Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGGELAPAN PAJAK BAKRIE GROUP


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Perpajakan
Dosen Pengampu : Rachmadany K, SE., M.Acc., Ak

Disusun Oleh :
Ailsa Rhea Ramadhanie Niwan
Akuntansi 3B

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BALIKPAPAN


JURUSAN AKUNTANSI
TAHUN AKADEMIK 2019
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nyapenulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
P e r p a j a k a n .Makalah ini membahas tentang Penggelapan Pajak Bakrie Group.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menemukan berbagai kendala ,hambatan,
dam tantangan, tetapi dengan kerja keras dan ridho Allah SWT, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik,dan semua itut i d a k l e p a s d a r i d u k u n g a n
b a n t u a n , d a n d o r o n g a n d a r i o r a n g - o r a n g y a n g berada di sekeliling penulis, oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terimak a s i h y a n g s e b e s a r - b e s a r n y a k e p a d a
A l l a h S W T , O r a n g t u a t e r c i n t a , T e m a n - t e m a n d a n semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan
m a u p u n kesalahan dalam penyusunan makalah ini.Oleh karena itu, kritik dan saran
daripembaca sekalian sangat penulis harapkan guna perbaikan kualitas
dalampenyusunan makalah selanjutnya.
Dan semoga makalah ini dapat bermanfaatbagi pembaca semua.
Wassalamualaikum wr, wb

Balikpapan, 04 Desember 2019

Penulis

II
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................... II

Daftar Isi.............................................................................................................................. III

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 4


BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................ 5

2.1 Definisi Pajak...................................................................................................... 5


2.2 Unsur Pajak......................................................................................................... 5
2.3 Fungsi Pajak........................................................................................................ 5
2.4 Pengertian dan Jenis Tindak Pidana Penggelapan.............................................. 6
2.5 Unsur-unsur Pasal Tindak Pidana Penggelapan.................................................. 7

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................. 8

3.1 Profil Bakrie Grub............................................................................................... 8


3.2 Dugaan Penggelapan Pajak Oleh perusahaan Bakrie Grub................................ 9
3.3 Upaya Penegakan Hukum Terhadap Dugaan Penggelapan Pajak...................... 11
Bab IV PENUTUP............................................................................................................. 14

4.1 Kesimpulan......................................................................................................... 14
4.2 Solusi................................................................................................................... 15

Daftar Pustaka.................................................................................................................... 16

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pajak merupakan sumber penerimaan kas negara yang paling banyak didapatkan. Dengan
penerimaan yang bisa dibilang amat sangat vital ini maka pajak dikelola dengan sebaik
mungkin oleh Direktorat Jendral Pajak. Dimana pajak tersebut digunakan untuk
membangun infra struktur Negara kedepannya. Namun dalam pelaksanaan pemungutan
pajak itu sendiri banyak terjadi kasus-kasus yang dapat merugikan negara seperti
contohnya penggelapan pajak. Kasus penggelapan pajak banyak bentuknya, di antaranya
melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, menggelembungkan biaya
perusahaan dengan membebankan biaya fiktif, dan pemalsuan dokumen keuangan
perusahaan. Perusahaan akan selalu mengusahakan agar pajak yang dibayar oleh
perusahaan optimal dan minimum. Optimal disini diartikan bahwa perusahaan tidak
membayar pajak yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah
‘paling sedikit’ namun dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang
berlaku. Pada umumnya di negara berkembang, penerimaan pajak yang terbesar berasal
dari pajak tidak langsung. Hal ini disebabkan golongan berpenghasilan tinggi lebih
rendah presentasenya. Permasalahan ini diperparah dengan banyaknya terjadi pengusaha
yang menghindarkan diri dari pajak atau melakukan penyelewengan pajak di mana
penghindaran pajak ini dapat disebut sebagai pelanggaran Undang-undang dan dapat
mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak. Selain itu, masih banyak pula kasus
penggelapan pajak yang lolos dari jerat hukum dan kasusnya mengambang dikarenakan
aparat penegak hukum tidak tegas dan tidak sungguh-sungguh dalam menegakkan
keadilan, sebaliknya justru berusaha menyiasati hukum dengan segala cara tidak lain
tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai salah satu kasus penggelapan
pajak yang dilakukan oleh Bakrie Grub.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Pajak


Definisi pajak menurut UU No 16 tahun 2009 tentag perubahan keempat atas UU no 16 tahun
1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak
adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa bedasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

2.2 Unsur Pajak


1. Iuran dari rakyat untuk negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iiuran tersebut berupa uang bukan
barang.
2. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya
3. Tanpa jasa timbal atau kontrapretasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.3 Fungsi Pajak


Adapun fungsi pajak menurut Mardiasmo terbagi dua, antara lain sebagai berikut:
a. Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluarannya, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
b. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi.

