Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Asuransi

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang menurut Echols dan Shadilly
memaknai dengan (a) asuransi dan (b) jaminan. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari
bahasa Belanda, yaitu ‘’zekerheid’’ atau ‘’cautie’’, yang secara umum bermakna cara-cara
kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur
terhadap utang-utangnya. Menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Hartono
Hadisoeprapto dan M. Bahsan yang dikutip oleh Salim HS, jaminan adalah sesuatu yang
diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Mariam Darus
Badrulzaman mendefinisikan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang
debitur danatau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu
perikatan. Dari definisi tersebut, dapat ditrarik kesimpulan unsur-unsur jaminan, yaitu: dibuat
sebagai pemenuhan kewajiban, jaminan dapat dinilai dengan uang, jaminan timbul akibat adanya
perikatan (perjanjian pokok) antara kreditur dan debitur.
Para pakar ekonomi islam mengemukakan bahawa aasuransi syari’ah atau asuransi
takaful ditegakan atas tiga prinsip utama, yaitu :
1. Saling bertanggung jawab, yang berarti diantara peserta asuransi takaful memiliki rasa
tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah
atau kerugian dengan ikhlas, karena memiliki tanggung jawab dengan ikhlas adalah ibadah.
2. Saling bekerja sama atau saling membantu, yang berarti diantara peserta asuransi takaful
yaang satu dengan yang lainnya saling bekerja ssama dan saling toong dalam mengatasi
kesulitan yang dialami karena musibah ynag dideritanya.
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi
takaful akan bearperan sebagai pelindung bagi musibah yang dideritanya.
Dalam menerjemahkan asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat beberapa
istilah, antara lain; Takaful (Bahasa Arab), Ta’min (Bahasa Arab), dan Islamic insurance
(Bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda atau satu sama lain yang
mengandung makna pertanggungan atau menanggung. Namun dalam perakteknya istilah paling
popular digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan paling banyak digunakan dibeberapa
Negara termasul Indonesia adalah istilah Takaful. Istilah takaful ini pertama kali digunakan oleh
Dar Al Mal Islami, sebuah perusahaan asuransi Islam di Genewa yang berdiri pada tahun 1983.
Perbedaan prinsip oprasional asuransi takaful dengan asuransi yang ada (Asuransi
Konvensional):
1. Unsur Ketidakpastian (Gharar)
2. Unsur Gabling (Maisir)
3. Unsur Riba
4. Unsur komersial
Unsur ta’awun (pertolongan) dalam asuransi takaful ini sebagai pengamalan Al-qur’an
surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya “Tolong menolonglah kamu dalam hal kebaikan dan
ketakwaan dan janganlah kamu tolong menolong dalam hal permusuhan.

Kegiatan Operasional Asuransi Takaful


Dalam oprasionalisasinya. syarikat takaful (perusahan takaful) mwlakukan kerja sama
dengan para peserta takafur (pemegang polis asuransi) atas dasar prinsip al-mudharabah.
syarikat takaful menyediakan dua jenis perlindungan takaful, yaitu :
1. Takaful keluarga (asuransi jiwa) adalah bentuk takaful yang memberikan perlindungan
finansial kepada peserta takaful dalam menghadapi bencana kematian dan kecelakaan menimpa
kepada peserta takaful.
2. Takaful umum (asuransi umum) adalah bentuk takaful yang memberikan perlindungan
finansial kepada peserta takaful dalam menghadapi bencana atau kecelakaan harta benda milik
peserta.
Mekanisme Pengelolaan Dana Takaful
1. Takaful Keluarga
Mekanisme pengelolaan dana takaful keluarga dilakukan sebagai berikut:
a. Premi takaful yang diterima dimasukkan dalam ‘’Rekening Tabungan’’
yaitu rekening tabungan peserta dan ‘’Rekening Khusus (Tabarru’)’’ yaitu
rekening khusus disediakan untuk kebaikan berupa pembayaran klaim
(manfaat takaful) kepada ahli waris jika diantara peserta ada yang
ditakdirkannya meninggal dunia atau mengalami musibah lainnya.
b. Premi takaful tersebut disatukan dalam kumpulan dana peserta, kemudian
dikembangkan melalui investasi proyek yang dibenarkan Islam, dengan
menerapkan prinsip al-mudharabah sesuai dengan kespakatan misalnya
70% keuntungan peserta dan 30% untuk perusahaan.
c. Dari keuntungan peserta yang 70% itu dimasukkan dalam rekening
tabungan dan rekening khusus secara proporsional. Sedangkan keuntungan
perusahaan sebesar 30% dipergunakan untuk pembiayaan operasional
perusahaan.
d. Realisasi pembayaran rekening dilakukan jika:
a) Masa pertanggungan berakhir
b) Peserta mengundurkan diri dalam masa pertanggungan
c) Peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan.

Sedangkan pembayaran rekening dilakukan jika:

a) Peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan


b) Masa pertanggungan berakhir (jika ada)

2. Takaful Umum

Mekanisme pengelolaan dana takaful umum dilakukan sebagai berikut:


a. Premi takaful dimasukkan dalam rekening khusus (Tabarru’) yaitu
rekening yang khusus disediakan untuk kebaikan berupa pembayaran
klaim kepada peserta jika sewaktu-waktu tertimpa musibah baik terhadap
harta maupun diri peserta.
b. Premi takaful tersebut dimasukkan kedalam ‘’Kumpulan Dana Peserta’’,
kemudian dikembangkan melalui investasi proyek yang dibnarkan oleh
Islam.
c. Keuntungan investasi yang diperoleh dimasukkan ke dalam ‘’Kumpulan
Dana Peserta’’.
d. Setelah dikurangi beban asuransi (klaim, premi asuransi) dan masih
terdapat kelebihan, maka kelebihan itu akan dibagi menurut prinsip al-
mudharabah.
e. Keuntungan peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak
mengalami musibah. Sedangkan keuntungan perusahaan akan digunakan
untuk pembiayaan operasional perusahaan.

Manfaat Asuransi Takaful


• Takaful sebagai asuransi yang beroperasi berdasarkan ketentuan syariah Islam, akan
bermanfaat khususnya bagi peserta, sebagai berikut:
• Untuk menyediakan tempat menyimpan atau menabung bagi peserta secara teratur dan
aman, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, baik masa kini maupun
mendatang.
• Untuk persiapan masa depan ahli waris peserta, jika sewaktu-waktu peserta dipanggil
Tuhan atau meninggal dunia.
• Untuk persiapan bagi peserta jika sewaktu-waktu mendapatkan musibah baik terhadap
diri maupun hartanya, tersedia dana untuk menanggulanginya.
• Jika dalam masa tertanggung peserta masih hidup dia akan memperoleh kembali bagian
simpanan uang yang telah terkumpul beserta keuntungan dan kelebihannya.
• Bank-bank Islam (Bank Muamalat Indonesia dan BPR-BPR Islam) di Indonesia akan
menyediakan asuransi takaful sebagai mitra usaha dalam rangka perlindungan terhadap
berbagai aset dan pembiayaan-pembiayaan yang diberikan kepada nasabah.
Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Asuransi Takaful
Asuransi takaful sebagai salah satu bentuk usaha asuransi dan merupakan bagian
dari asuransi-asuransi yang ada berada di dalam pembinaan dan pengawasan Menteri
Keuangan Republik Indonesia.

Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha asuransi meliputi:

a. Kesehatan keuangan bagi perusahaan asuransi kerugian bagi perusahaan


asuransi jiwa dan perusahaan reasuransi yang terdiri dari:
1. Batas tingkat solvabilitas
2. Retensi sendiri
3. Reasuransi
4. Investasi
5. Cadangan teknis
6. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.
b. Penyelenggaraan usaha yang terdiri dari:
1. Syarat-syarat polis asuransi
2. Tingkat premi
3. Penyelesaian klaim
4. Persyaratan keahlian dibidang perasuransian
5. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan
usaha.

Setiap perusahaan asuransi wajib memelihara kesehatan perusahaan serta wajib


melakukan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip asuransi yang sehat.Dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan tersebut, menteri keuangan melakukan pemeriksaan berkala atau
setiap waktu apabila diperlukan terhadap usaha perasuransian. Selain itu setiap perusahaan
perasuransian wajib memperlihatkan buku, catatan, dokumen dan laporan-laporan serta
memberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka perusahaan.

Pembinaan dan pengawasan seperti tersebut termasuk jenis pengawasan ‘’aktif’’.


Sedangkan jenis pengawasan ‘’pasif’’ dapat dilakukan melalui kewajiban-kewajiban perusahaan
asuransi yang terdiri dari:

a. Setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan neraca perhitungan laba rugi


perusahaan beserta penjelasannya kepada menteri.
b. Setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan operasional kepada menteri.
c. Setiap perusahaan asuransi wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi
perusahaan dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran luas.
d. Khusus untuk asuransi jiwa, perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan investasi
kepada menteri.

Apabila perusahaan asuransi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku


(Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, dan peraturan pelaksanaannya), maka perusahaan
asuransi tersebut akan mendapatkan sanksi secara bertahap seperti berikut:

1. Pertama-tama diberikan peringatan tertulis


2. Jika peringatan tertulis tidak diperhatikan dilakukan pembatasan kegiatan usaha
3. Jika terhadap dua sanksi tersebut belum ada perhatian maka dilakukan pencabutan izin
usaha.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1995 meluncurkan produk baru yang menjadi
satu paket dengan asuransi takaful. Produk baru tersebut berupa ‘’Takaful Investasi’’ (fulinves).
Jangka waktu fulinves ini selama 6 dan 12 bulan dengan nilai minimal Rp. 2.000.000,- atau USD
1.000.Fulinves mirip dengan deposito berjangka dalam produk perbankan umum (bank
konvensional). Perbedaannya, jika dpositi menerapkan sitem bunga, sedangkan fulinves
menerapkan sistem bagi hasil.Untuk produk fulinves ini, dana yang terhimpun dipergunakan
untuk suatu usaha. Keuntungannya dibagi dua separuh yakni 50 persen untuk nasabah dan 50
persen untuk Bank Muamalat Indonesia (BMI).

Apabila penggunaan dana fulinves pengusaha mengalami kerugian, pihak Bank


Muamalat Indonesia akan menutupi kerugian itu. Fulinves ini menjadi satu paket dengan
asuransi takaful , artinya bahwa nasabah fulinves secara otomatis akan memiliki asuransi takaful
keluarga dengan nilai pertanggungan yang sama dengan nilai fulinves yang ditanam nasabah
dengan batas maksimal 50 juta. Apabila sewaktu-waktu nasabah meninggal dunia, selain ahli
warisnya bisa mengambil kembali dana yang tersimpan di fulinves pada saat jatuh tempo, ahli
warisnya juga mendapat klaim asuransi.

Pengertian Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil.
Secara harfiah atau lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti berarti
rumah usaha. Bait yang artinya rumah dan tamwil (pengembangan harta kekayaan) yang asal
katanya maal atau harta. Jadi baitul tamwil dapat dimaknai sebagai tempat pengembangan usaha
atau tempat pengembangan harta kekayaan. Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti: zakat, infaq, dan shodaqoh.
Sedangkan Baitul Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-
usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung
kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.
Sejarah BMT

1. Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)

Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak
(al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan
maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk
menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada,
harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta
dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan
ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa
menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai
peruntukannya masing-masing.
2. Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati) dalam masalah harta.
Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan
tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya.
Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa
Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang
dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau
kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana
mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin
kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah
untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal),
agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang
segera menetapkan santunan (ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan
kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahunyang diambil dan Baitul
Mal.
3. Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)

Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati,
menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan
mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang
dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak
seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik
Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin
serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy
biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.” (Dahlan, 1999).
4. Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)

Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh
yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam
pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri
(51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang
menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-
jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan
khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani
Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta
yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai
suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta
dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil
hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya
kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.” (Dahlan, 1999).
5. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada
posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti
disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh
sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.
6. Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya

Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi
Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal
dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka
pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan
Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999).
Sejarah dan Perkembangan BMT di Indonesia

Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid
Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil
dengan nama Bait at Tamwil SALMAN dan selanjutnya di Jakarta didirikan Koperasi Ridho
Gusti. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara
operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah
lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan pola syari’ah, menumbuhkembangkan bisnis
usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela
kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil
(Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan pengembangan
usahausaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan
kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak
dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan pertaturan dan amanahnya
(sekilas tentang PINBUK).
Peran ICMI yang mendorong terbentuknya PINBUK sangat berarti dalam sejarah
perkembangan BMT. Pada tanggal 13 Maret 1995 ICMI yang diwakili oleh Prof. Dr. Ing. BJ
Habibie (Ketua ICMI) , Majelis Ulama Indonesia yang diwakili oleh K.H. Hasan Basri (Ketua
Umum MUI) dan Bank Muamalat Indonesia yang diwakili oleh Zaenul Bahar Noor, SE (Dirut
BMI) menjadi tokoh-tokoh pendiri PINBUK. PINBUK didirikan karena adanya tuntutan yang
cukup kuat dari masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi
masyarakat yang pada tahun-tahun 1995 di kuasai oleh segelintir golongan tertentu, utamanya
dari ekonomi konglomerasi, kepada ekonomi yang berbasis kepada masyarakat banyak.
Struktur organisasi dan manajemen operasional BMT

 Struktur Organisasi
1. Rapat Umum Anggota (RUA)
Rapat umum anggota mempunyai kewenangan/kekuasaan tertinggi di dalam BMT. RUA
memiliki tugas sebagai berikut :
a. RUA bertugas menetapkan AD dan ART BMT termasuk bila ada perubahan.
b. Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha BMT
c. Mengangkat Pengurus dan dewan syaria’ah BMT setiap periode. Juga dapat
memberhentikan pengurus bila melanggar ketentuan-ketentuan BMT.
d. Menetapkan Rencana Kerja, anggaran pendapatan dan belanja BMT serta pengesahan
laporan keuangan.
e. Melakukan pembagian Sisa Hasil Uasaha
f. Penggabungan, peleburan dan pembubaran BMT.
2. Dewan Pengawas Syaria’ah

Dewan Pengawas Syaria’ah berwenang melakukan pengawasan penerapan konsep


syariah dalam operasional BMT dan memberikan nasehat dalam bidang syaria’ah. Adapun
tugas dari Dewan ini adalah :
a. Membuat pedoman syariah dari setiap produk pengerahan dana maupun produk
pembiayaan BMT.
b. Mengawasi penerapan konsep syariah dalam seluruh kegiatan operasional BMT.
c. Melakukan pembinaan/konsultasi dalam bidang syari’ah bagi pengurus, pengelola dan
atau anggota BMT.
d. Bersama dengan dewan pengawas syari’ah BPRS dan ulama/intelektual yang lain
mengadakan pengkajian terhadap kemungkinan perkembangan produk-produk BMT.

3. Pengurus

Pengurus memiliki Wewenang sebagai berikut :


a. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama BMT.
b. Mewakili BMT di hadapan dan di luar Pengadilan
c. Memutuskan menerima dan pengelolaan anggota baru serta pemberhentian anggota
sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.
d. Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan BMT sesuai dengan
tanggungjawabnya dan dan keputusan musyawarah anggota.

Adapun tugas dari pengurus adalah :


a. Memimpin organisasi dan usaha BMT.
b. Membuat rencana kerja dan rencana anggaran pendapatan dan belanja BMT.
c. Menyelenggarakan rapat anggota pengurus
d. Mengajukan laporan keuangan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas pada rapat umum
anggota.
e. Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris serta adminsitrasi anggota.

4. Pembina manajemen
Pembina manajemen mempunyai wewenang melakukan pembinaan dan pengawasan
serta konsultasi dalam bidang manajemen BMT. Adapun tugasnya adalah :
a. Memberikan rekomendasi pelaksanaan sistim bila diperlukan.
b. Memberikan evaluasi pelaksanaan sistem.
c. Pembinaan dan pengembangan sistem.

5. Manajer BMT

Manejer BMT memimpin jalannya BMT sehingga sesuai dengan perencanaan, tujuan
lembaga dan sesuai kebijakan umum yang telah di gariskan oleh dewan pengawas syari’ah.
Adapun tugasnya adalah :
a. Membuat rencana pemasaran, pembiayaan, operasional dan keuangan secara periodik
b. Membuat kebijakan khusus sesuai dengan kebijakan umum yang digariskan oleh dewan
pengurs syaria’ah.
c. Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
d. Membuat laporan pembiayaan baru, perkembangan pembiayaan, dana, rugi laba secara
periodik kepada dewan pengawas syariah.

6. Ketua Baitul Maal

Ketua baitul Maal mendampingi dan mewakili manajer dalam tugas-tugasnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan operasional baitul maal. Adapun tugasnya adalah :
a. Membantu manajer dalam penyusunan rencana pemasaran dan operasional serta
keuangan.
b. Memimpin dan menarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
c. Membuat laporan periodik kepada menejer berupa :
1. Laporan penyuluhan dan konsultasi
2. Laporan perkembangan penerimaan ZIS
3. Laporan Keuangan

7. Ketua Baitul Tamwil

Ketua baitul tamwil mendampingi dan mewakili manajer dalam tugas-tugasnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan operasional baitul tamwil. Adapun tugasnya adalah:
a. Membantu manajer dalam penyusunan rencana pemasaran dan operasional serta
keuangan.
b. Memimpin dan mengarahkan kegiatan yang dilakukan oleh staffnya.
c. Membuat laporan periodik kepada menejer berupa :
1. Laporan pembiayaan baru
2. Laporan perkembangan pembiayaan
3. Laporan dana
4. Laporan Keuangan

8. Marketing/Pembiayaan

Bagian pembiayaan memiliki wewenang melaksanakan kegiatan pemasaran dan


pelayanan baik kepada calon penabung maupun kepada calon peminjam serta melakukan
pembinaan agar tidak terjadi kemacetan pengembalian pijaman. Adapun tuganya :
a. Mencari dana dari anggota dan para pemilik sertifikat saham sebanyak-banyaknya.
b. Menyusun rencana pembiayaan.
c. Menerima permohonan pembiayaan
d. Melaukan analisa pembiayaan
e. Mengajukan persetujuan pembiayaan kepada ketua baitul tamwil
f. Melakukan administrasi pembiayaan
g. Melakukan pembinaan anggota
h. Memuat laporan perkembangan pembiayaan.

9. Kasir/Pelayanan anggota

Kasir memiliki wewenang melakukan pelayanan kepada anggota terutama penabung


serta bertindak sebagai penerima uang dan juru bayar. Adapun tugasnya :
a. Menerima uang dan membayar sesuai perintah ketua/Direktur.
b. Melayani dan membayar pengambilan tabungan.
c. Membuat buku kas harian.
d. Setiap kahir jam keja, menghitung uang yang ada dan minta pemeriksaan dari menejer.
e. Memberikan penjelasan kepada calon anggota dan anggota.
f. Menangani pembukuan kartu tabungan
g. Mengurus semua dokumen dan pekerjaan yang harus di komunikasikan dengan anggota.

