Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Perbandingan Antara Pelaku Dosa Besar

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu: ABDUL BASITH , M.PD.I

Disusun Oleh Kelompok :14

1. Oktarina wulantika : 2011090138


2. Rizka Diana : 2011090073
3. Salsabila Palupi : 2011090075

PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah taufik, dan
inayahnya kepada kita semua. Sehingga saya bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan
ridhonya. Syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana.
Makalah ini kami beri judul "Pelaku Dosa Besar, iman dan Kufur" dengan tujuan untuk
mengetahui bagaimanakah sebenarnya pelaku dosa besar, iman dan kufur menurut pandangan
umatislam dalam berbagai aliran. Sholawat serta salam semoga tetap tereurahkan kepada
junjungan kita Revolusi Akbar Nabi Muhammad SAW.

Karena beliau adalah salah satu figur umat yang mampu memberikan syafa’at kelak
dihari kiamat. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pmebimbingan yang
telah banyak memberikan arahan dan juga bimbingan kepada penulis sehingga penulis tetap
bersemangat dalam belajar dan beraktivitas sehari-hari.Dan penulis ucapkan juga terima kasih
kepada sahabat-sahabat yang telah banyak berpartisipasi dalam penulisan makalah ini. Penulis
memohon ma’af jika terdapat kesalahan-kesalahan baik itu kesalahan dalam penulisan maupun
susunan kalimat yang kurang tepat, dan juga penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya.

Wassalamualaikum wr.wb

Bandar Lampung,25 Mei 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN AWAL .................................................................................................i


................................................................................................................................................

KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalaah................................................................................2

1.3 Tujuan Masalah .....................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 perbandingan Antara pelaku Dosa Besar ..................................................3

2.1.1 Aliran khawarij ..................................................................................4

2.1.2 Aliran murji’ah ...................................................................................5

2.1.3 Aliran muta’jial .................................................................................... 6

2.1.4 Aliran Asy ‘ariyah .................................................................................7

2.1.5 Aliran Maturidiyah ...............................................................................8

2.1.6 Aliran syi’ah zaidiyah ...........................................................................9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...............................................................................................8

3.2 Saran .........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Para ulama menyebutkan sejumlah definisi bagi dosa-dosa besar yang diulas
oleh al-hafidz Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari Seraya berkata, “Ar Rafi’i berkata asy
syarh al kabir, “Dosa-dosa besar ialah : sesuatu yang mengharuskan dikenakan hukum
had. pendapat lain mengatakan, ialah “sesuatu yang menghadapkan ancaman kepada
pelakunya dengan berdasar Al Qur’an atau sunnah”
Al Mawardi dalam Al Hawi berkata, “sesuatu yang mengharuskan dikenakan
hukum had atau terkena oleh ancaman” Al baghawi dalam At Tahdzib berkata, “setiap
perbuatan maksiat yang mengharuskan dikenai hukum had, maka itu adalah dosa
besar” pendapat lain mengatakan, “ sesuatu yang menghadapkan ancaman kepada
pelakunya dengan berdasar Nash Alquran atau as-sunnah”
Ibnu abdissalam berkata, “ saya tidak mendapatkan batasan pasti ( yakni : yang
bebas dari keberatan) bagi definisi dosa besar. Yang lebih utama adalah membatasinya
dengan yang mengindikasikan sikap meremehkan dari orang yang melakukannya,
Sebagaimana sikap (orang) pada dosa yang paling kecil yang telah ditetapkan hasilnya”

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran khawarij
Khawarij mempunyai banyak subsekte, yaitu azariqah, najdah, al-muhakimat,
an-najdat, as-sufriyah. Semua pelaku dosa besar menurut subsekte khawarij kecuali
najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya.
Ajaran aliran Khawarij tentang persoalan dosa besar adalah orang-orang yang terlibat
dan menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa besar. Dalam pandangan Khawarij
berarti mereka telah kafir, kafir setelah memeluk agama Islam berarti murtad.

Aliran Khawarij mempunyai doktrin-doktrin pokok yang sifatnya terlalu radikal,


anarchis, yang memusuhi semua pihak dan tidak mau diatur. Pada akhirnya aliran ini
mengalami perkembangan, yaitu terpecah menjadi sub-sekte yang kecil-kecil, karena
perbedaan pandangan terhadap suatu masalah.

B. Aliran Murji’ah
Murji’ah terbagi atas dua subsekte yaitu:Pertama murji’ah ekstrim mereka berpendapat
pelaku dosa besar tidak akan disiksa dineraka.Kemudian yang kedua yaitu murji’ah
moderat mereka berpendapat pelaku dosa besar tidakalah menjadi
kafir, meskipun mereka disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya.
Murjiah menurut
Pandangan aliran teologi terhadap pelaku dosa besar iman dan kufur dapat dilihat pada;
Khawarij memandang bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar padanya
dihukum kafir, kaum Murjiah cenderung menunda hukum yang mengenai orang
mukmin yang melakukan dosa besar tersebut pada hari perhitungan, bagi mereka
perbuatan ...

5
C. Aliran Mu’tazilah
Menurut pendapat mu’tazilah, setiap pelaku dosa besar, mereka berada diposisi tengah
antar mukmin dan kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertobat,
ia akan dimasukkan kedalam neraka selama-lamanya.
Mu'tazilah sendiri mengemukakan bahwa pelaku dosa besar itu tempatnya adalah
antara mukmin dan kafir (al-manzilah baina al-manzilatain).

Menurut Mu'tazilah orang mukmin yang berbuat dosa besar digolongkan kepada orang
fasik dan orang ini tidak akan keluar dari neraka yang agak dingin dan tidak akan masuk
ke surga yang penuh kenikmatan. dosa besar. Seperti yang tercatat dalam sejarah bahwa
kaum Khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik.
D. Aliran Asy’ariyah
Nama aliran Asy’ariyah adalah dinisbatkan kepada nama pendirinya yaitu Abdul Hasan Ali
bin Isma’il Al-Asy’ari keturunan dari Abu Musa Al-Asy’ari.
Al-Asy’ari ketika umur sepuluh sampai empat puluh tahun berguru kepada tokoh
Mu’tazilah yang bernama Al-Jubba’i. Al-Asy’ari pada mulanya pengikut setia
Mu’tazilah, tetapi karena tidak puas terhadap konsepsi aliran Mu’tazilah tentang “al-
aslah wa al-aslah” dalam arti Tuhan wajib mewujudkan yang baik bahkan terbaik untuk
kemaslahatan manusia, akhirnya Al-Asy’ari keluar dari Mu’tazilah dan membuat suatu
aliran yang dinamakan Asy’ariyah.
Menurut Ahmad Mahmud Subhi perasaan syak dalam diri Al-Asy’ari yang kemudian
mendorongnya untuk meninggalkan paham Mu’tazilah ialah karena Al-Asy’ari
menganut madzhab Syafi’i, yang konsep teologinya berlainan dengan ajaran-ajaran
Mu’tazilah. Sebagaimana dalam pernyataan Imam Syafi’i bahwa Al-Qur’an tidak
diciptakan akan tetapi bersifat qodim dan Tuhan dapat dilihat di akhir nanti. Disamping
itu Asy’ari melihat adanya perpecahan dalam Islam yang dapat melemahkan mereka,
kalau tidak segera diakhiri. Dan beliau sangat khawatir kalau Al-Qur’an dan hadist-
hadist Nabi menjadi korban faham-faham aliran Mu’tazilah yang menurut pendapatnya
itu tidak dibenarkan karena didasarkan atas pemujaan akal pikiran. Menurut Asy’ariyah
tentang pelaku dosa besar sebagai wakil dari Ahl

6
Sunnah, berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar selama orang tersebut
mukmin maka orang tersebut tidak dihukumi kafir. Menurut Asy’ariyah mereka masih
disebut sebagai orang iman dengan keimanan yang mereka miliki sekalipun mereka
melakukan dosa besar. Akan tetapi, apabila dosa besar tersebut dilakukannya dengan
meyakini bahwa dosa besar tersebut dibolehkan dan tidak meyakini kekharamannya,
maka orang tersebut telah kafir.

Adapun balasan bagi mereka yang melakukan dosa besar, itu tergantung kehendak
Allah swt. Allah mungkin saja menyiksa orang tersebut dan mungkin juga mengampuni
atas dosa yang telah dilakukannya. Akan tetapi apabila pelaku dosa besar tersebut tidak
diampuni dan disiksa dalam neraka, orang tersebut tidak akan kekaldalam neraka
seperti orang kafir.

E. Aliran Maturidiyah
Munculnya aliran teolologi Al-Asy’ariyah dianggap sebagai reaksi terhadap aliran
Mu’tazilah. Al-Maturidi yang merupakan tokoh aliran Asy’ariyah memunculkan
pemikiran yang berbeda dengan pemikiran Al-Asy’ariyah. Pemikiran Al-Maturidi ini
dinilai lebih dekat dengan Mu’tazilah karena memberikan daya yang besar kepada akal
setingkat dibawah Mu’tazilah. Pemikiran tersebut kemudian dikenal dengan aliran
Maturudiyah Samarkand. Adanya perbedaan antar teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah
meskipun keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah karena Al-
Maturidi adalah pengikut Abu Hanifah yang banyak menggunakan rasio dalam
pandangan keagamaan.
Dibandingkan dengan Mu’tazilah dan Asy’aryah, Maturidiyah dapat dikatakan
mengambil jalan tengah antara keduanya. Namun dalam perkembangan-
perkembangannya, antara Maturidiyah Samarkand yang merupakan jalan tengah antara
Mu’tazilah dan Asy’ariyah, masih dapat diambil jalan tengahnya lagi antara
Mu’tazilah dan Asy’ariyah oleh seorang tokoh Maturidiyah yang bernama Al-Bazdawi
dan Bukhara. Abdul Aziz Dahlan lebih cenderung menamakan pemikiran

Al-Bazdawi tersebut dengan nama Al-Maturidiyah. Namun dalam istilah yang populer
untuk aliran ini adalah Al-Maturidiyah Bukhara yang mana aliran ini cenderung lebih

7
dekat dengan pendapat-pendapat Asy’ariyah. Sedangkan Maturidiyah Samarkand
cenderung lebih dekat dengan pendapat-pendapat Mu’tazilah.

F. Syiah Zaidiyah
Pemahaman doktrin Zaidiyah pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan faksi Syiah
lainnya. Bagi al-Syahrastani, Zaidiyah merupakan faksi besar seperti halnya Imamiyah.
Di dalam kelompok ini juga terdapat banyak faksi. Sebelumnya, mari kita ketahui dulu
doktrin kepemimpinan dan teologisnya.Zaidiyah merupakan penisbatan terhadap
pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin bin al-Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Pandangannya tentang Imamah (kepemimpinan) mesti berdasarkan kepada keturunan
Fatimah Ra, bahkan mereka berpendapat tidak bolehnya kepemimpinan selainnya.
Pertama bahwa kelompok Ali bin Abi Thalib tidak salah dalam memerangi para
pemberontak. Dan para pemberontaknya tidak serta merta sebagai orang kafir. Kedua
bahwa Abu Bakar al-Shiddiq boleh diangkat sebagai khalifah, meskipun adanya Ali bin
Abi Thalib sebagai orang yang paling utama.

Karena ia hidup dan memiliki pandangan teologis dan kepemimpinanyang bertolak


belakang dengan pemerintah kekhilafahan saat itu, Zaid bin Ali dibunuh dan disalib di
gerbang gereja Kufah. Kemudian oleh para pengikut Zaidiyah, kepemimpinan
diserahkan kepada Yahya bin Zaid. Nasib yang sama juga menimpa dirinya sebagai
mana terjadi pada orang tuanya.

Dalam perkembangannya, doktrin Zaidiyah banyak mengalami perubahan. Hal ini


terlihat dari kemunculan berbagai pemikiran di dalam Zaidiyah. al-Syarastani
menyebut setidaknya ada 2 kelompok:
1. Al-Jarudiah
Kelompok ini dipimpin oleh Abu al-Jarud Ziyad bin Ziyad. Abu al-Jarud
berpendapat bahwa Ali diangkat sebagai pemimpin bukan karena penamaan
spesifik (tasmiyah), akan tetapi karena berdasarkan sifat. Berbeda dengan Imam
Zaid, ia berpendapat bahwa Abu Bakar diangkat sebagai khalifah karena ketidak
pemahaman orang terhadap sifat khalifah yang telah diberikan kepada Ali.

8
2. Al-Sulaimaniyah

Al-Sulaimaniyah adalah pengikut Sulaiman bin Jarir. Pengikut Sulaiman


berpendapat bahwa pengangkatan Abu Bakar yang dipilih umat Islam merupakan
sebuah ijtihad. Jika ada yang menilai salah, maka ia hanya keliru dalam ijtihad.
Umat Islam yang memilihnya tidak lantas menjadi fasik karena pengangkatan
tersebut.

Dalam persoalan kepemimpinan, Zaidiyah berpendapat bolehnya dualisme


kepemimpinan dalam dua daerah yang berbeda selama mereka tidak berada dalam satu
daerah, maka diperbolehkan bagi kelompok tertentu mengangkat pemimpinnya.

Pandangan ini berangkat dari bolehnya pemimpin berasal dari keturunan al-Hasan dan
al-Husein. Menurut Zaidiyah generasi awal bahwa dua kepemimpinan sekaligus itu
diperbolehkan, merujuk kepada fakta dari eksistensi kepemimpinan Muhammad dan
Ibrahim yang keduanya merupakan keturunan al-Hasan dan al-Husein. Keduanya hidup
pada saat dinasti Abbasiyah dipimpin oleh sultan Abu Ja’far al-Manshur.

Oleh Abu Ja’far al-Manshur keduanya dianggap keluar dari pemerintahan yang sah.
Ironisnya atas nama kedaulatan kepemimpinan Islam, keduanya kemudian dibunuh
oleh sang khalifah. Pembunuhan atas Muhamamd dan Ibrahim yang tinggal di Madinah
dan Irak mendapat dikarenakan sikap khalifah yang mencela dua Imam Mazhab. Yaitu
Abu Hanifah dan Imam Malik, meski kedua nya sama-sama berbait kepada Abu Ja’far
al-Manshur, akan tetapi tidak setuju terhadap praktek politik Abu Ja’far al-Manshur.

Secara personal, Zaid bin Ali merupakan seorang yang alim. Ia dikenal memiliki
semangat belajar ilmu agama yang sangat tinggi. Ia pernah belajar kepada Washil bin
‘Atha. Karena kedekatannya kepada pendiri Mu’tazilah, banyak pengikut Zaidiyah
sependapat dengan Mu’tazilah. Zaid bin Ali tentang khalifah al-Rasyidin berpendapat
bahwa pengangkatan Abu Bakar al-Siddiq dan Umar bin Khattab didasarkan
pertimbangan kemaslahatan sehingga tidak terjadinya kekacauan.

9
Beberapa kurun setelahnya, Zaidiyah tidak hanya memiliki pandangan teologis, atau
imamah-khilafah semata. Zaidiyah berkembang di ranah pemikiran keilmuan Islam lain
seperti fikih. Banyak pandangan fikihnya setangkup dan memengaruhi pandangan
mazhab fikih Syafi’iyyah.

Zaidiyah belakangan banyak tersebar di daerah Yaman. Di antara ulama tersebut adalah
Muhammad bin Ismail al-Shan’ani. Ia adalah ulama terkenal mazhab Syafi’iyyah,
pengarang kitab Subul al-Salam Syarh Bulugh al-Maram. Selanjutnya Zaidiyah banyak
memiliki kesamaan dalam persoalan fikih dengan Sunni pada umumnya. Pemikiran
Zaidiyah bisa dikatakan sangat dekat kepada aliran Sunni.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas jelaslah bahwa dalam konsep iman dan kufur terdapat
perbedaan pendapat diantara aliran-aliran teologi Islam. Perbedaan itu menurut Harun
Nasution, sedikit banyak dipengaruhi oleh teori kekuatan akal dan fungsi wahyu. Bagi
aliran-aliran yang berpendapat bahwa akal mencapai kewajiban mengetahui Tuhan
(KMT) iman melibatkan ma'rifah di dalamnya. Dengan demikian, kita melihat
Mu’tazilah dan Maturidiyah Samarkand tergolong dalam kelompok ini karena
menyebutkan ma'rifah dalam konsep iman dan mereka berendapat bahwa akal dapat
mencapai KMT Adapun murji'ah tidak dapat dikategorikan dalam kelompok ini sebab
meskipun mereka menyebut ma'rifah yang dimaksudkannya bukanlah ma'rifah bi al-
qaib.
Sebaliknya aliran-aliran yang tidak berpendapat bahwa akal dapat mencapai KMT.
Iman dalam konsep mereka tidak melibatkan ma'rifah didalamnya, Hal ini dapat kita
temukan dalam aliran Asy'ari, Ma'turidiyah Bukhara. Aliran Khawarij. karena corak
pemikiran kalam mereka lebih bertendensi politik ketimbang intelektual, termasuk
dalam kategori kelompok ini.
Aliran-aliran yang mengintegrasikan amal sebagai salah satu unsur keimanan,
yakni Mu'tazilah dan Khawarij, memandang bahwa iman dapat bertambah atau
berkurang. Sementara aliran-aliran yang tidak memasukan amal sebagai unsur dari
iman seperti Murji'ah, Asy'ariyah, Ma'turidiyah. Samarkand dan Ma'uridiyah Bukhara,
berpendapat bahwa iman tidak dapat bertambah atau berkurang. Kalaupun iman dapat
dikatakan bertambah atau berkurang hal itu terjadi pada segi sifatnya.

11
Konsekuensi penting lainnya dari pernyataan bahwa amal merupakan unsur penting
dari iman adalah pandangan yang tegas terhadap kewajiban menegakkan amar ma’ruf
dan nahy mungkar dengan segala kemampuan yang dimiliki, Berdasarkan hadist
Rasulullah SAW. Tentang amar ma’ruf dan nahy mungkar, jelaslah bahwa aliran-aliran
teologi islam yang memasukkan empat unsur pokok ke dalam konsep iman memiliki
keimanan yang paling kokoh. Sebaliknya, aliranaliran yang hanya mengakui satu unsur
pokok di dalam konsep iman.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua. Kami menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan
langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah kami
selanjutnya. Dan semoga kita bisa mempelajari materi ini dengan seksama.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asmuni, M. Yusran. Ini Tauhid Jakarta. Raja Grafindo Persada 1993

http://mankazand.blogspot.com/2011/05/iman-dan-kufur-dalam-perspektif-antar.html

Nasir, Sahilun A. Pengantar In Kalan Raja Grafindo Persada, Jakarta 1996

Nasution, Harun Teolog Islan Aliran-aliran sejarah Analisis Perbandingan,


Jakarta: Upress. 2006

Rahman, Abdur Garis Pemisah Antara Kufiar dan Innan Jakarta: Bumi Aksara, 1996

Rozak, Abdul dan Roshon Anwar, Inu Kalan Bandung Pustaka Setia 2006

13

Anda mungkin juga menyukai