Secara umum bioteknologi adalah ilmu terapan proses biologi. Akan tetapi
pembatasan ini masih terlalu luas yang pada akhirnya membawa pembatasanpembatasan dengan definisi yang berlainan di tiap wilayah dimana disesuaikan
dengan kebutuhan dan keadaan alam yang dimiliki.
Beberapa batasan lainnya yang dibuat oleh Prof. Sardjoko dalam bukunya yang
berjudul Bioteknologi Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya, itu
diantaranya yaitu definisi yang diberikan oleh :
1. Perhimpunan Kimia Murni dan Terapan (IUPAC = International Unions of
Pure and Applied Chemistry) mengemukakan bahwa bioteknologi adalah
penerapan biokimia, biologi, mikrobiologi, dan rekayasa kimia dalam proses
industri, pembuatan produk, dan pada lingkungan.
2. Para ahli dari Australia mendefinisikan bioteknologi sebagai penyusunan,
pengoptimuman, dan peningkatan proses biokimia dan selular untuk produksi
senyawa yang bermanfaat dalam industri dan penerapan segala sesuatu yang
berkaitan dengan produksi senyawa itu.
3. Para ahli dari Belanda mendefinisikan bioteknologi sebagai ilmu tentang
proses biologi terapan yang merupakan ilmu tentang proses produksi berdasarkan
kegiatan mikroorganisme dan komponen aktifnya, dan proses produksi yang
melibatkan penggunaan sel dan jaringan organisme yang lebih tinggi. Teknologi
kesehatan, pertanian, dan pemuliaan tanaman budidaya secara tradisional
umumnya tidak dipandang sebagai bioteknologi.
4. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD),
mendefinisikan bioteknologi sebagai suatu penerapan prinsip ilmiah dan rekayasa
pengolahan bahan oleh agen biologi untuk menyediakan barang dan jasa.
Pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa bioteknologi merupakan teknologi
pemanfaatan organisme (mikroba) atau produk organisme yang bertujuan untuk
menghasilkan bahan atau jasa.
Pengertian diatas merupakan pengertian dari sudut ilmu alam dimana jika dilihat
dari ilmu hukum, maka pengertian bioteknologi dapat dilihat di Konvensi
Keanekaragaman Hayati pada pasal 2. Bioteknologi dinyatakan sebagai
penerapan teknologi yang menggunakan sistem-sistem hayati, makhluk hidup,
atau derivatifnya untuk membuat atau memodifikasi produk-produk atau prosesproses penggunaan khusus.
pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps.
250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak
tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes
DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan
perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320
dan 1338 KUHPer.)
Jika salah satu benihnya berasal dari donor
Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro
transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi
dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan
diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak
sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya
sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah
atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka
anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut.
Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Jika semua benihnya dari donor
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada
perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang
terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari
pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang
terikat dalam perkawinan yang sah.
Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki
status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan
secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis
kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut
sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap
kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio
ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat
meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan
pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya.
Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan
inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum
ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundangundangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro
transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan
dan hal-hal apakah yang dilarang.
Kasus Inseminasi Buatan di Amerika Serikat
Mary Beth Whitehead sebagai ibu pengganti (surrogate mother) yang berprofesi
sebagai pekerja kehamilan dari pasangan William dan Elizabeth Stern pada akhir
tugasnya memutuskan untuk mempertahankan anak yang dilahirkannya itu.
Timbul sengketa diantara mereka yang kemudian oleh Pengadilan New Jersey,
ditetapkan bahwa anak itu diserahkan dalam perlindungan ayah biologisnya,
sementara Mrs. Mary Beth Whitehead (ibu pengganti) diberi hak untuk
mengunjungi anak tersebut.
Negara Lain
Negara yang memberlakukan hukum islam sebagai hukum negaranya, tidak
diperbolehkan dilakukannya inseminasi buatan dengan donor dan dan sewa
rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya inseminasi buatan dengan
donor. Sedangkan Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7 Desember
1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi
buatan dengan sperma suami didasarkan pada premis bahwa hal itu sama dengan
usaha untuk mengubah rancangan ciptaan Tuhan.
Bayi
Tabung
Solusi infertilitas
Bayi tabung atau in vitro fertilisation (pembuahan in vitro) adalah sebuah teknik
pembuahan sel telur (ovum) yang dilakukan di luar tubuh calon ibu. Awalnya teknik
reproduksi ini ditujukan untuk pasangan infertil (tidak subur), yang mengalami kerusakan
saluran telur. Namun saat ini indikasinya telah diperluas, antara lain jika calon ibu lendir
mulut rahim yang abnormal, mutu sperma calon ayah kurang baik, adanya antibodi pada
atau terhadap sperma, tidak hamil juga meskipun endometriosis telah diobati, serta pada
gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya maka program bayi tabung ini
bisa dilakukan.
Bagaimana prosesnya?
Tekniknya, pertama-tama akan dilakukan perangsangan indung telur pada calon ibu
dengan obat khusus untuk menumbuhkan lebih dari satu sel telur. Perangsangan
berlangsung 5 - 6 minggu sampai sel telur dianggap cukup matang dan siap dibuahi.
Selanjutnya, gelembung sel telur (fotikel) diambil tanpa operasi, melainkan dengan alat
ultrasonografi transvaginal (melalui vagina). Kemudian semua sel telur yang berhasil
diangkat disimpan dalam inkubator.
Calon ibu dan ayah harus memiliki memiliki kedisiplinan dan motivasi yang
kuat. Dengan motivasi, rasa sakit dan stres yang muncul selama mengikuti
program
ini
menjadi
seakan
tidak
cukup
berarti.
Pastikan bahwa calon ibu dan calon ayah benar-benar melakukan pola
makan serta gaya hidup sehat beberapa bulan sebelum program
dilakukan.
menjadi penerus nama keluarga dan segala adat budaya yang menjadi
konsekuensinya.
Tidaklah heran jika banyak pasutri yang belum memiliki anak melakukan berbagai
cara untuk mendapatkan momongan. Mereka tidak lelah untuk konsultasi kepada
dokter kebidanan, mengonsumsi obat penyubur, berkonsultasi ke sinse, dukun,
sampai rajin makan makanan tertentu yang dianggap bisa membantu kehamilan.
Namun setelah berbagai cara ditempuh, sang anak tidak juga kunjung datang.
Padahal, semua konsultan mengatakan pasutri itu subur.
Menurut Prof Dr dr Sudraji Sumapraja SpOG (K), pelopor program bayi tabung di
Indonesia, pasutri yang mengalami gangguan kesuburan pada tingkat dunia
mencapai 10-15 persen. Dari jumlah itu, 90 persen diketahui penyebabnya. Dari
jumlah tersebut, 40 persen di antaranya berasal dari faktor perempuan, 30
persen dari faktor pria, dan 30 persen sisanya berasal baik dari faktor pria
maupun perempuan.
Sekarang, memiliki anak lewat program bayi tabung semakin banyak dipilih.
Program ini membantu para istri maupun suami yang mempunyai masalah pada
alat reproduksi atau juga karena sebab yang tidak jelas.
"Saya memilih program ini karena menurut dokter saya dan suami sehat. Tidak
ada masalah dengan kandungan atau kualitas sperma. Tetapi entah kenapa,
hingga sembilan tahun perkawinan, saya tidak hamil juga," kata Gita (36), yang
sedang mengikuti program bayi tabung untuk ketiga kalinya.
Jika Gita tidak mengetahui penyebab ketidakhamilannya, tak demikian dengan
pasangan Dwi Tugas Waluyanto (39) dan Sari Fariza (31). Setelah tiga tahun
perkawinan tidak kunjung punya momongan, pasangan ini mulai berkonsultasi
dengan dokter. Setiap kali konsultasi, dokter berkesimpulan tidak ada sperma
yang keluar dari alat reproduksi Dwi.
Namun, Dwi dan Sari tidak percaya begitu saja. Sampai lima tahun berikutnya,
mereka selalu mencari tahu dan berusaha mencari jawaban kepada berbagai ahli,
baik medis maupun alternatif. Apa pun usaha yang bisa membuat Sari hamil.
"Tetapi kesimpulan mereka sama. Sari tidak bisa hamil karena saya tidak bisa
mengeluarkan sperma," kata Dwi.
Sampai pada suatu saat, mereka bertemu dengan seorang dokter yang
mengusulkan untuk mengikuti program bayi tabung. Mereka pun setuju mengikuti
program ini walaupun sebenarnya mereka agak pesimistis.
"Dokter sih optimistis karena menurut dia sebenarnya hormon saya normal dan
bisa menghasilkan sperma. Dokter curiga ada penyumbatan di salah satu tempat
yang membuat sperma saya tidak keluar. Jadi mengikuti program bayi tabung
adalah satu-satunya cara agar saya punya anak," kata Dwi yang memutuskan ikut
program ini Agustus 2005 dan akhir Mei lalu berhasil mendapatkan dua anak
kembar, Jasmin Naura Aulia dan Harisandi Kusumo Jati.
Masuk akal
Gita sendiri memilih program bayi tabung karena menurutnya ini merupakan cara
yang paling masuk akal.
"Saya pernah datang ke paranormal yang berpraktik di Cibubur, Jakarta Timur.
Kata orang, paranormal itu bisa membantu membuat hamil pasangan yang ingin
mendapatkan anak. Tetapi sewaktu ketemu, masak dia bilang saya sudah hamil.
Padahal baru seminggu sebelum ke paranormal itu saya datang bulan. Dan, sejak
haid saya belum berhubungan dengan suami. Bagaimana dia bisa bilang saya
hamil," cerita Gita yang juga seorang dokter.
Sebelum memutuskan ikut program bayi tabung, Gita sudah empat kali mengikuti
program inseminasi, yaitu sperma suami diambil dan dipilih yang terbaik, lalu
disemprotkan ke rahim istri pada masa subur.
"Biaya inseminasi relatif murah, sekitar Rp 750.000 per program. Tetapi ternyata
inseminasi tidak berhasil membuat saya hamil," tutur Gita.
Setelah inseminasi tidak berhasil, Gita mulai tertarik mengikuti program bayi
tabung. Apalagi waktu itu, tahun 2004, umurnya 34 tahun. Ini bukan umur yang
muda untuk memulai kehamilan pertama.
"Saya tidak mungkin duduk diam menunggu keajaiban, seperti tiba-tiba saya bisa
hamil. Saya harus melakukan usaha. Bagaimana hasilnya, itu terserah Yang
Kuasa," kata Gita menegaskan.
Motivasi kuat
"Kehamilan saya dianggap berisiko tinggi karena mengandung tiga anak pada
kehamilan pertama. Apalagi usia saya pada waktu itu 36 tahun, tidak muda lagi,"
kata Yenny.
Adhi (56), yang juga pernah mengikuti dua kali program bayi tabung,
mengatakan, istrinya sekarang menderita alergi dan agak menurun kondisi
kesehatannya setelah mengikuti program ini.
"Dokter kandungan yang memeriksa istri saya menduga, karena disuntik hormon
untuk memacu pertumbuhan telur telah membawa dampak negatif buat tubuh
istri saya. Dulu tubuh istri saya kuat sekali. Dia tidak mudah sakit. Dia memang
ada alergi, tetapi ringan. Setelah ikut program bayi tabung, alerginya parah
sekali," kata Adhi yang mengaku senang pada anak-anak.
Angka keberhasilan program bayi tabung di seluruh dunia sekarang ini berkisar
25-30 persen. Namun dengan teknologi yang terus berkembang, bukan tidak
mungkin di masa mendatang angka keberhasilan yang bisa dicapai semakin
tinggi.
Selalu Ada Harapan
Pesatnya perkembangan ilmu reproduksi manusia sejak akhir 1970-an telah
memberikan harapan untuk mendapatkan anak. Ini terutama berlaku bagi
pasangan suami-istri (pasutri) yang telah lama mendambakan anak.
Kelahiran bayi tabung pertama di dunia, Louise Brown, pada 1978 melalui teknik
Fertilisasi In Vitro dan Transfer Embrio (FIV-TE), membuka alternatif baru bagi
mereka untuk segera mendapatkan momongan.
Di Indonesia, FIV-TE berhasil dilakukan sejak tahun 1988. Ini ditandai dengan
kelahiran Nugroho Karyanto pada tanggal 2 Mei 1988. Teknik ini pertama kali
dilakukan di RS Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta, dengan tim dokter yang
dipimpin Prof Dr dr Sudraji Sumapraja SpOG. Saat ini beberapa rumah sakit di
kota-kota besar juga telah berhasil melakukan FIV-TE.
Untuk masyarakat awam, program FIV-TE lebih populer dengan sebutan bayi
tabung. Ini merupakan suatu teknik reproduksi yang pada mulanya ditujukan
untuk pasangan infertil (tidak subur), di mana saluran telur istri mengalami
kerusakan.
Saat ini indikasinya telah diperluas, antara lain lendir mulut rahim yang
abnormal, mutu sperma suami yang kurang baik, adanya antibodi pada atau
terhadap sperma, tidak hamil juga meskipun endometriosis telah diobati, serta
pada gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya.
Pada dasarnya program bayi tabung adalah proses yang seharusnya terjadi di
dalam saluran telur. Akan tetapi, oleh karena satu dan lain hal, proses tersebut
tidak dapat terjadi secara alamiah. Proses tersebut terjadi secara in vitro (di
dalam laboratorium).
Memacu sel telur
Prosedur bayi tabung dimulai dengan perangsangan indung telur istri dengan
hormon. Ini untuk memacu perkembangan sejumlah folikel. Folikel adalah
gelembung yang berisi sel telur. Perkembangan folikel dipantau secara teratur
dengan alat ultrasonografi dan pengukuran kadar hormon estradional dalam
darah.
Pengambilan sel telur dilakukan tanpa operasi, tetapi lewat pengisapan cairan
folikel dengan tuntunan alat ultrasonografi transvaginal. Cairan folikel tersebut
kemudian segera dibawa ke laboratorium. Seluruh sel telur yang diperoleh
selanjutnya dieramkan dalam inkubator.
Beberapa jam kemudian, terhadap masing-masing sel telur akan ditambahkan
sejumlah sperma suami (inseminasi) yang sebelumnya telah diolah dan dipilih
yang terbaik mutunya.
Setelah kira-kira 18-20 jam, akan terlihat apakah proses pembuahan tersebut
berhasil atau tidak. Sel telur yang telah dibuahi sperma atau disebut zigot akan
dipantau selama 22-24 jam kemudian untuk melihat perkembangannya menjadi
embrio.
"Dokter akan memilih empat embrio yang terbaik untuk ditanamkan kembali ke
dalam rahim. Empat embrio merupakan jumlah yang maksimal karena apabila
lebih dari empat, risiko yang ditanggung ibu dan janin akan sangat besar. Bahkan
kehamilan tiga saja sudah bisa disebut sebagai kehamilan berisiko," kata Sudraji
yang baru saja meluncurkan buku biografinya sebagai perintis bayi tabung di
Indonesia.
Embrio-embrio yang terbaik itu kemudian diisap ke dalam sebuah kateter khusus
untuk dipindahkan ke dalam rahim. Terjadinya kehamilan dapat diketahui melalui
pemeriksaan air seni 14 hari setelah pemindahan embrio.
"Saat ini tingkat keberhasilan bayi tabung masih sekitar 25 persen. Angka ini
berlaku di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Semakin muda umur istri,
semakin besar peluang kehamilannya. Pada perempuan usia kurang dari 35
tahun, angka keberhasilan mencapai 30-33 persen. Sementara pada perempuan
berusia lebih dari 40 tahun, maka peluang kehamilannya hanya delapan persen,"
tutur Sudraji. (ARN)
Cryopreservasi Embrio
bayi berjenis kelamin laki-laki ini merupakan hasil kerja keras dari seluruh
anggota tim dokter dan embriolog program bayi tabung di klinik Aster RS dr.
Hasan Sadikin Bandung.
Proses bayi tabung biasanya tak lepas dari teknik penyimpanan embrio. Teknik
penyimpanan embrio manusia saat ini telah menjadi suatu metode yang dapat
diterima dan banyak dikembangkan dalam bidang kedokteran. Teknik ini lebih
dikenal dengan istilah embryo freezing atau lebih umum dinamakan
cryopreservasi embrio (cryo = suhu rendah, preservasi = pengawetan).
Teknik cryopreservasi embrio manusia telah banyak dilakukan di seluruh dunia,
salah satunya di Indonesia, terutama di klinik-klinik bayi tabung yang tersebar di
Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Bali. Teknik ini memungkinkan
embrio yang biasanya berada pada fase awal pembelahan sel sampai dengan fase
blastosis (1-5 hari setelah pembuahan) disimpan dengan cara dibekukan dalam
sebuah tabung yang berisi nitrogen cair bersuhu 196oC. Embrio ini kemudian
dapat ditransfer sewaktu-waktu ke dalam rahim sang istri pada siklus ovulasi
normalnya.
Pada awalnya, teknik cryopreservasi secara luas banyak diterapkan untuk
membekukan sel telur, sperma, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya untuk
kepentingan penggunaan di kemudian hari. Teknik cryopreservasi embrio
manusia merupakan teknologi yang dapat membawa pencerahan bagi pasanganpasangan infertil di seluruh dunia yang mendambakan keturunan. Meski
demikian, adanya kepedulian dari segi etika dapat menimbulkan isu yang cukup
serius dan memunculkan banyak pandangan pro maupun kontra. Satu hal yang
tidak dapat dikesampingkan begitu saja.
Adalah hak setiap manusia untuk bebas dari penyakit infertilitas dan hidup
sehat. Adalah tanggung jawab kemanusiaan untuk membebaskan seseorang atau
kelompok orang dari penyakit. Demikian penuturan mantan Menteri Kesehatan
RI, Farid A. Moeloek dalam kuliah umum Temu Ilmiah I Fertilitas Endokrinologi
Reproduksi Buatan di Bandung tahun 2002 lalu. Artinya, sah-sah saja apabila
seseorang memilih jalan tertentu untuk memperbaiki status kesehatannya. Dalam
hal ini seseorang tersebut bebas menentukan program kesehatan seperti apa yang
akan dijalaninya kemudian.
Jalan pintas
Terdapat sejumlah dilema etika dan hukum serta sikap profesi seorang dokter
dalam program bayi tabung, khususnya mengenai teknik cryopreservasi embrio
manusia hingga menjadi sangat kompleks. Program bayi tabung tampaknya
merupakan titik awal terbukanya peluang dikembangkannya teknik
cryopreservasi pada embrio manusia. Terutama sejak lahirnya Louis Brown, 25
Juli 1978 lalu, dari pasangan suami istri asal Inggris, Lesley dan John Brown.
Kelahiran Louis Brown ke dunia adalah bukti bahwa teknik pembuahan antara sel
telur dan sel sperma di luar tubuh (in vitro) bukan suatu hal yang mustahil lagi
untuk dilakukan.
Metode cryopreservasi embrio manusia ini adalah salah satu cara yang dilakukan
para dokter dan embriolog untuk meningkatkan persentase keberhasilan program
bayi tabung yang saat ini sudah mencapai 30 40 persen. Sebelumnya telah
dikenal metode injeksi sperma intra sitoplasma (intra cytoplasmic sperm
injection/ICSI), aspirasi sperma melalui pembedahan mikro saluran epididimis
(microsurgical epididymal sperm aspiration/MESA), transfer blastosis, dan
pematangan sel telur secara in vitro.
Kegagalan atau keberhasilan suatu tahapan dalam program bayi tabung memang
tidak bisa diramalkan. Bahkan para dokter dan embriolog yang paling ahli
sekalipun tidak dapat menjamin program tersebut berjalan sukses 100 persen.
Program ini memakan biaya tidak sedikit. Biaya minimum yang harus
dikeluarkan oleh pasutri (pasangan suami istri) untuk mengikuti program bayi
tabung bisa mencapai puluhan juta rupiah untuk satu kali kesempatan. Beruntung
bagi pasutri yang dananya mencukupi karena pengulangan dua sampai tiga kali
kesempatan mungkin bukan masalah.
Namun, akan menjadi masalah jika dana yang tersedia terbatas dan program bayi
tabung yang dijalani tak kunjung berhasil. Di samping itu, kemungkinan
terjadinya sindrom hiperstimulasi ovarium (ovarian hyperstimulation
syndrome/OHSS) akibat perangsangan berlebihan terhadap ovarium untuk
menghasilkan sel telur lebih banyak dari biasanya (superovulasi) dapat membawa
efek cukup serius. Belum lagi tekanan mental yang harus dihadapi oleh pasutri,
terutama pihak istri, jika program tidak berjalan mulus.
Dengan dilatarbelakangi oleh hal-hal inilah, dapat dikatakan bahwa kemampuan
menyimpan embrio dengan teknik cryopreservasi merupakan jalan pintas dalam
program bayi tabung. Sang istri tidak perlu lagi menjalani kembali tiga tahapan
awal yang melelahkan dan memakan banyak biaya yakni tahap induksi ovulasi,
pengumpulan sel telur, dan tahap fertilisasi atau pembuahan. Teknik ini juga
Sebagai salah satu teknik rekayasa reproduksi, program bayi tabung memiliki sejumlah
keunggulan dan kelemahan. Apa sajakah itu? Anak adalah dambaan setiap pasangan
suami istri (pasutri). Tapi faktanya, tak semua pasutri dapat dengan mudah memperoleh
keturunan. Data menunjukkan, 11-15 persen pasutri usia subur mengalami kesulitan
untuk memperoleh keturunan, baik karena kurang subur (subfertil) atau tidak subur
(infertil).
Kini, seiring makin majunya ilmu dan teknologi kedokteran, sebagian besar dari
penyebab infertilitas (ketidaksuburan) telah dapat diatasi dengan pemberian obat atau
operasi. Namun, sebagian kasus infertilitas lainnya ternyata perlu ditangani dengan
teknik rekayasa reproduksi, misalnya inseminasi buatan, dan pembuahan buatan seperti
tandur alih gamet intra-tuba, tandur alih zigot intra-tuba, tandur alih pronuklei intra-tuba,
suntik spermatozoa intra-sitoplasma, dan fertilisasi in vitro. Nah, yang disebut terakhir
(fertilisasi in vitro/FIV), lebih dikenal dengan sebutan bayi tabung. Ini merupakan salah
satu teknik hilir pada penanganan infertilitas.
Teknik ini dilakukan untuk memperbesar kemungkinan kehamilan pada pasutri yang
telah menjalani pengobatan fertilitas lainnya, namun tidak berhasil atau tidak
memungkinkan. Artinya, FIV merupakan muara dari penanganan infertilitas. Dalam FIV,
spermatozoa suami dipertemukan dengan ovum (sel telur) istrinya di luar tubuh hingga
tercapai pembuahan. Menurut Prof Dr Ichramsjah A Rachman SpOG(K), spesialis
obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), kehamilan
akan terjadi jika semua alat reproduksi berfungsi sebagaimana mestinya. Sebaliknya,
jika salah satu alat reproduksi tidak berfungsi, misalnya saluran tuba sang istri
mengalami penyumbatan sehingga menghalangi masuknya sperma, maka hal ini bisa
menyebabkan sperma dan sel telur tidak bertemu. ''Jika ini yang terjadi, bagaimana bisa
terjadi kehamilan. Nah, biasanya karena alasan ini pasutri memutuskan untuk mengikuti
program ini (bayi tabung),'' kata Ichramsjah.
Bertahap
Program bayi tabung ini dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan pendaftaran diri
oleh pasutri yang berminat mengikuti program ini. Pada tahap ini, peserta biasanya
melakukan konsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Setelah itu,
penanganan akan dilanjutkan oleh dokter spesialis dari tim FIV untuk menentukan waktu
pelaksanaan program. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan awal terhadap pasutri,
yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium. Untuk suami, pemeriksaan fisik
meliputi perkembangan seksual dan ciri-ciri seks sekunder, pemeriksaan organ
reproduksi lain, kemampuan ereksi, dan ejakulasi.
Sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah dan urin
lengkap untuk menilai ada tidaknya penyakit-penyakit yang bisa mempengaruhi
keberhasilan program, misalnya saja penyakit kencing manis (diabetes mellitus),
penyakit hati, penyakit tiroid, penyakit ginjal, HIV (jika ada petunjuk ke arah itu), sindrom
antifosfolipid, serta infeksi TORSH-KM (toksoplasma, rubella, sitomegalus, herpes,
klamidia, mikoplasma). Sementara pemeriksaan pada pihak istri meliputi pemeriksaan
perkembangan seksual (payudara dan sebaran rambut), pemeriksaan organ reproduksi,
dan pemeriksaan laboratorium (sama seperti yang dilakukan suami). Pada pemeriksaan
organ reproduksi, dokter biasanya akan dibantu oleh sejumlah alat canggih seperti
ultrasonografi, histeroskopi, dan laparoskopi.
Dengan alat-alat itu, tim dokter bisa melihat keadaan rahim, serta bentuk dan potensi
saluran telur. Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, istri juga menjalani
pemantauan ovulasi. Setelah semua tahap awal selesai dan tidak ditemukan kelainan,
maka pasutri ini siap menjalani tahap berikutnya, yaitu mempertemukan sel telur dan
sperma dengan menggunakan cawan biakan dibantu mikroskop khusus. Ini semua
dilakukan di laboratorium dengan pengawasan yang ketat, sampai terjadinya
pembuahan dan perkembangan awal embrio. Pengawasan yang ketat itu dilakukan agar
embrio yang masih sensitif tersebut terjaga dari segala macam bentuk gangguan,
misalnya saja bau cat, parfum, atau lainnya. Seperti dijelaskan oleh dokter HR
Nurhidayat Kusuma SpOG, spesialis obstetri dan ginekologi dari Rumah Sakit Ibu dan
Anak Budhi Jaya, Jakarta Selatan, sel telur yang sudah dibuahi dibiarkan 2-3 hari dalam
pengeram (inkubator) agar membelah diri menjadi 4-8 sel. Setelah itu, embrio
dimasukkan ke dalam rahim, dan proses perkembangan embrio selanjutnya berlangsung
seperti kehamilan biasa. Program bayi tabung sebagai salah satu teknik rekayasa
reproduksi memiliki sejumlah keunggulan dan kelemahan.
Hal ini tentu patut dipertimbangkan oleh pasutri yang menginginkan anak dan berniat
mengikuti program ini. Keunggulan program bayi tabung adalah dapat memberikan
peluang kehamilan bagi pasutri yang sebelumnya menjalani pengobatan infertilitas
biasa, namun tidak pernah membuahkan hasil. Sedangkan kelemahan dari program ini
adalah tingkat keberhasilannya yang belum mencapai 100 persen. Di Indonesia
misalnya, tingkat keberhasilan tertinggi program bayi tabung dicapai oleh Rumah Sakit
Harapan Kita, Jakarta, yaitu 50 persen. Sedangkan di Rumah Sakit Cipto
Bayi tabung
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation)
adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar
tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi
masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri
dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur
dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Bayi Tabung
Tahun 1988 bayi tabung pertama lahir di Indonesia. Namun di mana gerangan bayi
tabung itu sekarang? Apakah dia normal layaknya bayi-bayi lain yang lahir secara
alamiah? Dalam usianya yang ke-18 bagaimana pertumbuhan kecerdasannya?
Pertanyaan itu muncul manakala saat ini kita dikejutkan oleh kenyataan di Indonesia
saat ini sudah 1.500 lebih bayi tabung yang lahir di Indonesia. Padahal, pada saat
rencana bayi tabung dicanangkan pada 1987 oleh Prof. Sudradji Sumapradja, pro dan
kontra segera bermunculan. Bagi yang pro, rencana tersebut--yang didukung Ibu Tien
Soeharto--merupakan alternatif yang menjanjikan bagi pasangan yang sudah lama
menginginkan kehadiran seorang anak.
Namun bagi mereka yang kontra, menilai kelahiran bayi tabung--waktu itu--dianggap
melawan kodrat karena merupakan rekayasa manusia. Dengan begitu, secara agama
sulit diterima. Begitu pula dengan status hukum anak tersebut.
Sedangkan Prof. Sudradji sendiri berdalih bayi tabung merupakan salah satu cara efektif
untuk menghindari suami-suami kawin lagi. Sebab UU Perkawinan 1974 mengijinkan
suami menikah lagi jika istri tidak dapat memberikan keturunan.
Padahal belakangan terbukti kontribusi suami dalam proses kegagalan mendapatkan
keturunan itu sama besar, yakni 40% berbanding 40%, terhadap istri. Sementara 20%
sisanya adalah mereka yang dinyatakan pasangan subur tetapi oleh sebab yang tidak
diketahui, tidak juga mendapatkan keturunan.
Kick Andy Kamis, 7 September 2006 pukul 22.30 WIB, mengangkat topik Bayi Tabung
berkaitan dengan maraknya perjuangan pasangan suami istri saat ini untuk
mendapatkan keturunan. Juga karena sampai sekarang angka perceraian dengan
alasan tidak punya anak masih tinggi.
Namun, yang menarik, pasangan Nico dan Sitta, yang dinyatakan subur, dan delapan
tahun belum juga dikaruniai anak, menolak program bayi tabung. "Saya tetap ingin
melahirkan secara alamiah," ujar Sitta.
Kick Andy juga melacak keberadaan bayi tabung pertama yang saat ini sudah kuliah dan
juga bayi tabung kedua yang lahir kembar tiga. "Orang tidak percaya kami ini kembar,"
ungkap Melati, Suci, dan Lestari, yang khusus datang dari Surabaya untuk hadir di
studio.
"Mereka tidak mirip karena lahir dari sel telur yang berbeda," ujar dokter Muksin Djafar
yang banyak terlibat dalam rekayasa bayi tabung di Indonesia.
Ketika banyak orang berupaya memperoleh keturunan dengan berbagai cara, Ibu
Sumarmi dari Sragen, Jawa Tengah, justru mendapatkan "anugerah" yang sulit diterima
akal sehat. Menikah saat berusia 14 tahun, pada umur 15 tahun ibu Sumarmi sudah
melahirkan anak pertama. Sejak saat itu hampir setiap tahun wanita desa ini melahirkan.
"Tidak bisa direm," ungkapnya ketika ditanya mengapa kelahiran anak-anaknya itu tidak
dibatasi. "Maunya berhenti soalnya capek juga. Tapi tidak bisa," ujarnya yang disambut
gelak tawa penonton di studio. Mau tebak berapa anak yang lahir dari rahimnya? Silakan
simak Kick Andy Kamis, 7 September 2006 ini. Yang pasti, Museum Rekor Indonesia
(MURI) memberi penghargaan kepadanya sebagai wanita yang melahirkan anak paling
banyak di Indonesia. Nah!
Perintis bayi tabung Indonesia, Prof Dr dr Sudraji Sumapraja SpOG(K), Minggu (23/7)
kemarin, berbahagia karena merayakan ulang tahunnya yang ke-71 sekaligus bedah
buku biografinya: Sudraji Sumapraja, Perintis Bayi Tabung Indonesia.
Tak hanya dikelilingi oleh keluarga dan para kerabat, empat remaja yang dulu adalah
bayi tabung rintisannya turut hadir di acara tersebut.
Nugroho Karyanto (Anto) yang dilahirkan tanggal 2 Mei 1988 dari pasangan Markus asal
Tasikmalaya, Jawa Barat, kini kuliah di Universitas Maranatha Bandung jurusan Desain
Komunikasi Visual. Tiga gadis kembar: Melati, Suci, dan Lestari, dilahirkan tanggal 27
Maret 1989 dari pasangan Ali Widjaya dan Tjiany Lay Tj Hoen, kini adalah siswi SMA
Petra I Surabaya jurusan IPA.
Para ibu dari anak-anak tersebut dulu sangat susah mendapatkan anak. Namun berkat
kerja keras dan usaha Prof Sudraji yang disebut Prof Dr dr Faried Anfasa Moeloek
SpOG (K) sebagai "High Tech, High Touch", maka bayi-bayi tabung itu pun dilahirkan.
Gagasan bayi tabung itu muncul saat Sudraji menjabat sebagai Wakil Direktur Medis
Kebidanan Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita Jakarta. Saat itulah ia
melontarkan ide untuk meledakkan "bom" bayi tabung di Indonesia. Hal itu diusulkan
agar orang lebih mengenal RSAB Harapan Kita.
Program bayi tabung pun digulirkan dengan nama Program Melati, merupakan singkatan
dari Melahirkan Anak Tabung Indonesia. Sejak itulah RSAB Harapan Kita bersiap diri
dengan pelatihan teknologi bayi tabung dengan mengirim tenaga medis belajar keluar
negeri.
Pada mulanya sebanyak 77 pasangan suami istri mendaftarkan diri program bayi
tabung, namun hanya 58 pasangan yang akhirnya menjalani program tersebut. Nugroho
Karyanto adalah bayi tabung pertama di Indonesia, disusul tiga bayi kembar Melati, Suci,
Lestari.
1.000 bayi tabung
Sukses tim Sudraji menangani bayi tabung membuat beberapa rumah sakit lainnya
tertarik untuk mempelajari teknik bayi tabung. Tim dokter dari Universitas Airlangga dan
RS Dr Sutomo Surabaya, tim dokter dari Universitas Gadjah Mada dan RS Dr Sardjito
Yogyakarta, tim dokter dari Universitas Diponegoro dan RS Dr Karyadi Semarang
melakukan pelatihan di RSAB Harapan Kita.
Sampai saat ini di Indonesia ada sekitar 1.000 bayi tabung. "Saya sudah lupa berapa
bayi tabung yang saya pegang. Saat saya keluar RS Harapan Kita sudah ada 100 bayi
tabung. Kami juga membantu bayi tabung di Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta,
namun mereka hanya membuat satu-dua bayi tabung, tidak seperti RS Harapan Kita
menjadi proyek terus-menerus," kata Sudraji.
Bayi tabung kembar tiga: Melati, Suci, dan Lestari, menurut Sudraji, adalah kehamilan
yang sangat berisiko karena bisa keguguran di tengah jalan, lahir prematur, atau kalau
hidup otaknya kurang berfungsi. "Melahirkan anak kembar tiga itu tanggung jawabnya
sangat besar. Tapi nyatanya sekarang mereka cantik-cantik dan pintar," kata Sudraji
yang sempat stres saat menjalankan program tersebut karena dihantui ketakutan bayi
lahir cacat.
Kini Anto bertumbuh dengan memiliki ciri-ciri seorang jenius, menyukai hal-hal yang
serba sukar dan bersikap memilih dalam berteman.
Sebagai ayah angkat, Sudraji berpesan pada Anto agar menguasai tiga hal yang sangat
penting, yakni MEC, singkatan dari Move, English, dan Computer. Sebagai anak muda,
Anto harus lincah bergerak, menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar
antarbangsa dan menguasai komputer untuk mengakses ilmu pengetahuan dan
teknologi
Penyebab infertil lain adalah masalah yang terkait dengan hormon, seperti
kegemukan atau tingginya kadar insulin dalam darah. Kondisi ini menurut Andon
bisa menyebabkan kantung telur (folikel) tidak berkembang sehingga tidak terjadi
ovulasi atau pecahnya sel telur.
Biasanya dokter akan menyarankan pasien untuk menurunkan berat badan
sebanyak 5-10 persen. "Penurunan berat bisa memperbaiki kesuburan hingga 70
persen," ujar Andon. Namun Andon tidak menyarankan memakai obat pelangsing
karena justru akan mengganggu kesuburan.
Pada beberapa kasus pasien sulit hamil karena masalah ada pada sel telur, yakni
tidak bisa berkembang. "Cara yang efektif untuk menaikkan ovulasi adalah
dengan memberikan obat penyubur klomifen sitrat, cukup efektif menaikkan
angka ovulasi sampai 70 persen, namun angka kehamilannya 30-40 persen,"
tambah Andon.
Jika cara-cara tersebut gagal, maka pasien dianjurkan untuk melakukan terapi
hormon, yakni pemberian hormon gonadotropin untuk merangsang aktivitas
indung telur sehingga makin banyak kantung telur yang tumbuh.
"Kalau kita sudah masuk dalam tahapan sejauh ini, maka harus diakhiri dengan
inseminasi atau bayi tabung. Kalau hanya dengan berhubungan biasa angka
kehamilannya rendah," paparnya.
Selalu ada harapan
Menurut Andon, hampir 90 persen pasangan yang sudah menikah selama setahun
pasti akan hamil. "Dari 10 persen sisanya, 5 persen akan hamil di tahun
berikutnya dan dari jumlah ini hanya sedikit sekali yang tidak hamil," katanya
optimis.
Tak sedikit pula pasangan yang sudah memeriksakan diri dan dinyatakan normal
namun tetap tidak hamil juga. Kondisi tersebut menurut Andon disebut dengan
unexplained infertility atau ketidaksuburan yang belum diketahui penyebabnya.
"Keterbatasan alat dan keterbatasan pengetahuan dokter bisa mempengaruhi
diagnosis," ujarnya.
Yang tak kalah penting untuk meningkatkan peluang hamil adalah memeriksakan
diri ke dokter sedini mungkin karena faktor usia memegang peranan penting
dalam organ reproduksi.
Selain masalah pada organ reproduksi, faktor lain yang mempengaruhi kesuburan
adalah gaya hidup. Stres, kurang olahraga, kegemukan dan penyakit kelamin
yang disebabkan seks bebas termasuk dalam faktor yang menyebabkan seseorang
infertil. "Di Jakarta semakin banyak kasus-kasus ini," kata Andon.
thesun.co.uk
Lorraine Hadley (kiri) dan Natallie Evans
Semuanya berjalan lacar sampai Natallie menerima surat dari Johnston tanggal
30 Juli. Isinya, dia tak mengijinkan Natallie menggunakan embrio tersebut.
Johnston meminta 6 embrio tersebut dihancurkan.
Tentu saja, Natallie kalang kabut. Embrio tadi, satu-satunya harapan yang
dimilikinya agar bisa memiliki anak. Setelah menjalani operasi kanker indung
telur, Natallie tak mungkin lagi hamil dan punya anak.
Sebelum putus, Johnston malah berjanji, kami akan menikah dan berkeluarga. Ia
juga berjanji tak akan meninggalkanku, dan aku.... percaya padanya.
Jika tahu Johnston akan berubah pikiran, aku memilih cara lain untuk
mempergunakan sel telurku. Misalnya, cukup membekukannya saja tanpa dibuahi
sperma.
Sayangnya, setelah berjuang selama 15 bulan, pengadilan memutuskan 6 embrio
tadi harus dimusnahkan. Pupuslah harapan Natallie untuk memiliki anak
sepanjang hidupnya.
Aku sungguh kecewa dengan keputusan tersebut. Embrio itu, satu-satunya
kesempatanku untuk mempunyai anak
Aku selalu ingin menjadi seorang ibu. Kehadiran bayi sangat penting bagiku,
ujarnya dengan rasa pedih yang mendalam.
Kisah serupa dialami oleh Lorraine Hadley. Namun, dia lebih beruntung, sudah
memiliki anak perempuan berusia 17 tahun dari hubungan sebelumnya.
Mengingat kondisi kesehatannya, Lorraine yang bekerja sebagai operator polisi
999, menjalani teknik bayi tabung. Ia
belakangan mengalami masalah kesuburan
dan menyimpan 2 embrio yang dibuat ketika
menikah bersama Wayne Hadley (32),
suaminya.
Seperti halnya Johnston, setelah berpisah
dengan istrinya, Wayne juga menginginkan 2
embrio yang dibuatnya bersama Lorraine
dimusnahkan.
news.bbc.co.uk
embrio yang dibekukan
Mengapa kasus seperti ini bisa terjadi? Berdasarkan peraturan dalam The
Human Fertilisation And Embryology Act tahun 1990, penggunaan embrio
--entah itu akan disimpan atau dipergunakan-- harus melalui persetujuan kedua
orangtua, baik ayah dan ibu calon bayi.
Dengan penolakan yang dilakukan mantan tunangan Natallie dan mantan suami
Lorraine, maka embrio-embrio tersebut harus segera dimusnahkan.
Hakim menolak pendapat Lorraine dan Natallie bahwa hukum telah melanggar
hak asasi mereka. Peraturan dalam penggunaan embrio sudah sangat jelas, kata
hakim.
Saya sungguh-sungguh bersimpati terhadap dua pasangan yang menghadapi
dilema dalam kasus ini. Terutama bagi Natallie dan Lorraine yang merasakan
kepedihan teramat sangat, tambahnya.
Tetapi saya tidak boleh mendahulukan simpati ketimbang menegakkan
peraturan.
Jika Johnston dan Wayne membiarkan mantan pasangan mereka
mempergunakan embrio tadi, maka secara hukum keduanya harus
bertanggungjawab. Baik secara emosional,
moral maupun keuangan terhadap anak-anak
yang dilahirkan. Padahal kedua pasangan
tersebut sudah tidak menjalani hubungan
yang harmonis, jelas hakim.
Johnston sendiri berkomentar pendek, Aku
merasa lega dengan keputusan hakim
news.bbc.co.uk
bentuk embrio yang diperebutkan
merupakan suatu potensi dari makhluk, maka hanya dibutuhkan sedikit saja
kaidah etik.
Pada saat ini mulai bergeser dari suatu riset TRB menjadi bagian dari pelayan
infertilitas sehingga pelayanannya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan
infertilitas secara keseluruhan. Dalam status pelayanan ini terkait masalah
informed consent yang pada TRB harus diatur kembali mengenai otonomi,
kewenangan dan pemahamannya. Komite etika kedokteran berbagai negara
memberikan pandangan terhadap teknologi reproduksi buatan saat ini pada
umumnya berdasarkan 4 asas yaitu berniat berbuat baik, tidak bertujuan
kejahatan, menghargai kebebasan individu, menurut kaidah hukum yang berlaku.
Faktor usia yang lebih ditekankan pada usia perempuan mana angka infertil pada
usia 30-34 tahun sekira 15 %, meningkat 30 % pada usia 35-39 tahun dan 64 %
pada usia 40-44 tahun. Faktor suami walaupun ada perannya namun tidak begitu
bermakna dibandingkan perempuan misalnya, hanya 23% keberhasilan bayi
pasangan dengan usia suami di atas 50 tahun.
Selanjutnya angka kelahiran hasil dari rekayasa bayi tabung pada wanita usia 40
sampai 43 tahun hanya 2-5% dan lebih dari 44 tahun belum dilaporkan adanya
keberhasilan, dikatakan bahwa penurunan keberhasilan terjadi setelah berumur 35
tahun.