Mengalahkan Nafsu
Dengan Akal & Wahyu
Mengalahkan Nafsu,
dengan Akal dan Wahyu
1
Antara akal dan nafsu tak henti-hentinya berseteru pada diri manusia. Peta
kekuatan antara keduanya berbeda antara satu orang dengan orang yang
lain. Bahkan dalam diri satu orang, kondisinya silih berganti dari waktu ke
waktu. Abu Darda' rdl berkata, “jika pagi hari tiba, maka berkumpullah
hawa nafsu, amal dan ilmu (akal) manusia. Jika dia berbuat mengikuti
hawa nafsu, maka hari itu adalah hari yang buruk baginya. Dan jika dia
berbuat dengan mengikuti ilmunya, maka hari itu adalah hari yang baik
baginya.”
Kemuliaan dan kehinaan manusia sangat bergantung pada posisi
pertarungan antara keduanya.
Mengapa dia dikatakan lebih buruk dari binatang? Karena binatang tidak
memiliki akal, wajar jika mereka memperturutkan hawa nafsunya. Tapi
dimanakah akal manusia tatkala mereka memperturutkan setiap kehendak
nafsunya?
2
Derajat yang sedikit lebih baik dari yang pertama adalah posisi dimana
dorongan nafsu dan bimbingan akal memiliki kekuatan yang berimbang.
Sesekali hawa nafsu yang unggul, namun di waktu yang lain akal
menundukkannya dan membawanya kepada ketaatan.
Posisi ini berpotensi melorot ke arah derajat yang paling rendah. Yakni
ketika pemiliknya mendekatkan diri kepada lingkungan dan suasana yang
melemahkan ilmu dan ketaatannya. Namun juga memiliki peluang untuk
naik ke derajat yang lebih dan bahkan paling tinggi. Di mana akal
mampu memenangi hawa nafsu secara telak. Yakni ketika dia menyadari
potensi itu, lalu berusaha menguatkan posisi ilmu dan iradah
(kemauannya) dalam kebaikan.
Untuk meraih peringkat itu hendaknya dia juga berdoa seperti yang
diajarkan oleh Nabi ﷺ,
3
nafsu dan menjadikannya tunduk dalam keimanan dan keshalihan. Inilah
yang disebut dengan khairul bariyyah, sebaik-baik ciptaan. Allah
berrman,
ِ ِ َ ْ ِ َ ِت او َـٰ ِ َ ُ ْ َ ْ ُ ا إِن ا ِ َ آ َ ُ ا َو َ ِ ُ ا ا
Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan juga ulama yang lain
berdalil dengan ayat ini ketika menyatakan bahwa orang-orang yang
beriman dan beramal shalih lebih utama dari para malaikat, seperti yang
disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya terhadap ayat ini. Karakter ini
tidak akan dicapai kecuali jika dia berhasil memerangi hawa nafsu yang
cenderung kepada keburukan.
4
َو َ ُ ْ ُ ُ ِ ْ ْ َ ،وه َ ْ ِ ْ َ ُ ْ إِ ُ ُ َ ا َ ُ ُر ا ِ ُ ، ٔا ُ ُل َ ْ َ َ ا َ ٔوا ْ ْ ِ ُ ا َ ا َ ِ َ
.واد ُ ُه َ ْ ِ ْ َ ُ ْ إِ ُ ُ َ ا َ ا َ ِ ْ ُ
َ ْ
Khuthbah Kedua
5
temukan kami di sosial media anda:
@majalah ar-risalah