DASAR TEORI
2.1. Camshaft
Camshaft atau yang disebut juga dengan noken as adalah komponen penting
pada motor 4 tak yang berfungsi mengatur sirkulasi bahan bakar dan udara yang
masuk ke ruang bakar maupun mengatur gas hasil pembakaran keluar dari ruang
bakar. Camshaft terdiri dari shaft berputar yang meneruskan gaya dari crankshaft
yang pada shaft tersebut terdapat cam berfungsi mengatur mekanisme katup pada
mesin dan mengubah gerakan berputar menjadi gerak bolak balik. Bentuk
camshaft berupa batangan silinder dengan panjang tertentu yang memiliki bentuk
khusus dan terdapat beberapa tonjolan landai seperti telur pada badannya yang
disebut cam/lobe. Bagian yang bernama cam/lobe seperti Gambar 2.1 akan
bertugas menggerakkan katup mesin yang mampu membuka lubang masuk dan
keluar ruang bakar mesin sehingga waktu buka-tutup katup dapat mempengaruhi
tenaga pada sebuah mesin. Tenaga yang dihasilkan akan lebih sempurna
tergantung pemilihan material camshaft yang digunakan.
Material atau bahan pembuat camshaft yaitu bahan yang dapat tahan
terhadap putaran tinggi, tahan terhadap gesekan/aus, tahan panas, dan tahan
defleksi. Biasanya pemilihan material yang digunakan yaitu baja (steel), besi
tuang (cast iron), dan aluminium. Material tersebut memiliki kisaran nilai yang
ditunjukan tabel 2.1 yang didasarkan pada tabel 2.2, tabel 2.3 dan tabel 2.4.
1) Cast Iron
Besi cor (cast iron) adalah kelompok paduan besi memiliki kadar diatas
2,1% (berat), biasanya berkisar antara 3-4,43% (berat). Dikarenakan elemen
utamanya selain C dan Si juga ada elemen-elemen pemandu lainnya seperti Mn,
S, P, Mg dan lain-lain dalam jumlah yang sedikit. Sifatnya sangat getas namun
mampu cor yang baik dibanding baja, titik cair lebih rendah, Ketahanan korosi
lebih baik. Jenis-jenis besi cor sebagai berikut:
Disusun oleh serpihan C (grafit) yang tersebar pada besi-α, bersifat keras
dan getas.
Disusun oleh besi-α dan besi karbida (Fe3C), terbentuk melalui pendinginan
cepat, bersifat getas, tahan pakai dan sangat keras.
Disusun oleh besi-α dan C (grafit), dibentuk dari besi cor putih yang dianil
pada 800-900oC dalam atmosphere CO & CO2.
d. Besi Cor Nodular (Ductile Iron)
C grafitnya berbentuk bulat (nodular) tersebar pada besi-α. Nodular
terbentuk karena besi cor kelabu ditambahkan sedikit unsur magnesium dan
cesium, bersifat keras & ulet.
2) Steel
Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P,
S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat bergantung pada kadar karbon. Makin tinggi
kadar karbon, kekuatan dan kekerasannya meningkat tetapi keuletan dan mampu
lasnya (weldability) berkurang. Berdasarkan kadar karbon, secara umum baja
karbon diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
3) Alumunium
Alumunium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan dan dapat
ditempa. Alumunium memiliki standarisasi yang digunakan untuk
menggolongkan logam alumunium paduan berdasarkan komposisi kimia.
Penetapan standarisasi logam alumunium menurut American Society for Material
(ASTM) menggunakan angka dalam menetapkan penggologan alumunium paduan.
Adapun cara-cara yang ditentukan ASTM dalam menetapkan golongan
alumunium paduan sebagai berikut:
a. 1xxx : Merupakan alumunium murni dengan paduan kurang dari 1%
b. 2xxx : Merupakan alumunium yang dipadu dengan tembaga
c. 3xxx : Merupakan alumunium yang dipadu dengan mangan
d. 4xxx : Merupakan alumunium yang dipadu dengan silicon
e. 5xxx : Merupakan alumunium yang dipadu dengan magnesium
f. 6xxx : Merupakan alumunium yang dipadu dengan magnesium dan silicon
g. 7xxx : Merupakan alumunium yang dipadu dengan zink
h. 8xxx : Merupakan alumunium yang dipadu dengan lithium
Metoda pengujian ini ditemukan oleh Johan August Brinell pada tahun
1900. Biasanya digunakan untuk menguji kekerasan logam-logam yang lunak.
Metoda pengujian ini dilakukan dengan menggunakan identor bola baja (tungsten
carbide). Pengujian dilakukan dengan memberikan gaya pada indentor dengan
waktu penekanan 10 – 30 detik. Kemudian diameter bekas indentornya diukur
dengan menggunakan alat yang bernama Profil Proyektor.
