Anda di halaman 1dari 101

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS LOSION

SKIN ANTI-AGING YANG MENGANDUNG


EKSTRAK KULIT PISANG RAJA (Musa paradisiacal L.)

SKRIPSI

OLEH:
DARA FITRI SUNARNO
NIM 131501026

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS LOSION
SKIN ANTI-AGINGYANG MENGANDUNG
EKSTRAK KULIT PISANG RAJA (Musa paradisiacal L.)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar sarjana farmasi pada fakultas farmasi
universitas sumatera utara

OLEH:
DARA FITRI SUNARNO
NIM 131501026

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Aktivitas Losion Skin Anti-Aging yang

mengandung Ekstrak Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca L.)”. Skripsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Ekstrak kulit pisang raja mengandung senyawa polifenol dan flavonoid

yang berkhasiat sebagai antioksidan, senyawa ini dapat digunakan sebagai anti-

aging. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemampuan losion ekstrak

kulit pisang raja dalam memberikan efek skin anti-aging terhadap kulit. Ternyata

sediaan losion kulit pisang raja dapat mengurangi tanda-tanda penuaan seperti

kerutan, kulit kering, noda dan pori yang membesar. Diharapkan penelitian ini

dapat bermanfaat pada bidang ilmu pengetahuan farmasi dan sebagai referensi

pada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan losion

Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati, penulis tidak lupa

menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menyampaikan

ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama

penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.Penulis juga berterima kasih

kepada Ibu Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si.,

Apt., sebagai tim penguji yang sangat banyak memberikan masukan dan saran

iv
Universitas Sumatera Utara
atas skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Nazliniwaty,

M.Si., Apt., sebagai dosen penasihat akademik, beserta seluruh dosen pengajar di

Fakultas Farmasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda Sunarno dan Ibunda

Afrida Nasution serta untuk adik penulis Ricko Topas, yang selalu memberikan

doa dan dukungan penuh kepada penulis tanpa henti selama ini, serta kepada

teman-teman khususnya Andriany, Aulia Rohim, Finni Riski Aulia Sagala,

Muhammad Ikhsan dan Ahmad Syahbuki yang telah memberikan saran dan

dukungan serta doa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khsusnya dalam ilmu

farmasi.

Medan, Juli 2018


Penulis,

Dara FitriSunarno
NIM 131501026

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dara Fitri Sunarno

Nomor Induk Mahasiswa : 131501026

Program Studi : S-1 Reguler Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Aktivitas Losion Skin Anti-Aging


yang Mengandung Ekstrak Kulit Pisang Raja (Musa
paradisiaca L.)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari

hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang

lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan

plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar

pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam

skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia

menerima sanksi apapun oleh Program Studi Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk

dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Mei 2018

Dara Fitri Sunarno


NIM 131501026

vi
Universitas Sumatera Utara
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS LOSION SKIN ANTI-AGING
YANG MENGANDUNG EKSTRAK KULIT PISANG RAJA
(Musa paradisiacal L.)

ABSTRAK

Latarbelakang: Penuaan dini dapat dihambat dengan menggunakan skin anti-


aging. Kosmetik yang memiliki efek skin anti-aging atau penuaan adalah
kosmetik yang memiliki bioaktifitas yang mampu mencegah atau memperbaiki
tanda-tanda penuaan diantaranya terjadinya kerutan, kulit kering, noda, dan pori
yang membesar. Sediaan losion kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.)
mengandung senyawa polifenol dan flavonoid yang dapat dijadikan sebagai
sumber antioksidan alami untuk mencegah penuaan dini.
Tujuan: Memformulasikan ekstrak kulit pisang raja dalam bentuk sediaan losion
sebagai skin anti-aging serta uji aktivitasnya terhadap kulit sukarelawan.
Metode: Sediaan losion dibuat dengan menambahkan ekstrak kulit pisang raja
masing-masing dengan beberapa konsentrasi 2,5% (F1), 5% (F2), dan 7,5% (F3)
kedalam dasar losion. Sebagai blanko (F0) digunakan dasar losion tanpa ekstrak
kulit pisang raja. Pengujian terhadap sediaan losion meliputi evaluasi stabilitas
sediaan losion selama 12 minggu pada suhu kamar (bau, warna, pH, viskositas,
tipe emulsi dan homogenitas), uji iritasi dan uji aktivitas skin anti-aging
menggunakan alat skin analyzer terhadap kulit punggung tangan sukarelawan.
Parameter yang diukur meliputi kadar air, besar pori, jumlah noda dan banyaknya
kerutan. Perawatan dilakukan dengan mengaplikasikan losion setiap hari selama
empat minggu.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit pisang raja pada
konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5% dapat diformulasikan menjadi sediaan losion.
Sediaan yang dihasilkan homogen, dengan tipe emulsi minyak dalam air (m/a),
pH 6,3-6,8, stabil dalam penyimpanan selama 12 minggu, viskositas 5800-7466
cp dan tidak mengiritasi kulit sukarelawan. Sediaan losion skin anti-aging yang
mengandung ekstrak kulit pisang raja, dapat meningkatkan kadar air, mengurangi
ukuran pori, mengurangi jumlah noda dan mengurangi jumlah keriput pada kulit
punggung tangan sukarelawan.
Kesimpulan: Ekstrak kulit pisang raja dapat diformulasikan dalam sediaan losion
sebagai anti-aging dan stabil dalam penyimpanan 12 minggu. Sediaan losion
ekstrak kulit pisang raja dengan konsentrasi 7,5% memiliki aktivitas skin anti-
aging yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi 2,5%, 5% dan blanko.

Kata kunci: formulasi, losion, ekstrak kulit pisang raja, skin anti-aging

vii
Universitas Sumatera Utara
FORMULATION AND ACTIVITY OF SKIN ANTI-AGING LOTION
WHICH CONTAINS EXTRACT OF PISANG RAJA RIND
(Musa paradisiacal L.)

ABSTRACT

Background: Premature aging can be inhibited by using skin anti-aging.


Cosmetic which has effect of skin anti-aging or premature aging is cosmetic
which has bioactivity which is able to inhibit it or reforming the signs of aging are
wrinkles existence, dry skin, spot, and dilate pore. Preparing lotion of Pisang Raja
rind (Musa paradisiaca L.) which contains compound of polyphenols and
flavonoids which can be made as source of natural antioxidants to prevent
premature aging.
Purpose: Extract of Pisang Raja rind was formulated into lotion form as skin
anti-aging with activity test towards volunteer skin.
Method: Lotion form was made by adding extract of Pisang Raja rind with some
concentrations 2.5% (F1), 5% (F2), and 7.5% (F3) into lotion base. As blank (F0)
is used lotion base without extract Pisang Raja rind. Evaluaton of lotion consists
of stability evaluation during 12 weeks at room temperature (smell, colour, pH,
viscosity, type of emulsion and homogeneity), irritation and activity of skin anti-
aging use skin analyzer tool towards backhand skin of volunteer. The measured
parameter consists of water content, pore size, spot amount and much of wrinkles.
Treatment is done by applying lotion everyday during four weeks.
Result: Result of experiment shows extract Pisang Raja rind in concentration
2.5%, 5% and 7.5% can be formulated be lotion form. The lotion was
homogeneous with type of oil emulsion in water (m/a), pH 6.3-6.8, stable in
storage during 12 weeks, viscosity 5800-7466 cp and do not irritate skin of
volunteer. Lotion form of skin anti-aging which contains extract of Pisang Raja
rind, can increase water content, decrease pore size, spot and wrinkles amount in
backhand skin of volunteer.
Conclusion: Extract of Pisang Raja rind can be formulated in lotion form as
anti-aging and it is stable in storage 12 weeks. Lotion form of Pisang Raja rind
extract with concentration 7.5% has activity of skin anti-aging which is better
than concentration 2.5%, 5% and blank.

Keyword: formulation, lotion, extract of Pisang Raja rind, skin anti-aging

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ....................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii

KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN .......................................................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................. vii

ABSTRACT ............................................................................................... viii

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ...................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 2

1.3 Hipotesis Penelitian ................................................................. 2

1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4

2.1 Uraian Tumbuhan .................................................................. 4

2.1.1 Daerah tumbuhan ......................................................... 4

2.1.2 Morfologi tumbuhan .................................................... 4

2.1.3 Sistematika tumbuhan .................................................. 6

2.1.4 Kandungan kima .......................................................... 6

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Kandungan gizi ............................................................. 7

2.2 Kulit ........................................................................................ 7

2.2.1 Struktur kulit ................................................................ 7

2.2.2 Fungsi kulit .................................................................. 9

2.3 Penuaan dini ........................................................................... 10

2.4 Anti-Aging ............................................................................... 11

2.4.1 Pengertian anti-aging ................................................... 11

2.4.2 Fungsi dan manfaat anti-aging .................................... 11

2.5 Kosmetika ............................................................................... 12

2.6 Emulsi ..................................................................................... 12

2.6.1 Jenis emulsi .................................................................. 13

2.7 Losion ..................................................................................... 14

2.7.1 Pengertian losion .......................................................... 14

2.7.2 Formulasi losion ........................................................... 15

2.7.3 Bahan-bahan pembentuk losion ................................... 15

2.8 Skin analyzer ........................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 18

3.1 Alat ......................................................................................... 18

3.2 Bahan ...................................................................................... 18

3.3 Sukarelawan ............................................................................ 18

3.4 Pengumpulan dan pembuatan sampel ..................................... 19

3.4.1 Pengumpulan sampel ................................................... 19

3.4.2 Identifikasi sampel ....................................................... 19

3.4.3 Pengolahan sampel ...................................................... 19

x
Universitas Sumatera Utara
3.5 Skrining fitokimia ................................................................... 19

3.5.1 Pemeriksaan flavonoid ................................................. 20

3.5.2 Pemeriksaan alkaloid ................................................... 20

3.5.3 Pemeriksaan saponin .................................................... 20

3.5.4 Pemeriksaan tannin ...................................................... 21

3.5.5 Pemeriksaan steroid/triterpenoid .................................. 21

3.5.6 Pembuatan ekstrak ........................................................ 21

3.6 Formulasi sediaan ................................................................... 22

3.6.1 Formulasi standar ......................................................... 22

3.6.2 Formulasi yang digunakan ........................................... 22

3.6.3 Prosedur kerja .............................................................. 22

3.7 Evaluasi sediaan ..................................................................... 23

3.7.1 Pengamatan homogenitas sediaan ............................... 24

3.7.2 penentuan tipe emulsi sediaan ..................................... 24

3.7.3 Pengukuran pH sediaan ............................................... 24

3.7.4 Pengamatan stabilitas sediaan ...................................... 24

3.7.5 Pengujian viskositas sediaan ........................................ 25

3.7.6 Uji iritasi terhadap sukarelawan .................................. 25

3.7.7 Pengujian aktivitas anti-aging ...................................... 25

3.8 Analisis data ........................................................................... 27

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 28

4.1 Hasil identifikasi tumbuhan .................................................... 28

4.2 Skrining fitokimia .................................................................. 28

4.3 Hasil ekstraksi ........................................................................ 29

xi
Universitas Sumatera Utara
4.4 Hasil pembuatan sediaan losion ............................................. 29

4.5 Hasil Analisis Sediaan Losion ............................................... 29

4.5.1 Hasil pengamatan homogenitas losion .......................... 29

4.5.2 Hasil penentuaan tipe emulsi sediaan ........................... 29

4.5.3 Hasil pengamatan stabilitas sediaan .............................. 30

4.5.5 Hasil pengukuran pH sediaan ....................................... 31

4.5.6 Hasil pengukuran viskositas sediaan ............................ 32

4.6 Hasil Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan .................................. 33

4.7 Hasil Pengujian Aktifitas Anti- Aging .................................... 34

4.7.1 Kadar air (moisture) ...................................................... 35

4.7.2 Pori (pore) ..................................................................... 37

4.7.3 Noda (spot) .................................................................... 40

4.7.4 Keriput (wrinkle) ........................................................... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 47

5.1 Kesimpulan ............................................................................. 47

5.2 Saran ....................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 48

LAMPIRAN ............................................................................................... 51

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Perbandingan konsentrasi ekstrak kulit pisang raja ................. 23

4.1 Hasil pemeriksaan skrining ...................................................... 28

4.2 Data penentuan tipe emulsi sediaan losion .............................. 30

4.3 Hasil pengamatan organoleptis sediaan losion ........................ .31

4.4 Data pengukuran pH sediaan losion ......................................... 31

4.5 Data pengukuran viskositas sediaan losion ............................. 33

4.6 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ............................. 34

4.7 Data hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit


punggung tangan sukarelawan ................................................ 36

4.8 Data hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit


punggung tangan sukarelawan ................................................ 39

4.8 Data hasil pengukuran banyak noda (spot) pada kulit


punggung tangan sukarelawan ................................................ 41

4.9 Data hasil pengukuran jumlah keriput (wrinkle) pada kulit


punggung tangan sukarelawan ................................................ 44

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kadar air


(moisture) pada kulit punggung tangan sukarelawan ................ 37

4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap besar pori


(pore) pada kulit punggung tangan sukarelawan ....................... 38

4.3 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap banyak noda


(spot) pada kulit punggung tangan sukarelawan ...................... 42

4.4 Grafik pengaruh perbedaan formula jumlah terhadap


(wrinkle) keriput pada kulit punggung tangan sukarelawan ...... 43

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat hasil identfikasi sampel .................................................. 51

2 Gambar tumbuhan buah pisang raja ........................................ 52

3 Gambar hasil ekstrak kulit pisang raja .................................... 53

4 Bagan penyiapan serbuk simplisia kulit pisang raja ............... 54

5 Bagan pembuatan ekastrak kental kulit pisang raja ................ 55

6 Bagan pembuatan losion tanpa ekstrak ................................... 56

7 Bagan pembuatan losion ekstrak kulit pisang raja .................. 57

8 Hasil rendemen kulit pisang raja ............................................. 58

9 Gambar sediaan losion ............................................................ 59

10 Gambar hasil evaluasi dan stabilitas losion ............................. 60

11 Lampiran skin analyzer ........................................................... 62

12 Gambar pembuatan ekstrak ..................................................... 69

13 Gambar Alat ............................................................................. 70

14 Data hasil uji statistik .............................................................. 71

15 Surat pernyataan persetujuan (Informed Consent) .................. 86

xv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman pisang (Musa, sp), merupakan salah satu jenis tanaman yang

paling banyak terdapat di Indonesia. Pemanfaatan pisang sebagai bahan industri

belum popular dan yang dikenal sampai saat ini masih terbatas pada buahnya.

Pengolahan bagian lainnya yang berupa bahan yang tidak terpakai seperti batang,

daun, kulit buah dan sebagainya masih sedikit sekali. Penelitian terdahulu

terhadap pisang Musa cavendish dari Filipina, telah berhasil diisolasi antioksidan

gallokatekin yang kandungannya ternyata lebih banyak terdapat dalam kulit

daripada buah. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering

dilakukan untuk mengatasi proses penuaan kulit (anti aging) (Ardhie, 2011).

Salah satu antioksidan alami adalah kulit pisang raja. Pemanfaatan efek

antioksidan pada sediaan yang ditujukan untuk kulit, lebih baik diformulasikan

dalam bentuk sediaan topikal dibandingkan oral (Draelos dan Thaman, 2006).

Kosmetik yang memiliki efek anti-aging atau anti penuaan adalah

kosmetik yang memiliki bioaktivitas yang mampu mencegah atau memperbaiki

tanda-tanda penuaan seperti kerutan, kulit kendur, hiperpigmentasi, dan lain-lain

sehingga penampilan kulit menjadi lebih baik. Penuaan dapat dihambat dengan

menggunakan anti-aging. (Draelos dan Thaman, 2006).

Proses penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang

akan dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversibel yang meliputi

seluruh organ tubuh termasuk kulit. Ironisnya proses penuaan ini dipandang

1
Universitas Sumatera Utara
sebagai hal yang menakutkan oleh kebanyakan orang, padahal proses ini akan

berjalan terus seiring dengan bertambahnya usia (Putro, 1998).

Losion merupakan salah satu bentuk emulsi, didefinisikan sebagai

campuran dari dua cairan yang tidak saling bercampur, yang distabilkan dengan

sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang, berbentuk cairan yang dapat

dituang (Rieger, 1994).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan pembuatan losion

dan uji efek skin anti-aging dari ekstrak kulit pisang raja.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. Apakah ekstrak kulit pisang raja dapat diformulasikan dalam sediaan

losion?

b. Apakah sediaan losion yang mengandung ekstrak kulit pisang raja dapat

memberikan efek skin anti-aging?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. Ekstrak kulit pisang raja dapat diformulasikan dalam sediaan losion.

b. Sediaan losion yang mengandung ekstrak kulit pisang raja dapat

memberikan efek skin anti-aging.

2
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah ektrak kulit pisang raja dapat diformulasikan

dalam sediaan losion.

b. Untuk mengetahui kemampuan losion yang mengandung ekstrak kulit

pisang raja dalam memberikan efek skin anti-aging terhadap kulit.

1.5 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah membuat formula losion yang

memiliki efek skin anti-aging yang mengandung ekstrak kulit pisang raja

sehingga dapat digunakan dari bahan yang tidak terpakai menjadi bahan yang

terpakai.

3
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, morfologi tumbuhan,

sistematika tumbuhan, nama asing, nama daerah, kandungan kimia dan kegunaan

dari tumbuhan.

2.1.1 Daerah Tumbuh

Pisang adalah Buah-buahan tropis yang berasal dari Asia Tenggara,

terutama Indonesia. Hampir setiap pekarangan rumah di Indonesia terdapat

tanaman pisang. Hal ini dikarenakan tanaman cepat menghasilkan, dapat

berlangsung lama, mudah ditanam, dan mudah dipelihara (Sunarjono, 2004).

2.1.2 Morfologi Tumbuhan

Pisang merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian mati.

Tingginya antara 2-9 meter, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bonggol)

yang pendek. Dari mata tunas yang ada pada bonggol inilah bisa tumbuh tanaman

baru. Secara terinci, morfologi tumbuhan pisang dicirikan dengan struktur bagian

tanaman sebagai berikut:

1. Batang Semu

Pisang mempunyai batang semu yang sebenarnya tersusun atas tumpukan

pelepah daun yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan

20-50 cm. Lapisan pada batang ini sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun

yang dapat menyimpang banyak air (sukulenta) sehingga lebih tepat disebut

4
Universitas Sumatera Utara
batang semu (pseudostem). Terkadang pada satu tanaman terdapat dua batang

semu atau sering disebut berbatang ganda (Dalimartha, 2003).

2. Batang

Batang pisang sesungguhnya terdapat di dalam tanah, yaitu yang sering disebut

bonggol. Pada sepertiga bagian bonggol sebelah atas terdapat mata calon tumbuh

tunas anakan. Sementara pada bagian bawah bonggol terdapat perakaran serabut

yang lunak (Sunarjono, 2004).

3. Daun

Daun yang paling muda terbentuk di bagian tengah tanaman, keluarnya

menggulung dan terus tumbuh memanjang, kemudian secara progresif membuka.

Helaian daun bentuknya lanset memanjang, mudah koyak, panjang 1,5-3 m, lebar

30-70 cm, permukaan bawah berlilin, tulang tengah penopang jelas disertai tulang

daun yang nyata, tersusun sejajar dan menyirip, warnanya hijau (Dalimartha,

2003).

4. Bunga

Bunga betina akan berkembang secara normal, sedang bunga jantan yang

berada di ujung tandan tidak berkembang dan tetap tertutup oleh seludang dan

disebut sebagai jantung pisang. Jantung pisang ini harus dipangkas setelah selesai

berbuah. Tiap kelompok bunga disebut sisir, yang tersusun dalam tandan

(Dalimartha, 2003).

5. Buah

Buahnya buah buni, bulat memanjang, membengkok, tersusun seperti sisir dua

baris, dengan kulit berwarna hijau, kuning, atau cokelat. Tiap kelompok buah atau

5
Universitas Sumatera Utara
sisir terdiri dari beberapa buah pisang. Buahnya dapat dipanen setelah 80-90 hari

sejak keluarnya jantung pisang (Dalimartha, 2003).

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Secara sistematika tanaman buah pisang dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberaceae

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiacal L.

2.1.4 Kandungan Kimia

Kulit buah pisang raja mengandung zat seperti protein, karbohidrat,

kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, C, dan senyawa golongan flavonoid maupun

senyawa fenolik. Flavonoid dan senyawa fenolik merupakan senyawa bioaktif

yang menunjukkan berbagai aktivitas yang berguna, seperti antioksidan ,

antidermatosis, kemopreventif, antikanker, maupun antiviral (Atun, dkk., 2007).

2.1.5 Kandungan Gizi

Kandungan gizi yang dimiliki kulit buah pisang raja menjadikannya

berkhasiat sebagai obat penyakit kuning, antidiare, obat gangguan pencernaan

(dispepsia) seperti penyakit maag, obat luka, menurunkan kolesterol darah,

(Cahyono, 2009), melembabkan kulit, menghilangkan bekas cacar, menghaluskan

6
Universitas Sumatera Utara
tangan dan kaki, antinyamuk dan menjaga kesehatan retina mata dari kerusakan

akibat cahaya berlebih (Satuhu dan Supriyadi, 2008).

2.2 Kulit

Kulit merupakan bagian yang paling luar dari tubuh dan merupakan organ

yang terluas, yaitu antara 1,5-2,0 m² dengan berat kurang lebih 20 kg, sedangkan

bagian kulit yang kelihatan dari luar yang disebut epidermis beratnya 0,05-0,5 kg

(Putro, 1998).

Kulit pembungkus elastis berupa jaringan yang menutup seluruh tubuh dan

melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan seperti cuaca, polusi, temperatur

udara, dan juga sinar matahari. Lapisan kulit pada dasarnya sama di seluruh

tubuh, kecuali bagian telapak tangan, telapak kaki, bibir (Sarwadi, 2014).

2.2.1 Struktur kulit

Gambar 2.1 Struktur kulit ( Shimizu, 2007).

Kulit terdiri dari lapisan luar yang disebut epidermis dan lapisan dalam

atau lapisan dermis, serta lapisan subkutan.

7
Universitas Sumatera Utara
a. Epidermis

Lapisan epidermis berada di paling luar, dibentuk oleh zat tanduk (keratin),

atau merupakan lapisan dermis (korium) yang sudah tua. Pada orang tertentu

bagian kulit ini memberi gambaran seperti sisik tipis. Lapisan paling dalam

epidermis dinamakan lapisan basal atau stratum gorneum. Epidermis terdiri dari

empat lapisan, diantaranya :

1. Lapisan Basal / stratum gorneum

Terdiri dari sel-sel kuboit yang tegak lurus terhadap dermis, tersusun

sebagai tian pagar atau palisade, dan merupakan lapisan terbawah dari

epidermis. Dalam lapisan ini, terdapat melanosit yaitu sel dendritik yang

membentuk melanin yang berfungsi sebagai pelindung kulit dari sinar

matahari.

2. Lapisan Malphigi/ stratum spinosum

Yaitu merupakan lapisan epidermis yang paling tebal, terdiri atas sel

polygonal. Sel-sel ini memiliki protoplasma yang menonjol dan terlihat

seperti duri.

3. Lapisan Granular/ stratum granulosum

Merupakan lapisan yang terdiri atas butir-butir granul keratohialin yang

basofilik.

4. Lapisan Tanduk / stratum korneum

Yaitu lapisan yang banyak mengandung keratin. Lapisan ini merupakan

protein fibrous insoluble yang membentuk pertahanan terluar dari kulit.

Fungsinya untuk mengusir mikroorganisme patogen, mencegah kehilangan

8
Universitas Sumatera Utara
cairan berlebih dari dalam tubuh, unsur utama yang memadatkan rambut

atau kuku.

b. Dermis

Dermis merupakan lapisan yang berada di bawah lapisan epidermis. Lapisan

ini terdiri dari beberapa jaringan ikat yang memiliki dua lapisan.

- Pars papilaris, terdiri atas sel fibroblast yang memproduksi kolagen.

- Retikularis, yaitu lapisan yang memiliki banyak pembuluh darah, tempat

akar rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus.

c. Lapisan Subkutan

Pada lapisan subkutan dapat ditemukan banyak pembuluh darah, saraf, dan

folikel atau otot rambut, beserta merector pilli. Lapisan subkutan merupakan

lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit penghasil lemak. Lapisan

ini merupakan jaringan adipose, yaitu jaringan yang berfungsi sebagai bantalan

antara kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Lapisan ini juga berfungsi

sebagai jaringan mobilitas kulit, perubahan kontur dan penyekatan panas, serta

tempat penumpukan energi (Sarwadi, 2014).

2.2.2 Fungsi Kulit

Kulit manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu :

1. Pemeliharaan, kulit melindungi struktur-struktur dalam yang lembut. Kulit

yang tidak terluka merupakan benteng yang menahan serangan bakteri.

2. Organ indra, ujung saraf di dalam kulit menerima rangsang sensorik dan

menghantarkan rangsang suhu, sentuhan, dan sakit ke otak.

9
Universitas Sumatera Utara
3. Ekskresi, keringat merupakan salah satu limbah dari tubuh; air yang

mengandung natrium karbonat dikeluarkan dari tubuh melalui kulit tubuh.

Keringat juga berperan dalam pengaturan suhu tubuh.

4. Minyak yang dihasilkan oleh kulit membasahi dan melembutkan kulit

serta mencegah rambut menjadi kering dan rapuh.

5. Ergosterol yang terdapat di dalam kulit ketika terpapar terhadap sinar uv

matahari diubah menjadi vitamin D. Oleh sebab itu, kulit merupakan

sumber vitamin D bagi tubuh.

6. Penyerapan, sedikit bahan berminyak jika digosokkan dapat menyerap ke

dalam kulit.

7. Kuku dan rambut berasal dari kulit (Saputra, 2012).

2.3 Penuaan Dini

Proses penuaan merupakan proses fisiologi yang tak terhindarkan yang

akan dialami oleh setiap manusia. Proses ini bersifat irreversibel yang meliputi

seluruh organ tubuh termasuk kulit. Ironisnya proses penuaan ini dipandang

sebagai hal yang menakutkan oleh kebanyakan orang, padahal proses ini akan

berjalan terus seiring dengan bertambahnya usia (Putro, 1998).

Ciri- ciri fisik terjadinya penuaan dini :

1. Keriput

Seiring bertambahnya usia, jumlah kolagen dan elsatin kulit semakin

berkurang. Akibatnya, kulit kehilangan elastisitasnya sehingga tampak

keriput.

10
Universitas Sumatera Utara
2. Muncul age spot (noda)

Muncul di area yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, lengan,

dan tangan.

3. Kulit kasar

Rusaknya kolagen dan elastis akibat paparan sinar matahari membuat kulit

menjadi kering dan kasar.

4. Pori- pori membesar

Akibat penumpukan sel kulit mati, pori-pori kulit menjadi membesar

(Noormindhawati, 2013).

2.4 Anti-Aging

2.4.1 Pengertian anti-aging

Produk-produk yang digunakan untuk menghambat proses penuaan dini

adalah produk anti-aging. Anti-aging adalah tekhnik untuk menghambat proses

kerusakan pada kulit (degeneratif), sehingga mampu menghambat timbulnya

tanda-tanda penuaan pada kulit (Mulyawan dan Suriana, 2013).

2.4.2 Fungsi dan manfaat anti-aging

Fungsi dari produk anti-aging, yaitu:

1. Menyuplai antioksidan bagi jaringan kulit.

2. Menstimulasi proses regenerasi sel-sel kulit.

3. Menjaga kelembapan dan elastisitas kulit.

4. Merangsang produksi kolagen dan glikosaminoglikan.

5. Melindungi kulit dari ultraviolet.

11
Universitas Sumatera Utara
Manfaat dari produk anti-aging, yaitu:

1. Mencegah kulit dari kerusakan degeneratif yang menyebabkan kulit

terlihat kusam dan keriput.

2. Kulit tampak lebih sehat, cerah, dan awet muda.

3. Kulit tampak kenyal, elastis, dan jauh dari tanda-tanda penuaan dini

(Mulyawan dan Suriana, 2013).

2.5 Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”.

Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari

bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat oleh

manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud

meningkatkan kecantikan. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk

digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada,

dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia

dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau

mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Wasitaatmadja, 1997).

2.6 Emulsi

Menurut Anief (1996), emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan

obat cair atau larutan obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan

dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Biasanya emulsi mengandung

dua atau lebih zat yang tidak dapat tercampurkan, misalnya minyak dan air. Zat

pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar

memperoleh emulsi yang stabil.

12
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Jenis emulsi

Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi menjadi empat golongan, yaitu emulsi

minyak dalam air (m/a), emulsi air dalam minyak (a/m), emulsi minyak dalam air

dalam minyak (m/a/m), emulsi air dalam minyak dalam air (a/m/a).

a. Emulsi minyak dalam air (m/a)

Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu

air, sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (m/a).

b. Emulsi air dalam minyak (a/m)

Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal

sebagai produk air dalam minyak (a/m).

c. Emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m)

Juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan

suatu pengemulsi m/a dengan suatu fase air dalam suatu mikser dan perlahan-

lahan menambahkan fase minyak untuk membentuk suatu emulsi minyak dalam

air.

d. Emulsi air dalam minyak dalam air (a/m/a)

Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan

mencampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu fase minyak dalam suatu

mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk suatu emulsi

air dalam minyak. Emulsi a/m tersebut kemudian didispersikan dalam suatu

larutan air dari suatu zat pengemulsi m/a, sehingga membentuk emulsi air dalam

minyak dalam air. Pembuatan emulsi a/m/a ini untuk obat yang ditempatkan

dalam tubuh serta untuk memperpanjang kerja obat (Martin dkk, 1993).

13
Universitas Sumatera Utara
Menurut Voight (1995), keuntungan dari emulsi tipe m/a adalah:

1. Mampu menyebar dengan baik pada kulit

2. Memberi efek dingin terhadap kulit

3. Tidak menyumbat pori-pori kulit

4. Bersifat lembut

5. Mudah dicuci dengan air sehingga dapat hilang dengan mudah dari kulit

(A) (B) (C) (D)

Gambar 2.2 Jenis emulsi (A) m/a, (B) a/m, (C) a/m/a, (D) m/a/m
(Prichapan dan Utrai, 2014).

Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai

emulsi m/a atau a/m, tergantung pada berbagai faktor seperti zat terapeutik yang

akan dimasukkan ke dalam emulsi, keinginan untuk mendapatkan efek emolien

atau pelembut jaringan (Ansel, 2005).

2.7 Losion

2.7.1 Pengertian losion

Losion dapat juga didefinisikan sebagai emulsi cair yang terdiri dari fase

minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih

14
Universitas Sumatera Utara
bahan aktif di dalamnya. Losion dimaksudkan untuk pemakaian luar kulit sebagai

pelindung. Konsistensi yang berbentuk cair memungkinkan pemakaian yang cepat

dan merata pada permukaan kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat segera

kering setelah pengolesan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit

(Lachman, dkk., 1994).

2.7.2 Formulasi Losion

Efektifitas suatu sediaan losion ditentukan dari kemampuannya untuk

membentuk lapisan tipis yang menutupi permukaan kulit membuat kulit halus,

dan sedapat mungkin menghambat penguapan air, lapisan yang terbentuk

sebaiknya tidak membuat kulit berminyak dan panas. Untuk membuat suatu

formula losion agar memenuhi kriteria, seperti, mudah dioleskan, mudah dicuci,

tidak berbau tengik, dan tetap stabil dalam penyimpanan, maka diperlukan bahan-

bahan dengan konsentrasi yang sesuai (Balsam, 1970).

Sediaan losion tersusun atas komponen zat berlemak, air, zat pengemulsi

dan humektan. Komponen zat berlemak diperoleh dari lemak maupun minyak dari

tanaman, hewan maupun minyak mineral seperti minyak zaitun, minyak jojoba,

minyak parafin, lilin lebah dan sebagainya. Zat pengemulsi umumnya berupa

surfaktan anionik, kationik maupun nonionik. Humektan bahan pengikat air dari

udara, antara lain gliserin, sorbitol, propilen glikol dan polialkohol (Jellineck,

1970).

2.7.3 Bahan- bahan pembentuk losion

Bahan yang biasa terdapat dalam formula losion adalah (Lachman dkk, 1994) :

15
Universitas Sumatera Utara
A. Barrier agent (pelindung)

Berfungsi sebagai pelindung kulit dan juga ikut mengurangi dehidrasi.

Contoh : asam stearat, bentonit, seng oksida, titanium oksida, dimetikon.

B. Emollient (pelembut)

Berfungsi sebagai pelembut kulit sehingga kulit memiliki kelenturan pada

permukaannya dan memperlambat hilangnya air dari permukaan kulit.

Contoh : lanolin, paraffin, stearil alcohol, vaselin.

C. Humectan (pelembab)

Bahan yang berfungsi mengatur kadar air atau kelembapan pada sediaan

losion itu sendiri maupun setelah dipakai pada kulit.

Contoh : gliserin, propilen glikol, sorbitol.

D. Pengental dan pembentuk film

Berfungsi mengentalkan sediaan sehingga dapat menyebar lebih halus dan

lekat pada kulit, disamping itu juga berfungsi sebagai stabilizer.

Contoh : setil alkohol, karbopol, vegum, tragakan, gum, gliseril

monostearat.

E. Emulsifier (zat pembentuk emulsi)

Berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara minyak dan air,

sehingga minyak dapat bersatu dengan air.

Contoh : trietanolamin, asam stearat, setil alkohol.

16
Universitas Sumatera Utara
2.8 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi

untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas,

melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit.

Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada skin analyzer

menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

Pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer secara otomatis akan

menampilkan hasil dalam bentuk angka yang didapatkan akan secara langsung

disesuaikan dengan parameter yang telah diatur sedemikian rupa pada alat. Ketika

hasil muncul dalam bentuk angka, secara bersamaan kriteria hasil pengukuran

muncul dan dapat dimengerti dengan mudah oleh operator yang memeriksa

ataupun pasien. Parameter hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer (Aramo, 2012)

Pengukuran Parameter
Kadar air Dehidrasi Normal Hidrasi
(Moisture) 0-29 30-50 51-100
Kehalusan Halus Normal Kasar
(Evenness) 0-31 32-51 52-100
Pori Kecil Besar Sangat besar
(Pore) 0-19 20-39 40-100
Noda Sedikit Sedang Banyak
(Spot) 0-19 20-39 40-100
Keriput Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah
(Wrinkle) 0-19 20-52 53-100

17
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Penelitian meliputi

pembuatan sediaan losion skin anti-aging, menggunakan ekstrak kulit pisang raja

dengan konsentrasi 2,5% (F1), 5% (F2), dan 7,5% (F3). Evaluasi stabilitas sediaan

losion (bau, warna, pH, viskositas, tipe emulsi dan homogenitas), uji iritasi dan uji

aktivitas skin anti-aging. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fitokimia,

Kosmetologi dan Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara,

Medan.

3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitan ini adalah skin analyer (Aramo-SG),

moisture checker (Aramo-SG), alat gelas, lumpang dan alu, penangas air, pH

meter (Hanna), neraca analitik (Boeco Germany), viskometer (Brookfield).

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit

pisang raja (Musa paradisiaca L), asam stearat, setil alkohol, vaselin, minyak

mineral, isopropil palmitat, gliserin, trietanolamin, nipagin, parfum, akuades.

3.3 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panelis adalah mahasiswi Farmasi USU.

Syarat-syarat yang digunakan adalah sebagai berikut (Ditjen POM RI, 1985) :

1. Wanita berbadan sehat


2. Usia antara 20-25 tahun

18
Universitas Sumatera Utara
3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi
4. Bersedia menjadi sukarelawan

3.4 Pengumpulan dan pembuatan sampel

3.4.1 Pengumpulan Sampel

Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan

dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah

kulit pisang raja (Musa paradisiaca L.) yang sudah cukup tua dan berwarna

kuning yang diperoleh dari Bandar Setia, Percut Sei Tuan.

3.4.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen

Biologi FMIPA USU.

3.4.3 Pengolahan sampel

Buah pisang raja yang telah dikumpulkan, dicuci bersih dengan air

mengalir, dikupas dan diambil bagian kulitnya, kemudian kulit pisang raja

dikumpulkan sebanyak 15 kg dan dipotong sepanjang + 4 cm. Kulit buah ini

dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40°C - 60°C hingga kering, jika

simplisia tersebut sudah kering dapat dipatahkan, simplisia ditimbang sebagai

berat kering, kemudian simplisia diserbuk menggunakan blender, disimpan

dalam wadah plastik yang tertutup rapat dan terlindung dari panas dan sinar

matahari. Serbuk simplisia yang diperoleh sebanyak 1,5 kg.

3.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia kulit pisang raja (Musa paradisiacal L.)

meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tannin,

glikosida, dan steroid/triterpenoid.

19
Universitas Sumatera Utara
3.5.1 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah air panas, dididihkan selama 5

menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1g

serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alcohol, dikocok

dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah kekuningan

atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2

menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji

alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi :

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua

dari tiga percobaan di atas (Depkes, 1995).

3.5.3 Pemeriksaan Saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5g dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok

kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10cm yang stabil tidak

kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida

2N menunjukkan adanya saponin (Depkes, 1995).

20
Universitas Sumatera Utara
3.5.4 Pemeriksaan Tanin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1g, dididihkan selama 2 menit dalam

100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes

pereaksi besi (III) kolrida 1%.Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau

kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.5.5 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2

jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan

beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Terbentuk warna biru atau biru

hijau menunjukkan adanya steroid sedangkan warna merah, merah muda atau

ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

3.5.6 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol

96% (Ditjen POM RI, 1979).

Sebanyak 500 gram serbuk pisang raja dimasukkan ke dalam sebuah

bejana, dituangi dengan 75 bagian (3,75 liter) etanol 96%, ditutup, dibiarkan

selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas.

Ampas diremaserasi lagi dengan 1,25 liter etanol selama 2 hari lalu

dienaptuangkan. Kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu

40°C (Ditjen POM, 1979) lalu diletakkan di atas penangas air pada suhu 70-80°C

sampai diperoleh ekstrak kental.

21
Universitas Sumatera Utara
3.6 Formulasi Sediaan

3.6.1 Formulasi standar

Formula standar yang digunakan (Schmitt, 1996)

R/ Asam stearat 2,5%


Gliseril monostearat 1%
Cetil alkohol 1%
Vaselin 1%
Minyak mineral 2%
Isopropil palmitat 2%
PEG-40 stearat 0,25%
Glycerin 5%
Trietanolamin 1%
Carbomer 934 7%
Pewangi qs
Pengawet qs
Air suling ad 100%

3.6.2 Formula yang digunakan

R/ Ekstrak kulit pisang raja 2,5% 5% 7,5%


Asam stearat 2,5%
Cetil alkohol 1%
Vaselin 1%
Minyak mineral 2%
Isopropil palmitat 2%
Glycerin 5%
Trietanolamin 1%
Pewangi qs
Nipagin qs
Air suling ad 100%

2.6.3 Prosedur kerja

Prinsip pembuatan losion adalah pencampuran beberapa bahan yang

disertai pengadukan dan pemanasan yang sempurna. Bahan dipisahkan menjadi

dua bagian, yaitu bahan yang larut dalam minyak dan bahan yang larut dalam air.

22
Universitas Sumatera Utara
Bahan-bahan yang termasuk fase minyak antara lain asam stearat, setil alkohol,

vaselin album, paraffin cair, dan isopropil palmitat. Bahan-bahan yang termasuk

fase air antara lain gliserin, triethanolamin, air suling dan nipagin.

Fase minyak dicampur sampai homogen disertai pemanasan dengan suhu

70-80°C sehingga terbentuk massa A. Fase air pun dicampur sampai homogen

disertai pemanasan dengan suhu 70-80°C sehingga terbentuk massa B. Setelah

homogen, kedua massa tersebut dicampur didalam lumpang yang telah

dipanaskan sehingga terbentuk massa C. Ekstrak kulit pisang raja dicampur pada

massa C. Kemudian ditambahkan pewangi. Setelah penambahan pewangi,

pengadukan terus dilakukan sehingga terbentuk losion ekstrak kulit pisang raja.

Tabel 3.1 Perbandingan konsentrasi ekstrak kulit pisang raja dengan dasar losion

Formula
Bahan
F0 F1 F2 F3

Ekstrak kulit pisang raja - 2,5 5 7,5

Basis losion 100 97,5 95 92,5

Keterangan:
F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)
F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

3.7 Evaluasi Sediaan

Evaluasi terhadap sediaan losion meliputi uji homogenitas sediaan, uji tipe

emulsi sediaan, uji pH, uji stabilitas, pemeriksaan ukuran partikel, uji viskositas.

23
Universitas Sumatera Utara
3.7.1 Pengamatan homogenitas sediaan

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM RI, 1979).

3.7.2 Penentuan tipe emulsi sediaan

Sejumlah tertentu sediaan diletakkan diatas objek gelas, ditambahkan 1

tetes metil biru ke dalam sediaan lalu diaduk. Kemudian tutup dengan kaca

penutup dan diamati. Bila metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe

emulsi m/a, tetapi bila hanya bintik-bintik biru berarti sediaan tersebut tipe emulsi

a/m (Ditjen POM RI, 1985).

3.7.3 Pengukuran pH sediaan

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat

terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan dapar standar netral (7,01) dan

larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut.

Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu.

Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan

dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan

tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang

ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2002).

3.7.4 Pengamatan stabillitas sediaan

Sebanyak 50 ml dari masing-masing formula sediaan dimasukkan ke

dalam pot plastik 100 ml. Selanjutnya dilakukan pengamatan berupa pecah atau

24
Universitas Sumatera Utara
tidaknya emulsi, perubahan warna, dan perubahan bau pada saat sediaan selesai

dibuat serta dalam penyimpanan selama 1, 4, 8, dan 12 minggu (Ansel, 2005).

3.7.5 Pengujian viskositas sediaan

Pengujian viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield.

Caranya : sediaan dimasukkan kedalam gelas beker sampai mencapai volume 100

ml, lalu spindel 63 diturunkan hingga spindel tercelup ke dalam cairan.

Selanjutnya alat dihidupkan dengan menekan tombol ON. Kecepatan spindel

diatur 12 rpm , kemudian dibaca skalanya (dial reading) dimana jarum merah

yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas (ɳ) dalam sentipoise (cps) diperoleh

dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor koreksi (f) khusus

untuk masing- masing kecepatan spindel.

3.7.6 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Sediaan sebanyak

500 mg dioleskan dibelakang telinga dengan diameter 3 cm, kemudian dibiarkan

selama 24 jam dan lihat perubahan yang terjadi berupa kemerahan, gatal, dan

pembengkakan pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

3.7.7 Pengujian aktivitas anti-aging

Pengujian aktivitas anti-aging menggunakan sukarelawan sebanyak 12

orang dan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

Kelompok I : 3 orang sukarelawan untuk losion F0 (blanko)


Kelompok II : 3 orang sukarelawan untuk losion F1 (konsentrasi 2,5%)
Kelompok III : 3 orang sukarelawan untuk losion F2 (konsentrasi 5%)
Kelompok IV : 3 orang sukarelawan untuk losion F3 (konsentrasi 7,5%)

25
Universitas Sumatera Utara
Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi kulit punggung tangan

awal (tanpa perlakuan) dengan menggunakan perangkat skin analyzer.

Pengukuran meliputi :

1. Moisture (kadar air)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture

checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer. Caranya dengan

tekan tombol power pada moisture checker dan tunggu hingga

menunjukkan angka 00.0. Letakkan moisture checker diatas permukaan

kulit yang akan diukur. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan

persentase kadar air dalam kulit.

2. Pore (Pori)

Pengukuran perbesaran pori pada kulit dilakukan dengan menggunakan

perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan

lampu sensor biru (normal). Caranya dengan skin analyzer yang telah

terpasang lensa di atas permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan

tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil akan tampil pada

layar komputer.

3. Spot (Noda)

Pengukuran banyaknya noda pada kulit dilakukan dengan menggunakan

perangkat skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan

lampu sensor jingga (terpolarisasi). Caranya dengan skin analyzer yang

telah terpasang lensa di atas permukaan kulit yang akan diukur kemudian

tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil akan

tampil pada layar komputer.

26
Universitas Sumatera Utara
4. Wrinkle (Keriput)

Pengukuran keriput pada kulit dilakukan dengan menggunakan perangkat

skin analyzer pada lensa perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor

biru (normal). Caranya dengan skin analyzer yang telah terpasang lensa di

atas permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture

untuk memfoto dan secara otomatis hasil akan tampil pada layar

komputer.

3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution) 21. Data terlebih dahulu dianalisis distribusinya

menggunakan Shapiro-Wilk Test. Selanjutnya data dianalisis menggunakan

Kruskal-Wallis Test untuk mengetahui aktivitas skin anti-aging pada kulit di

antara formula. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh formula tehadap kondisi

klit selama empat minggu perawatan menggunakan Mann-Whitney Test

27
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi sampel tumbuhan yang dilakukan di Herbarium

Medanense, Departemen Biologi FMIPA, USU menunjukkan bahwa sampel

adalah kulit buah pisang raja Musa paradisiacal L. suku Musaceae. Hasil dapat

dilihat pada Lampiran 1, halaman 52.

4.2 Skrining Fitokimia

Hasil pemeriksaan skrining simplisia fitokimia dapat dilihat pada Tabel

4.1.

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan skirining simplisia dan ekstrak kulit buah pisang raja

No Identifikasi Simplisia Ekstrak

1 Flavonoid + +

2 Alkaloid - -

3 Saponin + +

4 Tanin + +

5 Steroid/Terpenoid - -

28
Universitas Sumatera Utara
4.3 Hasil Ekstraksi

Hasil ekstraksi 500 g simplisia kulit buah pisang raja dengan cara maserasi

menggunakan pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak kulit buah pisang raja

sebanyak 61,7 g. Hasil ekstrak kulit buah pisang raja dapat dilihat pada Lampiran

2, Halaman 54.

4.4 Hasil Pembuatan Sediaan Losion

Sediaan losion dibuat dengan menggunakan formula standar losion

(Schmitt, 1996). Formula standar ini kemudian dimodifikasi dengan pengurangan

gliseril monostearat, PEG-40 stearat, carbomer 934 dan penambahan ekstak kulit

pisang raja sebagai bahan aktif. Konsentrasi ekstrak kulit pisang raja yang dipakai

adalah 2,5%, 5% dan 7,5%. Sediaan yang diperoleh berupa cairan kental bewarna

cokelat.

4.5 Hasil Analisis Sediaan Losion

4.5.1 Hasil pengamatan homogenitas losion

Hasil pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan losion menunjukkan

bahwa semua sediaan tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar pada saat

sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang

dibuat memiliki susunan yang homogen (Ditjen POM RI, 1979). Hasil pengujian

homogenitas dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 62.

4.5.2 Hasil penetuan tipe emulsi sediaan

Hasil penentuan tipe emulsi sediaan losion dapat dilihat pada Tabel 4.2

dan Lampiran 10. Menurut Ditjen POM RI (1985) penentuan tipe emulsi sediaan

dapat ditentukan dengan pewarna biru metilen, bila biru metilen tersebar merata

29
Universitas Sumatera Utara
berarti sediaan tipe minyak dalam air (m/a), tetapi jika warna hanya berupa bintik-

bintik biru maka tipe sediaan adalah air dalam minyak (a/m). Dari hasil tipe

emulsi sediaan losion pada tabel menunjukkan warna biru metil dapat larut dalam

losion bahwa sediaan losion yang dibuat mempunyai tipe emulsi minyak dalam

air (m/a). Tipe emulsi ini memiliki keuntungan yaitu lebih mudah menyebar di

permukaan kulit, tidak lengket dan mudah dihilangkan dengan adanya pencucian.

Tabel 4.2 Data penentuan tipe emulsi sediaan losion


No. Formula Kelarutan metil biru pada losion
Ya Tidak
1. F0  X
2. F1  X
3. F2  X
4. F3  X
Keterangan :
x : tidak larut
 : larut

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

4.5.3 Hasil pengamatan stabilitas sediaan

Evaluasi stabilitas sediaan dilakukan selama 12 minggu penyimpanan

dengan interval pengamatan pada minggu ke 4, 8, dan 12. Sediaan losion

disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan bau dan warna. Hasil

pengamatan organoleptis dapat dilihat pada Tabel 4.3.

30
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Hasil pengamatan organoleptis sediaan losion
Setelah F0 F1 F2 F3
miinggu ke- Bau Warna Bau Warna Bau Warna Bau Warna
Cokelat Cokelat
1 Khas Putih Khas Khas Cokelat Khas
muda gelap
Cokelat Cokelat
4 Khas Putih Khas Khas Cokelat Khas
muda gelap
Cokelat Cokelat
8 Khas Putih Khas Khas Cokelat Khas
muda gelap
Cokelat Cokelat
12 Khas Putih Khas Khas Cokelat Khas
muda gelap

Keterangan :
- : tidak terjadi perubahan

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

Hasil pengamatan sediaan losion menunjukkan bahwa warna dan bau

sediaan losion tidak mengalami perubahan selama 12 minggu penyimpanan pada

suhu kamar. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan losion yang dibuat stabil.

4.5.5 Hasil pengukuran pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter (Hanna).

Dari percobaan yang diperoleh hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan losion


pH rata-rata selama 12 minggu penyimpanan
No Formula
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. F0 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,6 6,6

2. F1 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,5 6,5 6,4

3. F2 6,6 6,6 6,6 6,6 6,6 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,4 6,4

4. F3 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,4 6,4 6,4 6,4 6,3 6,2

31
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)
F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

Berdasarkan data pada Tabel 4.4 pengukuran pH sediaan losion pada saat

selesai dibuat, diperoleh bahwa pH pada sediaan losion F0 : 6,8; losion F1 : 6,6;

losion F2 : 6,6; losion F3 : 6,5. Sedangkan setelah penyimpanan 12 minggu terjadi

perubahan pH pada setiap sediaan yaitu losion F0 : 6,6; losion F1 : 6,4; losion F3:

6,4: losion F4 : 6,2. Setelah penyimpanan 12 minggu pH yang diperoleh

mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan pH sediaan pada saat

selesai dibuat. Semakin banyak konsentrasi ekstrak kulit pisang raja yang

ditambahkan ke dalam sediaan losion maka pH semakin menurun atau semakin

asam. Penurunan pH juga terjadi dengan bertambahnya waktu penyimpanan

namun pH yang diperoleh berada dalam rentang persyaratan pH yang diizinkan

yaitu pH 5-8 (Harry, 2000). Kestabilan pH merupakan salah satu parameter

penting yang menentukan stabil atau tidaknya suatu sediaan. Derajat keasaman

(pH) merupakan pengukuran aktivitas hidrogen dalam lingkungan air. Nilai pH

tidak boleh terlalu asam karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan

jika pH terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik.

4.5.6 Hasil pengukuran viskositas sediaan

Hasil pengukuran viskositas dapat dilihat pada Tabel 4.5. Berdasarkan

hasil dapat dilihat bahwa viskositas losion yang diperoleh berkisar antara 5800 cp

sampai 7466 cp. Hasil ini sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Food and

Drug Administration (FDA) bahwa viskositas losion yang baik berada dibawah

30.000 cp (Katadi, dkk., 2015).

32
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Data pengukuran viskositas sediaan losion

Viskositas (cp)
Setelah minggu ke-
F0 F1 F2 F3

Setelah pembuatan 6066 7200 7233 7466

1 6033 7133 7166 7466

4 5966 7033 7066 7366

8 5833 6900 7000 7333

12 5800 6833 6933 7233

Keterangan :

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

Viskositas merupakan parameter penting dalam produk emulsi, khususnya

losion karena viskositas berkaitan dengan stabilitas emulsi. Viskositas

menunjukkan kekentalan suatu bahan. Viskositas yang baik akan mempunyai

nilai yang tinggi karena semakin tinggi viskositas suatu bahan maka pergerakan

partikel akan cenderung makin sulit sehingga bahan akan semakin stabil (Dewi,

2014).

4.6 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada 12 sukarelawan yang

dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan losion pada kulit belakang telinga,

menunjukkan bahwa semua sukarelawan memberikan hasil negatif terhadap

parameter reaksi iritasi. Parameter yang diamati yaitu adanya kulit merah, gatal-

gatal, ataupun adanya pembengkakan. Dari hasil uji iritasi tersebut yang

33
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa sediaan losion yang dibuat aman untuk digunakan (Tranggono

dan Latifah, 2007). Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dapat dilihat pada

Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan


Sukarelawan

Pengamatan F0 F1 F2 F3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kemerahan - - - - - - - - - - - -

Gatal-gatal - - - - - - - - - - - -

Bengkak - - - - - - - - - - - -

Keterangan :
(-) : tidak mengiritasi
(+) : kulit kemerahan
(++) : kulit gatal-gatal
(+++) : kulit bengkak

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

4.7 Hasil Pengujian Aktifitas Anti-Aging

Pengukuran efektivitas anti-aging dilakukan dengan menggunakan

seperangkat alat skin analyzer Aramo. Pengukuran efektivitas anti-aging

dilakukan dengan mengukur kondisi kulit sukarelawan selama empat minggu

yang meliputi kadar air (moisture), jumlah pori (pore), banyak noda (spot) dan

jumlah kerutan (wrinkle). Hal ini bertujuan agar bisa melihat seberapa besar

pengaruh losion yang mengandung ekstrak kulit pisang raja yang digunakan

dalam perawatan kulit yang mengalami penuaan dini, dilihat dari persen

34
Universitas Sumatera Utara
pemulihan. Berdasarkan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk test, diperoleh nilai p

< 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga

dilakukan uji non parametrik Kruskal Wallis dilanjutkan dengan Uji Mann-

Whitney.

4.7.1 Kadar air (moisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture

checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer Aramo. Pada Tabel 4.7

dapat dilihat bahwa perawatan yang dilakukan menunjukkan adanya efek

peningkatan kadar air pada kulit sukarelawan setelah pemakaian losion yang

mengandung ekstrak kulit pisang raja, yaitu kondisi kulit yang memiliki

kelembapan kulit dehidrasi menjadi normal. Persentase kadar air pada kulit

punggung tangan sukarelawan meningkat yaitu sebesar 14,4% (F1), 22,6% (F2),

30,9% (F3). Sedangkan persentase kadar air kulit pada blanko merupakan

peningkatan paling rendah yaitu hanya naik sebesar 7,3%. Grafik peningkatan

kadar air kulit pada pemakaian losion yang mengandung ekstrak kulit pisang raja

selama empat minggu dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pemakaian losion memberikan efek

terhadap peningkatan kadar air kulit punggung tangan sukarelawan. Kadar air

kulit meningkat setelah penggunaan losion yang mengandung ekstrak kulit pisang

selama empat minggu perawatan.

Data selanjutnya dianalisis dengan Kruskal Wallis Test untuk mengetahui

efektivitas formula terhadap kadar air sukarelawan dan diperoleh nilai p < 0,05

yaitu adanya perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya

diuji menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda.

35
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara F0 dengan F1, F2 dan F3 (nilai p < 0,05).

Tabel 4.7 Data hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung tangan
sukarelawan
Kondisi %
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
awal Pemulihan
F0 27 27 28 29 29 7,4%

28 28 29 29 30 7,1%

26 26 27 28 28 7,6%

Rata-rata 27 27 28 28,6 29 7,3%

F1 27 27 29 29 30 15,3%

28 29 30 31 32 14,2%

27 28 29 30 30 15,3%

Rata-rata 27,3 28 29,3 30 30,6 14,9%

F2 28 29 31 32 35 25%

29 30 32 33 35 20,6%

27 29 31 32 33 22,2%

Rata-rata 28 29,3 31,3 32,3 34,3 22,6%

F3 27 29 32 34 36 33,3%

29 32 34 36 38 31,0%

28 30 32 34 36 28,5%

Rata-rata 28 30,3 32,6 33,6 36,6 30,9%

Keterangan:
Dehidrasi 0-29; Normal 30-50; Hidrasi 51-100 (Aramo, 2012)

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

36
Universitas Sumatera Utara
Kadar Air (Moisture) Kulit Sukarelawan

36 F0 (Blanko)
Kadar Air
31 F1 (2,5%)
F2 (5%)
26
0 7 14 21 28 F3 (7,5%)
Waktu (Hari)

Gambar 4.1 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap kadar air (moisture)

pada kulit punggung tangan sukarelawan

Menurut Mitsui (1997), nutrisi, aktivitas, serta lingkungan merupakan

faktor yang sangat mempengaruhi kadar air dalam epidermis dan dermis. Kulit

harus mampu menjaga kadar air untuk mempertahankan fungsinya sebagai kulit

yang sehat.

Kandungan air pada kulit sehat sebesar 60% agar kulit tetap lembut, cerah,

memasok sel nutrisi yang cukup sehingga kulit tetap lembut dan berfungsi dengan

baik. Untuk fungsi fisiologisnya, kulit memerlukan lemak dan air. Lapisan lemak

dipermukaan kulit dan bahan-bahan dalam stratum korneum yang bersifat

higroskopis dapat menyerap air dan berada dalam hubungan yang fungsional

disebut Natural Moisturizing Factor. Kemampuan stratum korneum untuk

mengikat air sangat penting bagi fleksibilitas dan kelenturan kulit (Tranggona dan

Latifah, 2007). Kemampuan kulit dalam menyerap (absorbsi) sangat dipengaruhi

oleh metabolisme, kelembaban dan ketebalan kulit (Darmawan, 2013).

4.7.2 Pori (pore)

Pengukuran besar pori (Pore) dilakukan dengan menggunakan perangkat

skin analyzer Aramo lensa perbesaran 60x dan mode pembacaan normal dengan

warna lampu sensor biru. Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa perawatan yang

37
Universitas Sumatera Utara
dilakukan menunjukkan adanya efek penurunan besar pori pada kulit sukarelawan

setelah pemakaian losion yang mengandung ekstrak kulit pisang raja. Persentase

besar pori pada kulit punggung tangan sukarelawan meningkat yaitu sebesar

19,1% (F1), 30,5% (F2), 40,6% (F3). Sedangkan persentase besar pori kulit pada

blanko merupakan penurunan paling rendah yaitu hanya turun sebesar 5,2%.

