Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat penting  untuk memoertahankan keseimbangan atau
homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi
fisiologis  tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikel-partikel
bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-
komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negative
(anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuscular dan
keseimbangan asam-basa. Pada fungsi neuromuscular, elektrolit memegang peranan penting
terkait dengan transmisi impuls saraf.

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik
yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan
elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung
satu dengan yang lainnya; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan
intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan
yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.

2.2  Cairan dan Elektolit Tubuh


Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia membutuhkan cairan
dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di berbagai jaringan tubuh. Hal tersebut
dapat dicapai dengan serangkaian manuver fisika-kimia yang kompleks. Air menempati proporsi
yang besar dalam tubuh. Seseorang dengan berat 70 kg bisa memiliki sekitar 50 liter air dalam
tubuhnya. Air menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan pria dewasa, dan 55% tubuh
pria lanjut usia. Karena wanita memiliki simpanan lemak yang relative banyak (relative bebas-
air), kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit dibandingkan pria. Air tersimpan
dalam dua kompartemen utama dalam tubuh, yaitu :

1. Cairan intraselular (CIS). CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan
menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water[TBW]). CIS merupakan
media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989). Pada individu dewasa, CIS
menyusun sekitar 40% berat tubuh atau 2/3 dari TBW. Sisanya, yaitu 1/3TBW atau 20%
berat tubuh, berada di luar sel yang disebut sebagai cairan ekstra seluler (CES) (Price &
Wilson, 1986).

2. Cairan ekstraselular (CES). CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan
menyusun sekitar 30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravascular, cairan
interstisial, dan cairan transeluler. Cairan  interstisial terdapat dalam ruang antar-sel,
plasma darah, cairan serebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan sendi. Akan
tetapi,  jumlahnya terlalu sedikit untuk berperan dalam keseimbangan cairan. Guna
mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH yang
normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit
yang berperan adalah : kation dan anion.
Elektrolit yang berperan dalam mekanisme pertukaran CIS dan CES
(John Gibson, 2003)
Anion Kation
-
Klorida                            Cl Natrium                            Na+
2-
Sulfat                              SO4 Kalium                              K+
Fosfat                             PO43- Kalsium                            Ca2+
Bikarbonat                     HCO3- Magnesium                       Mg2+

2.2.1        Pergerakan cairan dan elektrolit tubuh


Regulasi cairan dalam tubuh meliputi hubungan timbal balik antara sejumlah komponen,
termasuk air dalam tubuh dan cairannya, bagian-bagian cairan, ruang cairan, membran, sistem
transpor, enzim, dan tonisitas. Sirkulasi cairan dan elektolit terjadi dalam tiga tahap. Pertama,
plasma darah begerak di seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Kedua, cairan interstisial dan
komponennya bergerak di antara kapiler darah dan sel. Terakhir, cairan dan substansi bergerak
dari cairan interstisial ke dalam sel. Sedangkan mekanisme pergerakan cairan tubuh berlangsung
dalam tiga proses, yaitu :
1)     Difusi. Difusi adalah perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju
area berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermiabel. Pada proses ini,
cairan dan elektrolit masuk melintasi membrane yang memisahkan dua kompartemen
sehingga konsentrasi di kedua kompartemen itu seimbang. Kecepatan difusi
dipenngaruhi oleh tiga hal, yakni ukuran molekul, konsentrasi larutan dan temperature
larutan.
2)    Osmosis. Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membrane semipermiabel
dari area berkonsentrasi rendah menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Pada proses ini,
cairan melintasi membrane untuk mengencerkan kedua sisi membrane. Perbedaan
osmotic ini salah satunya dipengaruhi oleh distribusi protein yang tidak merata. Karena
ukuran molekulnya yang besar, ketidakseimbangan tekanan osmotic koloid (tekanan
onkotik) sehingga cairan tertarik ke dalam ruang intravaskular.
3)  Transport Aktif. Transport aktif adalah proses pengangkutan yang digunakan
oleh molekul untuk berpindah melintasi membrane selmelawan gradient konsentrasinya.
Dengan kata lain, transport aktif adalah gerakan partikel dari konsentrasi lain tanpa
memandang tingkatannya. Proses ini membutuhkan energy dalam bentuk adenosine
trifosfat (ATP). ATP berguna untuk mempertahankan konsentrasi ion natrium dan
kalium dalam ruang ekstrasel dan intrasel melalui suatu proses yang disebut pompa
“natrium-kalium”.

2.2.2        Pengaturan keseimbangan cairan


Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus, hormone anti-diuretik
(ADH), hormone aldosteron, prostaglandin, dan glukortikoid.
1)      Rasa haus. Rasa haus adalah keinginan yang disadari tehadap kebutuhan akan cairan. Rasa haus
biasanya muncul apabila osmolalitas plasma mencapai 295 mOsm/kg. Osmoreseptor yang
terletak di pusat rasa haus hipotalamus sensitive terhadap perubahan osmolalitas pada cairan
ekstrasel. Bila osmolalitas meningkat, sel akan mengkerut dan sensasi rasa haus akan muncul
akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah sebagai berikut :
a)    Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang akhirnya
menghasilkan angiotensin II. Angiotensin II merangsang hipotalamus untuk melepaskan
substrat neuron yang bertanggungjawab meneruskan sensasi haus.
b)       Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotic dan
mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan sensasi haus.
c)      Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan local pada mulut akibat status
hiperosmolar. Selain itu, rasa haus bisa juga muncul untuk menghilangkan sensasi
kering yang tidak nyaman akibat penurunan saliva.

2)      Hormon ADH. Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan di  dalam neurohipofisis
pada hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolalitas dan
penurunan cairan ekstrasel. Selain itu, sekresi juga dapat terjadi pada kondisi stres, trauma,
pembedahan, nyeri, dan pada penggunaan beberapa jenis anestetik dan obat-obatan. Hormon ini
meningkatkan reabsorpsi air pada duktus pengumpul sehingga dapat menahan air dan
mempertahankan volume cairan ekstrasel. ADH juga disebut sebagai vasopresin karena
mempunyai efek vasokonstriksi minor pada arteriol yang dapat meningkatkan tekanan darah.

3)      Hormon aldosteron. Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus ginjal
untuk meningkatkan absorpsi natrium. Retensi natrium mengakibatkan retensi air. Pelepasan
aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, kadar natrium serum, dan sistem
rennin-angiotensin.

4)      Prostaglandin. Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di banyak jaringan


dan berperan dalam respons radang, pengontrolan tekanan darah, kontraksi uterus, dan motilitas
gastrointestinal. Di ginjal, prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, reabsorpsi natrium.

5)      Glukortikoid. Glukortikoid meningkatkan reabsorpsi natrium dan air sehingga memperbesar


volume darah dan mengakibatkan retensi natrium. Oleh karena itu, perubahan kadar glukortikoid
mengakibatkan perubahan pada keseimbangan volume darah (Tambayong, 2000).

Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari. Sedangkan haluaran
cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengeluaran cairan dapat terjadi melalui beberapa organ, yakni:

a) Kulit.  Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis yang
merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada kelenjar keringat ini
disebabkan oleh aktivitas otot, temperature lingkungan yang tinggi dan kondisi
demam. Pengeluaran cairan melalui kulit dikenal dengan istilahinsensible water
loss (IWL). Hal yang sama juga berlaku pada paru-paru. Sedangkan pengeluaran
cairan melalui kulit berkisar 15-20ml/24 jam atau 350-400 ml/hari.
b) Paru-paru. Meningkatnya jumlah cairan yang keluaran melalui paru merupakan
suatu bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas karena
pergerakan atau kondisi demam. IWL untuk paru adalah 350-400 ml/hari.
c) Pencernaan. Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui sistem
pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. perhitungan IWL secara keseluruhan
adalah 10-15 ml/kg BB/24 jam, dengan penambahan 10% dari IWL normal setiap
kenaikan suhu 10C.
d) Ginjal. Ginjal merupakan organ pengeksresikan cairan yang utama pada tubuh.
Pada individu dewasa, ginjal mengeksresikan sekitar 1500 ml per hari.

2.2.3        Regulasi elektrolit.
Elektrolit yang terbanyak di dalam tubuh adalah kation dan anion.
1. Kation. Kation yang terdapat dalam tubuh meliputi :
a) Natrium.  Natrium merupakan kation utama dalam CES. Konsentrasi normal
natrium diatur oleh ADH dan aldosteron (di ekstrasel). Natrium tidak hanya bergerak
ke dalam dan keluar sel, tetapi juga bergerak di antara dua kompartemen cairan utama.
Natrium berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan, hantaran impuls dan
kontraksi otot. Fungsi utama natrium adalah untuk membantu mempertahankan
keseimbangan cairan, terutama intrasel dan ekstrasel, dengan menggunakan sistem
“pompa natrium-kalium”.
b) Kalium. Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam CIS. Sumber
kalium diperoleh dari pisang, brokoli, jeruk dan kentang. Kalium penting untuk
mempertahankan keseimbangan asam-basa, serta mengatur trasmisi impuls jantung
dan kontraksi otot. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan perubahan dan
penggantian dengan ion kalium di tubulus ginjal.
2. Anion. Anion yang terdapat dalam tubuh meliputi :
a) Klorida klorida temasuk salah satu anion terbesar di cairan ekstrasel. Klorida
berfungsi mempertahankan tekanan osmotic darah. Nilai normal klorida adalah 95-105
mEq/l.
b) Bikarbonat.  Bikarbonat merupakan buffer kimia utama dalam tubuh yang
terdapat di cairan ekstrasel dan intrasel. Regulasi bikarbonat dilakukan oleh ginjal.
Nilai normal bikarbonat adalah 22-26 mEq/l.
c) Fosfat. Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat
berfungsi membantu pertumbuhan tulang dan gigi serta menjaga keutuhannya. Selain
itu, fosfat juga membantu kerja neuromuscular, metabolisme karbohidrat, dan
pengaturan asam-basa. Kerja fosfat ini diatur oleh hormon paratiroid dan diaktifkan
oleh vitamin D.
2.2.4        Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain:
1. Usia. Pada bayi atau anak-anak, keseimbangan cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Diantaranya adalah asupan cairan yang besar yang diimbangi dengan
haluaran yang besar pula, metabolisme tubuh yang tinggi, masalah yang muncul akibat
imaturitas fungsi ginjal, serta banyaknya cairan yang keluar melalui ginjal, paru-paru dan
proses penguapan. Pada orang tua atau lansia, gangguan yang muncul berkaitan dengan
masalah ginjal dan jantung terjadi karena ginjal tidak lagi mampu mengatur konsentrasi
urin.
2. Temperatur lingkungan. Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis dan
menyebabkan seseorang berkeringat. Pada cuaca yang sangat panas, seseorang akan
kehilangan 700-2000 ml air/jam dan 15-30 g garam/hari.
3. Kondisi stress. Kondisi stress mempengaruhi metabolism sel, konsentrasi glukosa darah,
dan glikolisis otot. Kondisi stress mencetuskan pelepasan hormon anti-diuretik sehingga
produksi urin menurun.
4. Keadaan sakit. Kondisi sakit yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain luka bakar, gagal ginjal, dan payah jantung.
5. Diet. Diet dapat mempengaruhi asupan cairan dan elektrolit. Asupan nutrisi yang tidak
adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar albumin serum. Jika albumin serum menurun,
cairan interstisial tidak bisa masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi edema

2.3  Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektolit

2.3.1   Ketidakseimbangan cairan
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu
mempertahankan homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa defisit volume
cairan atau sebaliknya.
1. Defisit volume cairan (fluid volume defisit  [FVD]). 
Defisit volume cairan adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai
dengan defisiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proporsi antara
keduanya (cairan dan elektrolit) mendekati normal. Kondisi ini dikenal juga dengan
istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan osmotik mengalami
perubahan sehingga cairan interstisial menjadi kosong dan cairan intrasel masuk ke
ruang interstisial sehingga mengganggu kehidupan sel. Secara umum, kondisi defisit
volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu :
a)      Dehidrasi isotonik.  Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang sebanding
dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-145 mEq/l.
b)      Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang sebanding
dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-150 mEq/l.
c)      Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit
daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma darah adalah
130 mEq/l.
       Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menimbulkan beberapa perubahan.
Di antaranya adalah penurunan volume ekstrasel (hipovolemia) dan perubahan hematokrit. Pada
dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya asupan cairan,
tingginya asupan pelarut (mis., protein dan klorida atau natrium) yang dapat menyebabkan
eksresi urine berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang lama, serta kelainan lain yang
menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi dehidrasi dapat digolongkan
menurut derajat keparahan menjadi :

a.       Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini, kehilangan cairan mencapai 5% dari berat
tubuh atau sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang lebih
besar dan individu dewasa sudah dikategorikan sebagai dehidrasi berat. Kehilangan
cairan yang berlebih dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, perkemihan,
paru-paru, atau pembuluh darah.
b.      Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangn cairan mencapai 5-10%

dari berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kaddar natrium serum berkisar 152-158 mEq/l.
Salah satu gejalanya adalah mata cekung.
c.        Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter.

Kadar natrium serum berkisar 159-166 mEq/l. Pada kondisi ini penderita dapat
mengalami hipotensi.

2. Volume cairan berlebih (fluid volume eccess[FVE]). 


Volume cairan berlebih (overhidrasi) adalah kondisi ketidakseimbangan yang
ditandai dengan kelebihan (retensi) cairan dan natrium di ruang ekstrasel. Kondisi ini
dikenal juga dengan istilah hipervolemia. Overhidrasi umumnya disebabkan oleh
gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul terkait kondisi ini adalah
peningkatan volume darah dan edema. Edema terjadi akibat peningkatan tekanan
hidrostatik dan penurunan tekanan osmotic. Edema sering muncul di daerah mata, jari,
dan pergelangan kaki. Edema pitting adalah edema yang muncul di daerah perifer.
Jika area tersebut ditekan, akan terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang setelah
tekanan dilepaskan.

2.3.2   Ketidakseimbangan elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi :
1. Hiponatremia dan hipernatremia. 
Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan perubahan tekanan osmotic. Perubahan ini mengakibatkan pindahnya cairan
dari ruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia umumnya
disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit Addison, kehilangan natrium melalui
pencernaan, pengeluaran keringat berlebih, dieresis, serta asidosis metabolic. Penyebab lain
yang berkaitan dengan kelebihan cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormon antidiuretik
(syndrome of inappropriate antidiuretic hormon [SIADH]), peningkatan asupan cairan,
hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria, dan polidipsia psikogenik.

2. Hipokalemia dan hiperkalemia.


 Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion hydrogen dan kalium tertahan
di dalam sel dan menyebabkan gangguan atau perubahan pH plasma. Gejala defisiensi
kalium pertama kali terlihat pada otot, distensi usus, penurunan bising usus, serta denyut
nadi yang tidak teratur.
3.  Hipokalsemia dan hiperkalsemia. 

Hipokalsemia adalah  kekurangan kadar kalsium di cairan ekstrasel. Bila


berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab tubuh akan berusaha
memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari tulang. Hiperkalsemia adalah
kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel. Kondisi ini menyebabkan penurunan
eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas.
4. Hipomagnesemia dan hipermagnesemia. Hipomagnesemia  terjadi apabila kadar
magnesium serum urang dari 1,5 mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi
alohol yang berlebih, malnutrisi, diabetes mellitus, gagal hati, absorpsi usus yang buruk.
Hipermagnesemia  adalah kondisi meningkatnya kadar magnesium di dalam serum. Meski
jarang ditemui, namun kondisi ini dapat menimpa penderita gagal ginjal., terutama yang
mengkonsumsi antasida yang mengandung magnesium
5. Hipokloremia dan hiperkloremia. Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida
dalam serum. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi
gastrointestinal yang berlebihan, seperti muntah, diare, dieresis, serta pengisapan
nasogastrik. Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida serum. Kondisi ini kerap
dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal.
6. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia. Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di
dalam serum. Kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus,
peningkatan ekskresi fosfat, dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hipofosfatemia
dapat terjadi akibat alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes, dan hipertiroidisme.
Hiperfosfatemia  adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Kondisi ini dapat
muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid menurun. Selain itu,
hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat berlebih atau penyalahgunaan laksatif
yang mengandung fosfat.

2.4  Asam-basa
Kadar atau derajat keasaman cairan digambarkan dengan konsentrasi ion hydrogen (H +)
dan ion hidroksil (OH-). Asam adalah substansi yang berisi ion hydrogen yang dapat dibebaskan.
Sedangkan basa adalah substansi yang dapat menerima ion hydrogen. Satuan pengukur yang
digunakan untuk menggambarkan keseimbangan asam-basa adalah “pH”. Rentang pH berkisar
1-14. pH netral adalah 7, contohnya air murni. Jika ion hydrogen bertambah, larutan akan
bersifat asam (pH<7). Sebaliknya, jika ion hidroksil bertambah, larutan tersebut akan bersifat
basa (pH>7). Plasma darah normalnya bersifat basa-ringan dengan pH 7,35-7,45.
2.5  Gangguan Keseimbangan Asam-basa
Pada dasarnya, keseimbangan asam-basa mengacu pada pengaturan ketat konsentrasi ion
hydrogen (H+) bebas di dalam cairan tubuh

Reaksi diatas bersifat reversible karena dapat berlangsung dalam dua arah, bergantung
pada konsentrasi zat-zat yang terlibat. Saat kadar CO2 dalam darah meningkat, reaksi akan
berpindah ke sisi asam dan menghasilkan H+ serta HCO3-. Sebaliknya, jika kadar CO2 dalam
darah menurun, reaksi tersebut akan berpindah ke sisi CO2. Dalam proses ini, ion H+ dan
HCO3- bereaksi membentuk H2CO3- yang dengan cepat berubah kembali menjadi CO2 dan H2O.
ketidakseimbangan asam-basa terjadi apabila perbandingan antara [HCO3-] dan [CO2] tidak
proporsional. Normalnya, perbandingan antara keduanya adalah 20/1. Jika perbandingan tersebut
berubah, akan terjadi ketidakseimbangan yang menimbulkan gangguan yang disebut asidosis dan
alkalosis. Baik asidosis maupun alkalosis, keduanya dipengaruhi oleh fungsi pernapasan dan
metabolisme. Karenanya, dikenal istilah asidosis respiratorik dan asidosis metabolic serta
alkalosis respiratorik dan alkalosis metabolic.

Saat terjadi gangguan keseimbangan asam-basa, tubuh akan berupaya memperbaikinya


melalui suatu sistem regulasi sehat yang disebut kompensasi. Selain melalui sistem buffer, upaya
kompensasi ini dilakukan melalui mekanisme pernapasan dan mekanisme ginjal.

1. Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik adalah gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan
oleh retensi CO2 akibat kondisi hiperkapnia. Karena jumlah CO2 yang keluar melalui paru
berkurang, terjadi peningkatan H2CO3 yang kemudian menyebabkan peningkatan [H+].
Kondisi ini disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah penyakit paru, depresi pusat
pernapasan, kerusakan saraf atau otot yang menghambat kemampuan bernapas, atau oleh
tindakan sederahana seperti menahan napas.
Tanda-tanda klinis asidosis respiratorik meliputi :
a) Napas dangkal, gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi
b) Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran, dan
disorientasi.
c) pH plasma <7,35 ; pH urine <6
d) PCO2 tinggi (>45 mmHg)

2. Asidosis metabolic
Asidosis metabolic,dikenal juga dengan istilah asidosis nonrespiratorik,
mencakup semua jenis asidosis yang bukan disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan
tubuh. Pada keadaan tidak terkompensasi, kondisi ini ditandai dengan penurunan HCO3-
plasma, sedangkan kadar CO2 normal. Asidosis metabolic biasanya disebabkan oleh
pengeluaran cairan kaya HCO3- secara berlebihan atau oleh penimbunan asam nonkarbonat.
Kondisi tersebut merangsang pusat pernafasan untuk meningkatkan frekuensi dan
kedalaman napas. Akibatnya, karbon dioksida semakin banyak terbuang dan kadar asam
karbonat menurun. Upaya ini meminimalkan perubahan pH.
Tanda dan gejala asidosis metabolic meliputi :
a) Pernafasan Kussmaul, yaitu pernapasan cepat dan dalam
b) Kelelahan (malaise)
c) Disorientasi
d) Koma
e) pH plasma <3,5
f) PCO2 normal tau rendah jika sudah terjadi kompensasi
g) Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20 mEq/l, dewasa <21mEq/l)

3. Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik merupakan dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat
hiperventilasi. Jika ventilasi paru menigkat, jumlah CO2 yang dikeluarkan akan lebih besar
daripada yang dihasilkan. Akibatnya, H2CO3 yang terbentuk berkurang dan H+menurun.
Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik adalah demam, kecemasan, dan keracunan
aspirin yang kesemuanya merangsang ventilasi yang berlebihan. Sebagai upaya
kompensasi ginjal akan mengekskresikan bikarbonat untuk mengembalikan pH ke dalam
rentang normal.
Tanda dan gejala klinis alkalosis respiratorik adalah:
a) Penglihatan kabur
b) Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
c) Kemampuan konsentrasi terganggu
d) Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus gawat)
e) pH >7,45

4. Alkalosis metabolic
Alkalosis metabolic adalah penurunan (reduksi) H+ plasma yang disebabkan oleh
defisiensi relatif asam-asam nonkarbonat. Pada kondisi ini, peningkatan HCO3- tidak
diimbangi dengan peningkatan CO2. Dalam keadaan tidak terkompensasi, kadar HCO3- bisa
berlipat ganda dan menyebabkan rasio alkalotik 40/1. Kondisi ini antara lain disebabkan
oleh muntah yang terus menerus dan ingesti obat-obat alkali. Sebagai upaya kompensasi,
pusat pernapasan ditekan agar pernapasan menjadi pendek dan dangkal. Akibatnya,
CO2 menjadi tertahan dan kadar asam karbonat meningkat guna mengimbangi kelebihan
bikarbonat.
Tanda dan gejala klinis alkalosis metabolic adalah
a) Apatis
b) Lemah
c) Gangguan mental (mis, gelisah, bingung, letargi)
d) Kram
e) Pusing
1.      Pengkajian
Pengkajian keperawatan difokuskan pada hal-hal seperti riwayat keperawatan,
pengukuran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
a.       Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang beresiko
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengkajian tersebut
meliputi :
1) Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan
2) Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan
elektrolit.
4) Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat menggangu status
cairan.
5) Status perkembangan (usia atau kondisi social)

b.      Pengukuran klinis
Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa instruksi dari dokter
adalah pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat badan, serta pengukuran
asupan dan haluaran cairan.
1) Berat badan. Pengukuran BB dilakukan disaat yang sama dengan
menggunakan pakaian dengan berat yang sama. Peningkatan atau penurunan
1 kg berat badan setara dengan penambahan atau pengeluaran 1 liter cairan.
2) Tanda – tanda vital. Perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan,
dan tekanan darah serta tingkat kesadaran) bisa menandakan gangguan
keseimbanga cairan dan elektrolit.
3) Asupan cairan. Meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan parenteral (obat-
obat intravena), makanan yang mengandung air, irigasi kateter.
4) Haluaran cairan. Haluaran cairan meliputi urine (volume, kepekatan), feses
(jumlah, konsistensi) drainase, dan IWL.
5) Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang
berlebihan, kekeringan pada membran mukosa.
6)  Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan
cairan dan elektrolit (mis., DM, CA, luka bakar, hematemesis, dll).
7) Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit (mis., steroid, diuretic, dialysis).
Pemeriksaan Fisik Dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemeriksaan fisik meliputi:
a. Keadaan umum: iritabilitas, letargi, bingung, disorientasi
b. Berat badan Timbang berat badan setiap hari untuk mengetahui risiko terkena gangguan cairan
dan elektrolit. Dengan demikian, retensi cairan dapat dideteksi lebih dini karena 2,5–5 kg cairan
tertahan di dalam tubuh sebelum muncul edema. Perubahan dapat turun, naik, atau stabil.
c. Intake dan output cairan Intake cairan meliputi per oral, selang NGT, dan parenteral. Output
cairan meliputi urine, feses, muntah, pengisapan gaster, drainage selang paska bedah, maupun
IWL. Apakah balance cairan seimbang, positif atau negatif. Kaji volume, warna, dan konsentrasi
urine.
d. Bayi: fontanela cekung jika kekurangan volume cairan, dan menonjol jika kelebihan cairan.
e. Mata:
1) Cekung, konjungtiva kering, air mata berkurang atau tidak ada
2) Edema periorbital, papiledema
f. Tenggorokan dan mulut : Membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-pecah dan kering, saliva
menurun, lidah di bagian longitudinal mengerut
g. Sistem kardiovaskular:
1) Inspeksi: - Vena leher: JVP/jugularis vena pressur datar atau distensi
- Central venus pressure (CVP) abnormal
- Bagian tubuh yang tertekan, pengisian vena lambat
2) Palpasi: - Edema: lihat adanya pitting edema pada punggung, sakrum, dan tungkai
(pretibia, maleolus medialis, punggung kaki)
- Denyut nadi: frekuensi, kekuatan
- Pengisian kapiler
3) Auskultasi: - Tekanan darah: ukur pada posisi tidur dan duduk, lihat perbedaannya,
stabil, meningkat, atau menurun.
- Bunyi jantung: adakah bunyi tambahan
h. Sistem pernapasan: dispnea, frekuensi, suara abnormal (creckles)
i. Sistem gastro intestinal: 1) Inspeksi: abdomen cekung/distensi, muntah, diare
2) Auskultasi: hiperperistaltik disertai diare, atau hipoperistaltik
j. Sistem ginjal: oliguria atau anuria, diuresis, berat jenis urine meningkat
k. Sistem neuromuskular : 1) Inspeksi: kram otot, tetani, koma, tremor
2) Palpasi: hipotonisit, hipertonisitas
3) Perkusi: refleks tendon dalam (menurun/tidak ada,
hiperaktif/meningkat)
l. Kulit: 1) Suhu tubuh: meningkat/menurun
2) Inspeksi: kering, kemerahan
3) Palpasi: turgor kulit tidak elastik, kulit dingin dan lembab.

C.      Pemeriksaan laboratorium
      Pemeriksaan darah lengkap. Meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb),
dan hematokrit (Ht).
a) Ht naik            : dehidrasi berat dan gejala syok
b) Ht turun          : perdarahan akut, massif, dan reaksi hemolitik.
c) Hb naik           : hemokonsentrasi.
d)  Hb turun          : perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
e) Pemeriksaan elektrolit serum. Dilakukan untuk mengetahui kadar natrium,
kalium, klorida, ion bikarbonat.
f) pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk
mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat
jenisnya 1,003-1,030.
g)   Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-, PCO2,
dan Sa. O2. Nilai PCO2 normal : 35-40 mmHg; PO2 normal : 80-100 mmHg;
HCO3- normal : 25-29 mEq/l. sedangkan saturasi O2  adalah perbandingan
oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah,
normalnya di arteri (95%-98%) dan vena (60%-85%).

2.      Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), masalah keperawatan utama untuk masalah gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit meliputi :
a) Kekurangan volume cairan
b) Kelebihan volume cairan
c) Resiko kekurangan volume cairan
d) Resiko ketidakseimbangan volume cairan
e) Gangguan pertukaran gas.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN Beberapa diagnosa keperawatan lain yang
berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa adalah:
1. Defisit Self Care Atau Intolerans Aktivitas
Defisit self care adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami gangguan kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri. Intolerans aktivitas adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan
atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan. Ditandai dengan:
a. cepat lelah;
b. lemah;
c. iritabilitas otot.
2. Risiko Injuri
adalah suatu kondisi dimana individu yang berisiko untuk mengalami cedera sebagai akibat dari
kondisi lingkungan yang berhubungan dengan sumber adaptif dan pertahanan.
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Ditandai dengan:
a. hipotensi postural;
b. kehilangan kesadaran;
c. kerusakan kognitif.
3. Kerusakan Integritas Kulit
Kerusakan integritas kulit adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami perubahan dermis
dan/atau epidermis.
4. Konstipasi atau Diare
Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi defekasi yang normal pada seseorang disertai
dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan
kering. Diare adalah feses keluar dengan cepat dan tidak berbentuk. Berhubungan dengan: 
tetidakseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Kurang Pengetahuan
Kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurangnya informasi pengetahuan tentang
topik yang spesifik. Berhubungan dengan: pembelajaran program terapi baru yang diadakan tidak
adekuat

3.      Perencanaan dan implementasi


Secara umum, tujuan intervensi keperawatan untuk masalah cairan dan elektrolit meliputi
mempertahankan keseimbangan asupan dan haluaran cairan, mengoreksi deficit volume cairan
dan elektrolit, mengurangi overload, mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal,
menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa,
serta mencegah komplikasi akibat pemberian terapi.

3.1  Kekurangan volume cairan.


Yang berhubungan dengan :
a) Haluaran urine yang berlebihan (mis., diabetes insipidus)
b)  Pengeluaran cairan sekunder akibat demam, drainase yang abnormal, peritonitis, atau
diare.
c)  Mual/muntah
d)  Kesulitan menelan atau minum sendiri, sekunder akibat sakit tenggorakan , kelelahan
e) Asupan cairan yang kurang saat berolahraga atau karena kondisi cuaca.
f) Penggunaan laktasif dan diuretic yang berlebihan

Kriteria hasil
Klien akan mempertahankan berat jenis urine dalam rentang normal.

Indicator
a) Meningkatkan jumlah asupan cairan hingga jumlah tertentu, sesuai dengan usia dan
kebutuhan metabolic.
b) Mengidentifikasi factor risiko deficit cairan dan menjelaskan perlunya meningkatkan
asupan cairan sesuai indikasi.
c)  Tidak memperlihatkan tanda dan gejala dehidrasi.

Intervensi umum
Mandiri
a) Kaji factor penyebab (mis., ketidakmampuan untuk minum sendiri, gangguan menelan,
sakit tenggorakan, asupan cairan yang kurang sebelum berolahraga, kurang
pengetahuan, atau tidak suka dengan minuman yang tersedia).
b) Kaji pemahaman klien tentang perlunya mempertahankan hidrasi yang adekuat serta
 

metode untuk memenuhi asupan nutrisi.


c) Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai dan rencanakan pemberian asupan sacara
bertahap (mis., 1000 ml di siang hari, 800 ml di sore hari, dan 300 ml di malam hari)
d) Bila klien mengalami sakit tenggorakan, tawarkan minuman yang hangat atau dingin ;
pertimbangkan pemberian es.
e) Bila klien sangat lelah atau lemah, anjurkan klien untuk istirahat sebelum makan dan
berikan cairan dalam jumlah sedikit tetapi sering.
f) Anjurkan klien membuat buku catatan yang berisi asupan cairan , haluaran urine, dan
berat badan harian.
g) Pantau asupan cairan klien (minimal 2000 ml asupan cairan oral per hari)
h) Pantau haluaran klien (minimal 1000-1500 ml per hari)
i) Pertimbangkan jenis obat-obatan serta kondisi lain yang bisa menyebabkan kehilangan
cairan berlebih (mis., pemberian diuretic, muntah, diare, demam)
j) Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.
k) Bagi para olahragawan, tekankan pentingnya hidrasi yang adekuat sebelum dan selama
berolahraga.

Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi intarvena.

Rasional
a) Kondisi dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Akibatnya, haluaran urine
tidak dapat membersihkan limbah secara adekuat sehingga kadar BUN dan elektrolit
meningkat.
b)  Pengukuran berat badan yang akurat dapat mendeteksi kehilangan cairan
c) Untuk memantau berat badan secara efektif, penimbangan harus dilakukan di saat yang
sama dengan pakaian yang beratnya hampir sama.
d) Konsumsi gula, alcohol, dan kafein dalam jumlah besar dapat meningkatkan produksi
urine dan menyebabkan dehidrasi.

4. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi penting untuk memastikan bahwa tujuan ini untuk meningkatkan keseimbangan cairan
dan elektrolit optimum, mencegah komplikasi ketidakseimbangan, dan meningkatkan pengetahuan yang
diterima klien.
Perawat mengevaluasi keefektifan perawatan yang telah diberikan pada klien yang menderita
ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa berdasarkan hasil akhir yang diharapkan.
Pengkajian membantu perawat menentukan keefektifan intervensi keperawatan. Perawat
melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk menentukan respons klien terhadap
intervensi keperawatan. Dengan menggunakan data evaluasi, perawat menentukan dicapai atau
belumnya tujuan perawatan atau perlu tidaknya rencana keperawatan dimodifikasi.
Tujuan perawatan klien dikembangkan dengan menggunakan kriteria objektif untuk dapat
mengukur kemajuan klien yang telah dicapai.
1. Tujuan: klien akan memiliki kembali keseimbangan cairan dan elekrolit normal.
Kriteria hasil:
a. turgor kulit yang elastik akan kembali;
b. membran mukosa klien akan lembab;
c. tidak ada keluhan haus;
d. berat badan akan stabil pada nilai normal;
e. haluaran urine akan ≥ 70 ml/jam, berat jenis urine berkisar 1,010–1,020;
f. tanda-tanda vital akan kembali ke nilai dasar;
g. tidak ada muntah;
h. klien mempertahankan intake dan output seimbang;
i. klien membentuk kembali nilai elektrolit dalam batas normal;
j. klien tidak mengalami penurunan denyut postural dan perubahan tekanan darah;
k. saat pulang klien menunjukkan tidak ada tanda dan gejala edema.
2. Tujuan: klien akan mendemonstrasikan pengetahuan tentang bagaimana meningkatkan
keseimbangan cairan dan elektrolit di masa mendatang.
Kriteria hasil :
a. di akhir pembelajaran, klien mengatakan pentingnya minum 8 gelas air per hari.
b. di akhir pembelajaran, klien membuat daftar makanan tinggi sodium dan mengatakan
membutuhkan modifikasi diet;
c. klien membuat catatan berat badan sehari-hari untuk bulan depan;
d. klien memberitahukan dokter tentang kenaikan berat badan yang signifikan;
e. di akhir pembelajaran, klien mengatakan rencana koping dengan masalah diare atau
muntah;
f. di akhir pembelajaran, klien membuat daftar makanan tinggi potasium.
3. Tujuan: klien akan menetapkan bebas dari komplikasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria hasil:
a. klien berdiri dan berjalan tanpa pusing atau jatuh;
b. kulit tetap utuh meskipun edema sampai edema berkurang.
BAB IV
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
Diagnosa keperawatan berhubungan dengan gangguan cairan, elektrolit, dan asam basa
mengacu pada diagnosa keperawatan NANDA. Diagnosa keperawatan utama pada klien dengan
gangguan kebutuhan cairan, elektrolit, dan asam basa, yaitu: defisit volume cairan (ECF), kelebihan
volume cairan (ECF), kelebihan air, dan kekurangan air.
Pengkajian pada pasien dengan gangguan kebutuhan cairan elektrolit meliputi riwayat
perawatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengkajian riwayat keperawatan dalam
pemenuhan cairan dan elektrolit ditujukan/difokuskan pada riwayat keluhan, pola intake, pola eliminasi,
pasien sedang dalam proses penyakit, riwayat pengobatan.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, berat badan, intake dan output cairan, tanda-
tanda ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Pemeriksaan tanda-tanda
ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa dapat dilakukan pada fontanela bayi, mata,
tenggorokan dan mulut, sistem kardiovaskular, sistem pernapasan, sistem ginjal, sistem neuromuskular,
kulit. Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan kadar elektrolit serum, hitung darah lengkap, kadar
kreatinin, berat jenis urine, analisis gas darah arteri.

saran
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta.
Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.
Marilynn E. Doengoes, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan, EGC.
Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
KEPERAWATAN DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN dengan PEMENUHAN CAIRAN

Dosen Pembimbing :
.

Di Susun Oleh :

1. Anissa Firdaus
2. Dwi Supriyanto
3. Intan Nur Nabilah
4. Nova Hastuti
5. Ratna Wati
6. Vira Andani
7. Waode Nur Salsabilla

AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA


Jalan Cumi 37 kompleks Rumah Sakit Sukmul
2018 - 2019

Anda mungkin juga menyukai