Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK

DALAM PROSES PENDIDIKAN

ARTIKEL
UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS
Mata Kuliah
Yang dibina oleh Ibu Sri Murdiyah, S.Pd., M.Pd

oleh :

Alfiya Nazilah 160151601028

Offering F-6

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRA SEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Maret 2018
PENGARUH PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK
DALAM PROSES PENDIDIKAN

oleh

Alfiya Nazilah
Jln. Anggrek V Gg. Krisna no 4 Tabanan, Bali
alfiyanazilah@gmail.com

abstract. The development of independence is strongly influenced by physical changes, which in


turn can trigger the occurrence of emotional change, cognitive changes that provide logical
thinking about the way thinking underlying behavior, as well as changes in values in social roles
through parenting and individual activities. Specifically, the problem of independence requires an
individual's readiness, both physical and emotional preparedness to organize, manage and carry
out activities on its own account without much dependence on others.
keyword : Specific, activity, cognitive

abstrak. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan fisik, yang


pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang
memberikan pemikiran logis tentang cara berfikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan
nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan orangtua dan aktivitas individu. Secara spesifik,
masalah kemandirian menuntut suatu kesiapan individu, baik kesiapan fisik maupun emosional
untuk mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggungjawabnya sendiri tanpa banyak
menggantungkan diri pada orang lain.
kata kunci : spesifik, aktivitas, kognitif

Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang


rentang kehidupan manusia. Karakteristik perkembangan anak yang berada di
kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini
ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek tetapi merupakan masa
yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh
potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara
optimal. Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD
biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu
mengontrol tubuh dan keseimbangannya.
Oleh karena itu kita harus memahami apakah yang dimaksud dengan
kemandirian, Bagaimanakah bentuk, tingkatan dan karakteristik kemandirian,
Apakah pentingnya kemandirian bagi peserta didik, Bagaimanakah urgensi dan
implikasi perkembangan kemandirian terhadap pendidikan, Bagaimana upaya
pengembangan kemandirian pada peserta didik. Dengan seperti itu kita kan mudah
memahami bagaimana pengaruh kemandirian peserta didik dalam proses
pembelajaran.

PENGERTIAN KEMANDIRIAN
Istilah kemandirian berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan
“ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda.
Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”, maka pembahasan mengenai
sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu
merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan
dengan kemandirian adalah otonomy.
Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia
untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan
menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert dan Hoffnung (1994)
mendefinisikan otonomi atau kemandirian sebagai “the ability to govern and
regulate one’s own thoughts, feelings and actions freely and responssibly while
overcoming feelings of shame and doubt”
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kemandirian atau otonomi adalah
kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan
sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan
malu dan keragu-raguan. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian
mengandung pengertian : a) Suatu kondisi di mana seseorang memiliki hasrat
bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri, b) Mampu mengambil
keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, c) Memiliki
kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya, d) Bertanggung jawab atas
apa yang dilakukannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “kemandirian” berasal dari kata
mandiri yang berarti keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang
lain. Dan karier berarti keahlian (hobi dsb) yang diamalkan dalam masyarakat
atau dijadikan sumber kehidupan; atau kemajuan dalam kehidupan;
perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan,atau jabatan.
Kemandirian merupakan salah satu tugas pokok dari perkembangan.
Untuk pencapaiannya harus diterapkan sejak dini dalam diri anak agar anak
mampu melaksanakan segala sesuatunya dengan kemampuannya sendiri yang
dominan, dimana anak tersebut mampu menyelesaikan tugas dengan
kemampuannya tanpa di dominasi bantuan dari orang lain. Dari definisi di atas
maka dapatlah diambil pengertian kemandirian adalah keadaan seseorang yang
dapat berdiri sendiri yang tumbuh dan berkembang karena disiplin dan komitmen
sehingga dapat menentukan diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan
perilaku yang dapat dinilai.
Kemandirian pada remaja lebih mengarah tindakan yang melibatkan hati
dan pemikirannya (psikis). Hal ini diperkuat pernyataan ahli perkembangan yang
menyatakan: "Berbeda dengan kemandirian pada masa anak-anak yang lebih
bersifat motorik, seperti berusaha makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri,
pada masa remaja kemandirian tersebut lebih bersifat psikologis, seperti membuat
keputusan sendiri dan kebebasan berperilaku sesuai dengan keinginannya".
Memberikan kesempatan pada remaja untuk menentukan pilihan-pilihan
sederhana akan menumbuhkan rasa percaya diri dalam dirinya sehingga
seterusnya ia akan mampu memutuskan perkara yang lebih pelik.
Kemandirian pada anak di usia-usia tertentu di tandai dengan beberapa
perilaku anak, yaitu: Usia 1-2 tahun (anak mampu minum dari gelasnya sendiri
tanpa tumpah, mulai makan sendiri dengan menggunakan sendok), Usia 2-3 tahun
(memberitahu orang dewasa kala ingin buang air), Usia 3-4 tahun (anak mampu
ke kamar mandi sendiri), Usia 5-7 tahun (anak mampu berpakaian sendiri,
mengikat simpul tali sepatu), Usia 8-10 tahun (anak sudah mampu membenahai
peralatan pribadinya seperti menyiapkan buku sesuai jadwal pelajaran, mampu
memenuhi kebutuhan sendiri seperti, memasak mie instan saat orang orang tua
tidak di rumah).
BENTUK, TINGKATAN DAN KARAKTERISTIK KEMANDIRIAN
Havighurst (1972) membedakan kemandirian atas tiga bentuk
kemandirian, yaitu:
Kemandirian Emosional
Kemandirian emosional dapat diartikan sebagai kemampuan individu
dalam mengelola emosinya, seperti pemudaran ikatan emosional anak dengan
orang tua. Percepatan pemudaran hubungan itu terjadi seiring dengan semakin
mandirinya remaja dalam mengurus diri sendiri. Konsekuensi dari semakin
mampunya remaja mengurus dirinya sendiri maka waktu yang diluangkan orang
tua terhadap anak semakin berkurang dengan sangat tajam. Proses ini sedikit
besarnya memberikan peluang bagi remaja untuk mengembangkan
kemandiriannya terutama kemandirian emosional. Disamping itu, hubungan
antara anak dan lingkungan sebaya yang lebih intens dibanding dengan hubungan
anak dengan orang tua menyebabkan hubungan emosional anak dan orang tua
semakin pudar. Kedua pihak ini lambat laun akan mengendorkan simpul-simpul
ikatan emosional infantil anak dengan orang tua.
Namun ini bukan berarti anak akan melalukan pemberontakan terhadap
orang tua, ini hanya masalah kedekatan yang berbeda, memudar bukan berarti
pupus tak bersisa, walau bagaimanapun ikatan batin tetap akan terjalin antara anak
dan orang tua. Ada empat aspek kemandirian emosional remaja, yaitu: a) Sejauh
mana remaja mampu melakukan de-idealized terhadap orang tua, b) Sejauh mana
remaja mampu memandang orang tua sebagai orang dewasa umumnya (parents as
people), c) Sejauh mana remaja tergantung kepada kemampuannya sendiri tanpa
mengharapkan bantuan emosional orang lain (non dependency), d) Sejauh mana
remaja mampu melakukan individualisasi di dalam hubungannya dengan orang
tua.

Kemadirian tingkah laku


Kemandirian perilaku (behavioral autonomy) merupakan kapasitas
individu dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan tanpa ada campur
tangan dari orang lain. Tapi bukan berarti mereka tidak memerlukan masukan dari
orang lain, mereka akan menggunakan maskukan tersebut sebagai referensi
baginya dalam mengambil keputusan. Menurut Steinberg (1995) ada tiga domain
kemandirian perilaku (behavioral autonomy) yang berkembang pada masa remaja.
Pertama, mereka memiliki kemampuan mengambil keputusan yang ditandai oleh
Menyadari adanya resiko dari tingkah lakunya, Memilih alternatif pemecahan
masalah didasarkan atas pertimbangan sendiri dan orang lain, Bertanggung jawab
atas konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.
Kedua, mereka memiliki kekuatan terhadap pengaruh pihak lain yang ditandai
oleh Tidak mudah terpengaruh dalam situasi yang menuntut konformitas, Tidak
mudah terpengaruh tekanan teman sebaya dan orang tua dalam mengambil
keputusan, Memasuki kelompok sosial tanpa tekanan.
Ketiga, mereka memiliki rasa percaya diri (self reliance) yang ditandai oleh
Merasa mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah dan di sekolah, Merasa
mampu memenuhi tanggung jawab di rumah dan di sekolah, Merasa mampu
mengatasi sendiri masalahnya, Berani mengemukakan ide atau gagasan.

