Anda di halaman 1dari 27

1

Muhamad Normijani
No.Pokok: P0907211725
BAB. I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan


istilah fertilisasi-in-vitro yang memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-
vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang
dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu
teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita,
pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970 oleh  dokter asal
Inggris,  Patrick C. Steptoe dan Robert G. Edwards Awal berkembangnya
inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma
bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam
cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan
suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan
tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian
mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada
pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak
dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu
Lingkungan Global”, dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad
Djumhana, S.H., menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak merupakan
hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu
gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam
kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot
yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya tidak ada
2

pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan
genetik suami dan istri.

Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana


semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang
“mulia” menjadi pertentangan. Banyak pihak yang kontra dan pihak yang pro.
Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia kedokteran
dan mereka yang kontra berasal dari kalangan alim ulama.
.

B. Permasalahan

Dengan paparan diatas saya mencoba memberikan penjelasan:

1. Bagaimanakah inseminasi buatan (bayi tabung) dilihat dari aspek etika dan

hukum yang meliputi hukum islam, perdata dan medis?

2. Bagimanakah relevansi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) inseminasi

buatan (bayi tabung) dengan hukum bioetik?


3

BAB. II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bioetika

Seperti diketahui, kemampuan berfikir dan bernalar membuat manusia


menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan itu kemudian digunakan unt
uk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari lingkungan alam yang
tersedia. Akan tetapi, sering pula teknologi yang kita hasilkan itu menimbulkan
pengaruh sampingan yang menimbulkan kemudaratan (Nasution, 1999). Dalam
mengembangkan bioteknologi, etika bioteknologi harus mendapat perhatian yang
utama. Bagaimanapun juga, perkembangan dalam bioteknologi tidak terlepas dari
tanggung jawab manusia sebagai perilaku sekaligus makhluk etis. Maka refleksi
etis terhadap apa yang sedang dilakukan manusia menjadi sangat
diperlukan. Manusia hendaknya dapat merefleksikan prinsip-prinsipnya sendiri
dalam seluruh aktivitasnya, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bioetika, merupakan tuntutan etis yang berciri menampung segala
pemikiran dan aliran tentang kehidupan, yang bersumber pada filsafat,
budaya,agama, tradisi tanpa harus terikat dengan agama tertentu.
Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi
serta penerapannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan tidak me
nguntungkan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan.
Selain itu, yang tak kalah penting pula perlu diterapkan adanya aturan
resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada
mekanisme pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin
timbulakibat kemajuan bioteknologi.

B. Inseminasi Buatan

Sejarah Inseminasi Buatan (bayi tabung)


4

Metode bayi tabung yang dipelopori sejumlah dokter Inggris ini untuk
pertama kali berhasil menghadirkan bayi perempuan bernama Louise Brown pada
tahun 1978. Sebelum ditemukannya teknik bayi tabung, untuk menolong pasutri
tak subur digunakan teknik inseminasi buatan, yakni dengan cara penyemprotan
sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim dengan bantuan alat suntik. Dengan
cara ini diharapkan sperma lebih mudah bertemu dengan sel telur. Sayang, tingkat
keberhasilannya hanya 15%.
 Pada teknik bayi tabung atau in vitro fertilization yang melahirkan
Louis Brown, pertama-tama dilakukan perangsangan indung telur
sang istri dengan hormon khusus untuk menumbuhkan lebih dari
satu sel telur. Perangsangan berlangsung 5 - 6 minggu sampai sel
telur dianggap cukup matang dan sudah saatnya diambil.
Selanjutnya, folikel atau gelembung sel telur diambil tanpa operasi,
melainkan dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal (melalui
vagina).
Sementara semua sel telur yang berhasil diangkat dieramkan dalam
inkubator, air mani suami dikeluarkan dengan cara masturbasi, dibersihkan,
kemudian diambil sekitar 50.000 - 100.000 sel sperma. Sperma itu ditebarkan di
sekitar sel telur dalam sebuah wadah khusus di dalam laboratorium. Sel telur yang
terbuahi normal, ditandai dengan adanya dua sel inti, segera membelah menjadi
embrio. Sampai dengan hari ketiga, maksimal empat embrio yang sudah
berkembang ditanamkan ke rahim istri. Dua minggu kemudian dilakukan
pemeriksaan hormon Beta-HCG dan urine untuk meyakinkan bahwa kehamilan
memang terjadi.
Sejak kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In Vitro Fertilization
(IVF) semakin populer saja di dunia. Di Indonesia, teknik bayi tabung (IVF) ini
pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta,
pada 1987. Teknik bayi tabung yang kini disebut IVF konvensional itu berhasil
melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada 2 Mei 1988. Setelah itu
lahir sekitar 300 "adik" Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar empat.
5

Sukses besar teknik bayi tabung (IVF) konvensional ternyata masih belum
memuaskan dunia kedokteran, apalagi kalau mutu dan jumlah sperma yang
hendak digunakan kurang. Maka dikembangkanlah teknik lain seperti PZD
(Partial Zona Dessection) dan SUZI (Subzonal Sperm Intersection). Pada teknik
PZD, sperma disemprotkan ke sel telur setelah dinding sel telur dibuat celah untuk
mempermudah kontak sperma dengan sel telur. Sedangkan pada SUZI sperma
disuntikkan langsung ke dalam sel telur. Namun, teknik pembuahan
mikromanipulasi di luar tubuh ini pun masih dianggap kurang memuaskan
hasilnya.
Sekitar lima tahun lalu Belgia membuat gebrakan lain pada teknik bayi
tabung yang disebut ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection). Teknik canggih ini
ternyata sangat tepat diterapkan pada kasus mutu dan jumlah sperma yang minim.
Kalau pada IVF konvensional diperlukan 50.000 - 100.000 sperma untuk
membuahi sel telur, pada ICSI hanya dibutuhkan satu sperma dengan kualitas
nomor wahid. Melalui pipet khusus, sperma disuntikkan ke dalam satu sel telur
yang juga dinilai bagus. Langkah selanjutnya mengikuti cara IVF konvensional.
Pada teknik ini jumlah embrio yang ditanamkan cuma 1 - 3 embrio. Setelah
embrio berhasil ditanamkan dalam rahim, si calon ibu tinggal di rumah sakit
selama satu malam.
Di Indonesia, menurut dr. Subyanto DSOG dan dr. Muchsin Jaffar DSPK,
tim unit infertilitas MELATI-RSAB Harapan Kita, ICSI sudah diterapkan sejak
1995 dan berhasil melahirkan anak yang pertama pada Mei 1996. Dengan teknik
ini keberhasilan bayi tabung meningkat menjadi 30 - 40%, terutama pada
pasangan usia subur.
Berdasarkan pengalaman, menurut dr. Muchsin, peluang terjadinya embrio
pada teknologi bayi tabung sekitar 90%, di antaranya 30 - 40% berhasil hamil.
Namun, dari jumlah itu, 20 - 25% mengalami keguguran. Sedangkan wanita usia
40-an yang berhasil melahirkan dengan teknik in vitro hanya 6%. Karena
rendahnya tingkat keberhasilan dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan
pasien, teknik ini tidak dianjurkan untuk wanita berusia 40-an.
6

Pasangan yang masuk program MELATI tidak harus mengikuti program


IVF. Teknik ini hanya ditawarkan kalau setelah diusahakan dengan cara lain, tidak
berhasil. Sebelum mengikuti program ini pun pasutri diminta mengikuti ceramah
dan menerima penjelasan semua prosedurnya agar diikuti dengan mantap.
Biaya mengikuti program bayi tabung (IVF) ini memang tidak murah. Pada
akhir 1980-an biayanya sekitar Rp 5 juta. Kini, berkisar antara Rp 13,5 juta - Rp
18 juta. Harga obat suntik perangsang indung telur saja sudah naik hampir empat
kali lipat. Padahal, suntikan yang dibutuhkan selama dua minggu mencapai 45
ampul.
Selain RSAB Harapan Kita, Jakarta, teknik bayi tabung (IVF) juga sudah
diterapkan di FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo (Jakarta), Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga (Surabaya), dan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada dan RS Dr. Sardjito (Yogyakarta).

C. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Inseminasi buatan (bayi


tabung)
1. Teknik dan cara Inseminasi Buatan (bayi tabung)
Ada beberapa macam teknik dan cara inseminasi buatan( bayi tabung),
yaitu:
a. Blastocyst Culture

Blastocyst culture adalah sebuah tehnik baru dalam prosedur in vitro


fertilization dimana embrio yang ditanamkan adalah yang sudah berumur 5-6 hari,
2 hari lebih lama dari IVF standar. Penambahan waktu ini mempermudah memilih
embrio yang lebih sehat dan memiliki kemungkinan keberhasilan yang lebih
tinggi. Kesempatan untuk kelahiran ganda (kembar, kembar tiga) pun lebih dapat
diminimalkan.
Tehnik IVF pada umumnya menggunakan embrio yang berumur 3 hari
dengan tingkat sel 6-10 lalu kemudian dipindahkan kembali ke dalam uterus. Jika
embrio dibiarkan tumbuh selama 5 hari atau lebih di laboratorium, maka embrio
tersebut akan menjadi blastosis dengan tingkat perkembangan sel 50
7

Keunggulan Blastocyst Culture

Sel dari embrio yang berumur lebih dari 3 hari akan mulai untuk membelah
setelah distimulasikan dengan sinyal yang dapat ditemukan dalam sel telur yang
sudah matang. Embrio memiliki genom yang unik yang belum diaktifkan. Setelah
5 hari, genom tersebut akan aktif dan membelah lalu tumbuh berdasarkan sinyal
dari genetiknya sendiri. Jika embrio telah sampai pada tahap blastosis maka
embrio tersebut telah melalui masalah pertama dalam proses perkembangannya.
Proses pengaktifan gen ini tidak dapat dievaluasi jika embrio masih berumur 3
hari. Dalam siklus reproduksi normal, hari ke-3 (6-10 sel) embrio berada dalam
tuba fallopi. Setelah 5 hari, blastosis akan tiba di saluran uterus dan memulai
proses implantasi. Pemindahan blastosis yang berumur 5 hari lebih bersifat
alamiah dalam prosesnya jika dilihat dari padangan psikologi.
Sistem Pemindahan Blastosis belum banyak digunakan karena proses
pengaktifan gen-nya memerlukan media kultur dan lingkungan yang khusus.
Berbeda dari proses standar IVF, proses blastosis ini memerlukan embrio
yang berumur 5 hari atau lebih. Tapi jika dilihat dari penangan si pasien, maka
secara umum prosedur yang digunakan tidak berbeda jauh dari standar IVF.
b. Pembekuan Sel Telur
Jaman sekarang para wanita lebih memilih karir daripada memiliki keluarga
tapi setelah mereka menyadari pentingnya sebuah keluarga, mereka sadar bahwa
sebentar lagi atau sekarang mereka sudah akan mengalami menopause. Namun
jangan kuatir, program bayi tabung atau IVF memiliki perkembangan baru dalam
subprosesnya, yaitu sistem pembekuan sel telur yang memungkinkan para wanita
bebas dalam memilih waktu yang tepat bagi mereka untuk memulai sebuah
keluarga tanpa kuatir batasan umur dan siklus reproduksi yang mereka alami.
Sistem pembekuan sel telur ini diluncurkan di negara Inggris Raya.
Biasanya yang dibekukan adalah sel sperma si pria, namun setelah berbagai
penelitian maka didapatlah sistem baru pembekuan bagi sel telur. Sebelumnya,
berdasarkan tingkat keberhasilan yang rendah yang didapat dari sistem
pembekuan sel telur ini serta hanya dilakukan bagi pasien penderita kanker, akan
8

tetapi para rumah-rumah sakit percaya bahwa tehnik yang dikembangkan oleh
ilmuwan Jepang ini akan dapat menghasilkan bayi tabung dengan tingkat
keberhasilan yang cukup besar.
Professor Gedis Grudzinskas, kepala medis Bridge Center meyakini bahwa
tehnik ini akan menawarkan sejumlah pilihan kepada para wanita. "Dahulu para
wanita memakai pil kontrasepsi untuk dapat menentukan waktu yang tepat untuk
mendapatkan anak, tapi sekarang tehnik pembekuan sel telur inilah yang lebih
efektif." Akan tetapi tehnik pembekuan sel telur ini yang juga lebih dikenal
sebagai vertifikasi masih berada dalam tahap awal perkembangannya.
Sebelumnya sistem pembekuan sel telur ini memiliki tingkat kesulitan yang
tinggi dalam proses pembekuan dan pencairannya berdasarkan kandungan air
yang tinggi yang terdapat didalamnya dan proses pengkristalisasiannya dapat
menimbulkan kerusakan pada sel telur.
Tehnik pembekuan sel telur yang telah diperbaharui menggunakan proses
pemindahan kandungan air yang ada didalam sel telur lalu dilakukan pembekuan
dengan menggunakan nitrogen cair.
Setelah berbagai penelitian maka disimpulkan bahwa 90-95% sel telur dapat
selamat dari proses pembekuan dan dapat digunakan selanjutnya untuk proses
bayi tabung dengan tingkat kealamiahan yang hampir sama dengan sel telur segar.
Ibu Tessa Darley, seorang pejabat pemerintahan yang nerumur 37 tahun
adalah seorang wanita di Inggris yang menggunakan tehnik pembekuan baru ini.
"Saya dapat menentukan kapan saya harus mengakhiri karir, menemukan si
Mr.Right, memulai sebuah keluarga dan jikapun saya mengalami menopause,
saya masih dapat memiliki bayi dari kandungan saya sendiri," katanya yakin.
Meskipun rumah sakit di Inggris jarang sekali melayani treatment kesuburan
untuk wanita yang berumur lebih dari 50 tahun, banyak kritik mengenai
pembatasan umur bagi wanita yang sudah mengalami postmenopausal dalam
menjalani program IVF.
c. Sperma Kosong
Pada proses bayi tabung, bagaimana jika ada sperma yang kosong? kosong
disini maksudnya Pada kasus cairan air mani tanpa sperma (azoospermia),
9

mungkin akibat penyumbatan atau gangguan saluran sperma, kini bisa dilakukan
pengambilan sperma dengan teknik operasi langsung pada saluran air mani atau
testis. Tekniknya ada dua, MESA (Microsurgical Sperm Aspiration) dan TESE
(Testicular Sperm Extraction). Pada MESA, sperma diambil dari tempat sperma
dimatangkan dan disimpan (epididimis). Sedangkan pada TESE, sperma langsung
diambil dari testis yang merupakan pabrik sperma. Setelah sperma diambil, dipilih
yang paling baik. Selanjutnya, dilakukan langkah-langkah menurut prosedur ICSI.
Teknik ini juga sudah diterapkan di RSAB Harapan Kita sejak 1996 dan telah
berhasil melahirkan dua anak.
Seperti di negara lain, sejak 1992 Indonesia sudah melakukan simpan beku
embrio. Perangsangan indung telur wanita pada prosedur bayi tabung
memungkinkan terbentuknya banyak embrio. Tidak mungkin semua embrio
ditransfer ke dalam rahim pada saat bersamaan. Embrio yang untuk sementara
tidak digunakan dapat disimpan dengan cara kriopreservasi, yang selanjutnya
disimpan dalam tabung berisi cairan nitrogen pada suhu 196oC di bawah nol
derajat. Kapasitas tabung sekitar 100 embrio.
Simpan beku embrio ini menghemat biaya karena pasangan tidak perlu lagi
mengulang proses pengerjaan dari awal lagi bila embrio berikutnya perlu
ditanamkan kembali. Tidak seperti di Barat, embrio ataupun sperma yang
tersimpan beku di Indonesia hanya diperuntukkan bagi pasutri yang bersangkutan.
Salah satu contoh keberhasilan teknik penyimpanan embrio bisa ditemukan
di Belgia. Baru-baru ini lahir seorang bayi laki-laki sehat hasil penanaman embrio
yang sudah dibekukan selama 7,5 tahun dari pasangan lain (anonim). Bayi yang
dibantu kelahirannya oleh dr. Michael Vermesh ini beratnya 4 kg. Daya tahan
embrio yang dibekukan bisa puluhan tahun dan tetap bisa menjadi bayi sehat.
Teknologi reproduksi in vitro ternyata sangat membantu pasangan yang
mengalami gangguan reproduksi. Mengupayakan pasutri agar bisa mempunyai
anak sungguh merupakan perbuatan mulia dan membahagiakan, sekalipun
pembuahannya dilakukan di laboratorium. Seperti halnya Louise Brown, mungkin
banyak anak yang dilahirkan melalui teknik ini ikut bersyukur bahwa kedua orang
tuanya mengikuti program itu.
10

d. Bedah Laparoskopik
Dalam proses bayi tabung secara ICSI, GIFT atau ZIFT seringkali ada
operasi bedah laparoskopik (laparoscopic surgery). Ini adalah sedikit pembahasan
mengenai laparoscopic surgery tersebut.
Operasi bedah laparoskopik merupakan teknik bedah yang dilakukan
dengan cara membuat lubang kecil di dinding perut dan mengangkat kandung
empedu dengan instrumen khusus menggunakan sistem endokamera melalui layar
monitor.
Operasi ini digunakan dalam prosedur bayi tabung untuk memasukkan sel telur
yang sudah dibuahi oleh sel sperma dan berkembang menjadi zigot ke dalam tuba
fallopi si pasien wanita untuk kemudian agar dapat tumbuh secara alamiah
menjadi bayi.
Efek bedah laparoskopik merupakan kebalikan dari efek bedah
konvensional yang seringkali menimbulkan rasa nyeri pasca operasi, munculnya
bekas pembedahan, masa pulih yang lambat, dan masa rawat yang panjang. Efek
laparoskopik ini yaitu rasa nyeri yang minimal, masa rawat pendek, masa pulih
cepat serta luka parut yang minimal.
Angka kematian pada sistem operasi bedah ini tercatat nihil, sedangkan
penyulit dan konversi ke bedah konvensional kurang dari satu persen. Bedah
laparoskopik sendiri merupakan teknik bedah invasif minimal yang menggunakan
sistem endokamera, pneumoperitoneum dan instrumen khusus.
Pembedahan dilakukan di dalam rongga abdomen melalui layar monitor
tanpa melihat dan menyentuh langsung organ yang dioperasi. Karena itu, spesialis
bedah memerlukan pelatihan koordinasi mata dan tangan untuk menguasai
keterampilan teknik bedah laparoskopik

2. Langkah-langkah Proses Bayi Tabung (IVF).

Menerobos Kesuburan

a. Sel sperma berada di sekitar sel telur-siap untuk membuahi

Perkembangan Sel telur


11

b. Sel telur hampir siap untuk dilepaskan dari ovarium si wanita.

Selama masa subur, wanita akan melepaskan satu atau dua sel telur yang
akan berpindah ke bawah yang lalu akan bertemu sel sperma yang akan
mengakibatkan terjadinya pembuahan.

Injeksi

c. Dalam IVF, dokter akan mengumpulkan sel telur sebanyak-banyaknya


untuk memilih yang terbaik diantaranya. Untuk melakukannya, si pasien
akan diberikan hormon untuk menambah jumlah produksi sel telur.

Pelepasan Sel telur

d. Setelah hormon bekerja sepenuhnya maka sel-sel telur siap untuk dikumpulkan.
Dokter bedah akan menggunakan laparoskop untuk memindahkan sel-sel telur
tersebut.

Spema beku

e. Sperma yang dibekukan disimpan dalam nitrogen cair yang dicairkan secara sangat
hati-hati oleh para teknisi

f. Proses Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh


tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :

a. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung
telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan
haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
b. Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah
Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
c. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui
vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
12

d.  Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi
dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih
yang terbaik.
e. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri
kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-
20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi
pembuahan sel
f. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian
diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu
terjadinya kehamilan.
g. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi
menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan
seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.

D. Bayi Tabung Dari Sudut Pandang Etika


Program bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan tradisi
ketimuran kita.  Sebagian agamawan  menolak adanya fertilisasi in vitro pada
manusia, sebab mereka berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi
terhadap “karya Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut
berarti ikut campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak
prioregatif Tuhan. Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu
terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui hubungan seksual antara suami-istri
yang sah menurut agama. 
Aspek Human Rigths:
           Dalam DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat
yang setara. Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah
satunya tentang hak reproduksi.
           Dalam kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor
sperma dari laki-laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan
suami istri tersebut, namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum
13

perdata, hukum pidana, hukum agama, hukum kesehatan serta etika (moral)


ketimuran yang berlaku di Indonesia .
Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung
tidak melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang
sah. Jangan sampai sperma berasal dari bank sperma,  atau ovum dari pendonor.
Sementara untuk kasus, sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan
dalam rahim wanita lain alias pinjam rahim, masih banyak yang
mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan bahwa si wanita itu bisa
dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri makan oleh pemilik rahim.
Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk zina
karena telah menanamkan gamet dalam rahim yang bukan muhrimnya. Tetapi
sebenarnya UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, pasal 127 ditegaskan bahwa
Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk
membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi upaya kehamilan tersebut hanya
dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu: hasil pembuahan
sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk
kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana
Surrogates Mother di Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan.
Untuk pemilihan jenis kelaminpun sebenarnya secara teknis dapat
dilakukan pada inseminasi buatan ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom
X dan Y, baru kemudian dilakukan pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis
kelamin yang diinginkan.
Banyak masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi
perdebatan banyak pihak, tetapi untuk pandangan profesi kedokteran mungkin
dapat mengarah kesimpulan dari “Perspektif Etika dalam Perkembangan
Teknologi Kedokteran” yang disampaikan oleh dr. Mochamad Anwar, SpOG
dalam Seminar Nasional Continuing Medical Education yang diselenggarakan di
Auditorium FK UGM tanggal 10 Januari 2009, dimana aspek etika haruslah
menjadi pegangan bagi setiap dokter, ahli biologi kedokteran serta para peneliti di
bidang rekayasa genetika, yang didasarkan pada Deklarasi Helsinki antara lain:
14

1. Riset biomedik pada manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan


didasarkan pada pengetahuan yang adekuat dari literatur ilmiah.
2. Desain dan pelaksanaan experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu
protokol untuk kemudian diajukan pada komisi independen yang ditugaskan
untuk mempertimbangkan, memberi komentar dan kalau perlu bimbingan.
3. Penelitian biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang
dengan kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang
kompeten.
4. Dalam protokol riset selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma etika
yang dilaksanakan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip deklarasi Helsinki.
Walaupun demikian penyusun merasa selain etika penelitian yang ada
dalam Deklarasi Helsinki ini, masih diperlukan campur tangan pemerintah untuk
membuat suatu aturan resmi mengenai pelaksanaan dan penerapan bioteknologi,
sehingga ada pengawasan yang lebih intensif terhadap bahaya potensial yang
mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi ini.

E. Bayi Tabung Dari Sudut Pandang Hukum


         1.    Pandangan Hukum Islam
Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan baru muncul
dizaman modern, sehingga terjadi masalah fiqh kontemporer yang
pembahasannya tidak dijumpai dalam buku-buku fiqh klasik. Karena itu
pembahasan bayi tabung pada manusia dikalangan para ahli fiqh kontemporer
lebih banyak mengacu kepada pertimbangan kemaslahatan umat
manusia,khususnya kemaslahatan suami istri.
Disamping harus dikaji secara multidisipliner karena persoalan ini hanya
bisa dipahami secara komprehensif jika dikaji berdasarkan ilmu
kedokteran, biologi-khususnya genetika dan embriologi serta sosiologi.
Aspek hukum penggunaan bayi tabung didasarkan kepada sumber sperma
dan ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi tabung ada tiga macam, yaitu:
a. Bayi tabung yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri
sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam rahim wanita lain walau istrinnya
15

sendiri selain pemilik ovum (bagi suami istri yang berpoligami) baik
dengan tehnik FIV maupun GIFT, hukumnya adalah mubah, asalkan
kondisi suami istri itu benar-benar membutuhkan bayi tabung (inseminasi
buatan) untuk memperoleh anak, lantaran dengan cara pembuahan alami,
suami istri itu sulit memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu
kebutuhan dan dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan
dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah
serta bersih nasabnya. Jadi, bayi tabung merupakan suatu hajat (kebutuhan
yang sangat penting) bagi suami istri yang gagal memperoleh anak secara
alami. Dalam hal ini kaidah fiqih menentukanbahwa “Hajat (kebutuhan
yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa
(emergency) padahal keadaan darurat/terpaksa membolehkan melakukan
hal-hal yang terlarang.”
b. Bayi tabung yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan atau ovum
dari donor.
Haram hukumnya karena hukumnya sama dengan zina, sehingga anak
yang dilahirkan melalui proses bayi tabung tersebut tidak sah dan
nasabnya hanya dihubungkan dengan ibu (yang melahirkan)-Nya.
Termasuk juga haram system bayi tabung yang menggunakan sperma
mantan suami yang telah meninggal dunia, sebab antara keduanya tidak
terikat perkawinan lagi sejak suami meninggal dunia.
c. Haram hukumnya bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum dari
suami istri yang terikat perkawinan yang sah tetapi embrio yang terjadi
dalam proses bayi tabung ditransfer kedalam rahim wanita lain atau bukan
ibu genetic (bukan istri atau istri lain bagi suami yang berpoligami).haram
hukumnya. Jelasnya, bahwa bayi tabung yang menggunakan rahim rental,
adalah haram hukumnya. Ini berarti bahwa kondisi darurat tidak
mentolerir perbuatan zina atau bernuansa zina. Zina tetap haram walaupun
darurat sekalipun.
         Dalam kaitan ini yusuf qardawi mengemukakan bahwa keharaman bayi
tabung dengan menggunakan sperma yang berasal dari laki-laki lain, baik
16

diketahui maupun tidak, atau sel telur yang berasal dari wanita lain. Karena akan
menimbulkan problem tentang siapa sebenarnya ibu dari bayi tersebut, apakah
si pemilik sel telur itu yang membawa karakteristik keturunan, apakah wanita
yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkannya?
Begitu pula jika wanita yang mengandungnya adalah istri lain dari suaminya
sendiri, haram karena dengan cara ini tidak diketahui siapa sebenarnya dari kedua
istri itu yang menjadi ibu dari bayi yang akan dilahirkan nanti. Juga kepada siapa
nasab (keturunan) sang bayi disandarkan, apakah kepada pemilik sel telur atau
sipemilk rahim?
         Dalam kasus ini para ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda-
beda. Pendapat pertama (yang dipilih Yusuf Qardawi), bahwa ibu bayi itu adalah
sipemilik sel telur. Sedangkan pendapat kedua, bahwa “ibunya adalah wanita yang
mengandung dan melahirkannya”.  Pendapat ini sejalan dengan zahir QS.al-
mujadilah:2  yang artinya “ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang
melahirkan mereka…………..”
         Sedangkan pedapat pertama diatas selaras dengan genetika, bahwa anak
akan mewarisi karakter (sifat-sifat) dari wanita pemilik sel telur dan laki-laki
pemilik sel sperma. Karena dalam sel telur dan sperma itu terdapat kromosom dan
didalam kromosom itulah terdapat gen. Gen inilah yang memberikan sifat
menurun (hereditas) kepada anak.
         Menurut Muhammad Syuhudi Ismail, sewa rahim sebagai salah satu
bentuk rekayasa genetika adalah haram hukumnya. Alasannya, pada zaman
jahiliah telah dikenal 4 jenis perkawinan dan hanya satu yang sesuai dengan
perkawinan menurut islam. Jenis perkawinan lain adalah bibit unggul, poliandri
sampai 9 orang suami, dan perkawinan massal (sejumlah laki-laki mengawini
sejumlah wanita). Perkawinan bibit unggul memiliki persamaan dengan
perkawinan unggul  yang terjadi pada zaman modern ini melalui jasa bank
sperma. Perbedaannya perkawinan bibit unggul pada zaman jahiliah berjalan
secara alamiah sedangkan sekarang ini berjalan secara ilmiah.
         Disamping itu, praktek sewa rahim bertentangan dengan tujuan
perkawinan. Karena salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan
17

keturunan dengan jalan halal dan terhindar dari perbuatan yang dilarang
agama, sedangkan dalam sewa rahim akan melahirkan banyak masalah bagi anak
yang lahir, pemilik bibit, pemilik rahim dan sebagainya.
         Menurut Umar Shihab, keharaman sewa rahim disebabkan oleh (1) akan
menambah masalah lain yang akan muncul, seperti defenisi anak berbeda dengan
anak yang lahir dari bibit dan rahim yang sama; dan siapakah ibu yang
sebenarnya, apakah ibu genetiknya atau ibu yang mengandungnya; (2) dapat
diqiaskan dengan jual beli yang diharamkan, jual beli yang mengandung najis
(darah).
         Sewa rahim dapat disamakan dengan jual beli dari segi syarat dan
rukunnya. Salah satu syaratnya barangnya harus halal. Barang najis dilarang
diperjual belikan dan salah satu barang najis yang diperjual belikan adalah
darah. Memang sperma dan ovum tidak termasuk najis, namun antara keduanya
kelak berubah menjadi segumpal darah yang melekat pada dinding rahim yang
kelak menjadi najis. Dalam hal ini juga terdapat hubungan timbal balik sebab
pemilik rahim (ibu penghamil) dibayar sesuai dengan perjanjian dengan pemilik
ovum (ibu genetik), yang berarti hukum keduanya adalah sama. Selain itu, praktek
sewa menyewa rahim tidak dapat digolongkan dalam keadaan darurat, melainkan
termasuk kebutuhan (hajat). Maksudnya, sewa rahim tidak dapat dibenarkan. Jika
seorang ingin punya anak maka harus berusaha sedemikian rupa dengan cara yang
dibenarkan agama.
         Tidak punya anak memang identik dengan terputusnya nasab, namun jika
nasab tersambung dengan cara yang mengarah kepada zina justru mengancam
eksistensi nasab itu sendiri.
         Alasan-alasan haramnya bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau
ovum dari donor atau ditransfer kedalam rahim wanita lain,adalah:
1. Firman Allah Swt
Firman Allah Swt, dalam QS.Al-Isra:70 mengatakan bahwa; yang artinya
”sesungguhnya kami telah memuliakan manusia”
18

                     Dalam hal ini bayi tabung dengan menggunakan sperma dan atau ovum
dari donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan
hewan yang diinseminasi, padahal tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia.
2. Hadits nabi Muhammad SAW :
                    Hadist ini tidak saja mengandung arti penyiraman sperma kedalam vagina
seorang wanita melalui hubungan seksual, melainkan juga mengandung
pengertian memasukkan sperma donor melalui proses bayi tabung, yaitu
percampuran sperma dan ovum diluar rahim, yang tidak diikat perkawinan yang
sah. Padahal hubungan biologis antara suami istri, disamping untuk menikmati
karunia Allah dalam menyalurkan nafsu seksual, terutama dimaksudkan untuk
mendapatkan keturunan yang halal dan diridhoi Allah. Karena itu sperma seorang
suami hanya boleh ditumpahkan pada tempat yang dihalalkan oleh Allah, yaitu
istri sendiri. Dengan demikian bayi tabung dengan cara mencampurkan sperma
dan ovum donor dari orang lain identik dengan prositusi terselubung yang
dilarang oleh syariat islam. yang berbunyi ;
         “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir
menyiramkan air (sperma)-Nya kedalam tanaman (vagina istri) orang lain”.(HR
Abu Daud dari Ruwaifa’ bin Sabit).
3. Kaidah Fiqih
                     Dalam hal ini masalah bayi tabung dengan menggunakan donor adalah
membantu pasangan suami istri dalam mendapatkan anak, yang yang secara
alamiah kesulitan memperoleh anak karenaadanya hambatan alami menghalangi
bertemunya sel sperma dengan sel telur (misalnya saluran telurnya terlalu sempit
atau ejakulasi (pancaran sperma)-Nya terlalu lemah.
         Namun demikian, mafsadsah (bahaya) bayi tabung dengan donor jauh
lebih besar dari manfaatnya antara lain:
a) Percampuran nasab, padahal islam sangat memelihara kesucian, kehormatan
dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang
halal dan siapa yang haram dikawini) serta kewarisan ;
b) Bertentangan dengan sunatullah atau hukum alam;
19

c)  Statusnya sama dengan zina, karena percampuran sperma dan ovum tanpa


perkawinan yang sah;
d)  Anak yang dilahirkan bisa menjadi sumber konflik dalam rumah
tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor akan berbeda sifat-sifat
fisik, dan karakter/mental dengan ibu/ bapaknya;
e)  Anak yang dilahirkan melalui bayi tabung yang percampuran nasabnya
terselubung dan dirahasiakan donornya, lebih jelek daripada anak adopsi yang
umumnya diketahui asal atau nasabnya;
f) Bayi tabung dengan menggunakan rahim rental (sewaan) akan lahir tanpa
proses kasih sayang yang alami (tidak terjalin hubungan keibuan antara anak
dan ibunya secara alami).  Sehingga akan menimbulkan masalah dikemudian
hari. Ini sesuai kaidah fiqih menolak kerusakan harus didahulukan dari pada
menarik kemaslahatan.

Fatwa MUI Tentang Inseminasi Buatan (Bayi Tabung).

1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan
kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang
lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya
haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, sebab hal ini akan
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah
warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya,
dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal
dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari'ah, sebab hal ini
akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan
penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan
suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan
20

hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina),
dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, yaitu untuk menghindarkan
terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

2.  Pandangan Hukum Perdata di Indonesia


Jika benihnya berasal dari Suami Istri
a) Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro
transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut
baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah
(keturunan genetik) dari pasangan tersebut.
Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
b) Jika ketika embrio diimplantasikan kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah
bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian
mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika
dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami
ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami
ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPerdata.
c) Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami, maka
secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan
ps. 250 KUHPerdata. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat
menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah
atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua
pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat,
sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPerdata).
Jika salah satu benihnya berasal dari donor
a) Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan
fertilisasi in vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel
telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan
setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang
dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan
21

hubungan keperdataan lainnya sepanjang siSuami tidak menyangkalnya


dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250
KUHPerdata.
b) Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami maka
anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut.
Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPerdata.
Jika semua benihnya dari donor
a) Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat
pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang
wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai
status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut Karena
dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang
sah.
b) Jika diimplantasikan kedalam rahim seorang gadis maka anak tersebut
memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat
perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula
anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya.
c) Jika sel telur bearasal dari dirinya maka anak tersebut sah secara yuridis
dan bilogis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap
kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi in vitro transfer embrio
ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat
meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan
pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya.
Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan
inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum
ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-
undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi in vitro
transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan
dan hal-hal apakah yang dilarang.
22

3. Pandangan Hukum Medis


Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi
buatan diatur dalam:
1. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya
kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri
yang sah dengan ketentuan:
a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu;
c) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan disebutkan bahwa:
Pasal 2 disebutkan bahwa Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan teknologi
reproduksi buatan setelah mendapat izin dari Direktur Jenderal. Rumah sakit yang
menyelenggarakan yang tdk mempunyai izin penyelenggraan reproduksi buatan
akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran sampai pencabutan izin
penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi buatan.
Sebelum dilaksanakan tindakan maka harus dilakukan dulu persetujuan dari
pasien atau keluarganya, kemudian dibuatkan catatan dalam rekam medis yang
berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain
Selanjutnya Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan
Bayi Tabung di Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta,
DepKes RI, yang menyatakan bahwa:
1. Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma
dan sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan.
2. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,
sehingga sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian dari pengelolaan
pelayanan infertilitas secara keseluruhan.
23

3.  Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari 3,
boleh dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
a. Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.
b. Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya dua
kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.
c. Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.
5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ovum atau embrio.
6. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian.
Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan
apabila tujuannya telah dirumuskan dengan sangat jelas
7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan usia
lebih dari 14 hari setelah fertilisasi.
8. Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in
vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku).
9. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel
ovum, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ovum atau
spermatozoa itu berasal.
10. Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-spesies
tersebut diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas
pada manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat fretilisasi trans-spesies harus
diakhiri pertumbuhannya pada tahap 2 sel.

F. Relevansi IPTEK Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) dengan Hukum


Bioetik.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) inseminasi buatan (bayi tabung)
sangat erat sekali hubungannya dengan hukum bioetik , ini terlihat manakala
dalam melakukan inseminasi buatan harus memenuhi etik dan moral serta kaidah
yang dibolehkan oleh agama terutama di Indonesia, hal ini menjadi penting
manakala hasil dari Inseminasi buatan (bayi tabung), nanti akan merupakan
manusia yang mempunyai hak dan kewajiban, baik ia sebagai ahli waris atau
24

sebagai manusia yang melanjutkan keturunan. Kaidah dan persyaratan harus


dipenuhi agar ilmu pengetahuan dan teknologi itu berjalan dengan benar dan
mempunyai rambu-rambu hukum dan aturan yang mengikat baik segi moral etika,
moral agama, kaidah hukum serta aturan lainnya yang saling berkaitan satu sama
lain. Teknologi Inseminasi buatan (Bayi Tabung) merupakan hasil kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan
dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat manusia
dengan tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia.
25

BAB. III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Teknologi Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) merupakan hasil kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada prinsipnya bersifat netral dan
dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan kesejahteraan umat
manusia. Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai permasalahan
moral, etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan
pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan
hukum terhadap semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi inseminasi
buatan dengan tetap mengacu kepada penghormatan harkat dan martabat manusia
serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pandangan internasional terhadap teknologi reproduksi buatan memiliki
kesamaan terhadap tujuan pelaksanaan dan pengembangan teknologi reproduksi
buatan yaitu dalam rangka memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam batas-batas penghargaan terhadap hak asasi manusia serta
harkat dan derajat manusia untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
Hukum Indonesia mengatur mengenai teknologi Inseminasi Buatan (Bayi
Tabung) manusia sebatas upaya kehamilan diluar cara alamiah, dengan sperma
dan sel telur yang berasal pasangan suami isteri dan ditanamkan dalam rahim
isteri. Dengan demikian teknologi bayi tabung yang sperma dan sel telurnya
berasal dari suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri diperbolehkan di
Indonesia, sedangkan teknik ibu pengganti (surrogate mother) tidak diizinkan
dilakukan.
2. Saran
Sebagai makhluk tuhan dan sebagai bagian dari indivdu yang hidup dalam
suatu negara hukum maka sudah seharusnya kita tunduk dengan larangan Allah
Swt dan sesuai dengan etika hukum yang berlaku janganlan melakukan inseminasi
buatan kalau tidak sesuai dengan kaidah dan aturan yang ada.
26

DAFTAR PUSTAKA

Guwandi. J . 2007. Hukum da Dokter. CV. Sagung Seto, Jakarta.


Setiawan, 2010. Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan, Trans Info Media,
Jakarta,2010
Suparto Pitono, dkk. 2006. Etika dan Hukum di Bidang Kesehatan, airlangga
University Press. Jakarta. Ed.2
Soimin, Soedharyo. Kitab undang-undang hukum perdata. . Sinar grafika, Jakarta,
1995
http://fachri-kencana.blogspot.com//bayi-tabung.html
http://www.rudyct.com/PPS7 02-ipb/02201/wm_nalley.htm

MUHAMAD NORMIJANI

No.Pokok :P0907211725
27

Anda mungkin juga menyukai