Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“PEMBUATAN STERILE HYDROCORTISONE ACETATE


SUSPENSION 2,5% (10 mL)”

Disusun Oleh :
Kelompok A1-2
Karisa Erisna Sitorus 182210101009
Indah Gita Cahyani 182210101011
Ridho Syifa’ Annafi 182210101012
Erlik Fiana Sari 182210101013
Intan Nabila Sufi Zikrina 182210101017
Shinta Dwi Kurniawati 182210101018
Iftitah Hikmatut Tazkiyah 182210101019
Devi Feby Susanti 182210101020

Dosen:
apt. Viddy Agustian Rosyidi, S.Farm., M.Sc

LABORATORIUM FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2021
1. Tujuan:
1.1 Memahami dan mampu melakukan pembuatan sediaan steril dengan teknik
aseptis
1.2 Memahami dan mampu membuat injeksi cortisone acetate suspensi
1.3 Memahami dan melakukan uji sterilitas.
2. Latar Belakang
Dalam golongan sediaan steril, terdapat sediaan yang berupa injeksi. Injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Suspensi untuk injeksi adalah suatu sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal .
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai. Dalam hal ini
dibentuk suspensi karena sediaan suspensi dibuat untuk mengatasi zat aktif yg tidak
terlarut dalam pelarut, dimana kelarutan hidrokortison asetat praktis tidak larut dalam
air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform, sehingga sediaan yang paling
efektif adalah dalam bentuk suspensi injeksi.
Berdasarkan hal tersebut, maka dibuat sediaan steril injeksi hidrokortison dalam
bentuk suspensi. Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati
rheumatoid pada sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Inflamasi
kronik jaringan synovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi
jaringan ini. Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid
diseut pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang,
memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro,
2008). Injeksi kortison asetat mengandung kortison asetat, C23H30O6, tidak kurang
dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Keasamankebasaan nya pada pH 5 sampai 7 (Depkes,1995).
3. Tinjauan Pustaka
Produk steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya yang termasuk sediaan yang merupakan
penggunaanya disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam tubuh. Oleh
karena itu sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan memiliki kemurnian
yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk harus
dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi.
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah
sediaan seperti tersebut di atas, dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih
spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi
dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus
dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan. Istilah susu kadang-kadang digunakan untuk suspensi dalam pembawa
yang mengandung air yang ditujukan untuk pemakaian oral, seperti Susu Magnesia.
Istilah Magma sering digunakan untuk menyatakan suspensi zat padat anorganik
dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya mempunyai kecenderungan terhidrasi dan
teragregasi kuat yang menghasilkan konsistensi seperti gel dan sifat reologi
tiksotropik seperti Magma Bentonit. Istilah Lotio banyak digunakan untuk golongan
suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit seperti Lotio Kalamin.
Beberapa suspensi dibuat steril dan dapat digunakan untuk injeksi, juga untuk
sediaan mata dan telinga. Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang
siap digunakan atau yang dikonstitusikan dengan jumlah air untuk injeksi atau
pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara
intravena dan intratekal (Farmakope Indonesia VI)
Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus
mengandung zat antimikroba yang sesuai untuk melindungi kontaminasi bakteri, ragi
dan jamur seperti yang tertera pada Emulsi dengan beberapa pertimbangan
penggunaan pengawet antimikroba juga berlaku untuk suspensi. Sesuai sifatnya,
partikel yang terdapat dalam suspensi dapat mengendap pada dasar wadah bila
didiamkan. Pengendapan seperti ini dapat mempermudah pengerasan dan pemadatan
sehingga sulit terdispersi kembali, walaupun dengan pengocokan. Untuk mengatasi
masalah tersebut, dapat ditambahkan zat yang sesuai untuk meningkatkan kekentalan
dan bentuk gel suspensi seperti tanah liat, surfaktan, poliol, polimer atau gula. Yang
sangat penting adalah bahwa suspensi harus dikocok baik sebelum digunakan untuk
menjamin distribusi bahan padat yang merata dalam pembawa, hingga menjamin
keseragaman dan dosis yang tepat. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat (Farmakope Indonesia VI).
Suspensi parenteral adalah sediaan steril yang mengandung partikel – partikel
yang terdipersi dalam cairan pembawa. Pembawa suspensi parenteral dapat
menggunakan pembawa air ataupun minyak nabati. Penggunaan suspensi parenteral
terbatas pada rute subkutan dan intramuscular. Syarat sediaan suspensi parenteral
yaitu mengandung zat aktif <5%, ukuran partikel 5 – 10 mikrometer harus dapat
melewati jarum suntik dengan mudah, distribusi ukuran sempit, tidak boleh caking
pada penyimpanan, harus steril, bebas pirogen, dan stabil secara fisik dan kimia
selama penyimpanan (Patel, 2010) .
a. Syarat sediaan parenteral
a. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada di dalam sediaan dengan
pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama
penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
b. Penggunaan wadah yang cocok , sehingga tidak hanya memungkinkan
sediaan tetap steril , tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahan
obat dengan material dinding wadah.
c. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
d. Bebas kuman.
e. Bebas Pirogen.
f. Isotonis.
g. Isohidris.
h. Bebas partikel melayang.
b. Suspensi parenteral
Suspensi menurut farmakope Indonesia Edisi VI (2020) dijelaskan merupakan
sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam
fase cair. Suspensi farmasi memiliki diameter partikel dalam suspensi biasanya
lebih besar dari 0.5mm. Namun, sulit dan juga tidak praktis untuk memaksakan
batas yang tajam antara suspensi dan dispersi memiliki partikel yang lebih halus.
Karenanya, dalam banyak contoh, suspensi mungkin memiliki partikel yang lebih
kecil dari 0,5mm dan dapat terlihat beberapa karakteristik khas untuk dispersi
koloid, seperti gerakan Brown (Martin 2006). Sediaan suspensi dapat
digolongkan menjadi lebih spesifik seperti suspensi oral (susu magnesia) dan
suspensi topikal (lotio kalamin). Suspensi berdasarkan penggunaannya dapat
dibagi menjadi 2, yaitu suspensi yang siap digunakan atau dikonstitusikan dengan
sejumlah air untuk injeksi ataupun pelarut lain sebelum digunakan. Beberapa
suspensi dibuat steril dan dapat digunakan sebagai injeksi, juga untuk sediaan
mata dan telinga. Suspensi parenteral meruakan bentuk sediaan yang berguna
untuk pemberian obat yang tidak larut atau kurang larut. Luas permukaan dispersi
yang lebih besar dari obat dapat membantu memastikan tingkat ketersediaan yang
tinggi untuk penyerapan. Suspensi parenteral memberikan rilis yang lebih lama
dibandingkan dengan sediaan larutan.
Suspensi untuk injeksi adalah suatu sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam
larutan spinal . Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa
yang sesuai. Sediaan suspensi dibuat untuk mengatasi zat aktif yg tidak terlarut
dalam pelarut, dimana kelarutan hidrokortison asetat praktis tidak larut dalam air,
sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform, sehingga sediaan yang paling
efektif adalah dalam bentuk suspensi injeksi
c. Keuntungan sediaan suspensi parenteral
 Cocok untuk obat – obatan yang tidak dapat melarut dalam pelarut
konvensional.
 Daya tahan terhadap hidrolisis dan oksidasi meningkat sebagaimana obat
hadir dalam bentuk padatan.
 Memungkinkan formulasi sediaan obat dapat menciptakan pelepasan yang
terkontrol.
 Tidak tereleminasi dahulu oleh hati (First Pass Effect).
d. Kerugian sediaan suspensi parenteral
Stabilisasi suspensi antara pembuatan & penggunaan menghadirkan sejumlah
masalah, misalnya padatan secara bertahap mengendap dan mungkin terjadi
fenomena caking, sehingga sulit untuk terdipersi kembali saat akan digunakan.
e. Metode dasar untuk menyiapkan suspensi parenteral
Dalam pembuatan sediaan parenteral maka teknik pembuatan juga melibatkan
pertimbangan sterilitas. Menurut (Patel, 2010) ada metode dasar digunakan untuk
menyiapkan suspensi parenteral:
1) Metode pembuatan secara aseptik dengan menggabungkan serbuk dan bahan
pembawa steril, bahan aktif yang sebelumnya telah tersterilisasi dan telah
digiling kemudian secara aseptis dibuat tersebar dan bahan tambahan beserta
bahan tambahan disterilisasi secara penyaringan dengan ukuran matriks 0,22
mikron. Bahan aktif, dan bahan pembawa yang bersama bahan tambahan
kemudian akan digabungkan dalam wadah pengangkut steril yang selanjutnya
akan dipindahkan ke tempat mixing/milling untuk dicampur dan
dihomogenkan. Setelah proses pencampuran dan homogenisasi selesai,
langkah terakhir adalah pengisian secara aseptis ke dalam wadah sediaan
steril.
2) Metode pembentukan kristal in-situ dengan menggabungkan larutan steril
melibatkan 4 bahan, yaitu bahan aktif dalam pelarut organik, pelarut pembalik
(counter solvent), bahan pembawa dan bahan tambahan yang diperlukan.
Keempat bahan tersebut disterilisasi terpisah secara penyaringan
menggunakan matriks 0,22 mikron. Pada tahap awal pembuatan bahan aktif
dalam pelarut organik masuk terlebih dahulu ke dalam wadah pengangkut
steril, lalu ditambahkan pelarut pembalik (counter solvent), tujuannya adalah
untuk menciptakan pembentukan kristal bahan aktif sebagaimana proses ini
mirip dengan proses ekstraksi cair-cair. Setelah didapatkan endapan kristal
didalam larutan organik, larutan organik diatas endapan kristal dibuang
sampai hanya tersisa endapan kristalnya saja. Selanjutnya, endapan kristal
kemudian ditambahkan bahan pembawa dan bahan tambahan, kemudian
dilakukan proses mixing/milling lalu dipindahkan ke wadah sediaan steril
setelah proses tersebut selesai.
f. Prosedur pembuatan sediaan steril
Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu :
a) Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuataan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan
suhu sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir
pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup dengan kertas
perkamen ,dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih dahulu.
b) Cara Aseptis atau Teknik Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka
suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja
farmakologinya. Antibiotik dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif
yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi
melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah
kontaminasi jasad renik dalam sediaan, Teknik aseptis adalah teknik sterilisai
yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran atau kontaminasi
dengan mikroba hingga seminimal mungkin.
g. Karakteristik ideal suspensi injeksi
 Suspensi dibuat dan diuji terhadap mikroba kontmainasi, sehingga harus
dapat mempertahankan efektifitasnya selama penyimpanan dan penggunaan.
 Harus mudah ditarik melalui jarum suntik (syringeability) dan siap
dikeluarkan dari jarum suntik (Injectability). Hal ini terkait dengan viskositas
dan ukuran partikel yang harus kecil dan seragam.
 Resuspensi harus terjadi dengan mudah dan ringan.
 Partikel-partikel yang terdipersi tidak mengendap dengan cepat dan
terdispersi kembali setelah dikocok.
 Resuspensi harus menghasilkan pencampuran obat yang homogen.
 Harus isotonik dan tidak iritatif.
h. Alasan Pemilihan Bahan Aktif
 Sediaan yang akan dibuat diindikasikan untuk mengobati rheumatoid
padasendi. Dengan demikian dibuat sediaan injeksi lokal bukan sistemik
dengan harapan efek langsung pada sendi dan tidak berefek pada organ lain
sehingga mengurangi efek samping.
 Dipilih hidrokortison asetat karena obat inilah yang biasanya digunakan
untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara intraartikular pada
sendi.
 Sediaan dibuat suspensi agar dapat berefek secara long acting (sehingga tidak
diinjeksi berkali-kali) dan hidrokortison asetat terabsorbsi secara lambat
apabila diadministrasikan secara intraartikular.
 Pada sediaan injeksi yang akan kami buat mengandung hidrokortison asetat
sebesar 2,5 %. Hidrokortison 2,5% artinya 2,5 g dalam 100 ml. Sehingga
tiapml mengandung 25 mg hidrokortison.
Menurut BNF (British National Formulation ) edisi 57 hal 562, dosis
hidrokortison asetat sebagai sediaan yang diadministrasikan secara intra-
artikular atau injeksi intrasinovial memiliki dosis sebesar 5 – 50 mg tergantung
dari ukuran sendi, interval pemberian selama 21 hari, dan dalam sehari tidak
boleh lebih dari 3 sendi yang menerima terapi atau injeksi.
Menurut Dipiro et al., 2008, suntikan intraartikular kortikosteroid dapat
digunakan untuk mengobati sinovitis dan rasa sakit pada persendian. Rute
intraartikular lebih disukai karena efek samping sistemik yang lebih kecil
dibanding rute lain. Jika berkhasiat, suntikan intraartikular dapat diulang setiap
3 bulan. Tetapi tidak ada satu sendi yang disuntikkan lebih dari dua sampai tiga
kali per tahun karena dapat meningkatkan resiko kerusakan sendi dan atrofi
tendon. Jaringan lunak seperti tendon dan bursae juga dapat disuntikkan untuk
mengontrol rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan struktur ini (Dipiro et
al., 2008).
i. Faktor yang mempengaruhi pembuatan suspensi injeksi dalam air
 Ukuran partikel dan bobot jenis.
 Aliran tiksotropi.
 Kelarutan zat aktif
 Pembentukan endapan keras (caking)
 Isotonis
 Isohidris
 Bahan antibakteri
 Derajat kebasahan zat aktif (surfaktan), dimana penambahan zat pembasah
untuk menurunkan tegangan permukaan antara zat aktif dan cairan.
 Kecepatan sedimentasi (Gel – Form), dimana partikel padat yang terdispersi
merata cenderung bergerak turun. Mengatasinya dengan penambahan koloid
hirofilik misal CMC Na atau senyawa seperti sorbitol ester, untuk
memperbesar viskositas larutan. Dengan demikian, partikel padat tidak cepat
turun dan tingkat dispersinya dapat dipertahankan dalam waktu panjang.
Partikel padat yang terdispersi dan halus dapat mengendap membentuk paket
sedimen yang kompak dan sulit didispersikan kembali. Mengatasinya dengan
penambahan bahan pembasah berkonsentrasi rendah, sehingga paket sedimen
yang kompak masih dapat didispersikan kembali dengan mudah atau dengan
penambahan natrium sitrat.
 Ukuran partikel, dimana ukuran partikel zat aktif akan mempengaruhi efek
depo suspensi injeksi. Partikel yang besar berefek lebih panjang, tetapi
cenderung lebih mudah mengendap dan menyumbat lubang jarum suntik.
 Sistem rheologi, dimana dipilih sifat aliran yang tiksotropi.
j. Positif palsu dan negatif palsu
Hasil negatif palsu dapat menyebabkan pelepasan produk yang terkontaminasi
(Sigma-Aldrich, 2020). Hasil negatif palsu dapat diperoleh jika populasi
microbial lebih kecil, dimana inokulum diambil dari produk yang tidak
mengandung mikroba. Positif palsu dapat disebabkan karena adanya kontaminan
selama pengujian yang bisa terjadi karena ligkungan, kesalahan personel ketika
bekerja. Untuk mencegah adanya hasil positif pals lingkungan harus didesain
sesuai dengna persyaratan raung steril seperti yang telah ditetapkan dalam
Farmakope terutama mengenai jumlah mikroorganisme maupun jumlah partikel
yang hidup di udara, media yang digunakan untuk sterilisasi juga sebaiknya
dipersiapkan dengan baik dan telah teruji kemampuannya dalam menumbuhkan
mikroorganisme yang dapat berupa jamur maupun bakteri. Sedangkan untuk
mencegah timbulnya negatif palsu dan menghilangkan zat bakteriostatik pada uji
sterilitas dapat dilakukan netralisasi, dimana netralisasi ini dilakukan dengan
membandingkan jumlah perolehan kembali mikroba uji dari sampel yang
disuspensikan dengan jumlah mikroba uji yang diperoleh kembali dari suspensi
kontrol, apabila pertumbuhan terlambat (faktor reduksi lebih besar dan 2) maka
dilakukan perubahan prosedur untuk penghitungan khusus untuk menyakinkan
validitas hasil
4. Praformulasi
4.1. Farmakologi Bahan Aktif Obat (Hidrokortison Asetat)
a. Efek Terapetik
Kortikosteroid (BP 2006) dimana dapat dibuat menjadi: sediaan injeksi
berupa suspense (sebagai kortikosteroid), Ear Drops bersama Neomycin
(sebagai kortilosteroid dan antibakteri, Salep (sebagai kortikosteroid),
Salep bersama Neomycin (sebagai kortikosteroid dan antibakteri), Krim
(sebagai kortikosteroid) (BP 2006).
b. Farmakokinetik
Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi
prostaglandin dan sintesis leukotriene, menginhibisi neutrophil dan
turunan monosit superoksida radikal. Hidrokortison asetat juga
mengganggu migrasi sel dan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit,
dan neutrophil, sehingga menumpulkan respon inflamasi dan autoimun.
Dalam membrane sinoval, sel CD4 + T berlimpah dan berkomunikasi
dengan makrofag, osteoklas, fibroblast dan kondrosit, baik melalui
interaksi sel-sel langsung menggunakan reseptor permukaan sel atau
melalui sitokin proinflamasi.
c. Efek Samping
Efek samping lebih kecil pada kulit dan kecil kemungkinan
mengakibatkan supresi adrenal daripada kortikosteroid topical
d. Dosis
Digunakan untuk injeksi intraartikular dengan dosis 5-50 mg tergantung
ukuran sendi (Martindale, 2009).
4.2.Tinjauan Sifat Fisika Kimia Bahan Obat
a. Hidrokortison asetat (FI edisi V)
- Kelarutan : Tidak larut air; sukar larut dalam kloroform dan eter
- Stabilitas : Sensitive terhadap cahaya dan kelembapan. Stabil
pada pH 5-7 (USP edisi 29).
- Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan agen pengoksidasi yang kuat.
- Penggunaan & dosis : Pada sediaan injeksi yang akan kami buat
mengandung hidrokortison asetat sebesar 2,5 % (25 mg/ml). Hidrokortison
2,5% artinya 2,5 g dalam 100 ml. Sehingga tiap ml mengandung 25 mg
hidrokortison.
b. NaCl (HPE edisi 6 halaman 637)
- Kelarutan : Sedikit larut dalam etanol, etanol 95% (1:250),
gliserin (1:10), air (1:2,8), air dengan suhu 100℃ (1:2,6).
- Stabilitas : Bahan padat stabil dan harus disimpan dalam wadah
tertutup, di tempat yang sejuk dan kering. Telah ditunjukkan bahwa
karakteristik pemadatan dan sifat mekanik tablet dipengaruhi oleh
kelembaban relatif dari kondisi penyimpanan di mana natrium klorida
disimpan.
- Fungsi : Agen tonisitas (HPE 6th, 2009: 637)
- Konsentrasi : untuk injeksi ≤ 0,9% w/v. Pada resep, konsentrasi
NaCl sesuai dengan literatur.
- Cara sterilisasi : Dapat disterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi.
- Inkompatibilitas : Larutan natrium klorida encer bersifat korosif
terhadap zat besi. Bereaksi terhadap pembentukan larutan dengan perak,
timah, dan logam mulia. Agen pengoksidasi kuat mulai menggunakan
klorin dari larutan natrium klorida. Kelarutan metilparaben pengawet
antimikroba berkurang dalam larutan natrium klorida berair dan viskositas
gel karbomer dan larutan hidroksietil selulosa atau hidroksipropil selulosa
berkurang dengan penambahan natrium klorida.
- Penggunaan&dosis : 5-12 g natrium klorida dikonsumsi setiap hari untuk
diet orang dewasa normal, dan jumlah yang sesuai diekskresikan dalam
urin. Namun, efek toksik setelah konsumsi oral 0,5-1,0 g / kg BB pada orang
dewasa dapat terjadi. Konsumsi oral NaCl dalam jumlah yang lebih besar,
mis. 1000g dalam 600 mL air, berbahaya dan menyebabkan iritasi saluran
pencernaan, muntah, hipernatremia, gangguan pernapasan, kejang, atau
kematian. Pada tikus, dosis intravena toksik 2.5g / kgBB.
 LD50 (mouse, IP): 6,61 g/kg
 LD50 (mouse, IV): 0,65 g/kg
 LD50 (mouse, oral): 4,0 g/kg
 LD50 (mouse, SC): 3,0 g/kg
 LD50 (rat, oral): 3,0 g/kg
c. CMC-Na (HPE 6th halaman 118)
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam acetone, etanol 95%, eter,
dan toluene. Mudah terdispersi dala air di semua temperature.
- Stabilitas : CMC-Na stabil meski higroskopis. Dalam
kelembaban tinggi, menyerap >50% air, stabil pada pH 2-10, presipitasi
terjadi dibawah pH 2 dan viskositas menurun secara cepat diatas pH 10.
Viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9. Bahan curah harus
disimpan dalam wadah tertutup di tempat yang sejuk dan kering.
- Cara sterilisasi : Dapat disterilisasi dengan sterilisasi kering pada
suhu 160℃ selama 1 jam atau dengan autoklaf.
- Inkompatibilitas : Natrium karboksimetilselulosa inkompatibel
dengan larutan asam dan garam besi yang larut serta logam lainnya, seperti
Al, Hg, dan Zn. Selain itu inkompatible dengan xanthan gum. CMC-Na
membentuk coacervate kompleks dengan gelatin dan pektin. Presipitasi
terjadi pada pH dibawah 2 dan juga saat dicampur dengan etanol 95%,
CMC-Na membentuk komplek dengan kolagen dan mampu mengendapkan
protein tertentu yang bermuatan positif.
- Konsentrasi : CMC-Na menggunakan konsentrasi dalam sediaan
injeksi, yaitu 0,05 - 0,75%.
- Keamanan : LD50 (guinea pig, oral): 16 g/kg; LD50 (rat, oral):
27 g/kg
- Alasan : Digunakannya CMC-Na karena dapat diaplikasikan
pada sediaan injeksi daripada menggunakan bahan suspending agent yang
lain.
d. Benzil Alkohol (HPE 6th hal. 64)
- Pemerian : Cair, tidak berwarna, tidak berbau, berasa seperti
terbakar
- Konsetrasi : Untuk sediaan parenteral konsentrasi hingga 0-2 %.
- Kelarutan : Dalam air 3,5 bagian pada suhu 20°C; Larut dalam
alkohol, eter, kloroform, aseton, benzena, dan pelarut Aromatik.
- Stabilitas : Benzil alkohol dapat teroksidasi perlahan di udara
menjadi benzaldehida dan asam benzoat; tidak bereaksi dengan air. harus
disimpan dalam wadah kaca atau logam. Benzil alkohol harus disimpan
dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan
kering
- Cara sterilisasi : Larutan air dapat disterilkan dengan filtrasi atau
autoklaf
- Inkompatibel : Benzil alkohol inkompatibel dengan oksidator dan
kuat asam. Hal ini juga dapat mempercepat autoksidasi lemak. Aktivitas
antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik, seperti
polisorbat 80, pengurangan aktivitas ini kurang dengan ester
hidroksibenzoat atau kuaterner senyawa amonium. Benzil alkohol tidak
kompatibel dengan metilselulosa.
- Keamanan : WHO telah menetapkan perkiraan asupan harian
yang dapat diterima dari bagian benzil/benzoik hingga 5 mg/kg berat badan
setiap hari.
 LD50 (mouse, IV) : 0,32 g/kg
 LD50 (mouse, oral) : 1,36 g/kg
 LD50 (rat, IP) : 0,4 g/kg
 LD50 (rat, IV) : 0,05 g/kg
 LD50 (rat, oral) : 1,23 g/kg
- Alasan : Dipilih pengawet benzyl alkohol karena merupakan
pengawet yang biasa digunakan untuk sediaan injeksi, merupakan agen
bakteriostatik spectrum luas yang digunakan pada produk injeksi multi
dosis.
e. Polyoxyethylene Sorbitan Fatty Acid Esters / Polisorbat 80 (HPE 6th:549)
- Fungsi : Wetting Agent
- Penggunaan : Dispersing agent, emulsifying agent, surfaktan,
suspending agent, dan wetting agent
- Pemerian : Mempunyai bau yang khas, rasa pahit, cairan
berminyak warna kuning (intensitas warna berbeda dari batc ke batc dan
dari produksi satu ke produksi yang lain)
- Kelarutan : larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak
mineral dan minyak sayur
- Stabilitas : polisorbat stabil terhadap elektrolit, asam dan basa
lemah; saponifikasi dengan adanya asam dan basa kuat; bersifat higroskopik
dan diuji kandungan air sebelum digunakan; dikeringkan bila perlu;
polisorbat sebaiknya disimpan dalam pada wadah tertutup rapat, kering,
sejuk dan hindarkan dari sinar
- Inkompatibilitas: penghilangan warna dan presipitasi terjadi dengan banyak
zat khususnya, fenol, tannin, tar dan bahan lain yang mirip tar. Aktivitas
antimicrobial preservative paraben berkurang dengan adanya polisorbat.
Saat terjadi dekomposisi karena pemanasan dapar mengeluarkan asap tajam
dan uap yang iritatif.
- Penggunaan&dosis : wetting agent (0.1%-3%), solubilizing agent dan
suspending agent (1%-15%)
- Keamanan : LD50 (mouse, IP): 7.6 g/kg(8)
 LD50 (mouse, IV): 4.5 g/kg
 LD50 (mouse, oral): 25 g/kg
 LD50 (rat, IP): 6.8 g/kg
 LD50 (rat, IV): 1.8 g/kg
- Alasan : Pada praktikum kali ini digunakan Polisorbat 80
karena span larut dalam minyak dan pelarut organik, sedangkan sediaan
yang diinginkan adalah sediaan injeksi yang bersifat hidrofilik.
f. Water for injection
- Pengertian : Merupakan air untuk injeksi yang disterilkan dan
dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau
bahan tambahan lainnya.
- Pemerian : Berupa cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak
berbau
5. Formulasi
5.1.Permasalahan dan Penyelesaian
a. Kortison asetat tidak larut dalam air
Penyelesaian: Dengan melakukan modifikasi pembawa dan bentuk sediaan
yaitu dengan membuat sediaan dalam bentuk suspensi hidrokortison asetat.
b. Sediaan harus dapat melalui syring injeksi 18 – 21 gauge
Penyelesaian: Dengan melakukan modifikasi pada ukuran partikel bahan
aktif obat dengan melakukan pengecilan ukuran partikel. Ukuran partikel
hidrokortison asetat diperkecil dengan digerus sehingga lebih kecil atau sama
dengan ukuran partikel suspensi yang ideal. Ukuran syringe injeksi 18- 21
gauge setara ukuran diameter dalamnya adalah 0.51-0.84 mm. Suspensi yang
diberikan secara parenteral hendaknya memiliki ukuran partikel kurang dari
0.5 µm untuk rute i.m atau s.c (Patel, 2010). Sedangkan menurut Martin et
al., 1993 sediaan suspensi yang ideal memiliki ukuran partikel sebesar 0,5 –
1,0 μm atau 0,0005 – 0,01 mm.
c. Sediaan suspensi rusak karena pemanasan
Penyelesaian: Bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan
sediaan dilakukan terlebih dahulu disterilisasi sesuai karakteristiknya
sebelum digunakan. Formulasi dilakukan secara aseptis dalam ruangan kelas
A latar belakang kelas B. Bahan tambahan yang ada dalam sediaan suspensi
dilakukan sterilisasi sesuai dengan karakteristik bahannya terlebih dahulu
sebelum ditambahkan kedalam cairan suspensi hidrokortison asetat.
d. Uji sterilitas dilakukan dengan kondisi aseptis
Penyelesaian: Uji sterilitas sangat penting untuk menguji kadar mikroba
dalam sediaan. Pengujian harus dilakukan secara aseptis karena kita tidak tau
apakah jumlah mikroba hasil pengujian adalah mikroba asli dari sediaan atau
mikroba yang masuk ketika proses pengujian. Uji sterilitas dilakukan dengan
ruang, cara kerja personil, dan alat yang memenuhi syarat untuk teknik
aseptis. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi mikroba pada saat
pelaksanaan uji. Sehingga hasil uji sterilisasi valid dan dapat diterima. Syarat
sterilitas sediaan (SAL) adalah 10-6. Sehingga harus dilakukan secara aseptis
untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
5.2. Formulasi Yang Akan Dibuat
R/ Hidrokortison asetat 25 mg
NaCl 9 mg
Polysorbate 4 mg
CMC-Na 5 mg
Benzyl alkohol 0,9 %
Aqua pro injeksi ad. 1 cc
5.3.Perhitungan Berat dan Volume
5.3.1. Formulasi dan Fungsi
Nama bahan Fungsi Persentase Penimbangan
Hidrokortison asetat Bahan aktif 2,5 % 0,375 g
NaCl Agen tonisitas 0,9 % 0,06 g
Polysorbate 80 Pembasah 0,4 % 0,075 g
CMC Na Suspending agent 0,5 % 0,135 g
Benzyl alcohol Pengawet 0,9 % 0,135 g
Aqua pro injeksi Pelarut 94,8 % 14,22 ml
5.3.2. Perhitungan berat dan volume
Volume yang tertera pada kemasan adalah 10 ml, ditambahkan volume tak
terpindahkan sediaan cair 0,7 ml (3% dari volume sediaan) menurut
Farmakope V, sehingga jumlah volume yang dimasukkan dalam kemasan
sebanyak 10,7 ml → di add 15 ml.
a. Hidrokortison asetat 15 ml/1 ml × 25 mg = 375 mg
b. Polisorbat 80 15 ml/1 ml × 4 mg = 60 mg
c. CMC Na 15 ml/1 ml × 5 mg = 75 mg
d. Benzyl alkohol 900 mg/100 ml × 15 ml = 135 mg
e. NaCl 15 ml/1 ml × 9 mg = 135 mg
Nilai ekuivalensi setiap bahan terhadap NaCl (FI V)
a. Hidrokortison asetat = 0,08
b. Polisorbat 80 = 0,02
c. CMC Na = 0,03
d. Benzyl alkohol = 0,17
Perhitungan tonisitas
a. Hidrokortison asetat = 375 mg × 0,08 = 30 mg
b. Polisorbat 80 = 60 mg × 0,02 = 1,2 mg
c. CMC Na = 75 mg × 0,03 = 2,25 mg
d. Benzyl alkohol = 135 mg × 0,17 = 22,95 mg
Sehingga total nilai ekuivalensi 56,4 mg
Sedaangkan nilai ekuivalensi untuk NaCl = 135 mg
Sehingga NaCl yang perlu ditambahkan 135 mg – 56,4 mg = 78,6 mg
5.3.3. Cara Sterilisasi Sediaan
Hidrokortison asetat = Oven 160 ˚C selama 1 jam
NaCl = Oven 160 ˚C selama 1 jam
Polisorbat 80 = Oven 160 ˚C selama 1 jam
CMC-Na = Autoklaf 115 ˚C selama 30 menit
Dilakukan sterilisasi pada tiap bahan sesuai sifat fisika kimia yang dimiliki,
kemudian dicampurkan bahan menggunakan teknik aseptis di LAF.
6. Alat dan Bahan
6.1. Alat :
- Kaca arloji Ø 3 cm (2) - Sendok porselen (2)
- Kaca arloji Ø 5 cm (2) - Pipet tetes (3)
- Beaker glass 250 mL (1) - Corong (2)
- Beaker glass 100 mL (1) - Kertas saring
- Erlenmeyer 100 mL (1) - Gelas ukur 50 mL (1)
- Erlenmeyer 250 mL (2) - Gelas ukur 100 mL (1)
- Pengaduk (2) - Tali q.s (2)
- Pinset (2)
6.2.Bahan
- Hidorkortison asetat - CMC-Na
- NaCl - Benzyl alkohol
- Polisorbat 80 - Aqua p.i

6.3.Penyiapan Alat
Alat alat yang telah dicuci bersih dengan prosedur yang sesuai, dikeringkan,
dibungkus untuk disterilkan. Sterilisasi yang dipakai adalah sebagai berikut :
7. Prosedur Kerja
7.1.Pencucian Alat
a. Alat gelas

b. Alumunium

7.2. Pengeringan alat

7.3. Pengemasan alat

Dibungkus pinset, kaca arloji dan sendok dalam kantong rangkap 2


7.4. Sterilisasi alat
Oven 180⁰ C selama 30 menit
Waktu pemanasan : 38 menit
Waktu kesetimbangan : 0 menit
Waktu pembinasaan : 30 menit
Waktu jaminan sterilitas : 0 menit
Waktu pendinginan : 15 menit
TOTAL WAKTU : 78 menit

Autoklaf 121⁰ C selama 15 menit


Waktu pemanasan : 12 menit
Waktu pengeluaran udara : 7 menit
Waktu menaik : 9 menit
Waktu kesetimbangan : 0 menit
Waktu pembinasaan : 15 menit
Waktu jaminan sterilitas : 0 menit
Waktu penurunan : 10 menit
Waktu pendinginan : 10 menit
TOTAL WAKTU : 73 menit

7.5.Pembuatan Sediaan Suspensi Hidrokortison Asetat 2,5%


8. Evaluasi Sediaan
8.1 Uji pirogen

Dilakukan pengukuran suhu kelinci setelah penyuntikkan sediaan i.v da


ditunjukkan untuk sediaan yang dapat ditoleransi hewan uji dalam waktu 10
menit. Dosis yang diberikan pada kelinci tidak lebih dari 10 ml/kg.

Kelinci yang mengalami kenaikan suhu hingga 0,50C atau lebih, dilanjutkan
ke tahap 2 untuk dilakukan uji pirogen seperti tahap 1 namun dengan 5 kelinci

Dinyatakan sediaan bebas pirogen bila lebih dari 3 kelinci yang suhunya naik
lebih dari 50C atau rerata kenaikan suhu 8 kelinci tidak lebih dari 3,30C
8.2 Uji Endotoksin
Digunakan metode gel-clot untuk mengukur endotoksin berdasarkan
pembekuan reagen LAL dengan endotoksin. Konsentrasi endotoksin untuk
mengumpulkan liot dalam kondisi standar menunjukkan sensitivitas reagen
LAL.

LAL test didasarkan pada observasi pembekuan gel beku sewaktu


endotoksin bersentuhan dengan protein pembeku Amoebacytes limulus
yang bersikulasi. Perangkat uji ini terdiri dari kalsium, enzim pembekuan
(proclotting) dan senyawa prokoagulan

Enzim procotting akan beraktivitas oleh endotoksin dan kalsium untuk


membentuk enzim pembeku (clotting enzyme) yang akan memotong
prokoagulan menjadi subunit polipeptida. Sub unit tersebut aka bergabung
membentuk ikatan disulfida gel beku
8.3 Uji homogenitas

Sampel diambil pada bagian atas, tengah atau bawah. Kemudian sampel
diteteskan pada kaca objek dan diratakan dengan kaca objek lain, sehingga
terbentuk lapisan tipis.

Suspensi yang homogen akan memperlihatan jumlah atau distribusi partikel


yang relatif sama pada berbagai tempat pengambilan sampel,sebelum
pengambilan sampel, suspensi dikocok terlebih dahulu.
8.4 Uji waktu redispersi

Sediaan suspensi dimasukkan ke dalam botol kaca, didiamkan sampai


mengendap sempurna

Setelah mengendap sempurna, masing- masing suspensi dikocok sampai


tidak terdapat sisa endapan di dasar botol

Waktu redispersi dari sediaan di catat. Semakin cepat waktu yang


dibutuhkan tanpa terbentuk cake atau endapa, suspensi yang dihasilkan
cukup baik
8.5 Uji kebocoran
a. Uji dengan larutan warna (Dye Bath Test)
Digunakan larutan metilen blue 0,0025% b/v dalam larutan fenol
0,0025% b/v

Direndam ampul atau vial dalam larutan

Dilakukan uji dalam bejana yang dibuat dalam kondisi vakum sampai 70
mmHg dan dijaga selama tidak kurang dari 15 menit

Ampul atau vial yang larutannya bewarna bir dibuang

b. Metode penarikan vakum ganda (The Double Vaccum Pull Methodt)

Dilakukan uji dalam bejana yang diberi alas kertas penyerap

Dibuat bejana vaccum 70 mmHg dan dijaga selama tidakkurang dari 15


menit lalu dibuang ampul yang menyebabkan noda basah

Dilanjutkan uji dengan posisi terbalik dengan kertas penyerap yang baru
kemudian dibuang ampul yang menyebabkan noda basah pada akhir uji

8.6 Uji pH

Dilakukan pembakuan pH meter sesuai dengan petunjuk penggunaan alat


pH meter yang digunakan

Jika sistem telah berfungsi dengan baik, bilas elektroda beberapa kali
dengan larutan uji lalu isis sel dengan sedikit larutan uji dan baca harga pH

Digunakan larutan metilen blue


9. Pembahasan
Pembuatan suspensi hidrokortison asetat steril dilakukan beberapa langkah
yaitu hal yang pertama dilakukan dengan menyetting oven (panas kering) yaitu dengan
menyalakan tombol power, kemudian memutar klop untuk mengatur suhu dan bahan-
bahan dimasukkan berupa hidrokortison asetat,polisorbat 80, NaCl yang sebelumnya
telah dibungkus sebelumnya. Selanjutnya untuk bahan yang disterilkan dengan utoklaf
dengan memasukkan bahan berupa mucilago CMC Na, aqua pro injeksi (bukan air
yang steril), kemudian tutup dan pastikan tertutup rapat. Langkah selanjutnya
dilakukan pengambilan bahan pada oven dan autoklaf. Pengambilan bahan pada
autoklaf dengan membuka katup pengeluaran udara secara hati-hati karena terdapat
uap air bertekanan dan tunggu hingga tekanan turun sesuai dengan tekanan ruangan.
Buka autoklaf sedikit demi sedikit agar pengembunan udara tidak terjadi.
Hal selanjutnya yang dilakukan yaitu persiapan LAF dengan menyalakan
lampu UV terlebih dahalu sekitar 15-30 menit untuk mendisinfeksi area kerja.
Sebelum digunakan lampu UV dimatikan terlebih dahulu agar tidak membayakan
personel karenaterpapar UV, ketika dibuka lampu UV lampu akan otomatis padam,
namun ada pula LAF yang tidak memiliki sistem otomatif, sehingga sebelumnya
harus di cek terlebih dahulu sebelum digunakan lampu sudah dimatikan atau belum.
Area kerja dibersihkan searah sebelum digunakan. Kemudian masukan material
dalam LAF. Disenfeksi permukaan glove secara berkala. Disinfeksi permukaan
pembungkus kemasan/wadah/alat sebelum dimasukkan LAF bisa menggunakan
cairan etanol.
Langkah berikutnya yaitu membasahi hidrokortison asetat menggunakan
polisorbat 80, kemudian dimasukkan dalam larutan CMC Na dan disisihkan,
kemudian melarutkan NaCl dan benzil alkohol dalam API steril, dilakukukan
pengadukan hingga larut dengan memegang bagian bibir dari wadah karena aliran
darah pada LAF menuju bawah. Kemudian, ditambahkan campuran kedua ke dalam
campura pertama aduk ad homogen dan tambahkan sisa dari aquo pro injeksi steril.
Langkah terkahir yang dilaku kan dengan memasukkan suspensi pada kemasan vial
dan di segel stopper vial dengan aluminium cap. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam kerja aseptis diantaranya yaitu :
- Pastikan tutup autoklaf rapat dan pengaman dikencangkan, ketika membuka
autoklaf sedikit demi sedikit jangan langsung dibuka agar tidak terjadi
pengembunan udara yang dapat membasahi material.
- Sebelum digunakan LAF disinfeksi terlebih dulu kurang lebih 15 menit untuk
mendinfeksi area kerja
- Matikan lampu UV sebelum digunakan agar tidak membahayakan personel
karena terpapar UV.
- Sebelum material dimasukkan disinfeksi terlebih dahulu bisa menggunakan etanol
atau isopropanol. Pembersihan dilakukan dengan searah tidak boleh bolak balik
- Rutin melakukan disinfeksi glove atau sarung tangan ketika keluar dari LAF atau
masuk karena tangan merupakan salah satu sumber kontaminasi. Tempat
memegangdiusahakan sejauh mungkindengan produk. Alat yang digunakan harus
steril
- Ketika memegang wadah tangan memegang bibir wadah dan bagian bawah wadah
karena aliran udara LAF menuju ke bawah yang dikhawatirkan dapat
mengontaminasi dari material.
- Menghindari menggunakan perhiasan dan kosmetik ketika bekerja baik sebelum
maupun selesai bekerja.
Suspensi parenteral yang diberikan merupakan bentuk sediaan yang
digunakan untuk pemberian obat yang tidak larut atau sulit larut dalam air
sehingga dibentuk sediaan atau dengan formulasi suspensi. Dengan mengubah
formulasi menjadi bentuk sediaan suspensi diharapkan terjadi peningkatan
penyerapan obat didalam tubuh. Suspensi steril Hidrokortison asetat untuk Injeksi
digunakan untuk mengobati kerusakan dan pembengkakan sendi dan tendon
dalam kondisi seperti radang sendi dan osteoartritis (radang sendi).
Dalam formulasi suspensi steril untuk injeksi terdapat beberapa bahan
tambahan atau eksipien khas yang umum digunakan dalam suspensi parenteral
termasuk berikut: 1) Agen flokulasi \ suspending, 2) Agen pembasahan, 3) Sistem
pelarut, 4) Pengawet, 5) Antioksidan, 6) Agen kelat, 7) Agen penyangga, dan 8)
Agen tonisitas. Terdapat tiga teknik yang digunakan untuk merumuskan suspensi.
(a) Flokulasi terkontrol, (b) Vehicle terstruktur dan (c) Kombinasi a & b yang
didasarkan pada tujuan pemilihannya sistem dalam suspensi tetap flokulasi atau
deflokulasi. Dalam praktikum teknologi sediaan steril yang telah dilakukan, dalam
formulasinya menggunakan hidrokortison asetat sebagai bahan utamanya dan
bahan tambahan (eksipien) diantaranya NaCl, CMC-Na, polisorbat 80, benzil
alkohol serta pelarut Aqua Pro Injeksi (API).
CMC-Na pada formulasi ini digunakan sebagai suspending/floculatting agent
yang berfungsi untuk mebentuk sistem flokulasi terkontrol yang dapat mengendap
dengan cepat tetapi menyebar kembali dengan mudah saat agitasi atau pengocokan.
Beberapa golongan agen flokulasi yang dapat digunakan diantaranya Elektrolit,
surfaktan dan koloid hidrofilik. Pada Elektrolit & surfaktan membentuk sistem
flokulasi terontrol dengan mengurangi gaya tolakan listrik antara partikel &
membiarkan flok terbentuk dipengaruhi oleh muatan permukaan pada partikel.
Contoh elektrolit yang dapat digunakan diantaranya: NaCl, Na Sitrat, Na asetat.
Koloid hidrofilik (umumnya bermuatan negatif) tidak hanya mempengaruhi gaya
tolak tetapi juga memberikan penghalang mekanis pada partikel. Beberapa agen
viskositas yang digunakan dalam formulasi injeksi suspensi: CMC-Na, Akasia,
agar, HPMC dan Polivinil pirolidon (PVP). Sehingga pemilihan CMC Na sebagai
suspending/flucolatting agent sesuai dengan formulasi dasar suspensi steril untuk
injeksi.
NaCl pada formulasi ini digunakan sebagai agen tonisitas dan pembantu
suspendding. Sebagai agen tonisitas NaCl berfungsi untuk membentuk isotonisitas
dan untuk mencegah nyeri; gangguan dan kerusakan jaringan di tempat pemberian.
Dalam suspensi injeksi, agen tonisitas berbentuk larutan encer yang berupa
dekstrosa & elektrolit. Sehingga pemilihan NaCl sebagai tonicity agent sesuai
dengan formulasi dasar suspensi steril untuk injeksi.
Polisorbat 80 pada formulasi ini digunakan sebagai wetting agent yang
menjadi salah satu aspek terpenting dari suspensi steril injeksi karena dapat
mengurangi sudut kontak antara permukaan partikel & cairan pembasahan untuk
mendapatkan efisiensi pembasahan maksimum. Wetting agent dapat berupa
surfaktan dengan nilai HLB kisaran 7 hingga 9 dengan konsentras bervariasi dari
0,05% sampai 0,5%. Surfaktan (zat pembasah) yang dapat dignakan diantaranya
Lesitin, Polisorbat 20, Polisorbat 80, Pluronik F‐68, dan Sorbitan trioleate (span
85). Sehingga pemilihan polisorbat 80 sebagai wetting agent sesuai dengan
formulasi dasar suspensi steril untuk injeksi.
Benzyl alkohol pada formulasi ini digunakan sebagai pengawet agen
antimikroba untuk melindungi produk dari kontaminasi mikroba. Beberapa
pengawet khas digunakan dalam suspensi parenteral yang umum digunakan adalah
sebagai berikut: Benzil alkohol (0,9% hingga 1,5%), Methylparaben (0,18% hingga
0,2%), Propylparaben (0,02%), Benzalkonium klorida (0,01% sampai 0,02%),
Thimerosal (0,001% sampai 0,01%), dsb. Sehingga pemilihan Benzyl alkohol
sebagai pengawet dan agen antimikroba sesuai dengan formulasi dasar suspensi
steril untuk injeksi.
Pada formulasi ini, sistem pelarut yang digunakan adalah water for injection.
Yang mana pada suspensi pareteral sistem pelarut yang digunakan diklasifikasikan
menjadi aqueous or nonaqeous vehicles. Pilihan sistem pelarut yang khas
tergantung pada kelarutan, stabilitas & karakteristik pelepasan yang diinginkan
obat. water for injection umumnya merupakan sistem pelarut yang disukai. Namun,
agen water miscible agents digunakan sebagai co pelarut dengan air untuk injeksi
untuk meningkatkan kelarutan & stabilitas. Sehingga pemilihan water for injection
sebagai pelarut sesuai dengan formulasi dasar suspensi steril untuk injeksi.
Berdasarkan analisis maka formulasi yang dibuat telah sesuai dengan formulasi
dasar suspensi steril untuk injeksi.
Suspensi adalah sediaan yang terdiri dari dua fase yang tidak saling
bercampur yaitu bahan padatan sebagai fase terdispersi dan pelarut sebagai fase
terdispersi dan pelarut sebagai fase pendispersi. Suspenjsi untuk injeksi adalah
sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril. Suspensi memiliki
manfaat dalam sediaan injeksi adalah untuk menjadikan absorbsi dan
bioavailabilitas dari sediaan menjadi lebih baik.
Hidrokortison merupakan bahan aktif dari sediaan injeksi ini. Manfaat
hidrokortison adalah untuk mengobati peradangan terutama pada penyakit
rheumatoid artritis. Kemudian bahan selanjutnya adalah CMC Na, manfaat dari
CMC Na adalah sebagai suspending agent untuk sediaan injeksi hidrokortison.
NaCl memiliki manfaat sebagai agen untuk tonisitas pada sediaan injeksi
hidrokortison. Polisorbat 80 memiliki manfaat sebagai agen pembasah atau wetting
agent, dimana dengan adanya wetting agent ini dapat menurunkan tegangan
permukaan bahan air (sudut kontak) dan meningkatkan disperse bahan yang tidak
larut. Benzyl alkohol memiliki fungsi sebagai penagwet, dengan adanaya pengawet
ini akan memeberikan manfaat untuk mencegah timbulnya mikroba pada sediaan
injeksi hidrokortison.
Sediaan dibuat dengan menggunakan teknik aseptis karena suspensi tidak
stabil dengan pemanasan, sehingga tidak dapat digunakan metode sterilisasi akhir.
Maka bahan-bahan yang digunakan harus disterilisasi sebelumnya sesuai dengan
karakteristik bahannya. Untuk hidrokortison asetat, polysorbate 80, dan NaCl
disterilisasi dengan menggunakan oven suhu 160°C selama 1 jam. Untuk CMC-Na
disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 115°C selama 30 menit.
Sedangkan, benzyl alkohol tidak disterilisasi karena merupakan pengawet yang
berarti digunakan untuk mencegah tumbuhnya mikroba, sehingga tidak dapat
ditumbuhi mikroba. Pemilihan metode sterilisasi ini disesuaikan dengan sifat fisika
kimia bahan yang digunakan.
Hidrokortison asetat, disterilkan dengan oven pada suhu 160˚C selama 1 jam,
karena hidrokortison asetat sensitif akan mengalami degradasi yang tidak dapat
diterima bila terpapar secara berturut-turut pada kondisi yang kontak terhadap
kelembaban sehingga tidak dapat disterilisasi dengan autoklaf. NaCl, disterilkan
dengan oven pada suhu 160˚C selama 1 jam, karena NaCl bersifat higroskopis dan
dapat larut dengan adanya air sehingga tidak cocok disterilisasi menggunakan
autoklaf yang menggunakan uap air panas. Polisorbat 80, disterilkan dengan oven
pada suhu 160˚C selama 1 jam atau dengan filtrasi tetapi dipilih dengan
menggunakan oven karena bentuknya yang seperti minyak kental akan sulit untuk
disterilisasi dengan filtrasi. Karena fungsinya sebagai surfaktan dapat mengalami
autooksidasi karena terdapat gugus OH dalam strukturnya yang bisa mengalami
oksidasi, jika bertemu dengan uapa air panas dan masuk kedalam struktur
polisorbat maka akan rusak (surfaktan mempunyai gugus hidrofil dan lipofil
sehingga potensinya sebagai surfaktan akan rusak). CMC Na, disterilkan dalam
bentuk larutan menggunakan autoklaf pada suhu 115˚C selama 15 menit. CMC Na
disterilkan dalam bentuk larutan karena serbuk kering dari CMC-Na tidak tahan
pemanasan tinggi (polimer yang terbentuk akan rusak).
Sterilisasi adalah suatu cara untuk membebaskan alat ataupun bahan dari
segala bentuk kehidupan terutama mikrooganisme(Yusmaniar dkk., 2017).
Sterilisasi diperlukan untuk pemusnahan total atau penghilangan semua
mikroorganisme (termasuk bakteri pembentuk spora dan non-pembentuk spora,
virus, jamur, dan protozoa) yang dapat mencemari obat-obatan atau bahan lain dan
karenanya merupakan bahaya kesehatan(THOMSON, 1952). Terdapat beberapa
jenis teknik sterilisasi menurut buku mikrobiologi dan parasitologi tahun 2017,
diantaranya yaitu :
1. Sterilisasi Pemijaran
Cara ini terutama digunakan untuk sterilisasi kawat ose yang terbuat dari
platina ataupun nikrome, dilakukan dengan membakar ose sampai pijar dua
sampai tiga kali

2. Sterilisasi Udara Kering (Oven)


Oven umumnya digunakan untuk sterilisasi alat-alat gelas seperti erlemeyer,
baker glass, petri dish, dan alat gelas lainnya. Temperatur yang digunakan 150
– 170oC selama minimal 1 jam tergantung jumlah alat yang disterilkan.

3. Sterilisasi Uap Bertekanan ( Otoklaf)


Otoklaf merupakan tehnik sterilisasi yang paling efisien, karena adanya uap
panas akan memperbesar penetrasi uap air ke dalam sel mikroba dan distribusi
panas lebih merata sehingga terjadi koagulasi protein yang mempercepat
kematian mikroba. Umumnya digunakan untuk sterilisasi media mikrobiologi,
kapas, kertas maupun alat gelas tertentu.

4. Sterilisasi dengan Penyaringan


Mekanisme penyaringan berdasarkan perbedaan ukuran partikel, penyaring
dibuat memiliki pori yang sangat kecil sehingga cukup untuk menahan bakteri,
saringan akan tercemar bakteri sedangkan cairan yang melewatinya bebas
bakteri—steril. Bahan-bahan yang tidak tahan pemanasan seperti serum, darah,
toksin, maupun sediaan farmasi yang tidak tahan pemanasan disterilkan
dengan menggunakan penyaring bakteri seperti:
 Berkefeld filter : penyaring bakteri dari tanah diatomae
 Chamberlain Filter : penyaring bakteri dari porselein
 Seitz filter : penyaring bakteri dari asbes
 Fritted glass filter : penyaring bakteri dari gelas
Metode sterilisasi yang sering digunakan dibedakan menjadi dua,
yaitu metode sterilisasi dengan cara panas dan sterilisasi dengan cara dingin.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Metode sterilisasi panas
Metode sterilisasi dengan cara panas dibagi menjadi sterilisasi panas
kering (menggunakan oven pada suhu 160-180⁰C selama 30-240 menit),
dan sterilisasi panas basah (menggunakan autoklaf dengan suhu 121⁰C
dengan tekanan 15 psi, selama 15 menit)
2. Metode sterilisasi dingin
Metode sterilisasi dengan cara dingin dapat dibagi menjadi dua, yaitu
teknik removal/penghilangan bakteri, dan teknik membunuh bakteri.
Teknik removal dapat menggunakan metode filtrasi dengan membran
filter berpori 0,22μm. Teknik membunuh bakteri dapat menggunakan
radiasi (radiasi sinar gama menggunakan isotop radioaktif Cobalt 60) dan
gas etilen oksida (dengan dosis 25 KGy). Metode lain untuk membunuh
bakteri dengan menggunakan cairan kimia seperti formaldehida, tidak
dapat digunakan karena memiliki efek toksik terhadap bahan yang
disterilkan.
Tabel Metode dan Kondisi Sterilisasi
Metode Sterilisasi Kondisi
Autoklaf (Cara Panas Suhu 121⁰C selama 15 menit,
Basah) 134⁰C 3 menit
Oven (Cara Panas Suhu 160⁰C selama 120 menit,
Kering) atau
Suhu 170⁰C selama 60 menit,
atau
Suhu 180⁰C selama 30 menit
Radiasi Sinar γ, Cobalt 60 dengan dosis 25
Elektron KGy
dipercepat (Cara
Dingin)
Gas Etilen Oksida 800-1200 mg/L 45-63⁰C, RH
(Cara Dingin) 30-70% 1-4 jam
Filtrasi (Removal Membran filter steril dengan
Bakteri) pori ≤ 0,22 μm

Pada proses sterilisasi, selain melakukan prosedur sterilisasi dengan benar,


juga memilih metode sterilisasi yang tepat berdasarkan sifat fisika kimia bahan
aktif, terutama stabilitas alat/bahan terhadap panas. Alat yang tahan akan
pemanasan, misalnya: beaker glass, gelas kimia, erlenmeyer, batang pengaduk,
batang pipet, dapat dilakuakn sterilisasi menggunakan cara panas, baik panas basah
(autoklaf) ataupun panas kering (oven). Alat yang tidak tahan panas, misalnya tutup
pipet, wadah sediaan yang terbuat dari plastik tidak tahan panas (Elisma dan
Sesilia., 2016)
Tujuan dari proses aseptis adalah untuk mempertahankan sterilitas produk
yang dibuat dari komponen-komponen yang masing-masing telah disterilisasi
sebelumnya dengan menggunakan salah satu cara dari metode yang ada. Kondisi
operasional hendaklah dapat mencegah kontaminasi mikroba. Untuk menjaga
sterilitas komponen dan produk selama proses aseptis, perhatian perlu diberikan
pada :
• lingkungan;
• personil;
• permukaan yang kritis;
• sterilisasi wadah/ tutup dan prosedur pemindahannya;
• waktu tunggu maksimum bagi produk sebelum pengisian ke dalam wadah
akhir; dan filter untuk sterilisasi

BSC atau dapat juga disebut Laminar Air Flow (LAF) adalah alat yang
berguna untuk bekerja secara aseptis karena BSC mempunyai pola pengaturan dan
penyaring aliran udara sehingga menjadi steril dan aplikasi sinar UV beberapa jam
sebelum digunakan.
Apabila akan bekerja di atas meja maka persiapan yang harus dilakukan
sebelum bekerja secara aseptis adalah mensterilkan tempat bekerja (meja). Caranya
dengan menyemprotkan alkohol 70% di permukaan meja dan udara di sekitar meja
secara merata. Kemudian bersihkan meja dengan menggunakan kapas/tisu dengan
cara digosok satu arah saja. Setelah itu, letakkan alat dan bahan yang diperlukan di
atas meja yang telah bersih. Semprot lagi semua permukaan alat dengan alkohol,
kemudian semprot kedua tangan hingga merata, diamkan hingga kering, dan siap
bekerja secara aseptis. Yang harus dilakukan ketika bekerja teknik aseptis :
1. Mencuci tangan, pastikan perhiasan sudah terlepas
 Basahi tangan dengan air bersih
 Ambil sabun antiseptik
 Gosok kedua telapak tangan bagian atas dan bawah serta diantara jarijari dan
kuku selama 20 detik
 Bilas tangan dengan air mengalir dan bersih selama 10 detik
 Tutup kran dengan beralaskan lap bersih atau bila memungkinkan dengan
siku
 Keringkan tangan dengan lap bersih atau pengering listrik
2. Petugas harus menggunakan APD sesuai SOP
a. Prosedur Tetap Berganti Pakaian
 Memasuki ruangan steril harus melalui ruangan-ruangan ganti pakaian
dimana pakaian biasa diganti dengan pakaian pelindung khusus untuk
mengurangi pencemaran jasad renik dan partikel.
 Pakaian steril hendaklah disimpan dan ditangani sedemikian rupa setelah
dicuci dan disterilkan untuk mengurangi rekontaminasi jasad renik dan
debu.
b. Ruangan Ganti Pakaian Pertama
 Mula-mula pakain biasa dilepaskan diruang ganti pakaian pertama.
 Arloji dan perhiasan dilepaskan dan disimpan atau diserahkan kepada
petugas yang ditunjuk.
 Pakaian dan sepatu hendaklah dilepas dan disimpan pada tempat yang
telah disediakan.
c. Ruangan Ganti Pakaian Kedua
 Petugas hendaklah mencuci tangan dan lengan hingga siku tangan dengan
larutan desinfektan (yang setiap minggu diganti). Kaki hendaklah dicuci
dengan sabun dan air dan kemudian dibasuh dengan larutan desinfektan.
 Tangan dan lengan dikeringkan dengan pengering tangan listrik otomatis.
 Sepasang pakaian steril diambil dari bungkusan dan dipakai dengan cara
Penutup kepala hendaklah menutupi seluruh rambut dan diselipkan dalam
leher baju terusan. Penutup mulut hendaklah juga menutupi janggut.
Penutup kaki hendaklah menyelubungi seluruh kaki dan ujung kaki.
 Celana atau baju terusan (overall) diselipkan ke dalam penutup kaki.
 Penutup kaki diikat sehingga tidak turun waktu bekerja.
 Ujung lengan baju hendaklah diselipkan ke dalam sarung tangan.
 Kaca mata pelindung dipakai pada tahap akhir ganti pakaian.
 Sarung tangan dibasahi dengan alkohol 70 % atau larutan desinfektan.
 Membuka pintu untuk memasuki ruang penyangga udara dan ruang steril
hendaklah dengan menggunakan siku tangan dan mendorongnya.
 Setiap selesai bekerja dan meninggalkan ruangan steril petugas
melepaskan sarung tangan dan meletakkannya pada wadah yang
ditentukan untuk itu dan mengganti pakaian sebelum keluar dengan urutan
yang berlawanan ketika memasuki ruangan steril
3. Masukkan semua bahan melalui Pass Box sesuai SOP
a. Untuk passbox yang dilengkapi dengan UV
 Hubungkan passbox dengan sumber listrik yang sesuai (jika passboxnya
automatik).
 Nyalakan passbox dengan menekan tombol ON pada switch, lampu
indikator akan menyala.
 Jika lampu hijau menyala, pintu passbox dalam keadaan tidak terkunci,dan
siap dibuka.
 Masukkan alat dan bahan ke dalam passbox.
 Tutup kembali pintu passbox.
 Buka pintu passbox dari dalam ruangan steril
 Keluarkan alat dan bahan dari dalam passbox dengan hati-hati.
b. Untuk passbox yang manual
 Bersihkan passbox sesuai dengan prosedur tetap pembersihan passbox.
 Buka pintu passbox (pastikan pintu passbox yang berada dalam ruang
steril dalam keadaan tertutup)
 Masukkan alat dan bahan ke dalam passbox
 Tutup kembali pintu passbox
 Buka pintu passbox dari dalam ruangan steril (pastikan pintu passbox yang
satu tetap tertutup)
 Keluarkan alat dan bahan dari dalam passbox dengan hati-hati
4. Proses pencampuran dilakukan di dalam LAF- BSC sesuai SOP
 Hubungkan LAF dengan sumber listrik yang sesuai (220 volt)
 Nyalakan blower dan lampu UV minimal 15 menit sebelum digunakan
 Matikan lampu UV
 Buka pintu penutup LAF dan letakkan secara horisontal di atas meja
 Bersihkan permukaan LAF dengan Iso Propol Alkohol (IPA) atau alcohol 70
% menggunakan lap yang tidak berserat:
a. Dinding : dari atas ke bawah dengan gerakan satu arah

b. Lantai : dari belakang ke depan dengan gerakan satu arah

Catatan: jangan menyemprotkan alkohol langsung ke arah HEPA filter


 Seka semua bahan dan alat yang akan dimasukkan ke dalam LAF dengan
alkohol 70 %
 Letakkan bahan dan alat di dalam LAF sesuai tata letak
 Biarkan 5 menit untuk menghilangkan turbulensi udara
5. Petugas melepas APD sesuai SOP
a. Menanggalkan sarung tangan luar
 Tempatkan jari-jari sarung tangan pada bagian luar manset.
 Angkat bagian sarung tangan luar dengan menariknya ke arah telapak
tangan. Jari-jari sarung tangan luar tidak boleh menyentuh sarung tangan
dalam ataupun kulit.
 Ulangi prosedur dengan tangan lainnya.
 Angkat sarung tangan luar sehingga ujung-ujung jari berada di bagian
dalam sarung tangan.
 Pegang sarung tangan yang diangkat dari dalam sampai seluruhnya
terangkat.
 Buang sarung tangan tersebut ke dalam kantong tertutup.
b. Menanggalkan baju pelindung
 Buka ikatan baju pelindung.
 Tarik keluar dari bahu dan lipat sehingga bagian luar terletak di dalam.
 Tempatkan dalam kantong tertutup.
c. Tanggalkan tutup kepala dan buang dalam kantong tertutup.
d. Tanggalkan sarung tangan dalam, bagian luar sarung tangan tidak boleh
menyentuh kulit. Buang dalam kantong tertutup.
e. Tempatkan kantong tersebut dalam kointainer buangan sisa.
f. Cuci tangan.
Berdasarkan daftar evaluasi sediaan injeksi suspensi hidrokortison asetat
yang telah kelompok kami buat, ada beberapa pengujian yang kami rasa perlu
ditambahkan lagi dalam daftar tersebut. Uji yang perlu ditambahkan yaitu uji
keseragaman sediaan dan uji viskositas. Uji keseragaman sediaan perlu
ditambahkan karena sediaan ini berbentuk suspensi dan rentang dosisnya pun harus
seragam dalam satu bets. Uji keseragaman sediaan juga dapat menggambarkan
bahwa sediaan yang telah dibuat mengandung dosis yang sama di tiap wadahnya.
Kemudian uji viskositas perlu dilakukan karena bila sediaan suspensi terlalu kental,
maka akan lebih sulit menembus pori kulit. Yang mana kita ketahui bahwa pori
kulit memiliki ukuran tertentu agar sediaan bisa menembus pori dan stratum
korneum pada kulit.
 Titik Kritis
 Kecepatan sedimentasi
Supaya tidak cepat mengendap maka perbedaan BJ harus kecil antara
pembawa dan terdispersi.
 Pembasahan serbuk
Yaitu pencampuran partikel padat untuk mendapatkan disperse yang stabil.
Pembasahan (wetting) partikel padat merupakan pengusiran udara pada
permukaan partikel oleh cairan. Untuk menurunkan tegangan permukaan bisa
digunakan wetting agent atau surfaktan
 Pertumbuhan Kristal yang memicu terjadinya krista, keadaan jenuh,
pendinginan ektrim dan pengadukan cepat, sifat aliran pelarut yang dapat
mengkristalkan zat aktif.
 Pengaruh gula
Viskositas naik konsentrasi gula meningkat akan mempercepat Kristal, ada
batasan konsentrasi antara gula dengan suspending agent.
10. Kesimpulan

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Pada formulasi ini, sistem pelarut yang digunakan adalah
water for injection. Yang mana pada suspensi pareteral sistem pelarut yang
digunakan diklasifikasikan menjadi aqueous or nonaqeous vehicles. Pilihan sistem
pelarut yang khas tergantung pada kelarutan, stabilitas & karakteristik pelepasan
yang diinginkan obat. Hidrokortison merupakan bahan aktif dari sediaan injeksi pada
praktikum kali ini yang memiliki manfaat untuk mengobati peradangan terutama
pada penyakit rheumatoid artritis.
Brosur dan Label

Kemasan

® ® Simpan Pada Suhu


Komposisi :
dibawah 30˚C dan
Tiap ml mengandung
SUSPENSI Hidrokortison Asetat 25 mg SUSPENSI Terhindar dari Cahaya
Matahari
Indikasi :
Inflamasi, Pengobatan
Kocok Dahulu Sebelum
Rheumatoid arthritis, Digunakan
Osteoarthritis, dan Spondilitis
ankilosa
Reg. No :DKL19325838A2
INJEKSI INJEKSI
Aturan Pakai : Mfg. Date : MEI 2021
HIDROKORTISON HIDROKORTISON Exp.Date : MEI 2022
Injeksi 1 ml pada bagian yang
ASETAT 2,5% ASETAT 2,5% Batch No : BST007
mengalami peradangan

Keterangan Lengkap Diproduksi Oleh :


HARUS DENGAN PT. Perastika Pharma
Mengenai Kontraindikasi, HARUS DENGAN
RESEP DOKTER Jember-Indonesia
Peringatan, dan Perhatian RESEP DOKTER

Netto : 10 mL Lihat Brosur


Netto : 10 mL
PT. Perastika Pharma PT. Perastika Pharma
Etiket

KOMPOSISI : Aturan Pakai :


Tiap ml mengandung Hidrokortison
® Injeksikan 1 ml pada bagian
Asetat 25 mg yang mengalami peradangan
SUSPENSI Kocok Dahulu Sebelum
INDIKASI : Digunakan
Inflamasi, Pengobatan Rheumatoid Reg. no : DKL18523838A2
arthritis, Osteoarthritis, dan Spondilitis Mfg. date : MEI 2021
INJEKSI HIDROKORTISON EXp.date : MEI 20211
ankilosa No. Batch : BST007
ASETAT 2,5% Diproduksi Oleh:
PT.Perastika Pharma
Simpan Pada Suhu 30˚C dan hinderdar
HARUS DENGAN RESEP DOKTER Jember-Indonesia
dari Cahaya Matahari
Netto : 10 mL

Brosur

® ®

INJEKSI HIDROKORTISON INJEKSI HIDROKORTISON


ASETAT 2,5% ASETAT 2,5%

KOMPOSISI : PERINGATAN DAN PERHATIAN :


Tiap ml mengandung Hidrokortison Asetat 25 Obat diguankan sebagai obat aksi lokal. Kocok
mg dahulu sebelum digunakan

Deskripsi : EFEK SAMPING :


Hidrikortison merupakan salah satu hormone Memiliki efek samping yang mengganggu
kortikosteroid keseimbangan elektrolit, mempengaruhi sistem
daraf, hipersensitivitas, dan anafilaksis.
Cara kerja Obat :
Dengan menekan degranulasi sel mast dan CARA PEMAKAIAN :
menurunkan permeabilitas kapiler dengan Injeksikan 1 ml pada bagian yang mengalami
menekan jumlah histamin yang dilepaskan oleh peradangan
basofil dan sel mast.
Cara Penyimpanan :
Indikasi : Simpan pada suhu dibawah 30 ˚C dan terhindar
Inflamasi, Pengobatan Rheumatoid arthritis, dari cahaya matahari
Osteoarthritis, dan Spondilitis ankilosa
Reg. no : DKL18523838A2 Diproduksi Oleh :
Mfg. date : MEI 2021 PT. Perastika Pharma
Kontraindikasi : Jember-Indonesia
EXp.date : MEI 20211
Penderita yang mengalami hipersensitivitas No. Batch : BST007
pada alkohol dan hidrokortison
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition, Rowe R. C.,


Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor). London: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Assosiation
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta
British Pharmacopoeia. 2006. British Pharmacopoeia, Volume I & II. London: Medicines
and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA)
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Kementrian
Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia, edisi V. Jakarta: Kementrian
Kesehatan
Departemen kesehatan RI. 2020. Farmakope Indonesia, edisi VI. Jakarta: Kementrian
Kesehatan
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L. 2008. Pharmacoteraphy
Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill Company
Lachman, L, dkk. 1986. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third Edition.
Philadelphia : Lea and Febiger
Martin A. et al 1990. Farmasi Faika Jakarta Universitas Indonesia Press
Patel, R. M. 2010. Parenteral suspension: an overview. International Journal of Current
Pharmaceutical Research. 2(3):4–13.
Rowe, R.C., P.J. Sheskey, dan M.E. QuInn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
excipients Sixth edition. USA : Pharmaceutical Press dan American
Pharmacists Association
Sesilia, elisma. 2016. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Sigma. Product Information : Tween 80 Solution. USA : Sigma
Aldrich.https://www.sigmaaldrich.com/content/dam/sigmaaldrich/docs/Si
gma/Product_Information_Sheet/1/p6224pis.pdf Diakses tanggal 05 Mei
2021, Jam 21.20 WIB
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th Edition. New
York: Pharmaceutical Press
THOMSON, W. A. 1952. The international pharmacopoeia. The Practitioner.
168(1004):166–170.
Yusmiar, dkk. 2017. Mikrobiologi dan Parasitologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai