Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Mekanisme Hormonal Ternak Pada Saat Menyusui

Nama : Wahyuni Anita Fitria

Kelas : C

NIM : 60700119083

JURUSAN ILMU PETERNAKAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


2021

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laktasi  merupakan ciri yang  spesifik  pada  ternak mamalia.  Susu  adalah  produk yang

dihasilkan oleh glandula mamae dan merupakan nutrisi bagi anaknya untuk mendapatkan

imunitas pasif. Susu mempunyai susunan kimia yang kompleks. Komponen utamanya adalah  air

yaitu  sebesar 46 –  90  %,  tergantung  spesies  ternaknya. Komponen  utama  lainnya  adalah

protein,  lemak  dan  laktosa.  Susu  juga  merupakan  sumber  berbagai  mineral  seperti  Ca, 

Mg dan P serta berbagai vitamin (Hurley, 2000). Air susu yang pertama keluar setelah proses

kelahiran  mengandung maternal immunoglobulin  atau  antibody sebagai imunitas terhadap

penyakit, disebut kolostrum.  Berikut ini komponen utama susu pada beberapa ternak

Komponen lain di dalam susu adalah protein  dan  lemak. Protein dalam  susu disebut 

casein.  Bentuk casein ini berbeda pada beberapa spesies. Molekul  casein  beragregasi 

membentuk  ikatan  yang disebut dengan  micelles, dan distabilkan oleh komponen Ca,

Phosphate, Citrat dan lain-lain. Casein  terdiri  dari  berbagai asam  amino. Asam  amino  ini

dibutuhkan  oleh  manusia,  maka  susu merupakan nutrisi yang tinggi kualitas proteinnya.

Sementara  lemak nampak sebagai globul-globul  kecil dekat dengan membrane yang berasal

dari sel-sel yang mengeluarkannya yaitu membrane globul lemak susu .Lemak susu mengandung

vitamin yang hanya larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K (Hasim dan Martindah,

2012). Kadar lemak susu mulai menurun setelah satu sampai dua bulan masa laktasi. Masa
laktasi  dua  sampai  tiga  bulan  kadar  lemak  susu  mulai  konstan, kemudian naik sedikit

(Sudono et al., 2003). Kandungan gizi yang terdapat dalam susu  yaitu, laktosa berfungsi sebagai

sumber energi, kalsium  membantu dalam pembentukan  massa  tulang,  lemak  menghasilkan 

energi,  protein  kaya akan kandungan lisin, niasin dan ferum, serta mineral-mineral lain seperti

magnesium, seng  dan  potasium  (Susilorini  dan  Sawitri, 2006). Susu  mengandung  berbagai

macam protein, dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kasein (80%) dan laktoglobulin

(20%).  Rasa manis susu karena adanya laktosa berkontribusi sekitar 40%  kalori  dari  susu 

penuh  (whole  milk). Laktosa terdiri  atas  dua  macam  gula sederhana yaitu glukosa dan

galaktosa.  Secara alami laktosa hanya terdapat pada susu (Hasim dan Martindah, 2012).

 Susu diproduksi oleh glandula mammae yang merupakan kumpulan sel-sel epithelial

sekretori yang spesifik. Sel-sel ini membentuk struktur yang disebut alveoli. Sel-sel  alveoli

dikelilingi oleh sel-sel kontraktil yang disebutt sel-sel myoepithelial. Sel-sel berkontraksi

sebagai  respon dari hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary yaitu oxytocin. Kelenjar 

mammae  adalah kelenjar eksokrin dimana sekresi eksternal dari alveoli dialirkan melalui system

pembuluh  ke puting yang dapat dihisap oleh  anaknya.  Kelenjar mammae ini adalah

perkembangan dari kelenjar keringat (Hurley, 2000)

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang terjadi saat ternak menyusui?

2. Bagaimana mekanisme hormonalnya?

3. Bagaimana perkembangan embrio?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja yang terjadi saat ternak menyusui


2. Untuk mengetahui mekanisme hormonalnya

3. Untuk mengetahui perkembangan embrio pada ternak


BAB II

PEMBAHASAN

A. Laktasi

Laktasi dimaksudkan untuk memberi nutrisi pada anak segera setelah kelahiran. Pada

peternakan sapi perah, siklus reproduksi dimanipulasi dengan tujuan setiap ekor harus beranak

setiap tahun dengan masa laktasi sekitar 10 bulan. Betina yang belum matang secara seksual

belum memiliki kelenjar mammae yang berkembang namun secara structural pembuluh

mammae dan alveolinya tumbuh. Kelenjar mammae ini tumbuh dan berkembang selama

terjadinya kebuntingan. Banyak hormone yang mempengaruhi hal ini namun estrogen dan

progesterone adalah hormone yang paling berpengaruh. Kedua hormone itu diproduksi oleh

ovarium dibawah pengaruh follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH).

Sapi memiliki siklus reproduksi normal yaitu 21 9 hari. Sapi berahi selama 12 jam kemudian

ovulasi tejadi menyusul terlihatnya tanda-tanda berahi tersebut. Lama kebuntingan yang normal

pada sapi adalah 285 hari. Sebagian besar peternak mengawinkan sapi dara mereka sekitar 15 –

18 bulan untuk memperoleh pedet pada 24 – 27 bulan. Sapi dara dapat saja dikawainkan lebih

dini namun ada resiko mempunyai problem pada saat melahirkan terutama bila ukuran anaknya

besar.

Hal ini lebih tergantung pada berat badan daripada umur sapi dara tersebut untuk dapat

beranak pertama kali. Perkembangan sapi dara perlu diperhatikan untuk mengoptimalkan

pertumbuhan dan perkembangan kelenjar mammae. Sinkronisasi estrus dengan injeksi hormone
biasa dilakukan untuk mendapatkan pola beranak yang lebih pendek. Hormone yang biasa

digunakan disini adalah prostaglandin. Selama kebuntingan, perkembangan kelenjar mammae

yang maksimal terjadi untuk mempersiapkan produksi susu (laktogenesis), yang dimulai pada

saat pedet lahir. Susu yang diproduksi pertama kali disebut colostrum and kaya akan antibody.

Colostrum ini diberikan pada pedet dan tidak dikonsumsi oleh manusia.

Setelah kelahiran, laktasi berlangsung pada periode tertentu. Pada sapi laktasi

berlangsung selama 305 hari. Hormon yang mempengaruhi pada proses laktasi ini adalah

prolactin, insulin, thyroid hormones dan growth hormone (BST). Beberapa minggu setelah

kelahiran, sapi kembali dengan siklus estrus dan menunjukan tanda-tanda nya. Sapi kemudian di

insenminasi buatan (IB) pada saat estrus yang tepat sekitar 70 – 90 hari setelah kelahiran. Tujuan

dari perlakuan ini adalah untuk mendapatkan kelahiran sekali dalam setahun. Produksi susu

menuruin pada saat terjadi kebuntingan. Perubahan hormone yang terjadi selama kebuntingan

dan meningkatnya penyerapan nutrisi ke fetus menyebabkan menurunnya pengaturan

pengeluaran air susu. Sekitar 305 hari masa laktasi kemudian berhenti sapi mengalami kering

kandang atau "dried off". Rata-rata beranak dan laktasi per sapi adalah tiga kali. Bila pedet

adalah betina digunakan sebagai induk pengganti (replacement). Sekitar 25 – 30 % pada

kelompok ternak diganti setiap tahunnya. Sementara sapi jantan dapat dijual sebagai anakan atau

sapi daging.

B. Mekanisme Hormon

Perkembangan  ambing  nyata  tidak  terjadi  karena  ketidakhadiran  hormon tertentu. 

Secara  umum, hormon yang merangsang  pertumbuhan ambing adalah hormon yang  juga sama 
mengatur  reproduksi.  Karena  itu,  sebagian besar pertumbuhan ambing terjadi pada peristiwa

reproduksi tertentu saja, misalnya saat pubertas, kebuntingan, dan sesaat setelah beranak.

 Ovari. Hormon ovari merangsang perkembangan ambing selama pubertas dan

kebuntingan. Hormon ovari spesifik yang berperan dalam respon pertumbuhan ambing

adalah  estrogen dan progesterone. Estrogen merangsang pertumbuhan saluran ambing,

sedangkan kombinasi estrogen dan progesterone diperlukan untuk mencapai

perkembangan lobuli-alveoler.

 Pituitari  Anterior.  Hormon dari pituitari anterior diperlukan untuk pertumbuhan 

ambing.  Bekerja sama dengan hormon ovari  (estrogen dan progesteron) untuk

menghasilkan perkembangan ambing.

 Laktogen Plasental Sapi. Plasenta adalah sumber estrogen dan laktogen plasental sapi.

Struktur plasental sapi serupa  tetapi  lebih  besar  dari  prolactin dan  hormon 

pertumbuhan.  Laktogen plasental  sapi  mungkin  bekerja  sama dengan  pituitary 

anterior  dan  hormon  ovary untuk perkembangan ambing selama kebuntingan.

 Adrenal  dan  Tiroid. Pemberian  adrenal  glukokortikoid  dan  tiroksin memulai

perkembangan  ambing.Tetapi  pengaruh-pengaruh  ini  mungkin berhubungan dengan

fungsi metabolik umumnya dan tidak dari kepentingan primer dalam menyokong

pertumbuhan ambing.

Hormon-Hormon yang Mempengaruhi Laktasi

1. Progesteron: mempengaruhi  pertumbuhan  dan  ukuran  alveoli.  Tingkat progesteron

dan

estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran.
1. Estrogen: menstimulasi  sistem  saluran  mammae  untuk    Tingkat estrogen

menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui.

2. Follicle stimulating hormone  (FSH):  perkembangan  folikel  yang  bertujuan untuk

menghasilkan homon estrogen.

3. Luteinizing hormone  (LH):  berperan  dalam  proses  ovulasi  Prolaktin: berperan dalam

membesarnya alveoil pada masa kebuntingandan sekresi air susu dari kelenjar

4. Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelah

melahirkan,  oksitosin  juga  mengencangkan  otot  halus  di  sekitar  alveoli untuk memeras

susu  menuju  saluran  susu.  Oksitosin  berperan  dalam  proses turunnya susu let-down.

C. Perkembangan Embrio

Secara umum, untuk dapat memunculkan makhluk hidup baru yang berasal dari

induknya, ada dua tahapan penting yang harus ada dalam proses pembentukan individu baru

yaitu fase reproduksi dan fase pertumbuhan embrio hingga kelahiran. Keseluruhan fase tersebut

dinamakan embriogenesis. Fase reproduksi hanya dapat berlangsung setelah individu mengalami

masa kematangan organ reproduksi dan sangat berkaitan dengan kelenjar-kelenjar reproduksi,

dalam hal ini adalah hormon-hormon reproduksi. Di dalam fase reproduksi, dikenal beberapa

tahapan yaitu: 1. Gametogenesis, pembentukan sel-sel gamet 2. Pematangan sel-sel gamet 3. Fusi

atau peleburan sel-sel gamet dari induk jantan dan induk betina. Dalam tahapan normal setelah

terjadi pembuahan/fusi maka akan fase akan beralih ke embriogenesis yaitu terbentuk morula,

kemudian morula akan tumbuh menjadi blastula (blastocyst). Di dalam embriogenesis ini juga

dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu: 1. Pertumbuhan dan diferensiasi, termasuk di
dalamnya dijumpai tahap morula, blastula, gastrula 2. Tahap berikutnya dalam embriogenesis

adalah organogenesis, yaitu pembentukan organ-organ definitif sehingga menjadi individu

sederhana yang terus tumbuh dan berkembang hingga masa partus (Kelahiran). Dalam tahap

blastulasi (proses pembentukan blastula), ditemukan perbedaan pada tingkatan takson hewan.

Sebagai contoh blastulasi pada amphioxus,katak, ayam dan babi memiliki tahap pembentukan

alat yang berbeda-beda dari tiap daerah bakalnya sendiri-sendiri. Pada bangsa aves (burung)

epiblast, akan menjadi bakal ektoderm, mesoderm dan notochord. Bakal endoderm berasal dari

hypoblast yang sel-selnya tumbuh dan menyebar ke bawah, ke daerah rongga blastosoel. Bakal

ektoderm epidermis mengisi daerah yang bakal jadi anterior embrio lapisan epiblast. Bakal

ektoderm berupa sabit terletak di posterior lapisan epiblast. Bakal notochord dan prechorda di

posterior ektoderm saraf sedang bakal mesoderm di paling posterior lapisan epiblast. Pre-chorda

berupa lempeng terletak tepat di bakal jadi poros embrio. Proses blastulasi akan diiringi oleh

suatu proses berikutnya yaitu gastrulasi. Pada tingkat gastrula ini akan terjadi proses dinamisasi

daerah-daerah bakal pembentuk alat pada blastula, diatur dan dideretkan sesuai bentuk dan

susunan tubuh spesies yang bersangkutan. Melewati masa gastrulasi, perkembangan hewan

embrio menuju ke arah organogenesis.

Pada tahap embriogenesis mulai terbentuk organorgan primitif (bud) dan pada akhirnya

menuju organ definitif. Organogenesis sendiri didefinisikan sebagai serangkaian proses

pembentukan organ-organ definitif yang berasal dari lapis benih yaitu ektoderm, mesoderm dan

endoderm. Lapis-lapis benih tersebut akan berdiferensiasi menjadi turunanturunannya seperti,

lapisan ektoderm akan menghasilkan jantung, menumbuhkan sistem saraf, kulit, rambut serta alat

indera. Sementara itu mesoderm akan menajdi bagian dari jaringan otot, jaringan tulang, alat

perkembangbiakan termasuk testis dan ovarium, alat eksresi dan peredaran darah. Lapisan
Endoderm akan menumbuhkan saluran pencernaan, kelenjar pencernaan, alat pernapasan seperti

paru-paru. Dalam organogenesis pun terjadi induksi dari masing-masing lapisan benih, sebagai

contoh: lapisan mesoderm dengan lapisan ektoderm akan mempengaruhi pembentukan kelopak

mata. Notochord akan menginduksi ektoderm untuk membentuk bumbung neural. Hal tersebut

merupakan contoh dari adanya proses induksi di dalam lapis-lapis benih tersebut. Setelah

melewati tahapan organogenesis dan sudah cukup waktu, maka hasil konsepsi di dalam uterus

harus segera dikeluarkan. Proses tersebut dinamakan partus. Dengan kata lain, partus adalah

proses pengeluaran hasil konsepsi yang masih hidup dari dalam uterus melalui vagina menuju

keluar organ reproduksi. Dalam proses partus normal ada beberapa tahapan atau lebih dikenal

dengan istilah kala. Partus normal dibedakan menjadi 4 kala, masing-masing kala terdapat ciri

dan tanda tersendiri. Jika partus secara normal ini tidak memungkinkan maka alternatif yang

ditempuh diantaranya adalah melalui persalinan buatan atau dikenal dengan seksio sesarea.

Dalam persalinan normal maupun persalinan melalui seksio sesarea, bayi yang dihasilkan dapat

tunggal atau lebih dari satu atau disebut kembar. Peristiwa bayi kembar dapat dibedakan menjadi

dua macam yaitu kembar identik (monozigotik) dan kembar fraternal (Dizigotik).

Kembar identik terjadi karena zigot yang terbentuk dari proses fertilisasi, membelah

menjadi embrio yang berbeda. Kembar identik selalu mempunyai jenis kelamin yang sama dan

secara genetik identik, namun sidik jari tetap berbeda. Sementara itu kembar fraternal, berasal

dari dua sel telur yang dibuahi oleh masing-masing spermatozoa secara terpisah. Dua telur

tersebut kemudian berkembang menjadi masing-masing zigot dan akhirnya tumbuh menjadi

bayi. Kembar fraternal jenis kelaminnya bisa sama namun juga dapat berbeda. Kembar fraternal

ini morfologinya tidak begitu banyak kemiripan. Dalam proses embriogenesis kejadian kembar,

sering kali dijumpai adanya kelainan-kelainan. Kelainan-kelainan tersebut dapat diakibatkan oleh
kegagalan memisah calon bayi kembar secara sempurna dan juga karena faktor kekurangan

nutrisi bagi salah satu janin yang berkembang di dalam rahim. Kekurangan nutrisi salah satu

calon bayi tersebut mengakibatkan salah satu bayi tumbuh tidak sempurna dan ketika dilahirkan

akan di dapat kembar siam. Selain kejadian kembar siam, kelahiran bayi yang tidak sempurna

atau cacat sering juga dialami. Kejadian cacat dapat disebabkan oleh teratogen, yaitu

senyawa/bahan/zat/makhluk hidup yang menyebabkan kelahiran cacat atau tidak normal.

Senyawa/zat/bahan dan makhluk hidup tersebut dinamakan sebagai teratogen. Sedangkan ilmu

yang mempelajari tentang kelahiran cacat dinamakan teratogenesis.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Laktasi dimaksudkan untuk memberi nutrisi pada anak segera setelah kelahiran. Pada

peternakan sapi perah, siklus reproduksi dimanipulasi dengan tujuan setiap ekor harus beranak

setiap tahun dengan masa laktasi sekitar 10 bulan.

Hormone yang mempengaruhi laktasi adalah progesterone, estrogen, Follicle stimulating

hormone  (FSH), Luteinizing hormone  (LH) dan Oksitosin. Pada tahap embriogenesis mulai

terbentuk organorgan primitif (bud) dan pada akhirnya menuju organ definitif. Organogenesis

sendiri didefinisikan sebagai serangkaian proses pembentukan organ-organ definitif yang berasal

dari lapis benih yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Lapis-lapis benih tersebut akan

berdiferensiasi menjadi turunanturunannya seperti, lapisan ektoderm akan menghasilkan jantung,

menumbuhkan sistem saraf, kulit, rambut serta alat indera.


DAFTAR PUSTAKA

Balinsky, B. I. 1981. An Introduction to Embryology. 5 ed. Tata McGraw -Hill New Delhi.

Carlson, B. M. 1988. Patten’s Foundation of Embryology. McGraw Hill New York.

Hurley  WL.  2000.  Mammary  tissue  organization.  Lactation  Biology.  ANSCI  308.

Hasim & E. Martindah. 2012. Perbandingan susu sapi dengan susu kedelai :tinjauan kandungan

                dan biokimia absorbsi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan

Penelitian

dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Semiloka Nasional

ProspekIndustri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020: 272-278.

Susilorini, T.E., & M. E. Sawitri. 2006. Produk Olahan Susu. Penerbit PT. Penebar Swadaya,

Depok.

Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriogenesis. Tarsito, Bandung

Anda mungkin juga menyukai