5
Contoh:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi
gaya hidup konsumtif.
c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia
di pasaran dunia.

2.4 PENGERTIAN DAN JENIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN


Menurut Tirana: 2014, beberapa definisi tindak pidana penggelapan menurut para ahli, antara
lain sebagai berikut:
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Penggelapan diartikan sebagai proses, cara dan perbuatan menggelapkan
(penyelewengan) yang menggunakan barang secara tidak sah.

b. Lamintang
Tindak pidana penggelapan adalah penyalahgunaan hak atau penyalahgunaan
kepercayaan oleh seseorang yang mana kepercayaan tersebut diperolehnya tanpa adanya
unsur melawan hukum.
c. R. Soesilo (1968:258)
Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam pasal 362.
Bedanya ialah pada pencurian barang yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri
dan masih harus “diambilnya”, sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang
itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan. Pengertian yuridis
mengenai penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri dari 5 pasal
(pasal 372 sampai pasal 376). Salah satunya yakni pasal 372 KUHP, merupakan tindak
pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi: “Barang siapa
dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau
sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena
kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara

6
selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900
(sembilan ratus) rupiah”.

Jadi, penggelapan dalam tindak pidana tersebut, dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang
menyimpang atau menyeleweng, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu
berada ditangan bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bukan dari hasil kejahatan.
Menurut Putra: 2013 dan Tirana: 2014, jenis-jenis tindak pidana penggelapan
berdasarkan Bab XXIV Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP, antara lain:
a. Penggelapan biasa
Yang dinamakan penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372
KUHP: “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik
sendiri (zich toeegenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan,
diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
b. Penggelapan ringan
Penggelapan ringan adalah penggelapan yang apabila yang digelapkan bukan ternak dan
harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah , diatur dalam Pasal 373 KUHP,
diancam pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua
ratus lima puluh rupiah.
c. Penggelapan dengan pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan yaitu penggelapan yang dilakukan oleh orang yang
penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena
pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun (Pasal 374 KUHP).
d. Penggelapan oleh Wali
Penggelapan dalam lingkungan keluarga yaitu penggelapan yang dilakukan oleh orang
yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali,
pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan,
terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana
penjara paling lama enam tahun (Pasal 375 KUHP)
e. Penggelapan dalam lingkungan keluarga

7
Ketentuan dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam
bab ini (Pasal 376 KUHP).
Adapun menurut Hakim: 2012, pasal 367 ayat 2 KUHP berbunyi: “Jika dia adalah
suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia
adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis
menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan
penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan”.

2.5 UNSUR-UNSUR PASAL TINDAK PIDANA PENGGELAPAN


Dalam suatu penggelapan terdapat unsur-unsur objektif meliputi perbuatan
memiliki, sesuatu benda, yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang berada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan; dan unsur-unsur subjektif meliputi penggelapan
dengan sengaja dan penggelapan melawan hukum.
Pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur tentang penggelapan antara lain sebagai
berikut:
2.5.1. Pasal 372 KUHP Penggelapan Biasa
a. Dengan sengaja memiliki;
b. Memiliki suatu barang;
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain;
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum;
e. Barang yang ada dalam kekuasaan bukan karena kejahatan.
Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.
2.5.2. Pasal 373 KUHP Penggelapan Ringan
a. Dengan sengaja memiliki;
b. Memiliki suatu bukan ternak;
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian termasuk milik orang lain;
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum;
e. Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
f. Harganya tidak lebih dari Rp.25.
Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
2.5.3. Pasal 374 KUHP dengan Pemberatan

8
a. Dengan sengaja memiliki;
b. Memiliki suatu barang;
c. Barang yang dimiliki seluruhnya atau sebagian temasuk milik orang lain;
d. Mengakui memiliki secara melawan hukum;
e. Barang yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
f. Berhubung dengan pekerjaan atau jabatan.
Hukuman: hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.

9
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profile Bakrie Group


Bakrie Group (atau Kelompok Usaha Bakrie) adalah sebuah perusahaan konglomerat yang
didirikan oleh Achmad Bakrie di tahun 1942. Perusahaan berkerak di banyak bidang, termasuk,
Pertambangan, MIGAS, Properti, Infrastruktur, Pertambangan, Media, dan Telekomunikasi.
Bakrie Group adalah salah satu grup bisnis terbesar di Indonesia, dengan 10 anak usahanya yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.Saat Ini, Bakrie Group dipimpin oleh Nirwan D. Bakrie
(Chairman) dan Indra U. Bakrie (CO-Chairman).Aburizal Bakrie telah pensiun dari Bakrie
Group pada tahun 2004 untuk meneruskan karier Politiknya yang pada saat itu menjabat sebagai
Menteri Koordinator Perekonomian. Pada tahun 2009, Aburizal Bakrie mengundurkan diri dari
DPR dan di eleksi sebagai Ketua Umum Partai Golkar, partai kedua terbesar di Indonesia.
Dari Bakrie Group Sendiri sebenarnya banyak memiliki perusahaan namun dalam kasus ini saya
hanya membahas PT Bumi Resources Tbk , PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal
(KPC).

3.1.1 PT Bumi Resources Tbk


bergerak di bidang eksplorasi dan eksploitasi endapan batubara, termasuk
pertambangan batubara, dan kegiatan eksploitasi minyak. Perusahaan memiliki empat
sektor bisnis utama yaitu: pertambangan batubara, meliputi eksplorasi dan eksploitasi
endapan batubara, termasuk penambangan dan penjualan batubara; pelayanan, yang
mewakili pemasaran dan pelayanan manajemen; migas, meliputi eksplorasi migas; dan
emas, yang meliputi eksplorasi emas. BUMI tercatat di Bursa Efek Indonesia di tahun
1990 pada Papan Pengembangan. Perusahaan didirikan pada tahun 1973 dan berpusat di
Jakarta, Indonesia.

3.1.2 PT Arutmin Indonesia


perusahaan batubara terkemuka yang beroperasi berdasarkan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan pemerintah di area konsesi seluas
total 59.261 hektar. Dengan proses produksi batubara yang kompetitif, prosedur jaminan

10
kualitas yang terpercaya, serta pelayanan konsumen yang prima, Arutmin menjadi
perusahaan Batubara pilihan konsumen bagi industri Pembangkit Listrik serta industri
lainnya di Indonesia dan dunia.

3.1.3 PT Kaltim Prima Coal (KPC).


perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan dan pemasaran batubara
untuk pelanggan industri baik pasar ekspor maupun domestik. Dari kantor pusat kami di
Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimatan Timur dan kantor perwakilan di
Jakarta, Samarinda, dan Balikpapan, KPC mengelola area konsesi pertambangan dengan
luas mencapai 90.938 hektar. Dengan didukung oleh lebih dari 5.200 orang karyawan dan
21.500 personel dari kontraktor dan perusahaan terkait, KPC mampu mencapai kapasitas
produck batubara mencapai lebih dari 50 juta ton per tahun.

3.2 DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK OLEH PERUSAHAAN BAKRIE GROUP


Ada ungkapan big is beautiful. Tapi sepertinya ungkapan itu tidak seluruhnya benar. Hal
ini seperti yang dialami PT Bumi Resources Tbk. Salah satu produsen tambang batu bara
terbesar di Indonesia ini sedang pusing lantaran dituding menggelapkan pajak sebesar Rp2,1
triliun. LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai, jumlah itu membengkak menjadi
Rp11,426 triliun setelah perusahaan diduga kurang membayar royalti pada periode 2003-2008.
Seperti diketahui, dugaan penggelapan pajak PT Bumi Resources Tbk, termasuk anak
usahanya PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebesar Rp2,1 triliun pada
tahun 2007 itu tengah diproses oleh Polda Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Bedanya,
untuk dugaan penggelapan pajak KPC tengah disidik Polda Kaltim. Lalu Polda Kalsel
menyelidiki dugaan penggelapan pajak Arutmin. 

Koordinator Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, Firdaus Ilyas mengatakan


pembengkakan utang perusahaan tambang milik Aburizal Bakrie itu didapat setelah ICW
menelaah data-data primer seperti laporan keuangan perusahaan, prospektus, laporan pada
pemegang saham, data produksi serta penjualan batu bara perseroan. Data itu juga kami dapat
dari hasil audit BPK. Lalu, setelah sejumlah dokumen tersebut diteliti, ditemukan dua kenakalan
yang dilakukan perseroan. Pertama, ditemukan kekurangan setoran Dana Hasil Penjualan

11
Batubara (DHPB) pada 2003-2008, mencapai AS$143,189 juta. “Tetapi, angka itu belum
disesuaikan dengan laporan keuangan persero 2008 yaitu AS$608,178 juta.
Kedua, emiten berkode saham BUMI itu kurang membayar royalti periode 2003-2008 yang
jumlahnya mencapai AS$477,299 juta. Alhasil, total kewajiban Bumi pada negara mencapai
AS$1,228 miliar. Apabila menggunakan kurs Rp9.300, maka kewajiban BUMI mencapai
Rp11,426 triliun. Atas dasar itu, ICW mendesak Departemen Keuangan memanggil dan
memeriksa kantor akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan BUMI. Selain itu,
Departemen Keuangan juga harus memanggil Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas
Bumi Departemen ESDM. Soalnya, dari Direktur Jenderal ini, bisa diketahui berbagai hal yang
mempengaruhi penerimaan BUMI seperti harga batu bara.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sendiri tidak tinggal diam. Institusi yang bernaung di
bawah Departemen Keuangan ini terus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
tunggakan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie tersebut. Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo
menegaskan, jika ingin penyidikan dihentikan maka Grup Bakrie harus membayar kewajiban
lima kali lipat dari total tunggakan. Jadi, harus bayar denda 400 persen. Kalau ditambah pokok
tunggakan, jadi 500 persen. Selain harus melunasi kewajibannya, ada prosedur lain yang harus
ditempuh Grup Bakrie jika ingin penyidikan kasus ini dihentikan. “Mereka harus mengajukan
permohonan ke Menkeu, kemudian dari Menkeu ke Kejagung untuk minta penghentian
penyidikan”. Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.
130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang
Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
PMK yang berlaku sejak 18 Agustus 2009 itu menyatakan, proses penyidikan kasus
tindak pidana bidang perpajakan dapat dihentikan melalui izin dari Menkeu, setelah wajib pajak
(WP) melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang seharusnya tidak
dikembalikan serta setelah membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali dari
pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menghentikan penyidikan kasus pidana bidang
perpajakan maksimal selama enam bulan sejak tanggal surat permintaan yang dibuat Menkeu.
Sebelumnya, Dirjen Pajak diminta Menkeu meneliti dan memberi pendapat sebagai bahan
pertimbangan. Surat yang diajukan WP kepada Menkeu harus dilengkapi pernyataan berisi
pengakuan bersalah dan kesanggupan pelunasan pembayaran pajak dan sanksi.

12
Ditjen Pajak yang mengetahui kasus ini mengatakan kemungkinan penambahan nilai
kerugian negara terjadi karena dalam proses penyidikan yang dilaksanakan, penyidik
menemukan komponen biaya pada PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang tidak sesuai dengan
seharusnya, sehingga menyebabkan besaran pajak yang dibayarkan menjadi kecil. Itu salah
satunya dari biaya bunga pinjaman. Kami sedang menelusuri, nilainya bisa mencapai ratusan
miliar rupiah. Komponen biaya merupakan salah satu komponen yang bisa dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam rangka penentuan penghasilan kena pajak (PKP). Namun, berdasarkan
ketentuan perpajakan, tidak semua komponen biaya bisa dikurangkan dari penghasilan bruto.
Saat meminta penjelasan lebih lanjut mengenai komponen biaya apa saja yang dimaksud,
dia enggan menjelaskannya. Pelaksana tugas (Plt) Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat
Jenderal Pajak Pontas Pane ketika dikonfirmasi enggan berkomentar banyak soal perkembangan
penyidikan ketiga kasus tersebut. Namun, menurut dia, Ditjen Pajak terus melaksanakan proses
penyidikan meski terjadi resistensi dari pihak saksi maupun tersangka.

Direktorat Jenderal Pajak saat ini mengusut kasus dugaan pidana pajak oleh tiga
perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), Bumi, dan PT Arutmin Indonesia.
Ketiganya diduga menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan tahun pajak 2007 secara
tidak benar. Untuk KPC dan Bumi, Ditjen Pajak telah melakukan penyidikan sementara untuk
Arutmin masih dalam proses pemeriksaan bukti permulaan. Terkait pelaksanaan penyidikan
tersebut, mengungkapkan tim penyidik Ditjen Pajak mengalami kesulitan memanggil saksi.
Tidak tahu kenapa, tapi memang informasi yang kami dapat menyebutkan di dalam mereka
(Grup Bakrie) sudah ada tekanan.” Menurut dia, pemanggilan terhadap tersangka juga
mengalami hambatan karena yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan
yang dilayangkan penyidik pajak dengan alasan sedang sakit. “Kami sudah panggil sekali, nanti
tak lama lagi akan kami panggil kedua kali. Kalau juga tak dipenuhi akan kami panggil paksa
dibantu Kepolisian,” tegasnya.
Dengan adanya masalah ini, kita bisa melihat bahwa sebagai perusahaan yang telah Go
Publik masih adanya indikasi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut masih belum menerapkan
prinsip-prinsip good corporat governance, walaupun masih sebatas dugaan tetapi asumsi-asumsi
negative telah mengarah kesana. Untuk bisa memastikannya lebih jauh maka harus dilakukan

13
penyidikan lebih lanjut, tetapi untuk dampak sementara akibat adanya dugaan ini, investor sudah
mulai ragu untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan tersebut.
Didalam konsep good governance setiap informasi yang hendakkan disampaikan harus
terbuka dan akurat, jauh dari manipulasi dan hal-hal yang menyesatkan, sebab dengan
diterapkannya Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan
keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk
investor.

3.3 UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK

Pajak adalah salah satu tiang yang sangat penting bagi perekonomian di sebuah Negara.
Tanpa pajak, Negara tidak mampu membiayai pembangunan. Tanpa pajak pula, pemerintah
mustahil bisa menggaji para pegawai dan mensejahterakan rakyatnya. Karena itu, pemerintah
harus sangat serius dalam menindak para pengemplang pajak. Tapi, apa buktinya, premis itu jauh
lebih gampang diucapkan dari pada dilakukan. Faktanya pemerintah kerap gagal menghadapi
para pengemplang dan penggelap pajak.
Munculnya kembali kasus dugaan pengemplangan pajak yang dilakukan oleh kelompok
usaha Bakrie, menambah bukti yang kuat betapa sulitnya bertindak tegas terhadap wajib pajak
(WP) ukuran besar. Yang cenderung terjadi adalah pemeerintah lebih banyak bersikap longgar
terhadap mereka. Tersebutlah 3 perusahaan group Bakrie yang dilaporkan telah lalai membayar
pajak sebesar Rp 2,1 Triliun. Perusahaan itu adalah PT.Bumi Resource, PT Kaltim Prima Coal
(KPC), dan PT Arutmin Indonesia. PT Bumi menunggak pajak sebesar Rp 376 Milyar, KPC
sebesar 1,5 Triliun, dan PT Arutmin senilai 300 Milyar.
Kasus tentang itu sebenarnya telah muncul tahun lalu terkait dengan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT) 2007. Namun, pemerintah tidak tegas menyelesaikan kasus itu, sehingga kini
muncul kembali dengan persoalan yang lebih kompleks karena urusan pajak itu di kait-kaitkan
dengan kasus Bank Century, yang ditenggarai mempengaruhi sikap golkar yang kini dipimpin
Aburizal Bakrie. Sudah tepat langkah Ditjen Pajak untuk memidanakan group Bakrie dalam
kasus dugaan pengemplangan pajak itu. Tunggakan pajak sebesar 2,1 Triliun itu adalah jumlah
yang sangat bernilai bagi rakyat.(Media Indonesia) Anak perusahaan group Bakrie itu terancam

14
membayar denda tunggakan pajak sebesar 4 kali lipat dari nilai pokok tunggakan / diwajibkan
membayar sebesar 10,5 Triliun.
Pengemplang pajak biasanya disebut juga dengan korupsi, kejahatan pajak,
mengemplang hutang yang ditanggung oleh rakyat. Terkait dengan masih tingginya tunggakan
pajak yang dilakukan sejumlah wajib pajak di Indonesia dan penyalahgunaannya maka hal
tersebut seharusnya segera dituntaskan karena dinilai merugikan perekonomian Negara.
Diharapkan pemerintah segera menangani setiap pelanggaran pajak dan diberi sanksi pidana
pajak yang tegas.
Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyaraat. Karena
kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga dituntut untuk
selalu mengubah dirinya. Dewasa ini, dunia hukum di Indonesia sedang dalam masa
disintegrated. Disatu satu pihak, tatanan hukum lama yang berasal dari hukum kolonial dan
hukum adat, bahkan hukum yang telah dibentuk setelah kemerdekaan banyak yang telah usang.
Dan dilain pihak, tatanan alternatif dari hukum baru belum juga terbentuk. Bahkan platform yang
jelas belumpun diketahui, ditambah dengan sector pengetahuan ekonomi yang semangatnya
digenjot menggebu-gebu, tercipalah distorsi kedalam sektor bisnis dan ekonomi itu sendiri.

Konsekuensi logisnya, tidak terlalu mengherankan jika dewasa ini sangat merajalela terjadinya
praktek bisnis yang tidak fair. Seperti persaingan curang, monopoli, ologopoli, kartel, pemberian
fasilitas dan akumulasi sumber daya ekonomi di tangan satu atau dua konglomerat, bisnis dan
perizinan yang dilandasi pada koneksi, suap menyuap dan lobi yang kental, birokrasi dan
prosedur yang berbelit-belit dan termasuk juga adanya dugaan skandal penggelapan pajak yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dibawah naungan Bakri Group. Hal ini menandakan
hukum bisnis tidak berperan, baik karena kevakuman, kebobrokan atau ketidak jelasan aturan
main, atau karena Law Enforcement nya yang kurang sigap kalaupun tidak dibilang lumpuh total.
Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan berhadapan dengan sanksi hukum sesuai
dengan jenis dan kualitas pelanggaran. Upaya untuk melakukan penegakan hukum harus
berlangsung secara konsisten dengan tetap memperhatikan kepentingan perkembangan Pasar
Modal. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal memiliki kewenangan yang sangat besar untuk melakukan pembinaan, pengaturan

15
dan pengawasan kepada industri pasar modal diharapkan mampu menjalankan fungsinya sesuai
dengan yang diamanatkan UU tersebut.
Disamping itu, untuk menjalankan pengawasan secara represif, Bapepam diberi
kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan seperti diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang tata cara pemeriksaan di Pasar Modal.
Dalam rangka itulah maka sesuai dengan amanah yang digariskan dalam Undang-Undang Pasar
Modal, bahwa dalam rangka menyempurnakan pengaturan pasar modal telah dikeluarkan
serangkaian peraturan yang memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para pelaku pasar
modal.
Mengenai tingkat kesalahan yang disyaratkan adalah berupa “kesengajaan”(mengetahui),
dan “kelalaian” (kurang hati-hati). Ini berarti sebagai General Law dapat dikatakan bahwa setiap
pihak yang terlibat di pasar modal dapat dimintakan pertanggung jawab hukum, apabila padanya
terdapat unsur kesalahan.

Dalam hukum pidana kesalahan dapat terwujud kejahatan dan pelanggaran, sedangkan
dalam hukum perdata, jika tanggung jawab tersebut berasal dari perbuatan melawan hukum (in
casu Pasal 1365 BW) atau malpraktek, maka wujudnya dapat berupa perbuatan dengan unsur
kesengajaan (on purpose), atau kurang hati-hati (negligence). Jika perbuatan tersebut bersumber
dari suatu perjanjian (vide buku ke-III BW), maka kesalahan tersebut akan berwujud ingkar janji
(on default). Disamping itu kesalahan dapat pula dalam bentuk kesalahan moral, sehingga
mereka harus tunduk pada masing-masing kode etik profesi, ataupun kesalahan yang
ancamannya hanya berupak sanksi administrasi.
Bersalah tidaknya para pelaku di Perusahaan-perusahaan bakri Group juga dapat dikukur
dengan kriteria dalam bidang apakah akibat dari kesalahan itu terjadi. Kalau terjadi kekeliruan
dalam bidang keuangan, maka akuntan public ikut bertanggung jawab, dan kalau dalam bidang
hukum, konsultan hukumnya dan layak diminta tanggung jawab. Tanggung jawab profesi
penunjang juga terbatas mengingat mereka pada prinsipnya hanya mempunyai tanggung jawab
“berasumsi” atau tanggung jawab “di atas kertas”. Artinya, tanggung jawab mereka hanya
beralaskan asumsi bahwa seluruh dokumen yag tersedia adalah benar. Misalnya jika ada diantara
dokumen tersebut yang tidak benar isinya atau palsu sehingga analisis mereka menjadi tidak

16
akurat, maka hal tersebut berada diluar tanggung jawab mereka. Pihak yang memalsukan
dokumenlah yang lebih bertanggung jawab.
Pihak penjamin emisi juga penyandang tanggung jawab yang berat, mengingat dialah
yang sangat jauh terlibat dalam proses emisi saham, dan dia pulalah yang memegang komando
dan menentukan policy. Disamping itu, Bapepam, sebagai badan pengawas juga tidak bisa
dilepaskan tanggung jawab hukumnya. Dalam ilmu hukum dikenal prinsip siapa yang bersalah
harus dihukum. Kalau Bapepam yang besalah, yaitu adanya unsur kesengajaan atau keteledoran,
maka tidak reasonable jika Bapepam dilepaskan dari tanggung jawabnya, sungguhpun ada
kewajiban menempatkan kalimat dalam prospectus yang berbunyi Bapepam tidak memberikan
pernyataan menyetuju dan seterusnya.
Pada saat ini upaya berkesinambungan dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat agar
hukum dapat mengayomi dan menjadi landasan bagi kegiatan masyarakat dan pembangunan.
Adanya kepastian hukum merupakan wahana untuk timbulnya kepercayaan kepada pasar. Salah
satu syarat agar pasar modal mampu mengembangkan perekonomian Indonesia adalah kejahatan
di pasar modal khususnya penggelapan pajak harus dapat ditemukan dan diselesaikan melalui
hukum yang berlaku baik itu kebiasaan maupun karena telah diatur dalam aturan di pasar modal.

Walaupun media sedang gencar-gencarnya memberitakan skandal penggelapan dana


pajak yang paling besar dalam sejarah yang ada, namun perlawanan dari pihak Bakri Group
terhadap hal tersebut tetap ada, yakni upaya PT Kaltim Prima Coal (KPC) untuk menghentikan
penyidikan yang dilakukan Ditjen Pajak, harus kandas setelah PN Jakarta Selatan menyatakan
permohonan praperadilan KPC tak dapat diterima. Hakim tunggal sidang praperadilan Prasetyo
tersebut menyatakan permohonan praperadilan KPC tak masuk obyek praperadilan sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 KUHAP.  
Dirjen Pajak dan Departemen Keuangan harus segera menyelesaikan kasus dugaan
penggelapan pajak yang terjadi dalam kurun waktu 2003-2008 oleh PT Bumi Resources Tbk.
Jika berlarut-larut justru menimbulkan kecurigaan proses penyelesaiannya telah disusupi oleh
mafia hukum. Selain itu BEI (Bursa Efek Indonesia) harus aktif melakukan penyelidikan dugaan
penggelapan pajak, karena ini menyangkut perusahaan publik, yang seharusnya semua  laporan
keuangannya terbuka. Kalau benar ada penggelapan pajak,  berarti ada yang disembunyikan dari
publik.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 SOLUSI
Dalam kasus dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan Bakrie Group,
perusahaan mengemukakan bahwa dalam menghadapi masa sulit diperlukan efisiensi.
Berkaitan dengan hal tersebut, efisiensi yang paling cepat untuk dapat dilakukan adalah
dengan mengurangi pengeluaran, seperti memanipulasi laporan pajak, mengurangi tenaga
kerja, dan lain-lain. Alasan efisiensi tersebut tak lain adalah konsekuensi dari globalisasi
yang memadatkan jarak dan waktu memang menuntut kompetisi ekonomi global menjadi
kian sengit dengan tenggat waktu yang amat cepat. Dengan demikian, sebuah transaksi
bisnis tak lagi memakan waktu yang lama seperti dahulu kala. Kini, untuk melakukan
transaksi bisnis antar benua bahkan cukup memakan waktu dalam hitungan detik saja.
Hal tersebut tentu menuntut perusahaan pada situasi yang amat kompetitif yang
menimbulkan konsekuensi ketat bahwa kegagalan berefisiensi akan membuat perusahaan
ketinggalan dan kehilangan kesempatan.
Efisiensi menjadi kata kunci bagi perusahaan untuk mengejar keuntungan yang berpacu
dalam persaingan global tersebut.
Namun menurut Robert Cooter, sesungguhnya efisiensi bukan sekadar dipacu
oleh persaingan global terlebih memang sejak awalnya sudah menjadi sifat pengusaha
untuk melakukan efisiensi dan maksimalisasi hasil usaha
Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa ekonomi menghasilkan sebuah teori tingkah
laku/perilaku untuk memprediksi bagaimana respon manusia terhadap perubahan-
perubahan  dalam hukum. Teori ini melampaui intuisi, hanya sebagai ilmu sains yang
melampaui akal biasa (common sense). Ilmu Ekonomi memprediksi efek kebijakan
terhadap efisiensi. Efisiensi selalu berhubungan dengan pembuatan kebijakan, karena
akan selalu lebih baik mencapai semua kebijakan-kebijakan yang ada dengan biaya yang
rendah daripada dengan biaya yang tinggi. Pejabat umum tidak pernah menyokong uang
yang siasia/pemborosan.
Selain efisiensi, Ilmu ekonomi yang juga memprediksi efek dari kebijakan-
kebijakan dalam nilai penting lainnya adalah distribusi. Diantara penerapan ilmu

18
ekonomi itu terhadap kebijakan publik adalah penggunaannya untuk memprediksi siapa
sebenarnya yang dibebankan berbagai macam pajak.
Lebih daripada penelitian ilmu-ilmu sosial, ahli ekonomi memahami bagaimana
hukum memberi dampak terhadap distribusi pendapatan dan kesejahteraan disegala
lapisan sosial. Sementara ahli ekonomi seringkali merekomendasikan perubahan untuk
peningkatan efisiensi, mereka mencoba menghindari sengketa tentang distribusi, biasanya
memberikan rekomendasi tentang distribusi kepada pengambil kebijakan (policy makers)
atau pemilih (voters).

4.2 KESIMPULAN

Dengan adanya isu dugaan penggelapan dana pajak yang cukup besar pada sebuah
perusahaan publik, menjadi sebuah tanda bahwasanya walaupun perusahaan besar tetapi masih
lemah dalam menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance terutama dalam hal
menyampaikan berita yang akurat serta prinsip responsibility berupa kurang dipatuhinya
peraturan serta ketentuan yang berlaku. Hal ini juga merupakan bukti bahwa kurangnya
pengawasan dari pihak-pihak yang terkait di pasar modal sehingga menyebabkan kerugian
negara yang cukup besar. Walaupun hanya sebatas dugaan, ini sudah menjadi bukti awal bahwa
dalam menjalankan bisnis itikad baik dalam menjalankan bisnis tidak ada.
Upaya penegakan hukum yang adil dan beribawa mutlak diperlukan dalam
menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak ini, karena nantinya public akan mengetahui
bagaimana kisah yang sebenarnya dari kasus ini dan public juga mengetahui bagaimana proses
penegakan hukum dibidang pasar modal itu sendiri. Penyelesaian kasus ini harus dijauhkan dari
ketegangan politik yang ada.Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan yang sangat
penting dalam era globalisasi ini, dan oleh karena itu harus dipupuk terus. Pasar modal harus
menarik bagi emiten maupun investor. Oleh karena itu, pemerintah, pengawas pasar modal,
bursa, dan para pialang mempunyai tugas masing-masing yang berkaitan guna menciptakan
pasar modal yang sehat, bersih, dan memiliki daya saing yang tinggi. Pasar modal yang demikian
akan menjadi sumber pencarian dana yang menarik bagi perusahaan. Pada saat yang bersamaan
menyediakan alternatif investasi yang menjanjikan bagi para investor.

19
Dalam kasus dugaan penggelapan pajak oleh perusahaan Bakrie Group, perusahaan
mengemukakan bahwa dalam menghadapi masa sulit diperlukan efisiensi. Berkaitan dengan hal
tersebut, efisiensi yang paling cepat untuk dapat dilakukan adalah dengan mengurangi
pengeluaran, seperti memanipulasi laporan pajak, mengurangi tenaga kerja, dan lain-lain. Alasan
efisiensi tersebut tak lain adalah konsekuensi dari globalisasi yang memadatkan jarak dan waktu
memang menuntut kompetisi ekonomi global menjadi kian sengit dengan tenggat waktu yang
amat cepat. Dengan demikian, sebuah transaksi bisnis tak lagi memakan waktu yang lama seperti
dahulu kala. Kini, untuk melakukan transaksi bisnis antar benua bahkan cukup memakan waktu
dalam hitungan detik saja. Hal tersebut tentu menuntut perusahaan pada situasi yang amat
kompetitif yang menimbulkan konsekuensi ketat bahwa kegagalan berefisiensi akan membuat
perusahaan ketinggalan dan kehilangan kesempatan.
Jadi, dalam kasus diatas, efisiensi menjadi kata kunci bagi perusahaan untuk mengejar
keuntungan yang berpacu dalam persaingan global tersebut. Namun menurut Robert Cooter,
sesungguhnya efisiensi bukan sekadar dipacu oleh persaingan global terlebih memang sejak
awalnya sudah menjadi sifat pengusaha untuk melakukan efisiensi dan maksimalisasi hasil usaha

20
DAFTAR PUSTAKA

Muljono, Djoko.2008.Ketentuan Umum Perpajakan Lengkap Dengan UU


No.29/2007.Yogyakarta:CV.Andi Offset

Mardiasmo,2016. Perpajakan edisi Terbaru 2016, Yogyakarta : CV.Andi Offset

http://goesur25.blogspot.co.id/2013/09/tugas-makalah-penggelapan-pajak.html

http://www.kpc.co.id/about/overview?locale=id

http://www.arutmin.com/?q=id/about-us

https://www.google.com/search?q=YT&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b

21

Anda mungkin juga menyukai