F
x=
0,5. π . D .( D−π D2 −d 2)
2F
x=
π . D .(D−π D2−d 2 )
Gaya dari rumus kekerasan Brinell ditentukan dengan melihat tabel diatas.
Misal F/D2 yang digunakan 30, kemudian diameter penetrator atau indentor yang
digunakan 5 mm, maka F = 30 . D2 = 30 . 52 = 750 kg.
Keuntungan :
1. Bekas tekanan yang besar kekerasan rata-rata dari bahan yang tidak
homogen dapat ditentukan, misalnya: besi tuang,
Kerugian :
2. Benda kerja tidak dapat digunakan kembali karena besarnya tekanan pada
material.
2.2.2. Pengujian kekerasan Rockwell
Dalam
Pada pengujian kekerasan material dengan metode Rockwell dikenal ada
beberapa skala, misalnya skala B yang biasanya diaplikasikan pada material yang
lunak, seperti paduan-paduan tembaga, paduan aluminium dan baja lunak, dengan
menggunakan indentor bola baja berdiameter 1/16" dan beban total sebesar 100
kgf. Sedangkan skala C diaplikasikan untuk material-material yang lebih keras,
seperti besi tuang, dan banyak paduan-paduan baja yang memakai kerucut intan
sebagai indentornya dengan beban total sampai 150 kgf pada percobaan.
Selain skala B dan skala C yang sering disebut sebagai skala umum, ada
beberapa skala lainnya seperti skala A, D, E, F, G dan lain-lain.
Tabel di bawah ini memperlihatkan berbagai skala pada pengujian kekerasan
Rockwell.
HR = E - e
Dimana :
E = konstanta dengan nilai 100 untuk indentor intan dan 130 untuk
indentor bola.
E = kedalaman penetrasi permanen karena beban utama (F1) diukur
dengan satuan 0,002 mm. Jadi, e = h/0,002
HR = Besaran nilai kekerasan menggunakan metode hardness
Keuntungan:
1. Dengan kerucut intan dapat diukur kekerasan baja yang disepuh.
2. Dengan bekas tekanan yang kecil benda kerja rusak lebih sedikit.
Kerugian :
1. Dengan bekas tekanan yang kecil maka kekerasan rata-rata tidak dapat
ditentukan untuk bahan tidak homogeny, misalnya besi tuang.
2. Dengan pembesaran dalamnya bekas tekanan yang kecil terdapat
kemungkinan kesalahan pengukuran yang besar.
Beban yang biasanya digunakan pada pengujian ini berkisar antara 1 sampai
120 kg, tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji. Lekukan yang benar
yang dibuat oleh piramida intan harus berbentuk bujur sangkar. Akan tetapi
penyimpangan dapat terjadi pada penumbuk lekukan. Lekukan bantal jarum pada
gambar 2.18 b adalah akibat terjadinya penurunan logam di sekitar permukaan
piramida yang datar. Keadaan demikian terjadi pada logam yang dilunakkan dan
mengakibatkan pengukuran panjang diagonal yang berlebihan. Lekukan
berbentuk tong pada gambar 2.18 c terdapat pada logam yang mengalami proses
pengerjaan dingin. Bentuk demikian diakibatkan oleh penimbunan ke atas
logamlogam di sekitar permukaan penumbuk. Ukuran diagonal pada kondisi
demikian akan menghasilkan luas permukaan kontak yang kecil, sehingga
menimbulkan kesalahan angka kekerasan yang besar.
Keuntungan :
1. Pengukuran kekerasan sangan teliti
2. Dengan bekas tekanan yang kecil bahan percobaan merusak lebih sedikit
3. Kekerasan benda yang sangat amat tipis dapat diukur dengan memiliki
gaya kecil.
Kerugian :
1. Dengan bekas tekanan yang kecil kekerasan rata-rata bahan yang tidak
homogentidak dapat ditentukan, misalnya besi tuang
C. Keausan Fatik
Sementara pada keausan fatik dibutuhkan interaksi multi. Keausan ini
terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang mengalami beban
berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak mikro
tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Tingkat
keausan sangat bergantung pada tingkat pembebanan. Gambar 2.7 memberikan
skematis mekanisme keausan lelah: