Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

METABOLISME DAN BIOTRANFORMASI OBAT – OBAT GENERIK OBAT ASPIRIN,


ALLOPURINOL, CETIRIZINE, CHLORAMPHENICOL, DEXAMETHASONE

Dasen Pengampu : Muhlisun Azim., M.Sc

Nama Kelompok 2

1. Auliya Salsabila (190501005)


2. Baiq Era Fariska (190501006)
3. Diananda (190501008)
4. Fadya Rahma Shandini (190501010)
5. Mayanti (190501024)
6. Novasari (170301051)
7. Nur Intan Masriani (190501030)
8. Rudy Harjo Kusumo (170301065)
9. Salina Zulfiana (190501035)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HAMZANWADI
2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah – Nya kepada kita sekalian, sehingga dalam kehidupan kita dapat berkarya serta
melaksanakan tugas dan kewajiban di bidang masing – masing.Semoga kita semua selalu mendapat
petunjuk dan perlindungan – Nya sepanjang masa.Dan dalam pada itu dengan izin – Nya,
Alhamdulillah niat dan tekad penyusun untuk menyelesaikan penyusunan “Makalah komunikasi
dalam Pendidikan” dapat tersusun dengan baik.
Makalah ini di susun dengan bahasa yang sederhana berdasarkan berbagai literatur tertentu
dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman mengenai teori yang di bahas.Kendati demikian,
tak ada gading yang tak retak.Penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan kelemahan, oleh karena itu penyusun terbuka dengan senang hati menerima kritik dan saran
yang konstruktif dari semua pihak demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak dan sumbangsih untuk kemajuan perkembangan dalam proses belajar terkhusus ranah
pendidikan.

Selong, 30 Maret 2021

P
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A.Latar Belakang................................................................................................................1
BAB II KAJIAN PUSTAKA..................................................................................................................3
A. Metabolisme...............................................................................................................................3
1. Apirin...................................................................................................................................3
2. Dexamethason......................................................................................................................4
3. Chloramphenicol.................................................................................................................4
4. Allopurinol...........................................................................................................................5
5. Cetrizine...............................................................................................................................6
B. Biotransformasi.........................................................................................................................8
1. Dexamethason......................................................................................................................8
2. Allopurinol...........................................................................................................................8
3. Aspirine................................................................................................................................8

BAB III PEMBAHASAN.........................................................................................................................9


DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam peroses pemberian obat terdapat beberapa jalur pemberian diantaranya, Absorbsi
secara klasik didefinisikan sebagai suatu fenomena yang memungkinkan suatu zat aktif melalui
jalur pemberian obat melalui sistem peredaran darah, dan penyerapan obat terjadi secara
langsung dengan mekanisme perlintasan membrane.Distribusi obat adalah proses-proses yang
berhubungan dengan transfer senyawa obat dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam
tubuh,Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Hinz, 2005).Ekskresi merupakan proses
pengeluaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, NH3, zat warna empedu, dan asam
urat. Zat hasil metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh akan dikeluarkan melalui alat
ekskresi (Shargel,2012).
Adapun beberapa obat generik yang dibahas dalam makalah ini diantaranya, Aspirin adalah
obat standar yang direkomendasikan sebagai obat anti platelet pada PJK, dengan menghambat
pembentukan tromboksan A2 sehingga menghambat agregasi trombosit.Dosis aspirin yang
menghambat secara ireversibel produksi tromboksan melalui asetilasi siklooksigenase adalah
aspirin dosis rendah.Aspirin dosis rendahmenahan ekskresi asam urat dan kreatinin maka
sebaiknya dilakukan pemantauanasam urat darah dan kreatinin.
Antibiotik Chloramphenicol memiliki aktivitas menghambat sintesis protein, melekat pada
subunit 50S dan ribosom dengan merusak pengikatan asam amino pada rantai peptida.
Chloramphenicol menghambat enzim peptidil transferase dan memiliki sifat bakteriostatik, serta
merupakan antibiotik spektrum luas yang dapat aktif terhadap organisme aerob, gram positif,
maupun gram negatif (Safitri,2010)
Allopurinol merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan kadar asam urat dalam
darah akibat penyakit asam urat (gout). Allopurinol bekerja dengan cara menurunkan kadar asam
urat dalam darah dengan menghambat zat xanthine oxidase.
Dexamethasone adalah obat untuk mengatasi peradangan, reaksi alergi, dan dan penyakit
autoimun. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg, sirup, suntikan (injeksi), dan tetes
mata.Dexamethasone termasuk ke dalam golongan obat kortikosteroid.Obat ini hanya boleh
digunakan atas resep dokter.Sama halnya dengan obat kortikosteroid lainnya, dexamethasone
yang telah digunakan untuk jangka panjang tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba. Dokter akan
menurunkan dosis dexamethasone secara bertahap sebelum menghentikan obat ini.
Dexamethasone bekerja dengan mengurangi peradangan dan menurunkan sistem kekebalan
tubuh, sama seperti steroid yang dihasilkan oleh tubuh secara alami. Merek dagang
dexamethasone: Dextaf, Dexamethasone, Cortidex, Dexaharsen, Tobroson, Cendo Xitrol,
Dexaton, Exitrol, Dextaco, Dextamine.
Cetirizine, atau yang juga disebut sebagai setirizin, adalah suatu antihistamin generasi kedua
yang digunakan secara umum untuk mengatasi gejala alergi, seperti pada alergi makanan dan
urtikaria. Cetirizine dilaporkan memiliki tingkat efek sedasi tertinggi di antara antihistamin
generasi kedua.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Metabolisme
1. Aspirin
Aspek farmakologi aspirin (asam asetilsalisilat) utamanya adalah dengan
menimbulkan efek antiinflamasi dan anti agregasi platelet akibat inhibisi pada enzim
siklooksigenase 1 dan 2 (COX-1 dan 2).
Dalam peroses perjalanan obat didalam tubuh terdapat peroses kerja didalam tubuh
diantaranya:
a. Farmakodinamik
Farmakodinamik aspirin bekerja melalui inhibisi enzim siklooksigenase 1 dan 2
(COX-1 dan COX-2) secara ireversibel, sehingga menurunkan produksi prostaglandin
dan derivatnya, yaitu thromboxan A2. Efek yang diperoleh adalah efek antipiretik,
antiinflamasi, dan antiplatelet.Penghambatan pada COX-1 dan 2 akan menghambat
pembentukan prostaglandin yang berperan dalam proses inflamasi. Selain daripada itu,
akan menghambat pula produksi thromboxan A2 yang memiliki kemampuan untuk
menginduksi agregasi platelet.
b. Farmakokinetik
Farmakokinetik aspirin dimulai melalui absorpsi hingga eliminasi, serta
bergantung pada jenis sediaan dan cara pemberian.
1) Absorbs : Aspirin sediaan tablet bisa diserap dengan sangat cepat di lambung dan
duodenum. Tablet extended release diserap lebih lambat dan tergantung adanya
makanan serta pH gaster. Bioavailabilitas aspirin adalah 50-75%.
2) Distribusi : Volume distribusi aspirin adalah 170 ml/kgBB.Aspirin juga banyak
terdistribusi pada jaringan.Pada konsentrasi rendah, sekitar 90% aspirin terikat
albumin. Semakin tinggi konsentrasi aspirin, proporsi yang berikatan dengan protein
semakin rendah, begitu pula pada kasus insufisiensi renal dan pada kehamilan.Pada
kasus overdosis aspirin, hanya 30% yang berikatan dengan albumin
3) Metabolisme : Metabolisme aspirin berlangsung hampir segera setelah
konsumsi.Aspirin utamanya dihidrolisis menjadi salisilat oleh enzim esterase yang
terdapat di mukosa saluran cerna, eritrosit, cairan sinovial, dan plasma darah. Hasil
hidrolisis kemudian berikatan dengan glycine, menjadi salicyluric acid
4) Eliminasi : Waktu paruh aspirin adalah 15-20 menit, sedangkan waktu paruh salisilat
akan lebih lamasesuai dengan dosis pemberian. Pada dosis 300-650 mg waktu paruh
berkisar 3 jam, sedangkan pada dosis 1 gram waktu paruh adalah 5 jam dan 2 gram
waktu paruh 9 jam.Eliminasi aspirin utamanya melalui urin, 75% dalam bentuk
salicyluric acid dan 10% dalam bentuk asam salisliat. 
2. Dexamethasone
Dexamethasone adalah obat untuk mengatasi peradangan, reaksi alergi, dan dan
penyakit autoimun. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg, sirup, suntikan (injeksi),
dan tetes mata.Dexamethasone termasuk ke dalam golongan obat kortikosteroid.
Secara farmakologi, dexamethasone merupakan kortikosteroid adrenal
sintetis.Dexamethasone memiliki efek glukokortikoid yang poten, namun efek
mineralokortikoid minimal.
a. Farmakodinamik
Dexamethasone dapat melewati membran sel dan berikatan dengan reseptor
glukokortikoid di sitoplasma.Kompleks antara dexamethasone dan reseptor
glukokortikoid ini dapat berikatan dengan DNA sehingga terjadi modifikasi transkripsi
dan sintesis protein. Akibatnya, infiltrasi leukosit terhambat, mediator inflamasi
terganggu, dan edema jaringan berkurang. Selain itu, dexamethasone juga
menghambat phospholipase A2, menyebabkan tidak terbentuk prostaglandin dan
leukotrien yang merupakan mediator inflamasi kuat.
b. Farmakokinetik
Farmakokinetik dexamethasone cukup baik, dengan onset kerja obat bergantung
pada rute pemberian.Durasi kerja dexamethasone sekitar 72 jam.
1) Absorpsi : Absorpsi dexamethasone secara oral mencapai 61–86%.Onset tergantung
rute pemberian. Peak serum time oral tercapai dalam 1–2 jam, intramuskular 30 – 120
menit, dan intravena 5–10 menit.
2) Distribusi : Dexamethasone didistribusikan dengan berikatan dengan protein sebanyak
70%.Volume distribusi adalah 2 L/kg.Dexamethasone dapat melewati sawar plasenta.
3) Metabolisme : Dexamethasone dimetabolisme di hati oleh enzim CYP3A4.
4) Eliminasi : Waktu paruh dexamethasone sekitar 190 menit.Ekskresi sebagian besar
melalui urine (65%), sebagian kecil melalui feses.
3. Chlorampenikol

a. Farmakodinamik
Chloramphenicol dan metabolitnya bekerja terutama pada subunit 50S ribosom
bakteri, dengan supresi aktivitas enzim peptidyltransferase. Hal ini akan menghambat
sintesis protein membran mitokondria, yang akan menyebabkan supresi respirasi
mitokondria dan proliferasi sel.
b. Farmakokinetik
Farmakokinetik chloramphenicol bergantung pada jenis sediaan yang digunakan.
Chloramphenicol dapat terdistribusi luas pada tubuh, termasuk ke plasenta dan ASI.

1) Absorpsi : Absorpsi chloramphenicol per oral terjadi cepat di usus halus. Konsentrasi
puncak plasma terjadi dalam 1-2 jam.Pada sediaan oral suspensi, bioavailabilitas obat
ini hampir 80%, sedangkan pada sediaan injeksi bioavailabilitas hampir
70%.Konsentrasi puncak chloramphenicol dalam plasma darah untuk mencapai efek
terapeutik adalah sekitar 10‒20 mcg/mL.
2) Distribusi : Didistribusikan secara luas, termasuk ke cairan serebrospinal, melewati
sawar darah plasenta, dan ekskresi ke ASI. Ikatan obat dengan protein adalah hampir
60%.
3) Metabolisme : Dihidrolisis di gastrointestinal menjadi bentuk bebasnya. Di hepar,
chloramphenicol dikonjugasikan dengan asam glukoronat.
4) Eliminasi : Eliminasi chloramphenicol terjadi melalui urin, utamanya dalam bentuk
metabolit dan sebagian kecil dalam bentuk tidak berubah.
4. Allopurinol
Aspek penting dari farmakologi allopurinol adalah mekanisme kerja dalam
menghambat konversi hipoxantin menjadi asam urat dan resistensi parsial yang dapat
dijelaskan melalui 4 mekanisme
a. Farmakokinetik
Sebagian besar farmakokinetik allopurinol dimediasi oleh metabolitnya, yaitu
oxipurinol. Dalam tubuh, allopurinol akan dimetabolisme dengan cepat menjadi oxipurinol.
Hal ini menunjukkan efek terapi allopurinol sebenarnya sebagian besar dimediasi oleh
oxipurinol.
1) Absorpsi : Sekitar 80-90% diserap dari pencernaan (setelah melalui jalur
oral).Allopurinol tidak diserap dengan baik melalui jalur rektal (sebagai supositoria
dengan basis polietilene glikol).Konsentrasi plasma baik allopurinol maupun oxipurinol
minimal atau tidak terdeteksi setelah pemberian melalui jalur rektal.Bioavailabilitas
allopurinol sebesar 49-53%.
Sebagai agen anti gout: penurunan asam urat di serum dan urin dimulai pada 24
hingga 48 jam pertama, dan turun setelah sekitar 2 – 3 hari; level asam urat di serum yang
normal biasanya antara 1 – 3 minggu. Karena adanya mobilitas deposit asam urat,
penurunan yang signifikan dari asam urat dapat membutuhkan waktu beberapa bulan.[2]
Untuk mencapai konsentrasi puncak pada plasma (via jalur oral), allopurinol
membutuhkan 1,5 jam untuk mencapai konsentrasi puncak pada sekitar 0,5 – 1,4 ug/mL,
sementara oxipurinol membutuhkan sekitar 4,5 jam untuk mencapai konsentrasi puncak
sekitar 2,4 hingga 6,4 ug/mL. Jika melalui intravena (IV), konsentrasi puncak tercapai
setelah sekitar 30 menit untuk mencapai konsentrasi puncak 2,2 ug/mL pada allopurinol
dan 4 jam untuk mencapai konsentrasi puncak 6,2 ug/mL pada oxipurinol.
2) Distribusi : Vss (distribusi volume pada keadaan tetap) allopurinol intravena adalah
sebesar 0.84 to 0.87 L/kg. Allopurinol terdistribusi secara merata pada jaringan, kecuali
pada otak, di mana konsentrasinya hanya 50% dari jaringan lain. Baik allopurinol
maupun oxipurinol didistribusikan ke dalam ASI.Allopurinol maupun oxipurinol tidak
terikat pada protein plasma.
3) Eliminasi : Allopurinol akan diekskresikan via urin (76% sebagai oxipurinol, 12% tidak
berubah bentuk); feses (sekitar 20%) dalam 48 – 72 jam.Waktu paruh allopurinol sekitar
1-3 jam, oxipurinol sekitar 18-30 jam.Eliminasi allopurinol akan mengalami perubahan
pada kondisi gagal ginjal kronis, atau xanthinuria (kelainan genetik yang menyebabkan
defisiensi enzim xantin-oksidase). Pada pasien dengan gagal ginjal kronis, waktu paruh
oxipurinol memanjang secara signifikan.Namun allopurinol dan oxipurinol dapat
dieliminasi melalui hemodialisis.

5. Cetirizine

a. Farmakokinetik obat cetirizine memiliki farmakokinetik berupa absorpsi gastrointestinal yang


baik, menjalani siklus enterohepatik, dan diekskresikan sebagian besar ke urine.

1) Absorbsi : Cetirizine diabsorpsi cepat setelah konsumsi per oral. Bioavailabilitas obat >70%.
Konsentrasi puncak tercapai dalam waktu sekitar satu jam, dan masa kerja obat sekitar 12‒
24 jam.
2) Distribusi : Sekitar 93% cetirizine dalam plasma darah terikat protein. Distribusi obat
terbatas hingga pada lokasi ekstraseluler dimana terdapat reseptor H1, dan pada sel-sel yang
bersifat inflamasi seperti mastosit, basofil, eosinofil, dan limfosit. Sebagai antihistamin
generasi kedua, hanya terdapat sedikit konsentrasi obat cetirizine yang mampu melewati
sawar otak. Hal ini menyebabkan efek sedasi yang minimal dibandingkan antihistamin
generasi pertama seperti diphenhydramine.
3) Metabolisme : Sebagian kecil obat cetirizine dimetabolisme di hati, terutama oleh enzim
CYP3A4, dan obat mengikuti siklus enterohepatik. Selain itu, cetirizine juga dimetabolisme
secara terbatas oleh oxidative O-dealkylation menjadi suatu metabolit yang aktivitas
antihistaminnya dapat diabaikan
4) Eliminasi : Waktu paruh eliminasi obat adalah sekitar 8,3 jam. Ekskresi cetirizine, sebagian
besar sekitar 70% dikeluarkan melalui urine, dimana sekitar separuhnya sebagai obat dalam
bentuk tidak berubah.
B. Biotransformasi
1. Dexamethasone
Kortikosteroid seperti deksametason bekerja dengan cara mempengaruhi kecepatan
sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara
difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik
dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor steroid.Kompleks ini
mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan
kromatin.Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi
sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologik steroid
Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik.
Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang
sinovial.Metabolitnya merupakan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. Setelah
penyuntikan IV, sebagian besar dalam waktu 72 jam diekskresi dalam urin, sedangkan di
feses dan empedu hampir tidak ada.
2. Allopurinol
Allopurinol sendiri mengalami biotransformasi oleh enzim ksantin oksidase menjadi
aloksantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada allopurinol. Itusebabnya allopurinol
yang masa paruhnya pendek cukup diberikan satu kali sehari(Wilmana, 1995)
Pengobatan jangka panjang mengurangi frekuensi serangan, menghambat
pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi besarnya tofi.Mobilisasi asam
urat ini dapat ditingkatkan dengan urikosurik.Obat ini terutamaberguna untuk mengobati
penyakit pirai kronik dengan insufisiensi ginjal dan batu urat dalam ginjal, tetapi dosis awal
harus dikurangi.Berbeda dengan probenesid,efek allopurinol tidak dilawan oleh salisilat,
tidak berkurang pada insufisiensiginjal dan tidak menyebabkan batu urat. Allopurinol
berguna untuk pengobatanpirai sekunder akibat penyakit polisitemia vera, metaplasia
myeloid, leukemia,limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat dan radiasi (Wilmana,
1995).

3. Aspirine
Aspirin atau asam asetilsalisilat atau asetosal digunakan sebagai analgesik-
antipiretik dan antirematik. Mekanisme kerjanya dengan menghambat enzim COX-2 yang
bertanggung jawab pada sintesis prostaglandin dan tromboksan. Pemberian aspirin dalam
dosis rendah (80-100 mg) dan dalam waktu yang lama dapat digunakan untuk pengobatan
trombosis dan mencegah serangan jantung karena dapat menghambat agregasi platelet.
Absorpsi aspirin dalam saluran cerna cepat, terutama pada usus kecil dan lambung, dan
segera terhidrolisis menjadi asam salisilat yang aktif. Asam salisilat terikat oleh protein
plasma 80–90%, kadar plasma tertinggi aspirin dicapai dalam waktu 14 menit, sedang
asam salisilat 0,5–1 jam. Waktu paro aspirin + 17 menit, sedang asam salisilat + 3,15 jam,
waktu paro eliminasi aspirin 15-20 menit.
BAB III
PEMBAHASAN

Aspirin adalah sebuah fenomena laboratorium, yaitu masih ditemukannya aktivitas enzim
COX-1 pada trombosit walaupun telah mendapatkan terapi aspirin.Resistensi aspirin tidak selalu
bermakna secara klinis.
Beberapa hal yang dapat menjelaskan fenomena resistensi aspirin dan kegagalan terapi aspirin
antara lain:
1. Telah ditemukan sejumlah polimorfisme genetik, namun belum ada bukti kuat
keterkaitan polimorfisme tersebut dengan resistensi aspirin, infark miokard, stroke,
dan kematian
2. Pada sebagian pasien dengan dugaan resistensi aspirin, ditemukan bahwa mayoritas
memiliki masalah kepatuhan berobat
3. Penggunaan aspirin enteric-coated memperlambat hingga menurunkan penyerapan
aspirin
4. Penggunaan proton-pump inhibitor diduga menganggu kerja aspirin
Dexamethasone termasuk golongan glukokortikoid. Resistensi terhadap glukokortikoid terjadi
akibat perubahan sensitivitas reseptor glukokortikoid (glucocorticoid receptor/GR) melalui
mekanisme berikut:
1. Sindrom resistensi glukokortikoid generalisata merupakan kelainan herediter. Pada
sindrom ini, efek kortisol berkurang dan terjadi kompensasi berupa hiperaktivitas aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA).
2. Perubahan sensitivitas GR leukosit yang transien pada penyakit infeksi, sepsis,
keganasan, depresi mayor, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), dan
beberapa penyakit autoimun.
3. Perbedaan GR yang masih dalam batas normal pada populasi akibat polimorfisme.
Pasien dengan resistensi GR dapat menunjukkan gejala hipertensi, alkalosis
hipokalemia, dan kelelahan akibat kelebihan produksi mineralokortikoid.Pada
perempuan, dapat muncul gejala hiperandrogen, seperti jerawat, hirsutism, kebotakan
dan lain-lain.Namun, pasien tidak menunjukkan gejala seperti moon face, obesitas
sentral, striae, hiperglikemia, dan miopati.Diagnosis ditegakkan berdasarkan tes
supresi dexamethasone dosis rendah.
Resistensi terhadap chloramphenicol umumnya disebabkan adanya chloramphenicol
acetyltransferase (CAT). Resistensi juga dilaporkan berkaitan dengan mutasi pada 23S rRNA,
inaktivasi chloramphenicol oleh 3-phosphotransferase, atau modifikasi situs target oleh 23S
rRNA methylase.Obat ini akan berinteraksi dengan sejumlah jenis obat-obatan tertentu. Interaksi
yang terjadi berdampak pada menurunnya efektivitas kinerja obat maupun menimbulkan reaksi-
reaksi tertentu pada tubuh. Obat-obatan yang berinteraksi dengani diflunisal adalah sebagai
berikut:Warfarin,Dicoumarol,Tolbutamide, Chlorpropamide, Phenytoin, Phenobarbital,Rifampic
in,Tacrolimus,Ciclosporin,Sulfonamida
Resistensi allopurinol harus terlebih dahulu dibedakan dengan kurangnya respon akibat
compliance yang buruk maupun pemberian dosis yang kurang.Pasien yang memiliki compliance
baik, namun tetap tidak mendapatkan respon yang seharusnya setelah diberikan dosis standar
allopurinol dapat dikategorikan sebagai “resisten parsial”.
DAFTAR PUSTAKA

Brunton LL, Chabner BA, Knollmann BC. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis
of Therapeutics. 12th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.
Chloramphenicol. Meyler’s Side Effects of Drugs. 2016. 229–236. doi:10.1016/b978-0-444-
53717-1.00472-8
Cox D, Maree AO, Dooley M, Conroy R, Byrne MF, Fitzgerald DJ. Effect of enteric coating on
antiplatelet activity of low-dose aspirin in healthy volunteers.Stroke. 2006
Katzung,2002,Farmakologi Dasar dan Klinik,Buku 2,Edisi 8,Halaman 693-704,Penerbit
Salemba Medika,Jakarta
Katzung,B,G.1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VIII.Ahli Bahasa:Dripa Sjabana dkk.

National Center for Biotechnology Information. PubChem Compound Database: Allopurinol


[Artikel di internet]. [Diakses Oktober 2017]. Dapat diakses melalui [URL]:
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/2094
Renda G, Zurro M, Malatesta G, Ruggieri B, De Caterina R. Inconsistency of different methods
for assessing ex vivo platelet function: relevance for the detection of aspirin resistance.
Haematologica. 2010
Roberts MC, Schwarz S. Tetracycline and Chloramphenicol Resistance Mechanisms.
Antimicrobial Drug Resistance, 183–193.doi:10.1007/978-1-59745-180-2_15

Safitri,Intan Rakhma.2010.Analisis Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Di


Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Surakarta Tahun 2009. Surakarta

Stamp et al. Impaired response or insufficient dosage examining the potential causes of
”inadequate response” to allopurinol in the treatment of gout. Semin Arthritis Rheum.
2014 October ; 44(2): 170–174
Suherman,S.K.,2007,Insulin dan Antidiabetik Oral,dalam Ganiswara,S.G,Farmakologi dan
Terapi ,Hal-481-494,Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,Jakarta.

Shargel, Leon, Susanna Wu-Pong, dan Andrew B. C. 2012. Biofarmasetika dan


Farmakokinetika Terapan.Edisi 5. Surabaya: Universitas Airlangga Press

Hinz, B. (2005). Bioavailability of Diclofenac Pottassium at Low Doses. Germany: Department


of Experimental and Clinical Pharmacology and Toxicology, Friedrich Alexander
University Erlangen-Nurnberg, Fahrstrasse 17, D- 91054 Erlangen. Pages 80-81

Turnheim, et al. Pharmacokinetics and pharmacodynamics of allopurinol in elderly and young


subjects.r J Clin Pharmacol. 1999;48:501–509 U.S. National Library of Medicine.
PubChem: Chloramphenicol. 2018.

Anda mungkin juga menyukai