Grafik penurunan besar pori kulit pada pemakaian losion yang mengandung

ekstrak kulit pisang raja selama empat minggu dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Besar Pori (Pore) Kulit Sukarelawan

37
Besar Pori

F0 (Blanko)
32
F1 (2,5%)
27
F2 (5%)
22
F3 (7,5%)
0 7 14 21 28
Waktu (Hari)

Gambar 4.2 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap besar pori (pore)
pada kulit punggung tangan sukarelawan

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pemakaian losion memberikan efek

terhadap penurunan besar pori kulit punggung tangan sukarelawan. Besar pori

kulit menurun setelah penggunaan losion yang mengandung ekstrak kulit pisang

raja selama empat minggu perawatan.

Data selanjutnya dianalisis dengan Kruskal Wallis Test untuk mengetahui

efektivitas formula terhadap kadar air sukarelawan dan diperoleh nilai p < 0,05

yaitu adanya perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya

diuji menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda.

38
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara F0 dengan F1, F2 dan F3 (nilai p < 0,05).

Tabel 4.8 Data hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit punggung tangan
sukarelawan
Kondisi %
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
awal Pemulihan
F0 38 38 38 36 36 5,2%

39 39 37 37 37 5,1%

36 36 36 36 34 5,5%

Rata-rata 37,6 37,6 37 36,3 35,6 5,2%

F1 36 36 34 32 29 19,4%

39 39 37 34 31 20,5%

40 38 38 35 33 17,5%

Rata-rata 38,3 37,6 36,3 33,6 31 19,1%

F2 39 36 33 29 27 30,7%

39 37 34 31 26 33,3%

40 38 36 32 29 27,5%

Rata-rata 39,3 37 34,3 30,6 27,3 30,5%

F3 39 35 31 27 23 41,0%

38 34 31 27 23 39,4%

41 37 33 28 24 341,4%

Rata-rata 39,3 35,3 31,6 27,3 23,3 40,6%

Keterangan:
Pori berukuran kecil 0-19; pori berukuran besar 20-39; pori berukuran sangat
besar 40-100 (Aramo, 2012)

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

39
Universitas Sumatera Utara
Pori-pori pada dasarnya adalah lubang kecil pada kulit dimana folikel

rambut tumbuh yang menjaga kulit manusia terhidrasi dengan memproduksi

sebum. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan kulit yaitu adanya

penyumbatan didalam pori-pori, sehingga kotoran-kotoran dan sel kulit mati

menumpuk berakibat permasalahan kulit seperti kasar dan kusam (Nurlaili, 2013).

Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat reaksi peroksidasi lipid

dan merupakan senyawa pereduksi yang baik. Flavonoid bertindak sebagi

penangkal yang baik untuk radikal hidroksil dan superoksida sehingga membran

lipid terlindungi. Hal ini dapat menyebabkan pengecilan ukuran pori dan

memperbaiki tekstur kulit (Tapas, et al., 2008).

4.7.3 Noda (spot)

Pengukuran jumlah noda (Spot) dilakukan dengan menggunakan

perangkat skin analyzer Aramo lensa perbesaran 60x dan dengan warna lampu

sensor jingga. Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa perawatan yang dilakukan

menunjukkan adanya efek penurunan jumlah noda pada kulit sukarelawan setelah

pemakaian losion yang mengandung ekstrak kulit pisang raja. Persentase

penurunan jumlah noda pada kulit punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar

20,8% (F1), 34,1% (F2), 45,0% (F3). Sedangkan persentase jumlah noda pada

blanko merupakan penurunan paling rendah yaitu hanya turun sebesar 8,9%.

Grafik penurunan jumlah noda pada pemakaian losion yang mengandung ekstrak

kulit pisang raja selama empat minggu dapat dilihat pada Gambar 4.3

40
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Data hasil pengukuran jumlah noda (spot) pada kulit punggung tangan
sukarelawan
Kondisi %
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
awal Pemulihan
F0 28 26 26 25 26 7,1%

38 36 36 34 34 10,5%

33 32 32 31 30 9,1%

Rata-rata 33 31,3 31,3 30 30 8,9%

F1 36 35 34 31 29 19,4%

44 43 41 39 36 18,1%

40 38 35 32 30 25%

Rata-rata 40 38,6 36,6 34 31,6 20,8%

F2 36 32 29 25 23 36,1%

36 34 31 28 25 30,5%

42 39 35 31 27 35,7%

Rata-rata 38 35 31,6 28 25 34,1%

F3 40 37 31 26 21 47,5%

36 33 30 25 20 44,4%

37 35 30 25 21 43,2%

Rata-rata 37,6 35 30,3 25,3 20,6 45,0%

Keterangan:
Jumlah noda sedikit 0-19; Jumlah noda sedang 20-39; Jumlah noda banyak 40-
100 (Aramo, 2012)

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

41
Universitas Sumatera Utara
Noda (Spot) Kulit Sukarelawan

40
Noda 35 F0 (Blanko)
30
F1 (5%)
25
F2 (2,5%)
20
0 7 14 21 28 F3 (7,5%)
Waktu (Hari)

Gambar 4.3 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap banyak noda (spot)
pada kulit punggung tangan sukarelawan
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pemakaian losion memberikan efek

terhadap penurunan jumlah noda pada kulit punggung tangan sukarelawan.

Jumlah noda berkurang setelah penggunaan losion yang mengandung ekstak kulit

pisang raja selama empat minggu perawatan.

Data selanjutnya dianalisis dengan Kruskal Wallis Test untuk mengetahui

efektivitas formula terhadap jumlah noda sukarelawan dan diperoleh nilai p < 0,05

yaitu adanya perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data selanjutnya

diuji menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana yang berbeda.

Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara F0 dengan F1, F2 dan F3 (nilai p < 0,05).

Mulyawan dan Suriana (2013) menyebutkan bahwa noda hitam

(hiperpigmentasi) bisa muncul pada kulit yang mulai menua maupun kulit yang

belum menua oleh karena berbagai penyebab. Pada umunya bercak-bercak hitam

ini muncul pada bagian tubuh yang sering terpapar sinar matahari (Bogadenta,

2012). Semakin lama kulit terpapar sinar matahari, menyebabkan pembentukan

melanin kulit semakin aktif dan menimbulkan bercak-bercak noda pada kulit

(Sumaryati, 2012). Flavonoid mempunyai efek sebagai kompetitif enzim

42
Universitas Sumatera Utara
tyrosinase inhibitor (Zwergel, et al., 2011) yang menghambat Tirosin menjadi

DOPA dan Dopakuinon, sehingga dapat menghambat peningkatan jumlah

melanin pada sel melanosit serta juga mempunyai efek antioksidan yang dapat

berfungsi melindungi kulit dari radikal bebas (Moini, et al., 2002).

4.7.4 Keriput (wrinkle)

Pengukuran jumlah keriput (Wrinkle) dilakukan dengan menggunakan

perangkat skin analyzer Aramo lensa perbesaran 10x dan dengan warna lampu

sensor biru. Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa perawatan yang dilakukan

menunjukkan adanya efek penurunan jumlah keriput pada kulit sukarelawan

setelah pemakaian losion yang mengandung ekstrak kulit pisang raja . Persentase

penurunan jumlah keriput pada kulit punggung tangan sukarelawan yaitu sebesar

14,3% (F1), 39,2% (F2), 48,1% (F3). Sedangkan persentase jumlah noda pada

blanko merupakan penurunan paling rendah yaitu hanya turun sebesar 1,5%.

Grafik penurunan jumlah keriput pada pemakaian losion yang mengandung

ekstrak kulit pisang raja selama empat minggu dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Keriput (Wrinkle) Kulit Sukarelawan


50
Jumlah Keriput

40
F0 (Blanko)
30 F1 (2,5%)
20 F2 (5%)

10 F3 (7,5%)
0 7 14 21 28
Waktu (Hari)

Gambar 4.4 Grafik pengaruh perbedaan formula terhadap jumlah keriput


(wrinkle) pada kulit punggung tangan sukarelawan

43
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9 Data hasil pengukuran jumlah keriput (wrinkle) pada kulit punggung
tangan sukarelawan
Kondisi %
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
awal Pemulihan

F0 43 43 42 42 43 0,0%

45 45 44 44 44 2,2%

42 42 42 42 42 0,0%

Rata-rata 43,3 43,3 42,6 42,6 43 0,7%

F1 45 45 43 41 39 13,3%

44 44 42 41 39 11,3%

43 43 42 41 39 9,3%

Rata-rata 44 44 42,3 41 39 11,3%

F2 43 41 39 28 26 39,5%

44 43 39 29 27 38,6%

42 40 39 29 27 35,7%

Rata-rata 43 41,3 39 28,6 26,6 37,9%

F3 45 41 39 29 25 46,6%

43 39 39 29 24 44,1%

46 42 39 29 25 45,6%

Rata-rata 44,6 40,6 39 29 24,3 45,4%

Keterangan:
Tidak berkeriput 0-19; Berkeriput 20-52; Berkeriput parah 53-100 (Aramo, 2012)
F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)
F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

44
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pemakaian losion memberikan efek

terhadap penurunan jumlah keriput pada kulit punggung tangan sukarelawan.

Jumlah keriput kulit menurun setelah penggunaan losion yang mengandung

ekstrak kulit pisang raja selama empat minggu perawatan.

Data selanjutnya dianalisis dengan Kruskal Wallis Test untuk mengetahui

efektivitas formula terhadap jumlah keriput sukarelawan dan diperoleh nilai p <

0,05 yaitu adanya perbedaan statistika yang signifikan antar formula. Data

selanjutnya diuji menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui formula mana

yang berbeda. Dari hasil uji Mann-Whitney dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara F0 dengan F1, F2 dan F3 (nilai p < 0,05).

Penuaan kulit dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik merupakan faktor dari dalam tubuh sendiri, misalnya umur,

genetik, rasial, dan hormonal. Sedangkan faktor ekstrinsik merupakan faktor dari

luar, misalnya lingkungan hidup, penyakit sistemik, stress, rokok, alcohol, bahan

kimia, dan lainnya yang sebenarnya dapat dihindari, disebut sebagai penuaan

ekstrinsik. Penuaan ekstrinsik akan menghasilkan kulit menua dini, yaitu lebih

cepat dari seharusnya (Wasitaadmadja, 1997).

Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat peningkatan kadar

MMP-1 (Matrix Metalloproteinase-1) sehingga akan menyebabkan peningkatan

jumlah kolagen. Matriks metaloproteinase-1 adalah mediator kunci yang

mendegradasi kolagen pada kulit yang mengalami photoaging. Hambatan

terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat

paparan sinar UV. Flavonoid berperan menghambat dan mencegah terjadinya

45
Universitas Sumatera Utara
kerusakan kulit oleh radikal bebas yang ditimbulkan oleh pajanan sinar ultra

violet pada kulit, dengan mengikat singlet oksigen dan menghambat peroksidasi

lipid. Dengan terjadinya hambatan tersebut, sintesis MMP-1 akan berkurang

dan proses degradasi kolagen terhambat sehingga kulit terlindungi dari proses

penuaan dini akibat pajanan sinar ultra violet B tersebut (Fisher, et al., 2001).

46
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. Ekstrak kulit psang raja dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan losion

sebagai anti-aging. Efektivitas yang paling baik terlihat pada konsentrasi

ekstak kulit pisang raja 7,5% yang mampu memperbaiki kondisi kulit yaitu

kelembapan kulit yang dehidrasi menjadi normal (% pemulihan 30,9%),

ukuran pori yang besar menjadi lebih kecil (% pemulihan 40,6%), jumlah

noda semakin berkurang (% pemulihan 45,0%) dan jumlah keriput yang

semakin sedikit (% pemulihan 48,1%).

b. Perbedaan konsentrasi ekstrak kulit pisang raja dalam sediaan losion

mempengaruhi efek anti-aging. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak klit

pisang raja dalam sediaan dapat meningkatkan efek anti-aging.

5.2 Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar menggunakan ekstrak kulit

pisang raja dalam sediaan lain seperti sabun.

47
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Anief. (1996). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hal. 139-140.

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat.


Penerjemah: Farida Ibrahim. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal.
162-163, 357-359.Aramo. (2012). Skin and Hair Diagnosis System.
Sungnam: Aram Huvis Korea Ltd. Hal. 1-10.
Ardhie, M. A. (2011). Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah
Penuaan. Jakarta. Scientific Journal Of Pharmaceutical Development and
Medical Application. Hal. 4-9.

Balsam, M.S. (1970). Cosmetic Science and Technology. Edisi II. New York:
Willey Interscience. Hal. 181-182.

Bogadenta, A. (2012). Antisipasi Gejala Penuaan Dini dengan Kesaktian Ramuan


Herbal. Jogjakarta: Buku Biru. Hal. 15.

Dalimartha, Setiawan. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 3. Jakarta: Puspa Swara.

Darmawan, A. B. (2013). Anti-Aging Rahasia Tampil Muda Di Segala


Usia. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal. 18, 31.

Dewi, T.S. (2014). Kualitas Lotion Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana). Jurnal Skripsi. Fakultas Teknobiologi Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, Yogyakarta. Hal. 13-14.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen PMO. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Draelos, Z.D., dan Thaman, L.A. (2006). Cosmetic Formulstion of Skin Care
Product. Volume 30. New York: Taylor and Francis Group. Hal. 167, 174.
Elfira, R. P. (2013). Uji Aktifitas Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Metanol
Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca Sapientum). Jurnal Tadris Biologi
Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah. 76-81.

Farnsworth, N. R., (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants,


J.Pharm. Sci., 55(3), 225-276.

48
Universitas Sumatera Utara
Fisher, G.J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, Z.B., Wan, Y., Datta, S.,Voorhees,
J.J.(2001). Mechanism of Photoaging and Chronological Skin Aging.
Arch Dermatol. Department of Dermatology, University of
Michigan, Ann Arbor. Vol 138: Hal. 1462-1470.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.
Harry, R.G. (2000). Harry’s Cosmeticology. Edisi VIII. New York: Chemical
Publishing Co. Inc. Hal. 471-483.
Jellenick, S. (1970). Formulation and Function of Cosmetics. New York: Wiley
Interscience. Hal. 108.

Katadi, S., Ahmad, Z., Suryani dan Rini, H. (2015). Formulasi Losio Antinyamuk
Dengan Zat Aktif Minyak Atsiri Lantana camara Linn. Jurnal Farmasi
dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2(1):3.
Lachman, L., H.A. Lieberman dan J.L. Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi III. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal.1079-1083,
1104-1105.

Martin, A., Swarbrick, J. dan Cammarata, A. (1993). Physical Pharmacy Physical


Chemical Principles in the Pharmaceutical Science. Edisi III. Jakarta :
Universitas Indonesia Press. Hal. 1022, 1143-1170.
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V. Hal.
354-537.

Moini, H., Packer, L., dan Erik, N. (2002). Antioxidant and Prooxidant Activities
of ά-Lipoic Acid and Dihydrolipoic Acid. Toxicology and Applied
Pharmacology 182, 84-90.

Mulyawan, D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: Elex
Media Komputindo. Hal. 16-17.

Noormindhawati, L. (2013). Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta: Elex


Media Komputindo. Hal. 5.

Nurlaili. (2013). Bahan Ajar Dasar Kecantikan Kulit. Jakarta: Kementrian


Pendidikan dan Kebudayaan. Hal. 80.
Prichapan, N., dan Utrai, K. (2014). Factor Affecting the Properties of Water in
Oil in Water Emulions for Encapsulation of Minerals and Vitamin.
Songklanakarin Journal of Science and Technology. 36(6): 652.
Putro, D.S. (1998). Agar Awet Muda. Purwodadi: Trubus Agriwidya. Hal. 2, 16-
17.

49
Universitas Sumatera Utara
Rawlins, E. A. (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics. 18th ed. London:
Bailierre Tindall. Hal. 355.

Rieger, M. M. (2000). Harry's Cosmeticology 8th Edition. New York: Chemical


Publishing Co.Inc. Hal. 471-483.

Saputra, L. (2012). Anatomi & Fisiologi untuk Perawat dan Paramedis. Jakarta:
Binarupa Aksara Publisher. Hal. 124-125.

Sarwadi, S. (2014). Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Dunia Cerdas.
Hal. 75-77.

Schmitt, W.H. (1996). Skin Care Products. Di Dalam Williams DF And


SchmittWH, Editor. Chemistry And Technology Of The Cosmetics And
ToiletriesIndustry. Edisi II. London: Blackie Academe And Profesional.
Hal. 107.
Shimizu, H. (2007). Shimizu’s Textbook of Dermatology. Japan: Nakayama
Shoten Publisher. Hal. 2.

Sumaryati, E. (2012). Senam Kecantikan dan Anti Penuaan. Yogyakarta: Citra


Media. Hal. 34-36.

Sunarjono, H.H. (2004). Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.


Hal 38 – 47.

Supriyadi dan Satuhu. (2008). Pisang : Budidaya, Pengolahan, dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Tapas, A.R., Sakarkar, D.M., and Kakde, R.B. ( 2008). Flavonoids
as Nutraceuticals: A Review Tropical Journal of Pharmaceutical
Research: 7(3): 1089-1099.
Tjandrawinata, R. (2011). Sekilas Tentang Seloxy AA. Scientific Journal of
Pharmaceutical Development and Medical Application. 24(1) :11.
Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: PT.Gramedia Pusaka Utama. Hal. 11-32, 167.
Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press,
3-6.

Zwergel, C., Gaascht, F., Valente, S., Diederich, M., Bagrel, D., Kirsch, G.
(2011). Aurones: Interesting Natural and Synthetic Compounds with
Emerging Biological Potential.

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan kulit buah pisang raja

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar tumbuhan, daun segar, simplisia, serbuk simplisia kulit
pisang raja

B C

Keterangan:

(A) : Buah pisang raja


(B) : Kulit segar pisang raja
(C) : Simplisia kulit pisang raja
(D) : Serbuk simplisia kulit pisang raja

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Gambar hasil ekstrak kulit pisang raja.

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Bagan penyiapan serbuk simplisia kulit pisang raja

Kulit Pisang

disortasi, dicuci, dan ditiriskan

ditimbang sebagai berat basah

15 kg kulit pisang

dikeringkan dilemari pengering


pada suhu ± 40 ºC

Simplisia kulit pisang

diserbuk dengan menggunakan


blender

1500 g serbuk simplisia


kulit pisang

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Bagan pembuatan ekstrak kental kulit pisang raja

500 g Simplisia kulit buah pisang


raja yang sudah dihaluskan

dimaserasi
dimasukkandengan
ke dalampelarut
wadahetanol
kaca96% sebanyak
berwarna 3,75
gelap
L selama 5 hari (terlindung dari cahaya) sambil
dimasukkan
diaduk ke dalam alat perkolator
sesekali
diserkai, kemudian
dimasukkan ke dalamdimasukkan ke dalam wadah kaca
alat perkolator
berwarna gelap.

ampas kulit pisang raja kemudian dimaserasi kembali


dengan etanol 96% sebanyak 1,25 L selama 2 hari

Maserasi Etanol 96%

diuapkan dengan rotary evaporator pada temperatur


suhu 40-50C, kemudian diuapkan di atas water bath
untuk mendapatkan ekstrak kental

Ekstrak kental etanol 96%


sebanyak 61,7 g

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Bagan pembuatan losion tanpa ekstrak (blanko)

Fase Minyak Fase Air

- Asam stearat - Gliserin


- Isopropyl palmitat - TEA
- Paraffin cair - Aquadest
- Setil alcohol - Nipagin
- Vaselin

dicampur
Dicampur
Dipanaskan diatas Dipanaskan diatas
penangas air penangas air

Massa A Massa B

dicampur di dalam lumpang panas dengan


penggerusan dan pemanasan yang sempurna

Massa C

ditambah pewangi

Dasar sediaan
losion

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Bagan pembuatan losion dengan ekstrak kulit pisang raja

Fase Minyak Fase Air

- Asam stearat - Gliserin


- Isopropyl palmitat - TEA
- Paraffin cair - Aquadest
- Setil alcohol - Nipagin
- Vaselin

Dicampur dicampurkan

dipanasakan di atas dipanaskan diatas


penangas air penangas air

Massa A Massa B

dicampur di dalam lumpang panas dengan


penggerusan dan pemanasan yang sempurna

Massa C

ditambah ekstrak kulit pisang raja (2,5%;


5%; 7,5%)

ditambah pewangi

Sediaan losion
dengan ekstrak
kulit pisang raja

57
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Hasil rendemen kulit pisang raja

a. Hasil perhitungan rendemen simplisia

Berat segar (gram) Berat simplisia (gram) Rendemen simplisia (%)


15000 1500 10%

b. Hasil perhitungan rendemen ekstrak

Berat simplisia yang diekstrak (gram) Berat ekstrak (garm)

500 61,7

58
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Gambar sediaan losion ekstrak kulit pisang raja

F0 F1 F2 F2

Keterangan:

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

59
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Gambar hasil evaluasi dan stabilitas losion

F0 F1 F2 F3

Sediaan losion pada awal pembuatan

Sediaan losion pada penyimpanan 12 minggu

Keterangan:

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

60
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (lanjutan)

F0 F1 F2 F3

Evaluasi homogenitas losion

F0 F1 F2 F3
Evaluasi tipe emulsi losion

Keterangan:

F0 : Losion tanpa ekstrak kulit pisang raja (blanko)


F1 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 2,5%
F2 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 5%
F3 : Losion dengan ekstrak kulit pisang raja konsentrasi 7,5%

61
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Lampiran skin analyzer

- Kadar air
Kondisi awal

Minggu 1

Minggu 2

62
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)

Minggu 3

Minggu 4

- Pori

Kondisi awal

63
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)

Minggu 1

Minggu 2

Minggu 3

64
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)

Minggu 4

- Noda

Kondisi awal

Minggu 1

65
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)

Minggu 2

Minggu 3

Minggu 4

66
Universitas Sumatera Utara
- Wrinkle

Koidisi awal

Lampiran 8. (Lanjutan)

Minggu 1

Minggu 2

67
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)

Minggu 3

Minggu 4

68
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Gambar pembuatan ekstrak

69
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Gambar Alat

Viskometer Brookfield PH meter Hanna

Skin Analyzer Moisture Checker

Neraca Analitik

70
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Data hasil uji statistic

 Kadar air (Moisture)


1. Uji Normalitas
Tests of Normality

FORMULA Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000

KONDISIAWA FORMULA 1 ,385 3 . ,750 3 ,000


L FORMULA 2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
FORMULA 3 ,175 3 . 1,000 3 1,000
BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000
FORMULA 1 ,175 3 . 1,000 3 1,000
MINGGU1
FORMULA 2 ,385 3 . ,750 3 ,000
FORMULA 3 ,253 3 . ,964 3 ,637
BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000

FORMULA 1 ,385 3 . ,750 3 ,000


MINGGU2
FORMULA 2 ,385 3 . ,750 3 ,000
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
BLANKO ,385 3 . ,750 3 ,000
FORMULA 1 ,175 3 . 1,000 3 1,000
MINGGU3
FORMULA 2 ,385 3 . ,750 3 ,000
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000

FORMULA 1 ,385 3 . ,750 3 ,000


MINGGU4
FORMULA 2 ,385 3 . ,750 3 ,000
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsa,b
KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Chi-Square 2,459 8,153 9,875 10,188 10,188


df 3 3 3 3 3
Asymp. Sig. ,483 ,043 ,020 ,017 ,017
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: FORMULA

71
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)
3. Uji Mann-Whitney
F0 DENGAN F3
Test Statisticsa
KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,000 ,000 ,000 ,000 ,000


Wilcoxon W 8,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,124 -1,964 -1,993 -2,023 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,261 ,050 ,046 ,043 ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400b ,100b ,100b ,100b ,100b
a. Grouping Variable: FORMULA
b. Not corrected for ties.

F0 DENGAN F1
Test Statisticsa
KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,000 ,000 ,000 ,000 ,000


Wilcoxon W 8,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,124 -1,964 -1,993 -2,023 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,261 ,050 ,046 ,043 ,046
b b b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400 ,100 ,100 ,100 ,100b
a. Grouping Variable: FORMULA
b. Not corrected for ties.

F0 DENGAN F2
Test Statisticsa
KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 3,500 2,000 1,000 1,000 1,000


Wilcoxon W 9,500 8,000 7,000 7,000 7,000
Z -,471 -1,124 -1,623 -1,623 -1,623
Asymp. Sig. (2-tailed) ,637 ,261 ,105 ,105 ,105
b b b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700 ,400 ,200 ,200 ,200b
a. Grouping Variable: FORMULA
b. Not corrected for ties.

72
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)

F1 DENGAN F2
Test Statisticsa
KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,000 ,000 ,000 ,000 ,000


Wilcoxon W 8,000 6,000 6,000 6,000 6,000
Z -1,124 -1,993 -1,993 -2,023 -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,261 ,046 ,046 ,043 ,046
b b b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400 ,100 ,100 ,100 ,100b
a. Grouping Variable: FORMULA
b. Not corrected for ties.

F1 DENGAN F3
Test Statisticsa
KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,500 1,000 ,000 ,000 ,000


Wilcoxon W 8,500 7,000 6,000 6,000 6,000
Z -,943 -1,623 -2,023 -1,993 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,346 ,105 ,043 ,046 ,043
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400b ,200b ,100b ,100b ,100b
a. Grouping Variable: FORMULA
b. Not corrected for ties.

F2 DENGAN F3
Test Statisticsa
KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,500 ,500 ,000 ,000 ,000


Wilcoxon W 8,500 6,500 6,000 6,000 6,000
Z -,943 -1,771 -2,023 -1,993 -2,023
Asymp. Sig. (2-tailed) ,346 ,077 ,043 ,046 ,043
b b b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400 ,100 ,100 ,100 ,100b
a. Grouping Variable: FORMULA
b. Not corrected for ties.

73
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)
 Pori
1. Uji normalitas
Tests of Normality
FORMULA Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BLANKO ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 1 ,292 3 . ,923 3 ,463
KONDISIAWAL
FORMULA 2 ,385 3 . ,750 3 ,000
FORMULA 3 ,253 3 . ,964 3 ,637
BLANKO ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 1 ,253 3 . ,964 3 ,637
MINGGU1
FORMULA 2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
FORMULA 3 ,253 3 . ,964 3 ,637
BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000
FORMULA 1 ,292 3 . ,923 3 ,463
MINGGU2
FORMULA 2 ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
BLANKO ,385 3 . ,750 3 ,000
FORMULA 1 ,253 3 . ,964 3 ,637
MINGGU3
FORMULA 2 ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
BLANKO ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 1 ,175 3 . 1,000 3 1,000
MINGGU4
FORMULA 2 ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsa,b

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Chi-Square 2,523 3,986 8,067 10,274 10,238

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. ,471 ,263 ,045 ,016 ,017

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: FORMULA

74
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)
Uji Mann-Whitney
F0 DENGAN F1

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 3,000 4,500 4,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 9,000 10,500 10,000 6,000 6,000

Z -,674 ,000 -,225 -1,993 -1,964

Asymp. Sig. (2-tailed) ,500 1,000 ,822 ,046 ,050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700b 1,000b 1,000b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F0 DENGAN F2

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 1,000 3,000 ,500 ,000 ,000

Wilcoxon W 7,000 9,000 6,500 6,000 6,000

Z -1,623 -,674 -1,771 -1,993 -1,964

Asymp. Sig. (2-tailed) ,105 ,500 ,077 ,046 ,050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,200b ,700b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

75
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)
F0 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,000 1,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 8,000 7,000 6,000 6,000 6,000

Z -1,124 -1,528 -1,993 -2,023 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,261 ,127 ,046 ,043 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400b ,200b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F1 DENGAN F2

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 3,500 3,000 1,500 ,500 ,500

Wilcoxon W 9,500 9,000 7,500 6,500 6,500

Z -,471 -,674 -1,328 -1,771 -1,771

Asymp. Sig. (2-tailed) ,637 ,500 ,184 ,077 ,077

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700b ,700b ,200b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

76
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)

F1 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 3,500 1,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 9,500 7,000 6,000 6,000 6,000

Z -,443 -1,528 -1,993 -1,993 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,658 ,127 ,046 ,046 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700b ,200b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F2 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 4,000 1,500 ,500 ,000 ,000

Wilcoxon W 10,000 7,500 6,500 6,000 6,000

Z -,232 -1,328 -1,798 -1,993 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,817 ,184 ,072 ,046 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000b ,200b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

77
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)
 Noda
1. Uji Normalitas
Tests of Normality

FORMULA Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000

FORMULA 1 ,175 3 . 1,000 3 1,000


KONDISIAWAL
FORMULA 2 ,385 3 . ,750 3 ,000

FORMULA 3 ,292 3 . ,923 3 ,463


BLANKO ,219 3 . ,987 3 ,780
FORMULA 1 ,232 3 . ,980 3 ,726
MINGGU1
FORMULA 2 ,276 3 . ,942 3 ,537
FORMULA 3 ,175 3 . 1,000 3 1,000
BLANKO ,219 3 . ,987 3 ,780
FORMULA 1 ,337 3 . ,855 3 ,253
MINGGU2
FORMULA 2 ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
BLANKO ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 1 ,343 3 . ,842 3 ,220
MINGGU3
FORMULA 2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000

FORMULA 1 ,337 3 . ,855 3 ,253


MINGGU4
FORMULA 2 ,175 3 . 1,000 3 1,000

FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

2. Kruskal-Wallis
Test Statisticsa,b

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Chi-Square 3,120 3,770 4,029 5,756 8,870

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. ,373 ,287 ,258 ,124 ,031

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: FORMULA

78
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)
3. Uji Mann-Whitney

F0 DENGAN F1

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 1,000 1,000 2,000 2,500 3,500

Wilcoxon W 7,000 7,000 8,000 8,500 9,500

Z -1,528 -1,528 -1,091 -,886 -,443

Asymp. Sig. (2-tailed) ,127 ,127 ,275 ,376 ,658

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,200b ,200b ,400b ,400b ,700b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F0 DENGAN F2

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,000 2,500 4,000 3,000 1,000

Wilcoxon W 8,000 8,500 10,000 9,000 7,000

Z -1,107 -,886 -,218 -,674 -1,528

Asymp. Sig. (2-tailed) ,268 ,376 ,827 ,500 ,127

,400b ,400b 1,000b ,700b ,200b


Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

a. Grouping Variable: FORMULA

c. Not corrected for ties.

79
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)
F0 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,000 2,000 3,000 2,000 ,000

Wilcoxon W 8,000 8,000 9,000 8,000 6,000

Z -1,091 -1,091 -,664 -1,159 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,275 ,275 ,507 ,246 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400b ,400b ,700b ,400b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F1 DENGAN F2

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 3,000 2,000 1,500 ,500 ,000

Wilcoxon W 9,000 8,000 7,500 6,500 6,000

Z -,696 -1,091 -1,328 -1,771 -1,964

Asymp. Sig. (2-tailed) ,487 ,275 ,184 ,077 ,050

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700b ,400b ,200b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

80
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)

F1 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 3,000 1,500 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 9,000 7,500 6,000 6,000 6,000

Z -,674 -1,328 -1,993 -1,993 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,500 ,184 ,046 ,046 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700b ,200b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F2 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 4,000 4,000 3,500 2,000 ,000

Wilcoxon W 10,000 10,000 9,500 8,000 6,000

Z -,232 -,218 -,449 -1,159 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,817 ,827 ,653 ,246 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000b 1,000b ,700b ,400b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

81
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)

 Keriput
1. Uji Normalitas
Tests of Normality
FORMULA Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000

FORMULA 1 ,175 3 . 1,000 3 1,000


KONDISIAWAL
FORMULA 2 ,253 3 . ,964 3 ,637

FORMULA 3 ,175 3 . 1,000 3 1,000


BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000
FORMULA 1 ,175 3 . 1,000 3 1,000
MINGGU1
FORMULA 2 ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 3 ,175 3 . 1,000 3 1,000
BLANKO ,175 3 . 1,000 3 1,000
FORMULA 1 ,385 3 . ,750 3 ,000
MINGGU2
FORMULA 2 ,175 3 . 1,000 3 1,000
FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000
BLANKO ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 1 ,175 3 . 1,000 3 1,000
MINGGU3
FORMULA 2 ,253 3 . ,964 3 ,637
FORMULA 3 ,175 3 . 1,000 3 1,000
BLANKO ,253 3 . ,964 3 ,637

FORMULA 1 ,385 3 . ,750 3 ,000


MINGGU4
FORMULA 2 ,385 3 . ,750 3 ,000

FORMULA 3 ,385 3 . ,750 3 ,000

a. Lilliefors Significance Correction

2. Uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsa,b

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Chi-Square 3,071 5,739 8,621 9,549 10,495

df 3 3 3 3 3

Asymp. Sig. ,381 ,125 ,035 ,023 ,015

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: FORMULA

82
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)

3. Uji Mann-Whitney
F0 DENGAN F1

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 3,000 3,000 3,500 ,500 ,000

Wilcoxon W 9,000 9,000 9,500 6,500 6,000

Z -,674 -,674 -,449 -1,771 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,500 ,500 ,653 ,077 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700b ,700b ,700b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F0 DENGAN F2

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 4,000 2,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 10,000 8,000 6,000 6,000 6,000

Z -,225 -1,124 -1,964 -1,964 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,822 ,261 ,050 ,050 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000b ,400b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

83
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)

F0 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 1,500 1,500 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 7,500 7,500 6,000 6,000 6,000

Z -1,328 -1,328 -1,993 -1,964 -1,993

Asymp. Sig. (2-tailed) ,184 ,184 ,046 ,050 ,046

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,200b ,200b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F1 DENGAN F2

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 3,000 ,500 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 9,000 6,500 6,000 6,000 6,000

Z -,674 -1,771 -1,993 -1,964 -2,023

Asymp. Sig. (2-tailed) ,500 ,077 ,046 ,050 ,043

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,700b ,100b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

84
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. (lanjutan)

F1 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 2,000 ,000 ,000 ,000 ,000

Wilcoxon W 8,000 6,000 6,000 6,000 6,000

Z -1,124 -1,964 -2,023 -1,964 -2,023

Asymp. Sig. (2-tailed) ,261 ,050 ,043 ,050 ,043

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400b ,100b ,100b ,100b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

F2 DENGAN F3

Test Statisticsa

KONDISIAWAL MINGGU1 MINGGU2 MINGGU3 MINGGU4

Mann-Whitney U 1,500 4,000 3,500 2,000 ,000

Wilcoxon W 7,500 10,000 9,500 8,000 6,000

Z -1,328 -,225 -,471 -1,124 -2,023

Asymp. Sig. (2-tailed) ,184 ,822 ,637 ,261 ,043

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,200b 1,000b ,700b ,400b ,100b

a. Grouping Variable: FORMULA

b. Not corrected for ties.

85
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Surat pernyataan persetujuan (Informed Consent)

86
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai