Disusun Oleh :
Kelompok A1-2
Karisa Erisna Sitorus 182210101009
Indah Gita Cahyani 182210101011
Ridho Syifa’ Annafi 182210101012
Erlik Fiana Sari 182210101013
Intan Nabila Sufi Zikrina 182210101017
Shinta Dwi Kurniawati 182210101018
Iftitah Hikmatut Tazkiyah 182210101019
Devi Feby Susanti 182210101020
Dosen:
apt. Viddy Agustian Rosyidi, S.Farm., M.Sc
LABORATORIUM FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2021
1. Tujuan:
1.1 Memahami dan mampu melakukan pembuatan sediaan steril dengan teknik
aseptis
1.2 Memahami dan mampu membuat injeksi cortisone acetate suspensi
1.3 Memahami dan melakukan uji sterilitas.
2. Latar Belakang
Dalam golongan sediaan steril, terdapat sediaan yang berupa injeksi. Injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan
dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Suspensi untuk injeksi adalah suatu sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal .
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai. Dalam hal ini
dibentuk suspensi karena sediaan suspensi dibuat untuk mengatasi zat aktif yg tidak
terlarut dalam pelarut, dimana kelarutan hidrokortison asetat praktis tidak larut dalam
air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform, sehingga sediaan yang paling
efektif adalah dalam bentuk suspensi injeksi.
Berdasarkan hal tersebut, maka dibuat sediaan steril injeksi hidrokortison dalam
bentuk suspensi. Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati
rheumatoid pada sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Inflamasi
kronik jaringan synovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi
jaringan ini. Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid
diseut pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang,
memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro,
2008). Injeksi kortison asetat mengandung kortison asetat, C23H30O6, tidak kurang
dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Keasamankebasaan nya pada pH 5 sampai 7 (Depkes,1995).
3. Tinjauan Pustaka
Produk steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya yang termasuk sediaan yang merupakan
penggunaanya disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam tubuh. Oleh
karena itu sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan memiliki kemurnian
yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk harus
dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi.
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah
sediaan seperti tersebut di atas, dan tidak termasuk kelompok suspensi yang lebih
spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa suspensi
dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat yang harus
dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum
digunakan. Istilah susu kadang-kadang digunakan untuk suspensi dalam pembawa
yang mengandung air yang ditujukan untuk pemakaian oral, seperti Susu Magnesia.
Istilah Magma sering digunakan untuk menyatakan suspensi zat padat anorganik
dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya mempunyai kecenderungan terhidrasi dan
teragregasi kuat yang menghasilkan konsistensi seperti gel dan sifat reologi
tiksotropik seperti Magma Bentonit. Istilah Lotio banyak digunakan untuk golongan
suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit seperti Lotio Kalamin.
Beberapa suspensi dibuat steril dan dapat digunakan untuk injeksi, juga untuk
sediaan mata dan telinga. Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang
siap digunakan atau yang dikonstitusikan dengan jumlah air untuk injeksi atau
pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara
intravena dan intratekal (Farmakope Indonesia VI)
Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus
mengandung zat antimikroba yang sesuai untuk melindungi kontaminasi bakteri, ragi
dan jamur seperti yang tertera pada Emulsi dengan beberapa pertimbangan
penggunaan pengawet antimikroba juga berlaku untuk suspensi. Sesuai sifatnya,
partikel yang terdapat dalam suspensi dapat mengendap pada dasar wadah bila
didiamkan. Pengendapan seperti ini dapat mempermudah pengerasan dan pemadatan
sehingga sulit terdispersi kembali, walaupun dengan pengocokan. Untuk mengatasi
masalah tersebut, dapat ditambahkan zat yang sesuai untuk meningkatkan kekentalan
dan bentuk gel suspensi seperti tanah liat, surfaktan, poliol, polimer atau gula. Yang
sangat penting adalah bahwa suspensi harus dikocok baik sebelum digunakan untuk
menjamin distribusi bahan padat yang merata dalam pembawa, hingga menjamin
keseragaman dan dosis yang tepat. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup
rapat (Farmakope Indonesia VI).
Suspensi parenteral adalah sediaan steril yang mengandung partikel – partikel
yang terdipersi dalam cairan pembawa. Pembawa suspensi parenteral dapat
menggunakan pembawa air ataupun minyak nabati. Penggunaan suspensi parenteral
terbatas pada rute subkutan dan intramuscular. Syarat sediaan suspensi parenteral
yaitu mengandung zat aktif <5%, ukuran partikel 5 – 10 mikrometer harus dapat
melewati jarum suntik dengan mudah, distribusi ukuran sempit, tidak boleh caking
pada penyimpanan, harus steril, bebas pirogen, dan stabil secara fisik dan kimia
selama penyimpanan (Patel, 2010) .
a. Syarat sediaan parenteral
a. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada di dalam sediaan dengan
pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama
penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
b. Penggunaan wadah yang cocok , sehingga tidak hanya memungkinkan
sediaan tetap steril , tetapi juga mencegah terjadinya ineraksi antara bahan
obat dengan material dinding wadah.
c. Tersatukan tanpa terjadi reaksi.
d. Bebas kuman.
e. Bebas Pirogen.
f. Isotonis.
g. Isohidris.
h. Bebas partikel melayang.
b. Suspensi parenteral
Suspensi menurut farmakope Indonesia Edisi VI (2020) dijelaskan merupakan
sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam
fase cair. Suspensi farmasi memiliki diameter partikel dalam suspensi biasanya
lebih besar dari 0.5mm. Namun, sulit dan juga tidak praktis untuk memaksakan
batas yang tajam antara suspensi dan dispersi memiliki partikel yang lebih halus.
Karenanya, dalam banyak contoh, suspensi mungkin memiliki partikel yang lebih
kecil dari 0,5mm dan dapat terlihat beberapa karakteristik khas untuk dispersi
koloid, seperti gerakan Brown (Martin 2006). Sediaan suspensi dapat
digolongkan menjadi lebih spesifik seperti suspensi oral (susu magnesia) dan
suspensi topikal (lotio kalamin). Suspensi berdasarkan penggunaannya dapat
dibagi menjadi 2, yaitu suspensi yang siap digunakan atau dikonstitusikan dengan
sejumlah air untuk injeksi ataupun pelarut lain sebelum digunakan. Beberapa
suspensi dibuat steril dan dapat digunakan sebagai injeksi, juga untuk sediaan
mata dan telinga. Suspensi parenteral meruakan bentuk sediaan yang berguna
untuk pemberian obat yang tidak larut atau kurang larut. Luas permukaan dispersi
yang lebih besar dari obat dapat membantu memastikan tingkat ketersediaan yang
tinggi untuk penyerapan. Suspensi parenteral memberikan rilis yang lebih lama
dibandingkan dengan sediaan larutan.
Suspensi untuk injeksi adalah suatu sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam
larutan spinal . Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa
yang sesuai. Sediaan suspensi dibuat untuk mengatasi zat aktif yg tidak terlarut
dalam pelarut, dimana kelarutan hidrokortison asetat praktis tidak larut dalam air,
sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform, sehingga sediaan yang paling
efektif adalah dalam bentuk suspensi injeksi
c. Keuntungan sediaan suspensi parenteral
Cocok untuk obat – obatan yang tidak dapat melarut dalam pelarut
konvensional.
Daya tahan terhadap hidrolisis dan oksidasi meningkat sebagaimana obat
hadir dalam bentuk padatan.
Memungkinkan formulasi sediaan obat dapat menciptakan pelepasan yang
terkontrol.
Tidak tereleminasi dahulu oleh hati (First Pass Effect).
d. Kerugian sediaan suspensi parenteral
Stabilisasi suspensi antara pembuatan & penggunaan menghadirkan sejumlah
masalah, misalnya padatan secara bertahap mengendap dan mungkin terjadi
fenomena caking, sehingga sulit untuk terdipersi kembali saat akan digunakan.
e. Metode dasar untuk menyiapkan suspensi parenteral
Dalam pembuatan sediaan parenteral maka teknik pembuatan juga melibatkan
pertimbangan sterilitas. Menurut (Patel, 2010) ada metode dasar digunakan untuk
menyiapkan suspensi parenteral:
1) Metode pembuatan secara aseptik dengan menggabungkan serbuk dan bahan
pembawa steril, bahan aktif yang sebelumnya telah tersterilisasi dan telah
digiling kemudian secara aseptis dibuat tersebar dan bahan tambahan beserta
bahan tambahan disterilisasi secara penyaringan dengan ukuran matriks 0,22
mikron. Bahan aktif, dan bahan pembawa yang bersama bahan tambahan
kemudian akan digabungkan dalam wadah pengangkut steril yang selanjutnya
akan dipindahkan ke tempat mixing/milling untuk dicampur dan
dihomogenkan. Setelah proses pencampuran dan homogenisasi selesai,
langkah terakhir adalah pengisian secara aseptis ke dalam wadah sediaan
steril.
2) Metode pembentukan kristal in-situ dengan menggabungkan larutan steril
melibatkan 4 bahan, yaitu bahan aktif dalam pelarut organik, pelarut pembalik
(counter solvent), bahan pembawa dan bahan tambahan yang diperlukan.
Keempat bahan tersebut disterilisasi terpisah secara penyaringan
menggunakan matriks 0,22 mikron. Pada tahap awal pembuatan bahan aktif
dalam pelarut organik masuk terlebih dahulu ke dalam wadah pengangkut
steril, lalu ditambahkan pelarut pembalik (counter solvent), tujuannya adalah
untuk menciptakan pembentukan kristal bahan aktif sebagaimana proses ini
mirip dengan proses ekstraksi cair-cair. Setelah didapatkan endapan kristal
didalam larutan organik, larutan organik diatas endapan kristal dibuang
sampai hanya tersisa endapan kristalnya saja. Selanjutnya, endapan kristal
kemudian ditambahkan bahan pembawa dan bahan tambahan, kemudian
dilakukan proses mixing/milling lalu dipindahkan ke wadah sediaan steril
setelah proses tersebut selesai.
f. Prosedur pembuatan sediaan steril
Secara umum ada 2 prosedur pembuatan sediaan steril yaitu :
a) Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan dalam
pembuataan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan
suhu sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir
pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang – lubangnya ditutup dengan kertas
perkamen ,dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan terlebih dahulu.
b) Cara Aseptis atau Teknik Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif peka
suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja
farmakologinya. Antibiotik dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif
yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi
melainkan suatu cara untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah
kontaminasi jasad renik dalam sediaan, Teknik aseptis adalah teknik sterilisai
yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran atau kontaminasi
dengan mikroba hingga seminimal mungkin.
g. Karakteristik ideal suspensi injeksi
Suspensi dibuat dan diuji terhadap mikroba kontmainasi, sehingga harus
dapat mempertahankan efektifitasnya selama penyimpanan dan penggunaan.
Harus mudah ditarik melalui jarum suntik (syringeability) dan siap
dikeluarkan dari jarum suntik (Injectability). Hal ini terkait dengan viskositas
dan ukuran partikel yang harus kecil dan seragam.
Resuspensi harus terjadi dengan mudah dan ringan.
Partikel-partikel yang terdipersi tidak mengendap dengan cepat dan
terdispersi kembali setelah dikocok.
Resuspensi harus menghasilkan pencampuran obat yang homogen.
Harus isotonik dan tidak iritatif.
h. Alasan Pemilihan Bahan Aktif
Sediaan yang akan dibuat diindikasikan untuk mengobati rheumatoid
padasendi. Dengan demikian dibuat sediaan injeksi lokal bukan sistemik
dengan harapan efek langsung pada sendi dan tidak berefek pada organ lain
sehingga mengurangi efek samping.
Dipilih hidrokortison asetat karena obat inilah yang biasanya digunakan
untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara intraartikular pada
sendi.
Sediaan dibuat suspensi agar dapat berefek secara long acting (sehingga tidak
diinjeksi berkali-kali) dan hidrokortison asetat terabsorbsi secara lambat
apabila diadministrasikan secara intraartikular.
Pada sediaan injeksi yang akan kami buat mengandung hidrokortison asetat
sebesar 2,5 %. Hidrokortison 2,5% artinya 2,5 g dalam 100 ml. Sehingga
tiapml mengandung 25 mg hidrokortison.
Menurut BNF (British National Formulation ) edisi 57 hal 562, dosis
hidrokortison asetat sebagai sediaan yang diadministrasikan secara intra-
artikular atau injeksi intrasinovial memiliki dosis sebesar 5 – 50 mg tergantung
dari ukuran sendi, interval pemberian selama 21 hari, dan dalam sehari tidak
boleh lebih dari 3 sendi yang menerima terapi atau injeksi.
Menurut Dipiro et al., 2008, suntikan intraartikular kortikosteroid dapat
digunakan untuk mengobati sinovitis dan rasa sakit pada persendian. Rute
intraartikular lebih disukai karena efek samping sistemik yang lebih kecil
dibanding rute lain. Jika berkhasiat, suntikan intraartikular dapat diulang setiap
3 bulan. Tetapi tidak ada satu sendi yang disuntikkan lebih dari dua sampai tiga
kali per tahun karena dapat meningkatkan resiko kerusakan sendi dan atrofi
tendon. Jaringan lunak seperti tendon dan bursae juga dapat disuntikkan untuk
mengontrol rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan struktur ini (Dipiro et
al., 2008).
i. Faktor yang mempengaruhi pembuatan suspensi injeksi dalam air
Ukuran partikel dan bobot jenis.
Aliran tiksotropi.
Kelarutan zat aktif
Pembentukan endapan keras (caking)
Isotonis
Isohidris
Bahan antibakteri
Derajat kebasahan zat aktif (surfaktan), dimana penambahan zat pembasah
untuk menurunkan tegangan permukaan antara zat aktif dan cairan.
Kecepatan sedimentasi (Gel – Form), dimana partikel padat yang terdispersi
merata cenderung bergerak turun. Mengatasinya dengan penambahan koloid
hirofilik misal CMC Na atau senyawa seperti sorbitol ester, untuk
memperbesar viskositas larutan. Dengan demikian, partikel padat tidak cepat
turun dan tingkat dispersinya dapat dipertahankan dalam waktu panjang.
Partikel padat yang terdispersi dan halus dapat mengendap membentuk paket
sedimen yang kompak dan sulit didispersikan kembali. Mengatasinya dengan
penambahan bahan pembasah berkonsentrasi rendah, sehingga paket sedimen
yang kompak masih dapat didispersikan kembali dengan mudah atau dengan
penambahan natrium sitrat.
Ukuran partikel, dimana ukuran partikel zat aktif akan mempengaruhi efek
depo suspensi injeksi. Partikel yang besar berefek lebih panjang, tetapi
cenderung lebih mudah mengendap dan menyumbat lubang jarum suntik.
Sistem rheologi, dimana dipilih sifat aliran yang tiksotropi.
j. Positif palsu dan negatif palsu
Hasil negatif palsu dapat menyebabkan pelepasan produk yang terkontaminasi
(Sigma-Aldrich, 2020). Hasil negatif palsu dapat diperoleh jika populasi
microbial lebih kecil, dimana inokulum diambil dari produk yang tidak
mengandung mikroba. Positif palsu dapat disebabkan karena adanya kontaminan
selama pengujian yang bisa terjadi karena ligkungan, kesalahan personel ketika
bekerja. Untuk mencegah adanya hasil positif pals lingkungan harus didesain
sesuai dengna persyaratan raung steril seperti yang telah ditetapkan dalam
Farmakope terutama mengenai jumlah mikroorganisme maupun jumlah partikel
yang hidup di udara, media yang digunakan untuk sterilisasi juga sebaiknya
dipersiapkan dengan baik dan telah teruji kemampuannya dalam menumbuhkan
mikroorganisme yang dapat berupa jamur maupun bakteri. Sedangkan untuk
mencegah timbulnya negatif palsu dan menghilangkan zat bakteriostatik pada uji
sterilitas dapat dilakukan netralisasi, dimana netralisasi ini dilakukan dengan
membandingkan jumlah perolehan kembali mikroba uji dari sampel yang
disuspensikan dengan jumlah mikroba uji yang diperoleh kembali dari suspensi
kontrol, apabila pertumbuhan terlambat (faktor reduksi lebih besar dan 2) maka
dilakukan perubahan prosedur untuk penghitungan khusus untuk menyakinkan
validitas hasil
4. Praformulasi
4.1. Farmakologi Bahan Aktif Obat (Hidrokortison Asetat)
a. Efek Terapetik
Kortikosteroid (BP 2006) dimana dapat dibuat menjadi: sediaan injeksi
berupa suspense (sebagai kortikosteroid), Ear Drops bersama Neomycin
(sebagai kortilosteroid dan antibakteri, Salep (sebagai kortikosteroid),
Salep bersama Neomycin (sebagai kortikosteroid dan antibakteri), Krim
(sebagai kortikosteroid) (BP 2006).
b. Farmakokinetik
Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi
prostaglandin dan sintesis leukotriene, menginhibisi neutrophil dan
turunan monosit superoksida radikal. Hidrokortison asetat juga
mengganggu migrasi sel dan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit,
dan neutrophil, sehingga menumpulkan respon inflamasi dan autoimun.
Dalam membrane sinoval, sel CD4 + T berlimpah dan berkomunikasi
dengan makrofag, osteoklas, fibroblast dan kondrosit, baik melalui
interaksi sel-sel langsung menggunakan reseptor permukaan sel atau
melalui sitokin proinflamasi.
c. Efek Samping
Efek samping lebih kecil pada kulit dan kecil kemungkinan
mengakibatkan supresi adrenal daripada kortikosteroid topical
d. Dosis
Digunakan untuk injeksi intraartikular dengan dosis 5-50 mg tergantung
ukuran sendi (Martindale, 2009).
4.2.Tinjauan Sifat Fisika Kimia Bahan Obat
a. Hidrokortison asetat (FI edisi V)
- Kelarutan : Tidak larut air; sukar larut dalam kloroform dan eter
- Stabilitas : Sensitive terhadap cahaya dan kelembapan. Stabil
pada pH 5-7 (USP edisi 29).
- Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan agen pengoksidasi yang kuat.
- Penggunaan & dosis : Pada sediaan injeksi yang akan kami buat
mengandung hidrokortison asetat sebesar 2,5 % (25 mg/ml). Hidrokortison
2,5% artinya 2,5 g dalam 100 ml. Sehingga tiap ml mengandung 25 mg
hidrokortison.
b. NaCl (HPE edisi 6 halaman 637)
- Kelarutan : Sedikit larut dalam etanol, etanol 95% (1:250),
gliserin (1:10), air (1:2,8), air dengan suhu 100℃ (1:2,6).
- Stabilitas : Bahan padat stabil dan harus disimpan dalam wadah
tertutup, di tempat yang sejuk dan kering. Telah ditunjukkan bahwa
karakteristik pemadatan dan sifat mekanik tablet dipengaruhi oleh
kelembaban relatif dari kondisi penyimpanan di mana natrium klorida
disimpan.
- Fungsi : Agen tonisitas (HPE 6th, 2009: 637)
- Konsentrasi : untuk injeksi ≤ 0,9% w/v. Pada resep, konsentrasi
NaCl sesuai dengan literatur.
- Cara sterilisasi : Dapat disterilisasi dengan autoklaf atau filtrasi.
- Inkompatibilitas : Larutan natrium klorida encer bersifat korosif
terhadap zat besi. Bereaksi terhadap pembentukan larutan dengan perak,
timah, dan logam mulia. Agen pengoksidasi kuat mulai menggunakan
klorin dari larutan natrium klorida. Kelarutan metilparaben pengawet
antimikroba berkurang dalam larutan natrium klorida berair dan viskositas
gel karbomer dan larutan hidroksietil selulosa atau hidroksipropil selulosa
berkurang dengan penambahan natrium klorida.
- Penggunaan&dosis : 5-12 g natrium klorida dikonsumsi setiap hari untuk
diet orang dewasa normal, dan jumlah yang sesuai diekskresikan dalam
urin. Namun, efek toksik setelah konsumsi oral 0,5-1,0 g / kg BB pada orang
dewasa dapat terjadi. Konsumsi oral NaCl dalam jumlah yang lebih besar,
mis. 1000g dalam 600 mL air, berbahaya dan menyebabkan iritasi saluran
pencernaan, muntah, hipernatremia, gangguan pernapasan, kejang, atau
kematian. Pada tikus, dosis intravena toksik 2.5g / kgBB.
LD50 (mouse, IP): 6,61 g/kg
LD50 (mouse, IV): 0,65 g/kg
LD50 (mouse, oral): 4,0 g/kg
LD50 (mouse, SC): 3,0 g/kg
LD50 (rat, oral): 3,0 g/kg
c. CMC-Na (HPE 6th halaman 118)
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam acetone, etanol 95%, eter,
dan toluene. Mudah terdispersi dala air di semua temperature.
- Stabilitas : CMC-Na stabil meski higroskopis. Dalam
kelembaban tinggi, menyerap >50% air, stabil pada pH 2-10, presipitasi
terjadi dibawah pH 2 dan viskositas menurun secara cepat diatas pH 10.
Viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9. Bahan curah harus
disimpan dalam wadah tertutup di tempat yang sejuk dan kering.
- Cara sterilisasi : Dapat disterilisasi dengan sterilisasi kering pada
suhu 160℃ selama 1 jam atau dengan autoklaf.
- Inkompatibilitas : Natrium karboksimetilselulosa inkompatibel
dengan larutan asam dan garam besi yang larut serta logam lainnya, seperti
Al, Hg, dan Zn. Selain itu inkompatible dengan xanthan gum. CMC-Na
membentuk coacervate kompleks dengan gelatin dan pektin. Presipitasi
terjadi pada pH dibawah 2 dan juga saat dicampur dengan etanol 95%,
CMC-Na membentuk komplek dengan kolagen dan mampu mengendapkan
protein tertentu yang bermuatan positif.
- Konsentrasi : CMC-Na menggunakan konsentrasi dalam sediaan
injeksi, yaitu 0,05 - 0,75%.
- Keamanan : LD50 (guinea pig, oral): 16 g/kg; LD50 (rat, oral):
27 g/kg
- Alasan : Digunakannya CMC-Na karena dapat diaplikasikan
pada sediaan injeksi daripada menggunakan bahan suspending agent yang
lain.
d. Benzil Alkohol (HPE 6th hal. 64)
- Pemerian : Cair, tidak berwarna, tidak berbau, berasa seperti
terbakar
- Konsetrasi : Untuk sediaan parenteral konsentrasi hingga 0-2 %.
- Kelarutan : Dalam air 3,5 bagian pada suhu 20°C; Larut dalam
alkohol, eter, kloroform, aseton, benzena, dan pelarut Aromatik.
- Stabilitas : Benzil alkohol dapat teroksidasi perlahan di udara
menjadi benzaldehida dan asam benzoat; tidak bereaksi dengan air. harus
disimpan dalam wadah kaca atau logam. Benzil alkohol harus disimpan
dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan
kering
- Cara sterilisasi : Larutan air dapat disterilkan dengan filtrasi atau
autoklaf
- Inkompatibel : Benzil alkohol inkompatibel dengan oksidator dan
kuat asam. Hal ini juga dapat mempercepat autoksidasi lemak. Aktivitas
antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik, seperti
polisorbat 80, pengurangan aktivitas ini kurang dengan ester
hidroksibenzoat atau kuaterner senyawa amonium. Benzil alkohol tidak
kompatibel dengan metilselulosa.
- Keamanan : WHO telah menetapkan perkiraan asupan harian
yang dapat diterima dari bagian benzil/benzoik hingga 5 mg/kg berat badan
setiap hari.
LD50 (mouse, IV) : 0,32 g/kg
LD50 (mouse, oral) : 1,36 g/kg
LD50 (rat, IP) : 0,4 g/kg
LD50 (rat, IV) : 0,05 g/kg
LD50 (rat, oral) : 1,23 g/kg
- Alasan : Dipilih pengawet benzyl alkohol karena merupakan
pengawet yang biasa digunakan untuk sediaan injeksi, merupakan agen
bakteriostatik spectrum luas yang digunakan pada produk injeksi multi
dosis.
e. Polyoxyethylene Sorbitan Fatty Acid Esters / Polisorbat 80 (HPE 6th:549)
- Fungsi : Wetting Agent
- Penggunaan : Dispersing agent, emulsifying agent, surfaktan,
suspending agent, dan wetting agent
- Pemerian : Mempunyai bau yang khas, rasa pahit, cairan
berminyak warna kuning (intensitas warna berbeda dari batc ke batc dan
dari produksi satu ke produksi yang lain)
- Kelarutan : larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak
mineral dan minyak sayur
- Stabilitas : polisorbat stabil terhadap elektrolit, asam dan basa
lemah; saponifikasi dengan adanya asam dan basa kuat; bersifat higroskopik
dan diuji kandungan air sebelum digunakan; dikeringkan bila perlu;
polisorbat sebaiknya disimpan dalam pada wadah tertutup rapat, kering,
sejuk dan hindarkan dari sinar
- Inkompatibilitas: penghilangan warna dan presipitasi terjadi dengan banyak
zat khususnya, fenol, tannin, tar dan bahan lain yang mirip tar. Aktivitas
antimicrobial preservative paraben berkurang dengan adanya polisorbat.
Saat terjadi dekomposisi karena pemanasan dapar mengeluarkan asap tajam
dan uap yang iritatif.
- Penggunaan&dosis : wetting agent (0.1%-3%), solubilizing agent dan
suspending agent (1%-15%)
- Keamanan : LD50 (mouse, IP): 7.6 g/kg(8)
LD50 (mouse, IV): 4.5 g/kg
LD50 (mouse, oral): 25 g/kg
LD50 (rat, IP): 6.8 g/kg
LD50 (rat, IV): 1.8 g/kg
- Alasan : Pada praktikum kali ini digunakan Polisorbat 80
karena span larut dalam minyak dan pelarut organik, sedangkan sediaan
yang diinginkan adalah sediaan injeksi yang bersifat hidrofilik.
f. Water for injection
- Pengertian : Merupakan air untuk injeksi yang disterilkan dan
dikemas dengan cara yang sesuai. Tidak mengandung bahan antimikroba atau
bahan tambahan lainnya.
- Pemerian : Berupa cairan jernih, tidak berwarna, dan tidak
berbau
5. Formulasi
5.1.Permasalahan dan Penyelesaian
a. Kortison asetat tidak larut dalam air
Penyelesaian: Dengan melakukan modifikasi pembawa dan bentuk sediaan
yaitu dengan membuat sediaan dalam bentuk suspensi hidrokortison asetat.
b. Sediaan harus dapat melalui syring injeksi 18 – 21 gauge
Penyelesaian: Dengan melakukan modifikasi pada ukuran partikel bahan
aktif obat dengan melakukan pengecilan ukuran partikel. Ukuran partikel
hidrokortison asetat diperkecil dengan digerus sehingga lebih kecil atau sama
dengan ukuran partikel suspensi yang ideal. Ukuran syringe injeksi 18- 21
gauge setara ukuran diameter dalamnya adalah 0.51-0.84 mm. Suspensi yang
diberikan secara parenteral hendaknya memiliki ukuran partikel kurang dari
0.5 µm untuk rute i.m atau s.c (Patel, 2010). Sedangkan menurut Martin et
al., 1993 sediaan suspensi yang ideal memiliki ukuran partikel sebesar 0,5 –
1,0 μm atau 0,0005 – 0,01 mm.
c. Sediaan suspensi rusak karena pemanasan
Penyelesaian: Bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan
sediaan dilakukan terlebih dahulu disterilisasi sesuai karakteristiknya
sebelum digunakan. Formulasi dilakukan secara aseptis dalam ruangan kelas
A latar belakang kelas B. Bahan tambahan yang ada dalam sediaan suspensi
dilakukan sterilisasi sesuai dengan karakteristik bahannya terlebih dahulu
sebelum ditambahkan kedalam cairan suspensi hidrokortison asetat.
d. Uji sterilitas dilakukan dengan kondisi aseptis
Penyelesaian: Uji sterilitas sangat penting untuk menguji kadar mikroba
dalam sediaan. Pengujian harus dilakukan secara aseptis karena kita tidak tau
apakah jumlah mikroba hasil pengujian adalah mikroba asli dari sediaan atau
mikroba yang masuk ketika proses pengujian. Uji sterilitas dilakukan dengan
ruang, cara kerja personil, dan alat yang memenuhi syarat untuk teknik
aseptis. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi mikroba pada saat
pelaksanaan uji. Sehingga hasil uji sterilisasi valid dan dapat diterima. Syarat
sterilitas sediaan (SAL) adalah 10-6. Sehingga harus dilakukan secara aseptis
untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
5.2. Formulasi Yang Akan Dibuat
R/ Hidrokortison asetat 25 mg
NaCl 9 mg
Polysorbate 4 mg
CMC-Na 5 mg
Benzyl alkohol 0,9 %
Aqua pro injeksi ad. 1 cc
5.3.Perhitungan Berat dan Volume
5.3.1. Formulasi dan Fungsi
Nama bahan Fungsi Persentase Penimbangan
Hidrokortison asetat Bahan aktif 2,5 % 0,375 g
NaCl Agen tonisitas 0,9 % 0,06 g
Polysorbate 80 Pembasah 0,4 % 0,075 g
CMC Na Suspending agent 0,5 % 0,135 g
Benzyl alcohol Pengawet 0,9 % 0,135 g
Aqua pro injeksi Pelarut 94,8 % 14,22 ml
5.3.2. Perhitungan berat dan volume
Volume yang tertera pada kemasan adalah 10 ml, ditambahkan volume tak
terpindahkan sediaan cair 0,7 ml (3% dari volume sediaan) menurut
Farmakope V, sehingga jumlah volume yang dimasukkan dalam kemasan
sebanyak 10,7 ml → di add 15 ml.
a. Hidrokortison asetat 15 ml/1 ml × 25 mg = 375 mg
b. Polisorbat 80 15 ml/1 ml × 4 mg = 60 mg
c. CMC Na 15 ml/1 ml × 5 mg = 75 mg
d. Benzyl alkohol 900 mg/100 ml × 15 ml = 135 mg
e. NaCl 15 ml/1 ml × 9 mg = 135 mg
Nilai ekuivalensi setiap bahan terhadap NaCl (FI V)
a. Hidrokortison asetat = 0,08
b. Polisorbat 80 = 0,02
c. CMC Na = 0,03
d. Benzyl alkohol = 0,17
Perhitungan tonisitas
a. Hidrokortison asetat = 375 mg × 0,08 = 30 mg
b. Polisorbat 80 = 60 mg × 0,02 = 1,2 mg
c. CMC Na = 75 mg × 0,03 = 2,25 mg
d. Benzyl alkohol = 135 mg × 0,17 = 22,95 mg
Sehingga total nilai ekuivalensi 56,4 mg
Sedaangkan nilai ekuivalensi untuk NaCl = 135 mg
Sehingga NaCl yang perlu ditambahkan 135 mg – 56,4 mg = 78,6 mg
5.3.3. Cara Sterilisasi Sediaan
Hidrokortison asetat = Oven 160 ˚C selama 1 jam
NaCl = Oven 160 ˚C selama 1 jam
Polisorbat 80 = Oven 160 ˚C selama 1 jam
CMC-Na = Autoklaf 115 ˚C selama 30 menit
Dilakukan sterilisasi pada tiap bahan sesuai sifat fisika kimia yang dimiliki,
kemudian dicampurkan bahan menggunakan teknik aseptis di LAF.
6. Alat dan Bahan
6.1. Alat :
- Kaca arloji Ø 3 cm (2) - Sendok porselen (2)
- Kaca arloji Ø 5 cm (2) - Pipet tetes (3)
- Beaker glass 250 mL (1) - Corong (2)
- Beaker glass 100 mL (1) - Kertas saring
- Erlenmeyer 100 mL (1) - Gelas ukur 50 mL (1)
- Erlenmeyer 250 mL (2) - Gelas ukur 100 mL (1)
- Pengaduk (2) - Tali q.s (2)
- Pinset (2)
6.2.Bahan
- Hidorkortison asetat - CMC-Na
- NaCl - Benzyl alkohol
- Polisorbat 80 - Aqua p.i
6.3.Penyiapan Alat
Alat alat yang telah dicuci bersih dengan prosedur yang sesuai, dikeringkan,
dibungkus untuk disterilkan. Sterilisasi yang dipakai adalah sebagai berikut :
7. Prosedur Kerja
7.1.Pencucian Alat
a. Alat gelas
b. Alumunium
Kelinci yang mengalami kenaikan suhu hingga 0,50C atau lebih, dilanjutkan
ke tahap 2 untuk dilakukan uji pirogen seperti tahap 1 namun dengan 5 kelinci
Dinyatakan sediaan bebas pirogen bila lebih dari 3 kelinci yang suhunya naik
lebih dari 50C atau rerata kenaikan suhu 8 kelinci tidak lebih dari 3,30C
8.2 Uji Endotoksin
Digunakan metode gel-clot untuk mengukur endotoksin berdasarkan
pembekuan reagen LAL dengan endotoksin. Konsentrasi endotoksin untuk
mengumpulkan liot dalam kondisi standar menunjukkan sensitivitas reagen
LAL.
Sampel diambil pada bagian atas, tengah atau bawah. Kemudian sampel
diteteskan pada kaca objek dan diratakan dengan kaca objek lain, sehingga
terbentuk lapisan tipis.
Dilakukan uji dalam bejana yang dibuat dalam kondisi vakum sampai 70
mmHg dan dijaga selama tidak kurang dari 15 menit
Dilanjutkan uji dengan posisi terbalik dengan kertas penyerap yang baru
kemudian dibuang ampul yang menyebabkan noda basah pada akhir uji
8.6 Uji pH
Jika sistem telah berfungsi dengan baik, bilas elektroda beberapa kali
dengan larutan uji lalu isis sel dengan sedikit larutan uji dan baca harga pH
BSC atau dapat juga disebut Laminar Air Flow (LAF) adalah alat yang
berguna untuk bekerja secara aseptis karena BSC mempunyai pola pengaturan dan
penyaring aliran udara sehingga menjadi steril dan aplikasi sinar UV beberapa jam
sebelum digunakan.
Apabila akan bekerja di atas meja maka persiapan yang harus dilakukan
sebelum bekerja secara aseptis adalah mensterilkan tempat bekerja (meja). Caranya
dengan menyemprotkan alkohol 70% di permukaan meja dan udara di sekitar meja
secara merata. Kemudian bersihkan meja dengan menggunakan kapas/tisu dengan
cara digosok satu arah saja. Setelah itu, letakkan alat dan bahan yang diperlukan di
atas meja yang telah bersih. Semprot lagi semua permukaan alat dengan alkohol,
kemudian semprot kedua tangan hingga merata, diamkan hingga kering, dan siap
bekerja secara aseptis. Yang harus dilakukan ketika bekerja teknik aseptis :
1. Mencuci tangan, pastikan perhiasan sudah terlepas
Basahi tangan dengan air bersih
Ambil sabun antiseptik
Gosok kedua telapak tangan bagian atas dan bawah serta diantara jarijari dan
kuku selama 20 detik
Bilas tangan dengan air mengalir dan bersih selama 10 detik
Tutup kran dengan beralaskan lap bersih atau bila memungkinkan dengan
siku
Keringkan tangan dengan lap bersih atau pengering listrik
2. Petugas harus menggunakan APD sesuai SOP
a. Prosedur Tetap Berganti Pakaian
Memasuki ruangan steril harus melalui ruangan-ruangan ganti pakaian
dimana pakaian biasa diganti dengan pakaian pelindung khusus untuk
mengurangi pencemaran jasad renik dan partikel.
Pakaian steril hendaklah disimpan dan ditangani sedemikian rupa setelah
dicuci dan disterilkan untuk mengurangi rekontaminasi jasad renik dan
debu.
b. Ruangan Ganti Pakaian Pertama
Mula-mula pakain biasa dilepaskan diruang ganti pakaian pertama.
Arloji dan perhiasan dilepaskan dan disimpan atau diserahkan kepada
petugas yang ditunjuk.
Pakaian dan sepatu hendaklah dilepas dan disimpan pada tempat yang
telah disediakan.
c. Ruangan Ganti Pakaian Kedua
Petugas hendaklah mencuci tangan dan lengan hingga siku tangan dengan
larutan desinfektan (yang setiap minggu diganti). Kaki hendaklah dicuci
dengan sabun dan air dan kemudian dibasuh dengan larutan desinfektan.
Tangan dan lengan dikeringkan dengan pengering tangan listrik otomatis.
Sepasang pakaian steril diambil dari bungkusan dan dipakai dengan cara
Penutup kepala hendaklah menutupi seluruh rambut dan diselipkan dalam
leher baju terusan. Penutup mulut hendaklah juga menutupi janggut.
Penutup kaki hendaklah menyelubungi seluruh kaki dan ujung kaki.
Celana atau baju terusan (overall) diselipkan ke dalam penutup kaki.
Penutup kaki diikat sehingga tidak turun waktu bekerja.
Ujung lengan baju hendaklah diselipkan ke dalam sarung tangan.
Kaca mata pelindung dipakai pada tahap akhir ganti pakaian.
Sarung tangan dibasahi dengan alkohol 70 % atau larutan desinfektan.
Membuka pintu untuk memasuki ruang penyangga udara dan ruang steril
hendaklah dengan menggunakan siku tangan dan mendorongnya.
Setiap selesai bekerja dan meninggalkan ruangan steril petugas
melepaskan sarung tangan dan meletakkannya pada wadah yang
ditentukan untuk itu dan mengganti pakaian sebelum keluar dengan urutan
yang berlawanan ketika memasuki ruangan steril
3. Masukkan semua bahan melalui Pass Box sesuai SOP
a. Untuk passbox yang dilengkapi dengan UV
Hubungkan passbox dengan sumber listrik yang sesuai (jika passboxnya
automatik).
Nyalakan passbox dengan menekan tombol ON pada switch, lampu
indikator akan menyala.
Jika lampu hijau menyala, pintu passbox dalam keadaan tidak terkunci,dan
siap dibuka.
Masukkan alat dan bahan ke dalam passbox.
Tutup kembali pintu passbox.
Buka pintu passbox dari dalam ruangan steril
Keluarkan alat dan bahan dari dalam passbox dengan hati-hati.
b. Untuk passbox yang manual
Bersihkan passbox sesuai dengan prosedur tetap pembersihan passbox.
Buka pintu passbox (pastikan pintu passbox yang berada dalam ruang
steril dalam keadaan tertutup)
Masukkan alat dan bahan ke dalam passbox
Tutup kembali pintu passbox
Buka pintu passbox dari dalam ruangan steril (pastikan pintu passbox yang
satu tetap tertutup)
Keluarkan alat dan bahan dari dalam passbox dengan hati-hati
4. Proses pencampuran dilakukan di dalam LAF- BSC sesuai SOP
Hubungkan LAF dengan sumber listrik yang sesuai (220 volt)
Nyalakan blower dan lampu UV minimal 15 menit sebelum digunakan
Matikan lampu UV
Buka pintu penutup LAF dan letakkan secara horisontal di atas meja
Bersihkan permukaan LAF dengan Iso Propol Alkohol (IPA) atau alcohol 70
% menggunakan lap yang tidak berserat:
a. Dinding : dari atas ke bawah dengan gerakan satu arah
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. Pada formulasi ini, sistem pelarut yang digunakan adalah
water for injection. Yang mana pada suspensi pareteral sistem pelarut yang
digunakan diklasifikasikan menjadi aqueous or nonaqeous vehicles. Pilihan sistem
pelarut yang khas tergantung pada kelarutan, stabilitas & karakteristik pelepasan
yang diinginkan obat. Hidrokortison merupakan bahan aktif dari sediaan injeksi pada
praktikum kali ini yang memiliki manfaat untuk mengobati peradangan terutama
pada penyakit rheumatoid artritis.
Brosur dan Label
Kemasan
Brosur
® ®