutif adalah menjalankan
undang-undang. Kekuasaan eksekutif mencakup beberapa bidang:
a. Diplomatik, yakni menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan
negara-negara lain.
b. Administratif, yakni melaksanakan undang-undang serta peraturan-
peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara.

86
c. Militer, yakni mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan
perang, serta keamanan dan pertahanan negara.
d. Yudikatif, yakni memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.
e. Legislatif, yakni membuat rancangan undang-undang yang
diajukan ke lembaga legislatif, dan membuat peraturan-peraturan.

Adapun wewenang, kewajiban dan hak presiden antara lain :


a. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
b. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
c. Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Presiden
melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU
bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
d. Menetapkan peraturan pemerintah.
e. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
f. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan
DPR.
g. Mengangkat duta dan konsul serta menerima penempatan duta
negara lain dengan memerhatikan pertimbangan DPR.
h. Memberi grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi.
i. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang
diatur dengan UU.

3. Lembaga Yudikatif
Sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan, maka fungsi-fungsi
legislatif, eksekutif dan yudikatif dikembangkan sebagai cabang-
cabang kekuasaan yang terpisah satu sama lain. Jika kekuasaan
legislatif berpuncak pada MPR yang terdiri dari dua kamar, yakni DPR
dan DPD, maka cabang kekuasaan yudikatif berpuncak pada kekuasaan
kehakiman yang juga dipahami mempunyai dua pintu, yakni
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Kekuasaan kehakiman,
dalam konteks negara Republik Indonesia., adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia.

Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa


perubahan kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan
kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
a. Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
87
lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha
negara.
b. Mahkamah Konstitusi.

MA, MK, dan KY


Mahkamah Agung (MA) adalah salah satu kekuasaan kehakiman
di Indonesia. Sesuai dengan UUD 1945 (Perubahan Ketiga),
Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi. Menurut Undang-Undang Dasar 1945,
kewajiban dan wewenang MA antara lain :
a. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
b. Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
c. Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan
rehabilitasi.
Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga baru
yang diperkenalkan oleh Perubahan Ketiga UUD 1945. Salah satu
landasan yang melahirkan lembaga ini karena sudah tidak ada lagi
lembaga tertinggi negara. Maka, itu bila terjadi persengketaan
antarlembaga tinggi negara, diperlukan sebuah lembaga khusus yang
menangani sengketa tersebut yang disebut Mahkamah Konstitusi
(MK). Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan
wewenang Mahkamah Konstitusi antara lain :
a. Berwenang mengadili tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus
pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.
b. Memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil
presiden menurut UUD 1945.

Adapun Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang


bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari
campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Dibentuknya
Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia
adalah agar warga masyarakat di luar struktur resmi lembaga
parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian
kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan,
88
keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka
mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.

Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Yudisial melakukan


pengawasan terhadap:
a. Hakim agung di Mahkamah Agung.
b. Hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung seperti Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan badan peradilan lainnya.
c. Hakim Mahkamah Konstitusi.

4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


Sesuai fungsinya sebagai lembaga pemeriksa keuangan, BPK pada
pokoknya lebih dekat menjalankan fungsi parlemen. Karena itu,
hubungan kerja BPK dan parlemen sangat erat. Bahkan BPK dapat
dikatakan mitra kerja yang erat bagi DPR terutama dalam mengawasi
kinerja pemerintahan, yang berkenaan dengan soal-soal keuangan dan
kekayaan negara. BPK adalah lembaga negara Indonesia yang
memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri. BPK memiliki tugas dan wewenang yang sangat
strategis karena menyangkut aspek yang berkaitan dengan sumber dan
penggunaan anggaran serta keuangan negara, yaitu:
a. Memeriksa tanggung jawab keuangan negara dan memberitahukan
hasil pemeriksaan kepada DPR, DPRD, dan DPD.
b. Memeriksa semua pelaksanaan APBN.
c. Memerika tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara.

Dari tugas dan wewenang tersebut, BPK memiliki tiga fungsi pokok,
yakni:
a. Fungsi operatif, yaitu melakukan pemeriksaan, pengawasan, dan
penelitian atas penguasaan dan pengurusan keuangan negara.
b. Fungsi yudikatif, yaitu melakukan tuntutan perbendaharaan dan
tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri yang perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, serta
menimbulkan kerugian bagi negara.
c. Fungsi rekomendatif, yaitu memberikan pertimbangan kepada
pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.

89
5. TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
Sebagaimana dalam penjelasan konstitusi atau UUD 1945 bahwa
Indones ialah negara yang berdasar hukum (rechsstaat), tidak berdasar atas
kekuase belaka (machtsstaat). Konsep rechsstaat mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: (1 adanya perlindungan terhadap HAM; (2) adanya pemisahan dan
pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan
HAM; (3) pemerintahan berdasarkan peraturan; dan (4) adanya peradilan
administrasi. Dalam kaitan dengan negara hukum tersebut, tertib hukum yang
berbentuk adanya tata urutan perundang-undangan menjadi suatu kemestian
dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan. Tata urutan perundang-
undangan dalam kaitan implementasi konstitusi negara Indonesia merupakan
bentuk tingkatan perundang-undangan. Sejak 1966 telah dilakukan perubahan
atas hierarki (tata urutan) peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tata
urutan (hierarki) perundang-undangan perlu diatur untuk menciptakan
keteraturan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di awal 1966,
melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Lampiran 2, disebutkan bahwa
hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai berikut: (Rozak,
2016)
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPR.
3. Undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
4. Peraturan pemerintah.
5. Keputusan presiden.
6. Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
a. Peraturan menteri;
b. Instruksi menteri;
c. Dan lain-lainnya.

Selanjutnya, berdasarkan Ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata


urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Undang-undang.
4. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
5. Peraturan pemerintah.
6. Keputusan presiden.
7. Peraturan daerah.
Penyempurnaan terhadap tata urutan perundang-undangan Indonesia
terjadi kembali pada 24 Mei 2004 ketika DPR menyetujui RUU Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (PPP) menjadi undang-undang. Dalam UU
No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
90
(PPP), yang berlaku secara efektif pada November 2004. Keberadaan undang-
undang ini sekaligus menggantikan pengaturan tentang tata urutan peraturan
perundang-undangan yang ada dalam Ketetapan MPR No. III Tahun 2000
sebagaimana tercantum di atas. Tata urutan peraturan perundang-undangan
dalam UU PPP ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7 sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
3. Peraturan pemerintah.
4. Peraturan presiden.
5. Peraturan daerah, yang meliputi:
a. Peraturan daerah provinsi;
b. Peraturan daerah kabupaten/kota; dan
c. Peraturan desa.

Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala


peraturan dalam hierarki perundang-undangan yang bertentangan dengan
peraturan di atasnya, tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum. Sebagai
contoh peraturan pemerintah daerah perda syariah misalnya, secara otomatis
tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum karena bertentangan dengan
undang-undang di atasnya, yakni peraturan presiden dan UUD 1945. Hal
serupa berlaku pula bagi peraturan presiden dengan sendirinya tidak dapat
dilaksanakan apabila bertentangan dengan undang-undang, apalagi
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Demi menjaga
keutuhan NKRI dan persatuan Indonesia, hendaknya seluruh komponen politik
tidak menjadikan peraturan atau gagasan yang bertolak belakang dengan UUD
1945 sebagai kompronmi politik (political bargain- ing), khususnya dalam
proses suksesi politik di daerah (pilkada).

1. Undang Undang Dasar 1945


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar
tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia
saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949,
di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950
di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekret Presiden 5 Juli 1959 kembali
memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh
DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4
kali perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-
lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
91
Sebelum dilakukan amendemen, UUD 1945 terdiri atas
Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal
dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21
pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan
2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16
bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan
Tambahan. Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002,
diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Dalam Satu Naskah, sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi
Tanpa Ada Opini. (Malian, 2001)
a. Sejarah singkat awal UUD 1945(Wikipedia, 2019)
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April
1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945.
Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal
28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan
gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama
Pancasila.
Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI
membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang
untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah
Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak
kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi
pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta
menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada
tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945
Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI).
Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya
diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatra ada
BPUPKI untuk Sumatra. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17
Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan
UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia.

b. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27


Desember 1949)
92
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat
dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang
disibukkan dengan perjuangan mempertahankan
kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada
tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan
legislatif diserahkan kepada KNIP, karena MPR dan DPR
belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945, dibentuk
Kabinet Semi-Presidensial ("Semi-Parlementer") yang
pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan
pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap
UUD 1945. (H., 2013)
c. Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember
1949 - 17 Agustus 1950)
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah
parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya
federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-
negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki
kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam
negerinya. Ini merupakan perubahan dari UUD 1945 yang
mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan.
d. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
Pada periode UUDS 1950 ini diberlakukan sistem
Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi
Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti,
akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-
masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau
golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan
sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia
selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa
UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok,
karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945.
Beberapa aturan pokok itu mengatur bentuk negara, bentuk
pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan sistem
pemerintahan Indonesia. (Prof. Dr. Drs. H. Abdul Manan,
S.H., S.IP., 2018)
e. Periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966)
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 di
mana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik
sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekret
Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali
UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan
93
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada
waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD
1945, di antaranya:
i. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua
MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA
menjadi Menteri Negara
ii. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden
seumur hidup

f. Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 - 21 Mei
1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah
menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila
secara murni dan konsekuen. Pada masa Orde Baru, UUD
1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara
melalui sejumlah peraturan:
i. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang
menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak
akan melakukan perubahan terhadapnya.
ii. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang
Referendum yang antara lain menyatakan
bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD
1945, terlebih dahulu harus minta pendapat
rakyat melalui referendum.
iii. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Referendum, yang merupakan pelaksanaan
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.

g. Periode 21 Mei 1998 - 19 Oktober 1999


Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak
Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai
dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
h. Periode Perubahan UUD 1945
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah
dilakukannya perubahan (amendemen) terhadap UUD
1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara
lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di
94
tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan
rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya
pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat
menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD
1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum
cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah
menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara,
kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi
negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang
sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan
bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di
antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur)
kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas
sistem pemerintahan presidensial.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami
4 kali perubahan (amendemen) yang ditetapkan dalam
Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
i. Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21
Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
ii. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18
Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
iii. Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9
November 2001 → Perubahan Ketiga UUD
1945
iv. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11
Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD
1945. (Wikipedia, 2019)

2. Undang Undang atau Perundang Undangan


Undang-Undang/Perundang-undangan (UU) adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Undang-undang
memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi
posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam
rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk negara. Undang-undang
dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang
mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara
keduanya. (Marjan Mihajra, S.H., n.d.)
3. Peraturan Pemerintah
95
Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan
Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-
Undang. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik"
daripada Undang-Undang menurut hierarkinya tidak boleh tumpang
tindih atau bertolak belakang. Peraturan Pemerintah ditandatangani
oleh Presiden. (Wikipedia, 2020)
4. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden disingkat Perpres adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan
Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-
Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
Perpres merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan yang baru di
Indonesia, yakni sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004.
5. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan daerah provinsi adalah peraturan perundang
undangan yang dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan
bersama kepala daerah (gubernur). Materi muatan peraturan daerah
berisi dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang undangan yang lebih
tinggi.
6. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku
dikabupaten/kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan
persetujuan bersama Bupati/ Walikota. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
Materi muatan peraturan daerah kabupaten/kota berisi muatan materi
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih
lanjut peraturan perundang undangan yang lebih tinggi. (Chandra &
Pareke, 2018)

96
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, M. J. A., & Pareke, J. (2018). KEWENANGAN BANK INDONESIA
DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN DI
INDONESIA SETELAH TERBITNYA UNDANG UNDANG NO 21
TAHUN 2011 TENTANG OJK. Bengkulu: Zigie Utama.
Dr. Winarno, S.Pd., M. S. (2014). PARADIGMA BARU PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN (3rd ed.). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
H., D. H. K. S. M. (2013). POLITIK HUKUM DALAM PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH. Jakarta: KENCANA.
H. Endang Saifuddin Anshari, M. A. (1983). Piagam Jakarta 22 Juni 1945.
Bandung: Penerbit Pustaka.
Heri Herdiawanto, S.Pd, M.Si dan Jumanta Hamdayama, M. S. (2010).
CERDAS, KRITIS, DAN AKTIF BERWARGANEGARA. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Malian, S. (2001). Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945.
Yogyakarta: UII Press.
Marjan Mihajra, S.H., M. . (n.d.). Bahan Ajar Ilmu Perundang Undangan
Gesetzgebung Swissenschaft.
Prof. Dr. Drs. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M. H. (2018). DINAMIKA
POLITIK HUKUM DI INDONESIA. Jakarta: KENCANA.
Ranadireksa, H. (2016). DINAMIKA KONSTITUSI INDONESIA. Bandung:
FOKUSMEDIA.
Rozak, A. U. dan A. (2016). Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic
Education) Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani.
Jakarta: KENCANA.
Wikipedia. (2019). Undang-Undang Dasar Republik Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Retrieved March 29, 2020, from 11 August
website: https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-
Undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945
Wikipedia. (2020). Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Retrieved
March 29, 2020, from 9 March website:
https://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_perundang-undangan_Indonesia

97
BAB 6
DEMOKRASI DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA
KELOMPOK 6
EKONOMI SYARIAH 2B

No Nama NIM No Nama NIM


1. Muhammad Khadafi 1199220051 3. Salma Hanifah 1199220077
2. Revita Arintya Putri 1199220070
PEMBAHASAN
A. Istilah-istilah Penting
B. Makna dan Hakikat Demokrasi
C. Sejarah Demokrasi di Barat
D. Sejarah Demokrasi Indonesia
E. Unsur-unsur Penegak Demokrasi
F. Model-model Demokrasi
G. Prinsp-prinsip dan Parameter Demokrasi
H. Islam dan Demokrasi

SCOR BOOK
88 VERY GOOD

DESKRIPSI
PEMBAHASAN
A. ISTILAH-ISTILAH PENTING DALAM DEMOKRASI
1. Anarki, secara etimologis berasal dari bahasa yunani anorchos yang
artinya tanpa pemimpin. Dalam teori hubungan internasional adalah
konsep bahwa sistem dunia tidak punya pemimpin, tidak ada
pemerintahan berdaulat universal atau pemerintahan dunia. Karena itu
tidak ada yang kekuatan superior yang dapat menyelesaikan
permasalahan, memberlakukan hukum, atau menata sistem seperti politik
dalam negeri. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) anarki
adalah (1)hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau
ketertiban; (2)kekacauan.
2. Rekonsiliasi, secara etimologis berasal dari bahasa Inggris, reconciliation
berarti usaha menyelesaikan, melunasi, mendamaikan, memulihkan, dan
mengembalikan keselarasan. Sementara kalau dilihat dari bahasa
Jermannya, yaitu vergangenheitsbewältigung, adalah sebuah perjuangan
untuk menyelesaikan hal-hal yang belum selesai di masa lalu.
3. Elektabilitas, secara etimologis berasal dari bahasa inggris electability
yang berarti keterpilihan. Menurut Dendy Sugiono elektabilitas memiliki
arti ketertarikan seseorang dalam memilih. Jadi, elektabilitas adalah

98
tingkat keterpilihan atau ketertarikan publik dalam memilih sesuatu, baik
itu seorang figur, lembaga atau partai, maupun barang dan jasa dimana
informasi tersebut didapatkan dari hasil berbagai survei. (Sugiono, 2008)
4. Konstitusi, berasal dari bahasa latin constituante yaitu sebuah norma
sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan Negara yang biasa
dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-
hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya.
5. Kampanye adalah sebuah tindakan dan usaha yang bertujuan
mendapatkan pencapaian dukungan, dilakukan oleh perorangan atau
sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu
proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa
juga dilakukan guna memengaruhi, penghambatan, pembelokan
pencapaian. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kampanye
adalah (1) gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan
aksi, dan sebagainya); (2) kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi
politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam
parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih
dalam suatu pemungutan suara.
6. Koalisi adalah sebuah atau sekelompok persekutuan, gabungan atau
aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing
memiliki kepentingan sendiri-sendiri.(10 Istilah Politik dan Demokrasi
Yang Perlu Kita Tahu, n.d.)

B. MAKNA DAN HAKIKAT DEMOKRASI


Demokrasi, secara etimologis berasal dari bahasa yunani
“demokratia” yang berarti kekuasaan rakyat, yang terbentuk dari asal kata
demos “rakyat” dan cratos “kekuatan” atau “kekuasaan”. Secara
terminologis, demokrasi berarti rakyat sebagai pemegang kekuasaan,
pembuat dan penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dalam
penyelenggaraan Negara dan pemerintah, serta pengontrol terhadap
pelaksanaan kebijakan baik yang dilakukan rakyat atau lembaga
perwakilannya. (Saepuloh M.Si, 2017)
Sementara itu, pengertian demokrasi secara istilah sebagaimana
dikemukakan para ahli sebagai berikut:
a. Menurut Joseph A. Schemer, Demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapaikeputusan polituk dimana individu-individu
memperoleh kekuasaan untukmemutuskan cara perjuangan kompetitif atas
suara rakyat.
b. Sidney Hook, Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-
keputusanpemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan padakesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari
rakyat dewasa.
c. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, Demokrasi sebagaisuatu
sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintaitanggung jawab atas

99
tindakan—tindakan mereka diwilayah publik olehwarganegara, yang
bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dankerjasama dengan
para wakil mereka yang terpilih.
d. Henry B. Mayo, demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu
sistemyang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
politik dandiselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Affan Ghaffar memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu
pemaknaan secara normatif dan empirik:
a. Demokrasi Normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak
dilakukan oleh sebuah Negara.
b. Demokrasi Empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia
politik praktis.(Affan Gaffar, 2000)
Makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan
bernegaramengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan
ketentuan dalammasalah-masalah mengenai kehidupannya, termasukdalam
menilai kebijakan Negara, karena kebijakan Negara tersebut akan menentukan
kehidupan rakyat.
Dengan demikian Negara yang menganut sistem demokrasi adalah
Negara yangdiselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari
sudutorganisasi, demokrasi berarti pengorganisasian Negara yang dilakukan
oleh rakyatsendiriatau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan ditangan
rakyat.
Kesimpulan-kesimpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa
hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta
pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan
rakyat baik dalam penyelenggaraan berada di tangan rakyat mengandung
pengertian tiga hal, yaitu:
a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)
Mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahyang sah
dan diakui (ligimate government) dimata rakyat. Sebaliknya
adapemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unligimate
government).Pemerintahan yang diakui adalah pemerintahan yang
mendapat pengakuandan dukungan rakyat.Pentingnya legimintasi bagi
suatu pemerintahan adalah pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi
dan program-programnya.
b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people)
Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahanmenjalankan
kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan sendiri.Pengawasan
yang dilakukan oleh rakyat (sosial control) dapat dilakukan secara
langsung oleh rakyat maupun tidak langsung (melalui DPR).
c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people)
Mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan olehrakyat
kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat.Pemerintah
100
diharuskan menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat
dalam menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara
langsung.(Alav, 2016)
C. SEJARAH DEMOKRASI BARAT
Para antropolog telah mengidentifikasi bentuk-bentuk
protodemokrasi yang diprakarsai oleh sekelompok kecil pemburu dan
peramu, jauh sebelum terbentuknya masyarakat-masyarakat yang bertani dan
menetap, dan yang masih lestari nyaris tanpa perubahan di dalam kelompok-
kelompok masyarakat bumiputra sekarang ini. Dalam kelompok-kelompok
yang umumnya terdiri atas 50-100 orang dan lazimnya dipersatukan erat-erat
oleh ikatan kekeluargaan ini, pengambilan keputusan dilakukan melalui
mufakat atau suara terbanyak, dan sering kali dilakukan tanpa pemimpin
khusus. Mengingat bahwa dinamika-dinamika semacam ini masih lestari
sampai sekarang, kiranya tidaklah keliru untuk berasumsi bahwa demokrasi
dalam bentuk lain muncul secara alamiah dalam setiap kelompok
atau suku yang erat bersatu.
Konsep-konsep (dan nama) demokrasi dan konstitusi sebagai suatu
bentuk pemerintahan bermula di Athena kuno sekitar 508 SM. Di Yunani
kuno, yang merupakan tempat berdirinya banyak negara kota dengan berbagai
macam bentuk pemerintahan, demokrasi ditanding dengan bentuk-bentuk
pemerintahan yang dikendalikan oleh segelintir orang terkemuka
(aristokrasi), oleh satu orang (monarki), oleh para tiran (tirani), dan lain
sebagainya.
India
Klaim lain mengenai keberadaan pranata-pranata demokratis perdana
datang dari "republik-republik" mandiri di India, yakni
pranata sangga dan gana, yang sudah ada semenjak abad ke-6 SM dan
bertahan di beberapa kawasan sampai abad ke-4 M. Akan tetapi bukti-
buktinya masih berserakan, dan tidak ada sumber rujukan yang murni bersifat
sejarah dari kurun waktu tersebut. Ciri khas utama dari gana adalah terdiri
atas seorang kepala monarki yang lazimnya disebut raja, dan suatu majelis
permusyawaratan. Majelis ini bersidang secara teratur untuk membahas
semua keputusan besar Negara, sidang majelis ini boleh diikuti oleh semua
warga laki-laki yang merdeka. Majelis ini juga memiliki kewenangan penuh
di bidang keuangan, tadbir, dan kehakiman. Pejabat-pejabat lain, yang jarang
disebut, mematuhi keputusan-keputusan majelis. Kepala monarki, yang
dipilih oleh gana, tampaknya selalu berasal dari kalangan bangsawan,
yakni Warna Kesatria. Kepala monarki merundingkan kegiatan-kegiatannya
dengan majelis permusyawaratan; di beberapa negara, kepala monarki
merundingkannya dengan suatu majelis yang beranggotakan bangsawan-
bangsawan lain.
Para pengkaji berbeda pandangan mengenai bentuk pemerintahan ini,
dan bukti-bukti yang masih berserakan membuka peluang bagi timbulnya
perbedaan pandangan yang besar. Beberapa pengkaji menitikberatkan peran
sentral dari majelis permusyawaratan, sehingga bersikeras bahwa bentuk

101
pemerintahan tersebut adalah demokrasi, sedangkan para pengkaji lain
memusatkan perhatiannya pada dominasi golongan atas dalam
kepemimpinan dan peluang besar yang dimiliki golongan tersebut untuk
mengendalikan majelis permusyawaratan, sehingga menilai bentuk
pemerintahan tersebut sebagai oligarki atau aristokrasi. Tidak adanya gagasan
yang jelas perihal kesetaraan warga negara dalam batasan-batasan sistem
kasta ini menjadikan banyak pengkaji menyatakan bahwa pada
hakikatnya gana dan sangga tidaklah setaraf dengan pranata-pranata
demokratis yang sesungguhnya.
Athena
Sekalipun bukan salah satu dari demokrasi Yunani perdana, Athena
sering kali dianggap sebagai tempat lahirnya demokrasi dan tetap dijadikan
titik rujukan bagi demokrasi. Sebagaimana kota-kota lain, Athena muncul
pada abad ke-7 SM dengan pemerintahan yang didominasi oleh kaum
bangsawan. Akan tetapi dominasi kaum bangsawan mengakibatkan
terjadinya eksploitasi di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Masalah-
masalah ini menjadi kian parah pada awal abad ke-6, dan karena "orang
banyak diperbudak oleh segelintir orang, rakyat pun bangkit menentang para
pemuka". Pada saat yang sama, berkobar sejumlah revolusi rakyat yang
berhasil menumbangkan kekuasaan turun-temurun kaum bangsawan.
Salah satu revolusi rakyat ini terjadi di Sparta pada paruh kedua abad
ke-7 SM. Perombakan-perombakan konstitusi yang diperjuangkan oleh
Likorgos di Sparta menghasilkan sebuah negara hoplites(pemberontak) yang
memperlihatkan bahwa pemerintahan-pemerintahan turun-temurun dapat
diubah dan menuntun kepada kejayaan militer. Selepas kurun waktu
pertentangan antara orang kaya dan orang miskin, warga Athena dari seluruh
lapisan masyarakat meminta Solon untuk menjadi penengah di antara
golongan-golongan yang saling berseteru, dan mendapatkan solusi bagi
masalah-masalah mereka yang memuaskan semua pihak.
Solon
Solon membagi warga Athena menjadi empat golongan masyarakat
berdasarkan besar penghasilan mereka, dengan hak dan kewajiban yang
berbeda bagi tiap-tiap golongan. Eklesia menjadi lembaga berdaulat yang
berwenang meloloskan hukum dan ketetapan, memilih pejabat negara, dan
menerima banding dari putusan-putusan terpenting mahkamah. Jabatan-
jabatan pemerintahan tertinggi, yakni jabatan para arkon (penguasa),
diperuntukkan bagi para warga dari kedua golongan berpenghasilan tertinggi.
Para mantan arkon menjadi anggota Areopagus (Majelis Bukit Ares) yang
berwenang memeriksa tindakan-tindakan menyeleweng yang dilakukan oleh
lembaga Eklesia yang baru terbentuk dan adikuasa itu.
Secara keseluruhan, Solon membuat banyak perombakan pada 594
SM untuk mencegah terjadinya kemerosotan politik, ekonomi, dan budi
pekerti di Athena kuno, serta mempersembahkan kitab hukum komprehensif
yang pertama bagi kota itu. Perombakan konstitusi menghasilkan
penghapusan perbudakan atas warga Athena oleh warga Athena, menetapkan

102
aturan-aturan untuk menanggulangi secara sah tindakan para arkon
aristokratis yang melampaui kewenangan mereka, dan menetapkan hak-hak
istimewa atas dasar kekayaan produktif bukannya warisan status
kebangsawanan yang diperoleh sejak lahir. Beberapa perombakan yang
dilakukan Solon mengalami kegagalan dalam jangka pendek, akan tetapi ia
sering kali dihargai sebagai peletak dasar-dasar demokrasi Athena.
Zaman Kleistenes dan Perikles
Sesudah tirani runtuh (510 SM) dan sebelum kurun waktu 508–507
SM berakhir, Kleistenes mengajukan usulan perombakan tatanan
pemerintahan, dan disetujui oleh Eklesia. Kleistenes menata ulang populasi
Athena menjadi sepuluh suku, dengan tujuan mengubah dasar organisasi
politik dari keberpihakan pada keluarga menjadi keberpihakan politik, serta
memperbaiki organisasi ketentaraan. Ia memperkenalkan pula asas kesetaraan
hak bagi semua orang, yakni isonomia, dengan cara memperbesar peluang
bagi lebih banyak warga untuk meraih kekuasaan. Pada kurun waktu ini,
orang-orang Athena untuk pertama kalinya mulai menggunakan kata
"demokrasi" sebagai sebutan bagi tatanan pemerintahannya yang baru. Pada
generasi berikutnya, Athena memasuki zaman keemasannya, menjadi
pusat kesusastraan dan seni rupa. Kemenangan bangsa Yunani dalam Perang
Persia (499–449 SM) mendorong warga termiskin Athena (yang ikut serta
berjuang dalam perang itu) menuntut hak yang lebih besar untuk dilibatkan
dalam tata kelola kota mereka.
Pada akhir era 460-an, Efialtes dan Perikles memimpin radikalisasi
kekuasaan yang menggeser perimbangan kekuasaan secara mutlak ke sisi
golongan termiskin dalam masyarakat, dengan cara mengundang-undangkan
hukum-hukum yang benar-benar membatasi kekuasaan majelis Areopagus
dan mengizinkan golongan tetes (warga Athena yang tidak berharta) untuk
menduduki jabatan-jabatan publik. Perikles tampil menjadi pemimpin
demokratis terbesar di Athena, sekalipun didakwa menjalankan sebuah mesin
politik.
Demokrasi Athena pada zaman Kleistenes dan Perikles didasarkan
pada kebebasan (hasil dari perombakan yang dilakukan Solon) dan kesetaraan
(isonomia) yang diperkenalkan oleh Kleistenes dan di kemudian hari
diperluas oleh Efialtes dan Perikles. Demi melestarikan asas-asas ini, orang-
orang Athena membuang undi untuk memilih pejabat-pejabatnya guna
memastikan bahwa tiap-tiap warga memiliki peluang yang sama untuk
menduduki jabatan pemerintahan. Untuk menghindari segala macam
kecurangan, digunakan mesin-mesin pengundian. Selain itu, sebagian besar
dari jabatan yang diperebutkan melalui pengundian itu hanya boleh diduduki
oleh warga Athena selama satu kali masa jabatan, sehingga tidak ada yang
berkesempatan untuk memperbesar kekuasaan pribadi dengan cara
memegang suatu jabatan tertentu dalam waktu yang lama.
Mahkamah merupakan lembaga politik lainnya yang penting di
Athena. Lembaga ini beranggotakan sejumlah besar juri dan tanpa hakim.
Para juri dipilih melalui pengundian harian atas nama-nama warga yang telah

103
terpilih melalui pengundian tahunan. Mahkamah memiliki kekuasaan yang
tidak terbatas untuk mengendalikan lembaga-lembaga pemerintahan lain
berikut pemimpin-pemimpin politiknya.
Setiap warga bebas untuk mengemukakan pendapatnya dalam
pertemuan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan diputuskan
dengan suara terbanyak oleh sidang lembaga Eklesia yang terbuka bagi semua
warga laki-laki (dalam beberapa kasus, keputusan baru dianggap sah jika
sidang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 6000 warga laki-laki). Keputusan-
keputusan sidang lembaga Eklesia dilaksanakan oleh Boule 500 (majelis yang
beranggota 500 warga), yakni lembaga yang memilih dan mengajukan
rencana kebijakan untuk dibahas dan diputuskan oleh lembaga Eklesia.
Anggota Boule Athena dipilih dengan undi setiap tahun, dan tidak seorang
pun diperkenankan menjabat lebih dari dua kali.
Kemerosotan,kebangkitan, dan kritik demokrasi Athena
Demokrasi Athena, sepanjang dua abad riwayatnya, pernah dua kali
memutuskan melalui pemungutan suara untuk menentang konstitusi
demokratisnya sendiri (kedua-duanya terjadi semasa krisis pada akhir Perang
Poloponesos 431–404 SM). Pemungutan suara pertama dilakukan untuk
membentuk rezim Empat Ratus Pemimpin (pada 411 SM), dan pemungutan
suara kali kedua menghasilkan pembentukan rezim boneka Sparta, yakni
kepemimpinan Tiga Puluh Tiran (pada 404 SM). Kedua pemungutan suara
ini berlangsung di bawah manipulasi dan tekanan, namun akhirnya demokrasi
dipulihkan kurang dari setahun setelah penyelenggaraan pemungutan suara,
baik kali pertama maupun kali kedua.
Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan seiring pemulihan demokrasi
selepas tumbangnya rezim Tiga Puluh Tiran merenggut sebagian besar
wewenang pembuatan hukum dari majelis rakyat, dan membebankan
wewenang ini kepada para juri yang dipilih secara acak yang disebut para
"nomotetai". Athena memulihkan konstitusi demokratisnya seperti sediakala
setelah Yunani berhasil dipersatukan oleh Raja Makedonia, Filipos II (359-
336 SM), dan dilanjutkan oleh Aleksander Agung (336–323 SM), namun
pamor demokrasi Athena tak tampak menonjol di masa kekaisaran Yunani
Makedonia itu. Demokrasi Athena akhirnya dibatasi ruang lingkupnya
menjadi sistem pemerintahan daerah Athena sendiri sesudah Yunani
ditaklukkan oleh bangsa Romawi pada 146 SM.
Roma
Meskipun Roma digolongkan sebagai republik, bukan demokrasi,
namun sejarahnya telah membantu melestarikan konsep demokrasi selama
berabad-abad. Orang Romawi mencetuskan konsep kajian karya-karya tulis
klasik dan melestarikan banyak karya-karya tulis peninggalan Yunani Kuno.
Roma adalah sebuah negara kota di Italia, bertetangga dengan negara-negara
kota lain yang tangguh, orang Etruska telah mendirikan negara-negara kota di
seluruh kawasan tengah Italia semenjak abad ke-13 SM, sementara di
kawasan selatan Italia terdapat daerah-daerah koloni Yunani. Sebagaimana
negara-negara kota lainnya, Roma diperintah oleh seorang raja. Meskipun

104
demikian, desakan huru-hara dalam masyarakat serta tekanan ancaman dari
pihak luar mengakibatkan Raja Roma yang terakhir dimakzulkan pada 510
SM oleh sekelompok bangsawan di bawah pimpinan Lusius Yunius Brutus.
Kekaisaran Romawi pada akhirnya terbagi menjadi Kekaisaran
Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur. Kekaisaran Romawi Barat
runtuh pada 476 M, sementara Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran
Bizantin, bertahan sampai dengan jatuhnya Konstantinopel pada 1453 SM.
Tonggak-tonggak sejarah abad ke-18 sampai 19 M
 1707: Parlemen Britania Raya yang pertama dibentuk selepas
penggabungan Kerajaan Inggris dan Kerajaan Skotlandia dengan Undang-
Undang Persatuan 1707. Sejak sekitar 1721–1742, Robert Walpole, yang
dianggap sebagai perdana menteri Britania Raya yang pertama, memimpin
rapat-rapat kabinet, mengangkat semua menteri lain, dan mengembangkan
doktrin solidaritas kabinet.
 Mulai dari akhir era 1770-an: Konstitusi-konstitusi dan berbagai undang-
undang baru secara terang-terangan menjabarkan dan membatasi
kewenangan dari pihak-pihak yang berkewenangan. Banyak di antara
konstitusi dan undang-undang baru ini didasarkan pada Undang-Undang
Hak Warga Negara Inggris tahun 1689. Sejarawan Norman
Davies menyebut Konstitusi Persemakmuran Polandia Lituania tahun
1791 sebagai "konstitusi yang pertama di antara konstitusi-konstitusi
sejenisnya di Eropa".(Davies, 1996)
 Amerika Serikat: Para Bapak Pendiri Negara Amerika Serikat menolak
definisi 'demokrasi' menurut pemahaman bangsa Yunani, dan justru lebih
condong pada 'semacam aristokrasi alamiah', di mana hanya para pemilik
tanah yang yang berhak mendapatkan kursi di majelis kongres. (Hoppe,
2011) Sebagaimana bangsa Inggris, orang-orang Amerika meniru bentuk
pemerintahan Republik Romawi, di mana hanya kaum ningrat yang
terlibat dalam pemerintahan negara.(Johnston, 2008)
 Konstitusi Amerika Serikat diratifikasi pada tahun 1788. Konstitusi ini
menjadi dasar pembentukan badan legislatif bikameral, yang terdiri atas
Dewan Perwakilan yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat di
beberapa negara bagian, dan Dewan Senat yang anggota-anggotanya
dipilih oleh badan legislatif negara bagian. Konstitusi ini mulanya tidak
mengatur tentang siapa saja yang memiliki hak suara, sehingga keputusan
terkait perkara ini terpulang pada negara-negara bagian, yang sebagian
besar menetapkan bahwa hanya tuan tanah laki-laki dewasa berkulit putih
saja yang memiliki hak suara.
 1791: Undang-Undang Hak Warga Negara Amerika Serikat diratifikasi
 1790-an: Sistem Partai Pertama diberlakukan di Amerika Serikat. Sistem
ini meliputi pembentukan partai-partai politik berakar lokal di Amerika
Serikat seperti, jaringan surat kabar partai, teknik-teknik kampanye
blusukan baru, pemanfaatan kaukus untuk menentukan kandidat, nama-
nama partai yang tetap, kesetiaan terhadap partai, dan platform partai

105
 1780-an: Tumbuhnya gerakan-gerakan sosial yang menyebut dirinya
'demokrasi': Pertentangan politik antara 'kaum aristokrat' dan 'kaum
demokrat' di negara-negara Beneluks (Belanda,Belgia,dan
Luxemburg) mengubah makna semi-negatif dari kata 'demokrasi' di Eropa,
yang sampai dengan saat itu dianggap sinonim dengan anarki, menjadi
makna yang lebih positif, yakni sebagai lawan dari 'aristokrasi'.
 1789–1799: Revolusi Prancis
o Deklarasi Hak-Hak Manusia dan Warga Negara yang diadopsi pada
tanggal 26 Agustus 1789, menyatakan bahwa "manusia terlahir dan untuk
selamanya merdeka serta setara dalam hak" dan mempermaklumkan
hakikat kesejagatan dari hak-hak manusia.
o Hak pilih universal bagi laki-laki ditetapkan dalam rangka pemilihan
anggota Konvensi Nasional pada bulan September 1792, tetapi dicabut
lagi oleh Direktorat Prancis pada tahun 1795.
o Perbudakan dihapuskan di negeri-negeri jajahan Prancis oleh Konvensi
Nasional pada tanggal 4 Februari 1794, dengan menyetarakan orang-orang
kulit hitam dengan orang-orang kulit putih ("semua manusia, tanpa
pandang warna kulit, yang berdiam di negeri-negeri jajahan adalah warga
negara Prancis, dan memiliki semua hak warga negara yang dijamin oleh
konstitusi").
 1791: Revolusi Haiti, budak belian yang berhasil mengalahkan kaum
majikan dan membentuk sebuah negara republik yang merdeka.
 Kerajaan Inggris Raya
o 1807: Undang-Undang Perdagangan Budak melarang kegiatan
perdagangan budak di seluruh wilayah Imperium Britania. Setelah
undang-undang ini diberlakukan, Kerajaan Inggris Raya melaksanakan
aksi Blokade Afrika dan penerapan perjanjian-perjanjian internasional
untuk memberantas perdagangan budak yang dilakukan negara-negara
asing.
o 1832: Diloloskannya Undang-Undang Pembaharuan, yang memberi lebih
banyak kursi bagi wakil-wakil rakyat dari daerah-daerah perkotaan yang
sebelumnya sedikit sekali terwakili di Parlemen Kerajaan Inggris Raya,
dan memberi hak suara bagi lebih banyak lapisan masyarakat.
o 1833: Undang-Undang Penghapusan Perbudakan disahkan, dan
diberlakukan di seluruh wilayah Imperium Britania mulai tanggal 1
Agustus 1834
 1848: Hak suara universal untuk kaum pria dipulihkan di Prancis pada
bulan Maret 1848, menjelang meletusnya Revolusi Prancis 1848.
 1848: Revolusi 1848 meletus menyusul revolusi yang terjadi di Prancis.
Meskipun sering kali dipadamkan dengan kekerasan, Revolusi 1848
menghasilkan konstitusi demokratis di sejumlah negara Eropa lainnya,
antara lain Denmark dan Belanda.
 1850-an: Pengenalan pemungutan suara secara rahasia di Australia. Sistem
ini baru diperkenalkan di Britania Raya pada tahun 1872, dan di Amerika
Serikat pada tahun 1892.

106
 1856: Syarat-syarat yang membatasi hak suara bagi warga negara yang
memiliki properti saja dihapuskan di seluruh negara bagian Amerika
Serikat, sehingga hampir seluruh pria dewasa kulit putih diberi hak suara.
Meskipun demikian, syarat-syarat yang membatasi hak suara bagi warga
negara yang membayar pajak saja tetap dipertahankan di lima negara
bagian sampai tahun 1860, dan di dua negara bagian sampai abad ke-20.
 1870: Amendemen ke-15 atas Konstitusi Amerika Serikat, melarang
diskriminasi hak suara berdasarkan ras, warna kulit, atau pernah tidaknya
seseorang menjadi budak belian.
 1893: Selandia Baru menjadi negara pertama yang memberlakukan hak
suara universal dengan memberi hak suara kepada kaum perempuan (hak
suara universal bagi kaum lelaki sudah diberlakukan sejak tahun 1879)
Demokrasi pada abad ke-20
Perang Dunia I berakhir dengan kemenangan sementara bagi
demokrasi di Eropa, karena demokrasi masih lestari di Prancis dan sempat pula
meluas sampai ke Jerman. Pada 1906, hak-hak demokratis modern yang
seutuhnya, yakni hak suara universal bagi seluruh warga negara
diimplementasikan secara konstitusional di Finlandia, demikian
pula perwakilan proporsional dengan sistem daftar terbuka. Revolusi
Februari di Rusia pada 1917 juga menjadi awal dari demokrasi liberal yang
bertahan selama beberapa bulan di bawah pimpinan Aleksander Kerensky
sampai Lenin mengambil alih pemerintahan Rusia pada bulan Oktober. Depresi
besar-besaran, yang berdampak sangat buruk terhadap perekonomian,
menghantam keras kekuatan-kekuatan demokrasi di banyak negara. Era 1930-
an menjadi kurun waktu merajalelanya para diktator di Eropa dan Amerika
Latin.
Undang-Undang Kewarganegaraan Orang Indian tahun 1924 mengatur
tentang pemberian hak kewarganegaraan Amerika Serikat yang sepenuhnya
kepada masyarakat pribumi Amerika yang disebut "orang Indian" dalam
undang-undang ini (Amendemen Keempat Belas menjamin hak
kewarganegaraan bagi orang-orang yang lahir di Amerika Serikat, namun
hanya jika yang bersangkutan "terikat pada yurisdiksi Amerika Serikat". Klausa
ini mengecualikan masyarakat pribumi Amerika). Undang-undang ini disahkan
menjadi hukum dengan ditandatangani oleh Presiden Calvin Coolidge, pada 2
Juni 1924. Undang-undang ini juga mengatur tentang pemberian hak suara
kepada orang-orang yang berdiam di dalam lingkup wilayah Amerika Serikat.
Pasca perang dingin
Gelombang-gelombang baru demokrasi menyapu kawasan selatan
Eropa pada era 1970-an, manakala sejumlah rezim diktator nasionalis
ditumbangkan. Selanjutnya pada akhir era 1980-an di kawasan tengah dan
timur Eropa, negara-negara komunis di dalam mandala pengaruh Uni
Soviet juga berubah menjadi negara-negara demokrasi liberal. Banyak negara
Eropa Timur, Amerika Latin, Asia Timur, dan Asia Tenggara, serta sejumlah
negara Arab, Asia Tengah, Afrika, dan Otoritas Palestina yang belum bernegara
bergerak menuju demokrasi yang lebih liberal pada era 1990-an dan 2000-an.

107
Salah satu hasil kajian dari lembaga Freedom House yang didanai oleh
Pemerintah Amerika Serikat menunjukkan bahwa tidak ada satu pun demokrasi
liberal di dunia pada 1900 dengan hak suara universal, namun pada 2000, 120
dari 192 negara yang ada, atau 62% negara di dunia sudah memberlakukannya.
Menurut hasil kajian lembaga ini, ada 25 negara, atau 13% negara di dunia
dengan "praktik demokrasi terbatas" pada 1900, dan sekarang ini tinggal 16
negara, atau 8% negara di dunia yang masih memberlakukannya.
Pada 1900, ada 19 monarki konstitusional, yakni 14% negara di dunia,
dengan konstitusi yang membatasi kekuasaan kepala monarki serta
mengalihkan sejumlah kewenangan kepada dewan legislatif terpilih, dan
sekarang ini tidak ada lagi negara yang demikian. Di antara negara-negara
selebihnya, ada yang pernah dan ada pula yang masih memiliki pemerintahan
yang tidak demokratis dalam berbagai bentuknya.[115]
Meskipun kajian tentang negara-negara tertentu masih dapat
diperdebatkan (misalnya, Selandia Baru memberlakukan hak suara
universal pada 1893, namun tidak diperhitungkan sebagai negara yang
memberlakukannya karena ketiadaan hak berdaulat penuh dan adanya batasan-
batasan tertentu atas hak suara orang dari suku Māori), jumlah-jumlah dalam
hasil kajian ini menunjukkan perluasan demokrasi pada abad ke-20.(VirtualBox
- Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, n.d.)
D. SEJARAH DEMOKRASI INDONESIA
Sejarah Demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam Empat Periode :
Periode 1945-1959, Periode 1959-1965, Periode 1965-1988, dan Periode
Pasca Orde Baru.
1. Sejarah Demokrasi di Indonesia Periode Tahun 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi
Parlementer. System Demokrasi Parlementer mulai diberlakukan
sebulan sesudah kemerdekaan diproklamasikan. Namun model
demokrasi ini dianggap kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya
budaya berdemokrasi masyarakat Indonesia untuk mempraktikkan
demokrasi model barat, telah memberi peluang yang sangat besar kepada
partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan social politik.
Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan system Demokrasi
Parlementer, yang pada akhirnya melahirkan fragmentasi politik
berdasarkan afiliasi agama dan kesukuan. Pemerintah yang berbasis pada
koalisi politik di masa ini tidak mampu bertahan lama, koalisi yang
dibangun sangat mudah retak. Hal ini menimbulkan destabilisasi politik
nasional yang mengancam integrasi nasional yang sedang dibangun.
Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan pemberontakan
daerah terhadap pemerintah pusat malah mengancam berjalannya
demokrasi itu sendiri.
Factor-faktor disintegratif di atas, ditambah dengan kegagalan partai-
partai di dalam Majelis Konstituante untuk mencapai consensus
mengenai dasar Negara untuk UUD baru, mendorong Presiden Soekarno
untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang menegaskan

108
bahwa berlakunya kembali UUD 1945. Dengan demikian, masa
demokrasi berdasarkan system parlementer berakhir dan digantikan oleh
Demokrasi Terpimpin yang memposisikan Presiden Soekarno sebagai
pusat kekuasaan Negara.
2. Sejarah Demokrasi di Indonesia Periode Tahun 1959-1965
Periode demokrasi ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin.
Ciri-ciri demokrasi terpimpin yaitu dominasi politik presiden dan
berkembangnya pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam
panggung politik nasional. Hal ini dikarenakan oleh lahirnya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari
kebuntuan politik melalui pembentukan kepemimpinan personal yang
kuat. Meskipun UUD 1945 memberi peluang seorang presiden
untukmemimpin pemerintah selama lima tahun, namun ketetapan MPRS
No. III tahun 1963 mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur
hidup. Dengan lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah
membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan
UUD 1945 yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan Presiden Soekarno tanpa batas ini terbukti melahirkan
kebijakan dan tindakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan
UUD 1945. Contohnya, pada tahun 1960 Presiden Soekarno
membubarkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) hasil pemilihan umum,
padahal dalam penjelasan UUD 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa
presiden tidak memiliki kewenangan untuk berbuat demikian. Dengan
demikian, sejak diberlakukan Dekrit Presiden tahun 1959 telah terjadi
penyimpangan konstitusi oleh Presiden Soekarno.
Dalam pandangan sejarawan Ahmad Syafii Maarif, Demokrasi
Terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Presiden Soekarno ibarat
seorang ayah di dalam sebuah keluarga besar yang bernama Indonesia
dengan kekuasaan terpusat yang berada di genggaman tangannya. Hal
tersebut bertentangan dan merupakan kekeliruan yang sangat besar bagi
implementasi UUD 1945. Demokrasi Terpimpin model Presiden
Soekarno ini mengandung pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi,
yakni lahirnya absolutisme dan terpusatnya kekuasaan pada diri
pemimpin dan pada saat yang sama hilangnya control social dan check
and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
Kondisi ini masih diperburuk dengan peran politik Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang mendominasi di kehidupan politik Indonesia.
Bersandar pada Dekrit Presiden 5 Juli sebagai sumber hukum, maka
didirikan banyak badan ekstra konstitusional seperti Front Nasional yang
digunakan oleh PKI sebagai wadah kegiatan politik. Front Nasional telah
dimanipulasi oleh PKI agar menjadi bagian strategi taktik komunisme
internasional yang menggariskan pembentukan Front Nasional sebagai
persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat. Strategi politik PKI
untuk mendulang keuntungan dari karisma kepemimpinan Presiden
Soekarno yang dilakukan dengan cara mendukung pemberedelan pers

109
dan partai politik yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintahan
seperti yang dilakukan Presiden atas Partai Masyumi.
Perilaku politik PKI yang sewenang-wenang tersebut tentu tidak
dibiarkan begitu saja oleh partai politik lainnya dan kalangan militer
(TNI), yang pada waktu itu merupakan salah satu dari komponen politik
penting Presiden Soekarno. Akhir dari system Demokrasi Terpimpin
Soekarno yang berakibat pada perseteruan politik ideology antara PKI
dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan Gerakan 30
September 1965 (G30S/PKI).
3. Sejarah Demokrasi di Indonesia Periode Tahun 1965-1998
Periode demokrasi ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto
dengan Orde Barunya. Sebutan Orde Baru merupakan kritik terhadap
periode sebelumnya, Orde Lama. Orde Baru, sebagaimana dinyatakan
oleh pendukungnya ialah upaya untuk meluruskan kembali
penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di dalam masa
Demokrasi Terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan nasional,
Demokrasi Terpimpin Presiden Soekarno telah diganti oleh elite Orde
Baru dengan Demokrasi Pancasila. Beberapa kebijakan pemerintah
sebelumnya yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup
untuk Presiden Soekarno telah dihapuskan dan diganti dengan
pembatasan jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kembali
melalui proses pemilu.
Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen
demokrasi. Pertama, demokrasi di dalam bidang politik pada hakikatnya
adalah menegakkan kembali asas-asas Negara hokum dan kepastian
hokum. Kedua, demokrasi di dalam bidang ekonomi pada hakikatnya
ialah kehidupan yang layak untuk semua warga Negara. Ketiga,
demokrasi di dalam bidang hokum pada hakikatnya bahwa pengakuan
dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Hal yang sangat disayangkan di masa ini adalah alih-alih pelaksanaan
ajaran Pancasila secara murni dan konsekuen, Demokrasi Pancasila yang
dikampanyekan oleh Orde Baru baru sebatas retorika politik belaka. Di
dalam praktik kenegaraan dan pemerintahannya, penguasa Orde Baru
ditandai oleh: (1) dominannya peranan militer (ABRI); (2) birokratisasi
dan sentralisasi pengambilan keputusan politik; (3) pengebirian peran
dan fungsi partai politik; (4) campur tangan pemerintah dalam berbagai
urusan partai politik dan public; (5) politik masamengambang; (6)
monolitisasi ideology Negara; dan (7) inkorporasi lembaga non-
pemerintah.
4. Sejarah Demokrasi di Indonesia Pasca Orde Baru
Periode pasca Orde Baru sering disebut dengan era Reformasi. Periode
ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut
pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan ini
ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan Orde
Baru pada Mei tahun 1998, setelah lebih dari tiga puluh tahun berkuasa

110
dengan Demokrasi Pancasilanya. Penyelewengan atas dasar Negara
Pancasila oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati
sebagian masyarakat terhadap dasar Negara tersebut.
Pengalaman pahit yang menimpa Pancasila, yang pada dasarnya sangat
terbuka, inklusif dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan
kalangan tokoh reformasi untuk menambahkan atribut tertentu pada kata
demokrasi. Bercermin pada pengalaman manipulasi atas Pancasila oleh
penguasa Orde Baru, demokrasi yang hendak dikembangkan setelah
kejatuhan rezim Orde Baru ialah demokrasi tanpa nama atau tanpa
embel-embel yang di mana hak rakyat merupakan komponen inti di
dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis.
Wacana demokrasi pasca Orde Baru berkaitan erat dengan
pemberdayaan masyarakat madani dan penegakan HAM secara
sungguh-sungguh. (Ubaedillah, 2015)
E. UNSUR-UNSUR PENEGAK DEMOKRASI
Untuk terwujudnya demokrasi dalam berbagai lapangan sisi kehidupan
manusia baik dalam kehidupan bernegara dimana hubungan Negara dan
masyarakat atau masyarakat dengan Negara dan kehidupan social
kemasyarakatan yaitu hubungan antar sesame warga masyarakat. Tegaknya
demokrasi sangat terkait dengan tegaknya komponen atau unsur dalam
demokrasi itu sendiri. Komponen-komponen yang dapat mengejawantahkan
tegaknya demokrasi antara lain :
1. Negara Hukum (rechtsstaat dan the rule of law)
Dalam kepustakaan ilmu hokum di Indonesia istilah Negara hokum
sebagai terjemahan dari rechtsstaat dan the rule of law sudah begitu
popular. Konsepsi Negara hokum mengandungpengertian bahwa Negara
memberikan perlindungan hokum bagi warga Negara melalui
pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta penjaminan
HAM. Istilah rechtsstaat dan the rule of law yang diterjemahkan menjadi
Negara hokum menurut Moh. Mahfud MD pada hakikatnya mempunyai
makna berbeda. Istilah makna rechtsstaat banyak dianut oleh Negara-
negara Eropa. Continental yang bertumpu pada sistim civil law,
sedangkan the rule of law banyak dikembangkan di Negara-negara Anglo
saxon yang bertumpu pada common law. Civil law menitikberatkan pada
administration law, sedangkan common law menitikberatkan pada
judicial.(Moh Mahfud MD, 1999)
Konsep rechtsstaat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a). adanya perlindungan terhadap HAM
b). adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan Negara untuk menjamin
perlindungan HAM
c). Pemerintahan berdasarkan peraturan
d). adanya peradilan administrasi
Sedangkan the rule of law dicirikan oleh :
a). adanya supremasi aturan-aturan hokum
b). adanya kesamaan kedudukan di depan hokum

111
c). adanya jaminan perlindungan HAM(Moh Mahfud MD, 1999)
Dengan demikian konsep Negara Hukum sebagai gabungan dari kedua
konsep di atas dicirikan sebagai berikut :
a). adanya jaminan perlindungan terhadap HAM
b). adanya supremasi hokum dalam penyelenggaraan pemerintahan
c). adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan Negara
d). adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri
Selanjutnya dalam konferensi International Comission of Jurists di
Bangkok seperti yang diikuti oleh Moh. Mahfud MD disebutkan bahwa
ciri-ciri Negara hokum adalah sebagai berikut :
a). perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individu, konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk
memperoleh atas hak-hak yang dijamin.
b). adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c). adanya pemilu yang bebas
d). adanya kebebasan menyatakan pendapat
e). adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi
f). adanya pendidikan kewarganegaraan (Moh.Mahfud MD, 1999)
Dengan demikian dari penjelasan di atas, bahwa Negara hokum baik
dalam arti formal yaitu penegakan hokum yang dihasilkan oleh lembaga
legislative dalam penyelenggaraan Negara,maupun Negara hokum dalam
arti material yaitu selain menegakkan hokum, aspek keadilan juga harus
diperhatikan menjadi prasyarat terwujudnya demokrasi dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa termasuk pula dalam bermasyarakat. Tanpa
hokum Negara tersebut suasana demokrasi sulit dibangun.
Sementara itu istilah Negara hokum di Indonesia dapat ditemukan dalam
penjelasan UUD 1945 bahwa “Indonesia ialah Negara yang berdasar atas
hokum (rechtsstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka
(machtsstaat)”. Penjelasan tersebut merupakan gambaran system
pemerintahan Negara Indonesia menganut salah satu system demokrasi.
Karena itu secara yuridis formal system demokrasi menjadi acuan dalam
penyelenggaraan Negara Indonesia.
Dalam kaitan dengan istilah Negara hokum Indonesia, Padmo Wahyono
menyatakan bahwa konsep Negara hokum Indonesia yang menyebut
rechtsstaat dalam tanda kurung memberi arti bahwa Negara hokum
Indonesia mengambil pola secara tidak menyimpang dari pengertian
Negara hokum pada umumnya (genusbegrip) yang kemudian disesuaikan
dengan keadaan Indonesia. Jauh sebelum itu Moh. Yamin membuat
penjelasan tentang konsepsi Negara hokum Indonesia bahwa kekuasaan
yang dilakukan pemerintah Indonesia harus berdasar dan berasal dari
ketentuan undang-undang (Moh. Mahfud MD, 1999). Karena itu harus
terhindar dari kesewenang-wenangan penggunaan kekuasaan oleh
penguasa Negara. Negara hokum Indonesia juga memberikan pengertian
bahwa bukan polisi dan tentara (alat Negara) sebagai pemegang
kekuasaan atau kesewenang-wenangan Negara terhadap rakyat,

112
melainkan adanya control dari rakyat terhadap institusi Negara dalam
menjalankan kekuasaan dan kewenangan yang ada pada Negara. Seperti
yang dikatakan oleh Philipus M. Hadjon elemen-elemen penting dalam
Negara hokum Indonesia sebagai berikut:
a). keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas-
asas kerukunan
b). hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan
Negara.
c). penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan
sarana terakhir jika musyawarah gagal
d). keseimbangan penggunaan antara hak-hak dan kewajiban (Philipus M.
Hadjon,1997).
Mengacu pada ciri-ciri Negara hokum seperti dijelaskan di atas bahwa
Negara hokum menjadi prasyarat bagi tegaknya demokrasi. Dengan kata
lain demokrasi tidak dapat tegak tanpa Negara hokum.
2. Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani dengan cirinya sebagai masyarakat terbuka,
masyarakat yang bebas dari kekuasaan dan tekanan Negara, masyarakat
yang kritis dan masyarakat yang berpartisipasi aktif serta masyarakat
egaliter merupakan bagian yang integral dalam menegakkan demokrasi.
Selain itu masyarakat madani merupakan elemen yang sangat signifikan
dalam membangun demokrasi sebagaimana yang dikatakan
Wignyosoubroto, Adi Suryadi Culla, Muhammad AS, Hikam, Ryaas
Rasyid, Samsuddin Haris sebagai prasyarat demokrasi. Sebab salah satu
syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat
secara aktif dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh Negara atau pemerintahan.
Selain itu masyarakat madani senantiasa melakukan kritik dan control
terhadap perilaku Negara dan pemerintah dalam menjalankan kebijakan
dan keputusan yang telah ditetapkannya. Secara konseptual keberadaan
masyarakat madani sama dengan Negara. Karena itu masyarakat madani
mempunyai posisi tawar (bargaining potition) yang cukup kuat ketika
berhadapan dengan Negara (state). Dengan kata lain dalam kaitan dengan
kehidupan bernegara, masyarakat madani disatu pihak dipahami sebagai
masyarakat yang menunjukkan kemandiriannya ketika berhadapan
dengan Negara, dipihak lain posisi Negara dapat mengungguli
masyarakat madani.
Masyarakat madani dan demokrasi bagi Gellner merupakan dua kata
kunci yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi dapat dianggap sebagai
hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi. Selain
itu demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat dalam kaitan
pengungkapan kehendak, adanya perbedaan pandangan, adanya
keragaman dan consensus. Tatanan nilai-nilai demokrasi tersebut ada
dalam masyarakat madani. Karena itu demokrasi membutuhkan tatanan
nilai-nilai social yang ada pada masyarakat madani. Tanpa prakondisi

113
institusional yang ditata secara sistematis dan proporsional, tidak ada
suatu jaminan kuat untuk mengembangkan demokrasi yang
sesungguhnya.
Dalam masyarakat madani diasumsikan bahwa proses demokratisasi
sebagai proses politik dorongannya berasal dari perjuangan masyarakat
yang sadar secara etis dan bertanggungjawab atas perbaikan nasibnya
sendiri. Dengan kata lain pada masyarakat madani adanya penekanan
prakarsa dan peran serta anggota masyarakat ketimbang prakarsa dan
peran serta Negara dalam pembentukan subjek-subjek politik (political
subjects) dan pranata social dan politik (social and political institution).
Lebih lanjut menurut Gellner, masyarakat madani bukan hanya
merupakan syarat penting atau prakondisi bagi demokrasi semata, tetapi
tatanan nilai dalam masyarakat madani seperti kebebasan dan
kemandirian juga merupakan sesuatu yang inheren (baik secara internal
dalam hubungan horizontal yaitu hubungan antar sesama warga negara)
maupun secara eksternal (dalam hubungan vertical yaitu hubungan
Negara dan pemerintahan dengan masyarakat atau sebaliknya). Sebagai
perwujudan masyarakat madani secara konkrit dibentuknya berbagai
organisasi-organisasi di luar Negara yang disebut NGO (Non
Government Organization) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
atau inisiatif masyarakat madani. LSM (NGO) tersebut bergerak dalam
berbagai sector atau bidang garapan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat dan penguatan posisi tawar masyarakat terhadap Negara.
Diantara LSM adalah YLBHI (LSM bidang advokasi hokum dan HAM),
WALHI (LSM bidang advokasi lingkungan hidup), YLKI (LSM bidang
advokasi perlindungan konsumen), LAP (LSM bidang advokasi
pendidikan), The Habibie Center (LSM bidang advokasi demokrasi dan
HAM) dan LSM lainnya. Institusi formal masyarakat madani selain LSM
juga terdapat organisasi kemasyarakatan dan keagamaan seperti ICMI,
NU, Muhammadiyah, WALUBI, PGI dan sebagainya.
3. Infrastruktur Politik
Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi
adalah infrastruktur politik. Infrastruktur politik yang terdiri dari partai
politik (political party), kelompok gerakan (movement group) dan
kelompok penekanan (pressure group). Partai politik merupakan struktur
kelembagaan politik yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai dan cita-cita yang sama yaitu memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik dalam mewujudkan kebijakan-
kebijakannya. Pendapat lain mengatakan bahwa partai politik merupakan
organisasi dari aktivitas politik yang berusaha merebut kekuasaan
pemerintah dan merebut dukungan rakyat dalam rangka perjuangan
politik.
Dalam menciptakan dan menegakkan demokrasi dalam kehidupan
kenegaraan dan pemerintahan, seperti yang dikatakan oleh Miriam
Budiardjo partai politik mengemban beberapa fungsi :

114
a). sebagai sarana komunikasi politik
b). sebagai sarana sosialisasi politik
c). sebagai sarana rekrutmen politik
d). sebagai sarana pengatur konflik
Keempat fungsi partai politik tersebut merupakan pengejawantahan dari
nilai-nilai demokrasi yaitu adanya partisipasi, control rakyat melalui
partai politik terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta
adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai.
Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh kelompok gerakan dan
kelompok penekan merupakan perwujudan adanya kebebasan
berorganisasi, kebebasan menyampaikan pendapat dan melakukan
oposisi terhadap Negara dan pemerintah. Hal itu merupakan indicator
bagi tegaknya sebuah organisasi. Kaum cendekiawan, kalangan civitas
akademika kampus (perguruan tinggi), kalangan pers merupakan
kelompok penekan yang banyak melakukan tekanan dan control kepada
eksekutif untuk mewujudkan system demokratis dalam penyelenggaraan
Negara dan pemerintahan. Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh
kelompok gerakan merupakan wujud keterlibatan dalam melakukan
control terhadap kebijakan yang diambil oleh Negara. Dengan demikian
partai politik, kelompok gerakan dan kelompok penekan sebagai salah
satu pilar tegaknya demokrasi.
4. Pers yang Bebas dan Bertanggungjawab
Salah satu peran strategis pers adalah sebagai penyedia informasi bagi
masyarakat yang berkaitan dengan berbagi persoalan baik dalam kaitan
dengan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan maupun masalah yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Kebebasan pers dalam
menyajikan informasi baik berupa kritik maupun sebagai informasi
pembangun hanya dibatasi oleh aspek yuridis dan etika jurnalistik yang
dijunjung tinggi oleh kalangan jurnalis.
Untuk dapat melaksanakan peran dan fungsi secara maksimal, pers
hendaknya diberikan kebebasan dalam menyajikan informasi. Karena itu
diperlukan adanya jaminan konstitusional dan peraturan perundang-
undangan yang tidak mengebiri peran pers.
Dalam konteks Indonesia, jaminan konstitusional ada pada pasal 28 UUD
1945. Selain itu jaminan kebebasan pers ada pada pasal 19 pernyataan
umum HAM (freedom of information) dan ketetapan MPR
XVII/MPR/1998 tentang HAM dalam kaitan dengan kebebasan pers.
Melalui landasan konstitusional tersebut pers Indonesia dapat menjadi
kekuatan keempat dalam menegakkan kinerja demokrasi yaitu melalui
peran pengawasan terhadap kerja pemerintahan (A. Muis, 2000, 59).
Begitu pula perundang-undangan pers sebagai penjabaran dari pasal 28
UUD 1945 dan pasal 19 pernyataan HAM PBB hendaknya memberikan
jaminan bagi bekerjanya pers nasional secara jujur, bertanggungjawab
dan bebas. Karena lembaga sensor dan bredel menjadi sesuatu yang tidak
signifikan dalam undang-undang pers. (Hidayatullah, 2000)

115
F. MODEL-MODEL DEMOKRASI
Dalam demokrasi mestinya berkembang nilai kesetaraan, keragaman,
penghormatan atas kebebasan, kemanusiaaan atau penghargaan atas hak asasi
manusia, tanggung jawab, kebersamaan dan sebagainya. Disisi lain, sebagai
suatu sistem politik, demokrasi juga mengalami perkembangan dalam
implementasinya. Banyak model demokrasi yang hadir, dan menjadikan
demokrasi berkembang ke dalam banyak model, antara lain karena terkait
dengan kreativitas para aktor politik diberbagai tempat dalam mendesain
praktik demokrasi prosedural sesuai dengan kultur, sejarah, dan kepentingan
mereka.
Dalam sejarah teori demokrasi terletak suatu konflik yang angat
tajam mengenai apakah demokrasi harus berarti suatu jenis kekuasaan rakyat
(suatu bentuk politik dimana warga negara terlibat dalam pemerintahan
sendiri dan pengaturan sendiri) atau suatu bantuan bagi pembuatan keputusan
(suatu cara pemberian kekuasaan pada pemerintah melalui pemberian suara
secara periodik). Konflik ini telah memunculkan tiga jenis atau model
demokrasi
Pertama, demokrasi partisipatif atau demokrasi langsung, suatu sistem
dimana pengambilan keputusan tentang permasalahan umum melibatkan
warga negara secara langsung . Ini adalah tipe demokrasi “ asli ” yang terdapat
di Athena.
Kedua, demokrasi liberal atau demokrasi perwakilan, seatu sistem
pemerintahan yang menggunakan “pejabat” yang dipilih untuk “mewakili”
kepentingan atau pendapat warga negara dalam daerah-daerah yang terbatas
sambil tetap menjunjung tinggi “aturan hokum”.
Ketiga, demokrasi yang didasarkan atas model satu partai. Model-model
demokrasi berikut ini menurut David Held:
1. Model I (Demokrasi Klasik)
Prinsip penelitiannya adalah warga negara seharusnya menikmati
kesetaraan politik agar mereka bebas memerintah dan diperinttah secara
bergiliran.
2. Model II (Republikanisme Protektif)
Prinsip penelitiannya adalah merupakan sebuah kondisi yang terpenting
bagi kebebasan pribadi; jika para warga negara tidak menguasai mereka
sendiri, mereka akan didominasi oleh orang lain.
3. Model IIa (Republikanisme dan Perkembangan)
Prinsip penelitiannya adalah para warga negara harus menikmati
persamaan politik dan ekonom agar tak seorang pun yang dapat menjadi
penguasa bagi yang lain dan semuanya dapat menikmati perkembangan
dan kebebasan yang sama dalam proses tekad diri bagi kebaikan sesama.
4. Model III (Demokrasi Protektif)
Prinsip penelitiannya adalah penduduk membutuhkan perlindungan dari
para pemimpin, begitu pula dari sesamanya, untuk memastikan bahwa
mereka yang memimpin melaksanakan kebajikan-kebajikan yangg

116
sepadan dengan kkepentingan-kepentingan penduduk secara
keseluruhan.
5. Model IIIa (Demokrasi Developmental)
Prinsip penelitiannya adalah partisipasi ddalam kehidupan politik
penting tidak hanya baagi perlindungan kepentingan individu, namun
juga bagi pembentukan rakyat yang tahu, mengabdi, dan berkembng.
Keterlibatan politik penting bagi peningkatan kapasitas individu yang
tertinggi dan harmonis.
6. Model IV (Demokrasi Langsung dan Akhir dari Politik)
Prinsip penelitiannya adalah ‘pembangunan yang bebas dari semuanya
hanya dapat diraih dengan pembangunan yang bebas dari setiap orang.
Kebebasan membutuhkan berakhirnya eksploitasi dan terutama
kesetaraan politik ekonomi yang benar-benar lengkap; hanya kesetaraan
yang dapat menjamin keadaan-keadaan yang diperlukan untuk
merealisasikan kemampuan manusia sehingga setiap orang dapat
memberi sesuai dengan kemampuannya dan menerima apa yang mereka
butuhkan.
7. Model V (Demokrasi Kompetisi Elite)
Prinsip penelitannya adalah metode pemilihan elite politik yang terampil
dan imajinatif yang mampu mengambil keputusan-keputusan yang
diperlukan dalam legislatif dan administratif, hambatan bagi
kepemimpinan yang berlebihan.
8. Model VI (Demokrasi Pluralisme)
Prinsip penilaiannya menjamin pemerintahan oleh minoritas dan, dengan
demikian, kebebasan politik penghambat tumbuhnya faksi-faksi dengan
kekuasaan berlebihan dan negara yang tidak responsif.
9. Model VII (Demokrasi Legal)
Prinsip penilaiannya mayoritas merupakan sebuah cara yang efektif dan
selalu diperlukan untuk menjaga individu-individu dari kesewenang-
wenangan pemerintah dan mempertahankan kebebasan.
10. Model VIII (Demokrasi Partisipatif)
Prinsip penilaiannya adalah sebuah hak yang sama pada kebebasan dan
pengembangan diri hanya dapat diperoleh dalam sebuah ‘masyarakat
partisipatif’, sebuah masyarakat yang membantu perkembangan sebuah
keampuhan nilai politik, memelihara sebuah urusan terhadap masalah-
masalah kolektif dan menyumbangkan pada formasi warga negara yang
berpengetahuan yang mampu menerima sebuah kepentingan tetap dalam
proses memerintah.
11. Model IX (Demokrasi Deliberatif)
Prinsip penilaiannya adalah dengan persyaratan kelompok politik yang
dilakukan dengan kesepakatan warga negara yang bebas dan berdasarkan
pada nalar.
12. Model X (Otonomi Demokrasi)
Prinsip penilaiannya adalah orang-orang atau masyarakat harus
menikmati hak yang setara dan selanjutnya, kewajiban yang setara dalam

117
spesifikasi kerangka kerja politik yang menciptakan dan membatasi
kesempatan-kesempatan yang disediakan oleh masyarakat.
13. Model Xa (Demokrasi Kosmopolitan)
Prinsip penelitiannya adalah dalam dunia yang penuh dengan hubungan
global dan regional yang semakin intensif, dengan ‘komunitas nasib’
yang saling melengkapi, prinsip otonomi membutuhkan sebuah
penegakan dalam jaringan-jaringan regional dan global maupun
pemerintahan lokal dan nasional.
Model-model lain dari demokrasi sebagai berikut :
1. Demokrasi Liberal yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-
undang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu
yang ajeg.
2. Demokrasi Terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan
mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing
sebagai kendaraan unyuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi Sosial adalah demokrasi yang menaruh kepedulian kepada
keailan sosial dan egalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh
kepercayaan politik.
4. Demokrasi Partisipasi, yang menekankan hubungan timbal balik antara
penguasa dan yang dikuasai.
5. Demokrasi Konstitusional, yang menekankan proteksi khusus bagi
kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat
diantara elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama.
6. Demokrasi Langsung, terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatannya
pada suatu negara dilakukan secara langsung.
Demokrasi Tidak langsung, terjadi bila untuk mewujudkan
kedaulatannya rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pihak
eksekutif, melaikan melalui lembaga perwakilan. (“Model-Model
Demokrasi,” 2015)
G. Prinsip-Prinsip dan Parameter Demokrasi
Pemahaman terhadap demokrasi biasanya dilakukan dengan dua
cara, yakni pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empiric.
Dalam pemahaman secara normative, demokrasi merupakan sesuatu yang
secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara,
misalnya dalam arti harfiah lewat ungkapan “Pemerintah dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.” Sedangkan makna demokrasi secara empiric adalah
demokrasi yang terwujud dalam kehidupan politik praktis yang disebut juga
demokrasi procedural (procedural democracy), melihat demokrasi
senyatanya, yaitu bagaimana nilai-nilai ideal itu dijalankan.(Afan Gaffar,
2004)
Bagian pertama hasil penelitian ini, menjelaskan demokrasi dari
sudut pandang yang pertama, dan pada bagian selanjutnya dari sudut pandnag
yang kedua, sehingga keseluruhan nilai-nilai dan pengalaman sosial budaya
yang membentuk pola ciri tingkah laku demokrasi masyarakat sebagai bagian
dari budaya demokrasi (plano, 1989 : 53, 166-167) akan bisa diungkapkan.

118
Nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan budaya tidak terlepas dari kedudukan
dilematis seperti yang diungkapkan Dahl, yaitu antara otonomi di satu pihak
dan kontrol di pihak yang lain.(Pelly, 1993) Untuk mengetahui bagaimana
nilai-nilai demokrasi dalam kebudayaan kiranya dapat dilihat melalui
kerangka unsur/isi kebudayaan seperti yang diajukan oleh koentjaraningrat
(1987:2) yaitu 1) sistem religi dan upacara keagamaan, 2) sistem dan
organisasi kemasyarakatan, 3) sistem pengetahuan, 4) bahasa, 5) kesenian, 6)
sistem mata pencaharian hidup, serta 7) sistem teknologi dan peralatan.
Beberapa parameter yang menandakan nilai-nilai demokrasi tetap
hidup dan berkembang dalam masyarakat yang erat kaitannya dengan
keunggulan kebudayaan bali adalah (1) Penghargaan terhadap hak-hak
individu (kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan berkumpul,
kebebasan beragama); (2) mengindahkan tata karma (Fatsoen) politik; (3)
Semangat kerja sama; (4) Adanya rotasi kekuasaan dan pergantian pemimpin
secara berkala; (5) Kesetaraan dan penghargaan atas hak-hak warga; (6)
Toleransi dalam perbedaan pendapat; (7) Transparansi dan akuntabilitas
pemegang kekuasaan; dan (8) Partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik.
Nilai-nilai demokrasi dalam tulisan ini hanya difokuskan pada ranah
tiga unsur/isi kebudayaan yang pertama, yaitu : (1) sistem religi dan upacara
keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, serta (3) sistem
pengetahuan.
H. Islam dan Demokrasi
Ketika istilah “Demokrasi” dipakai sebagai salah satu sistem politik
dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, maka terjadilah
perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Istilah ini telah diterima oleh
mayoritas pemerintahan di dunia. Pemerintah otoriter pun menggunakan
istilah “demokrasi” untuk memberi ciri kepada rezim dan aspirasi mereka.
Konsekuensinya adalah menjamurnya penggunaan kata demokrasi, seperti
demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi kerakyatan, demokrasi
sosial, dll, dalam mengatur tatanan bernegara.
Barangkali sudah menjadi ‘Keharusan akademik” belaka ketika
Gellner “Menemukan” bahwa Islam mempunyai kesamaan unsur-unsur dasar
family resemblences dengan demokrasi. Demikian pula ketika Robert N.
Bellah sampai pada kesimpulan bahwa penyelenggaraan pemerintah yang
dikembangkan Nabi Muhammad di Madinah bersifat egaliter dan partisipatif.
Demikian terkesannya Bellah sehingga berani menilai bahwa apa yang
dilakukan Nabi adalah terlalu modern untuk zamannya. Meskipun karena
tipisnya sumberdaya lebih pada infrastruktur politik yang diperlukan yang
dimiliki, rekaya demokratis (Demokratic Enginering) gagal untuk di
pertahankan. It was too modern to succeed.(Bellah, 1991)
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa agama merupakan instrument
ilahi untuk memahami dunia. Manusia memerlukan pegangan dalam
mengurangi kehidupan dunia. Dalam kerangka ini, Islam tidak mempunyai
kesulitan untuk menerima premis seperti itu. Salah satu utamanya adalah sifat
ada-dimana-mananya Islam (omnipresence). Artinya, dimanapun umat Islam

119
berada, Islam hendaknya dijadikan sebagai petunjuk bagi perbuatan
mereka.(Effendy, 2011)
Namun hal yang haru selalu diingat bahwa semenjak berdiri, Islam
meliputi 2 asepek, yaitu aspek agama dan aspek masyarakat atau politik.
Berdasarkan itu maka Islam tidak mengenal dinding pemisah antara yang
bersifat spiritual dan temporal, tetapi mencakup kedua segi tersebut. Islam
merupakan agama yang memberikan panduan (etik) bagi setiap aspek
kehidupan. Islam yang berdasarkan syariah harus berdasarkan 4 prinsip, yaitu
(1) mengakui kedaulatan Tuhan; (2) menerima otoritas Nabi Muhammad; (3)
memiliki status wakil Tuhan; (4) dan menerapkan syariah. Sehubungan hal
tersebut, maka dalam negara pemegang kedaulatan sesungguhnya berada
pada Tuhan.
Ada tiga karakteristik utama lain dalam demokrasi selain kekuasaan
di tangan rakyat. Pertama, kedudukan terhadap undang-undang. Artinya
setiap anggota masyarakat menantinya sebagai sebuah undang-undang yang
sama rata. Inilah nilai positif dari demokrasi dari segi prinsip. Kedua,
demokrasi menjunjung tinggi dan menjamin hak asasi manusia dan
kebebasannya. Ketiga, demokrasi memisah kekuasaan menjadi tiga seperti
yang telah dijelaska, sehingga tidak ada salaha satu penguasa yang dominan.
Para pelaku demokrasi pun tidak bersikeras mempersoalkan bahwa kekuasaan
di tangan syariat, namun mereka menentang habis-habisan jika kekuasaan
dipegang oleh seorang penguasa yang tirani dan dictator. Konsep seperti ini
pun juga sesuai sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 4.
Itu artinya prinsip, yaitu syura yang menentang kediktatoran dapat masuk
dalam sistem demokrasi yang sama-sama menentang kediktatoran. Standar
yang diajarkan Allah terletak pada esensi dan prinsip. Keduanya berasal dari
sumber yang tersucikan dari intervensi peradaban dan kebudayaan yaitu
wahyu ilahi yang suci. Esensi dan prinsip politik yang tidak boleh berubah itu
adalah nilai Islam, bukan sistem dan bentuknya.(Thahlah, 2002)
Inti dari demokrasi tersebut adalah ketika masyarakat memilih
pemimpinnya sendiri. Mereka tidak boleh dipaksa untuk dipimpin seorang
yang mereka benci atau sistem yang tidak mereka ingini. Mereka pun punya
hak untuk mengkritik pemerintah jika dianggap salah, hingga melakukan
pergantian jika pemimpin tersebut telah melenceng dari peraturan perundang-
undangan yang ada. Dr. Abdul Aziz Izzat Al-Khayyat menyebutkan ada enam
irisan antara demokrasi dan Islam, yaitu sebagai berikut.(Khayat, 2004)
1. Pemilihan pemimpin dengan pemilu oleh masyarakat
2. Menolak seluruh bentuk pemerintahan otoriter, tirani, atau rasis, dan
teokrasi. Islam bukanlah agama kependetaan, dan tidak ada pula
pendeta-pendeta agama, karena yang ada hanyalah para ulama dan
ahli fiqih
3. Membolehkan multi partai. Dalam Islam, keberagaman partai diakui
4. Mengakui kepemilikan pribadi sesuai syura
5. Memberikan kebebasan publik

120
6. Memilih wakil-wakil rakyat untuk mempersentasikan aspirasi
mereka.
Pandangan-pandangan dasra modernism demokrasi khusunya yang
menyangkut sikapnya bahwa ijtihad harus digalakkan dalam menghadapi
situasi yang berubah, dan pandangan yang positif dalam memandang
keberagaman merupakan sebuah dasar yang menjadi motif pembentukan
partai politik modern. Motif-motif para pendirinya pun juga didorong oleh
keinginan untuk menyatukan potensi kekuatan politik Islam kedalam sebuah
kekuatan politik yang lebih besar, kuat dan berpengaruh. Motif yang demikian
ini juga dipengaruhi oleh keadaan dimana kelompok-kelompok non Islam
yang telah menyusun kekuatan yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA
10 Istilah Politik dan Demokrasi Yang Perlu Kita Tahu. (n.d.).
Alav, Ö. (2016). Demokrasi. Vatandaşlık Bilgisi, 177–201.
https://doi.org/10.14527/9786053184034.07
Bellah, R. N. (1991). Islamic Tradition and The Problem of Modernization
(University). California.
Davies, N. (1996). Europe: A History. Oxford University Press.
Effendy, B. (2011). Islam: Eksistensi Agama dalam Politik Indonesia (Kanisius).
Yogyakarta.
Gaffar, Afan. (2004). Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gaffar, Affan. (2000). Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hidayatullah, T. P. I. S. (2000). Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta:
IAIN Jakarta Pers.
Hoppe, H.-H. (2011). Democracy The God That Failed: The Economics and Politics
of Monarchy,Democracy,and Natural Order. Transaction Publisher.
Johnston, D. M. R. W. M. (2008). The Historical Foundations of World Order.
Leiden: Martinus Nijhoff Publishers.
Khayat, A. A. I. AL. (2004). An Nizham As Siyasi fi Al Islam (Dar As Sal). Kairo.
Model-Model Demokrasi. (2015).
Pelly, U. (1993). Demokrasi dalam Kehidupan Budaya (Gadjah Mada University,
Ed.). Yogyakarta.
Saepuloh M.Si, A. (2017). PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
DI PERGURUAN TINGGI ISLAM (E. S. A. HERMAWAN, Ed.). BANDUNG:
BATIC PRESS BANDUNG.
Sugiono, D. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (4th ed.).
JAKARTA: PT. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA.
Thahlah, M. M. (2002). Rekontruksi Pemikiran Menuju Gerakan Islam Modern
(Intermedia). Surakarta.
Ubaedillah, A. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila,
121
Demokrasi dan Pencegahan Korupsi. Jakarta: Prenada Media Group.
VirtualBox - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (n.d.).

No. Nama Foto Moto No. HP

Bermimpi,
Muhammad
1. Berusaha, 08974137402
Khadafi
Berdoa

Revita Arintya
2. Jalanin Aja 089652462451
Putri

Fastabiqul
3. Salma Hanifah 08157172106
Khoirot

122
PROFIL PENULIS

BAB VII
PEMERINTAHAN DAN HUBUNGAN SIPIL – MILITER
KELOMPOK 07
KELAS

No Nama NIM No Nama NIM


1. Nabila 1199220058 3. Shindi Nurfajriana 1199220082
Choirunnisa A
2. Reza Aulia S 1199220071 4. Sidik Ramdhan A 1199220083
PEMBAHASAN
A. Sub Tema 1 Pengertian Pemerintah dan Menurut Para Ahli
B. Sub Tema 2 Tujuan Utama Pembentukan Pemerintahan
C. Sub Tema 3 Prinsip – Prinsip Pemerintahan
D. Sub Tema 4 Pemerintah dan Pemerintahan
E. Sub Tema 5 Mengenal Militer dan Politik
F. Sub Tema 6 Pola Hubungan Sipil – Militer dan Keamanan Internasional
G. Sub Tema 7 Dinamika Hubungan Sipil – Militer Di Indonesia

SCOR BOOK
80 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
P. Pengertian Pemerintah dan Pemerintah Menurut Para Ahli
 Pengertian Pemerintahan
Tata tingkah laku atau tindakan yang baik didasarkan pada kaidah-
kaidah tertentu untuk pengelolaan masalah-masalah public dalam
kehidupan seharian.(Gatara FH, 2012)
 Pengertian Pemerintahan Menurut Para Ahli
1. C.F. Strong
Menjelaskan pemerintahan dalam arti luas sebagai aktivitas
badan-badan publik yang terdiri dari kegiatan-kegiatan eksekutif,
legislative dan yuridis dalam upaya mencapai tujuan sebuah negara.
Dalam arti yang sempit, beliau mengungkapkan bahwa
pemerintahan merupakan segala bentuk kegiatan badan public dan
hanya terdiri dari badan eksekutif.
2. S. T. Simorangkir
123
Mengemukakan pemerintahan sebagai alat negara yang
menjalankan tugas dan fungsi dari pemerintah.
3. A. Brasz
Pemerintahan ialah ilmu yang mempelajari bagaimana cara
lembaga umum disusun & di fungsikan dengan baik secara ekstern
& intern terhadap warga negaranya (24 Pengertian Pemerintahan
Menurut Para Ahli, n.d.)

Q. Tujuan Utama Pembentukan Pemerintahan


Di dalam kehidupan manusia terdapat tiga hak dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia yang berlaku secara universal dan harus dipelihara dan
mendapatkan jaminan institusi pemerintah atau negara. Ketiga hak dasar
tersebut adalah ;
1) Hak untuk hidup (life), tanpa rasa takut dan ancaman dari siapapun.
2) Hak untuk bebas (liberty), untuk berbicara dan berekspresi, untuk
beragama dan bercita-cita.
3) Hak untuk memiliki sesuatu (property), baik materi maupun non
material. (KURNIAWAN, 2016)

R. Prinsip – Prinsip Pemerintahan


1. Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengembalian
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga
perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara
konstruktif.
2. Tegaknya supremasi hokum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu,
termasuk didalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi
manusia
3. Transparasi,
Transparasi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat
diakses Oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang
tersedia harus memadai agar dapat di mengerti dan dipantau.
4. Peduli pada stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha
melayani semua pihak yang berkepentingan
5. Berorientasi pada consensus

124
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda demi terbangunnya suatu consensus menyeluruh dalam hal
apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat consensus dalam
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan
Semuawarga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka

7. Efektifitas dan efesiensi


Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan
hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan
sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin
8. Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sector swasta, dan
organisasi-organisasi masyarakat bertanggungjawab baik kepada
masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan
9. Visistrategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki prespektif yang luas dan
jauh kedepan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan
manusia serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk
mewujudkan pekembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus
memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial
yang menjadi dasar bagi prespektif tersebut. (Sartika, n.d.)

S. Pemerintah dan Pemerintahan


1. Konsepsi
Perbedaan antara Pemerintah dan Pemerintahan adalah tugas dan
kewenangan itu sendiri. Tugas adalah segala kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan, tujuan sifatnya statis sedangkan tugas sifatnya
dinamis.
Dari sisi bahasa Pemerintah berasal dari bahasa Yunani adalah
Nahkoda Kapal yang diartikan menatap kedepan. Jadi memerintah
artinya adalah melihat kedepan menentukan berbagai kebijakan yang
diselenggarakan untuk mencapai tujuan masyarakat-negara.
Kata pemerintahan mengandung tiga pengertian dan dapat dilihat dari
tiga aspek, dari aspek kegiatan structural fungsional dan aspek tugas
kewenangan. Ditinjau dari segi dinamika pemerintahan berarti segala
kegiatan atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan
berlandaskan pada dasar negara, mengenai rakyat dan wilayah Negara
itu sendiri demi tercapai tujuan negara. Dari segi structural fungsional,
pemerintah berarti seperangkat fungsi negara yang satu sama lain saling
berhubungan secara fungsional dan melaksanakan fungsinya atas dasar-
125
dasar tertentu demi tercapainya tujuan negara. Dari aspek segi tugas dan
kewenangan negara. Pemerintahan berarti seluruh tugas dan
kewenangannegara.
2. Bentuk Pemerintahan : Monarki, Oligarti, dan Demokrasi
Menurut Kranenburg, pembedaan dan pembagian dari sudut jumlah
orang yang memerintah ini penting, karena ada hubungan signifikan dan
nyata antara jumlah orang yang memegang kekuasaan pemerintahan itu
dengan cara bekerjanya organisasi dinegara itu. Menurutnya, bahwa
kelancaran kerjanya akan kurang, kalau terlalu banyak orang yang
mengatur sebaliknya, jika rakyat banyak mendapat kesempatan bersuara,
maka tentulah kepentingan bersama lebih dapat perhatian sewaktu
mengadakan perundingan-perundingan dan mengambil keputusan.
Pemerintahan monarki adalah apabila pemerintahan itu terletak di
tangan “satu” orang. Monarki berasal dari kata “Mono” yangt berarti satu
dan “Archien” yang berarti memerintah, jadi satu orang yang
memerintah. Oligharki (oligoi-archen) adalah suatu pemerintahan
terletak di beberapa orang atau bentuk pemerintahan dimana kekuasaan
negara terletak di tangan sejumlah orang yang memerintah ini, mungkin
juga yang bentuk yang terjadi itu berbentuk aristokrasi. Aristokrasi
adalah letak pemerintahan ada di tangan sejumlah kecil dari rakyat yang
merupakan orang-orang yang terbaik dan menjalankan kekuasaan itu
untuk kepentingan “semua orang”. Sementara itu, jika kekuasaan
pemerintahan terletak di tangan rakyat bersama-sama, pemerintahan itu
disebut, Demokrasi. (demoscratien: rakyat memerintah). (Gatara FH,
2012)
3. Bentuk Pemerintahan : Kerajaan dan Republik
A. Bentuk Pemerintahan Monarki (Kerajaan)
1) Monarki Absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu
negara yang dikepalai olehseorang (raja, ratu, syah, atau kaisar)
yang kekuasaannya dan kewenangannya tidak
terbatas pemerintah raja merupakan undang-undang yang harus
dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri rajakekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif menyatu dalam ucapan dan perbuatannya.
Contoh, perancis semasa luis XIV dengan semboyannya yang
dikenal L’etat C’east mal (negara adalah saya).
Raja memegang kekuasaan mutlak atas kekuasaan legislatif
eksekutif dan yudikatif.Oleh karena itu kekuasaan negara
terpusat di tangan raja, pemerintahan ini disebut pulaotokrasi.
2) Monarki Konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam
suatu negara yang dikepalaioleh seorang raja yang kekuasaannya
126
dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi). Prosesmonarki
konstitusional adalah sebagai berikut:
a. Adakalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja
itu sendiri karena ia takut dikudeta. Contoh negara jepang
dengan hak octrodi.
b. Adakalanya proses monarki konstitusional terjadi karena
adanya revolusi rakyat terhadapraja. Contoh inggris yang
melahirkan Bill of rights tahun 1689, Yordania, Denmark,
SaudiArabia, dan brunei darussalam.
3) Monarki parlementer
Monarki parlementer adalah suatu pemerintahan dalam negara
yang dikepalai olehseorang raja dengan menempatkan
parlementer (DPR) sebagai pemegang kekuasaantertinggi.
Dalam monarki parlementer, kekuasaan ekslusif dipegang oleh
kabinet (perdana mentri) yang bertanggung jawab kepada
parlemen. Fungsi raja adalah sebagai kepala negara(simbol
kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat.
Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap
dilaksanakan di inggris, belanda dan malaysia.
B. Bentuk pemerintahan Republika
1) Republik Absolut
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan diktator tanpa
ada pembatasan kekuasaan.Penguasa mengabaikan konstitusi
dan untuk melegitinasi kekuasaannya digunakanlah
partai politik. Dalam pemerintahan in parlemen memagang ada
namun tidak berfungsi.
2) Republik Konstitusional
Dalam sistem republik konstitusional, presiden kekuasaan
kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh
konstitusi. Disamping itu pengawasan yang efektif dilakukan
oleh parlemen.
3) Republik parlementer
Dalam sistem republik parlementer. Presiden sebagai kepala
negara. Namun presidentidak dapat diganggu gugat. Sedangkan
kepala pemerintahan berada di tangan perdana mentriyang
bertanggung jawab, kepada parlemen. Dalam sistem ini
kekuasaan legislatif lebih tinggidari pada kekuasaan eksekutif.
(Yana, n.d.)

4. Sistem Pemerintahan

127
Sistem Pemerintahan sesungguhnya lebih berfokus pada seberapa
besar peran, kedudukan, dan kewenangan antara lembaga legislatif
dan eksekutif serta rakyat.
a. Sistem Pemerintahan Parlementer
Menurut (Syafiie, 2011), sistem parlementer digunakan untuk
mengawasi eksekutif oleh legislatif, jadi kekuasaan parlemen lebih
besar dari pada eksekutif. Lebih lanjut diuraikan (Syafiie, 2011),
sistem menggambarkan keadaan dimana lembaga eksekutif
bertanggungjawab kepada lembaga legislatif membutat lembaga
eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif melalui mosi tidak
percaya. Akan tetapi karena eksekutif (perdana menteri) memiliki
kedudukan yang kuat karena berasal dari suara mayoritas
parlemen, maka perdana menteri sulit untk dijatuhkan.
Sistem parlementer mempunyai kriteria adanya hubungan
antara legislatif dengan eksekutif, dimana satu dengan yang lain
dapat saling mempengaruhi.
Ciri – Ciri sistem Pemerintahan Parlementer :
1. Kepala negara hanya mempunyai kekuasaan nominal. Hal ini
berarti bahwa kepala negara hanya merupakan lambang / simbol
yang hanya mempunyai tugas-tugas yang bersifat formal,
sehingga pengaruh politiknya terhadap kehidupan negara
sangatlah kecil.
2. Pemegang kekuasaan eksekutif yang sebenarnya/ nyata adalah
perdana menteri bersama-sama kabinetnya yang dibentuk
melalui lembaga legislatif/ parlemen; dengan demikian kabinet
sebagai pemegang kekuasaan eksekutif riil harus bertanggung
jawab kepada badan legislatif/parlemen dan harus meletakkan
jabatannya bila parlemen tidak mendukungnya.
3. Badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode yang
saat pemilihannya ditetapkan oleh kepala negara atas saran dari
perdana menteri. (Yani, n.d.)
b. Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial atau disebut juga dengan
sistem kongresional adalah sistem pemerintahan dimana badan
eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen.
Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti
dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh
rakyat secara terpisah. Sistem presidensial tidak mengenal adanya
lembaga pemegang supremasi tertinggi. Kedaulatan negara
dipisahkan (separation of power) menjadi tiga cabang kekuasaan,
yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang secara ideal
diformulasikan sebagai ”Trias Politica” oleh Montesquieu.
128
Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk
masa kerja yang lamanya ditentukan konstitusi. Konsentrasi
kekuasaan ada pada presiden sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan. Dalam sistem presidensial para menteri adalah
pembantu presiden yang diangkat dan bertanggung jawab kepada
presiden.
Berikut ini merupakan ciri-ciri dari Sistem Pemerintahan
Presidensial, antara lain
 Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan
sekaligus kepala negara.
 Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi
rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan
perwakilan rakyat.
 Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang
memimpin departemen dan non-departemen.
 Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan
eksekutif (bukan kepada kekuasaan legislatif).
 Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet
bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab
kepada parlemen atau legislatif.
 Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu
dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
 Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam
sistem parlementer.
 Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga
perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat. (MAKALAH
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL, n.d.)
T. Mengenal Militer dan Politik
Militer merupakan sebuah organisasi yang paling sering melayani
kepentingan umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi
sasaran usaha-usaha organisasi itu. Militer adalah sesuatu profesi
sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu pekerjaan di
dalamnya, namun ia juga bersifat memaksa karena para anggotanya
tidak bebas untuk membentuk suatu perkumpulan sukarela melainkan
terbatas kepada suatu situasi birokrasi.
Militer selama berjalannya sistem demokrasi di Indonesia selalu
mengiringi perjalanan tersebut. Bahkan dalam beberapa kesempatan
militer sangat mempengaruhi proses politik yang ada di Indonesia.
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk,
atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses
129
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam
negara, Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal
dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga
dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
 politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
 politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan dan negara
 politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat
 politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan
pelaksanaan kebijakan publik. (Mardiansyah, n.d.)

U. Pola Hubungan Sipil – Militer dan Keamanan Internasional


Michael C. Desch dalam buku politisi Vs Jenderal; control sipil
atas militer ditengah arus yang bergeser menyampaikan bahwa
perkembangan pola hubungan sipil militer dipengaruhi oleh berubahny
lingkungan keamanan international secara global pasca perang dingin.
Pada masa perang dingin ada dua negara yang bertikai, yaitu: antara
unisoviet (sekarang rusia) dan America serikat (USA). Bersamaan
dengan itu hubungan otoritas sipil dan militer memburuk. Amerika
serikat dan unisoviet pernah menjadi model bagi subordinasi militer
kepada otoritas sipil, dimana keduanya mengalami pelemahan kontrol
sipil. Umpamanya, sejak upaya kudeta agustus 1991 diunisoviet, sering
mucul pertanyaan tentang apakah militer soviet sepenuhnya benar-
benar berada dibawah kendali sipil. Sementara dipihak lain, adanya
“krisis” didalam hubungan sipil-militer di USA, justru tidak sampai
menimbulkan adanya ancaman kudeta militer atau pembankangan
terang-terangan dari pihak militer. Itu sebabnya, di amerika serikat,
tidak banyak org berminat lebih lanjut memperdebatkan secara terbuka
hubungan sipil-militer. (POLA HUBUNGAN SIPIL-MILITER, n.d.)

V. Dinamika Hubungan Sipil – Militer di Indonesia


Menurut Jenderal Wiranto, ada tiga perkembangan ekstrem yang
harus dicegah dalah hubungan sipil militer di Indonesia, yaitu:

130
1. Military overreach, yaitu militer menguasai berbagai aspek
kehidupan masyarakat seperti pada masa orde baru; yang
2. Subjective civilian control, yaitu kontrol subyektif pemerintahan
sipil terhadap militer seperti yang terjadi pada masa Demokrasi
Terpimpin dan Demokrasi Parlementer;
3. Pemisah rakyat dari ABRI
Dalam sejarah Indonesia, dikotomi sipil-militer bukanlah satu isu
baru. Jika sejauh ini ABRI terkesan tidak suka dan selalu mengelak
adanya dikotomi sipil-militer di Indonesia, sikap semacam itu tidak
lepas dari penafsiran diri ABRI dalam konteks sejarah Indonesia.
ABRI juga mudah curiga kepada cendekiawan, seniman, aktivis
LSM dan kalangan intelektual lain yang memang selalu sangat
antusias memperbincangkan hubungan sipil-militer, yang selalu
melemparkan isu-isu demokratisasi, kebebasan berpendapat dan
HAM.
Namun, benar juga bahwa hal ini lalu membuat penafsiran terhadap
batas-batas antara ranah politik dan perang, antara tugas-tugas sipil
dan militer, makin tidak jelas. Antara perang dan politik ibarat dua
sisi pada sekeping mata uang. Perang adalah jalan lain dari politik.
Ini lah yang terjadi pada awal pembentukan Indonesia.
Sejak awal kelahirannya ABRI tidak pernah mempersoalkan
presiden dari kalangan sipil dan tidak mendesakkan tampilnya
pimpinan nasional dari kalangan militer. Dalam sejarahnya
Panglima Besar Soedirman memberikan keteladanan dalam
membentuk sikap TNI yang mengakui pemerintahan di tangan sipil.
Untuk itu dibuktikan oleh Panglima Besar Soedirman ketika
kembali ke Yogyakarta dari medan perjuangan bergerilya, TNI tetap
mengakui kekuasaan tertinggi berada di tanga Presiden Soekarno.
Satu hal yang perlu kita (baik militer maupun sipil)
refleksikan bahwa militer Indonesia telah berkembang menjadi
militer profesional. Dunia kemiliteran telah berkembang menjadi
dunia profesional, yang bekerja dan mengembangkan solidaritas
tidak hanya atas dasar “semangat patriotisme” tapi atas dasar
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan
khusus (profesi) yang terkait dengan kependidikan.
Namun, hal ini tidak berarti militer kehilangan peran politiknya.
Peran politik TNI, menurut saya, tidak boleh melebihi fungsi
dasarnya yaitu pertahanan-keamanan negara, dan hal itu kini bisa
ditafsirkan sebagai tanggung jawab profesi. Peran tersebut cukup
diletakkan pada tataran “kebijakan” (policy) di tingkat pusat, dan
tidak perlu diterjemahkan lebih jauh dengan konsep kekaryaan
seperti pada masa Orde Baru. Dengan demikian, militer bukan lah
131
institusi untuk merintis karier politik dan meraih insentif ekonomi
melalui model kekaryaan. Jika ada militer yang ingin menjadi
bupati, gubernur, menteri bahkan presiden, maka harus melepas
jaket hijau – lorengnya. Mereka adalah warga sipil, sehingga jabatan
politik yang didudukinya bukan dalam kerangka doktrin dwifungsi,
tapi sebagai hak politik setiap warga negara. Fungsi pertahanan
keamanan sebagai TNI professional itu juga menuntut TNI untuk
hanya punya komitmen dan tangung jawab moral terhadap
eksistensi dalam mengembangkan pendirian itu TNI harus selalu
berpedoman pada Panca Sila dan Sapta Marga serta Sumpah Prajurit
yang secara hakiki berarti bahwa TNI harus selalu memperhatikan
berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Yang
sekarang diperlukan adalah tekad untuk melaksanakan proses ini
secara konsisten dan sabar serta memelihara hasilnya secara terus
menerus. Hubungan Sipil-militer yang dihasilkan kemudian akan
merupakan faktor positif dalam perwujudan Ketahanan nasional
Indonesia, termasuk pembinaan daya saing nasional bangsa kita.
(Nalang, n.d.)

132
DAFTAR PUSTAKA

Gatara FH, A. S. (2012). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC


EDUCATION).

24 Pengertian Pemerintahan Menurut Para Ahli. (n.d.).


https://www.seputarpengetahuan.co.id/2015/03/9-pengertian-
pemerintahan-menurut-para-ahli-lengkap.html

KURNIAWAN. (2016). PEMERINTAHAN DAN HUBUNGAN SIPIL-


MILITER. http://kurniawanikroma.blogspot.com/2016/09/pemerintahan-
dan-hubungan-sipil-militer.html

Sartika, W. (n.d.). Makalah Tata Pemerintahan yang baik (Good


Governance).
https://www.academia.edu/28382748/Makalah_Tata_pemerintahan_yan
g_baik_Good_Governance_BAB_1_PENDAHULUAN_1.1_Latar_Bela
kang

Yana, M. (n.d.). Makalah bentuk pemerintahan dan sistem pemerntahan.


https://www.academia.edu/9555901/Makalah_bentuk_pemerintahan_da
n_sistem_pemerntahan

Yani, A. (n.d.). SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA: PENDEKATAN


TEORI DAN PRAKTEK KONSTITUSI UNDANG-UNDANG DASAR
1945. file:///F:/buku pkn no 3.pdf

MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL. (n.d.).


http://anitaunty.blogspot.com/2013/07/makalah-sistem-pemerintahan-
presidensial.html

Mardiansyah, F. R. (n.d.). MAKALAH TENTANG MILITER DAN POLITIK


DI INDONESIA.
http://fanirizkimardiansyah.blogspot.com/2016/10/militer-dan-politik-
di-indonesia.html

POLA HUBUNGAN SIPIL-MILITER. (n.d.).


http://telatpaham.blogspot.com/2017/03/popla-hubungan-sipil-dengan-
militer.html

133
Nalang. (n.d.). Pemerintahan Sipil dan Militer di Indonesia. http://makalah-
jadi.blogspot.com/2016/01/pemerintahan-sipil-dan-militer-di.html

PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Nabila Hidup Adalah 087824212683
Choerunisa Ujian maka
hadapi ujian itu

2. Shindi Kerja Keras, 083821003757


Nurfajriana Kerja Cerdas,
Kerja Ikhlas

3. Reza Aulia Les`t `do it 081380768306

134
4. Sidik Mati 081224741821
Ramdhan khusnulkhotimah

135
BAB VIII
HAM DAN PERKEMBANGANNYA
KELOMPOK 8
KELAS E.S 2-B

No Nama NIM No Nama NIM


1 Raden Muhammad 119922006 3 Sani Roudhoh 119922007
Surya Jaya Sentosa 5 9
2 Ruri Hizbullah 119922005 4 Widya Ningrum 119922009
4 Rachmawati 2
PEMBAHASAN
A. Istilah dan pengertian HAM
B. Hakikat HAM
C. Prinsip-prinsip HAM
D. Universal dan Particular dalam HAM
E. Perkembangan pemikiran HAM
F. Perkembangan pengaturan HAM
G. Sosialisasi dan Desiminasi HAM

SCOR BOOK
82 VERY GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN

W. Istilah dan pengertian HAM


Menurut James W N 1996 hak itu mempunya unsur diantaranya adalah :
 Pemilik hak
 Ruang lingkup penerapan hak
 Pihak yang bersedia dalam penerapan hak
Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar tentang hak. Dengan demikian
hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang
terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.
Hak merupakan sesuatu yang harus diperoleh. dalam kaitan dengan pemerolehan
hak paling tidak ada dua teori McCloskey dan teori Joel feinberg ( James W Nickel
1996). Dalam teori McCloskey itu dinnyatakan bahwa pemberian Hak adalah untuk
dilakukan , dimiliki , dinikmati atau sudah dilakukan. Sedangkan teori Joel
feinberg dinyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim
yang absah (keuntungan yang di dapat dari pelaksanaan hak yang disertai dengan
pelaksanaan kewajiban). Dengan demikian keuntungan dapat diperoleh dari

136
pelaksanaan hak bila disertai dengan pelaksanaan kewajiban. Hal itu berarti antara
hak dan kewajiban merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam perwujudan
nya. Karena itu ketika seseorang menuntut hak juga harus melakukan kewajiban.
Adapun menurut Jan Matterson (dari komisi HAM PBB) , Hak asasi adalah hak-
hak yang melekat pada setiap manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa Hak asasi manusia adalah hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati
(mansyur effendi,1944) (Hal 200)

Dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 1 disebutkan bahwa “HAM
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
mahkluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati ,
dijungjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM , dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri
pokok hakikat HAM yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan ,dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis ;
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin,ras,agama,etnis,pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa;
c. HAM tidak bisa di langgar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
alaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM (Manshour Fakih,2003). (hal 201)(A. Gunawan R. Chakti
dan Dr. Baso Madiong, S.H., 2018)

Hak asasi yaitu hak yang bersifat asasi artinya hak yang dimiliki manusia menurut
kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat
suci.(Koentjoro, 2014)

Sedangkan G.J Wolhoff mengatakan hak-hak asasi manusia adalah sejumlah hak
yang seakan-akan berakar dalam tabiat setiap pribadi manusia, justru karena
kemanusiaannya yang tidak dapat dicabut oleh siapapun karena bila dicabut akan
hilang kemanusiaannya.(Darmodiharjo, 1990)

Setiap manusia memiliki hak asasi yang setara dengan manusia lain, karena
dirinya adalah manusia. Hak asasi manusia melekat pada manusia, individual dan
otonom, hak asasi manusia ada dalam setiap pribadi manusia tanpa perantara
hubungan-hubungan sosial. Oleh karena itu hak asasi manusia bersifat individual:
(Seorang manusia yang terisolasi pada prinsipnya mempunyai hak asasi
manusia)(Rhoda E, 2000)

Dalam termonologi fiqih, hak berarti sesuatu kekhususan yang ditetapkan oleh
syara’ dalam bentuk kekuasaan atau tanggung jawab. Dengan demikian, menurut

137
bahasa asalnya, kata hak tidak hanya bermakna sesuatu yang bisa diambil, tetapi
juga mengandung arti sesuatu yang harus diberikan.(Ikhwan, 2007)

X. Hakikat HAM
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi
kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara. Berdasarkan beberapa
rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa
sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :

a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah


bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM. (Fauzy, 2015)

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM). Istilah pelanggaran HAM Berat tidak identik dengan suatu pelanggaran
HAM, misalnya hak hidup, hak untuk menyampaikan pendapat, hak untuk
mendapat pekerjaan, yang sangat berat. Istilah Pelanggaran HAM Berat
merupakan terjemahan dari konsep Kejahatan Internasional (International
Crimes).(Kompasiana, 2015)

Y. Prinsip-prinsip HAM
1. Bersifat Universal (universality) Beberapa moral dan nilai-nilai etik tersebar di
seluruh dunia.Negara dan masyarakat di seluruh dunia seharusnya memahami dan
menjunjung tinggi hal ini. Universalitas hak berarti bahwa hak tidak dapat berubah
atau hak tidak dialami dengan cara yang sama oleh semua orang
2. Martabat Manusia (human dignity) Hak asasi merupakan hak yang melekat,
dan dimiliki setiap manusia di dunia.Prinsip HAM ditemukan pada pikiran setiap
138
individu, tanpa memperhatikan umur, budaya, keyakinan, etnis, ras, jender, orienasi
seksual, bahasa, kemampuan atau kelas sosial.setiap manusia, oleh karenanya, harus
dihormati dan dihargai hak asasinya. Konsekuensinya, semua orang memiliki status
hak yang sama dan sederajat dan tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan
tingkatan hirarkis.
3. Kesetaraan (equality) Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan
menghormati martabat yang melekat pada setiap manusia. Secara spesifik pasal 1
DUHAM menyatakan bahwa : setiap umat manusia dilahirkan merdeka dan sederajat
dalam harkat dan martabatnya.
4. Non diskriminasi (non-discrimination) non diskriminasi terintegrasi dalam
kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak seorangpun dapat meniadakan hak
asasi orang lain karena faktor-faktor luar, seperti misalnya ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lainnya, kebangsaan, kepemilikan,
status kelahiran atau lainnya.(Abubakar et al., 2009)
5.Tidak dapat dicabut (inalienability) Hak-hak individu tidak dapat direnggut,
dilepaskan dan dipindahkan.
6. Tak bisa dibagi (indivisibility) HAM-baik hak sipil, politik, sosial, budaya,
ekonomi-semuanya bersifat inheren, yaitu menyatu dalam harkat martabat manusia.
Pengabaian pada satu hak akan menyebabkan pengabaian terhadap hak-hak lainnya.
Hak setiap orang untuk bisa memperoleh penghidupan yang layak adalah hak yang
tidak bisa ditawar-tawar lagi: hak tersebut merupakan modal dasar bagi setiap orang
agar mereka bisa menikmati hak-hak lainnya seperti hak atas kesehatan atau hak atas
pendidikan.
7. Saling berkaitan dan bergantung (interrelated and interdependence) Pemenuhan
dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya, baik secara
keseluruhan maupun sebagian. Contohnya, dalam situasi tertentu, hak atas pendidikan
atau hak atas informasi adalah saling bergantung satu sama lain. Oleh karena itu
pelanggaran HAM saling bertalian; hilangnya satu hak mengurangi hak lainnya.
8. Tanggung jawab negara (state responsibility) Negara dan para pemangku
kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak asasi.Dalam hal ini, mereka
harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam
instrumen-instrumen HAM. Seandainya mereka gagal dalam melaksanakan tanggung
jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara
layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan yang kompeten atau
adjudikator (penuntu) lain yang sesuai dengan aturan dan prosedur hukum yang
berlaku.(Patani, 2016)

Z. Universal dan Particular dalam HAM


A. ANTARA NILAI UNIVERSAL DAN PARTIKULAR
Berkaitan dengan nilai-nilai HAM paling tidak ada 3 teori yang dapat
dijadikan kerangka analisis yaitu :
(1) Teori Realitas
Teori ini mendasari pandangan nya pada asumsi adanya sifat manusia yang
menekankan self interest dan egoisme dalam dunia seperti bertindak anarkis.
Dengan demikian dalam situasi anarkis prinsip universalitas moral yang

139
dimiliki individu tidak dapat berlaku dan berfungsi karena setiap manusia
mementingkan dirinya sendiri. Untuk mengatasi nya maka haruslah
mengambil tindakan berdasarkan power dan security yang dimiliki di dalam
rangka menjaga kepentingan nasional.
(2) Teori Relativitas
Berpandangan bahwa nilai moral dan budaya bersifat partikular (khusus).
Dalam kaitan dengan penerapan HAM , menurut teori ini ada 3 model
penerapan HAM :
a. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak sipil , hak politik dan
hak pemikiran pribadi.
b. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak ekonomi dan hak
sosial.
c. Penerapan HAM yang lebih menekankan pada hak penentuan nasib
sendiri dan pembangunan ekonomi.
(3) Teori Radikal Universalitas
Berpandangan bahwa semua nilai termasuk nilai HAM adalah bersifat
universal dan tidak bisa di modifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan
budaya dan sejarah suatu negara. Dengan demikian pemahaman dan
pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlaku sama dan universal bagi semua
negara dan bangsa.(A. Gunawan R. Chakti dan Dr. Baso Madiong, S.H.,
2018)

AA. Perkembangan pemikiran HAM


A. PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM SECARA UMUM
HAM tidak terlepas dari pengakuan terhdap adanya hukum alam (natural
law) yang menjadi cikal bakal bagi kelahiran HAM. Hukum Alam menurut
Marcus G. Singer merupakan suatu konsep dari prinsip umum moral dan
sistem keadilan dan berlaku untuk seluruh umat manusia.
Stoa menegaskan bahwa hukum alam diatur oleh logika manusia,
karenanya manusia akan mentaati hukum alat tersebut. Seperti yang diakui
oleh Aristoteles bahwa hukum alam merupakan produk rasio manusia demi
terciptanya keadilan abadi.

Dengan demikian , masalah keadilan yang merupakan inti dari hukum alam
menjadi pendorong bagi upaya penghormatan dan perlindungan harkat dan
martabat kemanusiaan universal. (hal 202)

Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The


American Declaration of independence yang lahir dari paham Rousseau dan
Montesquie . The American Declaration ini berpandangan bahwa manusia
adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya , sehingga tidaklah logis bila
sesudah lahir ia harus dibelunggu.

140
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (deklarasi
perancis) dimana ketentuan hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat di dalam
The Rule Of Law yang antara lain berbunyi “tidak boleh ada penangkapan dan
penahanan yang semena-mena termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah
dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yag sah.
Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent yang artinya orang-
orang yang ditangkap , kemudian di tahan dan di tuduh , berhak dinyatakan
tidak bersalah , sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap yang menanyakan ia bersalah.(hal 203)

Perkembangan yang signifikan adalah dengan kemunculan The Four


Freedoms dari President Roosevelt pada tanggal 06 Januari 1941, yang
berbunyi sebagai berikut :

1. Hak kebebesan berbicara dan menyatakan pendapat


2. Hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai ajaran agama
yang di peluknya.
3. Hak kebebasan dari kemiskinan dalam pengertian setiap bangsa
berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi
penduduknya
4. Hak kebebasan dari ketakutan yang meliputi usaha ,pengurangan
persenjataan,sehingga tidak satu pun bangsa (negara) berada dalam
posisi berkeinginan untuk melaksanakan serangan terhadap negara
lain.

Selanjutnya secara garis besar perkembangan pemikiran HAM di bagi 4


generasi :

Generasi pertama berpendapat pengertian HAM hanya terpusat pada


bidang hukum politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang
hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II .
totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk
menciptakan suatu tertib hukum yang baru.

Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis


melainkan juga hak-hak sosial ,ekonomi,politik, dan budaya. (hal 204)

Generasi ketiga adalah keadilan dan pemenuhan hak asasi haruslah


dimulai sejak mulainya pembangunan itu sendiri. Bukan setelah pembangunan
itu selesai. Agaknya pepata kuno “justice delayed,justice deny” tetap berlaku
untuk kita semua.

141
Generasi keempat adalah pemikiran HAM yang di pelopori oleh
negara-negara di kaasan asia pada tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang
disebut Declaration Of The Basic Duties Of Asia People And Goverment.
Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi ketiga , karena tidak saja
mencakup tuntutan struktural tetapi juga berpihak karena terciptanya tatanan
sosial yang berkeadilan (hal 205)

Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan HAM dalam
kaitan dengan pembangunan sebagai berikut :

a. Pembangunan berdikari (self development)


Adalah pembangun yang membebaskan rakyat dan bangsa dari
ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada sumber daya
sosial-ekonomi . relokasi dan redistribusi kekayaan dan modal
nasional haruslah dilakukan dan sudah waktunya sasaran
pembangunan itu ditunjukan kepada rakyat banyak pedesaan.
b. Perdamaian
Upaya untuk melepaskan diri dari budaya kekerasan dengan segala
bentuk tindakan
c. Partisipasi rakyat
Adalah suatu persoalan hak asasi yang sangat mendesak untuk terus
diperjuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam persoalan
publik lainnya.
d. Hak-hak budaya
Upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh negara
merupakan terbentuk pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya.
Karena mengarah pada multikulturalisme.
e. Hak keadilan sosial
Masalah keadilan sosial tidak saja berhenti dengan menaiknya
pendapatan perkapita tetapi justru baru berhenti pada saat tatanan
sosial yang tidak adil dijungkirbalikan dan diganti dengan tatanan
sosial yang berkeadilan (206-207 hal)

B.PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM DI INDONESIA


1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM menurut Boedi Oetomo adalah dalam konteks pemikiran
HAM , para pemimpin Boedi Oetomo tlah memperlihatkan adanya kesadaran
berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada
pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dimuat di surat kabar Goeroe Desa.
Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan
mengeluarkan pendapat. (hal 207)
142
Selanjutnya perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI
berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum , hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak ,hak untuk memeluk agama dan kepercayaan,
hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
(hal 207-209)

2. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)


a. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih menekankan
pada hak untuk merdeka (self detemination) , hak kebebasan untuk berserikat
melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk berserikat
melalui organisasi politik yang di dirikan serta hak kebebasan untuk
menyampaikan pndapat terutama di parlemen.
Pemikiran HAM telah mendapat legtimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi)
yaittu UUD 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keluasan kepada rakyat untuk
mendirikan partai politik. Sebagaimana yang tertera dalam maklumat
pemerintah tanggal 3 November 1945 yang antara lain menyatakan :
1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik.
2. Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum
dilangsungkannya pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada
bulan januari 1946.

Hal tersebut sangat penting dalam kaitan dengan HAM adalah adanya
perubahan mndasar dan signifikan terhadap sistem pemerintahan dari sistem
presidensil menjadi parlementer,sebagaimana yang tertuang dalam Maklumat
Pemerintahan tanggal 14 November 1945. (hal 209-210)
b. Periode 1950-1959
Ada beberapa aspek dalam tata negara ini :
Pertama semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragamnya
ideologi masing-masing.

Kedua kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul


menikmati kebebasannya.

Ketiga pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam
suasana kebebasan , fair (adil) dan demokratis.

Keempat parlemen atau DPR sebagai representasi dari kedaulatan rakyat


dengan menunjukan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan
melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.

143
Kelima pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan
dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruangan kebebasan. (hal
211)
c.Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem
demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem
parlementer . Dalam kaitan nya dengan HAM , telah terjadi pemasungan hak
asasi masyarakat yaitu hak sipil dan hak politik seperti hak untuk berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Dengan kata lain telah
terjadi sikap restrikrif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan) terhadap hak
sipil dan hak politik warga negara.
d.Periode 1966-1998
Pada masa aal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang
HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM
, pembentukan komisi dan pengadilan HAM untuk lingkup Asia.
Sedangkan pada HAM tahun 1970-1980 pemikiran elit penguasa
pada masa ini sangat diarnai oleh sikap penolakan nya terhadap HAM sebagai
produk barat dan individualistik serta bertentangan dengan paham
kekeluargaan yang dianut bangsa indonesia. Pemerintah pada periode ini
bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang
umumnya restriktif terhadap HAM (hal 212-213)
e.Periode 1998-sekarang
Ada canangan program “Reaksi Aksi Nasional HAM” pada 15
agustus 1998 yang didasarkan pada 4 pilar yaitu :
1. Persiapan pengesahan perangkat international di bidang HAM.
2. Desiminasi informasi dan pendidikan bidang HAM.
3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM.

Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi


melalui perundang-undangan nasional.(A. Gunawan R. Chakti dan Dr. Baso
Madiong, S.H., 2018)

BB.Perkembangan pengaturan HAM


A. Pengaturan HAM di Indonesia era Orde lama.
HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta
hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 45. Pada periode 1945 hingga 1950 an kekuasaan
Soekarno berada dalam jalur kekuasaan yang Demokratis dan
menghormati HAM.

144
Maklumat-maklumat yang ia keluarkan sebagai jawaban terhadap tudingan
Belanda akan eksistensi pemerintah Indonesia merdeka sebagai
pemerintahan yang tidak Demokratis dan boneka Jepang. di dalam
maklumat tersebut memuat kebijakan yang Demokratis dan Penghormatan
pada HAM. Perkembangan politik pada tahun-tahun berikutnya, terutama
setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai Demokrasi
terpimpinnya Soekarno, Pemerintah Orde Lama mengalami Degradasi
politik yang luar biasa, derita rakyat tidak saja pada aspek ketidakmerataan
ekonomi dan kemiskinan, tetapi juga pengekangan pada kebebasan hak
sipil dan hak politik. Selama 7 tahun (1959-1966), system politik dan
bangunan Negara hukum Indonesia yang berdiri diatas pondasi UUD 1945
yang rapuh dan sangat minim menjamin HAM.(Akbar, 2016)

B. Pengaturan HAM di Indonesia era Orde baru.


Pada era orde baru, keadaan HAM di Indonesia jauh lebih buruk
dibanding dengan era Soekarno. Di era ini, Soeharto menerapkan tiga
kebijakan sekaligus. Pertama, mengekang hak berserikat, berekspresi dan
berpendapat. Kedua, melakukan eliminasi dan kebijakan reduksionis
konsep-terhadap konsep HAM, dan ketiga, melakukan pembunuhan dan
penghilangan orang secara paksa tanpa alas an hukum. Ketiga hal tersebut
merupakan satu kesatuantindakan pelanggaran HAM, sebagai bagian dari
politik mempertahankan kekuasaan.

Politik hukum HAM penguasa Orde Baru adalah melakukan eliminasi


dan reduksi konsep-konsep HAM universal kedalam konsep HAM politis
particular. Politik particular yang dimaksud adalah: pertama bahwa HAM
Indonesia adalah apa yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945.
Menyatakan HAM yang keluar dari kerangka Pancasila dan UUD 1945,
merupakan tindakan pengkhianatan dan mengancam ideologi dan
konstitusi. Kedua, HAM universal adalah barat yang jahat, interversionis,
individualistic yang juga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Dengan dua cara pandang tersebut, tudingan pihak luar mengenai
pelanggaran HAM di suatu Negara di kritik sebagai campur tangan
ideologis yang tidak sah.

Penguasa Asia yang otoriter, termasuk rezim Orde Baru selalu


mengajukan argument bahwa Negara dan masyarakat yang ia pimpin
memiliki konsepsi HAM tersendiri; suatu pandangan yang sama dengan
penganut Absolutisme budaya bahwa HAM pada masyarakat yang berbeda
memiliki konsep HAM yang berbeda pula.

145
Pemerintahan Soeharto melakukan hegemonisasi paham melalui
pendidikan formal dan informal. Materi pelajaran Pancasila,Kewiraan,
Sejarah, Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar(SD), Sekolah Menengah
Pertama(SMP), Sekolah Menengah Umum(SMU), dan Perguruan Tinggi
diisi dengan doktrin-doktrin yang mengarahkan peserta didik menjahui
pengetahuan, pemahaman dan kesadaran HAM Universal, serta
menanamkan paham-paham HAM politis particular.

Menjelang periode 1990 an terjadi pergeseran strategi pemerintah dari


represif dan defensive menuju ke strategi yang akomodatif terhadap
tuntutan yang berkaitan dengan penegakkan HAM. Salah satu sikap
akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah di
bentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM)
berdasarkan KEPRES No.50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga
ini bertugas memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah perihal pelaksanaan
HAM.
C. Pengaturan HAM Pasca Orde Baru.
Berhentinya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei
1998 menandai berhentinya secara formal rezim Orde Baru, sekaligus
terbukanya harapan akan kehidupan hukum dan politik demokratis di
Indonesia. B.J. Habibie yang menggantikan Soeharto ditengah-tengah
ketidakpastian politik yang mencemaskan, mengambil langkah cepat
dengan mengumumkan sekaligus menyebut kabinetnya dengan nama
“Kabinet Reformasi Pembangunan”. Presiden B.J. Habibie melakukan
langkah awal yang strategis dalam bentuk membuka system politik yang
selama ini tertutup, menunjukkan kemauan politik yang kuat untuk
menjamin perlindungan HAM dan sebagainya.
Masa-masa awal pemerintahan B.J. Habibie, isu tentang HAM sempat di
warnai oleh perdebatan konstitusionalitas perlindungan
HAM.Perdebatannya tidak saja berkaitan dengan teori HAM, tetapi juga
dasar hukumnya, apakah ditetapkan melalui TAP MPR atau dimasukkan
dalam UUD? Gagasan mengenai piagam HAM yang pernah muncul di
awal Orde Baru itu muncul kembali. Begitu pula gagasan untuk
mencantumkannya ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar juga
muncul kembali ke dalam wacana perdebatan HAM ketika itu. Karena
kuatnya tuntutan dari kelompok-kelompok reformasi, maka perdebatan
bermuara pada lahirnya ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang
HAM. Isinya bukan hanya memuat piagam HAM, tetapi juga memuat
amanat kepada Presiden dan Lembaga-lembaga tinggi Negara untuk
memajukan perlindungan HAM, termasuk mengamanatkan untuk
meratifikasi instrument-instrumen internasional HAM.
146
Para pendukung HAM memandang bahwa perlindungan yang lebih
besar terhadap HAM sangat diperlukan, untuk mencegah terjadinya
berbagai pelanggaran seperti yang pernah terjadi pada zaman pemerintahan
otoriter Soeharto. Menurut Harianto, kendati MPR sudah mengundangkan
TAP MPR No.XVII Tahun 1998 tentang HAM dan pemerintahan B.J.
Habibie sudah mengeluarkan UU. No.39 Tahun 1999 juga tentang HAM,
perlindungan oleh Konstitusi masih tetap diperlukan.

Meskipun perdebatan berlangsung alot, pada Sidang Tahunan MPR


Tahun 2000, perjuangan untuk memasukkan perlindungan HAM ke dalam
UUD akhirnya berhasil di capai. MPR sepakat memasukkan HAM
kedalam Bab XA, yang berisi 10 pasal HAM (dari pasal 28A-28J) pada
Amandemen kedua UUD 1945 yang di tetapkan pada 10 Agustus 2000,
yang melengkapi dan memperluas pasal 28.

Politik Hukum HAM di era Reformasi yang notabene adalah era awal
Demokrasi ditandai juga oleh pembentukan dan penguatan institusi-
institusi perlindungan HAM, seperti penguatan Komnas HAM,
pembentukan Mahkamah Konstitusi(MK), Komnas Perempuan, Komnas
HAM anak, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Pembentukan
dan penguatan institusi institusi tersebut ditujukan agar penghormatan,
perlindungan dan penegakan terhadap HAM dapat di lakukan lebih kuat
dan lebih baik, terutama mencegah Negara mengulangi kesalahan
melakukan pelanggaran HAM sebagaimana terjadi pada era kekuasaan
sebelumnya.

Dalam konteks Indonesia paska Orde Baru, pemerintah telah


membuat pelbagai produk aturan hukum, baik berupa perubahan UUD,
pembuatan UU, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Presiden. Di
samping itu, pemerintah juga telah meratifikasi sejumlah Konvensi HAM
Internasional. Dari pelbagai aturan hukum yang telah di buat, pengaturan
HAM dalam UUD 1945, hasil perubahan pertama, kedua, ketiga dan
keempat merupakan produk hukum paling penting dan mendasar. Penting
karena substansi terekam lebih lengkap dan terperinci. Mendasar karena
diatur di dalam hukum dasar (konstitusi) pada semua aspek ketatanegaraan
dalam Negara hukum modern sehingga memiliki jangkauan luas, terkait
dan tidak terpisah satu sama lain.(Sardol, 2013)

CC. Sosialisasi dan Desiminasi HAM


Sosialisasi dan Diseminasi HAM adalah kegiatan untuk penyebarluasan
tentang paham HAM kepada seluruh lapisan anggota masyarakat agar
147
dapat memperoleh informasi, lalu timbul kesadaran, menerima infromasi,
dan pada akhirnya memanfaatkan infromasi yang diberikan tersebut untuk
diterapkan dalam kehidupan yang sesuai dengan ketentuan HAM itu
sendiri.(Sulut, 2018)

DAFTAR PUSTAKA

A. Gunawan R. Chakti dan Dr. Baso Madiong, S.H., M. H. (2018). Pendidikan


Kewarganegaraan. CELEBES MEDIA PERKASA.
Abubakar, I., Hermanita, K., Pranawati, R., & Kamil, S. (2009). Agama dan HAM
(A. G. A. Suparto (ed.); Pertama). Center for the study of Religion and Culture
(CSRC).
Akbar, A. F. (2016). Perkembangan Pengaturan HAM di Indonesia.
http://faizbinnurhadi.blogspot.com/2016/05/perkembangan-pengaturan-ham-
di-indonesia.html
Darmodiharjo. (1990). Pendidikan Kewarganegaraan.
Fauzy, F. (2015). Hakikat HAM. https://brainly.co.id/tugas/1954326
Ikhwan. (2007). Pengadilan HAM di Indonesia Dalam Prespektif Hukum Islam.
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI.
Koentjoro, P. (2014). Pengertian HAM.
Kompasiana. (2015). Hakikat HAM dan pelaksanaanya.
https://www.kompasiana.com/iwansukmanuricht/551f5b26a33311c930b669a1/
hakikat-ham-dan-pelaksanaannya-di-daerah
Patani, D. (2016). Prinsip-prinsip HAM.
http://pengatarhamtokche.blogspot.com/2016/02/12.html
Rhoda E, H. (2000). HAM Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya. Pustaka Utama
Grafiti 2000.
Sardol, S. M. (2013). Pengaturan HAM dalam hukum Indonesia. Human Rights
Arrangement on Indonesian Law, 1(1), 1–13.
http://ojs.umsida.ac.id/index.php/rechtsidee/rt/printerFriendly/105/134
Sulut, K. (2018). Diseminasi HAM langkah untuk penyebaran informasi HAM.
https://sulut.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/2659-diseminasi-

148
ham-langkah-untuk-penyebar-luasan-informasi-ham
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Raden Mempermudah 0895614945568
Muhammad Surya hidup dan jangan
Jaya Sentosa mempersulit
orang

2. Rury Hizbullah Menjadi diri +62 821-1627-


sendiri dan 9717
tunjukan sinar
kepribadianmu

3. Widya Ningrum Membagi +62 822-6679-


Rachmawati kebahagiaan 5343
dengan orang lain
agar merasa
bahagia bersama

4. Sani Roudhoh Senantiasa jadi +62 895-3723-


orang yang 65116
lembuh kepada
orang lain agar
dimudahkan oleh
allah segalanya

149
BAB (SESUAI URUTAN KELOMPOK)
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA
KELOMPOK 9
EKONOMI SYARIAH 19’B

No Nama NIM No Nama NIM


1. Rifani Annisa M 1199220072 3. Raisanti Azzahra 1199220068
2. Muhammad Zaky 1199220055
PEMBAHASAN
A. Sub Tema 1 Pengertian Wawasan Nusantara dan Geopolitik
B. Sub Tema 2 Dasar Pemikiran Wawasan Nusantara
C. Sub Tema 3 Konsep Wawasan Nusantara
D. Sub Tema 4 Penerapan Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Sehari-hari

SCOR BOOK
80 GOOD
DESKRIPSI
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wawasan Nusantara dan Geopolitik
1. Pengertian Wawasan Nusantara
Pengertian wawasan Nusantara dapat diartikan secara
etimologis dan terminologis. Secara etimologis, Wawasan Nusantara
berasal dari kata Wawasan dan Nusantara. Wawasan berasal dari kata
wawas (bahasa Jawa) yang berarti pandangan, tinjauan, dan
penglihatan indrawi. Selanjutnya , muncul kata wawas yang yang
berarti memandang, meninjau, atau melihat. Wawasan artinya
pandangan, tinjauan, penglihatan, tanggap indrawi,. Wawasan berarti
pula cara pandang atau cara melihat.
Secara etimologis, kata “nusantara” tersusun dari dua kata,
“nusa” dan “antara”. Kata “nusa” dalam bahasa Sansekerta berarti
pulau atau kepulauan. Sedangkan dalam bahasa Latin, kata “nusa”
berasal dari kata nesos yang dapat berarti semenanjung, bahkan suatu
bangsa. Merujuk pada pernyataan tersebut maka kata “nusa” juga
mempunyai kesamaan arti dengan kata nation dalam bahasa Inggris
yang berarti bangsa. Dari sini bisa ditafsirkan bahwa kata “nusa” dapat
memiliki dua arti, yaitu kepulauan dan bangsa. (Minto Rahayu, 2007)
Sedangkan menurut terminologis, Wawasan Nusantara
menurut beberapa pendapat sebagai berikut :
a. Menurut Prof. Dr. Wan Usman :
150
“Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan
semua aspek kehidupan yang beragam”.

b. Menurut GBHN 1998 :


“Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan
wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
c. Menurut kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan
menjadi Tap.MPR, yang dibuat Lemhannas tahun 1999 :
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengeni diri dan
lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan
mengutamkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan
wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, secara sederhana
Wawasan Nusantara berarti cara pandang bangsa Indonesia terhadap
diri dan lingkungannya. Diri yang dimaksud adalah diri bangsa
Indonesia sendiri, serta nusantara sebagai lingkungan tempat
tinggalnya. (Sarinah, Muhtar Dahri, 2016)

2. Pengertian Geopolitik
Secara etimologis, geopolitik berasal dari kata geo dan politik.
“Geo” (bahasa Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah
hidup. Sedangkan politik dari kata “Polis” yang yang berarti kesatuan
masyarakat atau negara yang berdiri sendiri.
Beberapa pengertian geopolitik menurut para ahli, diantaranya:
a. Menurut Frederick Ratzel (1897) :
“Negara dalam hal-hal tertentu dapat disamakan dengan organisme,
yaitu mengalami fase kehidupan dalam kombinasi dua atau lebih
antara lahir, tumbuh, berkembang, mencapai puncak, surut,
kemudian mati”.
b. Menurut Hafeznia :
“Geopolitik sebagai cabang dari geografi politik adalah studi
tentang hubungan timbal balik antara geografi, politik, kukuasaan,
dan interaksi yang timbul dari kombinasi mereka dengan satu sama
lain”.

151
c. Menurut Hagget :
“Cabang-cabang ilmu geografi manusia yang bidang kajiannya
adalah aspek keruangan pemerintah atau kenegaraan yang meliputi
hubungan regional, hubungan internasional, dan juga pemerintahan
atau kenegaraan di permukaan bumi”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, geopolitik adalah
suatu studi yang mengkaji masalah-maslaah geografi, sejarah, dan ilmu
sosial dengan merujuk kepada peraturan politik internasional.
Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah
geografi, yang mencakup lokasi, luas, serta sumber daya alam tersebut.
Bagi Indonesia, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapau
tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis
negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis
tersebut. (Widodo, 2015)

B. Dasar Pemikiran Wawasan Nusantara


Dalam menentukan, membina, dan mengembangkan wawasan
nasionalnya, bangsa Indonesia menggali dan mengembangkan dari kondisi
yang terdapat di lingkungan Indonesia sendiri. Wawasan nasional Indonesia
dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasaan bangsa Indonesia yang
berlandaskan pemikiran kewilayahan dan kehidupan bangsa Indonesia. Karena
itu, pembahasan latar belakang filosofi sebagai dasar pemikiran pembinaan
dan pengembangan wawaan nasional Indonesia ditinjau dari :
a. Pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila
Wawasan nasional merupakan pancaran dari Pancasila. Oleh
karena itu, menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan dengan
tidak menghilangkan ciri, sifat, dan karakter dari kebhinekaan unsur-
unsur pembentuk bangsa (suku, bangsa, etnis, dan golongan).
Berdasarkan falsafah Pancasila, manusia Indoneisa adalah makhluk
ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, dan daya pikir serta
sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesamanya,
lingkungan alamnya, dan dengan penciptanya. Kesadaran ini
menumbuhkan cipta, karsa, dan karya untuk mempertahankan
eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi demi
terciptanya suasana damai dan tentram menuju kebahagiaan demi
terselenggaranya keteraturan dalam berhubungan dengan sesamanya.
Denan demikian nilai-nilai Pancasila sebenarnya telah bersemayam
dan berkembang dalam hati sanubari bangsa Indonesia termasuk dalam
menggali dan mengembangkan wawasan nasional, hal ini dapat dilihat
dalam sila-sila Pancasila.
152
b. Pemikiran berdasarkan aspek kewilayahan
Dalam kehidupan bernegara, geografi merupakan suatu
fenomena yang mutlak diperhatikan dan diperhitungkan baik fungsi
maupun pengaruhnya terhadap sikap dan tata laku Negara yang
bersangkutan. Geografi adalah wilayah yang tersedia dan terbentuk
secara alamiah. Kondisi objektif geografis merupakan wadah atau
ruang sebagai ruang gerak hidup suatu bangsa yang didalamnya
terdapat sumber daya alam dan sumber daya manusia. Oleh karena itu,
geografis merupakan fenomena yang mutlak diperhitungkan baik
fungsi maupun pengaruhnya terhadap sikap dan tatalaku negara yang
bersangkutan. Demikian juga sebaliknya, perlu diperhitungkan dampak
sikap dan tatalaku negara terhadap geografis sebagai tata hubungan
antara manusia dan wadah lingkungan.
Kondisi objektif geografis nusantara merupakan untaian ribuan
pulau-pulau yang tersebar dan terbentang di katulistiwa terletak pada
posisi silang yang strategis, dengan watak atau karakteristik yang
berbeda dengan negara lain.
 Wilayah Indonesia pada saat Proklamasi 17 Agustus 1945
Masih berlaku TERRITORIAL ZEE EN MARITIEME
KRINGEN ORDONANTIE tahun 1939. Dimana lebar laut
wilayah Indonesia adalah tiga mil, diukur dari garis air
terendah dari masing-masing pulau Indonesia. Penetapan
lebar wilayah laut tiga mil ini tidak mejamin kesatuan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (bila dihadapkan dengan
pergolakkan-pergolakkan yang terjadi di dalam negri dan
lingkungan keadaan alam). Atas pertimbangan tersebut maka
keluarlah :
 Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957
Yang menyatakan tentang penentuan batas laut teritorial
(yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan
titik-titik ujung yang terluar pada pula-pulau negara Indonesia.
Maka sejak itu berubahlah luas wilayah Indoensia dari : ±
2juta km2 menjadi 5juta km2, dimana ± 65% wilayahnya
terdiri dari laut atau perairan (negara maritim), dan 35%
adalah daratan. Terdiri dari 17.508 buah pulau dengan 5 (lima)
buah pulau besar : Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan
Irian Jaya dan 11.808 pulau-pulau kecil yang belum diberi
nama. Dengan luas daratan : ± 2.028.087km2. Dengan panjang
pantai : ±81.000km2. Topografi daratannya : merupakan
pegunungan dengan gunung-gunung berapi, baik yang masih
aktif maupun yang sudah tidak aktif.
153
Jadi pengertian Nusantara adalah kepulauan Indonesia
yang terdiri dari 17.508 pulau-pulau baik pulau besar dan
pulau kecil dan diantara batas-batas astronomis sebagai
berikut :

 Utara : 06º08º lintang utara


 Selatan : 11º15º lintang selatan
 Barat : 94º45º bujur barat
 Timur : 141º05º bujur timur
Dengan jarak Utara – Selatan : ±1.888km2
Jarak antara Barat – Timur : ±5.110km2
 Konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional yang ke-3
Tahun 1982
Melalui konferensi tersebut maka pokok-pokok asas
negara kepulauan diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS
1982 (United Nation Convention On The Law of The Sea).
Indonesia meatifikasi UNCLOS 1982 melalui Undang-
Undang No.17 thn 1985 pada tanggal 13 Desember 1985.
Berlakunya UNCLOS 182, akan berpengaruh dalam upaya
pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan, seperti
bertambah luasnya Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan
landaan kontinen Indonesia (200 mil). UNCLOS 1982
memberikan keuntungan bagi pembangunan nasional, yaitu :
Bertambah luasnya perairan yuridiksi nasional berikut
kekayaan alam yang terkandung dilaut dan dasar lautnya, serta
terbukanya peluang untuk memanfaatkan laut sebagai medium
transportasi umum dari segi kerawanan juga bertambah.
Perjuangan Indonesia selanjutnya menegakkan kelautan
dirgantara terutama dalam rangka memanfaatkan wailayah
Geo Stationery Orbit (GSO) yang dapat dijadikan wilayah
kepentingan ekonomi maupun pertahanan dan keamanan
negara dan bangs Indonesia. (Latief, 2019)
c. Pemikiran Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Budaya atau kebudayaan secara etimologis adalah segla yang
dihasilkan oleh kekuatan budi manusia. Kebudyaan diungkapkan
sebgaai cita, rasa, dan karsa (budi, perasaan, dan kehendak). Sosial
budaya adalah faktor dinamik masyarakat yang terbentuk oleh
keseluruhan pola tingkah laku lahir batin yang memungkinkan
hubungan sosial diantara anggota-anggotanya. Kebudayaan
diungkapkan sebagai cipta, rasa, dan karsa manusia. Sosio budaya
sebagai salah satu aspek kehidupan nasional adalah faktor dinamik
154
masyarakat yang terbentuk oleh keseluruhan pola tingkah laku lahir
dan batin yang memungkinkan hubungan sosial diantara anggotanya.
Masyarakat Indonesia sejak awal terbentuknya dengan ciri kebudayaan
yang sangat beragam oleh pengaruh ruang hidup berupa kepulauan
dengan ciri lamiah tiap-tiap pulau yang berbeda-beda pula. Disamping
perbedaan ruang hidup, masyarakat Indonesia dibedakan pula dengan
ras dan etnik, yang memberikan perbedaan-perbedaan secara khas
kebudayaan tiap daerah dan sekligus menampakkan perbedaan-
perbedaan daya indrawi serta pola tingkah laku kehidupan baik dalam
hbungan vertikal maupun horizontal.
Dari ciri-ciri alamiah dapat dibedakan secara lahiriah, seperti :
orang Jawa, orang Batak, orang Madura, orang Dayak, orang Aceh, dan
sebagainya. Dari ciri-ciri ruang hidup (asal-usul masyarakat) dapat
dibedakan :
 Masyarakat nelayan dengan sifat pemberani, agresif, dan
terbuka. Sedangkan masyarakat agraris dengan sifat teratur
(mengikuti ritme alam), mementingkan keakraban, dan kurang
terbuka.
 Masyarakat desa dengan sifat religius, kekerabatan, dan
paguyuban. Sedangkan masyarakat kota dengan sifat
matrealistik, individual, dan patembayan.
Kebudayaan adalah warisan yang bersifat memaksa bagi
msyarakat yang bersangkutan. Artinya generasi suatu masyarakat lahir
dengan serta merta mewarisi norma-norma dari masyarakat
sebelumnya. Warisan budaya tersebut diterima secara emosional dan
mengikat ke dalam serta kuat, artinya ketersinggungan budaya
(meskipun sepele) dapat memicu konflik antar golongan masyarakat.
Warisan budaya membentuk ikatan pada setiap individua tau
masyarakat dengan daerah asal sehigga dapat membentuk sentiment-
sentimen kelompok, suku, daerah asal, yang sering kali dapat dijadikan
sebagai perisai terhadap ketidakmampuan individu-individu atau
kelompok masyarakat dalam menghadapi tantangan lingkungan yang
dianggap mengancam eksistensi budayanya.
Berdasarkan ciri-ciri dan sifat-sifat kebudayaan serta kondisi
dan konstelasi geografi NKRI, tergambar jelas betapa heterogen dan
uniknya masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dalam prospektif
budaya tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi
antar golongan masyarakat mengandung potensi konflik yang sangat
besar. Terlebih dengan kesadaran nasionla masyarakat Indonesia yang
relative masih rendah dan terbatasnya masyarakat yang terdidik.

155
Dari tinjauan sosio budaya tersebut pada akhirnya dapat
dipahami bahwa :
 Proses sosial dalam keseluruhan upaya mejaga persatuan
nasional sangat membutuhkan kesmaan persepsi atau kesatuan
cara pandang segenap masyarakat, tentang eksistensi budaya
yang sengat beragam namun mempunyai semangat untuk
membina kehidupan Bersama yang hermonis.
 Wawasan nasional atau wawasan kebangsaan Indonesia
diwarnai dengan keinginan untuk menumbuhsuburkan
kesejahteraan.
d. Pemikiran Berdasarkan Aspek Kesejahteraan
Perjuangan suatu bangsa dalam meraih cita-citanya pada
umumnya tumbuh dan berkembang akibat latarbelakang sejarah,
demikian pula dengan sejarah Indonesia. Sebelum ada wilayah
Nusantara, ada dua kerajaan besar yang landasannya mewujudkan
kesatuan wilayah (meskipun belum timbul rasa kebangsaan, namun
sudah ada semangat bernegara). Dua kerajaan tersebut adalah kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Dalam perjuangan berikutnya,
nuansa kebangsaan mulia muncul sejka tahun 1900-an dengan konsep
baru dsn modern. Wujud konsep baru tersebut adalah lahirnya
Proklamasi Kemerdekaan dan Proklamasi Penegakan Negara Merdeka.
Pada masa penjajahan, muncul semangat kebangsaan di wadahi
dalam organisasi Boedi Oetomo (20 Mei 1908) yang disebutkan
Kebangkitan Nasional. Merupakan modal dari konsepsi wawasan
kebangsaan Indonesia yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda (28
Oktober 1928). Dengan perjuangan menghasilkan Proklamasi
Kemerdekaan (17 Agusuts 1945) dimana bangsa Indonesia mulai
menegara. Melalui proses perjuangan yang panjang Indoenesia berhasil
merubah batas wolayah perairan dari 3mil laut menjadi 12 mil laut,
melalui deklarsi Djuanda 13 Desember 1957 yang sekaligus
merupakan kehendak politik RI dalam menyatukan tanah air RI
menjadi kesatuan hingga terwujud Kesatuan Wilayah RI dan sejak saat
itu kata Nusantara resmi mulai digunakan dalam istilah kosepsi
Nusantara sebagai nama dari deklarasi Djuanda. (Silalahi Hardiansyah,
2005)

C. Kosep Wawasan Nusantara


Konsep wawasan nusantara mulai diperkenalkan pada tahun 1957.
Konsep ini dimulai dari pasal 1 ayat 1 Teritorial Zee en Maritieme Kriegnen
Ordonatie (TZMKO) atau bisa disebut ordonasi laut teritorial dan lingkungan
maritim. Seperti kita tahu itu adalah produk colonial Belanda yang dibuat pada
156
saat Belanda menguasai Indonesia. Undang-Undang itu dibuat pada tahun
1939 tapi bertahan sampai Indonesia merdeka. (Amin, 2014)
Aturan itu mengatakan bahwa laut Indonesia hanya bejarak 3 mil dari
garis pantai. Diluar jarak 3 mil, itu diklasifikasikan sebgai laut internasional.
Sehingga kapal-kapal asing bebas berlayar. Jadi pada batas 3 mil itu, nelayan
Indonesoa mencari ikan hanya dibawah 3 mil laut. Bisa kita bayangkan
seberapa besar kerugian sumber daya alam yang seharusnya milik Indonesia
tapi diambil alih oleh nelayan-nelayan luar Indonesia yang mengunakan kapal
canggih. Ada yang lebih penting dari itu adalah batas yang hanya 3 mil laut itu
cenderung “memisahkan” satu pulau Indonesia dengan pulau lainnya. Padahal
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk kepulauan. Pulau-pulau itu
adalah satu Indonesia dan menjadi kesatuan dan seharusnya seluruh laut yang
ada di lingkungan kepulauan Indonesia adalah milik Indonesia.
Konsep pemisahan ini tidak lepas dari konsep continental, bahwa
negara menjadi satu karena disatukan oleh daratan. Negara seperti China,
India, Amerika Serikat, dan Russia kebanyakan adalah negara continental.
Sedangkan Indonesia, Filipina, Jepang, dan Inggris adalah negera kepulauan
dimana laut yang menyatukan pulau-pulau itu. Karena itulah Indonesia
menyampaikan bahwa pulau dan laut harus diintregasikan menjadi satu
kesatuan. Wilayah laut dengan daratan tanah air. Konsep tanah air itu adalah
wawasan kebangsaan kita. Dari konsep itu kemudian di rumuskan oleh
pemerintah bahwa batas laut Indonesia adalah 12 mil dari garis pantai. Dengan
ketentuan ini maka seluruh pulau di Indonesia dan lingkup lautnya bisa jadi
“satu” Indonesia.
Gagasan itu di perjuangkan sampai Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB). Ini satu perjuangan yang tak mudah karena banyak bangsa-bangsa yang
menetang, terutama negara-negara yang kerap menggunakan laut Indonesia
untuk melintas ke Australia atau mencai ikan di laut sekitar Indonesia. Seperti
kita tahu bersama, laut Indonesia sangat kaya akan dengan aneka ikan dan lain
sebagainya. Sehingga negara-negara maju punya kapal-kapal canggih itu akan
rugi jika peraturan itu diterapkan.
Namun setelah 25 tahun berjuang, akhirnya konsep negara kesatuan
dan wawasan nusantara yang memberlaukan batas 12 mil dari garis pantai
adalah wilayah Indonesia, PBB dapat menerima konsep itu. Tahun1982,
konsep itu di terima oleh PBB. (Sofhian, n.d.)
Konsep wawasan nusantara memiliki beberapa dasar :
a. Konsep persatuan dan kesatuan
Makna dari konsep ini adalah keberadaan wawasan nusantara
memiliki tujuan untuk menguatkan nilai persatuan dan kesatuan serat
hubungan abtara suku bangsa di seluruh Indonesia. Masyarakat
157
Indonesia tidak perlu mempermasalahkan perbedaan bahasa daerah
suku demi kepentingan persatuan Indonesia dan untuk mencapai tujuan
nasional.
b. Konsep kebangsaan :
Makna dari konsep kebangsaan adalah Negara Indonesia terdiri
dari komponen bangsa dan suku. NKRI terbentuk atas kehendak dan
perjuangan nerbagai komponen warga Indonesia. Maka dari itu,
pengetahuan akan hal tersebut perlu meminta untuk meminta
persatuan bangsa. (Srijanti, 2009)
c. Konsep bhineka tunggal ika
Makna bhinek tunggal ika dalah indonesia memiliki beragam
budaya masyarakat denganlatar belakang yang berbeda. Semboyan
ini bukan kata kata yang mudah diucapkan. Akan tetapi harus
diwujudkan dengan baik oleh seluruh elemen masyarakat.
d. Konsep Negara kepulauan
Indonesia adalah Negara kepulauan di mana konsepnya
merupakan lautan yang ditaburi dengan pulau pulau pulau. Lautan ini
bisa menjadi media pemersatu. Untuk itu pengetahuan tentang
Indonesia sebagai Negara kepulauan dan maritime Indonesia menjadi
pemblajaran yang menyatukan Indonesia. (Rozak, 2003)

D. Penerapan Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Sehari-hari


a. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan Wawasan Nusantara,
khususnya di bidang wilayah adalah diterimanya konsep Nusantara di
forum internasional, sehingga terjaminlah integritas wilayah teritorial
Indonesia. Laut Nusantara yang semula dianggap “laut bebas” menjadi
bagian integral dari wilayah Indonesia. Dismaping itu pengakuan
terhadap landas kontinen Indonesia dan ZEE Indonesia menghasilkan
pertambahan luas wilayah yang cukup besar.
b. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup tersebut meghasilkan
sumber daua alam yag cukup besar untuk kesejahteraan bangsa
Indoensia. Sumbar daya alam itu meliputi minyak, gas bumi, dan
mineral lainnya yang banyak berada di dasar laut, baik di lepas pantai
(off shore) maupun di laut dalam.
c. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia
internasional termasuk negara-negara tetangga, seperti : Malaysia,
Singapura, Thailand, Philipina, India, Australia, dan Papua Nugini
yang dinyatkan dengan persetujuan yang dicapai karen negara
Indonesia memberikan akimodasi kepada kepentingan negara tetangga

158
antara lain di bidang perikanan yang mempunyai hak nelayan
tradisonal (traditional fishing right) dan hak lintas dari Malaysia Barat
ke Malaysia Timur atau sebaliknya.
d. Penerapan wawasan nusantara dalam pembangunan negara di berbagai
bidang tampak pada berbagai proyek pembangunan sarana dan
prasarana komunikasi dan transportasi. Contohnya adalah
pembangunan satelit palapa dan Microwave System, pembangunan
lapangan terbang perintis dan pelayaran perintis di berbagai daerah.
Dengan adanya proyek tersebut maka laut dan hutan tidak lagi menjadi
hambatan bagi integrasi nasional. Dengan demikian lalu lintas
perdagangan dan integrasi budaya dapat berjalan lebih lancar.
e. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat pada kebijakan untuk
menjadikan bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tetap merasa
sebangsa, setaah air, dan senasib sepenanggungan dengan asas
Pancasila. Salah satu langkah penting yang harus dikembangkan terus
adalah pemerataan pendidikan dari tingkat pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi ke semua daerah atau provinsi.
f. Penerapan wawasan nusantara si bidang pertahanan keamanan terlihat
pada kesiapsiagaan dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui sistem
pertahanan keamanan rakyat semesta untuk menghadapi berbagai
ancaman bangsa dan negara. (Kaelan, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z. I. (2014). Pendidikan Kewarganegaraan. Tanggerang Selatan: Universitas


Terbuka.
Kaelan, A. Z. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
Latief, A. dkk. (2019). Pendidikan Kewarganegaraan. Takalar: Yayasan Ahmad
Cendikia Indonesia.
Minto Rahayu. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. jakarta: Grasindo.
Rozak, A. dkk. (2003). Pendidikan Kewargaan. jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah.
Sarinah, Muhtar Dahri, H. (2016). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Yogyakarta: deepublish.
Silalahi Hardiansyah. (2005). Pendidikan Kewarganegaraan. jakarta: Gramedia
159
Pustaka Utama.
Sofhian, S. dan A. S. G. (n.d.). Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Fokus
Media.
Srijanti, D. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Widodo, W. dkk. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan. Yoyakarta: Andi Offset.

PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1. Rifani Annisa Sebaik-baik 081322228691
Mawardini manusia
bermanfaat bagi
manusia yang
lainnya.

2. Muhammad Zaky Never afraid to 082169294307


Anwar fall

160
3. Raisanti Az-Zahra Love your self, 083898762733
then love people
who llove you
unconditionally

BAB X
GOOD GOVERNANCE
KELOMPOK 10

No. Nama NIM No. Nama NIM


1. Siti Fauzah 1199220084 3. Tiara Fadilah 1199220089
Rosadah
2. Sri Wahyuni 1199220086 4. Yusuf 1199220093
Alfiansyah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Good Governance
B. Prinsip Good Governance
C. Urgensi Good Governance
D. Implementasi Good Governance di Indonesia
SCOR BOOK
80 GOOD

Deskripsi Pembahasan

161
Good Governance adalah tata laksana pemerintahan yang baik. .
Secara sederhana definisi dan pengertian good governance adalah seperangkat
proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk
menentukan keputusan (Anita, 2017).
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-
prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak
ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila
ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.
Prinsip-prinsip good governance seperti Partisipasi Masyarakat
(Participation), Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law), Transparansi
(Transparency), Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha, Berorientasi pada
Konsensus (Consensus),dll.
Good Governance seyogyanya diterapkan di negara Indonesia ini supaya
cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara yang makmur segera terwujud.
Good Governance itu harus didukung oleh semua lembaga yang menyusun
governance itu sendiri.
A. Pengertian Good Governance
Good Governance adalah tata laksana pemerintahan yang baik. Secara
sederhana definisi dan pengertian good governance adalah seperangkat proses
yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk
menentukan keputusan (Anita, 2017). Pengertian good governance ini sangat
beragam dan para ahli pun berbeda dalam merumuskan definisi good
governance ini.
Menurut Wikipedia (Wikipedia, 2017) Good Governance adalah
seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun
negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini
walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi
sempurna - namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalah-gunaan
kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF
dan Bank Dunia, mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana
pemerintahan yang baik sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan
mereka berikan.
Istilah Good Governance berasal dari induk bahasa Eropa, Latin, yaitu
Gubernare yang diserap oleh bahasa inggris menjadi govern, yang berarti steer
( menyetir, mengendalikan), direct ( mengarahkan), atau rule (memerintah).
Penggunaan utama istilah ini dalam bahasa inggris adalah to rule with
authority atau memerintah dengan kewenangan.

162
Good governence juga bisa di artikan suatu penyelenggaran
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan
dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi
dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara
administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan
politican framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Agustinalestari, 2018).
Good governance di indonesia sendiri mulai benar-benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era reformasi yang dimana pada era tersebut telah
terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi
yang bersih sehingga good governence merupakan salah satu alat reformasi
yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari
perkembangan reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan
good governence di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya
sesuai dengan cita-cita reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan
kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntasi yang
merupakan dua produk utama good governence.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak
upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim good governence
yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparasi informasi
terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk
ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses
pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut
dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manejerial dari sektor publik
tersebut agar kelak leih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang,
peraturan dan lembaga-lembaga penunjang pelaksanaan good governence pun
banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan
sektor pulik pada era orde lama yang banyak dipolitisir pengololaannya dan
juga pada era orde baru dimana sektor publik di tempatkan seagai agent of
development bikanya seagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim
yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berasis good governence.
Diterapkannya good governence di indonesia tidak hanya membawa
dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu
membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan
lahirnya good corporate governance. Dengan landasan yang kuat diharapkan
akan membawa bangsa indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan
amanah (Anonim, 2017a).

163
Adapun asas-asas Good Governance adalah sebagai berikut (Anonim,
2019):
1. Asas Kepastian Hukum
Asas dalam suatu negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan
NegaraMenjadi salah satu landasan keteraturan, keserasian,
keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara.
3. Asas Kepentingan Umum
Asas yang bisa mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif. Maksudnya asas ini menghendaki
pemerintah harus mengutamakan kepentingan umum terlebih dahulu.
4. Asas Keterbukaan
Asas yang dapat membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperolah informasi yang benar , jujur dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas Proporsoionalitas
Asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara.
6. Asas Profesionalitas
Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas Akuntabilitas
Asas yang dapat menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
kegiatan penyelenggaraan negera harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
8. Asas Efisiensi
Penggunaan pada sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil
yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar
telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
9. Asas Efektivitas
Dalam pencapaian suatu tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan
yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan
pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan
sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditentukan.
164
B. Prinsip-Prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-
prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak
ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila
ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance.
Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai
satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini (Anonim, 2017b):
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk
menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi
masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada,
pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat
dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi
pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat
secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat
adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda
pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara
partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu
sektoral.

2. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)


Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-
perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan
hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good
governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan
rule of law dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut:
Supremasi hukum (the supremacy of law), Kepastian hukum (legal
certainty), Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten
dan non-diskriminatif, Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus
adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya
hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

165
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi
dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses
pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses
oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia
harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga
bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat
yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

4. Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha


Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus
berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks
praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai
tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good governance
dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya.
Pelaksanaan good governance secara benar dan konsisten bagi dunia
usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang
seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia.
Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen mendasar
dari konsep CSR (Corporate Social Responsibility) yang dimiliki oleh
perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian
masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek
good governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk
operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal
maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional
perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan
eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan
stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik.

5. Berorientasi pada Konsensus (Consensus)


Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui
proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan
tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar
166
pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama,
sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive power) bagi
semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan
tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks
pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah
persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada
rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan secara partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan
kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik
menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik
bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus
dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6. Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi
adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah
perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan
layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah
perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui
brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal.
Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara
mendapatkan informasi.

7. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)


Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas,
pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria
efektif dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria
efektif biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat
menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai
kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien,
maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-
perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan
disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional
tersebut, maka harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan
dengan mudah, karena program-program itu menjadi bagian dari
167
kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga
membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan
menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik
terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor
swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik
kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu
dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan
yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun
mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen
pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan
kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan
sanksi yang jelas dan tegas.

9. Visi Strategis (Strategic Vision)


Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat
memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan
yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja
yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu
mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas
kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif
tersebut.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip-prinsip


kepemerintahan yang baik terdiri dari :
1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara
pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat,
tepat dengan biaya yang terjangkau.
2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan
dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.

168
3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah
dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup
prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses,
kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan
disiplin.
5. Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk
mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat
baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara
optimal dan bertanggung jawab.
7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat,
mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak
tanpa pengecualian.

C. Urgensi Good Governance


Salah satu isu reformasi yang diwacanakan adalah Good Governance.
Istilah Good Governance secara berangsur menjadi popular baik dikalangan
pemerintah swasta maupun masyarakat secara umum. Di Indonesia, istilah ini
secara umum diterjemahkan dengan pemerintahan yang baik. Meskipun ada
beberapa kalangan yang konsisten menggunakan istilah aslinya karena
memandang luasnya dimensi Governance yang tidak bisa direduksi hanya
menjadi pemeritah semata.
Wacana Good Governance mendapat relevansinya di Indonesia dalam
pandangan masyarakat Transparansi Indonesia paling tidak dengan tiga sebab
utama: pertama, krisis ekonomi dan politik yang masih terus menerus dan
belum ada tanda-tanda akan berakhir; kedua, masih banyaknya korupsi dan
berbagai bentuk penyimpangan dalam penyelenggaraan negara; ketiga,
kebijakan otonomi daerah yang merupakan harapan besar bagi proses
demokratisasida sekaligus kekhawatiran dan kegagalan program tersebut,
alasan lain adalah masih belum optimalnya pengamanan birokrasi pemerintah
dan juga sektor swasta dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik.
Good Governance sebagai sebuah paradigma dapat terwujud bila
ketiga pilar pendukunganya dpat berfungsi secara baik yaitu negara, sektor
swasta, dan masyarakat madani (civil society). Negara dengan birokrasi
169
pemerintahannya dituntut untuk berubah pola pelayanan dari birokrasi elitis
menjadi birokrasi populis. Sektor swasta menjadi sumber daya diluar negara
dan birokrasi pemerintahan pun harus memberikan kontribusi dalam
pengusahaan pengelolaan sumber daya tersebut. Penerapan cita Good
governance pada akhirnya mensyaratkan organisasi kemasyarakatan sebagai
sumner kekuatan penyeimbangan negara (Alfiarah, 2015).
Pada era sekarang ini Indonesia terasa sangat perlu untuk menerapkan
konsep-konsep Good Government dalam segala aspek kepemerintahannya.
Menurut Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang melakukan survey pada
peringatan satu tahun pemerintahan presiden SBY disebutkan bahwa
pemerintahan SBY menghasilkan dua rapor biru dan empat rapor merah.
Empat angka merah itu diberikan untu kinerja hubungan internasional,
kinerja ekonomi, kinerja hukum dan kinerja politik. Kinerja pemerintahan
SBY dalam hubungan internasional dinilai sangat buruk karena konflik antara
Indonesia-Malaysia yang penanganannya sangat buruk. Sedangkan dua angka
biru didapat dalam bidang keamanan dan sosial, bidang keamanan contohnya
penyelesaian konflik di Aceh, sedangkan dalam bidang sosial tanggap dalam
menghadapi bencana.
Dengan fakta survey tersebut Good Governance seyogyanya
diterapkan di negara Indonesia ini supaya cita-cita bangsa Indonesia menjadi
negara yang makmur segera terwujud. Good Governance itu harus didukung
oleh semua lembaga yang menyusun governance itu sendiri.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan arti penting atau
keurgensian dari Good Government di Indonesia yaitu (Resni, 2014):
a. Memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Masih banyaknya
korupsi dan penyimpangan dalam penyelenggaraan negara di
Indonesia memicu munculnya informasi dengan salah satu isu
reformasi yang fundamental yaitu recovery economy dari unsur KKN
dengan cara menjalankan Good Government di Indonesia.
b. Memperbaiki system pemerintahan atau tata kenegaraan yang selama
ini bobrok dan digerogoti unsur KKN, sehingga terwujud suatu
pemerintahan yang bersih yang sesuai dengan keinginan warga negara
Indonesia.
c. Pelayanan publik, salah satu tugas pokok pemerintahan adalah
memberikan layanan publik seperti pelayanan jasa kepada masyarakat.
Pelayanan publik ini tidak hanya ditekankan kepada pemerintah, tetapi

170
juga kepada sektor swasta guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan
masyarakat.
d. Pelaksanaan otonomi daerah, kebijakan otonomi daerah merupakan
harapan besar bagi proses demokrasi dan sekaligus kekhawatiran akan
kegagalan program tersebut. Alasan lain adalah masih belum
optimalnya pelayanan birokrasi pemerintahan dan juga sektor swasta
dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik. Ini menjadi salah
satu sebab utama mengapa Good Government mendapat relevansinya
di Indonesia.
e. Perwujudan nilai demokrasi. Negara Indonesia menganut paham
demokrasi Pancasila sebagai falsafah hidup bernegara. Good
Government mampu merefleksikan nilai-nilai demokrasi karena dalam
konsep Good Government pada dasarnya menekankan kesetaraan
antara lembaga-lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah
sektor swasta dan masyarakat madani.
f. Terselenggaranya Good Government merupakan prasyarat utama
mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita
bangsa dan negara.
Pengelolaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang dirumuskan
bersama oleh pemerintah dan komponen masyarakat.

D. Implementasi Good Governance di Indonesia


Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai
keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan
masyarakat sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan
dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah
adanya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum,
efektifitas dan efisiensi, dan keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh
pemerintah harus transparan, efektif dan efisien, serta mampu menjawab
ketentuan dasar keadilan. Sebagai bentuk penyelenggaraan negara yang baik
maka harus keterlibatan masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan
keputusan.
Konsep good governance dapat diartikan menjadi acuan untuk proses dan
struktur hubungan politik dan sosial ekonomi yang baik. Human interest adalah
faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik buruknya dan tercapai atau
tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik. Sudah menjadi bagian

171
hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia memiliki kepentingan.
Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau kepentingan masyarakat
nasional bahkan internasional. Dalam rangka mewujudkan setiap kepentingan
tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga dalam merealisasikan apa yang
namanya “good governance” benturan kepentingan selalu lawan utama.
Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar individu dan kelompok yang
membuat sulit tercapainya kata “sepakat”. Good governance pada dasarnya
adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan
pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai
suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor
swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara. Negara
berperan memberikan pelayanan demi kesejahteraan rakyat dengan sistem
peradilan yang baik dan sistem pemerintahan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik. Merujuk pada 3 (tiga) pilar
pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan ekonomi, lingkungan, dan
pembangunan manusia. Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu
pihak pemerintah (penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha
(penggerak ekonomi), dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya).
Ketiga pihak tersebut saling berperan dan mempengaruhi dalam
penyelenggaraan negara yang baik. Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak
tersebut menjadi jawaban besar. Namun dengan keadaan Indonesia saat ini
masih sulit untuk bisa terjadi.
Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah
atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki,
yang berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Effendi,
2005):
1. Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para
pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun
ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
2. Kondisi Politik dalam Negeri
Jangan menganggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang
dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep
politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai
persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
3. Kondisi Ekonomi Masyarakat
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak
teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
4. Kondisi Sosial Masyarakat

172
Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan
berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good
governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang
efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika
masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak
timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme
kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa
ditegakkan.
5. Sistem Hukum
Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan
negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good
governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar
terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good
governanance tidak akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum
yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi
hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good
governance.

Mencari orang yang jujur dan memilik integritas tinggi sama halnya
dengan mencari jarum dalam tumpukan jerami. Memilih aparatur atau pelaku
pemerintahan yang unggul akan berpengaruh baik dengan penyelenggaraan
negara. Korupsi yang masih tetap eksis sampai saat ini adalah salahsatu faktor
yang mempersulit dicapainya good governance. Pemberantasan Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi agenda wajib yang tidak pernah lelah
untuk dilakukan. Inilah satu hal yang tidak boleh dilewatkan untuk mencapai
pemerintahan yang baik.
Mencegah (preventif) dan menanggulangi (represif) adalah dua upaya
yang dilakukan. Pencegahan dilakukan dengan memberi jaminan hukum bagi
perwujudan pemerintahan terbuka (open government). Jaminan kepada hak
publik seperti hak mengamati perilaku pejabat, hak memperoleh akses
informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hak
mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara memadai.
Jaminan yang diberikan jika memang benar-benar bisa disosialisasikan dengan
baik kepada masyarakat (Koesnadi, 2003).

173
DAFTAR PUSTAKA
Agustinalestari, N. (2018) Pengertian Good Governance. Available at:
https://www.kompasiana.com/nindaagustinalestari/5c0964aeaeebe13e8001c3
67/pengertian-good-governance#.
Alfiarah (2015) ‘Good Governance’. Available at:
https://alfiarahmistai27.blogspot.com/2015/05/makalah-pkn-good-
governance.html.
Anita (2017) Definisi Good Governance. Available at:
https://www.daftarinformasi.com/pengertian-good-governance/.
Anonim (2017a) good governance. Available at:
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-prinsip-dan-penerapan-
good-governance-di-indonesia-99.
Anonim (2017b) Prinsip Good Governance. Available at:
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-prinsip-dan-penerapan-
good-governance-di-indonesia-99.
Anonim (2019) Asas asas Good Governance. Available at:
https://seputarilmu.com/2019/10/good-governance.html.
Effendi, S. (2005) ‘Membangun Budaya Birokrasi Untuk Good Governance’,
Makalah Seminar Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi Diselenggarakan
Kantor Menteri Negara PAN 22 September 2005.
Koesnadi, H. (2003) ‘Good Governance Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Di Indonesia’, Makalah Untuk Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke
VIII di Bali, tanggal 15 Juli 2003.
Resni, A. (2014) ‘Urgensi Good Governance’. Available at:
https://www.academia.edu/6869198/MAKALAH_GOOD_GOVERNANCE_
Disusun_untuk_memenuhi_salah_satu_tugas_mata_kuliah_KEWARGANEG
ARAAN.
Wikipedia (2017) Pengertian Good Governance. Available at:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_laksana_pemerintahan_yang_baik.

174
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Moto No. HP
1.

Siti Fauzah Tunduk sedikit


Rosadah untuk banyak 081394820634
bersyukur

2.

Menuju tak
Sri Wahyuni terbatas dan 089668103004
melampauinya

3.

Nikmatilah
kehidupan dengan
Tiara Fadilah terus mengasah 089635530720
jangan habiskan
waktu dengan terus
berkeluh kesah

4.

Yusuf Terus Melangkah 085695554187


Alfiansyah

175
BAB XI
MASYARAKAT MADANI
KELOMPOK 11
KELAS B

No Nama NIM No Nama NIM


1. Nanda Ilfa N 1199220060 3. Riska Nurul A 1199220074
2. Rahmad Awaludin 1199220066 4. Salsabilaa F Z 1199220078
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masyarakat Madani
B. Sejarah dan Perkembangan Masyarakat Madani
C. Karakteristik Masyarakat Madani
D. Pilar Penegak Masyarakat Madani
E. Masyarakat Madani dan Demokrasi

SCOR BOOK
81 GOOD

DESKRIPSI
PEMBAHASAN

E. Pengertian Masyarakat Madani


Untuk pertama kali istilah masyarakat madani dimunculkan oleh
Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaysia. Menurut Anwar
Ibrahim, sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo, masyarakat madani
merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan
masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang
berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.
Ibrahim juga menyebutkan definisi negatif dengan melukiskan keadaan
manusia yang bertentangan dengan ciri-ciri masyarakat madani.
Menurut Anwar Ibrahim, masyarakat madani mempunyai ciri-cirinya
yang khas: kemajemukan budaya (multicultural), hubungan timbal balik
(reprocity), dan sikap saling memahami dan menghargai. Lebih lanjut
Anwar Ibrahim menegaskan bahwa karakter masyarakat madani ini
merupakan “guilding ideas”, meminjam istilah Malik Bennabi, dalam
melaksanakan ide-ide yang mendasari masyarakat madani, yaitu prinsip
moral, keadilan, keseksamaan, musyawarah, dan demokrasi.

176
Sejalan dengan gagasan Anwar Ibrahim, Dawam Rahardjo
mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban
yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dalam
nasyarakat madani, warga negara bekerja sama membangun ikatan sosial,
jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-negara.
Selanjutnya Dawam menjelaskan, dasar utama dari masyarakat madani
adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman
hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang
menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan ide-ide di atas, menurut Azyumardi Azra, masyarakat
madani lebih dari sekedar gerakan pro-demokrasi, karena ia juga mengacu
pada pembentukan masyarakat berkualitas dan bertamadun (civility).
Sejalan dengan pandangan di atas, Nurcholis Madjid menegaskan bahwa
makna masyarakat madani berakar dari kata “civility” yang mengandung
makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima pelbagai
macam pandangan politik dan tingkah laku sosial. (Ubaedillah, 2006)
Adapun definisi masyarakat madani menurut para ahli adalah sebagai
berikut.
1. Patrick
Patrick mengungkapkan bahwa istilah civil society atau masyarakat
madani lebihberkaitan dengan hubungan atau interaksi sosial yang
tidak dicampuri oleh negara atau sering disebut dengan istilah
intervensi.
2. Mohammad A.S Hikam
Pendapat selanjutnya yaitu Menurut Mohammad A.S Hikam yang
menyatakan bahwa istilah civil societymelingkupi segala hal yang
berkaitan dengan kehidupan sosial yang terorganisasi secara terbuka.
Ciri utama masyarakatnya yaitu adanya kesukarelaan, keterikatan
dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku, kemandirian yang tinggi,
dan saling toleransi.
3. Larry Diamond
Menjelaskan bahwa istilah civil society lebih berkaitan dengan
kehidupan sosial yang terbuka, sukarela dan saling toleransi antara
warga disetiap negara. Menurut Larry Diamond yang bisa dikatakan
civil society atau masyarkat madani adalah lembaga atau organisasi
yang bergerak dalam produksi atau penyebaran ide atau berita
sertaberkaitan dengan aktivitas publik. (Yusron, 2019)
4. Pengertian Masyarakat Madani menurut Han Sung Joo
Masyarakat madani adalah sebuah kerangka hukum yang melindungi
dan menjamin hakhak dasar individu, perkumpulan sukarela yang
terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasi
isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri
177
dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma dan
budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada
akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
5. Pengertian Masyarakat Madani menurut Nurcholish Madjid
Masyarakat madani adalah suatu tatanan kemasyarakatan yang
mengedepankan toleransi, demokrasi, dan berkeadaban serta
menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan). (Anonim, 2019)

F. Sejarah dan Perkembangan Masyarakat Madani


Seperti yang telah ditulis sebelumnya pada pengertian civil society atau
masyarakat madani, bahwa wacana civil society merupakan konsep yang
berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang
mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju
kehidupan masyarakat industri kapitalis. Konsep ini pertama kali lahir
sejak zaman Yunani kuno. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka
perkembangan wacana civil society dapat di runtut dari masa Aristoteles.
Pada masa ini (Aristoteles, 384-322 SM) Civil Society dipahami sebagai
sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinoniah politike, yakni
sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam
berbagai percaturan ekonom-politik dan pengambian keputusan. Istilah ini
juga dipergunakan untuk menggambarkan suatu masyarakat politik dan
etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan
hukum.
Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-43
SM) dengan istilah Societies Civilies, yaitu sebuah komunitas yang
mendominasi komunitas yang lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero
ini lebih menekankan konsep negara kota (City State), yaitu untuk
menggambarkan kerajaan, kota, dan bentuk korporasi lainnya, sebagai
kesatuan yang terorganisasi. Konsep ini dikembangkan pula oleh Thomas
Hobbes (1588-1679 M) dan Jhone Locke (1632-1704 M). Selanjutnya di
Prancis muncul John Jack Rousseau, yang tekenal dengan bukunya The
Social Contract (1762). Dalam buku tersebut J.J. Rousseau berbicara
tentang pemikiran otoritas rakyat, dan perjanjian politik yang harus
dilaksanakan antara manusia dan kekuasaan.
Pada tahun 1767, wacana civil society ini di kembangkan oleh Adam
Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan politik Scotlandia.
Ferguson menekankan civil society pada sebuah visi etis dalam kehidupan
bermasyarakat. Pemahaman ini digunakan untuk mengantisipasi peruahan
sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitlisme
serta mencoloknya perbedaan antar publik dan individu. Karena dengan
konsep ini sikap solidaritas, saling menyayangi serta sikap saling
mepercayai akan muncul antar warga negara secara alamiah.
178
Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana sivil society yang
memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelunya. Konsep ini
dimunculkan oleh Thomas Paine yang menggunakan istilah sivil society
sebagai kelompok masyarakat yang memilikiposisi secara diametral
dengan negara, bahkan dianggapnya sebagai antitesis dari negara. Dengan
demikian, maka civil society menurut Paine ini adalah ruang dimana warga
dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan
kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
Perkembangan civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F
Hegel (1770-1831 M), Karl Mark (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci
(1891-1837 M). Wacana civil society yang dikembangkan oleh ketiga
tokoh ini menekankan pada civil society sebagai elemen idologi kelas
dominan. Pemahaman ini lebih merupakan sebuah reaksi dari model
pemahaman yang dilakukan oleh paine (yang menganggap civil society
sebagai bagian terpisah dari negara).
Periode berikutnya, wacana civil society dikembangkan oleh Alexis de
‘Tocqueville (1805-1859 M) yang berdasarkan pengalaman demokrasi
Amerika, dengan mengembangkan teori civil society sebagai intitas
penyembangan kekuatan. Bagi de ‘Tocqueville, kekuatan politik dan civil
societylah yang menjadikan demokrasi di Amerika mempunyai daya tahan.
Dengan terwujudnya pluralitas, kemandirian dan kapasitas politik di dalam
civil society, maka warga negara akan mampu mengimbangi dan
mengontrol kekuatan negara. (Sanaky, 2003)
Di Indonesia, masyarakat madani sebagai terjemahan dari civil society
diperkenalkan pertama kali oleh Anwar Ibrahim (ketika itu Menteri
Keuangan dan Timbalan Perdana Menteri Malaysia) dalam ceramah
Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada Festival Istiqlal, 26
September 1995 Jakarta. Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab
mujtama’ madani, yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib Attas, seorang
ahli sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia, pendiri ISTAC. Kata
“madani” berarti civil atau civilized (beradab). Madani berarti juga
peradaban, sebagaimana kata Arab lainnya seperti hadlari, tsaqafi atau
tamaddun. Konsep madani bagi orang Arab memang mengacu pada hal-
hal yang ideal dalam kehidupan.Konsep masyarakat madani bersifat
universal dan memerlukan adaptasi untuk diwujudkan di Negara Indonesia
mengingat dasar konsep masyarakatmadani yang tidak memiliki latar
belakang yang sama dengan keadaan sosial-budaya masyarakat Indonesia.
Konsep Masyarakat Madani sangat baru dikalangan masyarakat
Indonesia sehingga memerlukan proses dalam pengembangannya. Hal ini
bukan merupakan hal yang mudah, oleh karena itu diperlukan langkah-
langkah yang efektif, sistematis, serta kontinyu sehingga dapat merubah
paradigma dan pemikiran masyarakat Indonesia. (Huwaydi, 1996)
179
III. Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani (civil society) dicirikan dengan masyarakat
terbuka, bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, kritis dan
berpatisipasi aktif serta egaliter. Pada dasarnya masyarakat madani
berkaitan dengan peradaban universal. Samuel P. Huntington, menggaris
bawahi bahwa istilah peradaban universal mengandung beberapa
pengertian yaitu:
Pertama, kehidupan manusia dalam pelbagai masyarakat memiliki
landasan-landasan nilai tertentu, seperti pembunuhan adalah suatu,
kejahatan dan landasan-landasan kelembagaan-kelembagaan tertentu,
seperti aneka bentuk kekerabatan. Sebagian besar orang dalam pelbagai
masyarakat memiliki kesadaran moral yang hampir sama, konsep-konsep
dasar moralitas yang tidak jauh berbeda, tentang apa yang benar dan yang
salah. Inilah salah satu makna peradaban universal.
Kedua, term peradaban universal dapat digunakan untuk menunjuk
pada masyarakat-masyarakat yang telah berperadaban, seperti masyarakat-
masyarakat yang hidup menetap di perkotaan dan telah memiliki
kemampuan baca tulis, yang dibedakan dari masyarakat-masyarakat yang
masih primitif dan barbarian. Pandangan-pandangan lain yang
mengabaikan keberadaan masyarakat primitif.
Ketiga, term peradaban universal menunjuk pada pelbagai asumsi,
nilai-nilai, dan doktrin-doktrin yang akhir-akhir ini dijalankan oleh
sebagian besar orang barat dan sebagian orang-orang non-barat. Inilah
barangkali yang disebut Davos Culture: setiap tahunnya sekitar seribu
usahawan, bankir, pegawai pemerintahan, kaum intelektual, dan para
jurnalis dari pelbagai penjuru dunia bertemu dalam Forum Ekonomi Dunia
di Davos Swiss. Mereka pada umumnya berpegang pada individualisme,
ekonomi pasar, dan demokrasi, yang juga merupakan bagian tak
terpisahkan dari peradaban barat. Orang-orang Davos memegang kendali
seluruh lembaga internasional, dunia pemerintahan, kapabilitas-kapabilitas
dunia ekonomi, dan militer. Karenanya, Davos Culture memiliki peran
yang sangat penting.
Keempat, ide yang dikembangkan adalah bentuk-bentuk (budaya) barat
dan kebudayaan populer dari seluruh dunia yang kemudian menciptakan
sebuah peradaban universal. Argumen ini tidak begitu berarti dan juga
tidak relevan. Jalur-jalur budaya telah membentang dari satu peradaban ke
peradaban lain disepanjang (alur) sejarah. Inovasi-inovasi yang dilakukan
oleh suatu peradaban, secara beruntun diambil alih oleh peradaban-
peradaban lain. Pada abad XIX, misalnya, kebudayaan Barat menjadi
populer di China dan India karena merefleksikan kekuatan Barat. Di Timur
Tengah, sebagian anak besar anak muda lebih suka mengenakan jeans,
180
minum Coke, mendengarkan musik rap, dan mereka condong ke Amerika.
Sebaliknya, orang-orang Amerika banyak membeli mobil-mobil Jepang,
TV, kamera, dan peralatan elektronik lainnya dengan merek Jepang, dan
bersamaan dengan itu, mereka memiliki sikap yang antagonistik terhadap
Jepang.
Pada akhir abad XX budaya masyarakat berubah secara drastis, dari
masyarakat agamis menjadi sekular dan pluralis. Dengan perubahan
budaya itu, kita menyaksikan pergantian paradigma lama orang kita-orang
lama ke paradigma baru martabat manusia universal. Ada ironi ganda
dalam perubahan paradigma ini yaitu:
Pertama, perubahan itu diperjuangkan terutama oleh aliran-aliran dan
ideologi-ideologi di luar agama, bahkan sering melawa resistensi agama-
agama, padahal paradigma martabat manusia universal justru disediakan
oleh agama-agama universal.
Kedua, sekarang ideologi-ideologi itu sudah semakin mundur dari
panggung budaya manusia global. Sedangkan agama-agama, meskipun
dalam posisi yang berbeda, tetap mempertahankan diri.
Pada dasarnya, cita-cita kemanusiaan universal secara potensial sudah
termuat dalam agama-agama besar. Bahkan dapat dikatakan bahwa agama-
agama itulah yang membuka wawasan martabat ‘manusia’ sebagai
‘manusia’, dan bukan hanya sebagai warga suku, kelompok, atau kelas
sosial tertentu saja. Agama-agama besar berbicara tentang manusia sebagai
manusia apabila mereka berbicara tentang Yang Ilahi. Secara historis, cita-
cita kemanusiaan universal baru berkembang sesudah keutuhan
masyarakat agamis abad pertengahan membuka diri pada humanisme.
(Ghazali, 2014)
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu masyarakat
bisa dinyatakan sebagi masyarakat madani manakalah di dalamnya
terdapat ciri-ciri yang harus melekat pada masyarakat madani itu sendiri,
yakni:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif
kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang
mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-
kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh
negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
4. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh
negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.

181
5. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan
tidak mementingkan diri sendiri.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan
tidak mementingkan diri sendiri. (Agung, 2011)

G. Pilar Penegak Masyarakat Madani


Pilar yang dimaksud adalah lembaga-lembaga atau institusi-institusi
penegak yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi
mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu
memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam civil society,
pilar-pilar tersebut menjadi pra-syarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan
social society.
Pilar civil society yang pertama, gerakan mahasiswa. Menurut M Alfan
Alfian M, merupakan fenomena yang layak dicermati karena posisinya
yang relative independen dan lebih cenderung masih dominan
menampakkan idealismenya. Gerakan mahasiswa memiliki posisi
istimewa dengan berada di tengah-tengah masyarakat pada umumnya.
Kondisi lingkungan social sekitarnya, menuntut mahasiswa memberikan
respon konstruktif, karena mahasiswa diasumsikan masih memiliki
idealisme yang murni, mereka diharapkan lebih bisa tampil objektif dalam
menyuarakan suara-suara moralnya.
Karakteristik yang melekat pada gerakan mahasiswa, yakni:
1. Bukan sebuah entitas yang homogen tetapi heterogen. Fragmentasi
gerakan mahasiswa hingga kini masih terasa. Perbedaan corak
ideologis masih demikian terlihat untuk diletakan pada masing-masing
kelompok gerakan. Namun, demikian mereka dengan cepat dapat
dipersatukan oleh isu-isu bersama yang menjadi “common
denominator”, yakni demokrasi dan konsistensi penegakan reformasi.
2. Gerakan mahasiswa kontemporer tampak tidak dapat lepas dari
interaksinya dengan kalangan LSM, partai politik, tokoh-tokoh ormsas,
dan kalangan “interest group” lain, sehingga dalam melancarkan
gerakannya mahasiswa kerap dicurigai telah dimanfaatkan oleh pihak-
pihah diluar dirinya. Kecurigaan tersebut bahkan tidak saja dituduhkan
oleh kelompok-kelompok non mahasiswa, tetapi bahkan antar
mahasiswa sendiri. Kondisi psikologis yang saling mencurigai satu
sama lain seperti ini jelas dapat mempersulit bersatunya gerakan
mahasiswa secara komprehensif, tertata, dan efektif.
3. Mahasiswa Indonesia masih amat terjebak pada kubangan persoalan-
persoalan klasik internal, dalam banyak hal juga eksklusifitas,
disamping kurang dapat melakukan proses olah data secara optimal
182
dalam menghadapai banyak isu. Pilihan wacana aksi mahasiswa masih
kerap bukan wacana-wacana strategis jangka panjang, namun sekedar
berdimensi kekinian dan jangka pendek. Namun terlepas dari semua
itu, harapan masih besar ditimpakan pada mahasiswa, sebagai kekuatan
civil society yang tetap kritis.

Kedua, Lembaga Sumberdaya Manusia (LSM) sebagai pilar civil


society di Indonesia. Dalam kajian Tim ICCE UIN Jakarta, LSM diartikan
sebagai institusi yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas
esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan masyarakat yang tertindas. LSM dalam kkonteks civil society
juga bertugas menyelenggarakan empowering (pemberdayaan) kepada
masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari,
seperti advokasi, pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan
masyarakat. Kaitannya LSM dengan civil society yaitu mereka melakukan
proses penguatan dan pemberdayaan masyarakat, sehingga posisinya tidak
sepenuhnya bergantung pada Negara. Bahkan sebaliknya, bisa
melancarkan kritik dan masukan kepada Negara secara leluasa tanpa takut
akan tekanan-tekanan yang dilancarkan Negara.
Kemandirian masyarakat dalam masyarakat, antara lain
disimbolisasikan lewat eksistensi LSM, merupakan salah satu prasyarat
terwujudnya civil society. Tanpa adanya kemandirian baik dari sisi sosial-
ekonomi atau sosial-politik, tampaknya sulit untuk mewujudkan kehadiran
civil society. Sebab itulah independensi demikian penting terutama saat
berhadapan dengan Negara.
Dalam konteks LSM Indonesia, Fakih mencirikannya kedalam tiga
kelompok (1) konformismie-paradigma bantuan karitatif; (2) reformis
tumbuh dari pertisipasi rakyat dan anti-korupsi; (3) transformative. Fakih
juga menyebutkan empat pembahasan penting penting di seputar
permasalahan yang dihadapi LSM Indonesia: (1) LSM versus
developmentalism; (2) posisi structural LSM dalam Negara; (3) gerakan
rakyat versus sebagai konsultan pembangunan; (4) hemogeni dari lembaga
dana.
Salah satu keterbatasan kalangan LSM, temasuk LSM pro-demokrasi
ialah terkait dengan anggaran dana mereka. Karena LSM merupakan
organisasi non-profit, bisa dipastikan sebagian besar dananya diperoleh
dari para penyokongnya (funding). Maka saat fuding menarik dananya,
LSM akan kesulitan.
Dan ketiga, pers sebagai pilar civil society, merupakan institusi yang
penting karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian
dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan
berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya.
183
Hal tersebut pada gilirannya mengarah pada adanya indepedensi pers serta
mampu menyajikan berita atau informasi secara objektif dan transparan.
Terdapat paradigma umum yang sebenarnya dapat menjebak dan
membajak konsistensi gerakan pilar-pilar cicil society diatas yaitu
paradigm state-centrism atau state-corporation. Ciri-ciri dari paradigma ini
adalah:
1. Kekuatan-kekuatan masyarakat berada dalam control ketat Negara.
2. Agenda-agenda aktivitas yang dilakukan harus seizing Negara, dan
dengan demikian intervensi Negara amat tinggi.
3. Daya kritis yang diperlemah dengan slogan-slogan harmonisasi
pembangunan.
4. Berkembang pola patron-klien (patronase), dimana kekuatan-kekuatan
masyarakat ialah klien dari (kepentingan politik) Negara, akibatnya
budaya feodalisme politik makin mengental.
5. Kekuatan-kekuatan masyarakat dipandang sebagai objek perubahan
sosial dan pembangunan, actor yang utama ialah Negara-kini jelas tidak
menguntungkan.

Ciri-ciri paradigma diatas sangat bertentangan dengan ciri-ciri paradigma


civil society yang sesungguhnya, yaitu:
1. Kekuatan-kekuatan masyarakat berada di wilayah yang mandiri di luar
Negara
2. Mengedepankan prakarsa-prakarsa independen tanpa diintervensi oleh
Negara
3. Daya kritis semakin menguat seiring dengan semakin pentingnya
kebutuhan akan transparansi dan urgensi peran dalam memajukan
kepentingan public
4. Depatronisasi dan defeodalisme politik, lebih mengutamakan
kemandirian, independensi dan penyadaran/pencerahaan hak-hak dan
kewajiban masyarakat
5. Kekuatan-kekuatan masyarakat harus dipandang sebagai subyek
perubahan sosial dan pembangunan, actor utama bukan hanya Negara
tapi juga civil society dan market place (pasar). (Sofhian, 2012)

E. Masyarakat Madani dan Demokrasi


1. Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga
negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat
mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara
berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam
perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi
mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan
184
adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi
juga merupakan seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan
beserta praktik dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna
penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Di samping kata demokrasi, dikenal juga istilah demokratisasi.
Demokratisasi adalah penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip
demokrasi pada setiap kegiatan politik. Tujuannya adalah terbentuknya
kehidupan politik yang bercirikan demokrasi. Demokratisasi merujuk
pada sistem pemerintahan yang lebih demokratis. keselamatan umat
manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan
pengembangan. Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh
pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam masyarakat yang
majemuk, yakni masyarakat yang tidak menolitik. Kelima, keadilan
sosial merupakan keadilan yang menyebutkan kesimbangan dan
pembagian yang proposional terhadap hak dan kewajiban setiap warga
negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Nurcholis mengatakan bahwa tantangan masa depan demokrasi di
negera Indonesia ini adalah bagaimana mendorong berlangsungnya
proses proses yang diperlukan untuk mewujudkan nilai-nilai madani.
Dalam kaitan ini dengan mengutip beberapa sumber kontemporer
Nurcholis mewujudkan beberapa titik penting pandangan demokratis
yang harus menjadi pandangan hidup bagi masyarakat yang ingin
mewujudkan cita-cita demokrasi dalam wadah yang disebut masyarakat
madani, civil society. Pandangan–pandangan tersebut diringkas sebagai
berikut.
a. Pentingnya Kesadaran kemajuan atau pluralism
b. Berpegang teguh pada prinsip musawarah.
c. Menghindari bentuk–bentuk monolitisme dan absolutisme
kekuasaan.
d. Cara harus sesuai dengan tujuan sebagai lewan dan tujuan
mengahalalkan segala cara.
e. Meyakini dengan tulus bahwa kemufakatan merupakan hasil akhir
musyawarah.
f. Memiliki perencanaan yang matang dalam memenuhi basic needs
yang sesuai dengan cara–cara demokratis.
g. Kerjasama dan sikap antar warga masyarakat yang saling
mempercayai iikad baik masing–masing.
h. Pendidikan demokrasi yang lived ini dalam sistem pendidikan.
i. Demokrasi merupakan proses trial and error yang akan
menghantarkanh pada kedewasaan dan kematangan. Dengan
demikian, untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara
menuju peradaban baru Indonesia, negeri adil terbuka, maka
185
demokrasi tersebut harus dibangun dengan seefektif mungkin.
(Fitrianita, 2013)

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu


negara sebagaiupaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut. Hampir semua negara di dunia menyakini demokrasi sebagai
“tolak ukur tak terbantah dari ke absahan politik.” Keyakina bahwa
kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintah menjadi
basis bagi tegak kokohnya sistem politik demokrasi. Tidak ada negara
yang ingin dikatakan sebagai negara yang tidak demokratis atau negara
otoriter. Namun negara demokrasi yang sesungguhnya tergantung dari
masyarakat yang bisa hidup dengan madani.
Menurut Winarno (2011:97) ada beberapa tahapan demokratisasi yaitu:
a. Pergantian dari penguasa nondemokratis kepenguasa demokrasi;
b. Pembentukan lembaga-lembaga dan tertib politik demokrasi;
c. Konsolidasi demokrasi;
d. Praktik demokrasi sebagai budaya politik bernegara.

Demokrasi mempunyai nilai yang sangat penting bagi masyarakat yang


menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masarakat untuk
menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh sebab itu,
hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi selalu
memberikan posisi penting bagi rakyat kendatipun implikasinya di
berbagai negara tidak selalu sama. Ciri-ciri demokratisasi menurut
pendapat Rauf dalam Winrno memiliki ciri-ciri sebagai berikut yaitu:
a. Berlangsung secara evolusioner
Demokratisasi berlangsung dalam waktu yang lama. Berjalan
secara perlahan, bertahap, dan bagian demi bagian. Mengembangkan
nilai demokrasi dan membentuk lembaga-lembaga demokrasi tidak
dapat dilakukan secepat mungkin dan segera selesai.
b. Proses perubahan secara persuasif bukan koersif
Demokratisasi dilakukan bukan dengan cara paksaan,
kekerasan ataupun tekanan. Proses menuju demokrasi dilakukan
dengan musyawarah dengan melibatkan setiap warga negara.
Perbedaan pandangan diselesaikan dengan baik tanpa kekerasan.
Sikap pemaksaan, pembakaran, dan perusakan bukanlah cara-cara
yang demokratis.
c. Proses yang tidak pernah selesai
Demokratisasi merupakan proses yang berlangsung terus-
menerus. Demokrasi adalah suatu yang ideal yang tidak bisa tercapai.
Negara yang benar-benar demokrasi tidak ada, tetapi negara sedapat
186
mungkin mendekati kriteria demokrasi. Bahkan, suatu negara
demokrasi dapat jatuh menjadi otoriter. (Wikipedia, n.d.)

2. Bentuk-Bentuk Demokrasi
Formal demokrasi menunjuk pada demokrasi dalam arti system
pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi
di berbagai Negara. Dalam suatu Negara misalnya dapat diterapkan
demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial yaitu sistem yang
menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga
presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat, dalam
sistem ini kekuasaan eksekutif (kekuasaan menjalankan permintaan)
sepenuhnya berada di tangan presiden atau sistem parlementer yaitu sistem
yang menerapkan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan
eksekutif dan legeslatif. Kepala eksekutif (head of government) adalah
berada di tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala Negara (head of
state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di Negara Inggris atau ada
pula yang berada pada seorang presiden misalnya di India.
Berikut adalah bentuk-bentuk demokrasi yaitu:
a. Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa
manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu
dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar
fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
b. Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi satu partai lazimnya dilaksanakan di negara-negara
komunis. Kebebasan formal berdasalkan demokrasi liberal
menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat
dan akhirnya kapitalislah yang menguasai negara. (Andrisoesilo, 2014)

187
DAFTAR PUSTAKA

Agung. (2011). Pengertian dan Karakteristik Masyarakat Madani. Retrieved


from
https://www.google.com/amp/s/agungborn91.wordpress.com/2011/05/2
2/pengertian-dan-karakteristik-masyarakat-madani/amp/
Andrisoesilo. (2014). Masyarakat Madani dan Proses Demokratisasi.
Retrieved from https://andrisoesilo.blogspot.com/2014/06/masyarakat-
madani-dan-proses.html
Anonim. (2019). Pengertian Masyarakat Madani Menurut Para Ahli.
Retrieved from https://www.sridianti.com/pengertian-masyarakat-
madani-para-ahli.html
Fitrianita, A. (2013). Budaya Demokrasi dalam Masyarakat Madani.
Retrieved from
https://www.academia.edu/6564769/budaya_demokrasi_dalam_masyara
kat_madani
Ghazali, A. M. & A. M. (2014). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(Edisi ke-1). Bandung: Interes Media Foundation.
Huwaydi, F. (1996). Demokrasi Oposisi dan Masyarakat Madani. Bandung:
Penerbit Mizan.
Sanaky, H. (2003). Paradigma Pendidikan Islam Membangun Masyarakat
Madani Indonesia. Yogyakarta: Safira Insania Press.
Sofhian, S. dan A. S. G. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education). Bandung: Fokus Media.
Ubaedillah, A. dkk. (2006). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat
Madani (Edisi ke-2). Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Wikipedia. (n.d.). Demokrasi. Retrieved from
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
Yusron. (2019). Masyarakat Madani Menurut Ahli dan Islam. Retrieved from
https://belajargiat.id/definisi-masyarakat-madani/

188
PROFIL PENULIS

No. Nama Foto Moto No. HP


1. Nanda Ilfa N Man Jadda Wa 087772565522
Jadda.

2. Rahmad A A Takut pada tuhan, 082120088779


guru, dan
orangtua. Selain
itu sikat!

3. Riska Nurul A Love My Self 08997001735

189
4. Salsabilaa F Z Positif Thinking 081290035948
aja

BAB XII
OTONOMI DAERAH
KELOMPOK 12
EKONOMI SYARIAH II B
No Nama NIM No Nama NIM
1 Rizka Hiqmatul 1199220075 3 Sofiyani Nurul 1199220085
Badriah Azizah
2 Rohaeni 1199220076
PEMBAHASAN
A. Sub Tema 1 Istilah dan pengertian otonomi daerah
B. Sub Tema 2 Sentralisasi dan desentralisasi
C. Sub Tema 3 Visi otonomi daerah
D. Sub Tema 4 Model otonomi daerah
E. Sub Tema 5 Sejarah otonomi daerah
F. Sub Tema 6 Prinsip-prinsip otonomi daerah
G. Sub Tema 7 Otonomi daerah dan demokratisasi

SCOR BOOK
81 GOOD

DESKRIPSI
PEMBAHASAN

H. Istilah dan Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi secara sempit diartikan sebagai “mandiri”, serta dalam arti luas
adalah “berdaya”. Jadi otonomi daerah yang dimaksud disini adalah pemberian

190
kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri
atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
M. Turner dan Hulmen adalah tsranfer/pemindahan kewenangan utuk
menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada masyarakat dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah.
Shahid Javid Burki dan kawan kawan adalah proses pemindahan
kekuasaan politik,fiskal, dan administratif kepada unit dari pemerintah pusat
ke pemerintah. (Rachbini, 2006)
Ubedillah dalam Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani (2000), daerah
otonomi sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bheyamin Hoessein dalam Otonomi dan Pemerintahan Daerah: Tinjauan
Teoritis (1998), otonomi adalah tatanan ketatanegaraan yang berkaitan dengan
dasar-dasar negara dan susunan organisasi negara, yang mengandung makna
kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan bukan kemerdekaan.
Philip Mahwood dalam Local Goverment in th Third World (1983),
Otonomi adalah pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri
dimana keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diberikan oleh
pemerintah untuk mengalokasikan sumber material yang bersifat subtansial
mengenai fungsi yang berbeda.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), otonomi adalah
pemerintahan sendiri. KBBI menjelaskan otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Kamus Hukum dan Glosarium Otonomi Daerah, otonomi daerah
adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.(Putri, 2019)
Pengertian Otonomi Daerah adalah suatu kewenangan yang diberikan
kepada daerah tertentu sebagai daerah yang dapat mengatur sendiri aturan di
dalam daerahnya. Namun tetap berada dalam wilayah kekuasaan NKRI. Dalam
mengatur dan mengelola potensi daerahnya maka daerah yang diberikan
Otonomi Daerah itu bisa lebih leluasa dalam mengadakan berbagai peraturan
yang tentunya bisa lebih memajukan daerahnya tersebut.
Tentunya dengan diadakannya Otonomi Daerah, Negara memiliki tujuan
tersendiri. Salah satunya dengan adanya Otonomi Daerah diharapkan agar
terjadi pemerataan di daerah, sehingga dengan demikian daerah yang
mendapatkan Otonomi Daerah itu tentunya akan lebih bisa mengurus
pembangunan di daerahnya sendiri sehingga bisa lebih fokus dan maju.

191
Selain itu dengan adanya Otonomi Daerah diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik lagi pada masyarakat. Karena sebagai daerah yang
mendapatkan kewenangan sendiri maka tentunya daerah tersebut akan lebih
dapat melayani rakyatnya sendiri dengan lebih baik lagi.
Kemudian Otonomi Daerah itu bisa menjadi salah satu wujud dari
pengembangan demokrasi yang lebih baik, karena tentunya dengan adanya
Otonomi Daerah maka aspirasi rakyat bisa lebih terdengar karena secara
langsung bisa diutarakan kepada pemerintah daerahnya. yang memiliki
kewenangan untuk melaksanakan langsung aspirasi yang disampaikan oleh
masyarakat di daerah. Akhirnya pemberdayaan masyarakat pun bisa lebih
terlaksana dan rakyat pun lebih sejahtera. (Salamadian, 2018)
Jadi, otnomi daerah dapat diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggung
jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam pola pikir
demikian, otonomi daerah adalah suatu instrumen politik dan instrumen
admisnistrasi/manajemen yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber
daya lokal, sehingga dapat dimanfaatkan sebesar- besarnya untuk kemajuan
masyarakat di daerah, terutama menghadapi tantangan global, mendorong
pemberdayaan global, mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan
kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat dan mengembangkan
demokrasi. (Rachbini, 2006)

I. Sentralisasi dan Desentralisasi


Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara
adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan
masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titki perimbangan sumber
daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintah di
bawahnya. Dan tujusn “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara
terhadap masyarakat.
Di indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik
yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahawa desentrallisasi
merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru
dimana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang,
situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatau diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di indonesia. Jiwa
desentralisasi di indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat”
bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses
satu arah dengan tujuan pasti. Pertama-tama, kedua “sasi” itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan.

192
Selain proses politik yang sukar ditentikan, seharusnya ukuran yang paling sah
adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat. (Syahrudin, 2019)
Desentralisasi adalah pelimpahan kewewenang pemerintahan dan
tanggung jawab kepada pemerintah daerah otonomi untuk mengatur urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desntralisasi sebagaimana didefinisikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
adalah:
“Desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat yang berada di ibu kota negara baik melalui cara
dekonsentrasi, misalnya pendelegasian, kepada pejabat di bawahnya
maupun melalui pendelegasian kepada pemerintah atau perwakilan di
daerah.” (Ubaedillah & Rozak, 2016)
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab,
kewenangan dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatar belakanginya
adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih
dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh progran dan
pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan
meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan
kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai
oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonom.
Arti penting otonomi daerah-desentralisasi:
1. Untuk terciptanya efisien-efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
2. Sebagai sarana pendidikan politik
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karier politik lanjutan
4. Stabilitas politik
5. Kesetaraan politik
6. Akuntabilitas politik

J. Visi Otonomi Daerah


Visi atau pandangan otonomi daerah didasari oleh kepercayaan yang di
berikan pemerintah pusat melalui pemerintah daerah. Melalui pelaksanaan
otonomi daerah, pemerintah daerah dirangsang agar secara kreatif mampu
menemukan solusi untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi
daerah. Dengan diberlakukannya UU No. 32/2004, pemerintah dan masyarakat
daerah kini diberi wewenang untuk mengurus rumah tangganya sendiri secara
bertanggung jawab.
Pemerintah pusat kini tidak lagi mendominasi. Peran pemerintah pusat
hanya sebatas memantau, mengawasi, dan mengevaluasi. Oleh sebab itu,
didalam pelaksanaan otonomi daerah dibutuhkan terwujudnya kombinasi
antara kepemimpinan yang mantap dari pemerintah pusat dengan keleluasaan
berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah. Visi otonomi daerah sendiri
193
dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup, yakni politik,ekonomi,serta sosial
dan budaya.

1. Bidang Politik
Dalam bidang politik, otonomi daerah merupakan hasil dari kebijakan
desentralisasi dan demokratisasi. Otonomi daerah harus dipahami sebagai
proses untuk melahirkan kepala pemerintah daerah yang dipilih secara
demokratis serta mewujudkan pemerintah daerah yang tanggap terhadap
kepentingan masyarakan luas.
Selain itu,diupayakan juga adanya pengambilan kebijakan yang jelas dan
terbuka. Artinya,setiap kebijakan yang diambil harus jelas siapa yang
memprakasai,apa tujuannya,berapa biayanya ,siapa yang bertanggung jawab
jika kebijakan itu gagal. Lewat Otonomi daerah juga terbuka kesempatan untuk
membangun kesempatan untuk membangun susunan pemerintahan yang
sesuai dengan kebutuhan daerah.

2. Bidang Ekonomi
Otonomi daerah harus mampu mewujudkan terjaminnya dua hal. Pertama,
otonomi daerah harus mampu menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan
nasional bidang ekonomi didaerah. Kedua,otonomi daerah mampu menjamin
terbukanya peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kebijakan
bidang ekonomi lokal untuk memaksimalkan pendayagunaan potensi ekonomi
di daerah
Dengan terjaminnya kedua hal tesebut, otonomi daerah akan memungkinkan
lahirnya berbagai prakarsan pemerintah untuk mengupayakan mengupayakan
pembangunan ekonomi di daerah masing – masing dan dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat di daerah-daerah.

3. Bidang sosial dan Budaya


Dalam bidang sosial dan budaya, otonomi daerah harus diupayakan untuk
menciptakan harmoni kehidupan masyarakat di daerah serta terjaga kekhasan
dan keanekaragaman budaya daerah. Lewat kebijakan dalam bidang sosial dan
budaya,pemerintah daerah diharapkan mampu mengembangkan kehidupan
sosial dan budaya sesuai dengan nilai-nilai lokal di daerah masing-masing.
Melalui otonomi daerah akan dapat menciptakan kehidupan sosial dan budaya
yang kondusif di daerah sebagai bagian untuk menghadapi dinamika
kehidupan yang terus berkembang. (Zamroni, 2017)
Visi otonomi daerah juga dapat dirumuskan dalam emapat ruang lingkup
interaksinya yang utama yaitu:
1. Dari segi politik

194
Untuk mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun
masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan, dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
2. Dari segi pemerintahan
Untuk mencapai pemerintahan yang efisien.
3. Dari segi sosial
Menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika
kehidupan disekitarnya.
4. Dari segi ekonomi
Terbuka peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan
regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi
di daerahnya. (Ubaedillah & Rozak, 2016)

K. Model Otonomi Daerah


Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu (1)
deconcentration, (2) delegasion to semi-autonomus and parastatal agen-cies,
(3) devolution to local governments, dan (4) nongovernment institutions
(Teguh Yuwono, ed., 2001, h. 29-34). (Ubaedillah & Rozak, 2016)
1. Dekonsentrasi
Dekonsentrasi (deconsentration) merupakan pembagian kewenangan
dan tanggungjawab animistratif antara departemen pusat dengan pejabat
pusat dilapangan tanpa adanya penyerahan kewengan untuk mengambil
keputusan atau keleluasan untuk membuat keputusan. Jadi, dekonsentrasi
itu hanya berupa pergesaran vo-lume pekerjaan dari departemen pusat
kepada perwakilannya yang ada di daerah, tanpa adanya penyerahan
kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat
keputusan.
2. Delegasi
Merupakan pelimpahan keputusan dan kewenangan manajerial untuk
melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara
langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat. Organisasi
semacam ini pada dasarnya diberikan kewenangan semi independen untuk
melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya.
3. Devolusi
Merupakan transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan,
keuangan dan manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. Bentuk
devolusi mempunyai karakteristik: Pertama, unit pemerintahan lokal
bersifat otonom, mandiri, dan secara tegas terpisah dari tingkat-tingakat
pemerintahan. Pemerintah pusat tidak melakukan pengawasan langsung
terhadapnya. Kedua, unit pemrintahan lokal diakui mempunyai batas-batas
wilayah yang jelas dan legal, yang mempunyai wewenang untuk
melakukan tugas-tugas umum pemerintah Ketiga, unit pemerintah daerah
195
bersetatus sebagai badan hukum dan berwenang untuk mengelola dan
memanfaatkan sumber-sumber daya untuk mendukung pelaksanaan
tugasnya Keempat, unit pemerintah daerah diakui oleh warganya sebagai
suatu lembaga yang akan memberikan pelayanan kepada masyarakat dan
memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, pemerintah daerah semcam
ini mempunyai pengaruh dan kewibawaan di hadapan warganya. Kelima,
terdapat hubungan yang saling menguntungkan melalui koordinasi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta unit-unit organisasi lainnya
dalam suatu sistem pemerintahan.

4. Privatisasi
Merupakan suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah
kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat, tetapi
dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha
swasta. Misalnya BUMM dan BUMD dilebut mentadi PT. Dalam beberapa
hal misalnya pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada Kamar
Dagang dan industri, koperasi dan asosiasi lainnya untuk mengeluarkan
izin-izin, bimbingan dan pengawasan, yang semula dilakukan oleh
pemerintah.
Rondinelli menjelaskan melalui privatisasi pemerinth menyerahkan
tanggungjawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi nirlaba atau
mengijinkan mereka membentuk perusahaan swasta.

L. Sejarah Otonomi Daerah


Krisis ekonomi dan politik yang melanda indonesia sejak tahun 1997 yang
telah memporak porandakan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik
negara ini yang telah dibangun cukup lama. Krisis tersebut diakibatkan oleh
sistem manajemen negara dan pemerintahan yang sentralistik, dimana
kewenangan dan pengelolaan segala sektor pembangunan berada dalam
kewenangan pemerintah pusat, sementara daerah tidak memiliki kewenangan
untuk mengelola dan mengatur daerahny.
Sebagai respons dari krisis tersebut, pada masa reformasi dirancang suatu
kebijakan restrukturisasi sistem pemerintahan yang cukup penting, yaitu
melaksanakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan antar pusat dan
daerah. (Rachbini, 2006)
Otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan
pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan, dan
pembangunan kehidopan berpolitik yang efektif. Sebab dapat menjamin
penanganan tuntutan masyarakat secara variatif dan cepat.
Ada beberapa sejarah otonomi daerah di Indonesia diantaranya :
a) Warisan Kolonial
196
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No.
329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang
mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan
Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah
kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam
ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente,
dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort.
Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli
masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial
dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak
pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga
masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

b) Masa Pendudukan Jepang


Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur
mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra.
Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma
dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda.
Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia
Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang
(Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak
memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di
daerah pada masa tersebut bersifat misleading. (Insertpoin, 2016)

c) Masa Kemerdekaan
1. UU No. 1 Tahun 1945
Didalam UU ini ditetapkan 3 (tiga) jenis daerah otonom, yaitu
karesidenan, kabupaten dan kota. Sehingga dalam kurun waktu tiga
tahun belum ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai
penyerahan urusan desentralisasi kepada daerah. UU No.1 Tahun 1945
hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam
batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki
penjelasan.
2. UU No. 22 Tahun 1948
Berfokus pada peraturan tentang susunan pemerintahan daerah yang
demokratis. Didalam Undang-Undang ini ditetapkan 2 (dua) jenis
daerah otonom, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom

197
istimewa, serta 3 (tiga) tingkatan daerah otonom, yaitu provinsi,
kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil.
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia
adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku
pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah
Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
1) Propinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil
4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3. UU No. 1 Tahun 1957
UU tentang pemerintah daerah yaitu sebagai pengatur tunggal pertama
yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia. Menurut UU No. 1
Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra.
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak
mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah
seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November
1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan
daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah
yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah
tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada
masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat,
terutama dari kalangan pamong praja.
5. UU No. 18 Tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan
yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang
pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya,
menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di
daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain
yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat
pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin
198
pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah,
menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan
mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6. UU No. 5 Tahun 1974
UU yang disebut terakhir mengatur pokok-pokok penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah. Prinsip
yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi
“otonomi yang riil dan seluas-luasnya” tetapi “otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab”. Alasannya, pandangan otonomi daerah yang
seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yang
dapat membahayakan keutuhan NKRI dan tidak serasi dengan maksud
dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai dengan prinsip-
prinsip yang digariskan dalam GBHN yang berorientasi pada
pembangunan dalam arti luas UU ini berumur paling panjang yaitu 25
tahun. (Srijanti et al., 2009)
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur
rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal
dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II.
Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah
tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih
mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam
UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
7. UU No. 22 Tahun 1999
Adanya perubahan mendasar peda format otonomi daerah dan
substansi desentralisasi. Perubahan tersebut dapat diamati dari
kandungan materi yang tertuang dalam rumusan pasal demi pasal pada
undang-undang tersebut.
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam
penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam
kerangka NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan
dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang
dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten
dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
199
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi
daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai
perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga
dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat.
8. UU No. 25 Tahun 1999
UU No. 22 Tahun 1999 dan No. 25 Tahun 1999 secara teoritis akan
menghasilkan suatu kesimpulan bahwa desentralisasi dalam undang-
undang nomor 5 tahun 1974 lebih cenderung pada corak dekonsentrasi
sedangkan desentralisasi dalam undang-undang nomor 22 tahun 1999
lebih cenderung pada corak devolusi. (Srijanti et al., 2009)
9. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan
bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini
memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten
dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas
kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak
melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di
bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di
samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan
DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.

M. Prinsip-prinsip Otonomi Daerah


Prinsip-prinsip otonomi daerah diantaranya :
1. Untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan, seperti ekonomi, pertahanan dan keamanan, keuangan,
politik, kesejahteraan masyarakat.
2. Sebagai sarana pendidikan politik pada tingkat lokal pada masyarakat
untuk menentukan pilihan politiknya.
3. Sebagai persiapan karier politik. Keberadaan pemerintahan daerah
(eksekutif dan legislatif lokal), merupakan wahana yang banyak
digunakan untuk menapak karier politik lebih tinggi, dan merupakan
persiapan untuk meniti karier lanjutan di tingkat nasional.
4. Stabilitas politik. Pergolakan di daerah terjadi karena daerah melihat
kenyataan kekuasaan pemerintah jakarta sangat dominan. Hal ini
merupakan contoh konkrit bagaimana hubungan antara pemerintahan
daerah dengan ketidakstabilan politik kalau pemerintah nasional tiadak
menjalankan otonomi dengan tepat.

200
5. Kesetaraan politik (political equality). Masyarakat di tingakat lokal ,
sebagai mana halnya dengan masyarakat dipusat pemerintahan, akan
mempunyai kesempatan yang sama untuk terlibat dalam politik,
apakah itu melalui pemberian suara pada waktu pemilihan kepala desa,
bupati, wali kota, dan bahkan gubernur.
6. Akuntabilitas publik. Demokrasi memberikan ruang dan peluang
kepada masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam segala bentuk
kegiatan penyelenggaraan negara. Keterlibatan ini sangat
dimungkinkan sejak dari awal tahap pengambilan keputusan sampai
dengan tahap evaluasi. Dengan demikian, maka kebijakan yang dibuat
dapat diawasi secara langsung, dan dapat dipertanggungjawabkan
karena masyarkat terlibat langsung dalam penyelenggaraan
pemerintahan. (Rachbini, 2006)
Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam UU No. 22 Tahun 1999 (Hariry,
2012) yaitu :
1. Demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab
3. Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten
dan daerah kota.
4. Sesuai dengan konstitusi negara
5. Kemandirian daerah otonom
6. Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah
7. Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi sebagai wilayah
administrasi
8. Asas tugas pembantuan

N. Otonomi Daerah dan Demokratisasi


Eksistensi kebijakan otonomi daerah kiranya sangat penting dipahami
sebagai bagian dari agenda demokratisasi kehidupan bangsa. Dengan kata lain,
keberadaan kebijakan otonomi daerah tidak boleh dipandang sebagai a final
destination melainkan lebih sebagai meknisme dalam menciptakan
demokratisasi penyelenggaraan pemerintah. Oleh karenanya dapat dimengerti
apabila Mawhood kemudian merumuskan tujuan utama dari kebijakan
otonomi daerah sebgai upaya untuk mewujudkan political equality, local
accountability, dan local responsiveness. Diantara prasyarat yang harus
dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut adalah pemerintah daerah harus
memiliki teritorial memiliki kekuasaan yang jelas (legal territorial of power);
memiliki pendapat daerah sendiri (local own income); memiliki badan
perwakilan (local resentative body) yang mampu mengontrol eksekutif daerah,
dan adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh masyarakat daerah melalui
pemilu (local leader executive by election).

201
Dengan rumusan dan tujuan otonomi daerah semacam ini, keberadaan
kebijakan otonomi daerah akan mampu menciptakan sistem pemerintahan
yang demokratis.
Di bidang politik, otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan
demokrasi, ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang
bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis,
memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif
terhadap kepentingan masyarakat luas dan memelihara suatu mekanisme
pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggung jawaban publik.
Demokratisasi pemerintahan juga berarti adanya transparansi kebijakan.
Artinya, untuk setiap kebijakan yang diambil harus jelas pihak yang
memprakarsai kebijakan itu, tujuannya, jumlah ongkos yang harus dipikul,
pihak yang diuntungkan, resiko yang harus ditanggung, dan pihak yang harus
bertanggung jawab jika kebijakan itu gagal. Otonomi daerah juga berarti
kesempatan membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan
daerah, membangun sistem dan pola karier politik dan administrasi yang
kompetitif, serta mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang
efektif. (Noor & Suparman, 2016)
Demokrasi sangat penting karena keberhasilan pembangunan daerah
sangat tergantung pada pelaksanaan desentralisasi yang baik dan benar. Salah
satu keuntungan desentralisasi adalah pemerintah daerah dapat mengabil
keputusan lebih cepat dengan demikian prioritas pembangunan dan kualitas
pelayanan masyatakat diharapkan dapat lebih mencerminkan kebutuhannya
masyarakat di daerah. Pemerintah daerah disini berarti badan eksekutif daerah
dan badan legislatif daerah. (Maneicon22, 2012)
Keterkaitan otonomi daerah dengan demokratisasi yaitu, Memberikan
otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong
berkembangnya auto-aktiviteit artinya bertindak sendiri, melaksanakan sendiri
apa yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya
auto-aktiviteit tercpailah apa yang adimaksud dengan demokrsi, yaitu
pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat. Rakyat tidak saja menentukan
nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri.
Konsekuensi otonomi daerah dengan demokratisasi:
1. Otonomi daerah harus dipandang sebagai instrumen desentralisasi dalam
rangka mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa.
2. Otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah,
bukan otonomi pemerintahandaerah (pemda), juga bukan otonomi bagi
“daerah”. (Hariry, 2012)

202
DAFTAR PUSTAKA
Hariry, R. (2012). Otonomi Daerah (Makalah). Blogspot.
http://rahmathariry.blogspot.com/2012/02/otonomi-daerah-
makalah.html
Insertpoin. (2016). Makalah Otonomi Daerah. Blogspot.
https://insertpoin.blogspot.com/2016/05/makalah-otonomi-daerah.html
Maneicon22. (2012). Otonomi daerah dan demokrasi. Education.
https://www.slideshare.net/mobile/maneicon22/otonomi-daerah-dan-
demokrasi-14688267
Noor, M., & Suparman. (2016). PANCASILA (B. A. Saebani (ed.)). CV
PUSTAKA SETIA.
Putri, A. S. (2019). Pengertian Otonomi Daerah dan Dasar Hukumnya.
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/16/110000069/pengertian-
otonomi-daerah-dan-dasar-hukumnya?page=all
Rachbini, D. J. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.
Salamadian. (2018). OTONOMI DAERAH : Pengertian, Tujuan, Asas,
Pelaksanaan & Dasar Hukum. https://salamadian.com/pengertian-
otonomi-daerah-di-indonesia/
Srijanti, H.I., A. R., & S.K., P. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan Di
Perguruan Tinggi. Salemba Empat.
Syahrudin, R. (2019). Makalah tentang Otonomi Daerah.
https://www.academia.edu/12010540/Makalah_tentang_Otonomi_Daera
h
Ubaedillah, A., & Rozak, A. (2016). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, &
Masyarakat Madani. Kencana Prenadamedia Group.
Zamroni, A. (2017). Visi Otonomi Daerah. Blogspot. http://teladan-
tokoh.blogspot.com/2017/08/visi-otonomi-daerah.html?m=1

203
PROFIL PENULIS
No. Nama Foto Motto Hidup No. HP
1. Rizka Bermanfaat bagi 085941204027
orang lain

2. Rohaeni Jadilah pencipta 081224579327


bukan hanya
penikmat

3. Sofiyani Jadilah seperti 089673533662


Nurul bunga yang
Azizah memberi
keharuman, bahkan
kepada tangan
yang telah
menghancurkannya

204

Anda mungkin juga menyukai