Anda di halaman 1dari 8

3.

1 Gangguan Elektrolit

 Gangguan elektrolit adalah kondisi saat kadar elektrolit didalam tubuh seseorang
menjadi tidak seimbang, baik terlalu tinggi atau terlalu rendah. Kondisi kadar elektrolit yang
tidak seimbang ini dapat menimbulkan berbagai gangguan pada fungsi organ di dalam tubuh

Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang
Bremerton (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan
dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan
banyak gangguan. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa kompartemen
cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+),
kalium (K+), klorida (Cl-), dan  bikarbonat (HCO3-).

Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis dikenal sebagai profil
elektrolit. Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, kalium kation terbanyak
dalam cairan intrasel dan klorida merupakan anion terbanyak dalam cairan ekstrasel. Jumlah
natrium, kalium dan klorida dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan antara yang
masuk terutama dari saluran cerna dan yang keluar terutama melalui ginjal. Gangguan
keseimbangan natrium, kalium dan klorida berupa hipo- dan hiper-. Hipo- terjadi bila
konsentrasi elektrolit tersebut dalam tubuh turun lebih dari beberapa miliekuivalen di bawah
nilai normal dan hiper- bila konsentrasinya meningkat di atas normal. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan untuk mengetahui kadar dari masing-masing elektrolit tersebut.

Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas cairan
ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan interstisial. Beberapa
contoh kation dalam tubuh adalah natrium (Na+ ), kalium (K + ), kalsium (Ca2+),
magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah klorida (Cl- ), HCO3 - , HPO SO4 - . Dalam
keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga  potensial listrik cairan
tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel, kation utama adalah Na+   sedangkan anion
utamanya adalah Clsedangkan di intrasel kation utamanya adalah kalium (K + ).

3.1. Natrium  

Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60
mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 1014 mEq/L) berada dalam cairan
intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang
mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium
bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel
menggambarkan perubahan konsentrasi natrium. 1 Perbedaan kadar natrium intravaskuler
dan interstitial disebabkan oleh keseimbangan GibbsDonnan, sedangkan perbedaan kadar
natrium dalam cairan ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari
natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na + K + ).
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk
dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari diet melalui epitel
mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya melalui ginjal atau saluran
cerna atau keringat di kulit. Pemasukan dan  pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144
mEq.

24
Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang dari 10%.
Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna  bagian atas hampir
mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi sebagai cairan pada saluran cerna
bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L.
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida. Kandungan natrium pada
cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L.

Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini dilakukan
untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan untuk mempertahankan
volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-
65% di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif,
sisanya direabsorpsi di lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes
(4%). Sekresi natrium di urine aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi
natrium bersama air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem reninangiotensin-
aldosteron untuk mempertahankan elektroneutralitas.

Nilai rujukan kadar natrium pada:

1. serum bayi : 134-150 mmol/L

2. serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L

3. urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam

4. cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L

5. feses : < 10 mmol/hari

3.1.1 Hipernatremia
didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145 mmol/dan selalu dikaitkan dengan
keadaan hiperosmolar. Ada morbiditas dan mortalitas yang signifikan terkait dengan hipernatremia
yang sulit untuk dihitung karena hubungannya dengan komorbiditas serius lainnya. Beberapa studi
telah mengutip angka kematian setinggi 75% akibat hipernatremia . Asupan air tergantung pada
mekanisme haus. Haus dirangsang oleh peningkatan osmolalitas. Haus dirasakan oleh osmoreseptor
yang terletak di hipotalamus dan mengarah pada pelepasan hormon anti-diuretik (vasopresin) dari
hipofisis posterior.
Hormon anti-diuretik bekerja pada reseptor V2 yang terletak di aspek basolateral dari sel-sel
saluran pengumpul dan menyebabkan peningkatan ekspresi aquaporin pada aspek luminal dari sel-sel
saluran pengumpul yang meningkatkan penyerapan air dan menghilangkan kehausan.
Dalam subyek normal, air plasma adalah 93 persen dari volume plasma, lemak dan protein
menyumbang 7 persen sisanya. Fraksi air  plasma turun di bawah 80 persen dalam kasus dengan
hiperlipidemia (trigliserida > 1500 mg / dL) atau hiperproteinemia (protein> 10 g / dL).
Di sini, konsentrasi natrium air plasma dan osmolitas plasma tidak berubah, tetapi konsentrasi natrium
yang diukur dalam total volume plasma berkurang karena spesimen mengandung lebih sedikit air
plasma. Pada gagal ginjal, peningkatan urea darah menangkal  penurunan osmolalitas serum karena
hiponatremia. Namun, osmolalitas serum efektif berkurang secara tepat dalam pengaturan ini karena
urea adalah osmol yang tidak efektif.
Hiponatremia translokasional (hiperosmolal) atau hipertonik atau redistributif disebabkan
oleh adanya zat terlarut yang aktif secara osmotik dalam serum misalnya, manitol atau glukosa.
Ketika plasma mengandung sejumlah besar zat terlarut yang tidak terukur, seperti manitol atau agen
kontras radiografi, osmolalitas plasma tidak dapat dihitung secara akurat dan harus dipastikan dengan
pengukuran langsung.  Hiponatremia sejati (hypoosmolal) dikaitkan dengan penurunan osmolalitas
serum dan selanjutnya diklasifikasikan sebagai euvolemik, hipervolemik, dan hipovolemik

24
Sirosis hati merupakan salah satu faktor menyebabkan hiponatremia. Ini termasuk pengurangan
volume sirkulasi, hipertensi portal menyebabkan ascites, dan kegagalan hati untuk metabolisme zat
vasodilatasi. Perubahan ini mengakibatkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan retensi natrium dan
air.
Hiponatremia terjadi karena konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang relatif lebih
rendah (seperti pada pelari maraton), tetapi mekanisme lain yang dijelaskan dalam literatur lain
meliputi peningkatan ADH, dan menurunnya motilitas usus yang disebabkan oleh pergerakan air ke
otak. Termasuk kejang, gangguan status mental atau koma dan kematian.
Hiponatremia kronis adalah hiponatremia yang terjadi lebih dari > 48 jam. Kebanyakan pasien
memiliki hiponatremia kronis. Konsentrasi natrium serum  biasanya di atas 120 meq / L. Otak
menyesuaikan diri dengan hiponatremia generasi osmol idiogenik. Ini adalah mekanisme
perlindungan yang mengurangi tingkat edema serebral; itu dimulai pada hari pertama dan selesai
dalam beberapa hari. Oleh karena itu pada pasien hiponatremia kronis dapat muncul tanpa gejala.
Hiponatremia ringan ditandai dengan gejala saluran pencernaan mual, muntah, kehilangan nafsu
makan. Kadang-kadang, kelainan neurologis yang halus dapat terjadi ketika natrium serum antara 120
dan 130 meq / L. Hiponatremia pada lansia dapat bermanifestasi dengan sering jatuh dan gangguan
gaya berjalan.
Tatalaksana hiponatremia tergantung pada status volume, durasi hiponatremia (apakah akut /
48 jam), ada atau tidak adanya gejala. Pada hiponatremia euvolemik, hiponatemia akut umumnya
bergejala. Risiko tinggi herniasi otak sehingga diperlukan koreksi cepat. Hiponatremia akut sering
terjadi pada pelari maraton, pasien dengan polidipsia primer dan pengguna ekstasi. Pengobatan
direkomendasikan dengan 3% NaCl (1 liter = 513meq Na +). Pedoman terbaru menyarankan
memberikan bolus 100 ml 3% NaCl IV selama 10 menit, diulang hingga 3 dosis hingga gejala akut
mereda. Tujuannya adalah untuk memberikan koreksi cepat sebesar 4 hingga 6 mmol / L untuk
mencegah herniasi otak. Untuk gejala ringan hingga sedang dengan risiko herniasi rendah, 3% NaCl
diinfuskan pada 0,5-2 mL / kg / jam.Pasien dengan gejala ringan (misalnya pusing, pelupa, gangguan
gaya  berjalan) harus diobati dengan terapi yang kurang agresif:
1. Pembatasan cairan jika rasio elektrolit urin terhadap serum kurang dari 0,5
2. Di antara pasien dengan rasio elektrolit urin dengan serum lebih dari 1, di mana pembatasan cairan
tidak akan cukup untuk mencapai tujuan yang diinginkan, terapi tambahan termasuk tablet garam dan
jika perlu, loop diuretik 
3. Pendekatan alternatif adalah inisiasi antagonis vasopresin tanpa  pembatasan cairan.

3.1.2. Hipernatremia
Hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145 mmol/l dan selalu
dikaitkan dengan keadaan hiperosmolar. Ada morbiditas dan mortalitas yang signifikan terkait dengan
hipernatremia yang sulit untuk dihitung karena hubungannya dengan komorbiditas serius lainnya.
Beberapa studi telah mengutip angka kematian setinggi 75% akibat hipernatremia.
Hipernatremia menyebabkan dehidrasi sel yang menyebabkan sel-sel menyusut. Sel-sel merespon
dengan mengangkut elektrolit melintasi membran sel dan mengubah potensial membran menjadi
istirahat. Sekitar satu jam kemudian  jika masih ada hipernatremia, larutan organik intraseluler
dibentuk untuk mengembalikan volume sel dan mencegah kerusakan struktural. Oleh karena itu ketika
mengganti air harus dilakukan dengan sangat perlahan untuk memungkinkan akumulasi zat terlarut
untuk menghindari edema serebral. Pasien dengan hipernatremia datang dengan gejala neurologis
yang tidak spesifik termasuk kelesuan, koma, iritabilitas neuromuskuler, dan kejang meskipun kejang
lebih sering terjadi selama terapi. Dehidrasi hipernatremik dapat menyebabkan trombosis sinus
vena.Hipernatremia menyebabkan pergerakan transelular air keluar dari neuron dan penyusutan otak
yang dapat menyebabkan komplikasi perdarahan intrakranial lebih lanjut dengan merobek pembuluh
darah. Atau koreksi hipernatremia yang cepat dapat mengakibatkan pembengkakan otak karena
kurangnya waktu yang cukup untuk menghilangkan osmolit yang diproduksi oleh otak yang dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen. Pasien datang dengan rasa haus dan tanda-tanda defisit air
(mis., Hipovolemia, hipotensi  postural, dan takikardia). Gejala lain mungkin menunjuk pada faktor
etiologi seperti poliuria, diare dan demam

24
2.2 Kalium

Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium
intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah
konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq).
Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih
kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan
pada anak-anak.

Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan
Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat
adanya transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium).

 Nilai rujukan kalium serum pada:

1. serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L

2. serum anak : 3,5-5,5 mmo/L

3. serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L

4. urine anak : 17-57 mmol/24 jam

5. urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam

6. cairan lambung : 10 mmol/L

3.2.1 Hipokalemia

Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan dimana
konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah. Ginjal yang normal dapat menahan
kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal
yang tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran
pencernaan (karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau polip usus
besar).

Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang karena kalium  banyak ditemukan
dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling
sering adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium,
air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. Penanganan hipokalemia tergantung dari adanya dan
beratnya disfungsi organ yang terlibat. Hipokalemia sekunder akibat redistribusi akut tidak selalu
membutuhkan terapi. Pada hipokalemia ringan dan sedang (3-3.5 mEq/L), terapi  pengganti kalium
tidak perlu dilakukan segera, khususnya apabila hipokalemia tersebut asimptomatik dan terjadi secara
kronis.8 Pada pasien dengan perubahan gambaran EKG yang signifikan seperti perubahan segmen ST
atau aritmia, diperlukan pemantauan EKG, khususnya selama terapi kalium intravena. Kekuatan otot
juga sebaiknya diperiksa pada pasien dengan kelemahan otot. Penanganan hipokalemia tergantung
dari adanya dan beratnya disfungsi organ yang terlibat. Hipokalemia sekunder akibat redistribusi akut
tidak selalu membutuhkan terapi. Pada hipokalemia ringan dan sedang (3-3.5 mEq/L), terapi
pengganti kalium tidak perlu dilakukan segera, khususnya apabila hipokalemia tersebut asimptomatik
dan terjadi secara kronis.8 Pada pasien dengan perubahan gambaran EKG yang signifikan seperti

24
perubahan segmen ST atau aritmia, diperlukan pemantauan EKG, khususnya selama terapi kalium
intravena. Kekuatan otot juga sebaiknya diperiksa pada pasiendengan kelemahan otot.

Terapi oral dengan cairan kalium klorida (60-80 mEq/hari) umumnya adalah yang paling aman.
Terapi hipokalemia biasanya memerlukan waktu  beberapa hari. Terapi kalium klorida secara
intravena biasanya hanya dilakukan  pada pasien dengan atau yang memiliki risiko kelainan jantung
serius kelemahan otot. Tujuan terapi intravena adalah untuk menyelamatkan pasien dari  bahaya yang
mengancam; bukan untuk mengoreksi defisit kalium. Terapi intravena melalui kateter perifer tidak
boleh melebihi 8 mEq/jam karena kalium memiliki efek iritasi pada vena perifer.

3.2.2. Hiperkalemia

Secara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potassium dalam darah yang naiknya secara
abnormal. Kadar potassium dalam darah yang normal adalah 3.55.0 milliequivalents per liter
(mEq/L). Kadar potassium antara 5.1 mEq/L sampai 6.0 mEq/L mencerminkan hyperkalemia yang
ringan. Kadar potassium dari 6.1 mEq/L sampai 7.0 mEq/L adalah hyperkalemia yang sedang, dan
tingkat-tingkat  potassium diatas 7 mEq/L adalah hyperkalemia yang berat/parah.

Hiperkalemia jarang dikaitkan dengan gejala, kadang-kadang pasien mengeluh palpitasi,


mual, nyeri otot, atau parestesia. Namun, hiperkalemia sedang dan terutama parah dapat
menyebabkan gangguan irama jantung, yang bisa  berakibat fatal. Pemantauan elektro-kardiografi
(EKG) wajib dilakukan  pasien dengan kalium serum> 6,5 mmol / l. Perubahan EKG dapat muncul
sebagai kelainan repolarisasi non-spesifik, gelombang T "peak", dan pelebaran QRS serta depresi
segmen ST.

Strategi terapi harus disesuaikan dengan individu, dengan mempertimbangkan derajat dan
penyebab hiperkalemia. Manajemen seharusnya tidak hanya mengandalkan perubahan EKG tetapi
dipandu oleh skenario klinis dan pengukuran kalium serial.

2.3 Magnesium

Magnesium merupakan ko-faktor dalam berbagai proses enzimatik dan menjadi ko-faktor
penting dalam pembuatan adenosine triphosphate (ATP). 50% magnesium dalam tubuh terdapat di
dalam tulang sedangkan 1-2% terdapat di dalam serum. Kadar normal magnesium dalam serum yaitu
1,8-3 mg/dl. Magnesium diserap di usus dan disimpan di ginjal. Apabila kadar magnesium abnormal
reabsorpsi magnesium ditingkatkan oleh ginjal dibantu dengan peranan PTH.

2.3.1 Hipomagnesemia

Hipomagnesemia sering terjadi, khususnya pada pasien kritis. Defisiensi magnesium


umumnya merupakan akibat dari asupan yang kurang, penurunan absorpsi gastrointestinal, atau
peningkatan ekskresi ginjal. Agonis reseptor B dapat menyebabkan hipomagnesemia transien karena
ion yang ditangkap oleh  jaringan adiposa. Obat-obatan yang dapat menyebabkan pembuangan
magnesium dari ginjal diantaranya etanol, teofilin, diuretik, cysplatin, aminogkikosida, siklosforin,
amphotericin B, pentanidin, dan granulocyte stimulating factor.

24
Sebagaian besar pasien dengan hipomagnesemia tidak menimbulkan gejala, tetapi anoreksia,
fasikulasi, parestesi, kebingungan, ataksia, dan kejang dapat terjadi. Hipomagnesemia sering kali
dihubungksn dengan hipokalsemia (gangguan sekresi hormon parstiroid) dan hipokalemia (akibat
pembuangan kalium dari ginjal).

Pemberian kalsium oral dapat diberikan ketika gejala yang timbul minimal. Pada pasien yang
menunjukan gejala, airway, breathing , dan circulation harus dipastikan. Pasien disritmia atau kejang
harus diberikan magnesium intravena; pada kasus pasien dengan fungsi renal normal dapat diberikan
25-50 mg/kgBB dapat diberikan 30-60 menit. Pemberian secara bolus dapat menyebabkan bradikardi,
hipotensi, dan heart block   sehingga harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan gangguan
tersebut. Dikarenakan magnesium  pada umumnya dieksresikan melalui urin, pengembalian kadar
magnesium menjadi normal dapat memakan waktu beberapa hari.

2.3.2 Hipermagnesemia

Peningkatan kadar megnesium plasma hampir selalu disebabkan oleh asupan  berlebih
(antasida dan laxative yang mengandung magnesium), gangguan ginjal (GFR <30ml permenit).
Hipermagnesemia iatrogenik juga dapat terjadi selama terapi hipertensi gestasional denganmagnesium
sulfat baik pada ibu dan janin. Penyebab lain yang lebih jarang ditenukan yaitu insufisiensi adrenal,
hipotiroidisme, rhabdomyolisis, penggunaan lithium.

Hipermagnesemia simptomatik muncul dengan manifestasi neurologis, neuromuskular, dan


jantung. Hiporefleks, sedasi, dan kelemahan otot skeletal merupakan gejala khas. Hipermagnesemia
mengganggu pelepasan asetilkolin dan menurunkan sensitivitas motor end-plate terhadap asetilkolin
pada otot. Vasodilatasi, bradikardi, dan depresi miokardium dapat mengakibatkan hipotensi  pada
tingkat > 10mmol/dL (>24 mg/dL). Gambaran EKG tidak konsisten namun sering terjadi
pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS. Hipermagnesemia yang jelas dapat
mengakibatkan henti napas.

2.4.1 Hipokalsemia

Hipokalsemia mengacu pada konsentrasi serum kalsium yang lebih rendah dari normal, yang
terjadi dalam beragam situasi klinis. Bila kadar kalsium < 8,5 mg/dl dikatakan hipokalsemia.

Hipokalsemia akut dapat menyebabkan gejala berat yang membutuhkan rawat inap,
sedangkan pasien yang secara bertahap mengalami hipokalsemia lebih cenderung asimptomatik

Gejala hipokalsemia paling umum meliputi paresthesia, kejang otot, kram, tetani, mati rasa di
sekitar mulut, dan kejang. Hipokalsemia  juga dapat muncul dengan laringospasme, iritabilitas
neuromuskuler, gangguan kognitif, gangguan kepribadian, interval QT yang lama, perubahan
elektrokardiografik yang menyerupai infark miokard, atau gagal jantung.

Penatalaksanaan akut hipokalsemia yaitu kalsium intravena diberikan jika kadar kalsium
serum turun di bawah 1,9 mmol / L, atau kadar kalsium terionisasi kurang dari 1 mmol / L, atau jika
pasien bergejala. Kalsium glukonat intravena diberikan dengan kateter vena sentral lebih baik untuk
menghindari ekstravasasi dan iritasi pada jaringan di sekitarnya, yang paling sering terlihat dengan
pemberian kalsium klorida. Kalsium intravena diberikan sebagai 1 atau 2 ampul 10% kalsium
glukonat diencerkan dalam 50 hingga 100 mL dekstrosa 5%, diinfuskan selama 5 hingga 10 menit. 

24
Untuk menghindari pengendapan garam kalsium, fosfat dan bikarbonat tidak boleh diresapi
dengan kalsium. Pasien juga harus menerima suplemen kalsium dan kalsium oral (0,25-1) μg / hari)
sesuai kebutuhan. Kekurangan magnesium atau alkalosis harus dikoreksi jika ada. Secara akut, terapi
suplementasi magnesium tidak akan meningkatkan PTH serum atau kalsium, karena resistensi PTH
perifer dapat bertahan selama beberapa hari. Koreksi hipokalsemia yang cepat dapat berkontribusi
terhadap aritmia jantung. Pemantauan jantung selama suplementasi kalsium intravena diperlukan,
terutama  pada pasien yang menggunakan terapi digoxin.

4.2. Hiperkalsemia

Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi
kalsium dalam darah lebih dari 10,5 mg/dL darah. Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kalsium
serum > 10,6 mg/dL atau ketika kalsium ion > 1,38 mmol/L. Konsentrasi serum total kalsium pada
orang dewasa biasanya  berkisar antara 2,15 dan 2,60 mmol / L (8,6-10,4 mg / dL; 4,3-5,2 mEq /
Sekitar 45% kalsium dalam darah terikat dengan protein plasma, khususnya albumin, dan sekitar 10%
terikat pada anion seperti fosfat dan sitrat; kalsium  bebas atau terionisasi (nilai normal 1,17-1,33
mmol / L) mewakili sekitar total kalsium.

Penyebab umum hiperkalsemia adalah:

1. hiperparatiroid

2.  penyakit neuroplastik malignan

3. imobilisasi lama

4.  penggunaan berlebih suplemen kalsium

5. kelebihan vitamin D

2.5 Klorida

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Jumlah klorida pada orang dewasa
normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan
ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan
pada anak-anak dan dewasa.

Keseimbangan Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan interstisial lebih tinggi
dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus membran sel secara pasif. Perbedaan kadar klorida
antara cairan interstisial dan cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar
dan dalam membran sel.

Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida yang masuk dan yang
keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan  jenis makanan. Kandungan klorida dalam
makanan sama dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200
mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung
atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida dalam
keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat
mencapai 200 mEq per hari. Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal.

24
2.5.1. Hipoklorinemia

Hipokloremia (serum [Cl- ] < 95 mmol/L) terjadi jika pengeluaran klorida melebihi
pemasukan.

1 Hipokloremia dapat disebabkan oleh dilusi dan menyertai penyakit tertentu. Hipoklorinemia juga
dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis
respiratorik kronik dengan kompensasi ginjal. Hipokloremia dapat disebabkan oleh:

1. Alkalosis metabolik

2. Asidosis respiratorik (kronis)

3. Overhidrasi dengan cairan hipotonis

4. Terapi diuretik

5. Pelepasan ADH yang tidak sesuai

6. Luka bakar

24

Anda mungkin juga menyukai