Anda di halaman 1dari 13

INFLAMASI AKUT

Melissa Lenardi, 0906508296

Inflamasi merupakan reaksi jaringan yang bersifat dinamis terhadap jejas. Inflamasi dapat ditinjau
dari sisi vaskular maupun dari sisi jaringan ikatnya.

Penyebab :
Beberapa agen yang mungkin dapar menyebabkan kerusakan pada sel

FISIK KIMIAWI
Trauma Radiasi Racun kimia Racun
Panas/dingin sederhana organik
INFEKSI IMUNOLOGI
Bakteri Parasit Antigen-Antibodi Diperantarai sel
Virus

dan beberapa penyebab lain penyebab kerusakan jaringan ikat, seperti gangguan vaskular maupun
hormonal.
Reaksi inflamasi akan diawali oleh reaksi inflamasi akut, dan bila berlanjut dan berkepanjangan akan
kita kenal dengan inflamasi subacute atau kronik.

INFLAMASI AKUT
Inflamasi akut merupakan respons segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan
leukosit ke tempat jejas, leukosit membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai
proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut,
yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan
terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma
dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan
emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.

Proses ini memiliki tiga komponen utama, yaitu perubahan vaskular (perubahan dalam pembuluh
sarah yang mengakibatkan peningkatan aliran darah [vasodilatasi]), perubahan struktural yang
meungkinkan protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular),
serta emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, dan terakumulasi pada pusat jejas yang pada akhirnya
akan berusaha untuk melawan agen asing tersebut

Inflamasi akut memiliki bebrapa tanda-tanda umum,yakni:


 Rubor (redness)
 Calor (heat)
 Tumor (swelling)
 Dolor (pain)
 Functio laesa (loss of function)

Namun, secara mikroskopik, akan terlihat gambaran berupa :


1. HYPERAEMIA
2. EXUDATION
3. EMIGRATION OF LEUCOCYTES

1
HYPERAEMIA

Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh vasokonstriksi singkat.
Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi
meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman
venular pasca kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular
pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan,
bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah,
perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah
terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak
tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas.
Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit .

Hyperaemia di dalam
inflamasi berhubungan dengan perubahan mikrovaskular, yang disebut Lewis’ triple response –
berupa “a FLUSH, a FLARE and a WEAL”. Hal ini ditandai dengan garis putih (dikarenakan adanya
vasokonstriksi). The FLUSH merupakan garis merah (dikarenakan dilatasi kapiler). The FLARE
merupakan daerah dengan warna merah yang lebih terang di sekitarnya (dikarenakan dilatasi arteri).

HYPERAEMIA dapat menjelaskan merah (rubor) dan panas (kalor) sebagai ciri radang, berdasarkan
skema:
Jejas sel

Kerusakan sel Reaksi saraf


Efek langsung pada (axon reflex)
pembuluh darah
Perantara : kimia

Dilatasi vasular

EXUDATION

Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke
dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-
mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang

2
bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang
berkesinambungan

Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke dalam ruang
jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein
plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan
pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam
jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding
kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan seringkali
mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini
tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma
dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai
akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang
menyebabkan emigrasinya

Exudasi dapat menjelaskan The WEAL dalam Lewis’ triple response.


 Dengan peningkatan jumlah cairan dalam jaringan interstitial  pengenceran racun
 Dengan peningkatan jumlah protein -- globulin  memproteksi antibodi
-- Deposit fibrin  membatasi penyebaran bakteri
Berperan dalam proses penyembuhan luka

Mekanisme :
1. Protein passage
Sinyal kimiawi merangsang kontraksi endotelial  membentuk formasi bercelah untuk
meningkatkan permeabilitas antar endothelial.

2. Fluid movement

3
EMIGRATION OF LEUCOCYTES

Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi jejas, merupakan aspek
terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu memfagosit bahan yang bersifat asing,
termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya
membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan
penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti
Baik neutrofil, maupun sel berinti tunggal dapat melewati celah antar sel endhotelial dengan
menggunakan pergerakan amoeboid menuju jaringan target..

Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-sel darah merah
menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar daripada leukosit sendiri. Menurut
hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan
sel-sel darah putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan
menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian
sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel

4
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari pembuluh darah.
Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel. Walaupun pelebaran
pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri
melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata

CHEMOTAXIS

Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas. Migrasi
sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi
disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis
dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang
kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi
neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah
putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya
produk bakteri berupa protein maupun polipeptida

Beberapa agen kemotaksis penting:


 Fraksi sistem KOMPLEMEN (terutama C5a)
 Faktor derivat asan arakidonat yang diproduksi neutrophils – LEUKOTRIENS
 Faktor derivat BAKTERI patogen
 Faktor derivat limfosit khusus – LIMFOKIN

Proses tersebut menjelaskan pergerakan leukosit dan agregatnya secara besar-besaran dan
terprogram dalam proses inflamasi

FAGOSITOSIS

Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat
melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi
fagositosis akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam
serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada permukaan,
selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan
kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel,
disebut fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-
granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu
proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan
mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme. Walaupun
beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit.

5
Fagositosis merupakan sebuah proses yang efisien, yaitu:
1. OPSONIN – merupakan antibodi natural maupun antibodi spesifik
2. Fraksinasi sistem KOMPLEMEN
3. Nerupakan tahap FISIS dari lingkungan sosial

Aktivitas opsonik dipengaruhi oleh ke-solid-an, dan ke-rigid-an organ maupun medium tempatnya
berada. Dimana kondisi loose dan lebih cair, aktivitasnya terhenti.

NEUTROFIL
(hidup dalam 1-3 hari)

MAKROFAG
(hidup dalam beberapa bulan hingga beberapa tahun)
a. Berhasil membunuh, misi terselesaikan.
b. Gagal membunuh dan dapat membuat bakteri dapat
menyebar dalam saluran getah bening ke beberapa
organ lain. (menjelaskan peristiwa penyebaean TB
dalam tubuh)
c. Seluruh debris (meliputi sel PMN) yang telah diserna
oleh makrofag akan dibuang secara bertahap dari
tempat terjadinya inflamasi
d. Antigen bakteri telah siap untuk di presentasikan ke dalam sistem imun.

THE ROLE OF CHEMICAL FACTORS


Terdapat beberapa substansi yang terlibat dalam proses inflamasi, yang terkadang memiliki
beberapa fungsi yang overlapping, baru terdapat beberapa yang berhasil diidentifikasi. Mekanisme
regularisasi dapat mencegah proses inflamasi yang tak terkontrol.

6
Beberapa agen yang berkaitan dengan dilatasi vaskular dan dapat meningkatkan permeabilitas :
1. Vaso-active AMINES – muncul pada masa-masa awal, dan berlangsung sesaat.

2. Vaso-active POLYPEPTIDES yang dibentuk enzim spesifik (breakdown produk berupa protein
dan jaringan)

3. MISCELLANEOUS AGENTS mempengaruhi proses inflamasi, meliputi:


a. Toksik bakteri
b. Faktor komplemen C3a dan C5a
c. Prostalglandins
d. Leukotriens (leukosit)
e. Enzim lisosomal (leukosit)
f. Interleukin (makrofaga)
g. Faktor permeabilitas globukin
h. Faktor permeabilitas kelenjar getah bening
i. Breakdown produk DNA dan RNA
j. Kompleks antigen-antibodi
k. TNF (Tumor Necrosis Factor)
l. Nitric oksida (oleh sel endotelial)

7
MEDIATOR DALAM PERADANGAN

Mediator adalah caraka atau signal kimia. Mediator dalam inflamasi/radang berperan sangat
penting karena merupakan komponen utama dalam komunikasi sel, amplifikasi inflamasi, ataupun
opsonin, yang ketiganya berguna dalam memfasilitasi eliminasi agen penyebab radang dan juga
perbaikan jaringan. Beberapa hal yang perlu diketahui dari mediator adalah sebagai berikut :
- Mediator dapat berasal dari sel maupun cairan plasma (plasma protein)
Mediator dari sel biasanya diisolasi dengan membentuk granula dalam sel, sedangkan mediator
pada plasma dihasilkan sebagian besar oleh hati dan berada dalam keadaan non-aktif dalam
cairan darah sehingga membutuhkan mekanisme aktivasi tertentu.
- Mediator aktif diproduksi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsangan, termasuk
radang
Rangsangan yang dimaksud di sini adalah produk mikroba, substansi dari jaringan yang nekrosis,
dan protein-protein seperti kompelemen, kinin, sistem koagulasi, yang dengan sendirinya
diaktivasi oleh mikroba dan jaringan yang terluka. Mekanisme ini dapat diartikan sebagai
“diaktivasi jika diperlukan, diproduksi jika dibutuhkan”.
- Mediator yang satu dapat merangsang dikeluarkannya mediator yang lain
Misalnya, mediator TNF dan IL-1 dapat menstimulasi dikeluarkannnya protein selektin oleh sel
endotel.
- Mediator bervariasi dalam efek dan jenis sel tempat ia bekerja
- Kebanyakan mediator (terutama yang bersifat hidrofilik) hanya memiliki waktu hidup yang
pendek karena harus segera didegradasi agar tidak menimbulkan respon yang berlebihan.
Terdapat dua macam mediator yang dibagi berdasarkan tempat ia berasal, yaitu mediator yang
berasal dari sel (cell-derived mediators) dan mediator yang murni dari plasma darah (plasma-
derived mediators). Berikut ini, yang akan dibahas secara mendalam adalah mediator yang berasal
dari sel. Mediator selular dapat dibagi menjadi beberapa macam, sebagai berikut:
1. Amina Vasoaktif: Histamin dan Serotonin
Amina vasoaktif maksudnya adalah berbagai macam mediator kimia yang merupakan turunan
dari amina, yang dapat bekerja langsung pada sistem vaskular. Histamin paling banyak
dihasilkan oleh sel mast yang biasanya terdistribusi dengan normal pada jaringan ikat longgar
sebagai sel tetap (fixed cell). Perhatikan gambar berikut.

8
Gambar Mast dan Mekanisme pengeluaran mediator kimia yang terkandung di dalamnya

Pada gambar bagan di atas, dapat terlihat bahwa sel mast mengeluarkan histamin sebagai
mediator kimia, yaitu Histamin, salah satu mediator yang paling umum diproduksi dan berguna
untuk vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Selain itu, histamin juga menyebabkan
bronkofasme pada asma dan meningkatkan produksi mukus pada saluran pernafasan. Histamin akan
berikatan ada reseptor H1 pada sel endotel. Pengeluaran histamin selain disebabkan oleh pengikatan
antigen dengan reseptor Fc, juga dapat disebabkan oleh (1) trauma, (2) histamine releasing hormone
yang berasal dari leukosit, (3) neuropeptida (misalnya substansi P), dan (4) sitokin tertentu.
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan mediator kimia yang sefungsi dengan
histamin, namun tempat asalnya berada di keping darah (platelet) dan beberapa sel pensekresi
neuroendokrin. Serotonin akan dilepaskan ketika terjadi reaksi koagulasi (pembekuan darah), di
mana keping darah akan beragregasi setelah bersentuhan langsung dengan kolagen, thrombin, ADP,
dan komplek antigen-antibodi. Ini merupakan salah satu hubungan antara pembekuan dan
peradangan.

2. Metabolit Asam Arakidonat (AA): Prostaglandin, Leukotrien, dan Lipoksin


AA merupakan salah satu turunan asam lemah yang terdiri atas 20 atom C (Karbon) yang
diperoleh dari asupan makanan ataupun konversi dari asam lenoleat. AA juga disebut sebagai
eicosanoid, dan perolehan dari bahan kimia ini tidak terdapat secara bebas pada sel-sel, namun
diperlukan mekanisme tertentu untuk menghasilkannya, yaitu dengan pencernaan membran lipid
sel oleh enzim phospolipase A2. Senyawa eikosanoid berikatan dengan reseptor terkait protein G
pada sel-sel target untuk menghasilkan suatu respon. Perhatikan gambar di bawah ini.

9
Gambar Proses metabolisme yang menghasilkan AA dan turunannya

Sebagai tambahan untuk keterangan gambar di atas, Prostaglandin (dan turunannya) terlibat
dalam pemicuan timbulnya rasa sakit dan demam. Prostaglandin diproduksi oleh sel mast dan
mekanisme produksinya mulai dari pencernaan lipid membran sampai kepada produksi asam
arakidonat dapat dilihat pada gambar 2.3 sebelumnya.
3. Platelet-Activating Factor (PAF)
Merupakan salah satu bentuk mediator yang adalah turunan dari fosfolipid. Diberi nama PAF
karena mediator ini dapat menyebabkan agregasi dari keping-keping darah, namun sekarang ini
ditemukan pula efek dari mediator ini yang dapat memicu terjadinya inflamasi. Dalam kontraksi yang
relatif tinggi, PAF berlaku sebagai vasokonstriktor dan bronkokonstriktor, namun dalam konsentrasi
yang ekstrem kecil, PAF berefek 100 – 10000 kali lebih besar dibanding histamin dalam bertindak
sebagai vasodilator dan meningkatkan permeabilitas vaskular. Selain itu, PAF juga berperan dalam
adhesi leukosit ke endotel, kemotaksis, degranulasi, dan peristiwa ledakan oksigen, serta stimulasi
produksi berbagai macam mediator lainnya, terutama eikosanoid.
4. Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS, meskipun terlibat dalam pencernaan mikroba dan eliminasi agen radang, juga dapat
dilepaskan ke lingkungan ekstraselular akibat terjadinya frustated-leukocyte. Apabila dikeluarkan
dalam konsentrasi kecil, ROS dapat merangsang pengeluaran kemokin, sitokin, dan molekul adhesi
endotel yang lebih banyak, sehingga mengamplifikasi respon inflamasi. Namun, tetap saja ROS dapat
menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan yang sehat dalam tubuh, misalnya kerusakan pada sel
endotel dan sel-sel lain, serta inaktivasi antiprotease, seperti α-antitripsin. Untuk itu, dalam plasma
darah, terdapat banyak zat antioksidan, misalnya enzim katalase, glutationin, SOD, ceruloplasmin,
dan transferin.

10
5. Nitrogen Oksida (NO)
NO berperan dalam merelaksasi otot polos vaskular dan mempromosikan terjadinya
vasodilatasi. Namun, pada beberpa keadaan, NO dapat menghambat reaksi inflamasi, misalnya
menghambat agregasi keping darah, inflamasi dengan pemicu sel mast, dan rekruitment dari
leukosit ke daerah inflamasi. Dengan demikian, NO dapat dikatakan sebagai faktor regulator
endogenous dari respon inflamasi.

Gambar Kerja NO pada otot polos vaskuler dan makrofage

6. Sitokin dan Kemokin


a. Sitokin
Sitokin yang paling banyak berperan dalam inflamasi akut adalah TNF (α,β,γ) ataupun
Interleukin (IL, dari 1 – 20), selain itu terdapat pula Interferon/IFN (α,β,γ). Perhatikan
gambar di bawah ini untuk memperoleh gambaran dari cara kerja TNF dan IL (dalam hal ini
IL-1 yang berperan dalam inflamasi akut pada masa awal).
Produksi dari sitokin IL-1 diatur oleh kompleks protein multipel yang disebut sebagai
inflammasome yang merespon stimuli dari mikroba dan sel-sel atau jaringan yang mati.
Komplek protein ini tergolong dalam protein apoptotik caspase yang berfungsi
mengaktifkan prekursor dari IL-1 menjadi sitokin yang aktif. Mutasi dari gen-gen yang
mengkode protein ini akan menyebabkan penyakit demam Mediterania.

11
Gambar Kerja TNF/IL-1 pada berbagai macam sel dan efek yang dihasilkannya

b. Kemokin
Merupakan protein yang bersifat terutama sebagai kemoatraktan untuk leukosit. Terdapat
40 jenis kemokin di dalam tubuh, namun baru 20 yang baru teridentifikasi sampai saat ini.
Namun, secara umum, berdasarkan struktur yang dibentuknya, kemokin dapat digolongkan
menjadi 4 kelas, antara lain:
- Kelas C-X-C (α-kemokin) dengan 2 gugus sistein di antara asma amino, misalnya IL-8.
- Kelas C-C (β-kemokin) mencakup protein kemoatraktan untuk monosit (MCP-1),
eotaksin untuk eosinofil, protein inflamasi makrofage (MIP-1 α), dan RANTES
(Regulated and Normal T-Cell Expressed and Secreted). Tidak bekerja pada neutrofil.
- Kelas C yang bersifat spesifik untuk limfosit
- Kelas CX3C, yang hanya meliputi fraktalkin, terdapat dalam dua bentuk yaitu (1)
terikat membran plasma dan (2) turunan dari proteolisis protein terikat membran.
7. Kandungan Lisosomal dari Leukosit
Kandungan lisosomal dari leukosit yang terdapat dalam granulanya apabila dilepaskan akan
dapat memicu terjadinya respon inflamasi. Misalnya pada neutrofil terdapat enzim kolagenase
pada granula kecil, sedangkan pada granula besar (bersifat azurofil) terdapat neutral protease.
Keseimbangan akan aktivitas dari enzim-enzim berbahaya ini dikontrol oleh antiprotease.
8. Neuropeptida
Disekresikan oleh sel-sel neuron (pada sensorik dan beberapa leukosit tertentu) yang berperand
dalam amplifikasi dari respon inflamasi, misalnya substansi P dan neurokinin-A. Susbtansi P
dapat menyebabkan terjadinya rasa peruh, pengaturan tekanan darah, stimulasi sel endokrin,
dan peningkatan permeablitas membran.

DAFTAR PUSTAKA

12
Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson, Patofisiologi:
Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli
diterbitkan 1992).

Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi, K.A.,
Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).

Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar,
Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders.

Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium patologi
anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1987).

Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.

13

Anda mungkin juga menyukai