BAB I
PENDAHULUAN
Hal yang juga patut diperhatikan ialah 71% dari pasien yang
"dibantu" oleh dr. Kevorkian ternyata adalah wanita, suatu fakta yang
bertentangan dengan data epidemiologis di berbagai kawasan dunia yang
justru menunjukkan bahwa kaum wanita yang ingin mati karena
penyakitnya jauh lebih sedikit dibanding kaum laki-laki. Sesungguhnya
apa yang dilakukan oleh "Doctor Death" itu menjadi perdebatan dari segi
etika, sosial, dan hukum kedokteran. Pantaskah dokter menentukan
status dan kemudian langsung menolong pasien yang berkeinginan mati
tersebut. Atau Perlukah suatu badan atau dewan yang berwenang
menentukan/memutuskan bahwa seseorang telah sampai pada tahap
terminally-ill dan untuk itu layak ditolong dengan euthanasia.
2
nasib sendiri (the right self of determination) pada diri pasien. Hak ini
merupakan salah satu unsur utama dari hak asasi manusia dan karena
itulah selalu menarik untuk dibicarakan. Kemajuan-kemajuan cara berpikir
masyarakat telah menimbulkan kesadaran-kesadaran baru mengenai
hak-hak tersebut. Demikian pula dengan berbagai perkembangan ilmu
dan teknologi (khususnya dalam bidang kedokteran), telah
mengakibatkan perubahan yang sangat dramatis dan berarti atas
pemahaman mengenai euthanasia. Namun, uniknya, kemajuan dan
perkembangan yang sangat pesat tadi rupanya tidak pernah diikuti oleh
perkembangan dalam bidang hukum dan etika.
B. PERMASALAHAN
C. TUJUAN PENELITIAN
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis:
2. Manfaat Praktis:
dan bahan informasi bagi para peminat dan peneliti untuk melakukan
BABII
PEMBAHASAN
Hak yang bersifat asasi adalah hak yang dipunyai oleh setiap
orang dan selama orang tersebut tidak menyalahgunakan haknya itu atau
berbuat sesuatu yang merugikan orang lain maka hak tersebut tidak dapat
diganggu gugat. Hak ini senantiasa menyertai kehidupan setiap orang dalam
arti yang sewajarnya dan seharusnya seperti hak untuk berusaha dalam
memenuhi kebutuhan hidup, hak untuk berserikat, berkumpul dan
mengemukakan pendapat. Sedangkan hak yang tidak bersifat asasi adalah
hak yang masih dapat dikesampingkan dari kehidupan seseorang karena
adanya suatu atau beberapa kepentingan yang lebih memaksa.
Apabila dalam hal tidak adanya suatu hak asasi harkat dan
martabat seseorang sebagai manusia itu berkurang, tidaklah demikian halnya
dengan hak yang tidak asasi ini. Tidak adanya satu atau beberapa akan hak
12
ini tidak mengurangi harkat dan martabat seseorang sebagai manusia, selain
mungkin hanya mengurangi kenikmatan hidup yang bersangkutan saja. Hak
dalam golongan ini adalah segala hak yang dapat diperoleh berdasarkan
hukum tetapi masih dapat juga dikesampingkan dalam arti dibatasi melalui
hukum itu sendiri bila ada kepentigan yang lebih memaksa yaitu kepentingan
sosial. Misalnya hak yang ada dalam bidang keagrariaan seperti hak milik
atas tanah memiliki fungsi sosial, hak pakai, hak memunggut hasil hutan dan
lain sebagainya.
penguasa yang dalam hak asasi manusia itu sendiri dikenal dengan istilah
cultural relativism.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari aspek Hak Asasi Manusia, merupakan hak- hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya, yang tak dapat dipisahkan dari hakekatnya dan
karena itu bersifat pribadi namun hak tersebut tidak mencakup hak untuk
mati. Sebab bagi bangsa Indonesia, masalah kematian itu berada ditangan
Tuhan bukan merupakan hak manusia.Dari aspek hukum pidana ,
pengaturan euthanasia berhubungan erat dengan kepentingan perseorangan
menyangkut perlindungan terhadap nyawa seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
M.Yusup & Amri Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan (Edisi
3). Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
20