Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT ANAK SEKOLAH atau BALITA

Oleh:

Nama : Ummu Hanifah Hamid

NIM : 181301059

Prodi : S1 Keperawatan Tingkat 3

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG

2019/2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGREGAT BALITA

A. Pengkajian
Asuhan Keperawatan komunitas adalah suatu kerangka kerja untuk memecahkan
masalah kesehatan yang ada di masyarakat secara sistematis dan rasional yang didasarkan
pada kebutuhan dan masalah masyarakat. Model community as partner terdapat dua
komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda
pengkajian komunitas terdiri(1) inti komunitas (the community core), (2) subsistem
komunitas (the community subsystems), dan (3) persepsi (perception). Model ini lebih
berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat yang merupakan praktek, keilmuan, dan
metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam meningkatkan
kesehatannya.
1. Data inti
a. Demografi
Variabel yang dapat dikaji adalah jumlah balita baik laki-laki maupun perempuan.
Data diperoleh melalui. Puskesmas atau kelurahan berupa laporan tahunan atau
rekapitulasi jumlah kunjungan pasien yang berobat.
b. Statistik vital
Data statistik vital yang dapat dikaji adalah jumlah angka kesakitan dan angka
kematian balita. Angka kesakitan dan kematian tersebut diperoleh dari penelusuran
data sekunder baik dari Puskesmas atau Kelurahan.
c. Karakteristik penduduk
Variabel karakteristik penduduk meliputi :
a) Fisik : jenis keluhan yang dialami oleh warga terkait anaknya. Perawat
mengobservasi ketika ada program posyandu.
b) Psikologis : efek psikologis terhadap anak maupun orang tua yaitu berupa
kesedihan karena anaknya berisiko tidak bisa bermain dengan anak-anak sebaya
lainnya dan pertumbuhan anak pun akan terhambat atau sulit untuk berkembang.
c) Sosial : sikap masyarakat terhadap adanya kasus penyakit masih acuh dan tidak
memberikan tanggapan berupa bantuan untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan, namun orang tua membawa anak ke posyandu rutin untuk ditimbang.
d) Perilaku :  seperti pola makan yang kurang baik mungkin mempengaruhi
penyebab anak mengalami gizi kurang, diare dan penyakit lainnya, terlebih
banyak orang tua yang kurang mampu dalam hal ekonomi.
2. Sub sistem
a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik yang kurang bersih akan menambah dampak buruk terhadap
penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena penyakit, selain faktor untuk
menjamin mendapatkan makanan yang sehat akan sulit didapat, selain itu kerentanan
terhadap vektor penyakit menjadi salah satu tingginya risiko peningkatan kejadian
sakit diwilayah tersebut.
b. Sistem kesehatan
Jarak antara desa dengan puskesmas tidak terlalu jauh yaitu hanya 1 km, desa
tersebut memiliki 1 posyandu dalam 1 RW dan aktif melaksanakan program kerja
yang dilaksanakan 1 bulan sekali, namun untuk ketersedian posbindu belum ada.
c. Ekonomi
Pekerjaan yang dominan diwilayah tersebut yaitu buruh, petani,dan lainnya yang
berpenghasilan bervariasi untuk setiap keluarga.
d. Keamanan dan transportasi
Wilayah tersebut memiliki mobil yang disediakan oleh pemberi bantuan untuk
dimaanfaatkan oleh masyarakat dalam hal memfasilitasi masyarakat untuk
mempermudah akses mendapatkan layanan kesehatan.
e. Kebijakan dan pemerintahan
Jenis kebijakan yang sedang diberlakukan, kegiatan promosi kesehatan yang
sudah dilakukan, kebijakan terhadap kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan,
serta adanya partisipasi masyarakat dalam
f. Komunikasi
Komunikasi meliputi jenis dan tipe komunikasi yang digunakan penduduk,
khususnya komunikasi formal dan informal yang digunakan dalam keluarga. Jenis
bahasa yang digunakan terutama dalam penyampaian informasi kesehatan gizi, daya
dukung keluarga terhadap balita yang sakit.
g. Pendidikan
Pendidikan sebagai sub sistem meliputi tingkat pengetahuan penduduk tentang
pengertian tentang penyakit balita yang dihadapi, bahaya dan dampaknya, cara
mengatasi, bagaimana cara perawatan ,serta cara mencegahnya. Mayoritas penduduk
berpendidikan rendah yaitu SD bahkan tidak sekolah.
h. Rekreasi
Yang perlu dikaji adalah jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada, tingkat
partisipasi atau kemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan keamanan dari sarana
rekreasi yang ada.
3. Persepsi
Persepsi masyarakat dan keluarga terhadap suatu penyakit balita masih acuh, mungkin
dipengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat ataupun kurangnya pengetahuan
kesehatan mengenai suatu penyakit
B. Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah dilakukan pengumpulan data melalui kegiatan
wawancara dan pemeriksaan fisik. Analisa data dilakukan dengan memilih data-data yang
ada sehingga dapat dirumuskan menjadi suatu diagnosa keperawatan. Analisa data adalah
kemampuan untuk mengaitkan data dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif
yang dimiliki, sehingga dapat diketahui kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh balita.
Tujuan analisa data:
a. Menetapkan kebutuhan balita
b. Menetapkan kekuatan.
c. Mengidentifikasi pola respon balita
d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
Perumusan masalah berdasarkan analisa data yang dapat menemukan masalah kesehatan
dan keperawatan yang dihadapi oleh kelompok khusus balita. Masalah yang sudah
ditemukan tersebut perawat dapat menyusun rencana asuhan keperawatan yang selanjutnya
dapat diteruskan dengan intervensi. Masalah yang ditemukan terkadang tidak dapat di
selesaikan sekaligus sehingga diperlukan prioritas masalah. Prioritas masalah dapat
ditentukan berdasarkan hierarki Maslow yaitu:
a. Keadaan yang mengancam kehidupan
b. Keadaaan yang mengancam kesehatan
c. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan
C. Diagnosis Keperawatan Komunitas
1. Risiko gangguan tumbuh kembang pada balita

