Disusun Oleh :
L’Di Rabbani Grace Efilia
30101607671
Pembimbing :
dr. Azizah Retno K, Sp. A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Riwayat Makan-Minum
Anak diberikan ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Makanan
pendamping ASI mulai diberikan saat anak berusia 6 bulan berupa bubur
tim, makanan bayi, pisang. Umur 1 tahun hingga sekarang mulai mendapat
makanan orang dewasa (nasi, lauk, sayur dan buah). Anak makan 3 kali
sehari.
Kesan : Kualitas dan kuantitas diit baik
Status Internus
a. Kepala : Mesosefal
b. Kulit : Tidak sianosis, turgor kembali <2 detik,
ikterus (-), petekie (-)
c. Mata : Pupil bulat, isokor, Ø 4mm/ 4mm, refleks cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-)
d. Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
e. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-/-)
f. Mulut : bibir kering (+), sianosis (-), pendarahan gusi (-),
g. Tenggorok : tonsil T1-T1, arcus faring simetris, uvula di tengah,
hiperemis (-)
h. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Thorax
o Paru
Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris dalam
keadaan statis dan dinamis, retraksi suprasternal,
intercostal, epigastrical (-)
Palpasi : stem fremitus dextra et sinistra simetris
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar : vesikuler
suara tambahan : ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
o Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea mid
clavicula sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas atas di ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan di ICS IV linea parasternal kanan
Batas kiri di ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)
i. Abdomen
Inspeksi : cembung, hiperemis (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : defense muscular (-), nyeri tekan (+) daerah
umbilical , hepar dan lien dalam batas normal
Turgor : kembali cepat
j. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
Capillary Refill Time <2" <2"
Bengkak -/- -/-
Pitting edema -/- -/-
Palpable Purpura +/+ +/+
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah 21/04/2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI DARAH RUTIN
Hb 10,6 (L) 10.7 – 14.7 g/dL
Ht 30.9 33.0 - 45.0 %
Leukosit 20.82 (H) 5.00 – 14. 50 ribu/ μL
Trombosit 392 184 – 488 ribu/ μL
PPT
PT 10.0 9.3 – 11.4 detik
PT (kontrol) 11.5 9.1 – 12.3 detik
APTT
APTT 22.0 21.8 – 28.4 detik
APTT (kontrol) 25.2 21.0 – 28.4 detik
Kimia Klinik
GDS 88 60 - 100 mg/dl
Ureum 11 10 - 50 mg/dl
Creatinine 0.36 (L) 0.50 – 1.20 mg/dl
Elektrolit
Natrium (Na) 126.0 (L) 132 - 145 mmol/L
Kalium (K) 3.50 3.1 – 5.1 mmol/L
Klorida (Cl) 102.0 96 - 111 mmol/L
Imunologi
HBsAg (kualitatif) Non reaktif Non reaktif
IP. Dx :
S:-
O : px gambaran darah tepi, px hematologi rutin, USG abdomen
IP. Tx :
o IGD
Infus RL 20 tpm
Inj ketorolac 10 mg
Inj ondansetron 3 mg
Inj ranitidin 40 mg
Tx Bangsal
Kebutuhan rumatan (maintenance)
Rumus Darrow
10 kg I = 100 cc/kgbb/hari
10 kg II = 50 cc/kgbb/hari
20 kg = 10 x 100
10 x 50 = 1500cc/kgBB/hari
Total = 1500 cc/hari
IP. Mx :
Vital sign, tanda dehidrasi, adanya pernafasan kusmaul
IP. Ex :
• Menjaga pola makan yang cukup gizi dan higienis
• Makan makanan yang dimasak terlebih dahulu
• Menjaga lingkungan dan kebersihan diri (Jaga kebersihan tangan, alat
makan)
• Berikan anak lebih banyak minum
IP Tx :
Kebutuhan kalori BB : 20 kg; Usia : 81 bulan
(22,5 x BB) +499 = (22,5 x 20) + 499 = 949 kkal
949 kkal terdiri dari :
Karbohidrat : 60% x 949 = 569,4 kkal
Lemak : 30% x 949 = 284,7 kkal
Protein : 10% x 949 = 94,9 kkal
IP Mx :
Keadaan umum pasien
Data antropometri (berat badan, tinggi badan)
IP Ex :
o Makan teratur dengan gizi seimbang sesuai kebutuhan gizi
FOLLOW UP di Baitunnisa 1
Waktu Hari ke-1 Hari ke-2 perawatan Hari ke-3 perawatan
perawatan
Tanggal 21 April 2021 22 April 2021 23 April 2021
Keluhan Nyeri perut sekitar BAB cair 5x sedikit BAB cair 2x sedikit
umbilical, mual ampas, ruam pada ampas, ruam pada
muntah, BAB cair tangan dan tungkai tangan dan tungkai
2x, terdapat ruam bawah bawah
pada tangan dan
tungkai bawah
Keadaan Composmentis Composmentis. Composmentis
Umum
TTV :
Nadi 100x/mnt isi cukup 110x/mnt isi cukup 90x/mnt isi cukup
RR 24x/mnt 26x/mnt 20x/mnt
Suhu 37C(axilla) 36,4C(axilla) 36C(axilla)
Assesme Nyeri akut HSP, diare b/d proses HSP, diare b/d proses
nt abdomen infeksi infeksi
Terapi Inf. Futrolit 15 tpm Inf. Futrolit 15 tpm Inf. Futrolit 15 tpm
Injeksi glybotic Injeksi glybotic 2x500 Injeksi glybotic 2x500
2x500 mg mg mg
Injeksi paracetamol Injeksi paracetamol Injeksi paracetamol 200
200 mg k/p 200 mg k/p mg k/p
Injeksi Injeksi metronidazol Injeksi metronidazol
metronidazol 3x250 mg 3x250 mg
3x250 mg Lbio 2x1cc Lbio 2x1cc
Metilprednosolon 2 Zinc 1x1 tab Zinc 1x1 tab
x31,25 mg Dehidralit1x1 Dehidralit 1x1
Cetrizin syr 1x 1 Metilprednosolon 2 Metilprednisolon 2
cth x31,25 mg x31,25 mg
Hydrocortisone Cetrizin syr 1x 1 cth Cetrizin syr 1x 1 cth
cream di oles pada Hydrocortisone cream Hydrocortisone cream
ruam di oles pada ruam di oles pada ruam
Kompres Nacl 30 Kompres Nacl 30 Kompres Nacl 30 menit
menit sebelum menit sebelum diberi sebelum diberi salep
diberi salep salep
Waktu Hari ke-4 perawatan Hari ke-5
perawatan
TTV :
Nadi 100x/mnt isi cukup 100x/mnt isi cukup
RR 24x/mnt 24x/mnt
Suhu 36,1C(axilla) 36,2C
II. Etiologi
Etiologi terjadinya PHS sampai saat ini masih belum diketahui, tetapi
dilaporkan sebanyak 50% penderita HSP biasanya didahului oleh suatu infeksi
saluran pernapasan. Beberapa hipotesis berupaya menjelaskan adanya hubungan
PHS dengan infeksi. Group A beta- hemolytic streptococcus (GAS) ditemukan
pada 20-50% penderita dengan HSP akut melalui tes serologi maupun kultur
bakteri. Beberapa kasus PHS juga terjadi setelah pasien terinfeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, Helicobacter pylori,
Campylobacter jejuni, Shigella sp, Epstein Barr virus, Yersinia, virus hepatitis
A,B dan C, varicella, measles, rubella, adenovirus, CMV, dan Parvovirus B19.
PHS dapat juga timbul setelah vaksinasi tifoid, campak, dan kolera. Pencetus lain
adalah gigitan serangga, toksin kimiawi, dan obatobatan seperti penisilin,
eritromisin, dan antikonvulsan (Susiana T, 2005).
IV. Patogenesis
Penyakit ini merupakan vaskulitis pembuluh darah kecil yang diperantarai
oleh IgA sebagai respons terhadap antigen asing atau endogen sehingga terbentuk
deposit kompleks IgA pada pembuluh darah kecil yaitu venula, kapiler, dan
arteriol. Ig A makromolekular dan Ig A kompleks imun ini akan mengendap
sehingga mengaktivasi sistim komplemen melalui jalur alternatif. Deposit
kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan terjadinya inflamasi pada
pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi, dan abdomen yang diperantarai oleh
komplemen dan reseptor Fc, sehingga timbul leukocyctoclastyc vasculitis (LcV)
disertai dengan nekrosis pada pembuluh darah kecil dan terjadi purpura di kulit,
nefritis, dan artritis.
Sebagai respon, limfokin mempunyai peranan penting pada terjadinya lesi
vaskular. Sitokin pro-inflamasi non spesifik seperti tumor necrosis alpha (TNF-α),
interleukin (IL)-6 dan IL-1β biasanya didapatkan lebih tinggi pada anak-anak
dengan HSP fase akut. Baik TNF-α maupun IL-1 dapat menstimulasi endotelium
untuk mengaktifkan jalur koagulasi instrinsik dan ekstrinsik serta mengurangi
aktivitas fibrinolitik. Hal inilah yang dapat menerangkan adanya trombosis yang
terjadi pada vasculitis (Alyssa, 2019).
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding dan mendeteksi keterlibatan sistemik. Tidak ada pemeriksaan
laboratorium spesifik yang dapat menegakkan diagnosis PHS. Pemeriksaan
laboratorium rutin yang harus dilakukan adalah:
- Darah perifer lengkap
- Laju endap darah
- Pemeriksaan fungsi ginjal
- Urinalisis
Jumlah leukosit dan trombosit meningkat, laju endap darah dapat
meningkat. Hemoglobin umumnya normal tergantung ada tidaknya perdarahan.
Bila ureum dan kreatinin meningkat dapat dicurigai adanya glomerulonefritis.
Analisis urin dapat menunjukkan hematuria dengan atau tanpa proteinuria.
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan biopsi kulit pada PHS yang
menunjukkan vaskulitis leukositoklastik yaitu berupa inflamasi segmental
pembuluh darah, sel endotel membengkak, nekrosis fibrinoid dinding pembuluh
darah dan infiltrat di sekitar pembuluh darah. Pemeriksaan imunofluoresens
menunjukkan deposit IgA dan C3 di antara pembuluh darah papila dermis.
VI. Diagnosis
American College of Rheumatology (ACR) membuat 4 kriteria untuk
mendiagnosis PHS sebagai berikut:
Purpura yang teraba
Umur < 20 tahun saat awitan penyakit
Bowel angina (nyeri perut difus atau didiagnosis iskemi usus disertai
diare berdarah)
Hasil biopsi membuktikan granulosit pada dinding pembuluh darah
arteriol atau venula.
Diagnosis PHS dapat ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria di atas
dengan sensitivitas 87,1 % dan spesifisitas 87,7%.
Diagnosis banding Purpura Henoch-Schönlein adalah hipersensitivitas
vaskulitis (HV). Kriteria Michel dkk, digunakan untuk membedakan kedua
penyakit ini, yaitu:
Purpura yang teraba
Bowel angina
Perdarahan gastrointestinal
Hematuria
Umur < 20 tahun saat awitan penyakit
Tidak minum obat-obatan.
Jika memenuhi > 3 kriteria di atas diklasifikasikan sebagai PHS.
Sedangkan jika memenuhi < 2 kriteria, diklasifikasikan sebagai HV.
VII. Penatalaksanaan
Purpura Henoch Sconlein (PHS) merupakan penyakit yang dapat sembuh
sendiri. Perjalanan penyakit berlangsung 2 - 6 minggu. Pengobatan hanya bersifat
suportif. Tidak ada pengobatan yang spesifik pada PHS. Obat antiinflamasi
nonsteroid dapat mengontrol nyeri sendi, sedangkan penggunaan kortikosteroid
diberikan pada pasien PHS dengan nyeri perut hebat atau jika ditemukan adanya
purpura yang persisten. Beberapa peneliti menggunakan kortikosteroid misalnya
prednison untuk mencegah terjadinya nefritis (Susiana T, 2005). Dosis prednison
adalah 1 – 2 mg/kgBB/hari. Pada pasien ini diberikan metil prednisolon sebanyak
8 mg 3 kali sehari. Kortikosteroid juga diberikan pada pasien dengan keterlibatan
ginjal yang berat.
VIII. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada manifestasi gastrointesitinal, yaitu perforasi
usus, intususepsi dan infark usus besar, yang dapat menimbulkan kematian jika
tidak dilakukan tindakan pembedahan segera. Komplikasi lain yang dapat terjadi
pada HSP adalah keterlibatan renal atau nefritis HSP dan keterlibatan sistem saraf
pusat (SSP). Nefritis HSP dapat terjadi jika mengenai bagian parenkim ginjal,
dengan manifestasi bisa dari hematuri mikroskopik sampai dengan proteinuria
yang dapat berlanjut menjadi sindrom nefritik dan gagal ginjal. Meskipun jarang,
bisa terdapat gangguan SSP pada HSP dengan onset 2-4 minggu setelah muncul
gejala HSP. Gejala dapat berupa sakit kepala, kejang, emosi tidak stabil,
iritabilitas dan perubahan perilaku. Gejala lain bisa meliputi ataksia, intracerebral
haemorrhage (ICH), mononeuropati dan neuropati akson sensorik motorik yang
akut.
DAFTAR PUSTAKA
Lei WT et al. Incidence and and risk factors of recurrent Henoch Schonlein
Purpura in children from a 16 year nationwide database. Pediatric Rheumatology
2018; 16:25.
Tendean S, Siregar SP. Purpura henoch- schonlein. Sari Pediatri. 2005; 7:45-6
Chen O et al. Henoch schonlein purpura In children: clinical analysis of 120 cases.
African Health Science. 2013; 3(1):94-9