Anda di halaman 1dari 5

Khoirunisa Ulayya Azizah

J52020200046

Kelompok 4

SKENARIO V BLOK 5

LEARNING OBJECT

1. Bagaimana perubahan yang terjadi pada cairan rongga mulut atau saliva karena faktor
pertambahan usia ketika sudah tua?
2. Apa saja perubahan jaringan rongga mulut yang terjadi pada lansia?
3. Penyakit penyakit yang berkaitan dengan kerusakan kelenjar saliva? (tidak harus
berkaitan dengan lansia)
4. Indikasi patogen apa saja yang dapat dicari dari kandungan saliva?
5. Apakah keadaan saliva bisa direkayasa?
6. Bagaimana peran saliva dalam pendekatan ekologi untuk mencegah karies?

STEP 6 DAN 7

1. Bagaimana perubahan yang terjadi pada cairan rongga mulut atau saliva karena faktor
pertambahan usia ketika sudah tua?
Perubahan umur diketahui dapat berpengaruh terhadap penurunan produksi saliva.
Akibatnya hal ini disebabkan karena terjadi penurunan fungsi glandula parenkim saliva. Namun,
seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi
kelenjar saliva, kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung,
lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan
penurunan produksi saliva. Selain itu, penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes mellitus
yang diderita pada lanjut usia aliran saliva mengalami penurunan yang berakibat terjadinya keluhan
xerostomia. Di samping itu juga terjadi perubahan komposisi saliva yang disebabkan oleh gangguan
sekresi glandula submaksilaris dan parotis sebagai akibat dari kelainan hormonal (Syam dkk.,
2018).

Laju aliran saliva yang menurun akan menyebabkan penurunan konsentrasi protein, klorida,
sodium dan bikarbonat. Bikarbonat ini berperan penting dalam sistem buffer yang dilakukan oleh
saliva, dimana ketika bikarbonat turun, maka pH juga akan mengalami penurunan dan sistem buffer
tidak akan berjalan dengan maksimal. Penurunan pH dan rusaknya protein-protein dalam saliva
secara langsung akan meningkatkan viskositas saliva (Rahmawati dan Hanafi, 2016).

2. Apa saja perubahan jaringan rongga mulut yang terjadi pada lansia?

Perubahan jaringan rongga mulut yang terjadi pada lansia antara lain :
1) Perubahan pada gigi dan jaringan penyangga gigi
Pada lansia gigi permanen menjadi kering, lebih rapuh dan bewarna gelap.
Permukaan oklusal gigi menjadi datar akibat pergeseran gigi selama proses mastikasi. Terjadi
atropi pada gingival dan procesus alveolaris menyebabkan akar gigi terbuka sehingga
menimbulkan rasa sakit. Tulang mengalami osteoporosis akibat gangguan hormonal dan
nutrisi. Kemunduran jaringan penyangga gigi dapat menyebabkan gigi goyang dan tanggal.
2) Perubahan pada intermaxillary space
Perubahan bentuk dentofacial adalah sesuatu yang biasa terjadi pada usia
lanjut.Dagu menjadi lebih maju, keriput meluas dari sudut bibir dan sudut mandibular.
3) Perubahan pada mukosa dan lidah
Terjadi atropi pada bibir, mukosa mulut dan lidah. Mukosa nampak tipis dan
mengkilap. Mukosa mulut pada lansia lemah dan mulut mudah terluka oleh makanan kasar.
Kapasitas saliva pada lansia menurun sehingga menyebabkan mukosa mulut kering dan
menyebabkan sensasi terbakar dalam mulut.
4) Perubahan pada efisiensi alat kunyah
Hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi gigi atas dan gigi bawah
yang mengakibatkan daya kunyah menurun yang semula maksimal dapat mencapai 300
pounds per square inch menjadi 50 pounds per square inch (Darmojo, 2011).

3. Penyakit penyakit yang berkaitan dengan kerusakan kelenjar saliva? (tidak harus
berkaitan dengan lansia)

Sialolitiasis: Sialolit adalah suatu istilah yang menerangkan adanya batu / struktur
kalsifikasi yang berkembang pada kelenjar saliva atau pada duktusnya. Penyebab yang tepat dari
sialolit ini belum diketahui secara pasti. Tetapi diduga berasal dari deposisi / endapan garam
kalsium sekeliling nodus debris dalam lumen duktus, debris disini termasuk penebalan / pemadatan
mukus, bakteri, sel-sel epitel duktus atau benda asing. Stasis yang intermiten dapat merubah elemen
mukoid pada saliva menjadi bentuk gel, sehingga gel tersebut merupakan penyusun deposisi garam
dan bahan organik menjadi batu ( Maulani, 2017).

Sialadenosis : Kelainan ini merupakan istilah nonspesifik untuk mendeskripsikan suatu


pembesaran kelenjar saliva yang bukan merupakan reaksi inflamasi maupun neoplasma.
Patofisiologi penyakit ini masih belum jelas. Pembesaran kelenjar saliva biasanya terjadi
asimtomatik. Pada penderita obesitas dapat terjadi pembengkakan kelenjar parotis bilateral karena
hipertrofi lemak. Namun perlu dilakukan pemeriksaan endokrin dan metabolik yang lengkap
sebelum menegakkan diagnosis tersebut karena obesitas dapat berkaitan dengan berbagai macam
penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemia dan menopause (Tamin dan Yassi,
2011).

Parotitis :Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit
ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat ini
berkurang karena adanya vaksinasi. Insiden parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara 4-6
tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar
kelenjar parotis. (Tamin dan Yassi, 2011).

4. Indikasi patogen apa saja yang dapat dicari dari kandungan saliva?

- Saliva menentukan potensi perkembangan karies yang terlihat dari protein

- Saliva yang berpengaruh terhadap proses pembentukan karies gigi,

- Saliva sebagai biomarker yang memengaruhi biofilm dan peridontium ditandai dengan adanya
serum dan molekul imunoglobulin sebagai faktor pertahanan utama yang spesifik yang terdapat
di dalam saliva

- Saliva membantu dalam mendiagnosis tumor dan keganasan ditandai oleh adanya ekspresi
protein penanda tumor c-erb B2, p53, dan CA125,

- Saliva membantu dalam penyembu- han luka karena terdapat EGF yang memiliki efek
angiogenik dan proliferasi yang dapat meningkatkan penyembuhan luka,

- Saliva berperan dalam penyakit herediter cystic fibrosis yang terlihat dari peningkatan kadar
kalsium, natrium dan protein serta mengandung lebih banyak lipid pada saliva

- Sliva berperan pada penyakit autoimun terlihat dari peningkatan IL- 2 dan IL- 6 pada penderita
Sindrom Sjogrens, penurunan produksi Ig A pada penderita Multiple (Lesmana dkk., 2016).

5. Apakah keadaan saliva bisa direkayasa?

Bisa,
Saliva buatan dirancang dengan sifat kimia dan fisik yang menyerupai saliva manusia
normal. Saliva buatan memiliki beberapa karakteristik seperti viskositas. Viskositas yang
menyerupai saliva manusia ini didapatkan dengan menambahkan mucin, carboxymethylcellulose,
dan gliceryn. Selain itu, saliva buatan juga mengandung produk mineral seperti calcium, phosphate,
dan fluoride. Saliva buatan juga mengandung pengawet seperti methyl- atau prophil paraben. Untuk
memberikan rasa pada saliva buatan, dapat ditambahkan mint, sorbitol, dan xylitol (Amal dkk.,
2015).

Komposisi ion pada saliva buatan sangat penting untuk dapat menyerupai saliva manusia
normal. Saliva buatan tidak hanya untuk mengurangi ketidaknyamanan tetapi juga membantu
menjaga integritas gigi. Hal ini sesuai dengan peningkatan kerentanan karies gigi yang dikaitkan
dengan penurunan sekresi saliva. Untuk meminimalkan karies gigi, saliva buatan harus
mengandung 0,4% stannous fluoride atau 1,1% sodium fluoride. Untuk menghasilkan saliva buatan
yang sebanding dengan saliva manusia normal, glikoprotein saliva diganti dengan
carboxymethylcellulose mucin, linseed atau sorbitol (Amal dkk., 2015).

Artificial saliva digunakan sebagai lubrikasi dengan membahasi rongga mulut pada keadaan
dry mouth. Dry mouth dapat dikarenakan oleh konsumsi obat-obatan, Sjogren’s syndrome,
radiotherapy atau chemotherapy penderita kanker, gangguan hormon, dan infeksi. Saliva buatan
memiliki pH normal 6,8 dengan komposisi NaCl, KCl, CaCl2, 2H2O, NH4Cl, KSCN, Na2SO4,
Urea (CH4N2O), NaHCO3, dan KH2PO4. Artificial saliva juga berfungsi sebagai penghambat
pertumbuhan yang berlebihan dari mikroorganisme patogen, dan menjaga kekuatan dari gigi geligi
(Pytko-Polonczyk et al., 2017).

6. Bagaimana peran saliva dalam pendekatan ekologi untuk mencegah karies

Saliva dapat mencegah karies dilihat dari strukturnya yang berbentuk cairan dan akan diproduksi
secara terus menerus oleh kelenjar saliva di dalam rongga mulut dan akan membentuk sebuah aliran
tetap atau yang biasa disebut laju alir saliva, aliran ini berfungsi untuk membantu membersihkan
rongga mulut dari sisa sisa makanan dan juga mikroorganisme, itu sebabnya mengapa pada anak
dengan laju saliva tinggi, angka terjadinya karies akan lebih rendah dibandingkan dengan anak yang
memiliki laju aliran saliva lebih rendah (Dananjaya dkk., 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Amal, A., Hussain, S., & Jalaluddin, M. 2015. Preparation of artificial saliva formulation. Int. Conf.
ICB Pharma II. A002 : 6-12.

Dananjaya, M. A., Prasetya, M. A., & Giri, P. R. K. 2020. Hubungan laju saliva terhadap kejadian
karies pada anak usia 7-9 tahun di Sekolah Dasar Negeri 5 Sumerta Denpasar. Bali Dental
Journal, 4(1): 33-36.

Darmojo, R. B. 2011.Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisi ke 4.Jakarta :Balai
Penerbit FK UI.

Lesmana, D., Tjahajawati, S., & Lubis, V. T. 2016. Saliva sebagai Biomarker Potensial Diagnostik
Penyakit Rongga Mulut dan Sistemik. Dentika: Dental Journal, 19(2):160-167.

Maulani, I. R. (2017). SIALODEKTOMI DAN PENGANGKATAN KELENJAR SALIVA


SUBMANDIBULA KIRI PADA SIALOLITIASIS (Laporan Kasus). Jurnal Ilmiah dan
Teknologi Kedokteran Gigi, 13(2):28-33.

Pytko-Polonczyk, J., Jakubik, A., Przeklasa-Bierowiec, A., & Muszynska, B. 2017. Artificial saliva
and its use in biological experiments. J. Physiol. Pharmacol, 68(6):807-813.

Rahmawati, A. D dan Hanafi, M. G. S. 2016. Perbedaan antara Kumur Ekstrak Siwak (Salvadora
Persica) dan Kumur Infus Siwak terhadap Viskositas Saliva. Insisiva Dental Jurnal, 5(1):
1-9.

Syam, S., Anas, R., & Yunita, A. N. 2018. PERBEDAAN BERKUMUR LARUTAN EKSTRAK
SIWAK (Salvadora persica) TERHADAP SEKRESI SALIVA RONGGA MULUT LANJUT
USIA DENGAN HIPERTENSI (HT), DIABETES MELITUS (DM) DAN TIDAK
MEMILIKI PENYAKIT SISTEMIK DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA GAU
MABAJI GOWA TAHUN 2017. As-Syifaa Jurnal Farmasi, 10(1): 99-109.

Tamin, S., & Yassi, D.2011. Penyakit kelenjar saliva dan peran sialoendoskopi untuk diagnostik dan
terapi. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 41(2) : 95-104.

Anda mungkin juga menyukai