Anda di halaman 1dari 102

POLITIK PEMBANGUNAN AGRARIA REJIM JOKOWI - JK

( Kebijakan Tanah Objek Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial)

RIDA EVRI YANI SIANTURI

140906015

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


DEPARTEMEN ILMU POLITIK

RIDA EVRI YANI SIANTURI (140906015)


POLITIK PEMBANGUNAN AGRARIA REZIM JOKOWI-JUSUF KALLA
Rincian isi Skripsi xv, 90 halaman, 2 tabel, 2 gambar, 17 buku, 6 jurnal, 6 situs
internet, 11 sumber lain.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan politik pembangunan agraria
di bawah Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang dapat dilihat dalam Strategi
Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria Jokowi-Jusuf Kalla. Arahan tentang
strategi pelaksanaan reforma agraria pada dasarnya berangkat dari kondisi agraria
di Indonesia yang berada dalam ambang kritis, melihat begitu rendahnya tingkat
kesejahteraan masyarakat khususnya yang berprofesi sebagai petani yang
disebabkan ketimpangan kepemilikan tanah yang terjadi karena tidak tegasnya
kebijakan didalam penanganan masalah agraria, seperti aturan tegas tentang batas
penguasaan lahan dan juga redistribusi tanah yang tidak merata. Penelitian ini
nantinya akan melihat aktor, nilai dan ideologi yang menjadi representatif
sesungguhnya dari kebijakan ini. Karena, tidak sedikit kritikan bahkan
perlawanan yang dilakukan masyarakat terhadap kebijakan ini dengan menilai
kebijakan reforma agraria tersebut tidak menjadi solusi dari konidisi agraria yang
sedang diambang kritis.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode deskriptif
kualiatatif dengan mengumpulkan dan mengkompilasikan sumber-sumber data
baik itu dokumen-dokumen atau website (Library research). Teori yang
digunakan dalam menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori politik
pembangunan yang dikemukakan oleh Warjio, teori pembahuruan agraria yang
dikemukakan oleh Gunawan Wiradi, dan teori kebijakan publik yang
dikemukakan oleh Budi Winarno. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
kebijakan strategi Pelaksanaan reforma agraria 2016-2019 Pemerintahan Jokowi-
Jusuf Kalla yaitu kebijakan tanah objek reforma agraria dan penghutanan agraria

ii
Universitas Sumatera Utara
masih terdapat beberapa poin strategi yang tidak sesuai dengan semangat UUPA
No.5 Tahun 1960 terutama dalam mengurangi apalagi menghilangkan
ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia serta penghutanan sosial tidak
seperti sejatinya.

Kata kunci : Politik Pembangunan, Kebijakan, Reforma Agraria

iii
Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE
DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

RIDA EVRI YANI SIANTURI (140906015)

POLITICAL DEVELOPMENT AGRARIA REZIM JOKOWI-JUSUF


KALLA
Detailed content Thesis xv, 90 pages, 2 tables, 2 charts, 17 books, 6 journals, 6
internet sites, 11 other sources

ABSTRACT

This research aims to describe the agrarian development policy under


Jokowi-Jusuf Kalla government which can be seen in the National Strategy of
Agrarian Reform of Jokowi Jusuf Kalla. The instruction about the implementation
strategy of agrarian reform basically depart from agrarian condition in Indonesia
which in critical situation, and if wee see the situation of people’s welfare so low
especially those who work as farmers due to the imbalance of land ownership that
occurs due to the unequivocal policy in the handling of agrarian issues, such as
firm rules on land tenure and also uneven land redistribution. This research soon
will see the actor, values and ideologies that become the real representatives of
this policy. Because, the critical act and resistance of the people is not little
anymore to perceive the policy by assessing the policy of agrarian reform is not
the best solution of agrarian condition which is in critical.
The research method use a qualitative descriptive by collect and compare
sources of data either the documents or the website (library research). The teory
that used in explaining the problem is theory of development politics that
proposed by Warjio, agrarian theory of agriculture that proposed by Gunawan
Wiradi, and public policy theory that proposed by Budi Winarno. The result of the
research concludes that the policy of the implementation of agrarian reform 2016-
2019 Jokowi-Jusuf Kalla Government is the policy of land object of agrarian
reform and agrarian land still there are some strategic points that are not in
accordance with the spirit of UUPA No. 5 1960 especially in reducing and
eliminating the imbalance of land ownership in Indonesia and social forestry is
not as true.
Keyword : Development Politic, Policy, Agrarian Reform

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Karena

atas berkat dana anugerah-NYA , skripsi yang berjudul “Politik Pembangunan

Agraria Rejim Jokowi- Jusuf Kalla (Kebijakan Tanah Objek Reforma Agraria dan

Perhutanan Sosial )” dapat diselesaikan tepat waktu. Skripsi ini ditujukan untuk

memenuhi syarat menempuh ujian akhir Strata-1, jurusan Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terimakasih juga tidak lupa penulis haturkan kepada :

1. Terimakasih kepada Bapak Dr. Murianto selaku Dekan Fakultas Ilmu

sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara (USU)

2. Terimakasih kepada Bapak Warjio Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu

Politik FISIP USU.

3. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Warjio

Ph.D selaku dosen pembimbing untuk segala saran, kritik, motivasi yang

diberikan sehingga penulis dapat penyelesaikan penelitian ini.

4. Seluruh dosen Ilmu Politik FISIP USU yang sudah memberikan ilmu dan

pengajaran kepada saya selama saya kuliah di Ilmu Politik FISIP USU.

Saya yakin dan percaya ilmu itu akan sangat berguna bagi saya dimasa

depan nanti.

5. Kedua orang tua saya, Bapak Ebert Sianturi dan Regina Pardosi, yang

selalu memberikan semangat kepada saya baik secara moril ataupun

materi. Terimakasih sudah membesarkan saya sampai memperoleh semua

Universitas Sumatera Utara


yang ada pada saya saat ini, terimakasih sudah sabar mengajar dan

mendidik saya terimakasih. SKRIPSI INI SAYA PERSEMBAHKAN

UNTUK KALIAN ORANG TUA KU TERSAYANG.

6. Kepada semua saudara-saudara saya, Riyanto Sianturi, Darwis Sianturi

S.T, Agustinus Sianturi A.md, Eva Sianturi, Srimuliyani S.keb. Wenny

S.Si, Cindy selalu memberikan arahan dan semangat kepada saya untuk

berfikir dan bertindak secara dewasa. Aku sayang kalian.

7. FMN Cabang Medan dan FMN Ranting USU, terimakasih buat kalian atas

segala support dan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini. Kita

harus tetap berjuang, bersatu, dan tetap solid untuk kedepannya. Kita

KOLEKTIF SELAMANYA!!

8. Kepada Dedy Simangunsong A.md yang selalu mendukung dan memberi

semangat serta waktu kepada saya selama pengerjaan skripsi.

9. Kepada seluruh teman-teman terutama sahabat-sahabat saya yang selalu

ada dan mendukung saya selama proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik

dalam mengumpulkan data-data, pengolahan data, serta penyajiannya. Penulis

berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca walaupun masih

terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat

terbuka untuk menerima kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak

yang telah memberi bimbingan, masukan, bantuan dan dukungan selama proses

pengerjaan sehingga skrispi ini dapat diselesaikan.

Universitas Sumatera Utara


Medan, 23 Januari 2017

Rida Evri Yani Sianturi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 8

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 8

1.5 Batasan Masalah ................................................................ 8

1.6 Kerangka Teori .................................................................. 9

1.6.1 Pembaruan Agraria .................................................. 9

1.6.1.1 Pengertian Agraria ....................................... 9

1.6.1.2 Pembaruan Agraria ...................................... 11

1.6.2 Politik Pembangunan ............................................... 18

1.6.3 Teori Kebijakan Publik ............................................ 28

1.6.3.1 Pengertian Kebijakan Publik ........................ 28

1.6.3.2 Implementasi Kebijakan Publik .................... 29

1.7 Metodologi Penelitian ........................................................ 30

1.7.1 Jenis Penelitian ........................................................ 30

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data ....................................... 31

1.7.3 Teknik Analisis Data ................................................ 31

1.8 Sistematika Penulisan ........................................................ 32

BAB II PROFIL UMUM .................................................................. 33

Universitas Sumatera Utara


2.1 Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria Pemerintahan

Jokowi-Jusuf Kalla ................................................................. 33

2.1.1 Program Prioritas Penataan Penguasaan dan Pemilikan

Tanah Objek Reforma Agraria ................................................ 36

2.1.2 Penguatan Kerangka Regulasi dan Penyelesaian Konflik

Agraria .................................................................................... 41

BAB III ANALISIS POLITIK PEMBANGUNAN AGRARIA REZIM

JOKOWI-JK ..................................................................................... 50

3.1 Gambaran Umum Pembangunan Agraria Rezim

Jokowi-Jusuf Kalla .................................................................. 51

3.1.1 Problematika Umum Agraria di Indonesia

Saat Ini…………………………………………………. 57

3.2 Analisi Teoritis terhadap Pembangunan Politik Agraria

Jokowi-JK Melalui Kebijakan Reforma Agraria ..................... 65

BAB IV PENUTUP ........................................................................... 85

4.1 Kesimpulan ........................................................................ 85

4.2 Saran ................................................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA

ii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakekatnya pembangunan itu dilaksanakan oleh pemerintah bersama

rakyat dengan tujuan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan pada rakyat.

seperti yang dikemukakan oleh Gran bahwa “peningkatan kesejahteraan manusia

menjadi fokus sentral dari pembangunan dimana pelaksanaan pembangunan

masyarakat lah yang menentukan tujuan, sumber-sumber pengawasan dan

pengarahan proses-proses pelaksanaan pembangunan”. 1 Tetapi dalam

perkembangannya, teori-teori pembangunan dalam perspektif ilmu sosial terbagi

dalam dua paradigma besar yang kemudian saling bertentangan, yaitu modernisasi

dan depedensi.

Secara umum, di dunia ini terdapat dua kelompok negara yaitu negara yang

memproduksi hasil pertanian dan negara yang memproduksi barang industri.

Antara kedua kelompok negara ini melakukan hubungan dagang, keduanya

menurut teori pembagian kerja secara tradisional yang didasarkan pada teori

keuntungan komparatif yang dimiliki oleh masing-masing negara membuat kerja

sama di antara kelompok menjadi saling diuntungkan. Berdasarkan teori

keuntungan komparatif seharusnya hubungan kedua kelompok ini memberikan

kesejahteraan bagi masyarakat keduanya. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya,

setelah beberapa puluh tahun kemudian tampak bahwa negara industri menjadi

semakin kaya sedangkan negara-negara pertanian semakin tertinggal.

1
Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah Berdasar Paradigma Baru. Semarang:
Clyapps Diponegoro University. Hal. 54

Universitas Sumatera Utara


Fakta fenomena kemiskinan di banyak negara berkembang seperti yang

dijelaskan pada paragraf sebelumnya mempengaruhi kemunculan teori

pembangunan. Permasalahan ini didekati melalui perspektif yang berbeda, yaitu

teori modernisasi yang menjelaskan bahwa kemiskinan terutama disebabkan oleh

faktor-faktor internal atau faktor yang terdapat di dalam negeri negara yang

bersangkutan dan teori dependensi lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor

eksternal sebagai penyebab kemiskinan. Kemiskinan dilihat terutama sebagai

akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan luar yang mengeksploitasi dan

menyebabkan negara yang bersangkutan gagal melakukan pembangunannya.

Berbicara tentang pembangunan juga tidak terlepas dengan yang namanya

politik, sebagaimana yang dijelaskan Warjio bahwa “politik menentukan

pembangunan”.2 Sehingga berbicara pembangunan juga harus berbicara tentang

kebijakan politik, aktor politik, sampai kepada ideologi politik sebagaimana yang

dipertegas warjio dalam bukunya bahwa “politik pembangunan bukan hadir dalam

ruangan yang kosong tetapi sengaja dihadirkan oleh para aktor di mana mereka

memiliki nilai atau ideologi. Nilai inilah yang menjadi pendorong atau ruh dari

politik pembangunan”.3

Indonesia sebagai negara agraris yang mayoritas penduduknya adalah petani

dan juga terkenal akan kekayaan alam yang melimpah-ruah tak luput dari

hubungan dagang yang dijelaskan di atas. Sudah sejak jaman Kolonial Belanda

hasil pertanian kita di ekspor ke pasar internasional demi kebutuhan negara-

negara industri. Pola hubungan seperti itu kemudian dilegitimasi oleh

pemerintahan Hindia Belanda melalui Undang-Undang Agraria yang dikenal

2
Warjio, Politik Pembangunan paradoks, teori, aktor, dan ideologi, : Prenada Media Group. Hal. 99
3
Ibid. Hal. 107

Universitas Sumatera Utara


dengan nama Agrarische Wet pada tahun 1870. UU ini memberikan ijin bagi

perusahaan asing untuk melakukan sewa tanah dan membangun perusahaan juga

perkebunan demi menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil sumber daya

alam bagi perusahan/pasar internasional. Dalam perkembangannya, metode

pembangunan agraria yang dilakukan Pemerintahan Hindia Belanda waktu itu

melahirkan sebuah permasalahan baru. Dampak langsung dari Undang-Undang

Agrarsche Wet adalah ketimpangan kepemilikan tanah yang melahirkan

penderitaan bagi masyarakat saat itu.Berbagai konsepsi dasar mengenai

kompleksitas persoalan agraria itu secara nyata menggambarkan realitas

keagrariaan yang ada di Indonesia. Menurut Wiradi, realitas keagrariaan di

Indonesia secara mendasar bersifat konfliktual; suatu kondisi yang berakar pada

ketimpangan atau incompatibilities menyangkut sumber-sumber agraria dalam

tiga bentuk sebagai berikut:4

1. Ketimpangan dalam struktur “pemilikan” dan “penguasaan” tanah

2. Ketimpangan dalam hal “peruntukan” tanah

3. Incompatibility dalam hal presepsi dan konsepsi mengenai agraria.

Awal mula kemerdekaan Indonesia dimulai dengan semangat

menyelesaikan permasalahan ketimpangan kepemilikan tanah yang ditandai

dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok

Agraria. Undang-undang Pokok Agraria yang disingkat dengan UU PA adalah

sebuah peraturan yang digunakan sebagai panduan pembangunan agraria di

Indonesia. UU ini merubah struktur kepemilikan tanah atau disebut dengan

reforma agraria. Titik balik pembangunan agraria pada saat itu adalah

menghilangkan ketimpangan kepemilikan tanah dengan cara mendistribusikan


4
Gunawan Wiradi. 2009. Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir.hal. 86

Universitas Sumatera Utara


tanah kepada masyarakat. Titik poin dari kepemilikan tanah bagi rakyat adalah

rakyat dapat dengan merdeka menentukan jenis tanaman demi memenuhi

kebutuhan domestik. Dengan kata lain, hal ini akan memutus ketergantungan

pertanian Indonesia terhadap pasar Internasional.

Berakhirnya orde lama yang berganti ke orde baru, pembangunan agraria

Indonesia seperti kembali kepada fase seperti era Kolonial Belanda. kuatnya

kebijakan harga (price policy), sistem produksi dan ketimpangan sistem distribusi

resorsis sektor pertanian yang dalam kurun waktu panjang tak terjangkau oleh

kebijakan negara. Kebijakan kredit input produksi terhadap sektor ini yang semula

diarahkan kepada para petani kecil ternyata bias ke petani skala besar. Sementara

itu usaha untuk menciptakan sistem produksi yang lebih egaliter juga belum dapat

tercipta karena kuatnya penetrasi pasar (market driven) dalam mengendalikan


5
sistem produksi sektor ini. Lahirnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing

memberikan akses kepada perusahaan-perusahaan asing untuk kembali bisa

menguasai tanah dan mendirikan perusahaan-perusahaannya di Indonesia yang

kembali berdampak terhadap ketimpangan kepemilikan tanah di

Indonesia.Ketimpangan kepemilikan tanah yangkembali lahir sejak orde

barubertahan hingga sekarang. Sebagai catatan, PT Sinarmas yang merupakan

sebuah perusahaan perkebunan di Indonesia memiliki 2.309.511 ha luas tanah,

sedangkan 14,21 juta KK petani hanyalah memiliki 0,5 ha tanah bahkan 5 juta

lainnya tidak memiliki tanah alias berprofesi sebagai buruh tani.6

Ketimpangan kepemilikan tanah tidak hanya melahirkan permasalahan bagi

petani, tetapi juga melahirkan banyak permasalahan lainnya bagi masyarakat

5
Sukardi,“Perspektif Kritis Kebijakan Pembaharuan Agraria Indonesia Dari Rejim Orde Baru Ke Rejim Reformasi”, Jurnal
Adminstrasi Publik, Vol. 3, No.2. 2004. Hal 197
6
Database Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)

Universitas Sumatera Utara


secara luas. Praktek monopoli tanah berdampak langsung terhadap hilangnya mata

pencarian atau lapangan pekerjaan di desa, hal ini kemudian berdampak terhadap

tingginya angka urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Melunjaknya kepadatan penduduk di kota berdampak terhadap tingginya angka

pengangguran, dan tingginya akan pengangguran akan berdampak langsung

dengan rendahnya upah pekerja (buruh). 7 Secara sederhana, ketimpangan

kepemilikan tanah yang dipengaruhi praktek monopoli tanah tidak hanya

melahirkan permasalahan bagi petani yang merupakan mayoritas masyarakat

Indonesia tetapi juga melahirkan permasalahan bagi pemuda akan kebutuhannya

terhadap lapangan pekerjaan dan melahirkan permalahan bagi buruh akan

kebutuhannya terhadap upah layak.

Berikut adalah data untuk mendukung argumentasi diatas. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik yang dirilis pada tanggal 18 Juli lalu menyebutkan bahwa,

angka kemiskinan di Indonesia mencapai 28,1 juta jiwa (10,86%), dengan

persebaran 10,4 juta jiwa di perkotaan dan 17,67 juta jiwa di pedesaan. Sementara

itu, dari 118 juta angkatan kerja terhitung sebanyak 71,4 juta adalah

pengangguran dan 58 juta adalah pekerja serabutan, bahkan 1,2 juta adalah

pengangguran yang berasal dari lulusan mahasiswa.

Terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI memberikan harapan terhadap

permasalahan pembangunan agraria dan juga permasalahan ketimpangan

kepemilikan tanah di Indonesia. Salah satu program nawa cita yang dikeluarkan

Jokowi-Jk saat kampanye adalah pendistribusian tanah kepada masyarakat,

program kampanye tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam program

pemerintahan yang disebut dengan reforma agraria lahir atas terjemahan dari
7
Materi diskusi FMN Cabang Medan, HTN Mahasiswa Punya Urusan Apa.

Universitas Sumatera Utara


Sembilan prioritas pembangunan oleh Jokowi-Jk yang mana reforma agraria

menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan tersebut.

Adapun program-program yang berkenaan dengan reforma agraria dalam

Nawacita Jokowi-Jk adalah sebagai berikut:8

1. Melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang berbasis anti

korupsi, bermartabat dan terpercaya. Pemberantasan tindakan

penebangan liar, perikanan liar dan penambangan liar, pemberantasan

tindak kejahatan perbankan dan kejahatan pencucian uang. Penegakan

hukum lingkungan dan menjamin kepastian hukum hak kepemilikan

tanah, penyelesaian sengketa tanah, dan menentang kriminalisasi

penuntutan kembali hak atas tanah masyarakat.

2. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan

kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia pintar”

dengan wajib belajar 12 tahun bebas pungutan, peningkatan layanan

kesehatan masyarakat dengan menginisisasi kartu “Indonesia Sehat”

serta penigkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia

kerja” dan “Indonesia sejahtera” dengan mendorong Land reform dan

program kepemilikan tanah seluas 9 Juta Hektar, dan juga program

lainnya.

Pada bulan September 2016 telah dikeluarkan Naskah Strategi Nasional

Pelaksanaan Reforma Agraria Jokowi-Jusuf Kalla Tahun 2016-2019 dari Arahan

kantor staf presiden.Adapun tujuan dari arahan tersebut adalah untuk

mewujudkan pembangunan nasional, dan sebagai pondasi bagi kebijakan

8
Dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 Pasal 28

Universitas Sumatera Utara


ekonomi, pengurangan kesenjangan dalam masyarakat, menanggulangi

kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan. Dalam naskah tersebut

terdiri dari 6 (enam) prioritas utama yang terdiri dari; 9(1) penguatan kerangka

regulasi dan penyelesaian konflik agraria, (2) penataan penguasaan dan pemilikan

tanah obyek reforma agraria, (3) pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan,

(4) pemanfaatan dan produksi atas tanah obyek Reforma agraria, (5)

pengalokasian sumber daya Hutan untuk dikelola oleh masyarakat, serta (6)

kelembagaan reforma agraria pusat dan daerah. Setiap program ini akan diisi oleh

kegiatan-kegiatan prioritas yang akan dikerjakan secara sendiri-sendiri dan

bekerja sama antara kementrian dan lembaga pemerintah pusat, pemerintah

daerah, dan pemerintah desa. Partisipasi masyarakat, baik kelompok-kelompok

organisasi masyarakat sipil, maupun para perwakialan dari masyarakat yang

mendapatkan manfaat dari progran reforma agraria ini, ikut menentukan

keberhasilan pencapaian program.

