Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah nasional karena
mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan
pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia
dalam kehamilan ini didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika ibu memiliki
kadar hemoglobin 7-10,5 gr% (KemenKes RI, 2016).
Anemia dalam kehamilan diketahui sebagai bahaya potensial bagi ibu
dan anak.Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan harus memberikan perhatian khusus dalam masalah ini. Anemia
pada dasarnya merupakan masalah nasional dan juga terjadi di seluruh dunia.
Anemia sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (Pratami, 2016).
Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena
mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan
pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Ibu hamil
mengalami anemia bila kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dll atau kadar
hemotokriknya dibawah 37 % pada trimester I, kadar hemoglobin kurang dari
10,5 gr/dll atau kadar hemotokriknya dibawah 35% pada trimester II dan
kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dll atau kadar hematokriknya dibawah
33% pada trimester III (Purwaningrum, 2017).
Anemia pada ibu hamil berdampak buruk bagi ibu maupun janin.
Kemungkinan dampak buruk terhadap ibu hamil yaitu proses persalinan yang
membutuhkan waktu lama dan mengakibatkan perdarahan serta syok akibat
kontraksi. Dampak buruk pada janin yaitu terjadinya prematur, bayi lahir berat
badan rendah, kecacatan bahkan kematian bayi (Fikawati, 2015).
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan
eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan)
dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Indonesia masalah anemia pada ibu hamil masih merupakanmasalah
kesehatan masyarakat karena prevalensinya lebih dari 50%. (KemenKes RI,
2016).
Program pencegahan anemia seperti pemberian tablet zat besi dapat
dijadikan suatu langkah yang tepat untuk meningkatkan kadar hemoglobin ibu
hamil sehingga dapat menurunkan angka kejadian anemia pada kehamilan.
Zat besi atau Fe adalah suatu mikro elemen esensial yang dibutuhkan oleh
tubuh untuk pembentukan hemoglobin. Zat besi juga dapat ditemukan pada
sumber makanan, seperti daging berwarna merah, bayam kacang-kacangan,
dan sebagainya. Zat besi (Fe) mengandung 200 mg ferrous sulfate dan 0,25
mg asam folat yang dianjurkan untuk dikonsumsi minimal 90 tablet dengan
dosis 1 tablet perhari selama kehamilan (Rizki, Lipoeto, & Ali, 2018).
Anemia pada ibu hamil meningkatkan resiko terjadinya komplikasi yang
berbahaya, serta mempunyai pengaruh yang dapat berakibat fatal jika tidak
segera diatasi diantaranya dapat menyebabkan persalinan prematur,
abortus,atonia uteri,dan menyebabkan perdarahan serta syok, meningkatkan
risiko berat badan bayi lahir rendah (Kundaryanti dkk, 2019).Sedangkan pada
ibu dapat meningkatkan risiko depresi pasca persalinan, hambatan
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, mudah terjadi
infeksi,ketuban pecah dini, sedangkan saat persalinan adanya gangguan his
dan kekuatan mengejan berkurang mengakibatkan kala 1 samapi 4 akan
berlangsung lama (Silalahi dan Hulu, 2019).
Pelayanan ANC bertujuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengatahui
masalah yang timbul selama masa kehamilan sehingga kesehatan ibu dan bayi
yang dikandung akan sehat sampai persalinan. Pelayanan Antenatal Care
(ANC) dapat dipantau dengan kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya (Ariani, 2016).
Menurut Permenkes nomor 43 tahun 2016 setiap ibu hamil harus
mendapatkan pelayanan antenatal care sesuai standar. Pelayanan sesuai
standar adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil minimal 4 kali
selama kehamilannyadengan jadwal satu kali pada trimester pertama, satu kali
pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk
menjamin perlindungan terhadap ibu hamildan janin berupa deteksi dini faktor
resiko, pecegahan dan penanganan dini komplikasi kehamilan.Pemantauan
kehamilan selama antenatal care sangat menentukan terhadapkeberhasilan
bagi kesehatan ibu hamil (Rahmah, 2017).
Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi elemen
pelayanan yaitu penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan,
pengukuran tekanan darah, pengukuran lingkar lengan atas (LILA),
pengukuran fundus uteri, imunisasi TT, 90 Tablet Fe selama kehamilan,
penentukan DJJ, pelaksanaan temu wicara, pelayanan tes laboratorium
sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan
pemeriksaan golongan darah, dan tatalaksana kasus (Kemenkes RI, 2016).
Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat
dilakukan dengan melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu
hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga
kesehatan sedangkan K4 adalah jumlah ibu hamil yang memperoleh
pelayanan antenatal dengan standar minimal 4 kali sesuai jadwal yang
dianjurkan setiap trimester. Indicator tersebut memperlihatkan akses
pelayanan kesehatan terhadap ibu hamildan tingkat kepatuhan dalam
memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan (Kemenkes RI, 2016).
Komplikasi kehamilan yang tidak terdeteksi secara dini akan berlanjut
menjadi komplikasi yang serius dan mengancam jiwa ibu maupun janin.
Bidan sebagai petugas kesehatan terdepan yang paling banyak berhubungan
dengan ibu hamil dalam memberikan perawatan kehamilan (antenatal care)
diharapkan meningkatkan cakupan skrining faktor resiko dengan
menggunakan teknologi sederhana dan mudah yaitu Kartu Skor Poedji
Rochjati (KSPR) yang merupakan salah satu upaya dalam melakukan deteksi
dini risiko tinggi ibu hamil oleh tenaga kesehatan yang bertujuan mendeteksi
kondisi secara awal apakah masuk pada kelompok berisiko atau tidak.
Penapisan 3 kelompok ibu hamil yang memiliki resiko tinggiyaitu yang
pertama, kehamilan resiko rendah dengan skor 2, kedua kehamilan resiko
tinggi dengan skor 6 sampai 10, ketiga kehamilan resiko sangat tinggi dengan
skor lebih dari 12 (Kesuma dkk, 2019).
Anemia pada ibu hamil berisiko mengalami keguguran, bayi lahir
sebelum waktunya, bayi berat lahir rendah, serta perdarahan sebelum saat dan
setelah melahirkan. Pada anemia sedang dan berat, perdarahan dapat menjadi
lebih parah sehingga berisiko terhadap terjadinya kematian ibu dan bayi.
Dampak terhadap anak yang dilahirkan oleh ibu yang anemia menyebabkan
bayi lahir dengan persediaan zat besi yang sangat sedikit didalam tubuhnya
sehingga beresiko mengalami anemia pada usia dini, yang dapat
mengakibatkan gangguan atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan
anak (WHO, 2015).
Hasil penelitan yang dilakukan oleh Wiyani dan Puspitasari(2019),
pemberian pisang ambon yang dilakukan pada 16 ibu hamil trimester I selama
satu bulan, ibu hamil dengan anemia ringan 4 orang, anemia sedang 10 orang,
anemia berat 2 orang mengalami perubahan menjadi tidak anemia 9 orang,
anemia ringan 5 orang, anemia sedang 2 orang. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Setiowati dan Nuriah (2019), pemberian sari kurma yang
dilakukan pada 16 orang ibu hamil trimester III selama satu bulan, dari ibu
hamil normal sebanyak 7 orang dan tidak normal sebanyak 9 orang meningkat
menjadi normal sebanyak 15 orang dan tidak normal sebnyak 1 orang. Hasil
penelitan yang dilakukan oleh Retnorini dkk (2019), pemberian sari kacang
hijau yang dilakukan pada 32 ibu hamil selama dua minggu sebanyak 2
cangkir satu hari rata-rata kadar hemoglobin meningkat. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ulfiana dkk (2019), pemberian ubi jalar selama lebih dari 10
hari yang dilakukan pada 22 ibu hamil dari ibu hamil dengan anemia ringan
sebanyak 13 orang menjadi normal 18 orang .
Menurut data dari Survei Demografi Kesehatan Aceh tahun 2018 angka
kematian ibu (AKI) di Aceh kembali menunjukkan penurunan menjadi 139
per 100.000 lahir hidup, berdasarkan penyebab kematian ibu secara langsung
adalah pendarahan 60-100%, hipertensi 40-60%, infeksi 20-40%, dan
penyebab kematian ibu secara tidak langsung antara lain anemia , KEK , dan
lain sebagainya sebanyak 0-20% (Profil Kesehatan Aceh, 2018).
Jumlah ini masih jauh dari target yang ditetapkan dalam Sustainable
Development Goals(SDGs) yang berupa mengurangi angka kematian ibu
sampai kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Inter-
Agency and Expert Group On SDGs Indicators, 2016). Faktor resiko yang
dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor dasar (sosial
ekonomi, pengetahuan pendidikan, dan budaya) faktor tidak langsung
(Kunjungan Antenatal care, paritas, umur, dan dukungan suami), faktor tidak
langsung (pola konsumsi tablet Fe, penyakit infeksi, dan perdarahan)
(Darmawati dkk, 2019).
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
mencatat sekitar 830 wanita diseluruh dunia meninggal setiap harinya akibat
komplikasi yang terkait dengan kehamilan maupun persalinan dan sebanyak
99% diantaranya terdapat pada negara berkembang. Di negara berkembang,
pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu mencapai 239 per 100.000 kelahiran
hidup, dibandingkan dengan negara maju yang hanya mencapai 12 per
100.000 kelahiran hidup (WHO, 2018).
Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Indonesia dalam menurunkan
AKI dan AKB yaitu adanya Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K),program Expanding Maternal and Neonatal Survival
(EMAS) dengan meningkatkan kualitas pelayanan kegawatdaruratan obstetri
dan bayi baru lahir minimal di 150 rumah sakit Pelayanan Obstetri dan
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dan 300 puskesmas/balkesmas
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) dan memperkuat
sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan Rumah Sakit
(Profil Kesehatan Indonesia, 2016).
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan keberhasilan program
pelayanan kesehatan ibu adalah cakupan pemeriksaan ibu hamil terhadap
pelayanan kesehatan yang diukur dengan K1 dan K4. Cakupan kunjungan K1
di Indonesia tahun 2015 sebesar 95,75% dan cakupan kunjungan K4 di
Indonesia tahun 2015 yaitu 87,48% (Profil Kesehatan Indonesia, 2016).
Menurut data dari Survei Demografi Kesehatan Aceh tahun 2018 angka
kematian ibu (AKI) di Aceh kembali menunjukkan penurunan menjadi 139
per 100.000 lahir hidup, berdasarkan penyebab kematian ibu secara langsung
adalah pendarahan 60-100%, hipertensi 40-60%, infeksi 20-40%, dan
penyebab kematian ibu secara tidak langsung antara lain anemia , KEK , dan
lain sebagainya sebanyak 0-20% (Profil Kesehatan Aceh, 2018).
Jumlah ini masih jauh dari target yang ditetapkan dalam Sustainable
Development Goals(SDGs) yang berupa mengurangi angka kematian ibu
sampai kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Inter-
Agency and Expert Group On SDGs Indicators, 2016). Faktor resiko yang
dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor dasar
(sosial ekonomi, pengetahuan pendidikan, dan budaya) faktor tidak langsung
(Kunjungan Antenatal care, paritas, umur, dan dukungan suami), faktor tidak
langsung (pola konsumsi tablet Fe, penyakit infeksi, dan perdarahan)
(Darmawati dkk, 2019).
Data profil kesehatan di Kota Langsa  tahun 2020 tercatat  AKI
sebanyak 4 jiwa dan AKB sebanyak 19 jiwa. Cakupan ibu hamil K1 
berjumlah 3.009 jiwa dan K4 berjumlah 2.769 jiwa , jumlah persalinan yang
di tolong oleh tenaga kesehatan (PN) berjumlah 2.683 jiwa, jumlah kelahiran
bayi 2.695 jiwa  dan jumlah kunjungan nifas berjumlah 2.587 jiwa.).(Dinkes
Langsa, 2020).

Data yang diperoleh di Puskesmas Langsa Kota di Gp Daulat tahun


2020 tercatat jumlah Ibu hamil sebanyak 30 orang dengan jumlah penduduk
sebanyak 2.678 Jiwa. Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya berjumlah
30 orang, diantaranya ibu hamil trimester I dengan berjumlah 15 orang,
trimester II berjumlah 12 orang dan trimester III berjumlah 3 Orang. Terdapat
1 Orang ibu hamil dengan Anemia Ringan .Penulis memilih Ny.S untuk
diberikan Asuhan Kebidanan Kehamilan dengan Anemia Ringan dengan usia
ibu 24 tahun GIIPIA0 dengan usia kehamilan 28 minggu dengan mengacu
pada Skor Poedji Roachjati Ny.S mendapat nilai 6 yaitu resiko tinggi.

Berdasarkan data dari Puskesmas Langsa Kota jumlah ibu hamil yang
memeriksakan dirinya
Data Desa Blangsenibong Ibu hamil yang diperiksa Hb sebanyak 8
orang, tidak ada ibu hamil dengan kadar Hb 8-9 gr/dl dan tidak ada ibu hamil
dengan kadar Hb < 8 gr/dl. Maka penulis tertarik melakukan Asuhan
Kebidanan Kehamilan Pada Ibu Hamil dengan Anemia yaitu Ny.M umur 33
tahun G5P3A1 usia kehamilan 24 minggu dengan kadar Hb 9,8 gr% dengan
mengacu pada Skor Poedji Roachjati Ny.Y mendapat nilai 6 yaitu resiko
tinggi.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah
yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada Ny.M umur 33 tahun
G5P3A1 dengan Anemia Ringan di Desa Blangsenibong Kecamatan Langsa
kota Kota Langsa ?

C. Tujuan Laporan Tugas Akhir


1. Tujuan Umum
Untuk memberikan Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada Ny.M umur 33
tahun G5P3A1 dengan Anemia ringan di Desa Blangsenibong Langsa
Kota Kota Langsa.
2. Tujuan Khusus
Untuk memberikan Asuhan Kebidanan Kehamilan dengan Kasus Anemia
Ringan Pada,
a. Kehamilan Ny. M dengan Anemia Ringan Pada Kunjungan 1
b. Kehamilan Ny. M dengan Anemia Ringan Pada Kunjungan 2
c. Kehamilan Ny. M dengan Anemia Ringan Pada Kunjungan 3

D. Manfaat Laporan Tugas Akhir


1. Secara Teoritis
Hasil penulisan laporan tugas akhir ini dapat menambah sumber
perpustakaan di Prodi D-III Kebidanan Kota Langsa mengenai Asuhan
Kebidanan Kehamilan Pada Ny.M umur 33 tahun G5P3A1 dengan
Anemia ringan di Desa Blangsenibong Kecamatan Langsa Kota Kota
Langsa.
2. Secara Praktis/Klinis
a. Untuk kebijakan
Membantu Dinas Kesehatan untuk menurunkan AKI dan AKB serta
sebagai bahan acuan dalam meningkatkan program-program kesehatan
khususnya pada ibu dan anak.
b. Untuk Pelayanan
Membantu meningkatkan kualitas pelayanan dalam memberikan
Asuhan Kebidanan Kehamilan Pada Ny.M umur 33 tahun G5P3A 1
dengan Anemia ringan di Desa Blangsenibong Kecamatan Langsa
Kota Kota Langsa .

Anda mungkin juga menyukai