Kemandirian nilai
Kemandirian nilai (values autonomy) merupakan proses yang paling
kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya, terjadi
melalui proses internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari, umumnya
berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding
kedua tipe kemandirian lainnya. Kemandirian nilai (values autonomy) yang
dimaksud adalah kemampuan individu menolak tekanan untuk mengikuti tuntutan
orang lain tentang keyakinan (belief) dalam bidang nilai.
Sebagai suatu dimensi psikologi yang kompleks, kemandirian dalam
perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian
seseorang berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan
kemandirian tersebut. Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata, 1998),
mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristiknya, yaitu :
Tingkat pertama, adalah tingkat implusif dan melindungi diri. Ciri-cirinya
Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya
dengan orang lain, Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik, Berpikir
tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype), Cenderung
melihat kehidupan sebagai zero-sum games, Cenderung menyalahkan dan
mencela orang lain serta lingkungannya.
Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya Peduli terhadap
penampilan diri dan penerimaan sosial, Cenderung berpikir stereotype dan klise,
Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal, Bertindak dengan motif yang
dangkal untuk memperoleh pujian, Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan
kurangnya introspeksi, Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal,
Takut tidak diterima kelompok, Tidak sensitif terhadap keindividualan, Merasa
berdosa jika melanggar aturan
Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri ciri-cirnya Mampu berpikir alternatif,
Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi, Peduli untuk
mengambil manfaat dari kesempatan yang ada, Menekankan pada pentingnya
memecahkan masalah, Memikirkan cara hidup, Penyesuaian terhadap situasi dan
peranan.
Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-cirnya: Bertindak
atas dasar nilai-nilai internal, Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan
pelaku tindakan, Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan prespektif diri
sendiri maupun orang lain, Sadar akan tanggung jawab, Mampu melakukan kritik
dan penilaian diri, Peduli akan hubungan mutualistik, Memilii tujuan jangka
panjang, Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial, Berpikir lebih
kompleks dan atas dasar pola analitis.
Tingkat kelima, adalah tingkat individualisme. Ciri-cirinya Peningkatan kesadaran
individualitas, Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan
ketergantungan, Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain,
Mengenal eksistensi perbedaan individual, Mampu bersikap toleran terhadap
pertentangan dalam kehidupan, Membedakan kehidupan internal dengan
kehidupan luar dirinya, Mengenal kompleksitas diri, Peduli akan perkembangan
dan masalah-masalah sosial.
Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya Memiliki pandangan hidup
sebagai suatu keseluruhan, Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri
sendiri dan orang lain, Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan
sosial, Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan, Toleran terhadap
ambiguitas, Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment), Ada keberanian untuk
menyelesaikan konflik internal, Responssif terhadap kemandirian orang lain,
Sadar akan adanya saling ketergatungan dengan orang lain, Mampu
mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.

PENTINGNYA KEMANDIRIAN BAGI PESERTA DIDIK


Pentingnya kemandirian bagi peserta didik, dapat dilihat dari situasi
kompleksitas kehidupan dewasa ini, yang secara langsung atau tidak langsung
memengaruhi kehidupan peserta didik. Pengaruh kompleksitas kehidupan peserta
didik terlihat dari berbagai fenomena yang sangat membutuhkan perhatian dunia
pendidikan, seperti perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan obat dan alkohol,
perilaku agresif, dan berbagai perilaku menyimpang yang sudah mengarahkan
pada tindak kriminal.
Dalam konteks proses belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang
kurang mandiri dalam belajar, yang dapat menimbulkan gangguan mental setelah
memasuki pendidikan lanjutan, kebiasaan belajar yang kurang baik (seperti tidak
betah belajar lama atau belajar hanya menjelang ujian, membolos, menyontek, dan
mencari bocoran soal-soal ujian).
Fenomena-fenomena diatas, menuntut dunia pendidikan untuk
mengembangkan kemandirian peserta didik. Kartadinata (1988) menyebutkan
beberapa gejala yang berhubungan dengan permasalahan kemandirian yang perlu
mendapat perhatian dunia pendidikan, yaitu : 1) Ketergantungan perilaku disiplin
kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas. Perilaku seperti ini
akan mengarah pada perilaku formalistik, ritualistik dan tidak konsisten, yang
pada gilirannya akan menghambat pembentukan etos kerja dan etos kehidupan
yang mapan sebagai salah satu ciri dari kualitas sumber daya dan kemandirian
manusia, 2) Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia mandiri
bukanlah manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan manusia yang
bertranseden terhadap lingkungannya. Ketidakpedulian terhadap lingkungan
hidup merupakan gejala perilaku implusif, yang menunjukkan bahwa kemandirian
masyarakat masih rendah. 3) Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman dan
konformistik tanpa dengan mengorbankan prinsip. Mitos bahwa segala sesuatunya
bisa diatur yang berkembang dalam masyarakat menunjukkan bahwa adanya
ketidakjujuran dalam berpikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah
Gejala gejala tersebut merupakan bagian kendala utama dalam
mempersiapkan individu-individu yang mengurangi kehidupan masa mendatang
yang semakin kompleks dan penuh tantangan. Oleh sebab itu, perkembangan
kemandirian peserta didik menuju ke arah kesempurnaan menjadi sangat penting
untuk dilakukan secara serius, sistematis dan terprogram.

URGENSI DAN IMPLIKASI PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN


TERHADAP PENDIDIKAN

Urgensi perkembangan kemandirian peserta didik


Pengaruh kompleksitas kehidupan terhadap peserta didik terlihat dari
berbagai fenomena yang sangat membutuhkan perhatian dunia pendidikan.
Sunaryo kartadinata (1988) menyebutkan beberapa gejala yang berhubungan
dengan permasalahan kemandirian yang perlu mendapat perhatian dunia
pendidikan, yaitu: a) Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan
karena niat sendiri yang ikhlas, b) Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup,
c) Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman dan konformistik dengan
mengorbankan prinsip

Implikasi perkembangan kemandirian peserta didik


Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang rentang
kehidupan individu yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan
pendidikan. Upaya-upaya yang dilakukan disekolah untuk pengembangan
kemandirian peserta didik, yaitu a) Mengembangkan proses mengajar yang
demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai, b) Mendorong anak untuk
berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan
sekolah, c) Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
mendorong rasa ingin tahu mereka, d) Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan
dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain,
e) Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.
UPAYA MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN PADA PESERTA DIDIK

Sesuai dengan fase perkembangannya, cara mengembangkan kemandirian pada


peserta didik dapat dilakukan sebagai berikut yakni a) Menciptakan proses belajar
mengajar yang demokratis sehingga anak merasa dihargai, b) Menciptakan
komunikasi yang saling terbuka antar anggota keluarga, c) Membebaskan anak
untuk mengeksplorasi lingkungan sekitar agar meningkatkan rasa
keingintahuannya, d) Menimbulkan komunikasi yang hangat antar anak maupun
orangtua, e) Adanya kepercayaan kepada anak untuk melakukan apapun yang ia
mau, tapi dalam pengawasan orang dewasa, f) Menerima segala sesuatu yang ada
pada diri anak dari kelebihan dan kekurangannya.

KESIMPULAN
Kemandirian peserta didik adalah bakat kecakapan yang dimiliki peserta didik, ini
sangat berkaitan dengan pendidikan. Oleh sebab itu pendidikan di sekolah perlu
melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik, diantaranya :
a) Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, b) Mendorong anak
untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai
kegiatan sekolah, c) Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi
lingkungan , mendorong rasa ingin tahu mereka, d) Peneriman positif tanpa syarat
kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan
yang lain, e) Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.
Dengan semua itu, maka akan terbentuk pribadi peserta didik yang
mandiri. Yang juga implikasi untuk keadaan dunia pendidikan yang akan semakin
berkembang.
Manusia pada umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Perkembangan tersebut dimulai sejak masa konsepsi hingga akhir hayat. Ketika
individu memasuki usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas
tahun, individu dimaksud sudah dapat disebut sebagai peserta didik yang akan
berhubungan dengan proses pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan per-kembangan
anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya disusun secara
fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual anak; (2) tidak
dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak
aktivitas; dan (3) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar
sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan
berbagai proses perkembangannya.

SARAN
Dalam penulisan makalah ini masih banyak mengalami kesalahan,
diharapkan bagi pembaca memberikan komentar agar makalah ini dapat lebih baik
lagi.

DAFTAR RUJUKAN

https://hudhanewblog.blogspot.co.id/2015/09/makalalah-karakteristik-
perkembangan.html, diakses pada tanggal 5 Mei 2017

Seifert, K.L. & Hoffnung, R.J., Child and Adolescent Development, Boston:
Houghton Mifflin Company, 1994.

Chaplin, J.P Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Havighurst, Robert J. Developmental tasks and education: American Indian


Education. New York ; London : Longman, 1972.

Sunaryo Kartadinata Metode riset sosial (suatu pengantar), Bandung: Prisma


1988.
Kartadinata Sunaryo. (1998). Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung: CV.
Maulana.

Anda mungkin juga menyukai