DISUSUN OLEH :
1. Catur Linda Nur J. (181301008)
2. Diah Mei Ratih W. (181301010)
3. Dyah Ratna Alvia (181301014)
4. Eka Evin Lina S. (181301015)
5. Fatimmatuz Zahroh (181301019)
6. Lailatun Nafi’ah (181301030)
7. Nanin Fauziah (181301041)
8. Reka Kusmila H. (181301048)
9. Siti Aisah (181301056)
10. Ummu Hanifah H. (181301059)
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa. Berkat limpahan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas
keperawatan komunitas. Tanpa ridho dan kasih sayang serta petunjuk dari-
Nya mustahil tugas ini dapat terselesaikan. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat, imbalan serta
karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan
bantuan yang tidak ternilai.
Kami membuat makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh dosen. Dari pembuatan makalah ini tidak hanya
menyelesaikan tugas, tetapi bertujuan menambah pengetahuan dan
wawasan kita yang berkaitan Asuhan Keperawatan pada Lansia yang
merasa kesepian.
Kiranya makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi pembaca.
Meski begitu, kami sadar bahwa makalah ini perlu untuk dilakukan
perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca akan kami terima dengan senang hati.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis, dan pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan pertambahan usia, lansia akan mengalami proses degenerative baik
dari segi fisik maupun segi mental. Menurunnya derajat kesehatan dan kemampuan
fisik akan mengakibatkan orang lanjut usia secara perlahan menarik diri dari hubungan
dengan masyarakat sekitar. Hal ini dapat menyebabkan interaksi sosial menurun
(Hardywinoto & Setiabudi, 1999 dalam Fitria 2011).Padahal, partisipasi sosial dan
hubungan interpersonal merupakan bagian yang cukup penting untuk kesehatan fisik,
mental, dan emosional bagi lansia.Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan sosial
mempunyai efek yang positif pada kesejahteraan emosional lansia dan kesehatan fisik
serta diprediksi dapat menurunkan resiko kematian.Lansia sering kehilangan
kesempatan partisipasi dan hubungan sosial.
Interaksi sosial cenderung menurun disebabkan oleh kerusakan kognitif, kematian
teman, fasilitas hidup atau home care(Estelle, Kirsch, & Pollack, 2006).Interaksi sosial
merupakan hubungan timbal balik, saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan,
serta tidak bisa terlepas dari satu hubungan yang terjadi antar individu, sosial, dan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.(Maryati dan Suryawati, 2006). Pendapat lain
dikemukakan olehGillin dan Gillin (1951) dalam Maryati dan Suryawati (2006)
yangmenyatakan bahwa interaksi sosial mungkin terjadi jika memenuhi dua
persyaratan, yaitu adanya komunikasi serta kontak sosial yang berlangsung dalam
tiga bentuk diantaranya adalah hubungan antar individu, individu dengan kelompok
dan antar kelompok.
Kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain akan dimiliki oleh individu
sampai akhir hayat. Namun, sebagian dari individu masih merasa kesepian ketika tidak
memiliki lawan interaksi untuk berbagi masalah (Annida, 2010). Kesepian
merupakan masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada lansia, merasa terasing
(terisolasi), tersisihkan, terpencil dari orang lain karena merasa berbeda dengan orang
lain (Probosuseno, 2007). Perasaan ini bisa menimbulkan kesedihan yang mendalam
sehingga bisa menekan kesehatan fisik dan mental pada lansia (Copel, 1998 dalam
Juniarti, 2008).
Kesepian merupakan suatu perubahan yang secara tidak langsung dialami oleh
setiap orang (Treacyet al, 2004).Pada beberapa individu, kesepian merupakan
bentuk yang persistent dalam hidup mereka (Ernst, 1998). Johson et al
(1993)menyatakan bahwasebanyak 62% lansia di Amerika merasakan kesepian.
Selain itu Ryan and Patterson menemukan bahwa kesepian menduduki ranking ke-2
terbanyak sebagai masalah yang terjadi pada lansia di Amerika (Treacy et al, 2004).
Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh British Gas menemukan bahwa 90 % dari
populasi, termasuk di dalamnya 82 % dari pensiunan yang berumur di atas 55
tahun menyatakan bahwa kesepian adalah masalah yang berhubungan dengan
bertambahnya usia, 32 % dari lansia yang diwawancarai menyatakan bahwa kesepian
itu adalah masalah personal mereka. Beberapa penelitian pada orang Eropa menyatakan
bahwa 2/3 dari lansia tidak merasakan kesepian, 1/5 kadang-kadang merasakan
kesepian, serta 1/10 mengatakan sering merasa kesepian.Berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada 10 orang lansia di Inggris, 1 orang diantaranya menyatakan bahwa
kesepian adalah masalah bagi dirinya (Forbes, 1996).
Penelitian dari National Council Ageing and Older Peopleyang bekerja sama
dengan School of Nursing and Midwifery, University Collage Dublinmenyatakan
bahwa di Irlandia terdapat435.000 orang yang berusia 65 tahun atau 11.2%dari
seluruh populasi mengalami peningkatan untuk hidup sendiri atau dengan pasangan
hidupnya. Sebuah badan internasional dan penelitian di Irlandiamenyebutkanbahwa
kesepian dan isolasi sosialmerupakan bagian dalam pengalaman hidup lansia.Penelitian
ini juga mengeksplorasi prevalensi kesepian dan isolasi sosial yang terjadi antara orang
Irlandia.
Penelitian internasional memiliki prevalensi yang berbeda-beda tentang
kesepian.Insiden kesepian tertinggi terjadi pada orang-orang Amerika. Namun hal
tersebut berbanding terbalik dengan insiden kesepian yang ada di Cina yaitu 3,5 % dari
sampel lansia yang melaporkan bahwa mereka mengalami kesepian tingkat
tinggi(Wang dalam Treacyet al, 2004). Victor (2002) melaporkan bahwa 7% lansia
yang mengalami kesepian dengan tingkat yang parah.Walaupun jumlah lansia yang
melaporkan kesepian relative kecil, tetapi memiliki kemungkinan bahwa prevalensi
lansia yang mengalami kesepian tidak akan turun setelah usia 60 tahun (Treacyet al,
2004).Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada lansia maka pemerintah
membentuk suatu wadah yang dinamakan panti werdha atau lebih dikenal dengan nama
panti jompo. Pada awalnya panti jompo diperuntukan bagi lansia yang terlantar atau
dalam keadaan ekonomi keluarga yang serba kekurangan.Namun seiring dengan
meningkatnya kebutuhan akanperawatan bagi lansia maka kini berkembang
panti-panti berbasis swasta yang umumnya untuk lansia dengan keadaan ekonomi
berkecukupan (Kadir dan Mariani, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP KESEPIAN
2.1 Kesepian
Peplau dan Perlman (dalam Baron & Bryne, 2002) kesepian adalah suatu
reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan
lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh orang tersebut.
Menurut Gierveld (dalam Latifa, 2008) kesepian adalah kondisi isolasi sosial
yang subyektif (subjective social isolation), dimana situasi yang dialami individu
tersebut dirasa tidak menyenangkan dan tidak diragukan lagi terjadi kekurangan
kualitas hubungan (lack of quality of relationship).
Menurut Nowan (2008) menyebutkan bahwa orang yang kesepian ada masalah
dalam memandang eksistensi dirinya (merasa tidak berguna, merasa gagal, merasa
terpuruk, merasa sendiri, merasa tidak ada yang peduli, dan perasaan negatif lainnya).
Menurut Baron & Bryne (2005) orang yang kesepian cenderung untuk menjadi
tidak bahagia dan tidak puas dengan diri sendiri, tidak mau mendengar keterbukaan
intim dari orang lain dan cenderung membuka diri mereka baik terlalu sedikit atau
terlalu banyak, merasakan kesia-siaan (hopelessness), dan merasa putus asa.
Menurut Weiss (dalam Sears dkk, 1991) perasaan kesepian tersebut dapat dibedakan
kedalam 2 (dua) tipe, yaitu :
a. Kesepian Emosional (Emotional Loneliness)
Kesepian ini terjadi karena tidak adanya figur kelekatan dalam hubungan
intimnya, seperti anak yang tidak ada orang tuanya atau orang dewasa yang tidak
memiliki pasangan atau teman dekat. Kesepian emosional dapat terjadi karena
tidak adanya hubungan dekat dengan orang lain, kurangnya adanya perhatian satu
sama lain. Jika individu merasakan hal ini, meskipun dia berinteraksi dengan
orang banyak dia akan tetap merasa kesepian.
b. Kesepian Situasional (Situational Loneliness)
Kesepian ini terjadi ketika sesorang kehilangan integrasi sosial atau komunitas
yang terdapat teman dan hubungan sosial. Kesepian ini disebabkan karena
ketidakhadiran orang lain dan dapat diatasi dengan hadirnya orang lain.
Sedangkan menurut Sadler (dalam Latifa, 2008) ada lima tipe kesepian, yaitu :
a. Interpersonal Loneliness
Manakala individu merindukan seseorang yang dahulu pernah dekat dengannya
dan melibatkan kesedihan yang mendalam sehingga individu mencari-cari orang
baru untuk dicintai. Tapi jika menemukan orang yang potensial menjadi pasangan
baru sebelum ia mampu mengatasi kesedihan terdahulu, maka individu akan takut
atau menolak.
b. Kesepian Sosial (Social Lonelines)
Perasaan ketika individu tidak ingin terpisah dari kelompok sosial yang dianggap
penting bagi kesejahteraannya dan tidak ada hal yang dapat ia lakukan untuk
mengatasi hal itu sekarang.
c. Culture Shoc
Terjadi ketika individu pindah ke suatu lingkungan kebudayaan baru.
d. Kesepian Kosmik (Cosmic Loneliness)
Dikenal dengan kesepian eksistensial yaitu perasaan ketidakmungkinan untuk
menjalin suatu hubungan yang sempurna dengan orang lain.
e. Kesepian Psikologikal (Psychological Loneliness)
Kesepian ini datang dari kedalaman hati individu, baik itu yang berasal dari situasi
masa kini ataupun sebagai reaksi dari traumatrauma masa lalu.
Menurut Bruno (2000), mendefinisikan tiga penggolongan kesepian yaitu:
a. Kesepian Kognitif (Cognitive Loneliness)
Kesepian kognitif terjadi jika individu mempunyai sedikit teman untuk berbagi
pikiran atau gagasan yang dianggap penting.
b. Kesepian Perilaku (Behavioral Loneliness)
Kesepian perilaku terjadi bila anda kurang atau tidak mempunyai teman
sewaktu berjalan atau melakukan kegiatan di luar rumah, misalnya anda ingin
nonton film atau ingin makan di restoran tapi anda tidak memiliki seorang teman
yang anda kenal yang bisa di ajak.
c. Kesepian Emosional (Emotional Loneliness)
Kesepian jenis ini terjadi bila individu membutuhkan kasih sayang tapi tidak
mendapatkannya.Inilah kesepian yang sangat penting dan sangat buruk dampaknya.
2.4 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesepian
Seseorang merasa takut untuk terlalu dekat dengan orang lain, karena khawatir
akan ditolak. Kedekatan social dilihat sebagai sesuatu yang berbahaya dan
penuh resiko
b. Faktor Situasional
1) Takut dikenal orang lain
Seseorang yang takut dikenal secara mendalam oleh orang lain akan cenderung
menghilangkan kesempatan untuk berhubungan dekat dengan orang lain,
sehingga orang tersebut tidak punya teman berbagi rasa.
2) Nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sosial
Nilai-nilai yang dianut seperti privasi dan kesuksesan dapat menyebabkan
seseorang merasa kesepian karena ia merasa terikat oleh nilai tersebut.
3) Kehidupan di luar rumah
Rutinitas diluar rumah seperti sekolah, kuliah dan kerja menyebabkan
kurangnya kehangatan hubungan seseorang dengan orang-orang tertentu.
4) Kehidupan di dalam rumah
Rutinitas dirumah seperti adanya jam makan, tidur, mandi akan menyebabkan
kejenuhan pada pelakunya.
5) Perubahan pola-pola dalam keluarga
Kehadiran orang lain dalam sebuah keluarga akan menyebabkan terganggunya
hubungan antar anggota keluarga.
6) Pindah tempat
Seringnya pindah dari satu tempat ke tempat lain akan menyebabkan seseorang
yang tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan lingkungan baru,
sehingga akan menimbulkan kesepian.
7) Terlalu besarnya suatu organisasi
Bila populasi dalam sebuah organisasai terlalu besar, akan sulit bagi seseorang
untuk mengenal satu sama lain secara lebih dekat.
8) Desain arsitektur bangunan
Bentuk bangunan yang canggih juga berpengaruh terhadap interaksi sosial. Hal
ini mengingat bangunan bangunan dapat menyebabkan masyarakat menjadi
individualistis dimana interaksi sosial menjadi terbatas.
Menurut Hanum (2008), ditinjau dari sudut sosiologis penyebab kesepian pada lanjut
usia antara lain karena beberapa hal sebagai berikut :
a. Teralienasi (Terasing)
Perasaan dapat disebabkan oleh adanya perasaan terasing dalam kehidupan sosial
sehingga merasa dirinya sendiri di dunia. Penderitaan akan kesepian ini semakin
menyiksa karena merasa tidak mempunyai kawan untuk berbagi rasa dan terisolasi
dari kehidupan bermasyarakat.
b. Anomie
Suatu situasi ketika terjadi suatu keadaan tanpa aturan, yaitu collective
conciousness (kesadaran kolektif) tidak berfungsi.Kondisi seperti itu terjadi dalam
suasana krisis, dimana kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi dan bertemu dengan
keadaan tidak berfungsinya aturan-aturan masyarakat pada akhirnya orang merasa
kehilangan arah di dalam kehidupan sosialnya. Lanjut usia yang mengalami
kesepian dan depresi dapat disebabkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri
(maladjustment) dengan kondisi lingkungannya. Mereka merasa kecewa dan
frustasi dengan keadaan yang ada sehingga mendorong untuk menarik diri dari
partisipasi di masyarakat.
c. Perubahan pada pola kekerabatan
Nilai kekerabatan dalam kehidupan keluarga semakin lemah. Mengarah pada
bentuk keluarga inti, lanjut usia tidak jarang terpisah jauh dari anak cucu akibat
proses urbanisasi. Lanjut usia ditinggalkan oleh anggota keluarga dan kurang
diperhatikan, dan banyak diantara mereka hidup sendiri dan kesepian. Keterpisahan
lanjut usia dari anggota keluarga menyebabkan mereka tidak intensif mendapat
perhatian dan kesejahteraan. Oleh karena itu, perasaan sepi dan tertekan kerap
mewarnai para lanjut usia yang ditinggalkan orang-orang yang dicintainya.
2.5 Dampak dari Kesepian
Adapun dampak dari kesepian menurut Robinson (1994) yaitu :
a. Mengalami rendah diri, bergantung pada teman untuk membangun harga dirinya.
b. Menyalahkan diri sendiri.
c. Tidak ingin berusaha untuk terlibat pada kegiatan sosial.
d. Mempunyai persepsi negatif tentang diri sendiri.
e. Merasakan keterasingan, kesendirian dan perasaan tidak bahagia terhadap
lingkungan sekitar
2.6 Penatalaksanan
a. Non farmakologi
Terapi musik memiliki sedikit perbedaan dengan terapi musik kelompok, namun
efek dan manfaatnya tetap sama (Mohammadi et al., 2009). Terapi musik
kelompok adalah salah satu kombinasi baru yang merupakan hasil adaptasi
penggabungan antara terapi musik secara aktif maupun secara pasif (Chen et al.,
2009).
1) Tahap awal
2) Pemanasan
Fase pemanasan merupakan fase pelenturan otot-otot terutama otot tangan dan
persendian, yang dapat dilakukan dalam fase ini adalah kegiatan pijat memijat
ataupun senam ringan. Pemijatan dapat dilakukan secara mandiri,
bergantian ataupun saling memijat antar peserta lansia (Pacchetti et al., 2001).
Fase pemanasan ini dapat diiringi dengan menggunakan alunan musik dan
dapat juga diselingi dengan game/permainan, sehingga membuat suasana lebih
santai.
3) Menari
Fase menari dapat dilakukan dengan bantuan alunan musik. Para peserta
menari mulai dari ritme lambat sampai cepat mengikuti irama musik yang
diberikan dan ditentukan oleh peneliti (Mohammadi et al., 2009). Menari
membuat lansia dan para peserta menjadi santai dan secara tidak lansung dapat
menggerakkan seluruh anggota badan untuk menjaga kebugaran tubuh. Pada
fase ini peneliti juga dapat meramu dengan sedikit sentuhan dengan
mengkombinasikan tarian dengan permainan ringan, sehingga lansia dituntut
untuk aktif (Chen et al., 2009).
Fase ini lansia diajak untuk bermain instrumen atau bermain menggunakan alat
musik. Para peserta diajarkan bagaimana menggunakan atau memainkan alat
musik yang telah disediakan oleh peneliti (Hayashi et al., 2002). Para peserta
bisa dibuat menjadi kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan dalam
pengajaran instrumen musik. Setiap kelompok dapat didampingi oleh satu
atau lebih asisten peneliti (Mohammadi et al., 2009).
Kelompok musik bermain diikuti oleh para peserta tanpa instrumen alat musik,
namun dalam melakukan fase ini bisa diiringi dengan menggunakan alunan
musik. Peserta secara berkelompok melakukan permainan yang telah
diinstruksikan oleh peneliti, misalnya saja bermain bola, meniup gelembung
sabun, berpuisi, bermain peran atau bercerita (Mohammadi et al., 2009).
Para peserta lansia mendengarkan alunan musik santai dan dapat juga
bernyanyi bersama ataupun bermain alat musik bersama (Chen et al., 2009).
Fase ini merupakan fase dimana para peserta dipersilakan untuk mendengarkan
dan melihat penampilan permainan musik oleh kelompok musik tamu yang
telah disediakan untuk menghibur (Chen et al., 2009).
8) Menyimpulkan fase.
Pegertian
Terapi aktivitas keompok adalah salah satu terapi modaitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masaah keperawatan yang
sama dimana focus tiap pertemuan adalah mengupayakan kesadaran dan
mengerti diri sendiri memperbaiki hubungan interpersonal, dan merubah
perilaku. Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku klien yang maladaptif
menjadi adaptif. Klien akan mempelajari bagaimana membuat perasaan yang
sesuai dan menggali caracara untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perubahan pribadi. TAK merupakan bagian asuhan keperawatan guna
menyelesaikan masalah klien. Dengan TAK, klien mendapatkan bantuan
penyelesaian masalah melalui kelompoknya.
Jenis-jenis TAK
Berdasarkan Wahyu dan Karlina dalam Saragih ada 5 jenis terapi aktivitas
kelompok pada keperawatan jiwa yang paling banyak ditemukan, yaitu:
Menurut Stuart dan Larsia dalam keliat jumlah anggota kelompok yang
nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 7-10 orang
dan menurut Rawlins, Williams dan Beck dalam Keliat adalah 5-10 orang.
Sedangkan waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi
kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang
tinggi.Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian
tahap kerja dan finishing berupa terminasi.Banyaknya sesi bergantung
pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali per minggu; atau dapat
direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
b) Terapi aktivitas keompok stimulasi sensori (untuk klien yang
mengalami gangguan sensori)
c) Terapi aktivitas kelompok orientasi realita (untuk klien halusinasi yang
telah mengontrol halusinasinya klien waham yang telah dapat
berorientasi pada realita dan sehat secara fisik)
d) Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi (untuk klien dengan
halusinasi)
e) Terapi penyaluran energy, yaitu teknik menyalurkan energy secara
konstruktif dimana memungkinkan perkembangan pola-pola penyaluran
energy seperti katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara komstruktif
tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri dan lingkungan.
d. Meditasi
Meditasi ternyata mampu menjadi penangkal yang ampuh dalam mengatasi
rasa kesepian ini.Sebuah penelitian di Carnegie Mellon University menunjukkan
bahwa meditasi dapat menekan penderitaan akibat rasa kesepian seminimal
mungkin. Penelitian ini melibatkan 40 orang tua sehat berusia 55-85 tahun dan
menunjukkan hasil berupa adanya efektivitas terapi meditasi dalam mengusir rasa
sepi, bahkan setelah adanya pemeriksaan darah dan indikator kesehatan yang lain,
meditasi dapat memperbaiki kualitas hidup kaum lanjut usia.
Para partisipan ini rata rata melakukan kegiatan meditasi selama 30 menit tiap
harinya dalam periode 8 minggu dengan rasa rileks dan tenang.Dengan perasaan
damai yang didapat dari meditasi, resiko inflamasi atau radang, resiko utama pada
kematian dini yang diakibatkan karena kanker maupun sakit jantung, dapat
ditekankan. Salah satu ilmuwan dalam penelitian ini, Steven Cole, bahkan
menuturkan bahwa penelitian ini menunjukkan indikasi bahwa ekspresi gen pada
sistem imun ternyata dapat diatur melalui intervensi psikologis, sebagaimana
dikutip oleh Dailymail.
Sebuah studi menjelaskan bahwa meditasi bisa membantu mengurangi
kesepian pada orang dewasa dan menambah pemikiran positif bagi
mereka.Orang-orang dewasa yang mengikuti program pengosongan pemikiran
selama delapan minggu menunjukkan bahwa mereka mengalami tingkat kesepian
yang lebih rendah saat disurvey.Selain itu mereka juga mengalami perubahan
positif yang cukup signifikan.
Kesepian dan nyeri batin pada seseorang dapat meningkatkan resiko
seseorang mengalami alzheimer, penyakit jantung dan resiko kematian dini
lainnya.Sama halnya seperti otot yang harus dilatih, begitupula dengan pikiran
kita.
Saat seseorang memasuki usia tua, kesepian akan semakin melanda karena
tidak banyak interaksi yang mereka lakukan dengan orang lain. Meditasi
sangat dianjurkan oleh J. David Creswell, seorang psikolog dari
Pennsylvania.Dengan melakukan meditasi sekitar 15-20 menit, bisa membantu
Anda menikmati manfaat besar, seperti mengurangi nyeri batin atau kegalauan
yang melanda Anda.
Tidak perlu menghabiskan uang banyak bila Anda ingin meditasi.Anda
bisa melakukannya di ruangan dengan sirkulasi udara cukup dan situasi
tenang.Semakin tenang semakin baik.
B. KONSEP STROKE
2.1 Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C., 2002)
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Susilo, 2000)
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri
kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non
haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik
(Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah
penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi,
pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah penghentian suplai darah
ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,
memori , bicara atau sensasi (Smeltzer C. Suzann, 2002)
Faktor resiko pada penyakit stroke :
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit
6. Diabetes
7. Kontrasepsi oral
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat
10. Konsumsi alkohol
mata
8 Berputar 360 derajat Langkah tidak kontinyu 0
Langkah kontinyu 1
Goyah 0
Stabil 1
9 Berdiri ke duduk Tidak aman (salah penempatan, duduk 0
dengan menjatuhkan diri ke kursi)
b. Tes Berjalan
Instruksi Reaksi pasien Skor
1 Inisiasi berjalan Memulai dengan ragu-ragu 0
dengan Instruksi Tanpa ragu 1
2 Panjang dan tinggi
langkah
Ayunan kaki Tidak melewati kaki kiri yang menumpu 0
kanan
Melewati kaki kiri yang menumpu 1
Kaki kanan menyentuh lantai 0
Kaki kanan tidak menyentuh lantai 1
Panjang dan tinggi
langkah
Ayunan kaki kiri Tidak melewati kaki kanan yang 0
menumpu
Melewati kaki kanan yang menumpu 1
Kaki kiri menyentuh lantai 0
Kaki kiri tidak menyentuh lantai 1
3 Kesimetrisan langkah Jarak langkah kanan dan kiri tidak sama 0
Jarak langkah kanan dan kiri sama 1
4 Kontinyuitas langkah Stop atau tidak kontinyu pada setiap 0
langkah
Kontinyu pada setiap langkah 1
5 Berjalan lurus pada Terdapat deviasi 0
jalur ( estimasi jarak Deviasi moderat/ berjalan dengan alat 1
8. Keadaan Emosi
a. Anxietas
Mbah R. berkata “saya selalu memikirkan keadaan diri saya yang seperti ini,
saya takut jika sewaktu-waktu kondisi saya semakin parah”.
b. Perubahan perilaku
Mbah R. berkata “Saya dari dulu ya gini-gini aja, ndak ada yang
berubah mbak.”
c. Mood
Mbah R berkata “Kalau lagi rame gini ya seneng, tapi kalau sepi dan gak
ngapa- ngapain ya sedih juga. Rasanya bosen.”
E. Dimensi Fisik
1. Luas Wisma
Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading Semarang terletak diatas
tanah yang luasnya ± 4.400 m2 dengan luas bangunan fisik ± 1800 m 2. Sarana yang
dimiliki adalah aula, asrama/ bangsal, poliklinik, dapur, ruang makan dan Musholla
serta pemulasaran Jenazah.
2. Keadaan lingkungan didalam wisma
a. Penerangan
Penerangan diwisma cukup baik. Ada beberapa lampu didalam masing-masing
bangsal dan cahaya dari luarpun bisa masuk ruangan melalu jendela.
b. Kebersihan dan Kerapian
Lingkungan sekitar panti bersih dan rapi. Setiap pagi hari masing-masing bansal
dibersihkan seperti di sapu dan di pel. Tempat tidur para lansia juga dibersihkan,
diberi karpet dan diganti sarung bantal jika sudah kotor.
c. Pemisahan Ruangan antara Pria dan Wanita
Ruang atau bangsal antara pria dan wanita dipisah. Mereka berada di ruangan
yang berbeda berdasarkan kemampuan lansia yaitu potensial dan tidak potensial.
d. Sirkulasi Udara
Setiap bangsal dilengkapi dengan jendela, pintu, dan ventilasi atau lubang angin.
Dalam satu ruang ada 16 jendela besar dan 16 jendela kecil seperti ventilasi.
Jendela dibuka pada waktu pagi hari dan ditutup pada waktu malam hari. Pintu
ada 2 yaitu pintu utama dan pintu penyekat dengan ruangan lain. Pintu dibuka dan
ditutup sesuai kebutuhan.
e. Keamanan
Lantai ruangan rata, disapu dan dipel setiap pagi. Kadang lantai licin akibat ada
air bercereran atau air kencing lansia yang suka BAK sembarangan. Di dalam
ruangan tidak ada pegangan tetapi di kamar mandi terdapat pegangan. Lansia
dengan risiko jatuh memakai alat bantu.
f. Sumber Air Minum
Air minum yang digunakan adalah air galon isi ulang. Galon yang sudah habis
akan diganti dengan air isi ulang yang baru.
g. Ruang Berkumpul Bersama
Terdapat ruang berkumpul bersama untuk menonton TV dalam satu bangsal
berupa kursi panjang dan TV. Ruangan sedikit berisik karena suara TV yang
lumayan keras.
3. Keadaan Lingkungan di Luar Wisma
a. Pemanfaatan Halaman
Halaman panti yang berada di depan digunakan untuk kegiatan apel dan senam
bersama setiap pagi. Sedangkan halaman tengah panti dibuat taman untuk duduk
bersantai dan halaman lainnya ditanami tanaman dan pohon kecil.
b. Pembuangan Air Limbah
Air limbah di panti dibuang ke saluran pembuangan air berupa selokan yang
terbuka. Saluran pembuangan limbah di sekitar panti cukup lancar sehingga tidak
berbau
c. Pembuangan Sampah
Sampah dibuang di tempat sampah atau tong sampah yang sudah disediakan
didepan masing-masing bangsal atau tempat tertentu. Sistem pembuangan sampah
menggunakan sistem pengangkutan oleh lembaga penganggung jawab
pengelolaan sampah. Pengumpulan sampah dilakuakan dengan menyatukan
sampah dari ruangan ke bak sampah utama di belakang panti.
d. Sanitasi
Kondisi sanitasi panti cukup baik. Terdapat tempat pembuangan sampah dan
limbah yang telah disediakan oleh pengurus panti.
e. Sumber Pencemaran
Pencemaran ruangan di panti kebanyakan berupa bau tidak sedap dari air kencing
lansia.
F. Dimensi Sosial
1. Hubungan lansia dengan lansia didalam wisma
Mbah R berkata “saya kenal dengan orang-orang satu kamar saya mbak, saya
biasanya cerita dan ngobrol dengan orang-orang disekitar tempat tidur saya”.
2. Hubungan antar lansia diluar wisma
Mbah R berkata “saya tidak kenal dengan lansia lain selain yang diruangan saya
mbak, hanya sekedar tau saja tidak tau namanya, saya jarang keluar kamar, saya lebih
banyak hanya didalam kamar saja”.
3. Hubungan lansia dengan anggota keluarga
Mbah R berkata “hubungan dengan keluarga saya masih baik mbak, keluarga
nengokin kesini setiap hari raya”.
4. Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
Mbah R berkata “saya kenal dan lumayan dekat dengan Bu Y sebagai pengasuh saya
mbak”.
5. Kegiatan organisasi social
Mbah R berkata “saya tidak pernah mengikuti organisasi apapun mbak, saya tidak
mengerti tentang semua itu”.
6. Dimensi Tingkahlaku
1. Pola Makan
Klien makan 3x dalam sehari, porsi makan cukup sesuai aturan di dalam panti dan
setiap kali makan klien selalu menghabiskan porsi makanannya, tidak mengalami
kesulitan saat menguyah makanan karena kondisi gigi yang masih utuh. Klien selalu
suka dengan menu makanan yang disediakan.
2. Pola Tidur
Mbah R berkata “saya sering terbangun saat malam hari mbak, saya merasa tidak
tenang dan merasa was-was, tidurnya tidak nyenyak, tiba-tiba kalau malam sering
terbangun terus tidak bisa tidur lagi, kadang bisa tidur lagi mbak dan saya sering
mengantuk dipagi hari”.
Mbah R berkata “saya tidur malam kira-kira ya mulai jam 20.00-04.00 tidur nyenyak
paling sejam sampai dua jamanan saja mbak, setelah itu susah tidur kalau tidur siang
biasanya jam 13.00-14.00”.
3. Pola Eliminasi
Klien BAK ±5-6x/hari dan BAB 1x/hari
4. Kebiasaan Buruk Lansia
Jika malam hari klien merasa gerah, klien akan mandi.
5. Pelaksanaan Pengobatan
Berdasarkan hasil pengkajian, di panti tersebut terdapat adanya poliklinik untuk
lansia yang mempunyai masalah kesehatannya, maka diberi obat yang sudah
disediakan di panti.
6. Kegiatan Olahraga
Setiap hari klien mengikuti kegiatan olahraga di bangsal yang diadakan oleh pihak
panti
7. Rekreasi
Bentuk rekreasi klien yaitu dengan berbincang dengan lansia yang lain dan menonton
televisi
8. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan oleh klien dan pengasuh panti.
7. Dimensi system kesehatan
1. Perilaku Mencari Pelayanan Kesehatan
Jika klien kurang enak badan, hanya dipakai untuk istirahat saja. Namun, jika
dirasa sudah tidak kuat klien melaporkan kondisinya pada petugas panti. Mbah R
berkata “Ya kalau sakitnya sedikit saya diem-diem aja, tapi nek gak betah pergi
ke poliklinik minta obat.”
2. System Pelayanan Kesehatan
a. Fasilitas Kesehatan Yang Tersedia
Mbah R berkata “Di sini ada poliklinik, biasane nek sakit teng mriku
minta obat.”
b. Jumlah Tenaga Kesehatan
Mbah R berkata “Wah ndak tau kalau itu, banyak di sini mbak.”
c. Tindakan Pencegahan Terhadap Penyakit
Mbah R berkata “Yo sering jalan-jalan aja biar gak kaku.”
d. Jenis Pelayanan Kesehatan Yang Tersedia
Mbah R berkata “Ya poliklinik itu yang biasanya saya minta obat kesitu
dan setiap minggu diukur tensi”
e. Frekuensi Kegiatan Pelayanan Kesehatan
Mbah R berkata “yah rutin, yaa kayak seminggu sekali, kadang juga gak ada”
8. Pemeriksaan Fisik
No Bagian/region Hasil pemeriksaan Masalah
keperawatan yang
muncul
1 Kepala Inspeksi: Tidak ada
Bentuk kepala klien mesochepal,
warna rambut hitam bercampur
putih, penyebaran rambut merata,
kulit rambut bersih, tidak ada lesi
pada kulit kepala.
Palplasi: Tidak ada nyeri tekan atau
benjolan pada kepala klien.
2 Wajah/muka Inspeksi: Tidak ada
Bentuk muka klien normal, tidak
ada benjolan, kulit wajah bersih
dan lembab, tidak ada luka atau
lesi.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada
wajah klien.
3 Mata Inspeksi: Tidak ada
Mata kanan dan kiri simetris, bulu
mata sedikit dan pendek, tidak ada
cairan abnormal yang keluar dari
mata, sklera jernih, konjungtiva
non anemis, tidak memakai kaca
mata, terlihat kantung mata.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
4 Telinga Inspeksi: Tidak ada
Telinga klien bersih, bentuk
simetris antara kanan dan kiri, tidak
ada luaran serum, tidak ada lesi
atau luka, klien masih mampu
mendengar dengan baik.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada
telinga, tidak teraba benjolan.
5 Mulut dan gigi Inspeksi: Tidak ada
Mulut klien bersih, bibir lembab,
simetris antara atas dan bawah, gigi
beberapa sudah tanggal, warna gigi
menguning kehitaman, tidak
terdapat stomatitis, lidah bersih.
6 Leher Inspeksi: Tidak ada
Leher klien bersih, warna kulit
merata, reflek telan baik.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan,
tidak ada pembesaran kelenjar
limfe atau tiroid.
7 Dada Inspeksi: Tidak ada
Perkembangan antara dada kanan
dan kiri simetris
Palpasi: Taktil fremitus teraba
sama antara dada kanan dan kiri
Perkusi: Bunyi resonan
Auskultasi: Suara paru vesikuler
8 Jantung Inspeksi: Tidak ada
Tidak nampak pembesaran pada
permukaan jantung
Palpasi: Tidak ada nyeri pada area
jantung, teraba ictus cordis pada
SIC 5 midklavikula sinistra
Perkusi: Terdengar suara pekak
Auskultasi: terdengar bunyi lup
dup secara teratur tanpa adanya
bunyi tambahan
9 Abdomen Inspeksi: Tidak ada
Warna kulit merata, tidak ada lesi
atau luka
Auskultasi: bising usus 10x/menit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada
area abdomen
Perkusi: bunyi timpani
10 Ekstremitas atas Inspeksi: Warna cokelat, kering, Gangguan mobilitas
tidak terdapat lesi, kuku kotor dan fisik
pecah-pecah.
Kekuatan otot:
5 1
3 2
3 2
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan tindakan 0224 NIC: Exercise Therapy:
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 keperawatan selama 3x24 jam Joint Mobility
berhubungan jam diharapkan terdapat diharapkan tidak terjadi stroke 1. Tentukan batasan dari
dengan gangguan peningkatan derajat Range berulang dengan kriteria hasil: perpindahan sendi dan
neuromuscular of Motion dengan kriteria 1. TTV dalam rentang dampak dari fungsinya
(00085) hasil: normal 2. Jelaskan kepada pasien
1. Klien bersedia 2. Klien patuh tujuan dan rencana dari
melakukan terapi mengkonsumsi terapi latihan sendi
ROM 3. Mengontrol lokasi dan
2. Klien berpartisipasi ketidaknyamanan dari
aktif dalam nyeri selama
melakukan terapi beraktivitas/berpindah
ROM 4. Lakukan latihan ROM
3. Klien mau aktif atau pasif
melakukan terapi 5. Jadwalkan latihan ROM
ROM secara aktif atau pasif
terjadwal 6. Berikan semangat
ambulasi jika diperlukan
7. Sediakan pertolongan
yang positif untuk
aktivitas latihan sendi
3. Resiko kesepian Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan tindakan 5270 Spiritual Support
(00054) keperawatan selama 45 keperawatan selama 1 x 45 1. Gunakan komunikasi
menit x 1 pertemuan dalam menit, diharapkan klien terapeutik untuk
3 hari diharapkan resiko mampu: membangun hubungan
kesepian pada klien dapat - Ikut aktif dalam saling percaya dan empati
dicegah dengan kriteria melakukan terapi 2. Bantu klien untuk
hasil: pendekatan spiritual mengingat pengalaman
Loneliness Severity (1203) yang telah diajarkan spiritual pada masa lalu
- Klien tidak - Melakukan kembali 3. Dorong klien untuk
mengutarakan secara mandiri berdoa dan selalu
respon kesepian mengenai terapi mengingat Allah SWT
- Klien tidak pendekatan spiritual 5320 Coping Enhancement
menunjukkan respon yang diajarkan 1. Identifikasi apa yang
kesepian
- Mengisi kekosongan dirasakan oleh klien.
waktu dengan 2. Apresiasi setiap apa yang
melakukan terapi diungkapkan oleh klien.
pendekatan spiritual 3. Sediakan waktu untuk
Mengusir rasa kesepian mendengar keluhan klien.
yang terkadang muncul
dengan melakukan hal 4. Fasilitasi klien dalam
yang disukai peningkatan kualitas
hidup dengan
memberikan terapi
pendekatan spiritual.
5. Evaluasi keberhasilan
klien dalam melakukan
setiap intervensi yang
telah dianjurkan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan
Waktu Implementasi
Keperawatan Umum Khusus
Resiko Jatuh Setelah dilakukan Setelah dilakukan 1. Mengkaji adanya faktor-
25 Mei
(00155) tindakan keperawatan tindakan keperawatan faktor resiko jatuh
2021
selama 3x24 jam selama 3x24 jam 2. Menjelaskan kepada
diharapkan klien diharapkan klien pasien tujuan dan rencana
mampu: mampu: dari latihan keseimbangan
- Memperlihatkan - Mengidentifikas 3. Mengajarkan tentang
upaya i dan upaya pencegahan jatuh
menghindari mengetahui 4. Menjelaskan kepada
jatuh atau tidak bahaya pasien tujuan dan rencana
terjadi dengan lingkungan dari latihan keseimbangan
- Klien yang dapat 5. Mengajarkan latihan terapi
melakukan meningkatkan keseimbangan
latihan kemungkinan 6. Memberikan apresiasi
keseimbangan jatuh setiap apa yang dilakukan
secara aktif - Mampu oleh klien
melaporkan 7. Menganjurkan melakukan
cara yang tepat gerakan keseimbangan
dalam secara mandiri
melindungi diri 8. Menjadwalkan kembali
dari risiko jatuh untuk latihan
keseimbangan
- Melakukan
latihan
keseimbangan
secara mandiri
25 Mei Resiko kesepian Setelah dilakukan Setelah dilakukan - Menggu nakan komunikasi
2021
(00054) tindakan keperawatan tindakan keperawatan terapeutik untuk membangun
selama 45 menit x 1 selama 1 x 45 menit, hubungan saling percaya dan
pertemuan dalam 3 hari diharapkan klien empati
diharapkan resiko mampu: - Mengidentifikasi apa yang
kesepian pada klien 1. Ikut aktif dalam dirasakan oleh klien
dapat dicegah dengan melakukan terapi - Membantu klien untuk
kriteria hasil: Pendekatan spiritual mengingat pengalaman
Loneliness Severity yang telah diajarkan spiritual pada masa lalu
(1203)
2. Melakukan kembali
1. Klien tidak - Mengapresiasi setiap apa
secara mandiri
mengutarakan yang diungkapkan oleh klien
mengenai terapi
respon kesepian - Mendorong klien untuk
pendekatan spiritual
2. Klien tidak berdoa dan selalu mengingat
yang diajarkan
menunjukkan Allah SWT
3. Mengisi kekosongan
respon kesepian - Memfasilitasi klien dalam
waktu dengan
peningkatan kualitas
melakukan terapi
hidup dengan memberikan
pendekatan spiritual
terapi pendekatan spiritual
4. Mengusir rasa
- Mengevaluasi keberhasilan
kesepian yang
klien dalam melakukan setiap
terkadang muncul
intervensi yang telah
dengan melakukan
dianjurkan
hal yang disukai
EVALUASI SUMATIF
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Sumatif
.
1. Resiko Jatuh (00155) S: Mbah R berkata “karena stroke ini mbak, tangan
kanan dan kaki kiri saya tidak bisa digerakan, dulu
saya itu tidak bisa apa-apa cuma bisa tiduran,
kalau sekarang sudah lumayan”
O:
- Usia Mbah R 72 tahun
- Mbah R mengalami kesulitan berjalan
- Mbah R mengalami kesulitan menggerakan
tangan kiri
- Tangan dan kaki kiri Mbah R mengalami
hemiplegia
- Total score keseimbangan adalah 10 yang
menunjukkan resiko jatuh tinggi
- Klien kooperatif dan mengikuti instruksi ajaran
yang dijelaskan
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
- Kaji adanya faktor-faktor resiko jatuh
- Ajarkan tentang upaya pencegahan jatuh
- Jelaskan kepada pasien tujuan dan rencana
dari latihan keseimbangan
- Ajarkan latihan terapi: keseimbangan
- Beri apresiasi setiap apa yang dilakukan oleh
klien
- Anjurkan melakukan gerakan keseimbangan
secara mandiri
- Jadwalkan kembali untuk latihan
2. Gangguan mobilitas fisik S : Mbah R berkata “ Tangan yang kiri belum bisa
berhubungan dengan gangguan digerakkan mbak, kakine udah lumayan, sitik-
neuromuscular (00085) sitik isa digerakin, bisa buat jalan pelan-pelan.”
O : - Ekstremitas kiri mengalami hemiplegia
- Belum terlihat adanya peningkatan derajat
range of motion
- Kekuatan otot
5 1
5 2
- Klien mengikuti terapi ROM dengan aktif
dan antusias
- Klien mengkonsumsi terapi tepat waktu
- TTV: TD: 140/100 mmHg HR: 98 x/menit
RR: 23 x/menit Suhu: 37,50C
A : Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Tentukan batasan dari perpindahan sendi dan
dampak dari fungsinya
- Kontrol lokasi dan ketidaknyamanan dari
nyeri selama beraktivitas/berpindah
- Lakukan latihan ROM aktif atau pasif
- Jadwalkan latihan ROM aktif atau pasif
- Berikan semangat ambulasi jika diperlukan
- Sediakan pertolongan yang positif untuk
aktivitas latihan sendi
3. Resiko Kesepian (00054) S : klien mengatakan merasa sepi dan jarang
melaksanakan sholat dan dzikir selama di panti
O : klien terlihat antusias dalam bercerita
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi intervensi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemberian asuhan keperawatan kepada lansia merupakan hal yang tidak mudah.
Kita harus mampu mengkaji kondisi lansia secara komprehensif. Sehingga setiap detail
kondisi pada lansia dapat kita temukan terdapatnya masalah atau tidak.
Saat melakukan pengkajian pada Mbah R, kami mendapatkan empat masalah
yang harus kami beri intervensi keperawatan. Masalah keperawatan itu diantaranya
adalah resiko jatuh, gangguan mobilitas fisik, gangguan pola tidur dan resiko kesepian.
Dari keempat masalah tersebut kami memberikan intervensi berupa ROM, terapi
keseimbangan, terapi aromaterapi, dan terapi pendekatan spiritual.
Intervensi keperawatan yang kami lakukan ini cukup efektif dalam mengatasi
masalah yang ada pada klien. Ada beberapa perubahan yang menunjukkan keefektifan
intervensi kita. Diantaranya klien merasa tenang saat diberikan terapi pendekatan
spiritual.
B. Saran
1. Perawatan lansia sebaiknya di lakukan secara holistic meliputi: biologi, psikologi,
social, spiritual.
2. Perawat dipanti diharapkan selalu memberikan perhatian yang penuh kepada lansia
sehingga lansia tidak merasa terkucilkan dan kesepian di panti
3. Dalam perawatan lansia sebaiknya berupaya untuk memandirikan lansia sesuai
dengan kemampuannya.