2. Ketidakmampuan untuk mandiri memelihara lingkungan yang aman untuk mendukung


pertumbuhan.

D. Perencanaan
1) Pencegahan primer (primary prevention)
a) Program Promosi Kesehatan
 Pendidikan kesehatan tentang: stimulasi tumnuh kembang balita, kebutuhan
nutrisi, manfaat dan teknik pemberian ASI, kebersihan gigi dan mulut balita,
kebutuhan latihan fisik balita.
 Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
 Memberikan layanan konseling tumbuh kembang balita.
 Membentuk kelompok swabantu kelompok balita sebagai support untuk orang
tua keluarga yang memiliki balita.
b) Program proteksi kesehatan
 Pelayanan imunisasi: pemberian imunisasi dan perawatan pasca immunisasi.
 Peningkatan pelayanan “day care”.
 Program pencegahan kecelakaan pada balita (kecelakaan rumah tangga
maupun lalu lintas) seperti mewajibkan orangtua untuk menggunakan helm
bermain sepeda atau kendaraan bermotor, menggunakan pelindung lutut bagi
anak yang belajar berjalan, meningkatkan pengawasan pada balita khususnya
balita yang tinggal didekat jalan, sungai atau yang berbahaya.
 Perlindungan caries pada balita: floudasi.
 Perlindungan balita dari child abuse dari orang dewasa disekitarnya:
meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap keselamatan dan kesehatan
balita, misalnya segera melaporkan pada pihak yang berwajib apabila
menemukan balita yang mencurigakan. Pemerintah sudah membuat aturan UU
perlindungan anak, dan sudah membentuk Komnas Anak.
2) Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
a) Deteksi dini dan pengobatannya, sebagai deteksi tumbuh kembang penting
dilakukan untuk segera dilakukan pengobatan sejak dini.
b) Perawatan emergency, misalnya diberikan pada anggota balita yang mengalami
kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan rumah tangga (jatuh, terkena pisau, atau
terbakar minyak panas)
c) Perawatan akut dan kritis, diberikan pada balita yang mengalami sakit akut seperti
diare, demam dan lain-lain. Perawatan juga diberikan pada balita dengan penyakit
kritis.
d) Diagnosis dan terapi, perawat komunitas dapat menegakkan diagnosis keperawatan
dan segera memberikan terapi keperawatannya.
e) Melakukan rujukan untuk segera mendapatkan perawatan lebih lanjut.
3) Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)
a) Memberikan dukungan pada upaya pemuihan balita setelah sakit dengan memeihara
kondisi kesehatan agar tumbuh kembangnya optimal.
b) Memberikan konseling perawatan lanjut pada keompok balita pada masa pemulihan.
E. Implementasi
1. Pemberdayaan komunitas
Hal ini penting dilakukan agar masyarakat peduli terhadap kebutuhan kesehatan balita.
Pemberdayaan disesuaikan dengan kemampuan yang ada di komunitas, misalnya :
untuk membantu mengatasi gizi kurang, masyarakat dapat diberdayakan untuk
menanam sayuran disekitar pekarangan rumah dan mengoptimalkan manfaat sungai
atau waduk yang ada disekitar komunitas untuk diambil ikannya. Contoh lain ibu-
ibunya dimotivasi untuk dapat memanfaatkan potensi alam yang ada untuk dibuat
makanan, misalnya disuatu daerah banyak singkong untuk dibuat kripik dan dijual,
dananya ini untuk membantu ekonomi keluarga. Semuanya dilakukan untuk membantu
mengatasi gizi kurang.
2. Proses kelompok
Perawat komunitas juga dapat menggunakan pendekatan kelompok, agar implementasi
dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Kelompok yang terdiri dari keluarga yang
mempunyai balita akan sangat bermanfaat membantu keluarga menemukan solusi
masalah kesehatan balita. Contoh dibentuknya kelompok swabantu keluarga dengan
balita
3. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan seperti dijelaskan diawal akan sangat membantu keluarga dan
komunitas meningkatkan pengetahuannya untuk merubah perilaku hidup lebih sehat
4. Kemitraan
Kemitraan perlu dibentuk agar ada jejaring kerja, contoh : bermitra dengan komnas
anak, LSM peduli anak, atau pengusaha yang dapat memberikan dukungan pada
progam peduli kesehatan balita

Anda mungkin juga menyukai