Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

PRODUKTIFITAS USAHATANI DI BALI

Disajikan dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Program Gizi Masyarakat.

Yang dibina oleh Ir. Hertog Nursanyoto, M.Kes

Oleh

NI KOMANG MARIATI

(P07131018040)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Politeknik Kesehatan Denpasar

Jurusan Gizi Prodi D III

Denpasar

2020
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

TERHADAP PRODUKTIFITAS USAHATANI DI BALI

Indonesia merupakan  negara agraris dimana sebagaian besar penduduknya bekerja di


bidang pertanian. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di
Indonesia tahun 2013 mencapai 31, 70 juta orang yang terbagi ke dalam sektor tanaman
pangan, holtikultural, perkebunan, peternakan, budidaya ikan,  penangkapan ikan dan
kehutanan. Sejalan dengan hal ini, Indonesia juga merupakan negara konsumen beras terbesar
ketiga di dunia setelah China dan India. Impor beras terbesar dialami Indonesia pada tahun
1999 dimana Indonesia mengimpor sekitar 4,7 juta ton beras meskipun harus membayar 280
Dollar AS per ton beras untuk mencukupi kebutuhan beras domestik. Permintaan terhadap
beras terus meningkat sejalan dengan pertambahan populasi dan kenaikan tingkat pendapatan
penduduk. Sedangkan pertambahan produksi beras cenderung lebih kecil dan tidak mampu
mengimbangi pertambahan tingkat permintaan beras (Sidik, 2004). Untuk memenuhi
kebutuhan beras dalam jangka panjang, pemerintah mulai mengarahkan perhatiannya kepada
pengembangan pertanian di daerah lahan kering, mengingat ketersediaan lahannya yang
cukup luas (Ruchyat, 1993 dalam Maryono, 1996).

Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia dengan sektor pertanian
adalah penyumbang PDRB kedua terbesar, yaitu 14,12% dari PDRB setelah sektor penyedia
akomodasi dan makanan yang sebesar 23,22% dari total PDRB atas dasar harga konstan 2010
(BPS, 2018). Dengan hal ini tentunya banyak juga masyarakat Bali yang bekerja pada sektor
pertanian, terbukti dengan data Sensus Pertanian 2013 yang menunjukkan bahwa sebanyak
515.854 orang bekerja di sektor ini (BPS, 2018). Masyarakat yang bekerja di sektor ini pun
pastinya memiliki berbagai tantangan serta hambatan sehingga dapat mempengaruhi hasil
dari pekerjaannya di sektor ini. Begitu juga dengan usaha tani yang merupakan kegiatan
paling banyak dilakukan oleh masyarakat di provinsi Bali berkaitan dengan sektor pertanian,
seperti contoh usaha tani Padi, usaha tani Salak, usaha tani Jagung, dan masih banyak lagi.

Resiko-resiko yang mungkin dihadapi oleh para pelaku usaha tani pun tidak sedikit,
mulai dari jangka waktu investasi yang relatif lama, mudah rusak, bersifat musiman,
memiliki banyak produk substitusi, dan menuntut usaha dalam skala besar. Berbagai hal
inilah yang menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi para petani dalam menjalani
pekerjaanya untuk bisa mendapatkan hasil produktivitas yang optimum. Menurut Ruchyat
(1993) dalam Maryono (1996), rendahnya produktivitas usaha tani tidak terlepas dari
keterbatasan faktor tanah, topografi dan iklim pada lahan kering. Sehingga ada juga faktor-
faktor yang paling berpengaruh terhadap produtifitas usaha tani seperti lahan, tenaga kerja,
modal, serta pengetahuan petani.

Faktor yang pertama yaitu lahan yang digunakan dalam usaha tani. Para pelaku usaha
tani biasanya sudah memikirkan bagaimana pemilihan lahan yang tepat untuk usaha tani yang
dijalaninya. Ini tergantung juga dengan pertanian apa yang dilakukannya, apakah itu padi,
jagung, buah, atau yang lainnya. Kesuburan tanah, ketersediaan air untuk pengairan, serta
sumber cahaya matahari merupakan beberapa kriteria yang harus baik dan dipenuhi oleh
setiap lahan yang digunakan sehingga proses kegiatan pertanian bisa menghasilkan hasil yang
optimum. Kelayakan lahan untuk pertanaman padi ladang menurut Jones dan Garrity dalam
Setiawan (2000) didasarkan pada kecukupan dan ketersediaan air. Kecukupan dan
ketersediaan air ditentukan oleh empat faktor yaitu : curah hujan, lamanya musim tanam,
kemiringan lahan, dan tekstur tanah.

Faktor kedua yang mempengaruhi produktifitas usaha tani adalah tenaga kerja.
Apabila banyak tenaga kerja yang dikerahkan dalam proses produksi, maka akan cepat proses
produksi berlangsung sehingga sejalan juga dengan banyaknya produksi yang bisa dilakukan.
Hal ini tentu akan meningkatkan hasil produksi/produktifitas para pelaku usaha tani. Begitu
juga dengan sebaliknya apabila tenaga kerja sedikit, maka proses produksi pun akan berjalan
lebih lambat, sehingga akan menurunkan produktifitas para petani.

Modal merupakan faktor ketiga yang dapat berpengaruh besar terhadap produktifitas
para petani. Pasalnya modal ini adalah hal awal yang harus dimiliki oleh tiap petani. Jika
modal yang dimiliki terlalu sedikit, maka tentunya akan menghambat proses produksi bahkan
hingga bisa mencapai kegagalan. Hal ini disebabkan karena apabila modal yang digunakan
terlalu sedikit / tidak sesuai dengan kebutuhan produksi (luas lahan misalnya), maka bisa
menyebabkan gagalnya pemenuhan hal-hal yang dibutuhkan dalam proses produksi, seperti
pupuk, bibit tanaman, dan hal lain yang membutuhkan modal awal dalam memperolehnya.

Para petani biasanya menyesuaikan dan menyeimbangkan antara luas lahan yang
dimiliki, tenaga kerja yang ada, serta modal yang dibutuhkan sehingga terjadi kesinambungan
antara faktor-faktor yang dapat berpengaruh besar terhadap produktifitas pertanian. Di bali,
banyak pelaku usaha tani yang hanya memiliki lahan pertanian kemudian mempekerjakan
orang lain untuk mengurus lahan yang dimilikinya. Ada juga orang-orang yang tidak
mempunyai lahan pertanian tetapi mengurus lahan pertanian milik orang lain. Hal tersebut
juga dipengaruhi oleh modal awal yang dimiliki serta faktor keempat ini.

Faktor keempat adalah pengetahuan petani. Pengetahuan para petani tentu saja hal
yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas petani. Dan Pendidikan adalah jawaban dari
masalah pengetahuan yang dimiliki. Tentunya apabila masyarakat yang bekerja sebagai
petani sempat berkuliah bahkan dengan jurusan yang sesuai, yaitu jurusan pertanian tentu hal
itu akan sangat membantunya dalam memikirkan hal apa saja yang dapat memberinya hasil
yang maksimal dengan modal yang sedikit. Seperti penggunaan traktor dalam membajak
sawah bahkan bisa sampai penciptaan teknologi baru yang dapat meringankan pekerjaannya
tetapi tetap mendapatkan hasil yang sama. Jika pendidikan yang dienyam oleh para petani
hanya pada pendidikan dasar, maka tentunya hal itulah yang akan sangat berpengaruh
terhadap proses produksi yang dilakukan, seperti masih menggunakan alat-alat tradisional
dalam menghasilkan output produksi.

Terdapat banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap produktifitas usaha tani.
Lahan, tenaga kerja, modal, serta pengetahuan petani adalah empat faktor yang paling
berpengaruh terhadap proses produksi. Namun apabila keempat faktor ini dapat
diseimbangkan dan difikirkan dengan matang, pastinya akan menghasilkan suatu output yang
optimum.

Menurut FAO (1990) karakteristik usahatani yang kurang berkembang, dicirikan


antara lain: (1) usahatani dikelola pada tingkat subsisten dan semi subsisten, hanya sebagian
yang sudah komersial; (2) sumber daya (seperti lahan, tenaga kerja, modal, dan tabungan)
digabung untuk memproduksi output dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar petani; (3)
kualitas sumber daya pertanian yang rendah menyebabkan output dan pendapatan yang
dihasilkan juga rendah; (4) tanaman pangan untuk konsumsi keluarga, kalau berlebih dijual;
(5) ternak seperti ayam, itik, dan kelinci dipelihara untuk konsumsi keluarga, kalau surplus
baru dijual; (6) ternak seperti sapi, kerbau, domba, dan kambing dipelihara untuk sumber
tenaga kerja, susu, kulit, tabungan, dan sebagainya; (7) masalah yang berhubungan dengan air
minum memerlukan input tenaga kerja yang cukup besar; (8) untuk memperoleh material
bangunan memerlukan tenaga kerja yang khusus; (9) sebagian besar jasa-jasa penunjang
untuk masyarakat tidak ada atau tidak berfungsi; (10) fasilitas transportasi yang tidak
memadai, menghambat petani dalam memasarkan produknya.

Anda mungkin juga menyukai