Dosen Pengampu:
Halimatussa’diah,SKM.,MKM
Disusun Oleh:
NIM: P05130218031
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga
penulis dapat menyusun makalah tentang “manfaat mikroba pada nata de coco”
dengan sebaik-baiknya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui. Untuk
mengetahui apa manfaat mikroba pada nata de coco
Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu,
memfasilitasi, memberi masukan dan mendukung penulisan makalah ini sehingga
selesai tepat pada waktunya. Semoga dibalas oleh Tuhan dengan ganjaran yang
berlimpah.
Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, namun tidak
menutup kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat
diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1Kesimpulan.......................................................................................................12
3.2 Saran................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Manfaat Penulisan
2. Bagi Masyarakat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Nata adalah selulosa bakteri yang merupakan hasil sintesis dari gula oleh
bakteri pembentuk nata, yaitu A. xylinum. Beberapa galur Acetobacter
menghasilkan membran bergelatin yang dinamakan pellicle pada permukaan suatu
kultur cair. Membran ini sama dengan “Nata de Coco”, suatu jenis makanan hasil
fermentasi tradisional di Filipina yang yang sangat dikenal sebagai makanan
penutup di Jepang. Substansi gelatin ini secara kimiawi identik dengan selulosa
(Yoshinaga et al., 1997).
3
Acetobbakter xylinum merupakan bakteri asam asetat yang bersifat gram
negatif, aerob, berbentuk batang, nonmotil, suhu optimum pertumbuhannya 25‐30
0C, dan mampu mengoksidasi etanol menjadi asam aetat pada pH 4,5 (Madigan et
al., 1997). Proses pembuatan nata oleh bakteri A. xylinum merupakan kegiatan
sintesa selulosa yang dikatalis oleh enzim pensintesis selulosa yang terikat pada
membran sel bakteri. Penguraian/fermentasi gula dilakukan melalui jalur heksosa
monofosfat dan siklus asam sitrat (Susilawati dan Mubarik, 2002). Selain
bakterial merupakan salah satu produk fermentasi yang menggunakan
mikroorganisme seperti A.Xylinu, A. pasteurianus estunensis, Sacima ventriculi
dan Valionia macrophysa. Produk alami ini bebas lignin, kristalinitasnya tinggi
(>60%), dan merupakan selulosa dengan bobot molekul tinggi dengan modifikasi
kristalin (Engelhardt, 1995). Acetobacter merupakan bakteri yang menghasilkan
serat‐serat selulosa yang sangat halus. Serat‐serat ini dapat membentuk suatu
jaringan pada lapisan permukaan antara udara dan cairan yang disebut pelikel.
Pelikel ini memiliki ketebalan kira‐kira 10 mm bergantung pada masa
pertumbuhan mikroba. Pelikel yang berada pada permukaan udara cairan ini
terdiri atas pita‐pita yang mengandung kristalin yang tinggi. Pita–pita tersebut
memiliki lebar 40‐100 nm, namun panjangnya sulit diukur karena membentuk
jaringan yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Pita tersebut tersusun atas
bagian mikrofibril yang berhubungan melalui ikatan hidrogen (Figini, 1982).
2.3 Susunan Mikroba Pada Nata De Coco
Nata de coco adalah makanan fungsional yang merupakan dietary fiber.
Nata merupakan polisakarida yang menyerupai gel yang terapung di permukaan
yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Pertumbuhan Acetobacter
xylinum dalam medium yang cocok seperti air kelapa menghasilkan massa berupa
selaput tebal pada permukaan medium. Selaput tersebut mengandung 35-62 %
sellulosa. Lapisan tebal pada permukaan medium tersebut merupakan hasil
akumulasi polisakarida ekstraselluler (Nata).
Nata tersusun oleh jaringan mikrofibril/pelikel yang merupakan tipe
sellulosa yang mempunyai struktur kimia seperti sellulosa yang dibentuk oleh
tumbuhan tingkat tinggi (Iguchi et al., 2000, Collado, 1986).
Di dalam pertumbuhannya, Acetobacter xylinum memerlukan sumber nutrisi
C, H, dan N serta mineral dan dilakukan dalam proses yang terkontrol dalam
medium air kelapa. Air kelapa mengandung sebagian sumber nutrisi yang
dibutuhkan akan tetapi kebutuhan akan substrate makro seperti sumber C dan N
masih harus tetap ditambah agar hasil nata yang dihasilkan optimal, sehingga
kekurangan nutrisi yang diperlukan harus ditambahkan dalam proses fermentasi.
Sebagai sumber carbon dapat ditambahkan sukrosa, glukosa, fruktosa, dan tepung
(Iguchi et al., 2000). Sumber karbon fruktosa memberikan hasil yang terbaik
sebagai sumber carbon sebanyak 17.5 gram dalam 500 ml air kelapa (Hamad et
al., 2011, Hamad et al., 2012). Sedangkan sebagai sumber nitrogen dapat
4
ditambahkan urea, ZA atau ammonium sulfat serta ekstrak yeast (khamir) (Iguchi
et al., 2000).
2.4 Proses terbentuknya Nata De Coco
Pembentukan lembaran nata dengan proses fermentasi diawali penyaringan
air kelapa agar semua kotoran tidak terikut.Selanjutnya ditambahkan sumber
nitrogen sebagai variabel bebas dan gula. Masing-masing perlakuan dipanaskan
sampai gula dan sumber nitrogen larut. Larutan air kelapa yang telah dingin diatur
pH nya hingga mencapai pH sekitar 4.5 dengan penambahan asam asetat
glasial (cuka biang) sebanyak 20 ml (Jagannath et al., 2008). Tempatkan larutan
tersebut ke dalam wadah fermentasi dan segera tutup dengan kertas koran yang
telah disterilkan (Edria et al., 2008). Inokulasikan starter nata secara aseptis
sebanyak 60 ml dan ratakan dengan menggoyang wadah perlahan (Nurmiati,
2010). Saat menggoyang wadah, jangan sampai ada larutan yang terkena koran.
Fermentasi dilakukan selama 10 hari (Budhiono et al., 1999).
Pengamatan dilakukan terhadap yield, ketebalan dan moisture content.
Untuk menghitung yield yang dihasilkan caranya dengan menimbang nata (gram)
yang terbentuk dalam satu wadah dibagi dengan volume air kelapa (ml) yang
difermentasikan dikalikan 100%. Ketebalan nata (mm) diukur menggunakan
jangka sorong dari berbagai sisi nata yang terbentuk. Moisture content dan berat
kering nata diukur setelah nata dipotong kecil berdimensi 2 x 2 cm. Setelah
pemeraman selesai, ambil lapisan putih nata yang terbentuk cuci lembaran nata
dengan air. Bau asam dihilangkan dengan cara perebusan atau pemeraman dalam
air selama tiga kali. Air yang digunakan untuk merebus atau memeram diganti
tiap hari. Lapisan nata dipotong 2 x 2 cm dan direbus kembali. Setelah tiris, rebus
nata dalam larutan gula 40 % (w/v), 30 – 45 menit. Nata dalam larutan gula
dibiarkan semalam, selanjutnya nata siap dikonsumsi (Palungkun, 1992).
2.5 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada Nata De
Coco
Menurut Rosario (1982), nata yang diperoleh dari fermentasi Acetobacteri
xylinum dipengaruhi oleh konsentrasi gula, lama fermentasi, sumber nitrogen,
kandungan nutrien dalam media pertumbuhan yang bersangkutan. Beberapa hasil
penelitian melaporkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan A. Xylinum antara lain sumber karbon, Nitrogen, tingkat keasaman
(pH 3 – 4), temperatur optimal (28oC – 31oC) dan oksigen.
1. Nitrogen
Kandungan karbon dan nitrogen pada air kelapa belum cukup dipakai oleh
A. xylinum untuk merombak glukosa menjadi selulosa, sehingga perlu
ditambahkan karbon (dari gula) dan Nitrogen (ZA atau Urea) , bertujuan untuk
mencapai rasio Karbon dan Nitrogen (C/N) dalam cairan media hingga menjadi
20. Bila rasio menyimpang jauh dari 20, tekstur nata akan cendrung sulit digigit
atau mudah hancur (Pambayun, 2002).
5
Lapuz (1967) menjelaskan penambahan sumber nitrogen anorganik atau
organik akan meningkatkan aktivitas Acetobacter xylinum dalam produksi nata.
Pertumbuhan Acetobacter xylinum memerlukan vitamin-vitamin tertentu dan
vitamin B kompleks. Bahan-bahan bisa didapatkan melalui penambahan sumber
nitrogen dari luar, dalam hal ini adalah ammonium fosfat. Acetobacter xylinum
membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, propil alkohol dan glikol, serta
mengoksidasi asam asetat menjadi gas CO2 dan H2O (Rahayu, 1993). Komponen
selulosa ini akan membentuk jalinan mikrofibil yang panjang dalam cairan
fermentasi. Gelembung-gelembung gas CO2 yang dihasilkan selama fermentasi
mempunyai kecenderungan melekat pada jaringan selulosa ini, sehingga
menyebabkan jaringan tersebut terangkat ke permukaan cairan (Rahayu, 1993).
Bakteri Acetobacter xylinum beraktivitas dapat memecah gula untuk mensintesis
selulosa ekstraseluler.
2. Nutrisi.
Aktivitas A. Xylinum dalam menghasilkan nata dipengaruhi oleh kandungan
glukosa dalam substrat atau media yang digunakan. Penambahan gula pasir ke
dalam air kelapa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan karbon
bagi A. xylinum. Ekstrak tauge ditambahkan sebagi sumber nitrogen, namun
sumber ini tidak mutlak diperlukan karena nitrogen dapat diasimilasi dari protein
yang terkandung dalam air kelapa (Oedjijono, 1983).
3. Suhu.
Pertumbuhan A. Xylinum dipengaruhi pula oleh suhu inkubasi. Umumnya,
suhu optimal yang dibutuhkan dalam pembentukan nata berkisar antara 28°-32°C.
4. Tingkat Keasaman (pH).
Lapisan nata dapat terbentuk lebih tebal pH optimal 3,5-4. Pada pH netral,
nata yang terbentuk cenderung tipis dan terbentuk setelah minimal 10 hari waktu
inkubasi. Pengaturan pH pada pembuatan nata dapat dilakukan dengan
penambahan cuka makan sehingga pH media lebih asam. Keasaman yang rendah
meningkatkan pertumbuhan A. xylinum dan mencegah kontaminasi jenis bakteri
lain (Oedjijono, 1983).
Potensi nata de coco untuk dikembangkan dalam industri rumah tangga
didukung oleh manfaatnya yang banyak diminati oleh masyarakat. Tingkat
konsumsi nata cukup tinggi terkait dengan rendahnya kalori yang terkandung
dalam nata sehingga baik dikonsumsi oleh orang yang sedang menjalani diet. Nata
juga kaya akan serat yang dapat melancarkan pencernaan makanan
(Kristianingrum, 2004). Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata
disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran yang terlarut. Pemasakan
hingga mendidih agar bakteri kontaminan tidak mengganggu proses berikutnya
sehingga hanya A. xylinum yang tumbuh dalam media pembuatan nata tersebut.
6
2.6 Kandungan Serat pada Nata De Coco
7
kaya serat yang mudah dibuat, mudah didapatkan, murah, dan menyehatkan. Nata
de coco dihasilkan dari fermentasi air kelapa oleh bakteri Acetobacter Xylinum.
Nata de coco mengandung sejumlah serat larut dan tak larut air seperti selulosa,
hemiselulosa, dan lignin dengan jumlah serat pangan total sebesar 20,458% per
100 gr berat kering. Dengan adanya serat pangan pada nata de coco, olahan
pangan ini dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh yang menderita
hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi dimana kolesterol dalam
darah meningkat melebihi ambang normal yang ditandai dengan meningkatnya
kadar LDL, trigliserida, dan kolesterol total. Kadar kolesterol total yang normal
dalam plasma orang dewasa adalah sebesar 120 sampai 200 mg/dl. Adapun
keadaan hiperkolesterolemia terjadi bila konsentrasi kolesterol total ≥ 240 mg/dl,
LDL ≥ 160 mg/dl, dan trigliserida ≥ 150 mg/dl. 1 Kolesterol merupakan prekusor
senyawa steroid di dalam tubuh seperti kortikosteroid, hormon seks, asam
empedu, dan vitamin D.
Kolesterol merupakan komponen semua membran sel di dalam tubuh.
Kolesterol LDL berfungsi untuk mengangkut kolesterol ke sel perifer di seluruh
tubuh. Kolesterol HDL berfungsi mengangkut timbunan kolesterol dari jaringan
kembali ke hati untuk didaur ulang kembali. Tingginya kadar kolesterol LDL dan
rendahnya kadar kolesterol HDL dapat meningkatkan risiko aterosklerosis dan
penyakit kardiovaskuler. Hal ini terjadi karena kolesterol LDL mudah teroksidasi
sehingga dapat memicu proses aterosklerosis. Mekanisme hipokolesterolemi nata
de coco terjadi dalam beberapa cara, antara lain yaitu melalui mekanisme
penundaan pengosongan lambung atau menjaga rasa kenyang dan asupan kalori
berkurang serta sekresi insulin berkurang yang diikuti dengan penghambatan kerja
enzim HMG-KoA reduktase sehingga sintesis kolesterol menurun. serat larut air
akan mengikat lemak, protein, dan karbohidrat yang mengakibatkan proses
pencernaan dan penyerapan lemak menjadi terganggu.
Serat larut air akan mengikat asam kenodeoksikolat yang akan menghambat
kerja enzim HMG-KoA reduktase, hingga sintesis kolesterol menjadi berkurang.
Lignin dan pektin akan mengikat asam empedu dan membentuk formasi misel
yang selanjutnya akan diekskresikan bersama feses dan serat pangan di kolon
akan difermentasikan menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti asetat,
propionat, dan butirat yang kemudian masuk sirkulasi darah menuju hati,
kemudian propionat akan menghambat kerja enzim HMG-KoA reduktase yang
menghambat sintesis kolesterol di hati (Izadi dkk, 2012).
Serat larut air mampu menurunkan konsentrasi kolesterol plasma darah pada
hewan coba tikus, hamster, dan babi. Pemberian makanan yang mengandung serat
larut air akan mempengaruhi aktifitas enzim yang berperan dalam biosintesis
kolesterol dan asam empedu. Terdapat beberapa mekanisme penurunan kadar
kolesterol LDL oleh serat pangan, antara lain serat mampu mengubah absorbsi
dan metabolisme asam empedu; serat dapat memodifikasi absorbsi dan
8
metabolisme lipid; asam lemak rantai pendek sebagai hasil dari fermentasi serat
mempengaruhi metabolisme kolesterol dan lipoprotein; dan serat dapat mengubah
insulin atau konsentrasi hormon lain atau sensitifitas jaringan terhadap hormone
(Anderson dkk, 1990) Peningkatan kadar kolesterol HDL mungkin disebabkan
oleh adanya kenaikan apolipoprotein A (Stryer, 1995).
Apolipoprotein A merupakan salah satu protein pendukung terbentuknya
partikel HDL. Kolesterol HDL mempunyai mekanisme tersendiri, kadarnya di
dalam serum lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dan jenis kelamin. Penelitian
lain yang menggunakan serat pangan dari produk oat memiliki kemampuan
menurunkan serum kolesterol LDL dan meningkatkan secara perlahan serum
kolesterol HDL. Sifat fisikokimia serat larut mengakibatkan modifikasi penting
dalam volume, massal dan viskositas dalam lumen usus, yang akan mengubah
meta-bolic jalur kolesterol hati dan lipoprotein metabolisme, juga mengakibatkan
penurunan plasma LDL-kolesterol. Studi lain menunjukkan bahwa serat makanan
meningkatkan aktivitas enzim kolesterol-7-α-hidroksilase, enzim peraturan utama
dalam hati konversi kolesterol menjadi asam empedu con-tributing ke deplesi
tinggi kolesterol hati.
Penurunan ini menyebabkan efek stimulasi pada aktivitas enzimatik HMG-
CoA reduktase meningkatkan sintesis kolesterol endogen. Bagaimana-pernah,
pada saat yang sama, da meningkatan dalam jum lah-LDL-c reseptor dan dalam
perekrutan esterifikasi kolesterol dari LDL-c beredar Parti-cles. Menggambarkan
penurunan lipogenesis hati dirangsang oleh insulin. Ini juga telah menyarankan
bahwa fermentasi serat makanan oleh mikroflora usus bisa mod-ify rantai
produksi lemak pendek asam sehingga mengurangi asetat dan meningkatkan
sintesis propionat. Hal ini pada gilirannya mengurangi sintesis endogen
cholesterol, asam lemak dan kepadatan sangat rendah lipopro-teins (Mesomya
dkk, 2002).
b. Nata dan Efek pencahar atau laksatif
Efek ini berhubungan dengan kekambaan feses yang disebabkan oleh
adanya serat. Feses yang kamba (volumeuos) akan mempersingkat waktu transit.
Jika berat basah feses lebih kecil atau sama dengan 60 gram per hari maka waktu
transit (waktu yang dibutuhkan mulai dari konsumsi makanan sampai feses
dikeluarkan) umumnya lebih dari 90 jam. Ketika berat feses basah meningkat,
waktu transit akan menurun. Pada berat feses basah 150 – 200 gram per hari,
waktu transit menjadi 40 – 50 jam. Semua makanan kaya serat akan meningkatkan
kekambaan feses.
Peran utama serat dalam nata ialah pada kemampuannya mengikat air,
sellulosa dan pektin. Serat dapat membantu mempercepat sisa-sisa makanan
melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses
dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan
mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena
gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban. Salah satu bukti
9
paling jelas manfaat serat adalah pada penanganan konstipasi (sembelit)
(Kritchevsky, 1994). Serat mencegah dan mengurangi konstipasi karena ia
menyerap air ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran
feses. Akan tetapi jika asupan air rendah, serat justru akan memperparah
konstipasi atau bahkan dapat menyebabkan gangguan pada usus besar. Tambahan
2 gelas air dari kebutuhan 6 gelas air per hari diperlukan untuk mengim-bangi
peningkatan konsumsi serat.
c. Nata dan kolorectal kanker
Nata yang mengandung serat yang tinggi dapat mengurangi risiko kanker
kolon. Beberapa mekanisme efek pelindungannya telah diketahui.
1. Serat meningkatkan ukuran feses dan menyelubungi komponen penyebab
kanker di dalam feses;
2. Serat mempersingkat waktu lewatnya sisa pencernaan pada saluran
pencernaan sehingga mengurangi paparan dinding usus terhadap karsinogen.
Akhirnya, fermentasi serat terlarut oleh bakteri menghasilkan komponen yang
protektif terhadap kanker kolon. (Kritchevsky, 1994; Gsianturi, 2003).
d. Nata dan efek fisiologi dari mikro flora usus dan hasil fermentasi
asam lemak rantai pendek
Proses fermentasi dan produksi asam lemak rantai pendek akan menekan
koloni dan pH fecal. Yang akan menghambat pertumbuhan organisme patogen.
pH yang rendah akan menurunkan degradasi peptida dan pembentukan zat toksik
seperti ammonia, phenolic dan penurunan aktivitas enzimatis. Asam lemak rantai
pendek akan masuk ke peredaran darah dan menimbulkan efek sistemik yang
bermanfaat bagi perubahan metabolisme glukosa dan kolesterol (Kritchevsky,
1994).
Nata sebagai sumber serat berperan sebagai imunomodulator contoh
penyerapan procarcinoma, menyerang sel malignan; menghambat pertumbuhan
bakteri peptolitik; meningkatkan absorpsi mineral; menurunkan intoleran dan
alergi makanan.; menghasilkan nutrien (komplek vitamin) dan enzim pencernaan.
10
kepadatan energi dari diet. Kaya serat makanan perlu dikunyah lebih lama,
Menyebabkan peningkatan waktu yang dibutuhkan untuk makan makanan dan
rasa kenyang. Serat yang membentuk solusi viskos juga menunda bagian makanan
dari lambung ke duodenum dan berkontribusi terhadap peningkatan kenyang dan
penurunan konsumsi energi. Dalam usus, yang tergabungnya tion serat dapat
menyulitkan persatuan antara enzim pencernaan dan substrat mereka, sehingga
memperlambat penyerapan nutrisi. Hal ini juga penting untuk dicatat bahwa efek
konsumsi serat makanan pada tubuh berat badan mungkin berhubungan dengan
hormon usus yang berbeda yangmengatur rasa kenyang, asupan energi dan / atau
fungsi-fungsi pankreas (Roberts, 2001).
f. Terhadap glukosa darah
Diet serat yang tinggi yaitu 25 gram/hari mampu memperbaiki pengontrolan
gula darah, menurunkan peningkatan insulin yang berlebihan di dalam darah serta
menurunkan kadar lemak darah. Diabetes melitus adalah suatu kondisi di mana
kadar gula dalam darah lebih tinggi dari normal (normal: 60 mg/dl sampai 145
mg/dl). Mekanisme serat yang tinggi dapat memperbaiki kadar gula darah yaitu
berhubungan dengan kecepatan penyerapan makanan (karbohidrat) masuk ke
dalam aliran darah yang di kenal dengan Glycaemic Index (GI). GI ini
mempunyai angka dari 0 – 100. Makanan yang cepat di rombak dan cepat di serap
masuk ke aliran darah mempunyai angka GI yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan kadar gula darah. Sebaliknya, makanan yang lambat di rombak dan
lambat di serap masuk ke aliran darah mempunyai angka GI yang rendah sehingga
dapat menurunkan kadar gula darah.
Berbagai penelitian sampai dengan tahun 2002, telah menunjukkan bahwa
serat dapat memperbaiki respon glukosa darah dan indek insulin. Serat kasar
(viscous fiber) menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran pencernaan
menuju pem-buluh darah. Para ahli percaya bahwa perbaikan yang berarti pada
pengendalian kadar gula darah hanya dapat dicapai dengan pemberian suplemen
serat dosis tinggi secara hati-hati, hal ini tidak dapat dicapai dengan mengonsumsi
makanan berserat tinggi (Wiickert dkk., 2008). Berdasarkan temuan baru ini,
American Diabetes Association mem- perbarui rekomendasi kecukupan serat per
hari bagi penderita diabetes. Rekomendasi yang baru menyatakan kecukupan serat
pada penderita diabetes turun dari 40 gram menjadi 20-35 gram per hari (tidak
berbeda dengan kecukupan untuk orang yang bukan penderita diabetes).
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nata merupakan produk yang memiliki kadar serat tinggi. Serat yang
terkandung dalam nata meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin, dan serat larut air.
Sehingga dengan keunggulan pada kandungan seratnya tersebut, maka nata yang
berasal dari berbagai media dapat digunakan sebagai produk yang dapat
mencegah dan meminimaalkan terjadinya beberapa macam penyakit. Mengingat
peranan nata yang berpengaruh positif terhadap kesehatan, yaitu sebagai penurun
kolesterol, glukosa darah pada penderita diabetes mellitus, mencegah konstipasi,
mengendalikan berat badan (mencegah obesitas), mencegah kanker kolekteral,
dan bermanfaat pada mikroflora di usus besar, maka nata perlu dikembangkan
berbasis berbagai media yang ada di sekitar lingkungan kita.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pembaca dan penulis sudah
memahami manfaat dari mikroba yang ada pada Nata De Coco dan dapat
menambah ilmu dan wawasan bagi pembaca dan penulis.
12
DAFTAR PUSTAKA
Irfan Gustian, Teja Dwi Sutanto, Morina Adfa. 2005. Efek Perendaman Larutan
Alkali Terhadap Prilaku Film Kertas Dari Nata de coco Yang Dimodifikasi:Jurnal
Gradien Vol.2 No.1 Januari 2006 : 126-129
Budhiono, A., Rosidi, B., Taher, H. & Iguchi, M. 1999. Kinetic Aspects Of
Bacterial Cellulose Formation In Nata De Coco Culture System. Carbohydrate
Polymer, 40, 137 - 143.
Collado, L. S. Processing And Problem Of The Industry In The Philipines.
Traditional Food And Their Processing In Asia, November, 13 - 15 1986 Tokyo.
Edria, D., Wibowo, M. & Elvita, K. 2008. Pengaruh Penambahan Kadar Gula
Dan Kadar Nitrogen Terhadap Ketebalan, Tekstur Dan Warna Nata De Coco.
Bogor: Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan , Ipb.
Effendi, N. H. 2009. Pengaruh Penambahan Variasi Massa Pati (Soluble Starch)
Pada Pembuatan Nata De Coco Dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter
Xylinum. Medan: Departemen Kimia Mipa Usu.
Hamad, A., Andriyani, N. A., Wibisono, H. & Sutopo, H. 2011. Pengaruh
Penambahan Sumber Karbon Terhadap Kondisi Fisik Nata De Coco. Techno,
Jurnal Ilmu Teknik, 12.