10. Pembukuan

Bagian pembukuan memiliki wewenang menanggani administrasi keuangan dan


menghitung bagi hasil serta menyusun laporan keuangan. Adapun uraian tugasnya adalah:
a. Mengerjakan jurnal dan buku besar.
b. Menyusun neraca percobaan
c. Melakukan perhitungan bagi hasil
d. Menyusun laporan keuangan secara periodik.
 Manajemen operasional BMT

BMT sebagai lembaga keuangan syari‟ah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya
kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagai hasil usaha antara pemilik dana (shahib al-
maal) yang menyimpan uangnya di BMT. BMT selaku pengelola dana (mudharib) dan masyarakat yang
membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjaman dana atau pengelola usaha.Dalam mengelola dana
yang ada BMT menggunakan beberapa prinsip operasionalnya, sebagaimana dijelaskan oleh Heri
Sudarsono, sebagai berikut:
1) Prinsip bagi hasil
Setiap jenis usaha yang di dalamnya ada prinsip bagi hasil, maka akan ada pembagian hasil antara
BMT dengan nasabahnya.
2) Prinsip jual beli
Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat
nasabah sebagai agen yag diberi kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, dan
kemudian bertindak sebagai penjual dengan menjual barang yang telah dibelinya tersebut
ditambah mark-up. Keuntungan yang didapat BMT akan dibagi bersama dengan penyedia
dana berdasarkan kesepakatan.
3) Prinsip non profit
Ini merupakan suatu prinsip yang sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan atau pembiayaan
yang bersifat sosial dan non komersial. Dalam pembiayaan ini nasabah cukup mengembalikan
pokok pinjamanya saja.
4) Prinsip akad bersyarikat
Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing pihak
mengikutsertakan modal dalam berbagai bentuk dengan perjanjian pembagian keuntungan atau
kerugian yang disepakati.
5) Prinsip pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
diantara BMT dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak pinjaman untuk melunasi hutangnya
besrta bagi hasil setelah jangka waktu tertentu.
Prinsip-Prinsip Utama BMT Baitul maal wat tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang
mempunyai kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas
kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung
dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, Baitul maal wat tamwil juga bisa menerima
titipan zakat, infaq, dan sedekah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya. BMT
dalam melaksanakan usahanya di dalam praktek kehidupan nyata mengedepankan nilai-nilai spiritual,
kebersamaan, mandiri, konsisten. Maka BMT berpegang teguh pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT. Dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip
syariah dan muamalah islam ke dalam kehidupan nyata.

2. Keterpaduan (kaffah) dimana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika
dan moral yang dinamis, proaktif, progresif, adil, dan berakhlak mulia.

3. Kekeluargaan (kooperatif).

4. Kebersamaan.

5. Kemandirian.

6. Profesionalisme dan Istiqomah yaitu konsisten, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa
pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju ke tahap berikutnya, dan hanya kepada
Allah berharap.

Konsep dan Mekanisme Kerja BMT

Dalam operasional kegiatannya, BMT pada prinsipnya melaksanakan fungsi dan kegiatan
dalam bidang jasa keuangannya, sektor riil dan sosial (ZISWA).1
Kegiatan dalam aspek jasa keuangan ini pada prinsipnya sama dengan yang
dikembangkan oleh lembaga ekonomi dan keuangan lain berupa penghimpunan dan
penyaluran dana dari dan kepada masyarakat. Dalam hal ini disamakan dengan sistem
perbankan. Dalam sektor riil, pada dasarnya kegiatan sektor riil juga merupakan bentuk
penyaluran dana BMT. Dalam hal ini sifatnya permanen atau jangka panjang dan terdapat
unsur kepemilikan di dalmnya. Penyaluran ini disebut investasi atau penyertaan. Sedangkan
kegiatan ketiga dari BMT adalah kegiatan sosial (zakat, infaq, sedekah dan wakaf) BMT.
BMT sebenarnya memainkan peran yang tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga
berperan dalam pembinaan agama bagi para nasabah sektor jasa keuangan BMT.

1
Muhammad. 2007. Lembaga EkomomiSyari’ah. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal 61.

Anda mungkin juga menyukai