Berdasarkan pemaparan diatas, orientasi pembangunan terkhusus dalam

bidang agraria tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Gran bahwa

peningkatan kesejahteraan manusia menjadifokus sentral dari pembangunan

karena masih banyaknya permasalahan di bidang agraria yang berdampak ke

permasalahan lainnya terjadi di negara ini. Program reforma agraria yang

dijalankan oleh Pemerintahan Jokowi yang seharusnya memberi harapan terhadap

penyelesaian permasalahan agraria di negara ini juga mendapatkan banyak

kritikan dan penolakan. Karena itu, menarik untuk meneliti dan mengetahui

bagaimana sebenarnya pembangunan di bawah pemerintahan Jokowi-Jk dengan

6
Naskah Arahan dari Kantor Staf Presiden Jakarta tentang Strategi Nasional pelaksanaan reforma agraria
2016-2019 Hal. 1

Universitas Sumatera Utara


menggunakan pendekatan politik pembangunan sebagai mana yang dijelaskan

oleh Warjio sehingga penelitian ini akan memfokuskan penelitian terhadap

kebijakan program reforma agraria dan menganalisis kebijakan tersebut terhadap

kepentingan aktor ideologi politik tertentu.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian adalah bagaimana politik

pembangunan agraria dibawah pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tentang

kebijakan Reforma Agraria?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis pembangunan

agraria dibawah pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla melalui penekatan kebijakan

politik tentang Reforma Agraria.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat,antara lain untuk

menyumbangkan kompilasi sumber-sumber rujukan yang berhubungan dengan

agraria yang nantinya dapat bermanfaat baik itu secara akademis ataupun praktis.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah dibuat untuk lebih memfoksuskan permasalahan agar tidak

memperlebar pembahasan serta pengkajian dalam penelitian. Adapun batasan

masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah politik pembangunan agraria

Universitas Sumatera Utara


Jokowi-Jk yang diaplikasikan dalam kebijakan Tanah Objek Reforma Agraria dan

Perhutanan Sosial.

1.6 Kerangka Teori

1.6.1. Pembaruan Agraria

Dalam kamus bahasa Latin-Indonesia yang disusun oleh Prent, dkk tahun

1969 dan World Book Dictionary tahun 1982, istilah “agraria” berasal dari kata

bahasa Latin, yaitu “ager”, yang berarti ; a) Lapangan, b) pendusunan (lawan dan

perkotaan); c) wilayah tanah negara. 10Saudara kembar dari istilah tersebut adalah

“agger”, yang berarti; a) tanggul penahan/pelindung; b) pematang; c) tanggul

sungai; d) jalan tambak; e) reruntuhan tanah: f) bukit. Berdasarkan pengertian-

pengertian diatas, terlihat bahwa yang dicakup oleh istilah “agraria” bukan hanya

“tanah” dan “pertanian”, namun menunjukkan arti yang lebih luas karena

didalamnya tercakup segala sesuatu yang tarwadahi olehnya, yakni tanah itu

sendiri, air, baik itu laut lepas maupun air pedalaman, dan udara diatasnya.

Termasuk juga kandungan perut bumi seperti barang-barang tambang.11Sementara

itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah agraria mengalami penyempitan

makna dengan hanya diartikan sebagai “urusan pertanian” atau “tanah

pertanian”,atau “pemilikan tanah”. 12

Di Indonesia, secara hukum persoalan agraria memiliki payung hukum

yang cukup kuat, yakni Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam Undang-undang,

konsep “agraria” juga memiliki arti yang lebih luas ketimbang sekedar pertanian.

Dirumuskan bahwa sumber agraria adalah “seluruh bumi, air, dan ruang angkasa,

10
Dalam Sediono MP. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi, Menelusuri Istilah ”Agraria”, dalam Jurnal
Analisis Sosial, hal 3
11
Ibid..hal 3
12
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002

Universitas Sumatera Utara


termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya....(pasal 1 ayat 2). Dalam

pengertian bumi selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi bawahnya

serta yang berada dibawah laut” (pasal 1 ayat 4). “Dalam pengertian air termasuk

baik pertanian, pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (pasal 1 ayat 5). Yang

dimaksud dengan ruang angkasa adalah ruang diatas bumi dan air

tersebut.....(pasal 1 ayat 6)13

Berdasarkan pasal 1 (ayat 2, 4, 5, 6) UUPA 1960 tersebut, dapat

disimpulkan bahwa konsep agararia menunjuk pada beragam objek atau sumber

agraria sebagai berikut:14

1. Tanah, atau permukaan bumi, yang merupakan modal alami utama dalam

kegiatan pertanian dan peternakan.

2. Perairan, baik didaratan maupun di lautan, yang merupakan modal alami

utama dalam kegiatan perikanan (sungai, danau,laut)

3. Hutan, yaitu kesatuan flora dan fauna dalam suatu kawasan tertentu, yang

merupakan modal alami utama dalam kegiatan ekonomi komunitas-komunitas

perhutanan.

4. Bahan tambang, yang mencakup beragam bahan tambang/mineral yang

terkandung didalam “tubuh bumi” (dibawah permukaan bumi dan laut), antara

lain; minyak, gas, emas, bijih besi, timah, batu-batu mulia ( intan, berlian, dll)

fosfat, batu, dan pasir.

5. Udara, dalam arti “ruang diatas bumi dan air” mauoun materi udara (O2)

itu sendiri.

13
MT. Felix Sitorus, Kerangka dan Metode Kajian Agraria, dalam Jurnal Analisis Sosial, hal. 113
14
Ibid, hal. 114.

10

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan uraian diatas, secara tersirat dinyatakan bahwa persoalan

agraria sudah melingkupi persoalan sumber daya alam, sebab sumber daya alam

merupakan bagian integral dalam sumber-sumber atau objek-objek agraria.

1.6.1.1. Pembaruan Agraria

Istilah “ pembaruan agraria” mempunyai banyak arti yang memiliki hakikat

yang sama. Gunawan Wiradi mengartikan pembaruan agraria sebagai upaya-

upaya yang dilakukann pemerintah dan masyarakat dalam mengubah struktur

penguasaan dan pemanfaatan tanah, yang dimulai dengan redistribusi tanah dan

diikuti dengan peningkatan produksi melalui pemberian fasilitas kredit,

pendidikan untuk perbaikan tekhnik bertani, penyediaan sarana irigasi, dan lain-

lainnya. 15

Sementara Edriatmo Soetarto dan Moh. Shohibuddin menyatakan bahwa

pada intinya, pembaruan agraria adalah upaya perubahan struktural yang

mendasar atas hubungan-hubungan intra dan antar subyek-subyek agraria dalam

kaitan akses (penguasaan dan pemanfaatan) atas obyek-obyek agraria. Perubahan

dimaksud dilakukan melalui perombakan struktur penguasaan tanah dan

perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan

tanah dan kekayaan alam yang menyertainya. 16

Reforma agraria atau dikenal juga sebagai pembaruan agraria, adalah

penataan struktur pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber-sumber

agraria khususnya tanah oleh negara sebagai dasar pembangunan nasional untuk

mewujudkan struktur agraria yang lebih adil. Dengan pengertian tersebut, penulis

menafsirkan bahwa reforma agraria berarti: (1) reforma agraria adalah

15
Gunawan Wiradi, Op.Cit, hal 213
16
Faryadi, Erpan,2005. Reforma Agraria, Prasyarat Utama bagi Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan,
Bandung: Konsorsium Pembaruan Agraria.. Hal 8.

11

Universitas Sumatera Utara


penataanulang struktur agraria,(2) dilakukan oleh negara, (3) dilaksanakan pada

area-area dimana ketimpangan agraria tinggi, (4) penerima manfaat utamanya

adalah masyarakat yang mengalami ketimpangan dan konflik agraria, (5)

mewujudkan struktur agraria yang baru dan lebih adil, (6) sebagai dasar

pembangunan nasional. Dengan pengertian ini, reforma agraria membutuhkan

sebuah komitmen politik yang kuat dari pemerintah yang berkuasa untuk

menjalankan hal ini. 17

Reforma Agraria adalah restrukturisasi (penataan ulang susunan)

kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria (khususnya

tanah). Tujuannya adalah untuk mengubah susunan masyarakat warisan stelsel

feodalisme dan kolonialisme menjadi susunan masyarakat yang adil dan merata.

Pada hakikatnya, konsep reforma agraria mencakup 3 (tiga) konsep, yakni: 1.

Konsep Landreform, yakni penataan kembali struktur penguasaan kepemilikan

tanah yang lebih adil; 2. Konsep Accesreform, yakni berkaitan dengan penataan

penggunaan atau pemanfaatan tanah yang lebih produktif disertai penataan

dukungan sarana dan prasarana yang memungkinkan petani memperoleh akses ke

sumber ekonomi di wilayah pedesaan. Akses tersebut antara lain akses sarana dan

prasarana pertanian, pengairan, jalan, usaha tani, pemasaran produksi, koperasi

usaha tani, dan perbankan (kredit usaha rakyat); 3. Konsep

Policy/Regulationreform, yakni berkenaan dengan pengaturan kebijakan dan

hukum yang berpihak pada rakyat banyak. 18

17
Iwan Nurdin, “Mewujudkan Desa Maju Agraria”, Bhumi, Vol.3 No.1, Mei 2017, 86.
18
Muhammad Ilham Arisaputra, “Reforma Agraria Untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan”, Rechtldee Jurnal
Hukum, Vol. 10. No. 1, Juni 2015. Hal. 43.

12

Universitas Sumatera Utara


Dalam penggunaan sehari-hari pada kalangan yang bersentuhan dengan

persoalan pembaruan agraria, istilah yang sering digunakan untuk menyebut

pembaruan agraria adalah “reforma agraria”, yang merupakan istilah pembaruan

agraria dalam bahasa Spanyol. Reforma agraria bertujuan untuk pengaturan

kembali struktur agraria yang timpang, sekaligus ingin mengakhiri konflik-konflik

agraria.

Hubungan agraria yang dimaksud dalam pengertian yang diajukan oleh

Edriatmo Sutarto dan Moh. Sohibudin diatas, didefenisikan Sitorus (2002) ke

dalam dua jenis hubungan agraria, yaitu; (1) hubungan teknis pengelolaan

sumber-sumber agraria (masyarakat, negara, sektor swasta) yang terlibat baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi dan pengelolaan

sumber-sumber agraria melalui aktivitas produktis manusia; dan (2) hubungan

berbagai subyek agraria (masyarakat, negara, sektor swasta) yang terlibat baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi dan pengelolaan

sumber-sumber agraria. Hubungan pertama disebut “hubungan teknis

agraria”,sedang yang kedua disebut “hubungan sosial agraria”. 19

Berdasarkan uraian diatas, maka ruang lingkup pembicaraan masalah

reforma agraria, pendeknya adalah kompleksitas segala aktivitas dari subyek-

subyek agraria yang saling berhubungan secara sosial dalam kaitan hubungan

teknis masing-masing subyek itu dengan sumber-sumber agraria. Kompleksitas

hubungan inilah yang membentuk “struktur agraria” yang dapat digambarkan

hubungan segitiga antar subyek agraria (masyarakat, negara, sektor swasta) yang

berpusat pada obyek agraria (tanah, air, udara, dan kekayaan alam yang

19
Ibid, hal. 4

13

Universitas Sumatera Utara


dikandungnya). Secara skematis, Sitorus (2002)20 menjelaskan hubungan segitiga

ini dalam bentuk bagan berikut:

Bagan Hubungan Antar Subyek-Subyek Agraria Dan Hubungan

Subyek Dengan Obyek Agraria

KOMUNITAS

SUMBER-SUMBER AGRARIA

SWASTA PEMERINTAH

Keterangan:

Hubungan Teknis agraria (kerja)

Hubungan sosial agraria

Sumber : Erpan Faryadi (2005)

20
Ibid, hal 5

14

Universitas Sumatera Utara


Sruktur agraria yang digambarkan dalam bagan diatas, secara konseptual

mengandung baik potensi konflik maupun kerjasama. Kerjasama akan terjadi

apabila para objek agraria bersedia dan mampu merumuskan suatu kesepakatan

perihal kepentingan dan klaim yang berbeda-beda menyangkut akses terhadap

obyek agraria. Kemungkinan sebaliknya, konflik agraria, akan terjadi apabila

benturan intra dan antar subyek agraria, ataupun tumpang tindih dan klaim atas

obyek agraria. Namun bagaimanapun, fakta empiris membuktikan bahwa

hubungan-hubungan agraria intra dan antar ketiga subyek diatas cenderung

diwarnai oleh gejala konflik agraria, baik yang bersifat laten maupun manifes.

Menurut Dietz pada dasarnya, gejala konflik dalam hubungan-hubungan

agraria ini berakar pada pertentangan klaim menyangkut tiga hal berikut ;21

1. Siapa yang berhak menguasai sumber-sumber agraria dan kekayaan alam yang

menyertainya;

2. Siapa yang berhak memanfaatkan sumber-sumber agraria dan kekayaan alam

3. Siapa yang berhak mengambil keputusan atas penguasaan dan pemanfaatan

sumber-sumber agraria dan kekayaan alam tersebut.

Dirumuskan secara berbeda, gejala konflik agraria sebenarnya

mencerminkan pertentangan mengenai: “Siapakah yang dapat memiliki,

menggunakan, dan mengelola, serta siapakah yang mengontrol akses atas sumber-

sumber agraria dan kekayaan alam, dan siapakah yang memperoleh manfaat

darinya”. Sejauh mana skala kedalaman dan keluasan konflik-konflik agraria yang

mengemuka pada dasarnya adalah cerminan dari seberapa besar permasalahan

21
Ibid, hal. 6

15

Universitas Sumatera Utara


struktural dalam hubungan-hubungan agraria menyangkut pertentangan

kepemilikan atas sumber-sumber agraria itu.

Berbagai konsepsi dasar mengenai kompleksitas persoalan agraria itu secara

nyata menggambarkan realitas keagrariaan yang ada di Indonesia dewasa ini.

Menurut Wiradi, realitas keagrariaan di Indonesia secara mendasar bersifat

konfliktual; suatu kondisi yang berakar pada ketimpangan atau incompatibilities

menyangkut sumber-sumber agraria dalam tiga bentuk sebagai berikut: 22

1. Ketimpangan dalam struktur “pemilikan” dan “penguasaan” tanah

2. Ketimpangan dalam hal “peruntukan” tanah

3. Incompatibility dalam hal presepsi dan konsepsi mengenai agraria.

Kondisi dalam struktur agraria diatas yang menjadikan reforma agraria

selalu menjadi wacana yang hangat untuk dibicarakan. Membicarakan reforma

agraria, tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan tentang landreform, yang

merupakan hal paling penting yang menyertai program pembaruan agraria.

Karena di setiap masyarakat pedesaan selalu ditandai dengan kegiatan produksi

pertanian, (peternakan, perikanan, dan sebagainya), struktur penguasaan dan

peruntukan tanah (biasa dikenal sebagai struktur agraria), selalu melandasi

struktur sosial, maka pengaturan kembali atau perombakan penguasaan tanah,

yang dikenal dengan nama landreform, akan mengarah pada perombakan struktur

sosial.

Gunawan Wiradi mendefenisikan landreform sebagai suatu usaha yang

dilakukan pemerintah dan/atau masyarakat untuk mengubah struktur penguasaan

tenah tertentu.23 Pada prakteknya, pembaruan agraria yang dilaksanakan oleh

22
Gunawan Wiradi, Op.Cit, hal. 86
23
Ibid, hal 211

16

Universitas Sumatera Utara


masing-masing negara yang telah melaksanakan reforma agraria tidak sama.

Perbedaan-perbedaan tersebut dilihat dari berbagai aspek sebagai berikut:24

1. Berdasarkan ideologi ekonomi, dapat dikelompokkan menjadi tiga

model, yaitu model kapitalis, model sosialis, dan model populis

atau neo-populis. Pada reforma agraria model kapitalis, objek-

objek agraria diorientasikan penguasaanya berdasarkan

mekanisme pasar, yang berujung pada dominasi perusahaan-

perusahaan besar. Hal yang sebaliknya terjadi pada model sosialis,

objek-objek agraria dikuasai oleh negara atas nama kelompok

pekerja. Sementara pada model populis (atau neo-populis), objek-

objek agraria didistribusikan pada keluarga/rumah tangga

pengguna (petani).

2. Atas dasar arah transaksi, dapat dibedakan menjadi dua model,

yaitu collectivesit reform dan redistributive reform. Yang pertama

‘mengambil dari yang kecil untuk diberikan kepada yang besar’

sedang yang kedua ‘mengambil dari yang besar untuk diberikan

kepada yang kecil.

3. Diantara model-model redistributive reform, dapat dibedakan tiga

model atas dasar kriteria tekhnis; (i) batas maksimum dan

minimum ditetapkan; (ii) batas maksimum ditetapkan tapi batas

minimum diambangkan; dan (iii) dua-duanya (batas maksimum

dan minimum) diambangkan.

24
Ibid, hal 183

17

Universitas Sumatera Utara


4. Atas dasar besarnya peran, baik dalam hal perencanaan program

maupun pelaksanaan, dapat dibedakan dua model, yakni reform by

grace, dan reform by leverage. Dalam reform by grace peran

pemerintah sangat dominan, sedangkan dalam reform by leverage,

justru peran rakyat secara terorganisir melalui organisasi-

organisasi tani sangat besar, dan dijamin oleh undang-undang

nasional

Diantara keempat jenis model reforma agraria tersebut, hal yang paling

mendasar adalah yang pertama. Dan jika direfleksikan pada pembaruan agraria

yang pernah akan dijalankan di Indonesia berdasarkan UUPA tahun 1960, maka

Indonesia berkehendak melaksanakan reforma agraria dengan perspektif populis.

Namun demikian, terlepas dari model manapun yang akan dipilih, reforma agraria

hanya dapat dilaksanakan apabila memenuhi empat prasyarat;25

1. Kemauan politik dari elit penguasa harus ada

2. Elit pemerintahan /birokrasi harus terpisah dari elit bisnis

3. Partisipasi aktif dari semua kelompok sosial harus ada. Organisasi

rakyat/Tani yang pro-reform harus ada.

4. Data-data masalah agraria yang lengkap dan teliti harus ada

1.6.2 Teori Politik Pembangunan

Teori-teori pembangunan pada umumnya berhubungan dengan

pengalaman negara-negara maju dengan menitik beratkan pada kemajuan dan

perubahan masyarakat yang dianggap mampuh menyelesaikan berbagai

persoalan, khususnya kemiskinan. Proyek-proyek pembangunan yang

25
Ibid, hal 181 – 182

18

Universitas Sumatera Utara


dilakukan oleh negara- negara maju atau donor, biasanya ditransformasikan

ke negara-negara berkembang. Karena itulah perspektif-perspektif

pembangunan tradisional dinegara-negara yang kurang berkembang biasanya

mengasumsikan kemungkinan pembangunan di setiap tempat, modal dan

teknologi mungkin dapat disaring dari pengalaman negara maju untuk negara

kurang berkembang. Penyebaran kapitalisme dipercayai, akan memecahkan

masalah kemiskinan, kelaparan, kesehatan, dan sebagainya. Dimana inti dari

teori pembangunan adalah persoalan perubahan sosial.26

Disamping persoalan perubahan sosial, pembangunan juga dimaknai

sebagai sebuah proses dalam demokrasi yang menekankan peran institusi dan

partai politik. Dalam kaitanini, Burnell dan Randal menegaskan bahwa proses-

proses politik yang terjadi khususnya di negara-negara berkembang sangat

berpengaruh terhadap apa dan bagaimana pembangunan direncanakan ataupun

dihasilkan. Kelompok-kelompok kepentingan, termasuk partai politik dan

gerakan civilsociety, paraelit, pemerintahan berperanan dalam menentukan

arah tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Dimana proses demokrasi

ataupun tidak demokrasi yang dijalankan dinegara berkembang mempengaruhi

bagaimana keberhasilan dalam pembangunan.

Pandangan yang demikian, menegaskan bahwa konsep pembangunan

banyak difahami sebagai proses tahap demitahap menuju “modernitas”.

Modernitas itu tercermin dalam bentuk kemajuan teknologi dan ekonomi

seperti yang dilakukan oleh negara-negara industri maju. Mansour Faqih

menjelaskan konsep pembangunan sebagai bentuk modernitas dan adopsi

26
Warjio.DilemaPolitikPembangunanPKS,IslamdanKonvesional.Medan:PerdanaPublishing. Hal.10

19

Universitas Sumatera Utara


dari pengalaman barat karena menurutnya hal ini berakarpada sejarah barat

melalui apa yang disebut Revolusi Industri. Sedangkan konsep pembangunan

di Dunia ketiga, dipahami sebagai perbaikan umum dalam standar hidup.

Pembangunan juga di pahami sebagai sarana memperkuat negara, terutama

melalui proses industrialisasi yang mengikuti pola yang beragam satu negara

kenegara lainnya.

Menurut Warjio, peran pemerintah menjadi subjek utama pembangunan

yakni memperlakukan rakyat sebagai objek, resipient atau penerima.

Pemahaman yang demikian tentang pembangunan memberikan satu

kesimpulan bahwa pembangunan sangat terkait erat dengan proses dan

kepentingan politik lembaga-lembaga internasional ataupun kepentingan

negara. Pembangunan juga merupakan hasil dari proses ataupun kepentingan

elit politik pemerintah ataupun kelompok kepentingan dalam satu negara.27

Menurut Todaro, pembangunan adalah sebuah proses multi dimensional

yang mencakup berbagai perubahan atas struktursosial,sikap-sikap masyarakat

dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi, pertumbuhan

ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengetasan kemiskinan.

Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan

partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk

mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya

keadilan, kebebasan dan kualitas yang dihargai) untuk mayoritas rakyat

27
Warjio.Ibid.Hal.12

20

Universitas Sumatera Utara


melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan

mereka.

Menurut Warjio, Strategi pembangunan pada dasarnya adalah cara atau

jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula

berdasarkan platform yang dibuat. Karena itu strategi pembangunan yang baik

akan dapat menghasilkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara efesien

dan efektif. Strategi pembangunan mestilah disesuaikan dengan kondisi,

potensi yang dimiliki dan permasalahan pokok yang dihadapi serta sumber

daya yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan

sasaran pembangunan.28

Pada hakikatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan sosial

total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan,

tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dan keinginan individu atau

kelompok. Menurut Warjio, peran pemerintah menjadi subjek utama

pembangunan yakni memperlakukan rakyat sebagai objek, resipient

atau penerima. Pemahaman yang demikian tentang pembangunan memberikan

satu kesimpulan bahwa pembangunan sangat terkait erat dengan proses

dan kepentingan politik lembaga-lembaga internasional ataupun kepentingan

negara. Pembangunan juga merupakan hasil dari proses ataupun kepentingan

elit politik pemerintah ataupun kelompok kepentingan dalam satu negara.29

Menurut Todaro, pembangunan adalah sebuah proses multi dimensional

yang mencakup berbagai perubahan atas struktur sosial, sikap-sikap

masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi,

28
Warjio.Ibid.Hal.112
29
Ibid Hal. 13

21

Universitas Sumatera Utara


pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengetasan

kemiskinan. Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan

sosial dengan partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan

untuk mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya

keadilan, kebebasan dan kualitas yang dihargai) untuk mayoritas rakyat

melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan

mereka.

Mereka percaya pembagunan harus berorientasi kebutuhan, sanggup

mempertemukan keperluan materi dan non materi manusia, berasal dari hati

masyarakat,percaya kepada diri sendiri, yang secara tidak langsung

menyatakan bahwa setiap masyarakat intinya mengandalkan kekuatan dan

sumber daya nya sendiri, mempunyai pertimbangan ekologis, pemanfaatan

secara rasional sumberdaya biophere, dan didasarkan pada transformasi

struktural serta keseluruhan yang terpadu. Dalam satu hal, kelompok ini

menolak gagasan jalan pembangunan yang universal dan menganjurkan

bahwa setiap masyarakat memiliki strateginya sendiri. 30

Tidak dapat dipungkiri, peran pemerintah, sangat besar dalam proses

pembangunan. Merujuk pada kenyataan seperti ini, pembangunan seringkali

dihubungkan dengan nasionalisme, dan akhir-akhir ini dihubungkan dengan

merujuk pada negara-negara yang sedang bangkit seperti Afrika, Asia

dan Amerika Latin. Dinegara-negara ini, dapat disaksikan satu“nasionalisme

baru”, ia menjadi satu loyalitas politik umum dari satu kelompok yang

berjuang untuk memperoleh kemandirian dan lingkungan kebangsaan.

30
Warjio.PolitikPembangunanIslamPemikirandanImplementasi.Medan:PerdanaPublishing.Hal.70-71

22

Universitas Sumatera Utara


Disamping pembangunan dihubungkan dengan proses politik dan

nasionalisme, pembangunan juga dihubungkan dengan modernisasi.

Pembangunan yang dihubungkan dengan modernisasi diasaskan pada asumsi

pertumbuhan.

Modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusi oner

(perubahan cepat dari tradisi ke modern),berwatak kompleks, menjadi gerakan

global dan bertahap menjadi satu homogenisasi dan bersifat progresif. Ada

kepercayaan melalui modernisasi, pertumbuhan dapat dicapai dengan

penerapan ilmu-ilmu dan teknologi Barat kepada problem produksi. Disisi lain,

ia juga memberikan kesempatan yang luas atas bangkitnya institusi atau

lembaga modern seperti partai politik, yang menggantikan institusi nasional. 31

Visi pembagunan adalah kondisi objektif pembagunan yang dicita-

citakan dimasa depan dapat diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam

periode tertentu. Bryson (1955) menjelaskan bahwa visi pembangunan

didefinisikan sebagai kondisi yang ingin dicapai dimasa depan setelah

menyampaikan strategi dan kegiatan pembangunan. Visi pembangunan yang

baik adalah mengakomodasi masalah pokok yang sangat mendasar bagi

masyarakat yang dirumuskan secara konkrit dan jelas serta dapat diwujudkan

dalam kenyataan (operasinalnya)dan bukan hal yang muluk-muluk atau sulit

untuk mewujudkannya.

Dari pemahaman seperti itu dapat disimpulkan bahwa visi pembangunan

memberikan paduan mengenai apa yang hendak dicapai pada masa depan. Masa

depan yang ingin dicapai serta yang dicita-citakan. Namun demikian visi

31
Warjio. Op.cit. Hal.82

23

Universitas Sumatera Utara


pembangunan adalah sebuah gambaran awal yang harus berpijak pada kenyataan

yang diformulasikan dalam satu perancangan yang jelas akan menyebabkan

ketidak tercapaian tujuan pembangunan.32

Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional

memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur,dan proses. Keterpaduan tersebut

merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi,daya guna, dan hasil

guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna

mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita memerlukan sistem

manajemen nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan

penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian

pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh

upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan

dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk

mewujudkan ketertiban sosial, politik, dan administrasi.

Menurut Warjio politik pembangunan sebagai satu usaha atau aktivitas

baik yang dilakukan oleh para aktor seperti individu atau kelompok/negara baik

lokal maupun internasional, secara struktur atau tidak dalam pembangunan dan

dalam proses politik yang dilakukan untuk melegitimasi program atau tujuan

pembangunan.33 Politik pembangunan melibatkan eksekutif dan legislatif serta

masyarakat luas dalam membuat legitimasi terhadap program dan tujuan

pembangunan yang ingin di laksanakan.

Todaro mengelompokkan teori-teori utama pembangunan pada lima

pendekatan yaitu:

32
Ibid.Hal.90
33
Warjio, Politik Pembangunan paradoks, teori, aktor, dan ideologi, : Prenada Media Group. Hal. 106

24

Universitas Sumatera Utara


1. Model-model pertumbuhan bertahap linear. (linear stages of

growthmodels)

2. Kelompok teori dan pola-pola perubahan struktural

(the structural change theories and patterns)34

Ilmu-ilmu sosial di negara-negara barat sebenarnya tidak mempersiapkan

secara khusus untuk menyajikan pedoman-pedoman bagi para cemdikiawan

untuk menelaah masalah-masalah pembangunan sosial dan politik. Pada

perkembangan selanjutnya, dengan diletakkannya tekanan demi pada penelitian

empiris, menyebabkan banyak para ahli-ahli lmu sosial menjadi kehilangan

pegangan. Apabila titik pandang diarahkan pada pembangunan dinegara- Negara

sedang berkembang, maka pemahaman mereka tentang semua aspek yang

berhubungan dengan itu dangkal sekali.

Adapun beberapa pengertian pembangunan politik:

1. Pembangunan Politik sebagai Prasyarat Politik bagi Pembangunan

Ekonomi.

Pembangunan politik dipandang sebagai keadaan masyarakat politik yang

dapat membantu jalannya pertumbuhan ekonomi.Pembangunan politik adalah

syarat politik berlangsungnya pertumbuhan ekonomi.Pertumbuhan ekonomi

yang memiliki kaitan erat dengan pembangunan politik yang dijalankan oleh

suatu negara.

2. Pembangunan Politik sebagai Ciri Khas Kehidupan Politik Masyarakat

Industri

34
Sugihartono, Pembangunan dan Pengembangan Wilayah, Medan: USU Press

25

Universitas Sumatera Utara


Menurut pandangan ini, masyarakat industri baik yang demokratis maupun

tidak, menciptakan standart-standart tertentu mengenai tingkahlaku dan prestasi

politik yang dapat menghasilkan keadaan pembangunan politik dan yang

merupakan contoh dari tujuan-tujuan pembangunan bagi sistem politik lainnya.

3. Pembangunan Politik sebagai Modernisasi Politik

Menurut pandangan ini, pembangunan politik merupakan kehidupan politik

yang khas dan ideal masyarakat industri berhubungan erat dengan pandangan

politik identik dengan modernisasi politik .dan pandangan ini masih berkaitan

dengan prestasi ekonomi dalam hal industrialisasi-isme dianggap sebagai kondisi

puncak yang menyelesaikan semua masalah, dan harapan yang sama dibebankan

kepada pembangunan politik.

4. Pembangunan Politik sebagai Operasi Pembangunan Bangsa

Sudut pandang ini nasionalisme dan ini merupakan pra syarat penting

tetapi masih kurang memadai untuk dapat menjamin pelaksanaan pembangunan

politik yang meliputi serangkaian usaha penerjemahan perasaan-perasaan

nasionalisme menjadi semangat kewarganegaraan dan usaha pembentukan

lembaga-lembaga negara yang dapat menampung aspirasi masyarakat ke dalam

kebijakan dan program.

5. Pembangunan Politik sebagai Pembangunan Administrasi dan Hukum

Dalam membina masyarakat politik yang harus di dahulukan adalah tatanan

hukum dan tatanan administrasi.

6. Pembangunan Politik sebagai Mobilitasi dan Partisipasi Masyarakat

Proses partisipasiini berarti penyebarluasan proses pembuatan kebijakan,

karena pembangunan politik adalah menyangkut peran warga negara dalam

26

Universitas Sumatera Utara


bentuk kesetiaannya kepada negara. Partisipasi masyarakat juga sangat

dibutuhkan ,namun untuk mencegah agar tidak terjadi emosionalisme dan

menyeimbangkan sentimen perlu dibuat tertib politik

7. Pembangunan Politik sebagai Pembinaan Demokrasi

Pandangan ini menyatakan bahwa pembangunan politik seharusnya sama

dengan pembentukan lembaga-lembaga dan praktik-praktik demokrasi.

8. Pembangunan Politik sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratus

Stabilitas dapat dihubungkan dengan konsep pembangunan politik dalam

arti bahwa setiap bentuk kemajuan ekonomi dan sosial umumnya tergantung

pada lingkungan yang lebih banyak memiliki kepastian yang memungkinkan

adanya perencanaan berdasar pada prediksi yang cukup aman.

9. Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan

Pandangan ini membawa kita pada konsep bahwa sistem-sistem politik

dapat dinilai dari sudut tingkat atau kadar kekuasaan yang dapat dimobilisasi

oleh sistem itu, sistem politik dapat dievaluasi dari bagaimana kekuasaan

absolute bekerja memobilisasi. Sistem yang tidak stabil akan beroperasi dengan

margin kekuasaan yang rendah, dan para pengambil keputusan adalah lembaga-

lembaga impotent untuk mampu mencapai tujuan-tujuan politik

10. Pembangunan Politik sebagai Satu Segi Proses Perubahan

Sosial yang Multidimensi

Menurut pandangan ini, semua bentuk pembangunan saling berkaitan.

Pembangunan banyak persamaannya dengan modernisasi, dan terjadi dalam

konteks sejarah dimana pengaruh dari luar masyarakat mempengaruhi proses-

proses perubahan sosial, persis sebagaimana perubahan-perubahan dalam bidang

27

Universitas Sumatera Utara


ekonomi, sistem politik dan tertib sosial saling memengaruhi satu sama lain 35

Kelemahan mentalitas kita untuk pembangynan (1) konsepsi-konsepsi,

pandangan-pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan kita, yang sudah

lama mengendap dalam alam pikiran kita, karena terpengaruh atau bersumber

kepada nilai-budaya kita sejak beberapa generasi yang lalu, atau (2) konsepsi-

konsepsi, pandangan-pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan kita yang

baru timbul sejak jaman revolusi, dan yang sebenarnya tidak bersumber pada

system nilai budaya kita.36

1.6.3. Teori Kebijakan Publik

1.6.3.1.Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya

pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang

bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantarkan masyarakat

pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada

masyarakat yang dicita-citakan37

Woll (1966) mengatakan kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas

pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung

maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai

`35 Afan Gaffar, Beberapa Aspek Pembangunan Politik, Jakarta: Rajawali, 1983, hlm 31-49
36
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia, 1987, hlm 37-
38

37
Riant. Nugroho,2008. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.Hal.55

28

Universitas Sumatera Utara


implikasi dari tindakan pemerintah tersebut yaitu: 1) adanya pilihan kebijakan

atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya

yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan

masyarakat; 2) adanya output kebijakan, di mana kebijakan yang diterapkan pada

level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran,

pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan

mempengaruhi kehidupan masyarakat; 3) adanya dampak kebijakan yang

merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.38

Carl Frederich memandang kebijakan publik adalah suatu arah tindakan

yang diusulkan seseorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkaran

tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan

terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka mencapai

suatu tujuan atau merealisasikan suatu maksud tertentu39. Secara umum, saat ini

kebijakan lebih dikenal sebagai keputusan yang dibuat oleh lembaga pemerintah,

yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di

masyarakat dalam sebuah negara.

Maka dalam kaitannya, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk

menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat,suatu kelompok,

maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang

kegiatan tertentu, keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian

inilah menjadi ciri khusus daari kebijakan publik dalam suatu sistem politik.

Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam mendefienisikan kebijakan

38http://teori-politik.blogspot.co.id/2015/12/konsep-dasar-kebijakan-publik.html diakses 06 November 2017 , pukul 21.34


39Budi.Winarno,2002.Teori dan Proses Kebijakan Publik. Jogjakarta: Media Presindo.hal.16

29

Universitas Sumatera Utara


adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian

mengenai apa yang sebenarnya dilakukan dari pada apa yang diusulkan dalam

tindakan mengenai suatu persoalan tertentu, dan mencakup pula arah atau apa

yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usul tindakan, hal ini

dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap

implementasi dan evaluasi40.

1.6.3.2. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yaitu langsung

mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan

derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.Pelaksanaan atau implementasi

kebijakan dalam konteks menejemen berada dalam kerangka organizing-leading-

controlling. Jadi, ketika kebijakan sudah dibuat tugas selanjutnya adalah

mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan pengendalian pelaksanaan

tersebut41.

1.7 Metodologi Penelitian

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini berjenis kualitatif yang diartikan sebagai bentuk penelitian

yang mengeksplorasi dan memahami makna dari masalah sosial atau

kemanusiaan.42Penelitian kualitatif ini akan mengeksplorasi masalah dengan cara

40
Ibid.Hal.20.
41
Ibid. Hal. 432
42
Lihat John W. Creswel, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed (Yogjakarta:Pustaka
Pelajar, 2014,hlm.4.

30

Universitas Sumatera Utara


mengumpulkan data dari tema yang bersifat khusus menuju kepada tema yang

bersifat umum dengan tujuan akhir menafsirkan data.

Penelitian ini juga akan mengungkapkan bagaimana pembangunan agraria

dibawah pemerintahan Jokwowi-JK melalui kebijakan reforma agraria yang di

keluarkan dalam menjawab permasalahan agraria retribusi tanah dang penggunaan

hutan sosial yang menjadi salah satu permasalahan pokok di Indonesia dengan

UUPA No.5 tahun 1960 yang digunakan sebagai landasan dalam mengeluarkan

kebijakan strategi pelaksanaan reforma agraria pada era pemerintahan mereka.

Kemudian dengan menggunakan pendekatan pembangunan, peneliti akan meneliti

kesesuaian konsep-konsep pembangunan reforma agraria dalam konsep kebijakan

yang dikeluarkan oleh Jokowi-Jusuf Kalla dalam strategi menyelesaikan

permasalahan agraria baik itu penyelesaian redistribusi tanah di Indonesia maupun

penghutanan sosial.

1.7.2 Tekhnik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan menggunakan Rencana riset yang terdiri dari:

Pengumpulan dan mengkompilasikan sumber-sumber data baik itu

dokumen-dokumen atau website (Library research) seperti dokumen Naskah

Arahan Presiden tentang pembangunan Reforma agraria retribusi tanah objek

reforma agraria dan penggunaan hutan sosial, Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasioanl (RPJMN) 2015-2019, Undang-undang Pokok Agraria

(UUPA) No. 5 Tahun 1960 beserta dokumen dan buku yang terkait dengan

kebijakan agraria yang akan digunakan sebagai rujukan dalam penelitian

31

Universitas Sumatera Utara


1.7.3 Tekhnik Analisis Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian kali ini akan dianalisis secara

deskriptif kualitatif. Analisa kualitatif adalah suatu teknik yang menekankan

analisinya padasebuah proses pengambilan kesimpulan yang

induktif. 43Maksudnya, peneliti akan mengumpulkan data pembangunan agraria

Jokowi-Jk yang diaplikasikan dalam kebijakan Tanah Objek Reforma Agraria dan

Perhutanan Sosial. Undang-undang yang terkait dengan judul, Strategi-strategi

apa saja yang sudah dibuat oleh Jokowi –JK dalam hal reforma agraria maupun

data-data keadaan agraria di berbagai daerah di Indonesia baik itu dalam hal

redistribusi tanah objek agraria dan perhutanan sosial. Setelah data-data yang

berasal dari berbagai sumber dokumen sudah dikumpulkan maka peneliti akan

menganalsis poin-poin pembangunan reforma agraria dalam kebijakan agraria

Jokowi-JK tersebut berdasarkan pembatasan masalah yang sudah ditetapkan.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan

sistematika penulisan

BAB II : Deskripsi tentang Politik Pembangunan agraria di bawah

pemerintahan Jokowi-Jk dalam kebijakan reforma agraria Jokowi-JK

BAB III : Pembahasan yang berisi analisis Politik Pembangunan agraria

dalam reforma agraria Jokowi-Jusuf Kalla

BAB IV : Penutup yang berisi kesimpulan dari penelitian ini dan akan

memberikan kesimpulan dan saran.

43
Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta. Kencana. Hal. 103

32

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PROFIL UMUM

2.1 Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria Pemerintahan Jokowi-

Jusuf Kalla

Stagnansi dari Reforma Agraria menjadi suatu hal yang sangat menarik

untuk diperhatikan mengingat banyak pihak yang menuntut kesuksesan dari

reforma agraria yang dianggap mampu menyelesaikan segala permasalahan soal

agraria di Indonesia. Sejak terpilih sebagai presiden pada pertengahan tahun 2014,

Jokowi dan Yusuf Kalla yang terdapat dalam dokumen visi-misi resmi Jokowi-

Yusuf Kalla yang berjudul “ Jalan perubahan untuk Indonesia yang merdeka dan

berdaulat, mandiri, dan berperikepribadian : visi misi dan program aksi Jokowi-

Yusuf Kalla 2014 pada salah satu poin yang disampaikan yang menyebutkan

bahwa: “ untuk mencapai Indonesia kerja dan Indonesia sejahtera yaitu dengan

mendorong landreform & program kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar

meningkatnya akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-

rata 0,3 hektar menjadi 2,0 hektar per KK tani dan pembukaan 1 Juta Ha lahan

pertanian kering diluar jawa dan Bali .44

Di era Jokowi-Jusuf Kalla Reforma Agraria menjadi sebuah agenda negara

yang perlu diperhatikan untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan

agraria di Indonesia. Kebijakan Reforma agraria Jokowi-Jusuf kalla dimasukkan

dalam strategi Nasional pelaksanaan reforma agraria yang berangkat dari

44
Naskah Arahan Presiden tentang Stragnas Reforma Agraria 2016-2019, Op. Cit. Hal .1

33

Universitas Sumatera Utara


pengertian agraria sebagai kebijakan, legislasi dan program pemerintahan yang

diniatkan dan dijalankan sebagai suatu koordinasi yang beroperasi dan sistematis

dalam hal untuk redistribusi kepemilikan tanah, mengakui klaim-klaim dan hak-

hak atas tanah, memberikan akses atas pemanfaatan tanah, sumber daya alam dan

wilayah dan menciptakan kekuatan produktif yang baru secara kolektif di desa

dan juga dikawasan dan kawasan pedesaan. Ketiga hal tersebut dimaksudkan

untuk meningkatkan status, kekuasaan, dan pendapatan absolute maupun relatif

dan masyarakat miskin sehingga terjadi perubahan kondisi masyarakat miskin atas

penguasaan tanah/lahan sebelum dan sesudah adanya kebijakan.

Adapaun strategi reforma agraria tersebut dimasukkan dalam Naskah

Arahan Presiden tentang Strategi Nasional Pelaksanaan reforma agraria Jokowi-

Jusuf kalla Tahun 2016-2019. Secara proses, penyusunan naskah Stragnas

pelaksanaan reforma Agraria Jokowi-Jusuf kalla sebenarnya dihasilkan melalui

diskusi dan juga konsultasi intesif antara tim Kepala Staf Kepresidenan (KSP)

dengan berbagai kementrian /lembaga terkait, seperti kementrian perencanaan

Pembangunan Nasional/Badan Pertanahan Nasional, kementrian agraria dan Tata

Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementrian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,

kementrian pertanian, serta kalangan akademisi dari berbagai kampus dan

sejumlah ahli dari organisasi pemerintah maupun non pemerintah. 45

Strategi pelaksanaan reforma agraria pada umumnya mencakup enam

Pokok program yang terdiri dari : 46

45
ibid
46
ibid

34

Universitas Sumatera Utara


1. Penguatan kerangka regulasi dan penyelesaian konflik agraria, yang ditujukan

untuk menyediakan basis regulasi yang memadai bagi pelaksanaan agenda-agenda

Reforma Agraria, dan menyediakan keadilan melalui kepastian tenurial bagi

tanah-tanah masyarakat yang berada dalam konflik-konflik agraria.

2. Penataan penguasaan dan pemilikan tanah objek Reforma Agraria, yang

ditujukan untuk mengidentifikasi subjek penerima dan objek tanah-tanah yang

akan diatur kembali hubungan penguasaan dan kepemilikannya.

3. Kepastian hukum dan legalisasi hak atas Tanah Objek Reforma Agraria, yang

ditujukan untuk memberikan kepastian hukum dan penguatan hak dalam upaya

mengatasi kesenjagan ekonomi dengan meredistribusi lahan menjadi kepemilikan

rakyat.

4. pemberdayaan masyarakat dalam penggunaan,pemanfaatan dan produksi atas

Tanah Objek Reforma Agraria, yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan

dengan perbaikan tata guna dan pemanfaatan lahan, serta pembentukan kekuatan-

kekuatan produktif baru.

5. pengalokasian Sumber Daya Hutan untuk dikelola oleh Masyarakat, yang

ditujukan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dengan pengalokasian hutan

negara untuk dikelola masyarakat.

6. kelembagaan pelaksana Reforma Agraria Pusat dan Daerah, untuk memastikan

tersedianya dukungan kelembagaan dipemerintah pusat dan daerah, serta

memampukan desa untuk mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanha, sumber daya alam, dan wilayah kelola desa.

Dalam pembahasan kali ini akan fokus terhadap dua program yang

notabene saling berkaitan satu sama lain yaitu terkait pada program penyelesaian

35

Universitas Sumatera Utara


konflik yang dicantumkan dalam program prioritas penguatan kerangka regulasi

dan penyelesaian konflik agraria, dan juga redistribusi tanah yang dimaktubkan

dalam program kerja penataan penguasaan dan pemanfaatan tanah objek reforma

agraria.

2.1.1 Program Prioritas Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah

Obyek Reforma Agraria

Munculnya program prioritas penataan penguasaan dan pemilikan tanah

objek reforma agraria berangkat dari konsentrasi penguasaan tanah yang notabene

menjadi penyebab dari ketimpangan agraria. Bagaimana tidak, penataan tanah

ditentukan oleh dua faktor pokok yaitu bagaimana struktur penguasaan dan

bagaimana pula struktur penggunaan tanah. Pihak yang memiliki hak menguasai

lahan akan memiliki kuasa pula untuk menggunakannya sesuai dengan

kepentingannya. Meskipun tidak didukung oleh program landreform yang

sistematis dan komprehensif, namun berbagai faktor seperti peningkatan

penduduk, ketersediaan modal dan teknologi pertanian, pengembangan prasarana

dan lain-lain telah membentuk suatu struktur penggunaan dan penguasaan tanah di

Indonesia yang berubah secara dinamis dari waktu ke waktu.

Dari total luas daratan di Indonesia, perluasan lahan pertanian di

berkembang sangat lambat dan kalah dengan perkembangan perluasan lahan

perkebunan . Dari sisi struktur penguasaan tanah, khususnya untuk perkebunan,

dari total 14, 46 juta Ha perkebunan di Indonesia 4,56 juta ha (32 persen)

merupakan perkebunan swasta besar dengan dasar penguasaan berupa Hak Guna

Usaha (HGU). Sebagain besar HGU terdapat di wilayah Jawa dan Bali (45%) dan

36

Universitas Sumatera Utara


sumatera (37%). Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia, baik swasta, negara
47
dan masyarakat diberikan hak untuk dapat menguasai tanah.

Namun yang menjadi permasalahannya adalah tidak cukupnya tanah yang

dikuasai masyarakat secara privat, sedangkan pihak swasta dan negara dikritik

karena menguasai tanah secara lebih luas. Semakin sempitnya tanah yang dikuasai

masyarakat, khususnya petani, selain karena permasalahan internal dalam

masyarakat itu sendiri, adalah karena tingginya tarikan swasta dalam mekanisme

pasar berupa alih fungsi lahan, dan kewenangan negara yang besar dan sepihak

dalam mekanisme hukum formal. Dengan kata lain, ‘otoritas’ petani terhadap
48
tanah lemah dalam berhadapan dengan swasta dam pemerintah. Berdasarkan

pada data BPS 2014 juga menegaskan bahwa kepemilikan tanah semakin timpang

mencapai angka 0,72 pada tahun 2013.49 Pengaturan kawasan hutan lindung

maupun perubahan peruntukan menjadi hutan produksi, perkebunan hingga

penerbitan izin usaha pertambangan sehingga tidak mengherankan hal tersebut

menyebabkan banyak desa dikawasan kehilangan akses terhadap sumber

kehidupan mereka yang sebelumnya ada di hutan.

Untuk itu dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) telah menyebutkan bahwa 9 (sembilan ) juta hektar tanah negara yang

digolongkan sebagai tanah objek reforma agraria untuk diredistribusikan kepada

kelompok masyarakat miskin pedesaan. Program ini diprioritaskan kepada para

petani gurem atau yang tidak bertanah yang lahan diwilayahnya sudah terbagi

habis dalam pemanfaatan yang diberikan negara kepada perusahaan-perusahaan

5
Syahyuti,kendala pelaksanaan landrdform di Indonesia, analisa terhadap kondisi dan perkembangan
berbagai faktor prasyarat pelaksanaan reforma agraria,pusat penelitian dan pengembangan sosial ekonomi
pertanian,jl. A. Yani 70 Bogor
6
Data BPS 2014, PDF

37

Universitas Sumatera Utara


perkebunan atau lahan-lahan yang diberikan Hak Guna Bangunan atau jenis hak

lain. Pola pemilikan, penguasaan, dan pengusahaan atas tanah ini didorong untuk

bersifat berkelompok, kolektif, komunal, atau bersama. Bentuk kelembagaan yang

bisa dikembangkan ekonomi adalah koperasi, badan usaha milik petani (BUMP),

badan usaha milik desa (BUMDes), atau jenis lainnya. 50

Untuk tingkat desa, pemerintah desa melalui UU. No. 6 Tahun 2014

memiliki kewenangan untuk melaksanakan reforma agraria melalui pengelolaan

lahan desa bersama masyarakat. Tanah kas desa dapat disewakan kepada petani

untuk menambah penghasilan desa, artinya, reditribusi penggunaan atau

pemanfaatan tanah kas pelaksanaan reforma agraria untuk mengurangi

ketimpangan tetapi juga menciptkan basis produski bagi masyarkat petani miskin

dengan lahan gurem atau yang tidak memiliki tanah dan tetap memberikan

penghasilan bagi desa. Jaminan sosial berbasis agraria ini potensial dilakukan

dengan perubahan pemerintahan desa saat ini.

Berikut adalah skema pelaksanaan program redistribusi tanah sebagai salah

satu program mewujudkan reforma agraria: 51

Skema 2.2. Pelaksanaan Reforma Agraria Versi Kemen ATR/BPN

50
Naskah Arahan Presiden Tentang Stragnas Reforma agraria, Op.Cit,Hal.9
51
Skema pelaksanaan reforma agraria (2015) versi kemen ATR/BPN dalam Stragnas Reforma Agraria
Jokowi-Jk

38

Universitas Sumatera Utara


Dalam menjalankan program-program tersebut, maka terdapat beberapa

kegitan prioritas yang terdiri dari: 52

1. Inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan

tanah serta identifikasi tanah objek agraria dengan mengetahui secara

persis data dan informasi mengenai penguasaaan, pemilikan,

penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan mengetahui tanah-tanah dan

kekayaan alam mana saja yang dapat dijadikan sebagai potensial objek

reforma agraria, redistribusi penguasaan dan pemilikan tanah objek

reforma agraria serta penataan penggunaan dan pemanfaatan lahan

kekayaan desa berupa sawah oleh petani miskin/petani penggarap,

setelah dilakukan inventarisasi lahan-lahan desa yang dikuasai atau

dimiliki secara absente atau yang ditelantarkan atau tanah pertanian

kelebihan maksimum.

2. Mengidentifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan dengan

mengetahui secara persis lahan-lahan yang akan dilepaskan dari

kawasan hutan sehingga menjadi tanah objek reforma agraria yang

diredistribusikan kepada rakyat miskin melalui pelaksanaan reforma

agraria, pelepasan kawasan hutan yang pada kenyataannya sudah

bukan berupa hutan lagi, seperti wilayah administrasi desa,

pemukiman penduduk, lahan pertanian pangan atau perkebunan rakyat,

wilayah masyarakat hukum adat, areal garapan lain masyarakat untuk

ditetapkan sebagai tanah objek reforma agraria dan diredistribusikan

52
Naskah Arahan Presiden Tentang Stragnas Reforma agraria, Op.Cit.hal.27&28

39

Universitas Sumatera Utara


kepada rakyat miskin secara bersama atau melalui mekanisme

penguatan hak atas penguasaan dan pengusahaannya oleh desa.

3. Identifikasi dan redistribusi HGU habis dan tanah terlantar dengan

mengetahui secara persis lahan-lahan bekas Hak Guna Usaha

perkebunan atau tanah negara yang berasal dari pengembalian Hak

Guna Usaha serta dari tanah negara yang ditelantarkan, menyerahkan

tanah objek reforma gararia yang berasal dari tanah negara, seperti

tanah bekas perkebunan yang sebelumnya dikuasai perusahaan milik

negara/daerah maupun swasta melalui HGU, serta tanah lainnya

kepada subjek reforma agraria (rakyat miskin) untuk dikuasai dan

diusahakan secara bersama, penataan ulang atas lahan-lahan

perkebunan skala besar yang diwariskan dari sistem agraria kolonial

baik yang dikuasai badan usaha milik negara/daerah maupun

perusahaan swasta untuk dijadikan sebagai objek reforma agraria dan

diredistribusikan kepada rakyat miskin secara bersama.

4. Identifikasi tanah milik untuk legalisasi aset masyarakat miskin dengan

mengetahui tanah-tanah yang sudah dikuasai dan digunakan oleh

masyarakat miskin diperkotaan dan pedesaan tapi belum memiliki

legalitas hak kepemilikannya,

5. Identifikasi dan pengembangan kelembagaan subjek penerima manfaat

reforma agraria dengan mengetahui secara tepat siapa saja sasaran

orang-orang atau kelompok orang yang dapat dikategorikan sebagai

calon penerima manfaat dari pelaksanaan reforma agraria, mendata

rumah tangga dan rumah tangga petani miskin yang berhak menjadi

40

Universitas Sumatera Utara


penerima manfaat dari tanah objek reforma agraria yang berasal dari

hasil penyelesaian konflik, tanah objek dari wilayah perhutanan sosial,

dan tanah dan kekayaan desa berupa sawah, memastikan orang-orang

atau kelompok orang yang menjadi subjek penerima manfaat memiliki

lembaga yang khusus dimaksudkan untuk menguasai dan atau

memiliki tanah objek reforma agraria secara bersama, mencegah

mudahnya tanah objek reforma agraria yang sudah diredistribusikan

dan legalisasi untuk kepentingan rakyat miskin beralih fungsi dan

beralih kepemilikan kepada pihak luar.

2.1.2 Penguatan Kerangka regulasi dan penyelesaian konflik

agraria

Dalam naskah Stragnas Reforma agraria Jokowi-Jusuf Kalla konflik pada

dasarnya dimulai dengan pemberian izin/hak pemanfaatan oleh pejabat publik

yang mengeksekusi sekelompok rakyat dari tanah, sumber daya alam, dan wilayah

kelolanya. Konflik agraria ditandai dengan pertentangan klaim yang

berkepanjangan mengenai siapa yang berhak menguasai/memiliki suatu bidang

tanah/lahan berserta akses antara sumber daya alam (SDA). Konflik agrarian ini

biasanya berlangsung antara suatu kelompok komunitas local dengan badan

penguasa/pengelola tanah yang bergerak dalam bidang produksi , ekstraksi,

konservasi dan lainnya, dan juga pihak-pihak yang bertentangan tersebut

berupaya dan bertindak secara langsung maupun tidak, menghilangkan klaim

pihak lain.

41

Universitas Sumatera Utara


Konflik agraria dianggap menjadi sebuah penanda penolakan masyarakat

lokal terhadap konsentrasi penguasaan tanah yang dilakukan oleh perusahaan atau

instansi pemerintah. Redistribusi lahan atau pemberian akses atas kawasan hutan

negara merupakan salah satu muara dari penyelesaian konflik agraria tersebut.

Untuk sampai pada penyelesaian konflik itu, diperlukan suatu unit kerja yang

khusus melakukan penyelesaian tiap kasus konflik agraria yang diikuti dengan

target penyelesaiaanya. Konsentrasi penguasaan tanah merupakan penyebab

utama lahirnya ketimpangan agraria. Laju investasi modal telah diikuti perubahan

status kawasan hutan dan kuasa atas tanah. Mendasarkan diri pada data BPS 2014,

Indeks kepemilikan lahan semakin timpang mencapai angka 0,72 pada tahun

2013. Pengaturan kawasan hutan lindung maupun perubahan peruntukan menjadi

hutan produksi, perkebunan hingga penerbitan izin usaha pertambangan telah

menyebabkan banyak desa di kawasan hutan kehilangan akses terhadap sumber

kehidupan mereka yang sebelumnya ada di hutan53.

Setidaknya, terdapat 531 konsesi hutan skala besar yang diberikan di atas

lahan seluas 35,8 juta hektar, sedangkan di sisi lain terdapat 60 izin Hutan

Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

yang dimiliki oleh 257.486 KK (1.287.431 jiwa) di atas lahan seluas hanya

646.476 hektar. Adapun hutan kemitraan (salah satu model pengelolaan hutan

oleh pemegang konsesi dengan cara bermitra dengan masyarakat lokal) hanya

mencapai 11.500 hektar sedangkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

(PHBM). Perhutani yang menyertakan 5.293 Kelompok Tani Hutan (KTH), 1.200

53
Data dari BPS tahun 2014 PDF

42

Universitas Sumatera Utara


koperasi primer, dan 5.394 desa hanya mencakup 2,1 juta hektar. Di wilayah

pertanian ada 2.452 Badan Usaha Pertanian berskala besar, sementara 56 persen

rumah tangga tani hanya memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar54.

Keberhasilan dari Program Prioritas “Penguatan Kerangka Regulasi dan

Penyelesaian Konflik Agraria” ini adalah diukur dari terwujudnya situasi dan

kondisi yang aman dan damai serta berkeadilan dalam penguasaan, pemilikan,

penggunaan dan pemanfaatan lahan, hutan dan kekayaan alam lainnya. Indikator

ini diperkuat dengan terselesaikannya konflik-konflik agraria struktural (yang

disebabkan oleh kebijakan negara) yang berdampak sosial luas bagi kehidupan

masyarakat, bangsa dan negara.

Adapun sejumlah indikator khusus untuk mengukur keberhasilan dari

program prioritas ini, meliputi: 55

1. Teridentifikasinya berbagai peraturan perundangan-undangan yang terkait

dengan penyelesaian konflik agraria dan pelaksanaan reforma agraria, lalu

diubahnya peraturan perundangan-undangan yang tidak sejalan atau

menghambat, dan disusunnya peraturan perundangan-undangan yang

mendukung upaya penyelesaian konflik agraria dan pelaksanaan reforma

agraria;

2. Teridentifikasi, terinventarisasi, terverifikasi, dan terpetakannya wilayah

hutan yang tumpang tindih dengan wilayah definitif desa maupun wilayah

kelola masyarakat, dan terdidentifikasi dan terinventarisasinya kasus

konflik agraria di kawasan hutan per tahun;

54
Arahan Kantor Presiden tentang Stragnas Reforma Agraria,Op.Cit Hal 8-9
55
Ibid Hal 7

43

Universitas Sumatera Utara


3. Teridentifikasi, terinventarisasi, terverifikasi, dan terpetakannya wilayah-

wilayah usaha perkebunan yang telah habis masa berlakunya, yang

melanggar ketentuan batas usaha, serta yang tumpang tindih dengan

wilayah kelola masyarakat, dan teridentifikasi dan terinventarisasinya

kasus Gangguan Usaha Perkebunan per tahun termasuk peta para pihak

terkait dan rekomendasi penyelesaiannya;

4. Teridentifikasi, terinventarisasi, terverifikasi, dan terpetakannya wilayah

pertambangan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan maupun

wilayah kelola masyarakat, dan teridentifikasi dan terinventarisasinya

kasus konflik di pertambangan per tahun, termasuk peta para pihak terkait

dan rekomendasi penyelesaiannya;

5. Teridentifikasi dan terinventarisasinya kasus konflik agraria yang terkait

infrastruktur per tahun termasuk peta para pihak terkait dan rekomendasi

peyelesaiannya;

6. Teridentifikasi dan terinventarisasinya kasus konflik agraria di kawasan

pesisir per tahun, termasuk peta pihak terkait dan rekomendasi

penyelesaiannya;

7. Perubahan tata batas kawasan hutan yang tumpang tindih dengan wilayah

pemukiman, desa, dan wilayah kelola masyarakat dan masyarakat adat,

dan terselesaikannya konflik agraria wilayah kehutanan yang telah

diidentifikasi dan diverifikasi per tahun;

8. Terselesaikannya kasus kasus Gangguan Usaha Perkebunan (GUP) per

tahun, dan ditindaklanjutinya hasil review dan evaluasi atas HGU sehingga

ada transparansi tentang usaha-usaha perkebunan yang berkaitan dengan

44

Universitas Sumatera Utara


masa berlaku, luas lahan yang dikuasai dan digunakan secara produktif,

luas lahan yang tidak digunakan, luas lahan yang melampaui batas SK

HGU, luas lahan yang tumpang tindih dengan lahan yang berdasarkan

sejarah lahan merupakan lahan garapan atau lahan masyarakat.

Dalam menjalankan program prioritas penetapan regulasi dan

penyelesaian konflik terdapat juga beberapa kegiatan prioritas yang terdiri dari : 56

1. Mereview Peraturan Perundangan Untuk Mendukung Penyelesaian

Konflik dan Pelaksanaan Reforma Agraria, dengan Mereview Peraturan

Perundangan Untuk Mendukung Penyelesaian Konflik dan Pelaksanaan

Reforma Agraria, Melakukan perubahan terhadap peraturan perundangan-

undangan yang tidak sejalan atau menghambat penyelesaian konflik

agraria dan pelaksanaan reforma agraria, Menyusun peraturan

perundangan-undangan yang mendukung upaya penyelesaian konflik

agraria dan pelaksanaan reforma agraria

2. Mengidentifikasi dan Memverifikasi Kasus-kasus Konflik Agraria

Struktural di Berbagai Sektor Strategis, dengan Mengetahui secara persis

jumlah, karakter, peta aktor dan dinamika kasus-kasus konflik agraria

yang terjadi karena kekeliruan kebijakan di masa lalu di sektor strategis

pertanahan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pertambangan,

infrastruktur,dan memastikan kasus-kasus konflik agraria mana saja yang

bisa ditangani dan diselesaiakan melalui mekanisme yang disediakan

dalam prioritas nasional reforma agraria atau Strategi Nasional

Pelaksanaan Reforma Agraria

56
Ibid, Hal 26&27

45

Universitas Sumatera Utara


3. Menganalisa dan Menyusun Pendapat Hukum serta Merekomendasikan

Penyelesaian Kasus Konflik Agraria, dengan mendalami substansi setiap

kasus konflik agraria yang ditangani sehingga diketahui akar sebab dan

anatomi kasus secara objektif dan komprehensif ,selain itu juga

memberikan pendapat secara legal formal sehingga penyelesaiannya dapat

dipertangggungjawabkan secara hukum,dan memberikan saran dan usulan

bagi penetapan arah dan bentuk kebijakan penyelesaian kasus konflik

agraria secara tuntas dan menyeluruh.

4. Menganalisa dan menyusun pendapat hukum serta merekomendasikan

penyelesaian kasus konflik agraria, dengan mendalami substansi setiap

kasus konflik agraria yang ditangani sehingga diketahui akar sebab dan

anatomi kasus secara objektif dan komprehensif, memberikan pendapat

secara legal formal sehingga secara legal formal sehingga penyelesaiannya

dapat dipertangggungjawakan secara hukum,dan memberikan saran dan

usulan bagi penetapan arah dan bentuk kebijakan penyelesaian kasus

konflik agraria secara tuntas dan menyeluruh.

5. Melakukan review penerbitan Hak/Ijin Usaha di semua sektor strategis

serta mengubah tata batas kawasan hutan untuk rakyat, dengan mengetahui

implikasi dari setiap hak atau ijin usaha yang diberikan di lapangan agraria

di masa lalu pada setiap kasus konflik agraria yang ditangani, memastikan

ada tata batas kehutanan baru yang memberi kemungkinan bagi perluasan

pemilikan dan penguasaan hutan, ruang hidup, areal garapan, dan wilayah

kelola rakyat.

46

Universitas Sumatera Utara


6. Koordinasi dan Supervisi dengan K/L dalam Menjalankan Rekomendasi

Penyelesaian Kasus-kasus Konflik Agraria, dengan memastikan adanya

pengawasan dan pendampingan bagi setiap rekomendasi penyelesaian

konflik-konflik agraria agar dijalankan secara konsisten oleh kementrian

dan lembaga terkait.

7. Mediasi dan Alternative Disputes Resolution (ADR) lainnya untuk

mempercepat penyelesaian konflik agraria di semua sektor strategis,

dengan memastikan semua langkah diluar pengadilan untuk mempercepat

penyelesaian konflik agraria dapat dijalankan dan jika ditemukan

hambatan segera dicarikan solusinya sehingga keadilan dan kepastian

hukum dapat diwujudkan.

Maka untuk itu dikeluarkanlah Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No.

11 tahun 2016 tentang penyelesaian kasus pertanahan yang didalamnya sudah

termasuk konflik pertanahan. Namun dalam hal ini, konflik itu dibedakan dengan

sangketa ,dan juga perkara pertanahan. Sengketa tanah sendiri merupakan

perselisihan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak

berdampak luas. Sementara konflik tanah adalah perselisihan pertanahan baik

orang, kelompok, organisasi, badan hukum yang mempunyai kecenderungan atau

sudah berdampak luas. Sedangkan, perkara tanah sendiri adalah perselisihan

pertanahan yang penanganan perkara dan penyelesaiannya melalui lembaga

peradilan.

Selain itu juga dalam aturan ini dibedakan penanganan penyelesaian sengketa

dan konflik berdasarkan datangnya laporan. Pasal 4 Permen Agraria Nomor 11

Tahun 2016 membedakan jenis laporan berdasarkan dua jalan, yakni inisiatif dari

47

Universitas Sumatera Utara


kementerian dan pengaduan masyarakat. Dimana, terhadap dua mekanisme

laporan itu dibedakan masing-masing proses administrasi dan pencatatan

penanganan aduan yang masuk. Namun, mekanisme selanjutnya tidak terdapat

perbedaan setelah temuan dan aduan diregister. Terhadap temuan dan aduan

tersebut dilakukan analisa secara mendalam untuk mengukur dan mengetahui

apakah kasus pertanahan itu menjadi kewenangan kementerian. Pasal 11 ayat (3)

Permen Agraria Nomor 11 Tahun 2016 menyebutkan sengketa atau konflik yang

menjadi kewenangan kementerian, dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata

Ruang57.

Sengketa atau konflik itu antara lain, kesalahan prosedur dalam proses

pengukuran, pemetaan, dan/atau perhitungan luas, kesalahan prosedur dalam

proses pendaftaran dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat, kesalahan

prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah, kesalahan

prosedur dalam proses penetapan tanah terlantar, tumpang tindih hak atau

sertifikat hak atas tanah yang salah satu alas haknya jelas terdapat kesalahan.

Selanjutnya, kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data

pendaftaran tanah, kesalahan prosedur dalam proses penerbitan sertifikat

pengganti, kesalahan dalam memberikan informasi data pertanahan, kesalahan

prosedur dalam proses pemberian izin, penyalahgunaan pemanfaatan ruang, serta

kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.

Selain sengketa atau konflik tersebut, Kementerian Agraria dan Tata Ruang

tidak berwenang menangani kasus pertanahan. Namun, Kementerian Agraria dan

Tata Ruang dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa

57 Permen 11 2016_Kasus Pertanahan. PDF. Diakses pada tgl 25 Januari 2017. Pukul 21.10. WIB

48

Universitas Sumatera Utara


atau konflik melalui jalur mediasi. Jalur mediasi dalam aturan ini ditempuh juga

untuk jenis sengketa atau konflik, baik yang menjadi kewenangan kementrian

ataupun yang tidak menjadi kewenangan kementrian. Dan untuk Keputusan

penyelesaian sengketa atau konflik dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Terhadap keputusan itu wajib dilaksanakan kecuali terdapat alasan yang sah untuk

menunda pelaksanaannya. Pasal 33 ayat (2) Permen Agraria Nomor 11 Tahun

2016 menyebutkan ada tiga alasan yang sah untuk menunda pelaksanaan.

Ketiganya, yakni sertifikat yang akan disita oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan

atau lembaga penegak hukum lainnya, tanah yang menjadi objek pembatalan

menjadi objek hak tanggungan, serta tanah telah dialihkan kepada pihak lain 58.

58
Ibid.

49

Universitas Sumatera Utara


BAB III

ANALISIS POLITIK PEMBANGUNAN AGRARIA REZIM JOKOWI-JK

Setelah memaparkan teori-teori, data-data dan informasi yang berkenaan

dengan strategi pelaksanaan reforma agraria Jokowi-Jusuf Kalla tahun 2016-2019

yang dimasukkan dalam Nawacita, dalam hal untuk melaksanakan pembangunan

nasional dan juga mengenai redistribusi penetapan penguasaan tanah atau

redistribusi tanah. Dalam menganalisis tentang politik pembangunan agraria

dilihat dengan pelaksanaan reforma agraria Jokowi-Jk, yang merupakan fokus dari

penelitian ini, maka peneliti akan memaparkan hal utama yang akan menjadi titik

fokus dari penelitian kali ini yakni terdiri dari apa yang menjadi konsep strategi

pelaksanaan reforma agraria Jokowi-Jusuf Kalla yang tertuang dalam naskah

strategi pelaksanaan reforma agraria Jokowi-Jusuf kalla dalam hal politik

pembangunan dan juga akan melihat redistribusi tanah terhadap penyelesaian

berbagai macam persoalan agraria di Indonesia dan bagaimana kaitannya dengan

politik pembangunan yang menjadi landasan pokok dalam mengeluarkan arahan

strategi reforma agraria tersebut.

Di dalam menganalisis kebijakan reforma agraria Jokowi-Jusuf Kalla yang

ditinjau melalui persfektif politik pembangunan menggunakan teori politik

pembangunan, teori kebijakan publik, dan juga teori pembaruan agraria yang

nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam memperoleh analisis yang objektif

terhadap data-data maupun informasi yang didapat seputar penelitian ini. Selain

itu, peneliti akan menggunakan Undang-Undang Pokok Agraria sebagai rujukan

utama pembangunan agraria di Indonesia. Data-data yang dipaparkan dalam bab

50

Universitas Sumatera Utara


ini merupakan hasil dari berbagai literatur, baik itu berupa buku, jurnal, artikel

dan yang lainnya yang berhubungan dengan kebijakan strategi pelaksanaan

reforma Agraria Jokowi-Jusuf Kalla dan juga kondisi agraria terkini.

Arahan tentang strategi pelaksanaan reforma agraria pada dasarnya

berangkat dari kondisi agraria di Indonesia yang berada dalam ambang kritis,

melihat begitu rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya yang

berprofesi sebagai petani yang disebabkan ketimpangan kepemilikan tanah yang

terjadi karena tidak tegasnya kebijakan didalam penanganan masalah agraria,

seperti aturan tegas tentang batas penguasaan lahan dan juga redistribusi tanah

yang tidak merata. Arahan strategi ini berangkat dari Nawacita Jokowi dalam hal

pembangunan Nasional untuk meningkatkan taraf hidup manusia melalui program

reforma agraria. Adapun program reforma agraria yang dicanangkan adalah untuk

melanjutkan apa yang dicita-citakan dalam Undang-undang Pokok Agraria

(UUPA) no. 5 tahun 1960.

3.1 Gambaran Umum Pembangunan Agraria Rezim Jokowi-Jusuf Kalla

Warjio menjelaskan politik pembangunan sebagai satu usaha atau aktivitas

baik yang dilakukan oleh para aktor seperti individu atau kelompok/negara baik

lokal maupun internasional, secara struktur atau tidak dalam pembangunan dan

dalam proses politik yang dilakukan untuk melegitimasi program atau tujuan

pembangunan.59 Politik pembangunan melibatkan eksekutif dan legislatif serta

masyarakat luas dalam membuat legitimasi terhadap program dan tujuan

pembangunan yang ingin di laksanakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, salah

59
Warjio, Politik Pembangunan paradoks, teori, aktor, dan ideologi, : Prenada Media Group. Hal. 106

51

Universitas Sumatera Utara


satu politik pembangunan Pemerintahan Jokowi-JK dalam aspek agraria dapat

dilihat dalam Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria Jokowi-Jusuf Kalla.

Dalam naskah Strategi Pelaksanaan Reforma Agraria Jokowi-Jusuf Kalla

Tahun 2016-2019, termaktub beberapa poin yang diagendakan sebagai program

yang akan dijalankan dalam melaksanakan reforma agraria bahwasannya dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara (RPJMN) sebanyak 9 Juta Ha

tanah Objek reforma agraria akan diredistribusikan kepada rakyat terkhusus

kepada kelompok rakyat miskin pedesaan yang memang betul-betul

membutuhkan tanah sebagai sandaran dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Adapun pembagian tanah ini diberikan kepada para petani gurem yang notabene

hanya memiliki tanah yang kurang dari 0,5 Ha atau bahkan tidak memiliki tanah

dan hanya bergantung dari tanah sewaan para tuan-tuan tanah.

Reforma agraria menurut Presiden Jokowi adalah proses alokasi dan

konsolidasi kepemilikan, penguasaaan/akses dan penggunaan lahan. Kebijakan

reforma agraria pemerintahan Jokowi-Yusuf Kalla dilaksanakan melalui dua jalur,

yaitu tanah obyek reforma agrarian (TORA) dan Perhutanan Sosial. Skema

reforma agraria dalam RPJM, 9 juta hektar dibagi menjadi dua, Pertama legalisasi

asset 4,5 juta hektar dan yang kedua redistribusi tanah 4,5 juta hektar. rencana

implementasinya, legalisasi asset 4,5 juta hektar dibagi menjadi dua, pertama

legalisasi asset tanah transmigrasi yang belum bersertifikat seluas 0,6 juta hektar

dan kedua legalisasi asset terhadap 3,9 juta hektar, tetapi tidak dijelaskan asset apa

yang akan dilegalisasi. Sedangkan redistribusi 4,5 juta hektar lahan yang rencana

implementasinya juga dibagi menjadi dua. Pertama, redistribusi tanah dengan

52

Universitas Sumatera Utara


sasaran ex-HGU/tanah terlantar dan tanah Negara lainya seluas 0,4 juta hektar dan

pelepasan kawasan hutan 4,1 juta hektar. Selain 9 juta hektar sebagai TORA

(tanah Obyek Reforma Agraria) pemerintahan Jokowi-Yusuf Kalla menjadikan

program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar yang keduanya memiliki

perbedaan. Program reforma agraria 9 juta hektar pelaksananya dibawah

kementrian agraria dan tataruang/ATR, sedangkan perhutanan sosial 12,7 juta

hektar dibawah kementerian lingkungan hidup dan kehutanan/KLHK.

Proses penetapan dan pelaksanaan TORA, terdapat tiga skema, pertama,

penegasan sebagai tanah Negara kemudian pemberian TORA dengan menetapkan

legalisasi asset. kedua pelepasan kawasan hutan Negara kemudian dilakukan

redistribusi. yang ketiga pelepasan oleh pemegang hak dan ditegaskan menjadi

tanah Negara kemudian dilakukan konsolidasi tanah.

Pemerintahan Jokowi juga, membuat 3 norma dan standar refroma Agraria

yakni, pertama, mengenai lahan untuk di usahakan yang menjadi kategori TORA ,

hak milik atas tanah “tanah tidak dapat diperjualbelikan atau dipecah melalui

system waris” sedangkan Perhutanan Sosial diberikan hak akses/izin pengelolaan

hutan dengan mengacu standar tidak merusak ekosistem hutan dan penebangan

kayu hanya diperbolehkan di hutan produksi. Kedua mengenai luasan maksimum

penguasaan lahan/hutan ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut untuk

TORA berdasarkan kepadatan penduduk, jumlah penduduk miskin, dan

ketimpangan kepemilikan lahan sedangkan untuk Perhutanan Sosial dengan

pertimbangan kepadatan penduduk, jumlah penduduk miskin, fungsi hutan

(konservasi, lindung, produksi) dan jenis pemanfaatan (kayu non kayu). Norma

53

Universitas Sumatera Utara


ketiga adalah pengelolaan secara klaster/kelompok yakni, pengelolaan

dikonsolidasikan dalam satu klaster. Dikelola oleh kelompok masyarakat/koperasi

dan jenis tanaman sama satu klaster.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Bapak Abed Nego Tarigan selaku ketua tim

Kerja Reforma agraria dan tenaga ahli utama pada kantor staf presiden bahwa:

“Melalui Stranas ini dapat dicermati bahwa target pencapaian utama reforma

agraria melalui dua skema pelaksanaan. Pertama target pencapaian 9 juta Ha

dimana 4,5 Juta Ha untuk legalisasi dan 4,5 juta Ha untuk redistribusi lahan.

Program legalisasi adalah untuk tanah transmigrasi yang belum bersertifikat

dan tanah asset program Nasional Lintas Sektor (PRONA) yang sebagian

besar milik pemerintah/tentara/polisi, dan hasil penyelesaian konflik.

Sedangkan 4,5 Juta Ha untuk redistribusi menyasar lahan Hak Guna Usaha

(HGU) yang telah habis masa berlakunya dan tanah terlantar dari pelepasan

kawasan hutan. Target pencapaian juga untuk alokasi perhutanan Sosial

seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), dan Hutan

Tanaman Rakyat (HTR).”60

60
Notulensi Pemaparan materi oleh Abed.Nego tarigan dalam seminar reforma agraria di universitas
Indonesia tahun 2016

54

Universitas Sumatera Utara


Berikut adalah tabel tentang pembagian luas lahan yang dalam kebijakan

reforma agraria Jokowi-Jusuf kalla yang meliputi TORA dan Perhutanan Sosial ;

Tabel 1: Pembagian Luas Lahan Kebijakan Reforma Agraria Jokowi-JK

Program Skema Luas lahan (Ha)

Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)

Legalisasi Aset Tanah Transmigrasi Belum Bersertifikat 0,6 juta

PRONA 3,9 juta

Hasil Penyelesaian Konflik Lahan Proses inventarisasi

Redistribusi Lahan HGU Terlantar dan Tanah Terlantar 0,4 juta

Pelepasan Kawasan Hutan 4,1 juta

Perhutanan Sosial (PS)

Legalitas Akses Pemberian Akses Pegusahaan Hutan dalam 12,7 juta

Periode Tertentu

Sumber: Kantor Staf Presiden, Agustus 2017

Selain itu, dalam naskah stranas Jokowi-Jusuf Kalla menyebutkan

bahwasannya pola kepemilikan, penguasaan, dan penguasahaan atas tanah ini

didorong untuk bersifat berkelompok, kolektif, komunal, atau bersama. Dan

bentuk kelembagaan yang bisa dikembangkan dalam mengembangkan ekonomi

adalah dengan koperasi, badan usaha milik desa (BUMDes), atau jenis yang

lainnya. Adapun identifikasi lahan-lahan HGU yang diterlantarkan atau yang telah

berakhir HGU nya dan tidak lagi diperpanjang, atau lahan yang ditelantarkan

55

Universitas Sumatera Utara


menjadi salah satu kegiatan yang dapat dilakukan oleh kementrian ATR karena

kedua kewenangan itu ada dibawah kementrian ini. Selain itu, pemerintah juga

perlu merekomendasikan tanah-tanah lain yang memungkinkan untuk

didistribusikan kepada rakyat secara kolektif. 61

Pemerintah dalam hal ini ingin memprioritaskan para petani dalam hal

sebagai subjek penerima distribusi tanah, dan secara jelas adapun tujuan dan

sasarannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup para petani gurem yang

sebelumnya tidak memiliki aset tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan

pembagian objek tanah reforma agraria tersebut diharapkan menjadi sebuah

langkah dalam meningkatkan taraf hidup para petani apalagi dengan adanya

program pendukung yang bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada para

petani dalam mengolah tanah yang akan dibagikan yaitu dengan konsep koperasi,

badan usaha milik desa yang nantinya akan memberikan bantuan modal kepada

para petani untuk permulaan baik itu untuk penggarapan tanah ataupun pembelian

bibit untuk proses pengolahan tanah tersebut.

Dalam pelaksanaan reforma agraria, Pemerintah mengaku mengadopsi

prinsip Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Adapun prinsip

UUPA yang diadopsi oleh Jokowi-Jusuf Kalla dalam stategi pelaksanaan reforma

agraria terlihat dari naskah Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria

Jokowi-Jusuf Kalla 2016-2019 yang menerangkan bahwa Undang-undang Nomor

5 Tahun 1960 (UUPA) merupakan rujukan pokok bagi pelaksanaan reforma

agraria notabenenya berangkat dari prinsip pasal 33 ayat 3 UUD tahun 1945 yang

mengatakan bahwa “ Bumi , air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
61
Naskah Arahan Presiden tetentang Stranas Reforma agraria Tahun 2016-2019

56

Universitas Sumatera Utara


dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat”.62 Mengingat bahwa UUPA merupakan undang-undang pokok yang

dikeluarkan oleh pemerintah Soekarno yang harus digunakan sebagai rujukan

dalam suatu proses kebijakan dalam mengelola sumber daya alam di Indonesia

yang pada kenyataanya banyak dikuasai oleh segelintir orang dan menyebabkan

tidak sejahteranya masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah petani dan

ditambah lagi maraknya konflik agraria. Dari kutipan tersebut bahwa dalam

UUPA memang memiliki prinsip yang tegas untuk mewujudkan kesejahteraan

rakyat Indonesia. Tetapi apakah dalam tinjuan empiris, tujuan utama dari program

reforma agraria Jokowi-JK ini adalah untuk mencapai seperti apa yang dicita-

citakan oleh UU PA atau tidak akan penulis coba analisis di sub bab selanjutnya.

3.1.1. Problematika Umum Agraria di Indonesia Saat Ini

Politik pembangunan agraria melalui kebijakan reforma agraria yang

dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi-JK idealnya bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Karena itu,

sangat diperlukan sekali melihat kehidupan masyarakat khususnya yang

menyandarkan hidupnya sebagai petani, dan melihat apa sebenarnya yang menjadi

akar persoalan mereka sehingga program reforma agraria diperlukan sebagai jalan

keluar dari permasalahan tersebut. Setelah terang melihat akar persoalan agraria

dan dampaknya terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat barulah kita

bisa melihat bagaimana kebijakan reforma agraria ini berkerja. Apakah mengabdi

kepada tujuan sebagai jalan keluar permasalahan masyarakat khususnya petani

62
Naskah Arahan Presiden Tentang Stranas Reforma Agraria Op.Cit. Hal.1

57

Universitas Sumatera Utara


atau tidak. Pada sub bab ini penulis akan merangkum gambaran ringkas kondisi

agraria dan kondisi kehidupan petani saat ini.

Hingga saat ini pola dan skema perampasan serta monopoli tanah masih

terus terjadi. Kondisi tersebut justru secara jelas dipertahankan oleh negara.

Perusahaan-perusahaan besar terus mengintensifkan perampasan dan monopoli

tanah di Indonesia. Sebut saja seperti, PT. Salim Group (penguasaan areal kelapa

sawit), sekitar 1.155.745 Ha. Kemudian Wilmar International Group, sekitar

210.000 Ha. Sementara Sinar Mas Group menguasai tanah 2.309.511 hektar,

Riau Pulp Group 1.192.387 hektar, Kayu Lapis Indonesia (KLI) Group 1.445.300

Hektar, Alas Kusuma Group 1.157.700 Hektar, Barito Pasifik Group 1.036.032,

Korindo Group 951.120 hektar, Jati Group 965.410 dan Suma Lindo Lestari Jaya

Group 515.000 Hektar. Belum lagi, negara juga semakian mengokohkan posisi

sebagai tuan tanah (tipe baru) yang juga berperan langsung dalam melakukan

monopoli dan perampasan tanah rakyat. Hal ini dapat terlihat dari penguasaan

secara luas tanah-tanah seperti, Taman Nasional (TN), PTPN, Perhutani, dan

Inhutani.

Di seluruh kawasan Indonesia Taman Nasional berjumlah 50, dengan total

luasan 16.209.393 Ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dan dalam

bentuk PTPN, Negara juga melakukan monopoli tanah seluas ± 1,5 Juta Ha yang

tersebar di seluruh Indonesia, yang terdiri dari PTPN I sampai XIV. Sedangkan

Inhutani I-V melakukan monopoli tanah seluas ± 899.898. Penguasaan tanah

untuk sektor perkebunan dan pertambangan saat ini sudah menguasai tanah

mencapai 41,87 juta ha. Perkebunan sawit yang hanya dikuasai oleh 25 tuan tanah

58

Universitas Sumatera Utara


besar swasta, sudah mencapai 29 juta ha izin perkebunan, dimana 13 juta ha

diantaranya sudah ditanami sawit. Jumlah tersebut bahkan belum termasuk luas

lahan perkebunan yang dikuasai oleh Negara.

Sedangkan untuk kawasan hutan, terdapat 531 konsesi hutan skala besar

yang diberikan diatas lahan seluas 35,8 juta ha. Jumlah yang tentu saja sangat

timpang dengan izin Hutan Kemasyarakatan (HKM), Hutan Desa (HD) dan,

Hutan Tanaman Hakyat (HTR) yang terbagi dalam 60 izin, dimiliki oleh 257.486

KK (1.287.431 jiwa) diatas lahan seluas hanya 646.476 Ha. Di Jawa Timur saja,

monopoli tanah untuk kawasan hutan sudah mencapai 1.691.026,2 ha yang terbagi

dalam perusahaan nasional dan swasta, dimana Negara sebagai pemegang konsesi

terbesar mencapai 1.646.695,53 Ha melalui Perhutani, Taman Nasional, Tahura

dan PTPN. Sedangkan perusahaan swasta, mencapai 44.330,67 ha. Disektor

pertambangan, terdapat sekitar 8.000 izin pertambangan diatas lahan mencapai

2.519.415,82 ha (Per Juni 2012).63

63
Database AGRA

59

Universitas Sumatera Utara


Berikut tabel untuk mempermudah melihat monopoli tanah di indonesia

yang mayoritas dikuasai oleh tuan-tuan tanah atau perusahaan-perusahaan raksasa

pertambangan dan yang lainnya.

Tabel 2: Data Tuan Tanah dan Luasan Lahan yang dikuasai di

Indonesia

No Nama Tuan Tanah Luas Tanah No Nama Tuan Tanah Luas Tanah
yang yang
dikuasai dikuasai
(ha) (Ha)

1 Sinar Mas Group 2.309.511 9 Jati Group 965.410

2 Alas Kusuma 1.157.700 10 Summa Lindo 515.000


Group Lestari Jaya Gorup

3 Salim Group 1.156.745 11 Bin Laden 1.000.000

4 Riau Pulp Group 1.192.387 12 PTPN I-XIV 1.500.000

5 Kayu Lapis 1.445.300 13 Inhutani 899.898


Indonesia(KLI)

6 Barito Pasifik 1.036.032 14 Perhutani 2.426.206


Group

7 Wilmar Group 210.000 15 51 Taman Nasional 20.818.229

8 Korindo Group 951.120 16 Klaim kawasan 134.000.000


Hutan

9 PT. Torganda Grup 47.000 17 Sinergy Drive Bhd 250.000


(DL Sitorus) (Guthrie Bhd, Sime
Darby Bhd, Golden
Hope Plantation)

JUMLAH 171.879.538

Sumber: Hasil Investigasi AGRA dan Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP)

60

Universitas Sumatera Utara


Kemiskinan dan kemerosotan hidup kaum tani dan masyarakat pedesaan,

semakin parah dengan mahalnya Sarana Produksi Pertanian (Saprotan), dan

rendahnya hasil produksi pertanian akibat maraknya liberalisasi disektor

pertanian, serta potongan lansung atas upah dan pendapatan kaum tani. Berbagai

skema liberalisasi pertanian, diantaranya: Sistem perkebunan Inti-Plasma,

Kemitraan, potongan upah dan pendapatan tani dan buruh perkebunan sawit

dengan skema Pendanaan Minyak Sawit (CPO Fund), dan PIS-AGRO.

Program Kemitraan untuk Pertanian Berkelanjutan Indonesia (Partnership

for Indonesian sustainable Agriculture: PIS-AGRO), yakni kerjasama liberalisasi

pertanian yang lahir dari Forum Ekonomi Dunia di tahun 2012 sebagai satu

bentuk baru dari penjarahan kapitalis monopoli dan kaki-tangannya di dalam

negeri. Program kerjasama ini secara lansung berada dibawah kontrol

imperialisme melalui Bank Dunia, IFC dan korporasi monopoli sarana dan pasar

produksi pertanian milik perusahaan multi nasional lainnya, seperti: Nestle,

Unilever, Syngenta, Bayer, mckinsey&Company, Sinar Mas, Indofood,

Monsanto, Duppont, Cargill, BASF, Louis Dreyfus Commodities, IDH, Mercy

Coprs Indonesia, Tiga Pilar Sejahtera, BT-Cocoa, Kirana Megatara, Gunung Sewu

Group, Rabo Bank dan, Bank Mandiri.

Adanya monopoli tanah dan ketimpangan kepemilikan tanah serta

liberalisasi sektor pertanian berdampak langsung terhadap tingkat kesejahteraan

ekonomi dan sosial antara petani dengan pemilik modal yaitu korporasi

perkebunan dan pertambangan. Mengingat dalam laporan Badan Pusat Statistik

per maret 2016 menerangkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia mencapai

61

Universitas Sumatera Utara


28,1 Juta jiwa (10,86%), dengan 10,4 Juta diperkotaan dan 17,67 Juta Jiwa di

Pedesaan. Angka tersebut ditetapkan berdasarkan standar pendapatan minimum

yang ditentukan oleh bank dunia (world Bank) dan PBB sebesar 2 dollar AS

perhari. Angka tersebut bahkan ditekan lebih rendah (angka kemiskinan) jika

mengacu pada standar kemiskinan yang ditetapkan oleh kementrian ekonomi pada

tahun 2011 yang hanya menetapkan standar dengan pendapatan sebesar Rp. 7000

perhari. Dan angka kemiskinan di indonesia saat ini, khususnya bagi kaum tani

dan masyarakat luas di pedesaan, selain karena semakin sempit bahkan hilangnya

akses atas tanah, SDA dan sumber-sumber penghidupan yang lainnya,

melonjaknya kemiskinan disebabkan karena nilai tukar petani (NTP) yang terus

menurun, dari 102,55 pada januari 2016 menjadi 101,47 pada bulan juni 2016. 64

Represifitas terhadap kaum tani dan rakyat juga mengalami peningkatan

seiring dengan massifnya monopoli dan perampasan tanah. AGRA mencatat

bahwa dalam waktu dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, setidaknya ada 49 kasus

tindak kekerasan dan kriminalisasi yang dialami oleh rakyat yang

mempertahankan dan atau menuntut haknya atas tanah. Tindak kekerasan terjadi

di 18 Provinsi dengan 66 orang di tembak, 144 luka-luka, 854 orang ditangkap, 10

orang meninggal dunia dan 120 orang dikriminalisasi. Bahkan dalam dua bulan

(Juli – Agustus 2016), sekitar 200 petani ditangkap dan dikriminalisasi dengan

tuduhan pembakar lahan. Dalam 4 bulan (Mei – Agustus 2016) sedikitnya 5,000

orang petani dan masyarakat pedesaan di Papua ditangkap paksa oleh aparat.65

64
Data dari BPS per Maret 2016, PDF
65
Database AGRA

62

Universitas Sumatera Utara


Kondisi yang serupa juga belum lama terjadi di Kab. Lombok Timur-

NTB. Pada 16 September 2017, Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) telah

melakukan perampasan tanah dan pengusiran paksa terhadap kaum tani desa

Bebidas, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hal ini dilakukan melalui

Operasi Gabungan yang menurunkan 700 personil (Polhut, Polisi dan TNI)

untuk menggusur kaum tani dari lahan seluas 300 Ha yang telah dikelola oleh

petani sejak zaman kolonial Belanda. Wilayah ini diklaim pemerintah sebagai

kawasan TNGR berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK. Menhut)

Nomor: 280/Kpts-IV/1997 dengan luas wilayah 41.330 Ha. Pemerintah Indonesia

secara sepihak menetapkan kawasan tersebut sebagai wilayah Taman Nasional

Gunung Rinjani (TNGR) yang terdiri dari 2 (dua) wilayah pengelolaan dalam

bentuk seksi konservasi wilayah, yaitu: seksi wilayah konservasi I menangani

wilayah yang berada di kawasan kabupaten Lombok Barat (sekarang menjadi

wilayah administratif Kabupaten Lombok Utara) dengan luas 12.357,67 Ha (30%)

yang terdiri dari 3 resort yaitu; resort Anyar, Santong dan Senaru. Seksi

konservasi wilayah II yang terdiri dari wilayah kabupaten Lombok Timur dengan

luas 22.152,88 Ha (53%) dan wilayah kabupaten Lombok Tengah dengan luas

6.819,45 (17%) yang terdiri dari 6 (enam) resort yaitu; resort Aikmel, Kembang

Kuning, Joben, Sembalun, Aik Berik dan Stiling. Skema ini merupakan bentuk

nyata dari program Perhutanan Sosial yang merupakan bagian dari program

Reforma Agraria pemerintah Jokowi. 66

Demi memastikan program tersebut, pemerintah melakukan Operasi

Gabungan untuk mengusir kaum tani desa Bebidas. Operasi Gabungan TNGR

66
Ibid

63

Universitas Sumatera Utara


(Polhut, POLISI dan TNI) melakukan intimidasi, kekerasan, dan penangkapan

terhadap kaum tani. Mereka juga melakukan pengrusakan saung dan tanaman

berupa bawang merah dan bawang putih. Akibatnya, 6 (enam) orang petani

ditangkap, korban luka-luka sebanyak 10 orang dimana 1 (satu) diantaranya,

menagalami luka berat berupa patah tulang lutut akibat terkena tendangan dari

aparat kepolisian. (6 orang yang ditangkap telah dibebaskan)

Setelah berhasil mengusir warga dari lahan, pihak TNGR dengan

menggunakan Polisi Kehutanan (POLHUT) memaksa dan mengintimidasi rakyat

untuk mendatangani surat pernyataan yang isinya adalah pernyataan bahwa lahan

tersebut adalah lahan milik TNGR, dan mengiming-imingi petani dengan janji

bahwa mereka yang bertandatangan akan diberikan hak untuk menggarap kembali

lahan tersebut melalui skema kemitraan (perhutanan sosial).

Di Sumatera Utara, konflik agraria yang terjadi tak kalah hebatnya.

Menurut data yang dirilis oleh KPA, Sumatera Utara merupakan provinsi dengan

urutan keempat konflik agraria terbanyak setelah Provinsi Riau, Jawa Timur, dan

Jawa Barat. Berikut adalah data lengkap KPA mengenai persentase penyebaran

konflik di Indonesia. Konflik agraria tersebar di 34 Provinsi, dengan enam besar

provinsi sebagai penyumbang konflik tertinggi, antara lain: 1) Riau dengan 44

konflik (9,78 %), 2) Jawa Timur dengan 43 konflik (9.56 %), 3) Jawa Barat

sebanyak 38 konflik (8,44 %), 4) Sumatra Utara 36 konflik (8,00 %), 5) Aceh 24

konflik (5,33 %), dan Sumatra Selatan 22 konflik (4,89 %).67

67
https://teori-politik.blogspot.co.id/2015/12/konsep-dasar-kebijakan-publik.html diakses, 1 Desember 2017, pukul.
21.34

64

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan data yang diperoleh dari Kontras Sumut, jumlah konflik yang

terjadi di Sumatera Utara melebihi jumlah data yang dikeluarkan KPA. Berikut

adalah data yang dikeluarkan Kontras Sumut; Kepala Operasional KontraS

Sumut, Amin Multazam, mengungkapkan terdapat 49 kasus konflik agraria yang

terjadi di Sumut sepanjang tahun 2016. Jumlah ini meningkat sebanyak 16 kasus

dari tahun 2015 lalu. Pada tahun lalu kasus konflik agraria yang terjadi sebanyak

33 kasus. Dari 49 kasus yang terjadi pada tahun ini, kata Amin, sebanyak 72

orang mengalami luka-luka, 17 orang dikriminalisasi dan satu orang meninggal

dunia. Kasus agraria yang terjadi pada tahun ini masih didominasi persoalan

klasik, yakni berupa perebutan akses atas tanah yang melibatkan petani. Namun

ketersediaan lahan untuk pengungsi erupsi Gunung Sinabung dan kebijakan

relokasi terhadap pedagang pasar tradisional dan masyarakat bantran rel kereta api

di Medan juga turut menambah jumlah konflik agraria di Sumut sepanjang tahun

2016.68

3.2. Analisis Teoritis terhadap Pembangunan Politik Agraria Jokowi-Jk

Melalui Kebijakan Reforma Agraria

Pada sub bab sebelumnya, penulis sudah menjabarkan tentang gambaran

umum pembangunan agraria dan gambaran umum kondisi agraria terkini.

Selanjutnya pada sub bab ini, penulis akan menggunakan pembahasan pada sub

bab sebelumnya dan juga menggunakan berbagai teori dalam menganalisis politik

pembangunan agraria Jokowi-JK melalui kebijakan reforma agraria.

68
http://medan.tribunnews.com/2016/12/29/kontras-49-kasus-konflik-agraria-terjadi-di-sumut-sepanjang-2016
diaskes, 1 Desember 2017, pukul. 21.40

65

Universitas Sumatera Utara


Strategi pembangunan menurut penjelasan Warjio pada dasarnya adalah

cara atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula

berdasarkan platform yang di buat. Karena itu strategi pembangunan yang baik

akan dapat menghasilkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara efesien dan

efektif. Strategi pembangunan mestilah disesuaikan dengan kondisi, potensi yang

dimiliki dan permasalahan pokok yang dihadapi serta sumber daya yang tersedia

yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan.69

Pembangunan Agraria melalui strategi pelaksanaan reforma agraria yang

dikeluarkan oleh Jokowi sebagaimana yang dijelaskan pada pengantar BAB III

harusnya merupakan sebuah tahapan dari pelaksanaan reforma agraria yang

dituangkan dalam nawacita yang mana Undang – Undang Pokok Agraria No. 5

Tahun 1950 merupakan landasan pokok dalam menyusun strategi tersebut.

Mengingat UUPA merupakan aturan yang bersifat pokok yang dipercaya menjadi

aturan yang mampu menjawab berbagai persoalan agraria atau dalam bahasa

Warjio ini disebut sebagai platform yang mendasari strategi pembangunan

reforma agraria Jokowi-JK. Oleh sebab itu, maka tidak berlebihan jika semestinya

konsep-konsep yang dimuat dalam Strategi Nasional Pelaksanaan reforma Agraria

Jokowi-Jk tidak boleh bertentangan dengan apa yang dimuat dalam UUPA itu

sendiri baik itu dari prinsip atau cita-cita yang termuat.

Secara umum, saat ini kebijakan lebih dikenal sebagai keputusan yang

dibuat oleh lembaga pemerintah, yang bertujuan untuk menyelesaikan

permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat dalam sebuah negara. Jika

dikaitkan dengan tujuan dari sebuah kebijakan, Strategi Nasional pelaksanaan


69
Warjio. Ibid. Hal. 112

66

Universitas Sumatera Utara


reforma agraria Jokowi-Jusuf Kalla harusnya menjadi sebuah solusi untuk

memecahkan persoalan agraria di Indonesia khususnya tentang penataan

penguasaan lahan dan konflik agraria. Jadi dalam mengeluarkan sebuah kebijakan

yang berkenaan dengan penyelesaian persoalan agraria, pemerintah harus

memperhatikan faktor-faktor apa yang menjadi akar persoalan agaria di indonesia.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Woll (1966) mengatakan kebijakan publik

ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat,

baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat

pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah tersebut yaitu: 1) adanya

pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah

atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk

mempengaruhi kehidupan masyarakat; 2) adanya output kebijakan, di mana

kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan

pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam

bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat; 3) adanya

dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi

kehidupan masyarakat.70

Pada kenyataanya, seperti apa yang telah diuraikan pada sub bab

sebelumnya tentang strategi yang dikeluarkan oleh Jokowi terkait pelaksanaan

reforma agraria, ditemukan bahwa terdapat berbagai konsep kebijakan yang tidak

sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam UUPA tersebut. Dalam hirearki

70
https://teori-politik.blogspot.co.id/2015/12/konsep-dasar-kebijakan-publik.html diakses, 10 Desemberr
2016, pukul. 21.34

67

Universitas Sumatera Utara


hukum di Indonesia posisi dari UUPA jauh lebih tinggi dibandingkan Stragnas

Reforma Agraria yang dibawah RPJMN, sehingga kebijakan ini secara tidak

langsung adalah penerjemahan ataupun penyederhanaan prinsip dengan UUPA

yang memiliki posisi sebagai undang-undang pokok dan landasan utama, tetapi

jika dikaji lebih dalam kebijakan ini berbeda tujuan dengan UUPA maka dapat

dikatakan jikalau kebijakan itu adalah kebijakan ilusi yang notabene tidak mampu

menjawab persoalan rakyat mayoritas dalam hal ini persoalan agraria. Tentu saja

persoalan ini tidak muncul begitu saja tanpa adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi. Stragnas pelaksanaan reforma agraria Jokowi-Jusuf Kalla yang

dianggap akan menjadi kebijakan yang membawa solusi terhadap persoalan rakyat

yang terkait permasalahan ketimpangan kepemilikan lahan dalam mewujudkan

pembaruan atau reforma agraria di Indonesia. Sebagaimana yang dijelaskan

Edriatmo dan Mohammad Shohibuddin tentang pembaruan agraria, Edriatmo dan

Moh. Shohibuddin menyatakan bahwa pada intinya, pembaruan agraria adalah

upaya perubahan stuktural yang mendasar atas hubungan-hubungan intra dan

antar subyek-subyek agraria dalam kaitan akses (penguasaan dan pemanfaatan)

atas obyek-obyek agraria. Perubahan dimaksud dilakukan melalui perombakan

stuktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi

rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya. 71

Sehingga seharusnya dalam Stragnas Jokowi yang ingin mewujudkan Reforma

agraria di Indonesia menunjukkan konsep-konsep yang bertujuan untuk

memperbaiki jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang juga dimuat

dalam UUPA sebagai landasan pokok.

71
Dalam Erpan Faryadi (Ed), Loc.Cit

68

Universitas Sumatera Utara


Hal itu juga di kuatkan oleh kalangan yang bersentuhan dengan persoalan

agraria, yang mengatakan bahwa pembaruan agraria bertujuan untuk pengaturan

kembali struktur agraria yang timpang, sehingga kepentingan rakyat akan tanah

sebagai alat produksi dapat dipenuhi. Pembaruan agraria merupakan penataan

kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya

agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan

hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. 72

Kemudian hubungan agraria yang dimaksud dalam pengertian yang

diajukan oleh Edriatmo Sutarto dan Moh. Sohibudin diatas, didefenisikan Sitorus

(2002) ke dalam dua jenis hubungan agraria, yaitu; (1) hubungan teknis

pengelolaan sumber-sumber agraria (masyarakat, negara, sektor swasta) yang

terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi dan

pengelolaan sumber-sumber agraria melalui aktivitas produktif manusia; dan (2)

hubungan berbagai subyek agraria (masyarakat, negara, sektor swasta) yang

terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi dan

pengelolaan sumber-sumber agraria. Hubungan pertama disebut “hubungan teknis

agraria”,sedang yang kedua disebut “hubungan sosial agraria”. 73

Jika di kaitkan dengan strategi pelaksanaan reforma agraria Jokowi-Jusuf

Kalla, hubungan teknis dalam pengelolaan sumber sumber agraria di Indonesia

secara langsung dilakukan oleh negara sebagai stakeholder utama dan melibatkan

masyarakat dan swasta. Akan tetapi dalam prinsip pelaksanaan reforma agraria

Jokowi-Jusuf Kalla peran negara dan swasta sangat dominan, hal tersebut dilihat

72
Arditya Wicaksono dan Romi Nugroho, Harmonisasi Hukum Pengelolaan Sumber Daya AlamDi Indonesia Dan
Pengelolaan Tanah Di Negara, Jurnal Bhumi Vol.1 No.2 November 2015. Hal 8.
73
Ibid, hal. 4

69

Universitas Sumatera Utara


dari jumlah lahan yang dikuasai oleh swasta melalui korporasi asing dan lokal

seperti Wilmar, Sinar Mas, Bin Laden dan negara melalui Perhutani dan PTPN.

