Anda di halaman 1dari 7

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISA DIAGNOSIS KEPERAWATAN GANGGUAN JIWA


“HARGA DIRI RENDAH KRONIK”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Jiwa pada Gangguan Jiwa

Oleh:
WAHYUDI MULYANINGRAT
NPM. 2006541694

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DESEMBER 2020
ANALISA DIAGNOSA MINGGU XI
HARGA DIRI RENDAH KRONIK

1. Pengertian
Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang
negatif mengenai diri dan kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus (NANDA,
2012). Harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang berhubungan dengan perasaan
yang lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga, dan tidak
memadai (Stuart, 2013). Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti,
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, dkk, 2011).
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana klien merasa tidak berharga dan tidak mampu
melakukan sesuatu dan berlangsung lama.

2. Tanda dan Gejala


2.1. Respons Kognitif
2.1.1. Subjektif
Klien mengungkapkan dirinya tidak berguna, memiliki pandangan hidup pesimis,
mengkritik diri, mengungkapkan tidak mampu melakukan apapun dan tidak memiliki
kemampuan positif.
2.1.2. Objektif
Klien tampak kurang mampu berkonsentrasi, adanya penolakan terhadap
kemampuan diri, membanggakan diri berlebihan, menilai diri negatif dan menilai diri
tidak berguna.
2.2. Respons Afektif
Klien merasa tidak berarti, malu, sedih, merasa kesal, marah dan gagal.
2.3. Respons Fisiologis
2.3.1. Subjektif
Selera makan klien turun/meningkat, klien mengalami kesulitan tidur, nyeri kepala
dan mual.
2.3.2. Objektif
Klien tampak lemas dan postur tubuh membungkuk.
2.4. Respons Perilaku
2.4.1. Subjektif
Klien mengatakan aktifitas dan produktivitas menurun. Klien juga mengatakan sering
mengkritik orang lain.
2.4.2. Objektif
Klien tampak kurang merawat dirinya, kontak mata berkurang, tampak murung,
berjalan menunduk dan postur tubuh menunduk, menghindari orang lain, lebih
senang menyendiri, lebih banyak diam, nada suara lemah, menunduk, bergerak
lamban, bicara pelan, merusak diri, perilaku tidak asertif, pasif dan kurang
memperhatikan penampilan/ penampilan berlebihan.
2.5. Respons Sosial
2.5.1. Subjektif
Klien lebih senang menyendiri.
2.5.2. Objektif
Membatasi interaksi dengan orang lain dan lebih banyak diam.
2.6. Pengkajian Status Mental
2.6.1. Penampilan
Pakaian sesuai, penampilan tidak rapi, wajah dan rambut tampak kusam, badan bau
2.6.2. Pembicaraan
Klien berbicara lambat, pelan dan sedikit
2.6.3. Aktivitas Motorik
Klien tampak lemas, duduk diam di kursi, kurang bersemangat
2.6.4. Interaksi selama Wawancara
Klien kooperatif, kontak mata kurang, sering menunduk
2.6.5. Alam Perasaan
Sedih
2.6.6. Afek
Datar
2.6.7. Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mendengar suara-suara dan melihat bayangan
2.6.8. Isi Pikir
Klien ingin bunuh diri, obsesi
2.6.9. Proses Pikir
Tidak ada waham
2.6.10. Tingkat Kesadaran
Composmentis, orientasi orang, tempat dan waktu baik
2.6.11. Daya Ingat
Memori jangka pendek dan jangka panjang baik
2.6.12. Kemampuan Berhitung& Konsentrasi
Klien mampu berhitung dan konsentrasi secara sederhana
2.6.13. Penilaian
Klien dapat mengambil keputusan sederhana dengan cara memilih diantara 2 pilihan
yang diberi perawat
2.6.14. Daya Tilik Diri
Klien tidak menganggap dirinya sakit dan tidak menyadari bahwa dirinya
membutuhkan pertolongan

3. Predisposisi dan Presipitasi


a. Biologi
Klien mengalami gangguan jiwa sebelumnya, memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan jiwa (keturunan), putus obat, pernah terjadi kecelakaan yang menyebabkan
klien trauma kepala, adanya penyakit kronis dan penyalahgunaan zat dan alkohol.
Riwayat putus obat akibat timbulnya efek samping obat anti psikotik menjadi faktor
predisposisi klien dengan harga diri rendah kembali mengunjungi poli klinik RSJ
propinsi Jawa Barat (Wulan, 2015).
b. Psikologi
Pada umumnya klien memiliki tipe kepribadian tertutup, pernah mengalami peristiwa
tidak menyenangkan dan traumatis, adanya keinginan yang tak dapat terpenuhi,
memiliki konsep diri negatif terhadap citra tubuh, identitas, peran, harga diri dan ideal
diri serta keluarga memiliki pola asuh otoriter atau permisif.
Faktor psikologis yang paling menyebabkan klien datang ke poli klinik RSJ provinsi
Jawa Barat adalah kegagalan dalam membina hubungan dengan lawan jenis, kegagalan
dalam pendidikan dan perpisahan (Wulan, 2015).
c. Sosio Kultural
Klien tidak memiliki teman dekat, tidak bekerja sehingga tidak memiliki penghasilan,
pendidikan rendah/ putus sekolah, adanya hubungan tidak harmonis/ konflik dengan
teman maupun keluarga, klien tidak aktif dalam kegiatan sosial, dan kehilangan orang
yang berarti dalam hidupnya.
Rendahnya tingkah pendidikan dan tingkah ekonomi keluarga menyebabkan klien
dengan harga diri rendah kembali mengunjungi poli klinik RSJ propinsi Jawa barat
(Wulan, 2015).

4. Terapi
4.1. Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
4.1.2. Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
4.1.3. Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4.1.4. Melatih kemampuan yang dipilih klien
4.2. Tindakan Keperawatan Ners Spesialis
4.2.1. Cognitive Therapy (CT)
Terapi kognitif dapat membantu meningkatkan harga diri dan kemandirian klien
dengan kanker payudara (Rahayuningsih et al, 2007). Hasil penelitan Perpaduan
terapi kognitif dan Reminesence dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia, salah
satunya dengan penurunan tanda dan gejala harga diri rendah pada lansia
(Nurwiyono et al, 2013).
4.2.2. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Cognitive Behaviour Therapy efektif diberikan Pada Klien Harga Diri Rendah Di
Rumah Sakit (Sasmita et al, 2007). Perpaduan CBT dan REBT dapat menurunkan
tanda dan gejala pada klien dengan perilaku kekerasan dan harga diri rendah
(Hidayat et al, 2011). CBT dan REBT dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku
kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah di rumah sakit (Lelono et al, 2011). CBT
dapat menurunkan depresi pada lansia harga diri rendah (Suzanna et al, 2016).
4.2.3. Logoterapi
Logoterapi dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku lansia dengan
harga diri rendah (Wahyuni et al, 2007). Logoterapi dapat berpengaruh terhadap
perubahan harga diri Narapidana perempuan dengan narkotika (Maryatun et al,
2011).

5. Analisa Diagnosa
Pada minggu ke-10 praktik di unit Psikiatri Ruang Puntadewa, dari sejumlah kasus
kelolaan mahasiswa terdapat kasus klien dengan masalah keperawatan HDR kronis yang
masih menonjol. Harga diri merupakan salah satu dari lima komponen konsep diri yang
dapat diartikan sebagai penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart & Sundeen, 2005). Sedangkan menurut
NANDA (2007) HDR kronik adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.
Dengan demikian HDR kronik merupakan penilaian terhadap diri sendiri berupa perasaan
tidak berharga, tidak berarti secara berkepanjangan sebagai hasil analisa diri terhadap
ketidakmampuan diri mencapai ideal diri.
Proses terjadinya harga diri rendah dapat dijelaskan secara rinci berdasarkan Model
Stres Adaptasi Stuart yang menggambarkan dimensi perilaku klien gangguan jiwa meliputi :
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping, dan
mekanisme koping (Stuart & Laraia, 2005). Faktor biologis terdiri dari kerusakan otak yang
dapat disebabkan oleh trauma atau penyakit fisik yang pernah dialami klien. Kondisi sakit
fisik dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum sehingga berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak yang dapat mempengaruhi suasana hati dan
mengakibatkan harga diri rendah.
Harga diri rendah akan lebih diperberat oleh latar belakang psikologis individu di
masa lalu. Adanya trauma psikologis seperti penolakan orang tua menyebabkan anak tidak
nyaman terhadap dirinya sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart &
Laraia, 2005). Secara sosial status ekonomi seperti kemiskinan, tempat tinggal di daerah
kumuh dan rawan, kultur sosial yang tidak sesuai dengan ukuran individu serta tuntutan
peran sesuai kebudayaan juga sering meningkatkan kejadian harga diri rendah.
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah meliputi sifat stresor, asal stresor, waktu
dan lamanya terpapar stresor, dan banyaknya stresor yang dihadapi individu (Stuart &
Laraia, 2005). Sifat stresor dapat berupa komponen biologis, psikologis atau sosial budaya.
Asal stresor dapat secara internal (diri individu sendiri) atau eksternal (diluar individu).
Semakin sering terpapar stresor dan dalam waktu singkat maka akan semakin buruk
dampaknya pada individu. Menilai dan mempersepsikan stresor yang menjadi faktor
presipitasi sebagai suatu hal yang negatif dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah.
Penilaian terhadap stresor pada klien dengan HDR situasional dapat dilihat pada respon
kognitif, afektif, fisiologis, dan perilaku.
6. Referensi
Hidayat, E., Keliat, B. A. & Wardani, I.Y. (2011). Pengaruh cognitive behavior therapy
(CBT) dan rational emotive behavior therapy (REBT) terhadap klien perilaku
kekerasan dan haga diri rendah di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Jurnal
Keperawatan Indonesia. Depok: FIK UI
Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas: CMHN basic course.
Jakarta: EGC.
Kustiawan, R., Hamid A.Y. & Hastono, S. P. (2012). Pengaruh terapi psikoedukasi keluarga
terhadap kemampuan keluarga merawat klien harga diri rendah di kota Tasikmalaya.
Jurnal Keperawatan Indonesia. Depok: FIK UI
Lelon, S. K., Keliat, B. A. & Besral. (2011). Efektivitas cognitive behavioral therapy
(CBT) dan rational emotive behavioral therapy (REBT) terhadap klien perilaku
kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Jurnal Keperawatan Indonesia. Depok: FIK UI
Maryatun, S., Hamid, A.Y. & Mustikasari. (2011). Pengaruh logoterapi terhadap
perubahan harga diri narapidana perempuan dengan narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Palembang. Jurnal Keperawatan Indonesia. Depok: FIK UI
NANDA. (2012). Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2014. Philadelphia:
NANDA international

Anda mungkin juga menyukai