Sementara dilihat dari hubungan antar subyek agraria dalam proses produksi

secara langsung dan tidak langsung, maka Strategi pelaksanaan reforma agraria

Jokowi-Jusuf Kalla hanya bersifat hubungan teknis dan bukan hubungan sosial.

Hubungan teknis yang dimaksud adalah tanah hanya dilihat dari aktivitas

produktif manusia, artinya di Indonesia aktivitas produtif atas tanah di dominasi

dari sektor perkebunan dan pertambangan. Sementara jika dilihat sebagai

hubungan sosial, tanah adalah sebagai alat produksi yang pengelolaannya harus

dimiliki setiap masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.

Kemudian dalam Stragnas Jokowi tidak ada kekonsistenan dalam

mengurangi apalagi menghilangkan ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia.

Pihak swasta, asing dan bahkan swasta justru tidak mendapat perhatian serius dari

pemerintah dalam hal penetapan aturan tegas. Baik itu batas kepemilikan tanah

yang dapat diolah atau dikuasai maupun sanksi yang tegas bagi tuan-tuan tanah

yang memiliki tanah melebihi kapasitas dan menyebabkan ketimpangan, apalagi

upaya untuk menghilangkan eksistensi tuan tanah dengan jalan menjadikan tanah

milik tuan tanah sebagai tanah objek reforma agraria.

Mr. Sudjarwo sebagai menteri agraria saat UUPA dikeluarkan mengucapkan

pidato pengantarnya yang mengatakan dengan jelas bahwa “Perjuangan

perombakan hukum agraria nasional berjalan erat dengan sejarah perjuangan

bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkraman, pengaruh, dan sisa-sisa

penjajahan; Khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskan diri dari

70

Universitas Sumatera Utara


kekangan-kekangan sistem feodal atas tanah dan pemerasan kaum modal asing.”74

Sehingga UUPA yang dijadikan landasan hanya sebagai aturan pelengkap dan

bukan sebagai rujukan pokok dalam penetapan Stragnas tersebut, mengingat

dalam UUPA tidak ada mengamini yang namanya pemonopolian tanah oleh

segelintir pihak. Hal ini menunjukkan bahwa negara kehilangan peran dalam

pengaturan penguasaan tanah seperti yang dikuatkan dalam asas menguasai

negara UUPA. Dan ketika hal itu terjadi maka misi untuk mensejahterakan petani

tidak akan pernah terwujud, ketika akar persoalan yang berputar dalam masalah

monopoli tanah yang menjadi akar ketimpangan struktur agraria yang

sesungguhnya masih dibiarkan untuk tetap berkembang dan bertahan.

Berdasarkan data yang penulis peroleh dan paparkan di atas, penulis

beranggapan bahwa kebijakan reforma agraria Jokowi-JK menunjukan

ketidaksungguhan pemerintah untuk menyejahterakan kaum tani dengan

memberikan kaum tani kedaulatan atas tanah. Reforma Agraria Jokowi-JK justru

semakin mengukuhkan penghisapan feodalisme dan posisi tuan tanah besar

dengan mempertahankan eksistensi tuan tanah dalam memonopoli tanah.

Sebagaimana program tanah objek reforma agraria, yang menjadi sasaran reforma

agraria hanyalah tanah ex-HGU, tanah terlantar dan pembebasan kawasan hutan

dan tidak satupun sasaran reforma agraria yang mengarah kepada kepemilikan

tanah oleh tuan tanah besar. Selain itu, program reforma agraria melalui sertifikasi

tanah akan berpotensi kepada penggadaian sertifikasi kepada bank-bank. Dalam

74
Pidato pengantar menteri Agraria dalam sidang DPR-GR 12 September 1960 oleh Mr. Sudjarwo. Dalam
risalah pembentukan UUPA dan Boedi Harsono, 1999. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah pembentukan
Undang-undang Pokok Agraria dan Isi pelaksanaannya, edisi revisi . Djambatan, jakarta, hal.585

71

Universitas Sumatera Utara


menguatkan argumen ini, penulis mengutip pernyaataan dari AGRA dalam bahan

propaganda HTN 2017.

Kebijakan reforma agraria Jokowi menunjukan ketidaksungguhan

pemerintah untuk menyejahterakan kaum tani dengan memberikan kaum tani

kedaulatan atas tanah. Pertama, Program legalisasi atau sertifikasi tanah hanya

akan menjerumuskan kaum tani pada skema Land Market dan Land Bank untuk

kepentingan imperialis dan tuan tanah besar. Reforma agraria yang demikian

justru merupakan keberlanjutan reforma agraria palsu peninggalan rezim SBY

yang menjadi turunan program Bank Dunia berupa Land Administration Project

(LAP). Kedua, Reforma Agraria Jokowi sama sekali tidak menyentuh penguasaan

tanah korporasi dan perusahaan. Jutaan hektar tanah yang terdiri dari perkebunan

besar, hutan, Taman Nasional, dan pertambangan tidak menjadi sasaran Reforma

Agraria. Artinya, rezim Jokowi tetap melanggengkan monopoli tanah. Ketiga,

Reforma Agraria Jokowi sama sekali tidak memiliki kontrol atas sarana produksi

(obat, bibit, pupuk, teknologi dan alat kerja) serta terhadap harga produk

pertanian. Pemerintah justru semakin memberi keleluasaan bagi perusahaan besar

asing untuk memonopoli sarana produksi pertanian dan melakukan kontrol

terhadap harga produk. Hal ini justru menjadi salah satu skema yang kuat

membelenggu kaum tani Indonesia. Lebih jauh, dijalankannya reforma agraria

Jokowi akan semakin mengintensifkan monopoli tanah bagi kepentingan

imperialisme di Indonesia, baik untuk penyediaan bahan baku terutama komoditas

perkebunan seperti kelapa sawit, karet, tebu dan perkebunan kayu (HTI) maupun

pasar produksi imperialisme seperti bibit, pupuk, obat-obatan pertanian. Di lain

sisi reforma agraria jokowi juga membuka ruang yang luas bagi berputarnya

72

Universitas Sumatera Utara


kapital imperialisme melalui hutang dan anggunan perbankkan melalui berbagai

skema yang disediakan seperti pola kemitraan, PIS –AGRO, begitu juga

implementasi reforma agrarian Jokowi-Jk akan menindas Reforma Agraria sejati

dan cita-cita pembangunan industry nasional di Indonesia.75

Program reforma agraria tidak cukup hanya “bagi-bagi Aset dan

Sertifikasi”. Reforma Agraria sejati harus dapat menjawab dan membebaskan

buruh tani yang tidak memiliki tanah dan terpaksa menjual tenaga dan bekerja

dalam sistem pertanian terbelakang dengan upah yang sangat rendah, sebagian

mereka terpaksa menyewa tanah dengan harga yang tinggi, sebagian lainya

terpaksa menjadi petani pemukim dan penggarap di hutan, sebagian lagi dari

mereka terpaksa keluar negeri menjadi buruh migran untuk mencari penghidupan.

Reforma agraria sejati harus dapat menjawab masalah puluhan juta petani

miskin, yang hanya memiliki tanah kurang dari 0,3 hektar dan tidak memiliki

kemampuan mengelola tanahnya akibat tingginya biaya poduksi pertanian (bibit,

pupuk, obat-obatan) karena dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan milik

Imperialis, sehingga mereka terpaksa masuk dalam perangkap praktek peribaan

yang mencekik.

Bagi suku bangsa minoritas, aspirasi sejatinya adalah dikeluarkannya

tanah ulayatnya dari klaim taman nasional dan berbagai jenis areal konservasi dan

tidak menjadi obyek proyek investasi hijau dari Imperialis seperti bisnis karbon

berkedok pengurangan emisi korban dalam rangka penanganan pemanasan global.

Suku bangsa minoritas membutuhkan tanah ulayat bukan hutan adat adalah hak

75
Bahan propaganda AGRA dalam menyambut HTN 2017

73

Universitas Sumatera Utara


bagi suku bangsa minoritas sepenuhnya untuk mengelola tanah ulayatnya, akan

dihutankan, diladangkan, dikebunkan, atau disawahkan bergantung dari

kemampuan pengetahuan dan teknologi hidup yang dimiliki dan dapat

dikembangkan.

Demikian pula dengan para pemukim dan penggarap di hutan yang

dianggap sebagai para perambah. Para pemukim dan penggarap memanfaatkan

tanah yang telah dirusak oleh Negara dan pemegang Hak konsesi penebangan

kayu (HPH) selama pemerintahaan Orde Baru Suharto. Mereka terus diusir dari

tanah garapan karena tanah tersebut menjadi taman Nasional, TAHURA, dan

Obyek Konservasi lainya atau diberikan kepada para Tuan Tanah Besar untuk

perkebunan kayu (HTI) perkebunan besar sawit, tebu, dan pertambangan besar.

Sebagaimana Gunawan Wiradi yang menjelaskan pembaruan agraria

sebagai upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam

mengubah struktur penguasaan dan pemanfaatan tanah, yang dimulai dengan

redistribusi tanah dan diikuti dengan peningkatan produksi melalui pemberian

fasilitas kredit, pendidikan untuk perbaikan tekhnik bertani, penyediaan sarana

irigasi, dan lain-lainnya76, sehingga reforma agraria sejati harus dapat

membebaskan kaum tani yang memiliki tanah terbatas, memiliki kesanggupan

berproduksi akan tetapi terus merugi akibat rendahnya harga produksi petani.

Mereka tidak mendapat dukungan dari pemerintah, sebaliknya hasil panen mereka

harus bersaing dengan produk impor pemerintah, akibat kebijakan liberalisasi

pertanian. Reforma agraria sejati harus dapat menjawab masalah kaum tani, yang

memiliki tanah terbatas, memiliki kemampuan terbatas dalam produksi, dan


76
Gunawan Wiradi, Op.Cit, hal 213

74

Universitas Sumatera Utara


mendapatkan hasil dari pertanian akan tetapi tergerus terus pendapatanya akibat

dari tingginya biaya hidup, biaya kesehatan dan pendidikan, serta berbagai pajak

yang diterapkan oleh pemerintah saat ini.

Pendek kata, reforma agraria sejati harus membebaskan kaum tani dari

belenggu penindasan dan penghisapan sistem feodal dan dominasi Imperilisme

yang memonopoli tanah, monopoli sarana produksi pertanian, memonopoli alat

produksi dan hasil pertanian milik kaum tani. Oleh karenanya program Reforma

Agraria Sejati harus dapat merombak secara pundamental kepemilikian tanah

menghapuskan monopoli atas tanah oleh segelintir orang, menghancurkan

monopoli sarana produksi pertanian, menghancurkan monopoli atas alat produksi

pertanian dan hasil produksi pertanian. Kaum tani yang tertindas dan terhisap

karena tidak memiliki tanah dan alat kerja tidak hanya satu atau dua juta keluarga.

Bukan hanya mereka yang telah berani menyuarakan kepentingannya dan

berlawan terhadap para perampas tanahnya. Jutaan lainnya bernasib sama, akan

tetapi dianggap tidak memiliki masalah karena masih belum berani menyuarakan

kepentingannya atas tanah dan sumber daya alam lainnya. Mereka adalah

mayoritas dari kaum tani bahkan mayoritas dari rakyat Indonesia.

Sejatinya reforma agraria pemerintahan Jokowi adalah pembagian dan

sertifikasi aset pada kaum tani untuk agunan kapital dari perbankan. Target 2-5

juta sertifikat oleh pemerintahan Jokowi adalah implementasi dari Land

Administration Project (LAP) Bank Dunia untuk kepentingan investasi dan

hutang. Hal ini jika dikaji menggunakan pemikiran Warjio, yang mana Warjio

menjelaskan “politik pembangunan bukan hadir dalam ruangan yang kosong

75

Universitas Sumatera Utara


tetapi sengaja dihadirkan oleh para aktor di mana mereka memiliki nilai atau

ideologi. Nilai inilah yang menjadi pendorong atau ruh dari politik

pembangunan”.77 Maka, kebijakan reforma agraria Jokowi-JK ini sangat sarat

dengan nilai-nilai kepentingan neoliberalisme yang mana sangat mengarah

terhadap pemenuhan kepentingan investasi melalui Bank Dunia sebagai

perwujudan dominasi Imperialisme. Aktor yang memiliki nilai dan ideologi yang

dijelaskan Warjio dalam hal ini adalah Pemerintahan Indonesia yang sarat akan

nilai-nilai dan semangat investasi Bank Dunia yang menjadi perwujudan dominasi

Imperialisme adalah bentuk nilai dan ideologi yang mendasari kebijakan ini.

Maksudnya adalah Pemerintahan Jokowi-JK adalah aktor dari politik

pembangunan agrarian melalui kebijakan reforma agrarian. Nilai dan ideologi

neoliberalisme yang dimaksudkan adalah keberpihakan pemerintah dalam

mengeluarkan kebijakan reforma agrarian yang jika dianalisis lebih dalam hanya

akan menopang kepentingan investasi imperialisme melalui Bank Dunia. Land

Administration Project (LAP) oleh Bank Dunia jelas sangat erat kaitannya dengan

semangat neoliberalisme yang mana perwujudannya melalui deregulasi,

privatisasi, dan liberalisme itu sendiri.

Metode pembangunan agraria yang berorientasi terhadap kepentingan

kapitalisme monopoli atau imprealisme juga pernah terjadi di Afrika Selatan

sekitar tahun 1994. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Greenberg dalam Jurnal

Politea yang ditulis oleh Warjio, banyak rakyat di Afrika Selatan pasca rejim

Apartheid tidak memiliki tanah akibat kebijakan pembangunan. Melalui

organisasi Landless People Movements (LPM) atau Gerakan Rakyat Tidak

77
Ibid. Hal. 107

76

Universitas Sumatera Utara


Bertanah kini memperjuangkan hakhak atas tanah mereka. Harapan akan

pengembalian besar-besaran tanah kepada orang-orang asli yang tidak berpunya

berkembang setelah rejim Apartheid Afrika Selatan tumbang di tahun 1994.

Konstitusi baru dibuat dan mengandung perintah konstitusional untuk

meredistribusi tanah, menjamin hak garap, dan kepemilikan tanah bagi semua dan

mengembalikan tanah kepada mereka yang dirampas tanahnya semena-mena.

Namun harapan itu menjadi pupus ketika partai yang yang berkuasa (African

National Congress- ANC) mengadopsi model land reform bank Dunia yang

berdasar pada mekanisme pasar:” willing buyer willing seller”. Dari pengalaman

yang terjadi di Afrika Selatan itu, terlihat bagaimana harapan rakyat Afrika

Selatan melalui organisasi LPM akan penyelesaian ketimpangan kepemilikan

tanah menjadi pupus setelah pemerintahan Afrika Selatan kala itu menggunakan

sebuah skema reforma agraria yang berorientasi terhadap pasar dan kepentingan

Bank Dunia. Atau dengan kata lain, Reforma Agraria yang berorientasikan pasar

dalam paradigma neoliberal akan lebih menenggelamkan masyarakat dalam

kubangan masalah agraria yang tak pernah usai. 78

Reforma agraria Jokowi tidak mengubah kepemilikan atas tanah, alat

pertanian, input dan output pertanian. Tanah dan seluruh kekayaan alam tetap

berada ditangan yang sama, para tuan tanah monopoli yang didikte oleh

kepentingan imperialisme. Sangat terang sasaran dari tanah-tanah yang akan

diredistribusi bukanlah tanah-tanah yang saat ini dimonopoli oleh tuan tanah baik

swasta maupun tanah-tanah yang dikuasai Negara. Karena hal itu, program

reforma agraria Jokowi ini jika dilihat dalam persfektif pembangunan memang

78
Warjio, Paradoks Politik Pembangunan, Jurnal POLITEIA|Vol.6|No.2|Juli 2014. Hal. 6

77

Universitas Sumatera Utara


sangat berorientasi menopang kepentingan Imperialisme. Dan tidak heran terjadi

banyak konflik agraria yang terjadi karena sistem-sistem produksi kapitalis ini

makin memperluas wilayah kerjanya melalui operasioperasi kekerasan, terutama

merampas tanah kepunyaan rakyat, dan membatasi bahkan membuat rakyat tidak

bisa lagi menikmati tanah dan sumber daya alamnya, mengubah secara drastis dan

dramatis tata guna tanah yang ada, dan menciptakan kelompok-kelompok pekerja

yang dengan sukarela maupun terpaksa siap sedia didisiplinkan untuk menjadi

penggerak sistem itu.79 Berkenaan dengan ini, kebijakan ini kemudian mendapat

kritikan hingga tentangan dari berbagai kalangan. Salah satu kritikan terhadap

program reforma agraria Jokowi ini datang dari aliansi multi sektor yang berisi

ormas tani, buruh, pemuda mahasiswa, perempuan, dan buruh migran dan

beberapa organisasi massa rakyat lainnya yang disebut dengan Front Perjuangan

Rakyat (FPR). Rudi HB Daman selaku koordinator FPR dan juga Ketua Umum

GSBI dalam pidato politiknya saat memperingati Hari Tani Nasional 2017

mengkritik program reforma agraria Jokowi dengan menilai program ini adalah

program reforma agraria palsu karena tidak menyentuh atau menghilangkan

praktek monopoli tanah yang sampai saat ini masih eksis di Indonesia.80

Selanjutnya, Sympati Dimas selaku Ketua Umum FMN juga mengkritik kebijakan

ini dengan mengatakan, “di Indonesia, imperialisme terus mendikte melalui

kebijakan neoliberalnya. Pembangunan infrastruktur, perluasan monopoli

perkebunan, perambangan, dan pemangkasan subsidi, semua itu demi

kepentingannya”.81 Kritikan juga datang dari SERUNI, sebagai mana yang

79
Noer Fauzi Rachman, Memahami Reorganisasi Ruang Melalui Perspektif Politik Agraria, jurnal Bhumi Vol. 1
No. 1 Mei 2015. Hal 3
80
agraindonesia.org/pidato-ketua-umum-gsbi-peringatan-hari-tani-nasional-2017/ diakses pada 22 September 2017
81
Agraindonesia.org/pidato-politik-fmn-peringatan-hari-tani-nasional-2017/ diakses pada 22 Desember 2017

78

Universitas Sumatera Utara


disampaikan oleh Helda Khasmi selaku Ketua Umum, “Reforma Agraria Jokowi,

tidak mengubah kepemilikan tanah, monopoli, input dan output pertanian, negara

dan pemerintah tetap tidak mampu menangani harga komoditas, harga komoditas

dalam negeri masih sepenuhnya dikendalikan oleh imperialisme. Tanah dan

seluruh kekayaan alam tetap berada di tangan yang sama, negara dan para tuan

tanah besar yang menjadi pelaksana modal imperialis dalam perkebunan besarnya

di Indonesia”. 82 Kritikan-kritikan tersebut datang sebagai bentuk penolakan

terhadap kebijakan ini, tetapi kebijakan tersebut tetap saja dijalankan oleh

Pemerintahan Jokowi. Hal ini menurut pandangan kritis Budi Winarno adalah hal

yang biasa. Dengan menanyakan masih relevankah isu pembangunan dibahas di

tengah isu dunia seperti ini yang dicirikan oleh integrasi pasar-pasar dunia dalam

kerangka globalisasi? Bukankah dalam globalisasi sekarang ini, para pejabat

publik yang ditahun 1960-an dan 1970-an sebagai aktor utama perencana

pembangunan lebih sering berbicara mengenai usaha-usaha mengintegrasikan

ekonomi nasional ke dalam perekonomian global? Kemudian dalam ambisi

tersebut, liberalisasi menjadi suatu bagian tidak terpisahkan meskipun kritik

terhadapnya begitu kuat.83

Reforma agraria pemerintah Jokowi, merupakan administrasi tanah-tanah

yang belum bersertifikat, yang esensinya adalah pengakuan sebagai tanah Negara,

jika benar kenyataan maka program ini merupakan program domeinverklaring

jilid dua yang sebelumnya dijalankan oleh Kolonial Belanda. Prinsip

domeinverklaring adalah hak milik negara atas tanah yang bukan UUPA dengan

Hak Menguasai. Secara pelaksanaan, program refroma agraria pemerintahan

82
www.seruni.org/2017/09/pidato-dukungan-perjuanan-aliansi.html diakses pada 22 Desember 2017
83
Warjio, Paradoks Politik Pembangunan, Jurnal POLITEIA|Vol.6|No.2|Juli 2014. Hal. 8

79

Universitas Sumatera Utara


Jokowi sangat serampangan, tidak adanya panitia reforma agraria yang dibentuk

secara nasional. Kementerian ATR-BPN harus menjelaskan “riwayat tanah” dan

“gambar situasi” tanah 9 juta hektar yang sekonyong-konyong berada di bawah

otoritasnya. Karena selama proyek LAP BPN hanya bisa mensertifikasi tanah

dalam jumlah sangat terbatas karena tidak adanya pendaftaran tanah yang

dilakukan. Sangat ironi, pembagian aset dan sertifikasi dilakukan ditengah terus

meluasnya perampasan tanah dengan kekerasan untuk kepentingan infrastruktur,

perkebunan besar, pertambangan dan taman nasional. Segelitir orang mungkin

saja mendapatkan tanah baru, namun jutaan lainnya kehilangan tanah karena

dirampas secara kasar maupun karena ketiadaan kemampuan untuk berproduksi.

Sementara itu, Perhutanan Sosial (PS) bukanlah program baru di

Indonesia. Perhutanan sosial atau social forestry telah dijalankan oleh Perhutani

sejak 1972 sampai tahun 1981 dengan program Prosperty Approach yakni

program pembangunan hutan yang mengikutsertakan masyarakat terutama untuk

mengembalikan potensi dan fungsi hutan dan kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya, pada tahun 1982-1985, berganti menjadi program Pembangunan

Desa Hutan. Pada tahun 1986-1995 menjadi Perhutanan Sosial. Tahun 1996-1999

perhutani mengubah lagi dengan nama Pembina Masyarakat Desa Hutan.

Kemudian mulai tahun 2000-sekarang mengantinya dengan program Pengelolaan

Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

Pelaksanaan program Perhutanan Sosial didasarkan atas Undang-Undang

No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan No.83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial yang mengatur

80

Universitas Sumatera Utara


bentuk-bentuk perhutanan sosial, obyek dan subyek, serta sistem pengelolaan

termasuk pendanaan. Berdasarkan Permen Lingkungan Hidup Kehutanan No. 83

tahun 2016, terdapat 5 (lima) bentuk perhutanan sosial, yakni Hutan Adat, Hutan

Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, dan Kemitraan Hutan.

Perhutanan Sosial ala Jokowi hanya mengatur pemberian akses

pengusahaan hutan dalam periode tertentu (legalitas akses), bukan penguasaan

ataupun kepemilikan atas lahan. Dari lima bentuk perhutanan sosial, hanya hutan

adat yang memiliki hak sebagai milik. 4 (empat) bentuk lainya hanya memberikan

akses hak pengelolaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang setelah ditinjau

tiap 5 tahun. Status penguasaan tanah tetap merupakan tanah Negara.

Praktik tersebut sesungguhnya tidak jauh beda dengan pemberian Hak

Guna Usaha (HGU). Perbedaanya, dalam program perhutanan sosial, pemerintah

memiliki skema mulai dari proses pembentukan sampai sistem pengelolaanya,

termasuk menggandeng lembaga perbankan dan institusi finansial lainnya.

Harapan tani miskin dan buruh tani mendapatkan hak atas tanah tentu tidak

terjawab dengan skema ini. Perhutanan Sosial hanyalah legalisasi akses pekerjaan

(pengusahaan) bagi rakyat atas suatu lahan yang pada intinya merupakan praktik

feodal dalam pengelolaan lahan dimana negara tetap mempertahankan posisi

sebagai tuan tanah. Padahal, alokasi 12,7 juta hektar merupakan jumlah yang

sangat besar jika serius diperuntukkan untuk mengatasi ketimpangan penguasaan

lahan di Indoensia. Pemerintah seakan lupa atau sengaja ingin menghapus sejarah

penghancuran masyarakat adat akibat dari kebijakan pemerintah sendiri diperiode-

periode sebelumnya. Dipertentangkannya sistem pemerintahan desa dengan

81

Universitas Sumatera Utara


sistem pemerintahan adat, dikeluarkanya berbagai ijin seperti HPH,

pertambangan, perkebunan skala besar, taman nasional dan proyek konservasi

telah menghancurkan masyarakat hukum adat dan mengusir mereka dari wilayah

adatnya.84

Hutan Adat dalam Perhutanan Sosial kenyataanya membelakangi

pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat. Hal ini dapat dilihat dari

proses penetapan hutan adat mensyaratkan adanya kebijakan pemerintah yang

mengakui keberadaan masyarakat hukum adat melalui Perda. Dalam proses

pengakuanya, masyarakat hukum adat harus membuktikan keberadaanya yang

masih eksis dengan berbagai ketentuan dan persyaratan yang harus diajukan oleh

Masyarakat Hukum Adat dan tentu saja ini menjadi masalah.

Masalah lain dari program perhutanan sosial yang sangat mendasar

terletak pada penetapan obyek. Rujukan dari obyek Perhutanan Sosial adalah Peta

Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) yang di SK-kan oleh Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan. SK terkini ditetapkan pada tanggal 16 Januari

2017 dengan No.22/menlhk/Setjen/PLA.0/1/2017. Ditetapkan PIAPS seluas +

13.462.102 (tigabelas juta empat ratus enampuluh dua ribu seratus dua) hektar.

Terdiri dari Areal Perhutanan Sosial yang berada di Hutan Produksi seluas +

5.398.422 hektar, Areal Perhutanan Sosial yang berada di Hutan Lindung +

3.167.227 hektar, Areal Perhutanan Sosial di Lahan Gambut seluas + 2.222.167

hektar, dan potensi areal perhutanan sosial di wilayah 20% Izin Usaha

84
Bahan Propaganda PP FMN dalam menyambut HTN 2017

82

Universitas Sumatera Utara


Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) seluas +

2.134.286 hektar.85

Perhutanan Sosial menyasar tanah-tanah yang sudah terdapat masyarakat

tinggal atau menggarap, termasuk tanah-tanah yang sedang konflik. Hal ini

menunjukan tujuan sesungguhnya dari program perhutanan sosial adalah untuk

mengkonsolidasikan tanah dan menguatkan kepastian hukum atas tanah yang

telah dikuasasi oleh rakyat sebagai tanah Negara.

Sasaran Kemitraan Hutan sangat terang, yakni tanah-tanah yang berkonflik

dan berpotensi konflik baik dengan perusahaan swasta pemegang izin maupun

dengan Negara. Sehingga, program perhutanan sosial mematahkan perjuangan

rakyat yang sedang menuntut pengembalian tanah-tanah yang selama ini telah

dirampas. Pengertian lainnya, program perhutanan sosial melegalkan praktek

perampasan tanah rakyat, karena penyelesaian konflik melalui kemitraan hutan

menjadikan penguasaan atas tanah konflik tetap diberikan kepada pemegang izin

dan akan kembali menjadi tanah Negara. Dengan demikian, Perhutanan Sosial

tidak akan pernah menjawab persoalan mendasar kaum tani dan rakyat Indonesia.

Perhutanan Sosial sejatinya menguatkan inti dari Program Reforma Agraria Palsu

Jokowi.

Oleh karena itu, program Reforma Agararia Jokowi melalui TORA dan

Perhutanan Sosial bukan merupakan reforma agraria sejati yang diinginkan kaum

tani dan rakyat Indonesia. Melainkan reforma agraria palsu yang tidak akan

pernah menyelesaikan ketimpangan struktur agraria. Pemerintah melalui program

85
Ibid

83

Universitas Sumatera Utara


tersebut justru memfasilitasi tuan tanah besar. Maka perubahan besar akan

permasalahan masyarakat petani tidak akan pernah tercapai melalui program

pembangunan agraria Jokowi-Jk ini. Ketimpangan kepemilikan tanah yang

disebabkan oleh masifnya praktek monopoli tanah adalah penyebab utama

berbagai macam persoalan di Negara ini. Persoalan seperti besarnya angka

pengangguran dan besarnya angka buruh migran tidak akan pernah terselaikan

dengan metode pembangunan seperti ini. Sebagaimana yang diungkapkan HS.

Dillon dalam jurnal Politea yang ditulis Warjio, yaitu bobot ekonomi dari

pertanian-pertambangan ke manufaktur dan sektor jasa bernilai tinggi, selama ini

merupakan hal semu karena para petani bukannya naik kelas, tetapi justeru

digusur di kampung halamannya untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia/Tenaga

Kerja Wanita (TKI/TKW) atau berjejalan disektor informal yang meruyak di

perkampungan kumuh kota. Pertumbuhan, inflasi, kenaikan indeks harga saham,

cadangan devisa dan lain-lain, adalah deretan angka menghibur yang menghiasi

media massa, tetapi secara kasat mata kemiskinan masih melekat dalam

kehidupan. Telah terjadi disparitas dan ketimpangan yang menjadi paradoks yang

selalu menyertai pembangunan di Indonesia. 86

86
Warjio, Paradoks Politik Pembangunan, Jurnal POLITEIA|Vol.6|No.2|Juli 2014. Hal. 3

84

Universitas Sumatera Utara


85

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Politik pembangunan Pemerintahan Jokowi-JK dalam aspek agraria dapat

dilihat dalam Strategi Nasional Pelaksanaan Reforma Agraria Jokowi-Jusuf

Kalla. Penerapannya adalah melalui proses alokasi dan konsolidasi

kepemilikan, penguasaaan/akses dan penggunaan lahan. Kebijakan reforma

agraria pemerintahan Jokowi-Yusuf Kalla dilaksanakan melalui dua jalur,

yaitu tanah obyek reforma agrarian (TORA) dan Perhutanan Sosial. Skema

reforma agraria dalam RPJM, 9 juta hektar dibagi menjadi dua, Pertama

legalisasi asset 4,5 juta hektar dan yang kedua redistribusi tanah 4,5 juta

hektar. rencana implementasinya, legalisasi asset 4,5 juta hektar dibagi

menjadi dua, pertama legalisasi asset tanah transmigrasi yang belum

bersertifikat seluas 0,6 juta hektar dan kedua legalisasi asset terhadap 3,9 juta

hektar, tetapi tidak dijelaskan asset apa yang akan dilegalisasi. Sedangkan

redistribusi 4,5 juta hektar lahan yang rencana implementasinya juga dibagi

menjadi dua. Pertama, redistribusi tanah dengan sasaran ex-HGU/tanah

terlantar dan tanah Negara lainya seluas 0,4 juta hektar dan pelepasan

kawasan hutan 4,1 juta hektar. Selain 9 juta hektar sebagai TORA (tanah

Obyek Reforma Agraria) pemerintahan Jokowi-Yusuf Kalla menjadikan

program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar yang keduanya memiliki

86

Universitas Sumatera Utara


perbedaan. Program reforma agraria 9 juta hektar pelaksananya dibawah

kementrian agraria dan tataruang/ATR, sedangkan perhutanan sosial 12,7 juta

hektar dibawah kementerian lingkungan hidup dan kehutanan/KLHK.

2. Arahan tentang strategi pelaksanaan reforma agraria pada dasarnya berangkat

dari kondisi agraria di Indonesia yang berada dalam ambang kritis, melihat

begitu rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya yang

berprofesi sebagai petani yang disebabkan ketimpangan kepemilikan tanah

yang terjadi karena tidak tegasnya kebijakan didalam penanganan masalah

agraria, seperti aturan tegas tentang batas penguasaan lahan dan juga

redistribusi tanah yang tidak merata. Arahan strategi ini berangkat dari

Nawacita Jokowi dalam hal pembangunan Nasional untuk meningkatkan taraf

hidup manusia melalui program reforma agraria. Adapun program reforma

agraria yang dicanangkan adalah untuk melanjutkan apa yang dicita-citakan

dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) no. 5 tahun 1960.

3. Dalam Stragnas Jokowi tidak ada kekonsistenan dalam mengurangi apalagi

menghilangkan ketimpangan kepemilikan lahan di Indonesia. Pihak swasta,

asing dan bahkan swasta justru tidak mendapat perhatian serius dari

pemerintah dalam hal penetapan aturan tegas. Baik itu batas kepemilikan

tanah yang dapat diolah atau dikuasai maupun sanksi yang tegas bagi tuan-

tuan tanah yang memiliki tanah melebihi kapasitas dan menyebabkan

ketimpangan, apalagi upaya untuk menghilangkan eksistensi tuan tanah

dengan jalan menjadikan tanah milik tuan tanah sebagai tanah objek reforma

agraria. Hal ini menunjukan ketidaksungguhan program Pembangunan

Agraria pemerintah untuk menyejahterakan kaum tani dengan memberikan

87

Universitas Sumatera Utara


kaum tani kedaulatan atas tanah. Reforma Agraria Jokowi-JK justru semakin

mengukuhkan penghisapan feodalisme dan posisi tuan tanah besar dengan

mempertahankan eksistensi tuan tanah dalam memonopoli tanah.

Sebagaimana program tanah objek reforma agraria, yang menjadi sasaran

reforma agraria hanyalah tanah ex-HGU, tanah terlantar dan pembebasan

kawasan hutan dan tidak satupun sasaran reforma agraria yang mengarah

kepada kepemilikan tanah oleh tuan tanah besar.

4. Reforma agraria pemerintah Jokowi, merupakan administrasi tanah-tanah

yang belum bersertifikat, yang esensinya adalah pengakuan sebagai tanah

Negara, jika benar kenyataan maka program ini merupakan program

domeinverklaring jilid dua yang sebelumnya dijalankan oleh Kolonial

Belanda. Prinsip domeinverklaring adalah hak milik negara atas tanah yang

bukan UUPA dengan Hak Menguasai.

5. Sejatinya reforma agraria pemerintahan Jokowi pokoknya adalah pembagian

dan sertifikasi aset pada kaum tani untuk agunan kapital dari perbankan.

Target 2-5 juta sertifikat oleh pemerintahan Jokowi adalah implementasi dari

Land Administration Project (LAP) Bank Dunia untuk kepentingan investasi

dan hutang. Maka, kebijakan reforma agraria Jokowi-JK yang merupakan

bentuk dari politik pembangunan Jokowi-JK dalam aspek agraria ini sangat

sarat dengan nilai-nilai kepentingan neoliberalisme yang mana sangat

mengarah terhadap pemenuhan kepentingan investasi melalui Bank Dunia

sebagai perwujudan dominasi Imperialisme.

6. Masalah program perhutanan sosial yang sangat mendasar terletak pada

penetapan obyek. Perhutanan Sosial menyasar tanah-tanah yang sudah

88

Universitas Sumatera Utara


terdapat masyarakat tinggal atau menggarap, termasuk tanah-tanah yang

sedang konflik. Hal ini menunjukan tujuan sesungguhnya dari program

perhutanan sosial adalah untuk mengkonsolidasikan tanah dan menguatkan

kepastian hukum atas tanah yang telah dikuasasi oleh rakyat sebagai tanah

Negara.

7. Sasaran Kemitraan Hutan sangat terang, yakni tanah-tanah yang berkonflik

dan berpotensi konflik baik dengan perusahaan swasta pemegang izin

maupun dengan Negara. Sehingga, program perhutanan sosial mematahkan

perjuangan rakyat yang sedang menuntut pengembalian tanah-tanah yang

selama ini telah dirampas. Pengertian lainnya, program perhutanan sosial

melegalkan praktek perampasan tanah rakyat, karena penyelesaian konflik

melalui kemitraan hutan menjadikan penguasaan atas tanah konflik tetap

diberikan kepada pemegang izin dan akan kembali menjadi tanah Negara.

Dengan demikian, Perhutanan Sosial tidak akan pernah menjawab persoalan

mendasar kaum tani dan rakyat Indonesia. Perhutanan Sosial sejatinya

menguatkan inti dari Program Reforma Agraria Palsu Jokowi. Oleh karena

itu, program Reforma Agararia Jokowi melalui TORA dan Perhutanan Sosial

bukan merupakan reforma agraria sejati yang diinginkan kaum tani dan

rakyat Indonesia. Melainkan reforma agraria palsu yang tidak akan pernah

menyelesaikan ketimpangan struktur agraria. Pemerintah melalui program

tersebut justru memfasilitasi tuan tanah besar.

89

Universitas Sumatera Utara


4.2. Saran

1. Melaksanakan pembangunan yang berorientasi terhadap kepentingan

masyarakat yang meliputi kesejahteraan dan keadilan. Dan melaksanakan

sebaik-baiknya reforma agraria sebagaimana yang tertera dalam UU PA

sebagai jalan keluar permasalahan masyarakat Indonesia secara umum dan

petani dan penduduk desa secara khusus. Dan melaksanakan reforma agraria

sejati sebagaimana yang dikehendadi petani sebagai program utama

pembangunan nasional.

90

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta. Kencana.

Creswel, John W. 2014. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan


Mixed Yogjakarta:Pustaka Pelajar.
Faryadi, Erpan,2005. Reforma Agraria, Prasyarat Utama bagi
RevitalisasiPertanian dan Pedesaan, Bandung: Konsorsium Pembaruan
Agraria
Gaffar, Afan.1983. Beberapa Aspek Pembangunan Politik, Jakarta: Rajawali.

Harsono, Boedi. 1999. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah pembentukan


Undang-undang Pokok Agraria dan isi pelaksanaannya, Jakarta.

Koentjaraningrat. 1987. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta:


Gramedia.
Nugroho, Rian.2008. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Sitorus, MT.Kerangka dan Metode Kajian Agraria, dalam Jurnal Analisis Sosial.

Sugihartono, Pembangunan dan Pengembangan Wilayah, Medan: USU Press

Syahyuti. kendala pelaksanaan landrdform di Indonesia, analisa terhadap kondisi


dan perkembangan berbagai faktor prasyarat pelaksanaan reforma
agraria,pusat penelitian dan pengembangan sosial ekonomi pertanian.
Bogor
Tjondronegoro,Sediono MP dan Gunawan Wiradi, Menelusuri Istilah ”Agraria”,
dalam Jurnal Analisis Sosial.

Warjio. Dilema Politik Pembangunan PKS,Islamdan Konvesional. Medan:


Perdana Publishing

Warjio.Politik Pembangunan Islam Pemikiran dan Implementasi. Medan: Perdana


Publishing.

Warjio, Politik Pembangunan paradoks, teori, aktor, dan ideologi, : Prenada


Media Group.

Wiradi, Gunawan. 2009. Reforma Agraria: Perjalanan Yang Belum Berakhir.


Insist Press KPA & Pustaka Pelajar.

Universitas Sumatera Utara


Winarno, Budi. 2002.Teori dan Proses Kebijakan Publik. Jogjakarta: Media
Presindo.

Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah


Berdasar Paradigma Baru. Semarang: Clyapps Diponegoro University.

Jurnal

Arditya Wicaksono dan Romi Nugroho, “Harmonisasi Hukum Pengelolaan


Sumber Daya AlamDi Indonesia Dan Pengelolaan Tanah Di Negara”, Bhumi
Vol.1 No.2 November 2015.
Iwan Nurdin, “Mewujudkan Desa Maju Agraria”, Bhumi, Vol.3 No.1, Mei 2017.

Muhammad Ilham Arisaputra, “Reforma Agraria Untuk Mewujudkan Kedaulatan


Pangan”, Rechtldee Jurnal Hukum, Vol. 10. No. 1, Juni 2015.

Noer Fauzi Rachman, “Memahami Reorganisasi Ruang Melalui Perspektif Politik


Agraria” , Bhumi Vol. 1 No. 1 Mei 2015.
Sukardi,“Perspektif Kritis Kebijakan Pembaharuan Agraria Indonesia Dari Rejim
Orde Baru Ke Rejim Reformasi” Jurnal Administrasi Publik ,Vol. 3, No.2. 2004.
Warjio, “ Paradoks Politik Pembangunan”Jurnal POLITEIA,Vol.6,No.2.Juli
2014.
Sumber lain

Dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 Pasal

28

Naskah Arahan dari Kantor Staf Presiden Jakarta tentang Strategi Nasional

pelaksanaan reforma agraria 2016-2019

http://teori-politik.blogspot.co.id/2015/12/konsep-dasar-kebijakan-publik.html

diakses 06 November 2017 , pukul 21.34

Database Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)

Materi diskusi FMN Cabang Medan, HTN Mahasiswa Punya Urusan Apa.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002

Data BPS 2014.

ii

Universitas Sumatera Utara


Skema pelaksanaan reforma agraria (2015) versi kemen ATR/BPN dalam

Stragnas Reforma Agraria Jokowi-Jk

Permen 11 2016_Kasus Pertanahan.

Notulensi Pemaparan materi oleh Abed.Nego tarigan dalam seminar reforma

agraria di universitas Indonesia tahun 2016

https://teori-politik.blogspot.co.id/2015/12/konsep-dasar-kebijakan-publik.html

diakses, 1 Desember 2017, pukul. 21.34

1
http://medan.tribunnews.com/2016/12/29/kontras-49-kasus-konflik-agraria-

terjadi-di-sumut-sepanjang-2016 diaskes, 1 Desember 2017, pukul. 21.40

https://teori-politik.blogspot.co.id/2015/12/konsep-dasar-kebijakan-publik.html

diakses, 10 Desemberr 2016, pukul. 21.34

Pidato pengantar menteri Agraria dalam sidang DPR-GR 12 September 1960 oleh

Mr. Sudjarwo. Dalam risalah pembentukan UUPA

Bahan propaganda AGRA dalam menyambut HTN 2017

agraindonesia.org/pidato-ketua-umum-gsbi-peringatan-hari-tani-nasional-2017,

diakses pada 22 Desember 2017

www.seruni.org/2017/09/pidato-dukungan-perjuanan-aliansi.html diakses pada 22

Desember 2017

Bahan Propaganda PP FMN dalam menyambut HTN 2017

iii

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai