Anda di halaman 1dari 61

PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, KESADARAN WAJIB

PAJAK, MORAL WAJIB PAJAK DAN SANKSI PAJAK TERHADAP


KEPATUHAN WAJIB PAJAK UMKM DI MAGETAN
(Studi Kasus Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku UMKM
Di Kabupaten Magetan)

SKRIPSI

OLEH
SITI NUR AISYAH
NIM. 1703101069

PROGAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan kegiatan

usaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan

ekonomi secara luas kepada masyarakat, dapat berperan dalam proses

pemerataan serta peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong

pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.

Peranan usaha mikro kecil dan menengah dalam perekonomian mulai

banyak diperhitungkan dalam proses merencanakan suatu kebijakan di

bidang perpajakan. Hal tersebut adalah salah satu bagian dari usaha

meningkatkan peranan pengusaha dalam proses pengambilan keputusan dan

kebijakan dalam lingkungan otoritas pajak (Ananda dan Husaini, 2015).

Negara Indonesia saat ini sedang berupaya melakukan pembangunan

di segala bidang yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

melalui pembangunan nasional secara merata di seluruh pelosok daerah.

Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan tersebut, pemerintah

membutuhkan biaya berupa anggaran pembangunan yang diharapkan

berasal dari dalam negeri yaaitu dari sumber penerimaan negara dengan

jumlah tidak sedikit. Sumber penerimaan yang dimaksud berasal dari APBN

(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang salah satunya berasal dari

sektor pajak.
Pajak pada dasarnya merupakan kontribusi dari masyarakat kepada

negara untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dalam Pasal 1 Ayat (1)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa

berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik update terakhir 16 April

2019 PPh (Pajak atas Penghasilan) memberikan kontribusi terbesar bagi

penerimaan pajak negara. Selain itu, sumber penerimaan pajak dari PPh

juga mengalami peningkatan selama sepuluh tahun terakhir. Salah satu

penyumbang penerimaan pajak penghasilan adalah pajak penghasilan yang

dibayarkan oleh subjek pajak UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).

Sebuah kegiatan usaha yang memiliki hasil usahanya maksimal Rp50

milyar pertahun dikategorikan sebagai Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah

(UMKM). UMKM merupakan salah satu usaha yang mendominasi

perekonomian Indonesia pada tahun 2017 dimana sejumlah 60,3 %

pendapatan bruto pemerintah adalah berasal dari UMKM, disamping itu

UMKM berhasil menyerap lebih dari 90 persen dari total tenaga kerja

Indonesia. Informasi berdasarkan data Kementerian Koperasi & UKM,


setiap tahunnya jumlah pertumbuhan UMKM di Indonesia terus meningkat,

terlihat bahwa UMKM merupakan jenis usaha yang lebih dominan di

Indonesia. sejak tahun 2010 ketika usaha besar mulai melambat, usaha

mikro-kecil cukup stabil. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya badan usaha

yang berdiri. Jumlah pelaku UMKM lebih dari 60 juta pelaku usaha pada

tahun 2017 yang tersebar diseluruh Indonesia. Dalam waktu sepuluh tahun

terakhir jumlah pelaku UMKM di Indonesia mengalami peningkatan yang

cukup signifikan (Gambar 1).

Gambar 1.1 Perkembangan Unit Usaha RI

Sumber : Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Republik Indonesia

Peningkatan jumlah UMKM dalam waktu tiga tahun terkahir

mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut tidak diimbangi

dengan kesadaran pemilik UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Hal tersebut dibuktikan dengan masih rendahnya perbandingan antara


jumlah UMKM di Kabupaten Magetan dengan UMKM yang telah

mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak di Kantor KP2KP Magetan, data

tersebut disajikan pada berikut dibawah ini.

Tabel 1. Perbandingan Jumlah UMKM di Kabupaten Magetan


dengan UMKM yang terdaftar di KP2KP Magetan

Tahun UMKM Wajib Pajak Persentase


Kabupaten Magetan Sektor UMKM (%)
2018 13.352 1130 8,4
2019 14.208 1147 8,1
2020 14.570 2107 14,5
Sumber: Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Magetan dan KP2KP Magetan.

Dari tabel tersebut diatas, dapat diketahui bahwa angka jumlah

UMKM di Kabupaten Magetan memang tinggi, namun jika dibandingan

dengan jumlah Wajib Pajak sektor UMKM masih begitu terasa tidak

relevan. Kondisi ini memberikan asumsi bahwa masih terdapat

permasalahan terkait dengan tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Tingginya

jumlah UMKM di Kabupaten Magetan, hal ini sebenarnya dapat

menjadikan sebuah potensi yang besar terhadap penerimaan daerah di

kabupaten Magetan.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak

adalah dengan adanya sosialisasi. Semakin luas pengetahuan dan semakin

tinggi tingkat pemahaman wajib pajak, yang dilakukan melalui kegiatan

sosialisasi, maka akan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam

membayar kewajiban pajak (Rizki Dwi, 2015).


Sosialisasi perpajakan menjadi salah faktor yang tidak dapat

dipisahkan dalam peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak. Terdapat dua aspek

perpajakan yang perlu disosialisasikan. Pertama, aspek kesadaran dan

pemahaman tentang pajak. Aspek inilah yang sebenarnya harus diarahkan

kepada masyarakat, baik itu wajib pajak atau bukan wajib pajak. Sosilaisasi

perpajakan dapat dimulai dari sekolah, perguruan tinggi, dan kepada

masyarakat luas. Dengan cara memasukan perpajakan kesalah satu mata

pelajaran, mengadakan workshop, dan perguruan tinggi sebaiknya seluruh

jurusan diberikan gambaran umum tentang pajak dan juga pajak yang

menyangkut profesi jurusan yang diambil (Yulita, 2016).

Dengan adanya sosialisasi yang baik oleh Direktorat Jendral Pajak,

diharapkan akan dapat memberikan pemahaman perpajakan, yang mana

merupakan hal yang penting bagi masyarakat yang masih belum memahami

tata cara perpajakan itu sendiri. Pemahaman wajib pajak mengenai

perpajakan akan membuat sistem self assessment dapat berjalan sesuai

dengan sistem yang dianut di Negara Indonesia ini.

Dalam sistem pemungutan pajak self assessment system tentu

kesadaran wajib pajak menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam upaya

meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Kesadaran adalah keadaan

mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak.

Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti

perihal pajak. Penilaian positif wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi


negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk mematuhi

kewajibannya untuk membayar pajak (Nelsi, 2017).

System self assessment yang dianut dalam sistem perpajakan di

Indonesia, yaitu wajib pajak diberikan keleluasaan untuk menghitung,

melaporkan, menyetor dan mempertanggungjawabkan sendiri kewajiban

perpajakannya. Dari sistem inilah wajib pajak sedikit ataupun bahkan

banyak memiliki rasa nasionalisme. Sedangkan nasionalisme adalah suatu

paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus

diserahkan kepada negara kebangsaan (Imanda, 2017). Sikap nasionalisme

dalam diri wajib pajak perlu dipupuk dan ditumbuhkan, hal ini merupakan

tugas utama bagi para pemangku kebijakan, dalam mengemas rasa

nasionalisme ke dalam sosialiasi perpajakan. Dengan adanya sikap

nasionalisme yang tinggi diharapkan faktor moral seseorang akan tergerak

dengan jalan patuh terhadap perpajakan. Faktor moral wajib pajak

merupakan suatu motivasi dalam diri masing-masing pribadi yang percaya

bahwa pajak adalah suatu kewajiban warga negara dan dibutuhkan oleh

negara untuk melangsungkan pemerintahan dan pembangunan sehingga ada

niat untuk melaporkan dan membayarkannya (Imanda, 2017).

Moral pajak menentukan kepatuhan seseorang dalam mematuhi

peraturan perpajakan, walau kepatuhan yang ada di Indonesia ini masih

merupakan kepatuhan yang dipaksakan, bukan kepatuhan sukarela karena

untuk menghindari terkenanya sanksi pajak (Imanda, 2017). Hubungan yang

kuat antara moral pajak dan kepatuhan pajak ini sesuai dengan temuan
empiris Togler yang mendukung relevansi penggabungan faktor non-

ekonomike dalam analisis kepatuhan pajak (Imanda, 2017).

Berbagai penelitian yang telah dilakukan yang membahas mengenai

kepatuhan wajib pajak dengan berbagai subyek WP di berbagai daerah.

Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prawagis dan Mayowan

(2016) yang membuktikan bahwa persepsi tarif pajak secara parsial

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM.

Penelitian yang dilakukan oleh Ananda, dkk. (2015) membuktikan bahwa

sosialisai perpajakan, tarif pajak dan pemahaman perpajakan memiliki

pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap kepatuhan Wajib

Pajak Penelitian lainnya Evi, dkk. ( 2018) bahwa ketaatan wajib pajak

probadi UMKM disebabkan karena pemahaman peraturan perpajakan,

semakin tinggi pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan,

maka Wajib Pajak akan cenderung meningkat. Kepatuhan Wajib Pajak

UMKM yang berhubungan dengan kualitas pelayanan petugas pajak, Asfa

dan Meiranto (2017), Caroko, dkk. ( 2015) yang menyebutkan bahwa para

wajib pajak akan mematuhi kewajiban perpajakan dalam hal membayar

pajak terutang dan selanjutnya melaporkan SPT jika petugas pajak

memberikan mutu pelayanan terbaik kepada wajib pajak. Pelayanan

perpajakan merupakan pelayanan oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak)

kepada Wajib Pajak untuk membantu Wajib Pajak dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya. Angelia dan Fajriana (2019) memberikan bukti

bahwa kepatuhan wajib pajak UMKM setelah penerapan PP No 23 Tahun


2018 dipengaruhi oleh sosialisasi petugas pajak dan tingkat pemahaman

wajib pajak.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang, “Pengaruh sosialiasi perpajakan, kesadaran wajib pajak,

moral wajib pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak”, bagi

pelaku UMKM di Kabupaten Magetan.

B. Batasan Masalah

Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya

penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebut

lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga tujuan

penelitian akan tercapai. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini

adalah sosialiasi perpajakan, kesadaran wajib pajak, moral wajib pajak,

sanksi pajak dan kepatuhan wajib pajak bagi pelaku UMKM di Kabupaten

Magetan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh sosialiasi perpajakan berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di Kabupaten Magetan ?

2. Apakah ada pengaruh kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di Kabupaten Magetan ?


3. Apakah ada pengaruh moral wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak pelaku UMKM di Kabupaten Magetan ?

4. Apakah ada pengaruh sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak pelaku UMKM di Kabupaten Magetan ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini untuk menemukan bukti empris atas hal-hal

sebagai berikut:

1. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh sosialisasi perpajakan

terhadap kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di Kabupaten Magetan.

2. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh kesadaran wajib pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di Kabupaten Magetan.

3. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh moral wajib pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di Kabupaten Magetan.

4. Untuk memberikan bukti empiris sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib

pajak pelaku UMKM di Kabupaten Magetan.

E. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat bagi para pembaca. Adapun manfaat

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis
a. Diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmiah dalam

hal kepatuhan wajib pajak bagi pelaku UMKM untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya.

b. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dan bahan masukan untuk meneliti

permasalahan lain atau sebagai referensi lain terhadap penelitian yang

hampir sama atau penelitian yang sejenis.

2. Secara praktis

a. Bagi penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Akuntansi di Unipma Madiun.

b. Bagi pelaku UMKM, sebagai salah satu referensi dalam pelaksanaan

pembayaran perpajakan sesuai dengan peraturan yang ada.

c. Bagi masyarakat, sebagai salah satu sumber informasi mengenai

pelaksanaan pemungutan pajak dari pelaku UMKM.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. KajianTeori

1. Teori Kepatuhan Pajak

Kepatuhan pajak merupakan kemampuan dan kemauan Wajib Pajak

untuk memenuhi kewajiban perpajakannya (Nik Amah, 2019:3).

Teori kepatuhan (compliance theory) dicetuskan oleh Stanley Milgram

(1963). Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (Kamus Besar

Bahasa Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah

atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan,

tunduk, patuh pada ajaran dan aturan (Ganesha & Kiswara, 2015). Kepatuhan

adalah motivasi seseorang, kelompok, atau organisasi untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu dengan aturan yang telah ditetapkan. Teori kepatuhan

(compliance theory) merupakan teori yang menjelaskan suatu kondisi dimana

seseorang taat terhadap perintah atau aturan yang diberikan. Menurut Tahar &

Rachman (2014) kepatuhan mengenai perpajakan merupakan tanggung jawab

kepada Tuhan, bagi pemerintah dan rakyat sebagai Wajib Pajak untuk

memenuhi semua kegiatan kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan perilaku yang didasarkan

pada kesadaran seorang Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakannya

dengan tetap berlandaskan pada peraturan perundangundangan yang telah

ditetapkan. Apabila tingkat kepatuhan akan pajak tinggi, artinya penerimaan


Negara dari sektor perpajakan juga akan tinggi, dimana penerimaan yang

tinggi, tentunya akan membawa dampak positif baik bagi Negara maupun

masyarakat. Negara akan semakin berkembang dan masyarakat juga akan

merasakan kesejahteraan dari segala sisi, baik ekonomi, dan lainnya.

Teori kepatuhan telah diteliti pada ilmu-ilmu sosial khususnya di

bidang psikologis dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya

proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu.

Terdapat dua perspektif dalam literatur sosiologi mengenai kepatuhan kepada

hukum, yang disebut instrumental dan normatif. Perspektif instrumental

mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan

tanggapan terhadap perubahanperubahan yang berhubungan dengan perilaku.

Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai

moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi. Seorang individu

cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten

dengan norma-norma internal mereka. Komitmen normatif melalui moralitas

personal (normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum

karena hukum tersebut dianggap sebagai suatu keharusan, sedangkan

komitmen normatif melalui legitimasi (normative commitment through

legitimaty) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum

tersebut memiliki hak untuk mendikte perilaku (Marlinah, 2018).

Kajian teori kepatuhan (compliance theory) digunakan untuk

memprediksi pengaruh dari masing-masing variabel dalam penelitian ini yaitu

sosialisasi perpajakan, pemahaman perpajakan, kesadaran wajib pajak, dan


sanksi pajak terhadap kepatuhan pelaku e-commerce dalam memenuhi

kewajiban perpajakan. Menurut teori kepatuhan (compliance theory) salah

satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak adalah norma

internal yang merupakan factor pendukung tingkat pemahaman perpajakan

dan kesadaran wajib pajak. Faktor lain adalah komitmen normatif melalui

moralitas personal (normative commitment through morality) dan komitmen

normatif melalui legitimasi (normative commitment through legitimaty)

dimana wajib pajak mematuhi hukum yang ada karena hukum tersebut

dianggap sebagai suatu keharusan serta adanya hak otoritas pajak untuk

memaksa dalam hal pemungutan pajak maupun penetapan sanksi pajak bagi

wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Faktor-faktor

tersebut yang nantinya akan mempengaruhi sosialisasi perpajakan dan sanksi

pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM dalam

memenuhi kewajiban perpajakan.

Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem

pemungutan pajak yang dianut di Indonesia sekarang ini adalah self

assessment system dimana dalam prosesnya secara mutlak memberikan

kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melapor

terkait kewajiban perpajakannya. Muliari & Setiawan (2011) menjelaskan

bahwa kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan

No.544/KMK.04/2000 adalah sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua

tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal

terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan. Koreksi pada

pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling

banyak lima persen.

e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit

oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat

wajar dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Menurut Nik Amah (2019:39-42) kepatuhan wajib pajak dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Kepatuhan Formal

Kepatuhan formal yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang

Perpajakan. Kepatuhan formal merefleksikan pemenuhan kewajiban

penyetoran dan pelaporan pajak sesuai dengan jadwal yang telah

ditentukan.

2. Kepatuhan Materiil

Kepatuhan materiil lebih menekankan pada aspek substansinya yaitu

jumlah pembayaran pajak telah sesuai dengan ketentuan. Dalam arti

perhitungan dan penyetoran pajak telah benar.


Indikator Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Menurut Chaizi Nasucha dalam Rahayu (2017), kepatuhan wajib pajak

dapat diidentifikasi dari:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan.

3. Kepatuhan dalam menghitung dan membayar pajak terutang.

4. Kepatuhan dalam pelaporan dan pembayaran tunggakan.

Identifikasi indikator-indikator kepatuhan wajib pajak orang pribadi tersebut

sesuai dengan kewajiban pajak dalam self assessment system yaitu:

1) Mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak Wajib pajak mempunyai

kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau

Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang

wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak, dan dapat

melalui eregister (media elektronik online) untuk diberikan Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP).

2) Menghitung pajak oleh wajib pajak

Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak terutang

yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan

tarif pajak dengan dasar pengenaan pajaknya, sedangkan

memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang tersebut dengan

jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal sebagai
kredit pajak (prepayment). Selisih antara pajak yang terutang dengan

kredit pajak dapat berupa kurang bayar, lebih bayar atau nihil.

3) Membayar pajak dilakukan sendiri oleh wajib pajak Membayar pajak yaitu

melakukan pembayaran pajak tepat waktu sesuai jenis pajak, misal:

angsuran PPh 25 dilakukan setiap bulan oleh wajib pajak sendiri, PPh 29

pelunasan pada akhir tahun dan sebagainya. Pelaksanaan pembayaran

pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor

pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di

KPP atau KP2KP terdekat atau e-payment.

4) Pelaporan dilakukan wajib pajak

Pelaporan yang dimaksud adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT),

dimana SPT tersebut berfungsi sebagai sarana bagi wajib pajak di dalam

melaporakan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak

yang sebenarnya terutang. Selain itu, untuk melaporkan pembayaran dan

pelunasan pajak, baik yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak maupun

melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh

pihak ketiga, serta melaporkan harta dan kewajiban wajib pajak (Devano

& Rahayu, 2006).

2. Sosialiasi Perpajakan

Sosialisasi merupakan pembelajaran suatu nilai, norma dan pola

perilaku, yang diharapkan oleh kelompok sebagai suatu bentuk reformasi

sehingga menjadi organisasi yang efektif (Basalamah, 2004). Bila

dikaitkan dengan bidang perpajakan sosialisasi berarti suatu upaya


Direktorat Jenderal Pajak memberikan informasi dan pembinaan kepada

Wajib Pajak mengenai segala sesuatu yang ada korelasinya dengan bidang

perpajakan (Ananda et al., 2015). Menurut Saragih (2013) sosialisasi

perpajakan adalah upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak

untuk memberikan sebuah pengetahuan kepada masyarakat dan khususnya

Wajib Pajak agar mengetahui tentang segala hal mengenai perpajakan baik

peraturan maupun tata cara perpajakan melalui metode-metode yang tepat.

Menurut Herryanto & Toly (2013) kegiatan sosialisasi atau

penyuluhan perpajakan dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:

1. Sosialisasi langsung

Sosialisasi langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan dengan

berinteraksi langsung dengan wajib pajak atau calon wajib pajak.

Bentuk sosialisasi langsung yang pernah diadakan antara lain early tax

education, tax goes to school atau tax goes to campus, klinik pajak,

seminar, workshop, perlombaan perpajakan seperti cerdas cermat,

debat, pidato perpajakan, dan artikel.

2. Sosialisasi tidak langsung

Sosialisasi tidak langsung adalah kegiatan sosialisasi perpajakan kepada

masyarakat dengan tidak atau sedikit melakukan interaksi dengan

peserta. Bentuk-bentuk sosialisasi tidak langsung dapat dibedakan

berdasarkan medianya. Dengan media elektronik dapat berupa talkshow

TV dan talkshow radio. Sedangkan dengan media cetak berupa koran,


majalah, tabloid, buku, brosur perpajakan, rubrik tanya jawab,

penulisan artikel pajak, dan komik pajak.

Adapun bentuk strategi sosialisasi perpajakan sebagai berikut

(Winerungan, 2013):

1. Publikasi (Publication)

Merupakan aktivitas publikasi yang dilakukan melalui media

komunikasi baik media cetak seperti surat kabar, majalah maupun

media audio visual seperti radio ataupun televisi.

2. Kegiatan (Event)

Institusi pajak dapat melibatkan diri pada penyelenggaraan aktivitas-

aktivitas tertentu yang dihubungkan dengan program peningkatan

kesadaran masyarakat akan perpajakan pada momen-momen tertentu.

Misalnya : kegiatan olahraga, hari-hari libur nasional, dan lain

sebagainya.

3. Pemberitaan (News)

Pemberitaan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu menjadi

bahan berita dalam arti positif, sehingga menjadi sarana promosi yang

efektif. Pajak dapat disosialisasikan dalam bentuk berita kepada

masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih cepat menerima informasi

tentang pajak.

4. Keterlibatan Komunitas (Community Involvement) Melibatkan

komunitas pada dasarnya adalah cara untuk mendekatkan institusi pajak

dengan masyarakat, dimana iklim budaya Indonesia masih


menghendaki adat ketimuran untuk bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh

setempat sebelum institusi pajak dibuka.

5. Pencantuman Identitas (Identity) Berkaitan dengan pencantuman logo

otoritas pajak pada berbagai media yang ditujukan sebagai sarana

promosi.

6. Pendekatan Pribadi (Lobbying) Pengertian Lobbying adalah pendekatan

pribadi yang dilakukan secara informal untuk mencapai tujuan tertentu

Indikator Sosialisasi Perpajakan

Setelah mengetahui makna sosialisasi pajak, kita dapat mengukur

sosialisasi perpajakan dengan indikator menurut (Arya Yogatama, 2014):

1) Tatacara Sosialisasi Sosialisasi perpajakan yang diadakan harus sesuai

dengan peraturan pajak yang berlaku. Sosialisasi perpajakan dilakukan

oleh pihak Direktoran Jendral Pajak yang ditujukan kepada wajib

pajak agar mendapatkan pengetahuan dan pemahaman pajak yang

memadai.

2) Frekuensi Sosialisasi Sosialisasi pajak harus dilakukan secara teratur

karena peraturan dan tatacara pembayaran pajak biasanya mengalami

perubahan. Sosialisasi pajak yang dilakukan secara teratur juga akan

terus memberikan informasi informs yang terbaru sehingga wajib

pajak dapat meminimalisir kesalahan saat menjalankan kewajiban

pajaknya jika terjadi perubahan peraturan atau tatacara perpajakan.

3) Kejelasan Sosialisasi Pajak Sosialisasi perpajakan yang diadakan

harus dapat menyampaikan semua informasi kedalam wajib pajak.


Sosialisasi pajak harus disampaikan dengan jelas agar wajib pajak

dapat memahami informasi yang diberikan.

4) Pengetahuan Perpajakan Sosialisasi perpajakan yang diadakan

bertujuan memberikan informasi pada wajib pajak. Sosialisasi pajak

akan sukses jika informasi yang diberikan dapat diterima oleh wajib

pajak sehingga wajib pajak memiliki pengetahuan pajak yang

memadai agar memudahkan wajib pajak dalam menjalankan

kewajiban pajaknya.

3. Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Ritonga (2012) kesadaran adalah perilaku atau sikap

terhadap suatu objek yang melibatkan anggapan dan perasaan serta

kecenderungan untuk bertindak sesuai objek tersebut. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak

merupakan perilaku wajib pajak berupa pandangan atau perasaan yang

melibatkan pengetahuan, keyakinan, dan penalaran disertai kecenderungan

yang diberikan oleh sistem dan ketentuan pajak tersebut.

Wajib pajak harus melaksanakan aturan itu dengan benar dan

sukarela. Jadi dapat didefinisikan, kesadaran wajib pajak adalah suatu

kondisi dimana wajib pajak mengetahui, mengakui, menghargai, dan

menaati ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan

dan keinginan untuk memenuhi kewajiban pajaknya.

Kesadaran Wajib Pajak adalah suatu kondisi dimana Wajib Pajak

mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan


benar dan sukarela. Menurut Manik (2009) wajib pajak dikatakan memiliki

kesadaran apabila mengetahui adanya Undang - Undang dan ketentuan

perpajakan, mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara,

memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, memahami fungsi pajak untuk pembiayaan

negara, menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela,

menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

Menurut Hasanah (2016) terdapat beberapa bentuk kesadaran

membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak :

1) Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang

pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau

membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak

yang dilakukan.

2) Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban

pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak

karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan

pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya

finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan

negara.

3) Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat

dipaksakan. Wajib pajak akan membayar pajak karena menyadari

bahwa pembayaran pajak memiliki landasan hukum yang kuat dan

merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.


Indikator Kesadaran Wajib Pajak

Indikator-indikator dalam Kesadaran Wajib Pajak adalah sebagai

berikut (Priambodo & Yushita, 2017):

a. Kemauan wajib pajak dalam membayar pajak dan melaporkan SPT.

Kemauan wajib pajak dalam membayar pajak adalah hal yang penting

dalam penarikan pajak tersebut, suatu hal yang menentukan dalam

keberhasilan pemungutan pajak.Kemauan wajib pajak untuk membayar

pajak ini apabila wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa

perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan

ataupun penerapan sanksi baik hukum ataupun administrasi.

b. Ketertiban dan kedisiplinan wajib pajak dalam membayar pajak.

Semakin tinggi tingkat ketertiban dan kedisiplinan wajib pajak dalam

membayar pajak diharapkan akan meningkatkan kepatuhan dalam

membayar pajak. Dikatakan tertib dan disiplin apabila wajib pajak

memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perpajakan,

tidak pernah terlambat dalam membayar pajak dan menyetorkan surat

pemberitahuan pajak dan tidak pernah terkena sanksi administrasi.

4. Moral Wajib Pajak


Mardisamo (2011) menyatakan bahwa masyarakat enggan membayar

pajak, dapat disebabkan karena perkembangan intelektual dan moral dari

masyarakat, sistem perpajakan yang sulit dipahami, serta sistem kontrol yang

tidak dilaksanakan dengan baik. Kewajiban moral merupakan individu yang

dipunyai oleh seorang tax profesional, namun kemungkinan tidak dimiliki

oleh tax profesional yang lain.

Sedangkan menurut Benno Torgler yang dikutip oleh Widi Widodo

(2010:9) bahwa moral pajak dapat didefinisikan sebagai motivasi yang

muncul dalam diri individu untuk membayar pajak. Motivasi ini dapat

muncul dari kewajiban moral atau keyakinan untuk berkontribusi kepada

negara dengan membayar pajak, atau merupakan kemauan individu untuk

membayar pajak.

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

moral pajak merupakan motivasi dari dalam diri individu atau wajib

pajak untuk membayar kewajiban perpajakannya.

Menurut Nur Cahyonowati (2011:165-167) moralitas pajak

dibentuk oleh beberapa indikator yang terdiri dari

1. Kebanggaan Nasional Membayar pajak merupakan salah satu wujud

kecintaan warga Negara terhadap negaranya. Jika dalam hati setiap

warga negara sudah tertanam rasa kebanggaan sebagai warga negara,

mereka akan terdorong untuk ikut membangun dan memperbaiki

negaranya, dengan begitu mereka akan termotivasi untuk membayar

pajak.
2. Kepercayaan Pada Pemerintah Jika negara bertindak dalam jalur yang

dapat dipercaya, maka para Wajib Pajak akan lebih bersedia untuk lebih

memiliki kepatuhan terhadap pajak. Jika masyarakat sudah percaya

bahwa kinerja pemerintah secara umum sudah baik, maka dengan

sendirinya akan termotivasi untuk membayar pajak. Jika individu

mempersepsikan bahwa negara bisa dipercaya, maka tingkat kepercayaan

wajib pajak dapat meningkat. Demikian juga terhadap tingkat kepatuhan

terhadap peraturan perpajakan. Oleh karena itu, hubungan baik antara

wajib pajak dan negara harus senantiasa dipelihara dengan

tindakantindakan positif.

3. Kondisi ekonomi Pajak menjadi sektor yang paling dominan, secara

teoritis pajak memiliki fungsi anggaran dan pengaturan. Diluar fungsi

anggaran (budgetair) pajak memiliki fungsi pengaturan (regulerend) yang

sangat membantu pemerintah untuk kestabilan ekonomi dan sosial serta

mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat sekaligus mempersempit

kesenjangan nasional, karena itu pajak menjadi sangat berperan dalam

perekonomian.

4. Sistem Perpajakan Sistem perpajakan yang saat ini berkembang di

Indonesia masih dirasakan belum efektif. Di Indonesia telah dilakukan

perubahan perpajakan yang pertama kali diluncurkan tahun 1983.

Reformasi ini dilakukan dengan melakukan perombakan mendasar dalam

system perpajakan di Indonesia yaitu digantikan sistem official

assessment menjadi self assesssment. Agar system dapat berjalan secara


efektif diperlukan peraturan yang jelas, tegas tidak ambigu, sederhana

serta mudah dilakasanakan. Penyebaran dan sosialisasi perundang-

undangan yang ada perlu dilakukan kepada semua pihak supaya

mengetahui dan melaksanakannya.

5. Sanksi Administrasi dan Pemeriksaan Pajak Adanya sanksi

administrasi dan pemeriksaan pajak akan membuat wajib pajak melihat

bahwa mekanisme kontrol yang dibangun oleh fiskus mampu

menghukum wajib pajak yang tidak taat. Terdapat beberapa kondisi yang

dapat menyebabkan seseorang melakukan penghindaran terhadap pajak.

Hambatan-hambatan tersebut dapat berasaldari internal maupun eksternal

Wajib Pajak. Dari sisi internal individu lebih didasarkan kepada

kesadaran untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak sedangkan

dari eksternal Wajib Pajak dapat dikarenakan oleh struktur ekonomi,

perkembangan moral atau tingkat intelektual penduduk, atau dapat

disebabkan oleh teknik pemungutan itu sendiri”.

5. Sanksi Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 yang sudah

dijelaskan yaitu salah satunya mengenai sanksi pajak, wajib pajak dapat

dikenakan sanksi denda yang berupa administrasi, bunga, dan sanksi

pidana. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan

dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat

pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan


(Mardiasmo, 2006) dalam (Muliari & Setiawan, 2011). Sanksi pajak dibuat

dengan tujuan agar wajib pajak takut untuk melanggar Undang-Undang

Perpajakan. Agar Undang-Undang dan peraturan tersebut dipatuhi, maka

harus ada sanksi bagi pelanggarnya. Mardiasmo (2011) mengemukakan

bahwa sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti, ditaati,

dan dipatuhi.

Dalam Undang-Undang Perpajakan terdapat dua macam sanksi

pajak, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Dalam pelaksanaannya,

seorang wajib pajak dapat dikenai sanksi administrasi, sanksi pidana, atau

keduanya (Tjahjono & Husein, 2000).

1) Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak

memenuhi ketentuan peraturan perpajakan atau melakukan pelanggaran

terhadap aturan perpajakan yang berlaku. Sanksi administrasi berupa

pembayaran kerugian kepada Negara, dapat berupa bunga, denda, atau

kenaikan.

a) Sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan

b) Sanksi berupa denda administrasi

c) Sanksi berupa kenaikan 50% dan 100%

Indikator Sanksi Perpajakan


Menurut Zain (2008) sebagaimana dikutip dalam penelitian

Pusponegoro (2013) persepsi wajib pajak atas sanksi perpajakan dapat

diukur dengan:

1. Sanksi perpajakan yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup

berat. Sanksi perpajakan yang cukup berat digunakan sebagai alat

pencegah agar wajib pajak tidak melanggar aturan-aturan perpajakan

atau Undang-Undang yang telah ditetapkan sehingga tercipta

kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya.

2. Pengenaan sanksi pajak yang cukup berat merupakan salah satu

sarana untuk mendidik wajib pajak. Pengenaan sanksi pajak yang

cukup berat merupakan salah satu sarana untuk mendidik wajib

pajak dimaksudkan agar wajib pajak yang dikenai sanksi akan

menjadi lebih baik dan lebih mengetahui hak dan kewajibannya

sebagai wajib pajak sehingga tidak lagi melakukan kesalahan atau

pelanggaran yang sama.

3. Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.

Maksud dari sanksi pajak dikenakan kepada pelanggarnya tanpa

toleransi adalah untuk menghukum wajib pajak yang dikenai sanksi

tanpa toleransi atau keringanan sanksi atau hukuman apapun

sehingga mereka akan menjadi jera dan tidak lagi melakukan

kesalahan atau pelanggaran yang sama.

B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian mengenai

kepatuhan wajib pajak telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa

perbedaan antara penelitian satu dengan penelitian lain, baik dari segi

variabel yang digunakan maupun hasil penelitiannya. Hasil penelitian

yang berbeda menunjukkan adanya kontra antara peneliti satu dengan

peneliti lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Yulita Andriani dan Eva Herianti

(2016) menguji Pengaruh Sosialisasi Pajak, Pemahaman Perpajakan, Dan

Tingkat Pendidikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM (Studi

Empiris Umkm di Pasar Tanah Abang, Jakarta Tahun 2013-Agustus

2015). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sosialisasi perpajakan, pemahaman perpajakan, dan tingkat pendidikan,

sedangkan variabel dependennya kepatuhan wajib pajak. Populasi dalam

penelitian ini adalah wajib pajak UMKM yang terdaftar di KPP Pratama

Jakarta Tanah Abang. Jumlah sampel sebanyak 200 wajib pajak UMKM

dengan metode puposive sampling dengan penarikan simple random

sampling. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.

Analisis data yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil analisis

menunjukkan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan

membuktikan bahwa sosialisasi pajak berpengaruh dan signifikan dalam

kepatuhan wajib pajak. Karena hasil taraf signifikan variabel sosialisasi

pajak lebih kecil dari taraf nyata (0,000 < 0,05), dimana Ho ditolak dan Ha

diterima. Maka, dapat disimpulkan bahwa dengan uji t berpengaruh secara


parsial dalam kepatuhan wajib pajak UMKM. Berdasarkan hasil pengujian

hipotesis yang telah dilakukan membuktikan bahwa pemahaman

perpajakan berpengaruh dan signifikan dalam kepatuhan wajib pajak.

Karena hasil taraf signifikan variabel pemahaman perpajakan lebih kecil

dari taraf nyata (0,000 < 0,05), dimana Ho ditolak dan Ha diterima. Maka,

dapat disimpulkan bahwa dengan uji t berpengaruh secara parsial dalam

kepatuhan wajib pajak UMKM. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis

yang telah dilakukan membuktikan bahwa tingkat pendidikan tidak

berpengaruh dan signifikan dalam kepatuhan wajib pajak. Karena hasil

taraf signifikan variabel tingkat pendidikan lebih besar dari taraf nyata

(0,650 > 0,05), dimana Ho diterima dan Ha ditolak. Maka, dapat

disimpulkan bahwa dengan uji t tidak berpengaruh secara parsial dalam

kepatuhan wajib pajak UMKM. Secara simultan bahwa ketiga variabel

independent berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Sofa (2015) menguji Pengaruh

Sosialisasi Perpajakan, Tarif Pajak, Dan Pemahaman Perpajakan Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak (Studi pada UMKM yang Terdaftar sebagai Wajib

Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu). Variabel independen

meliputi sosialisasi perpajakan, tarif pajak dan pemahaman perpajakan,

sedangkan variabel dependennya kepatuhan wajib pajak. Analisa yang

digunakan dengan analisis regresi linier berganda. Penelitian ini

menggunakan data primer dengan menggunakan sebar kuesioner. Populasi


dalam penelitian ini berjumlah 165.852 wajib pajak orang pribadi yang

terdaftar di KPP Pratama Batu. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100

responden dengan metode pengambilan sampel yaitu incendental

sampling. Hasil analisis sebagai berikut : bahwa sosialisasi perpajakan,

tarif pajak dan pemahaman perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan

secara bersama-sama terhadap kepatuhan wajib pajak. Selanjutnya

sosialisasi perpajakan, tarif pajak dan pemahaman perpajakan memiliki

pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap kepatuhan wajib pajak.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Suyadi dan Sunarti (2016)

menguji Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Sanksi Administrasi Dan

Tingkat Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak Orang Pribadi Dalam Memenuhi Kewajibannya (Studi PPh Pasal 21

pada KPP Pratama Singsosari). Untuk variabel independenya sebanyak

tiga variabel meliputi: Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Sanksi

Administrasi Dan Tingkat Pemahaman Wajib Pajak, sedangkan untuk

variabel dependennya kepatuhan wajib pajak. Alat analisa menggunakan

analisis regresi linier berganda. Populasi berjumlah 63.664. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling dengan

metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode survey dengan teknik kuesioner. Hasil dari penelitian ini, sebagai

berikut: Sosialisasi perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi PPh pasal

21. Sanksi administrasi menunjukkan hasil yang positif terhadap tingkat


kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memnuhi kewajibannya. Hasil

analisis statistik menunjukkan pengaruh yang signifikan dari tingkat

pemahaman wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang

pribadi dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan pasal 21.

Kesimpulannya bahwa berdasarka hasil analisis statistik yang dilakukan

menunjukkan bahwa variabel bebas (sosialiasi perpajakan, sanksi

administrasi dan tingkat pemahaman wajib pajak) berpengaruh secara

bersama-sama maupun sendiri dalam meningkatkan variabel.

Penelitian yang dilakukan Arisandy (2017) menguji pengaruh

pemahaman wajib pajak, kesadaran wajib pajak, dan sanksi pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan bisnis

online di Pekanbaru. Variabel independen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pemahaman wajib pajak, kesadaran wajib pajak, dan

sanksi pajak. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 143.241 wajib pajak

yang ada di Pekanbaru. Wajib pajak yang dijadikan sampel berjumlah 100

orang dengan teknik sampling convenience sampling. Analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan alat

analisis SPSS versi 21.0. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemahaman

wajib pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi. Kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Penelitian yang dilakukan Sari dan Suryadi (2019) Pengaruh

Sosialisasi Perpajakan Dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan


Wajib Pajak Melalui Kesadaran Wajib Pajak Sebagai Variabel Intervening

(Studi pada Pelaku UMKM yang Terdaftar di KPP Pratama Semarang

Timur). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sosialisasi perpajakan dan pengetahuan perpajakan. Penelitian ini

merupakan penelitian explanatory dengan metode kuantitatif.

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Sampel yang

digunakan dalam penelitian sebanyak 50 orang dengan teknik penentuan

sampel menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data

menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian yaitu secara parsial

sosialisasi perpajakan dan pemahaman prosedur perpajakan berpengaruh

secara signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi serta

secara simultan sosialisasi perpajakan dan pemahaman prosedur

perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2020) meneliti tentang

Anteseden Kepatuhan Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah

(Aplikasi PP No 23 Tahun 2018). Variabel independen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah perubahan tarif pajak, pengetahuan peraturan

perpajakan, dan kualitas pelayanan petugas pajak. Populasi dalam

penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Badung Utara periode tahun 2019 yang berjumlah 63.664.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah random sampling

dengan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode survey dengan teknik kuesioner. Sumber data yang


digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder.

Data primer didapatkan melalui jawaban yang diberikan responden dari

kuesioner dan data sekunder dalam penelitian ini adalah data jumlah wajib

pajak yang terdaftar di KPP Pratama Badung Utara. Teknik analisis data

yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasilnya Terdapat

Pengaruh perubahan tarif pajak terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM,

hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi di bawah 0,05, sehingga

hipotesis 1 (H1) diterima.Terdapat pengaruh pengetahuan peraturan

perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM, hal ini dibuktikan

dengan nilai signifikansi di bawah 0,05, sehingga hipotesis 2 (H2)

diterima.Terdapat pengaruh kualitas pelayanan petugas pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak UMKM, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi

di bawah 0,05, sehingga hipotesis 3 (H3) diterima.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bermaksud mengkaji

pengaruh dari sosialisasi perpajakan, kesadaran wajib pajak, moral wajib

pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi

pelaku UMKM di Kabupaten Magetan dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya, sehingga kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat

diilustrasikan sebagai berikut:

Pengaruh sosialiasi perpajakan, kesadaran wajib pajak, moral wajib

pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak”, bagi pelaku

UMKM di Kabupaten Magetan.


Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Sosialisasi
Perpajakan
(X1)

H1
Kesadaran
Wajib Pajak
(X2)
H2
Kepatuhan
Wajib Pajak (Y)
Moral
H3
Wajib Pajak
(X3)
H4
Sanksi Pajak
(X4)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka peneliti

mengemukakan hipotesis sementara yang merupakan jawaban dari

rumusan masalah dan untuk membuktikan kebenaranya diperlukan

penelitian lapangan. Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan

oleh peneliti adalah sebagi berikut:

1. H1 : Sosialisasi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di

Kabupaten Magetan

H1
2. H2 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di

Kabupaten Magetan

3. H3 : Moral wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di

Kabupaten Magetan

4. H4 : Sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak pelaku UMKM di Kabupaten

Magetan
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Pada penelitian ini, dilakukan di Dinas Koperasi dan UMKM

Kabupaten Magetan.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam kegiatan pelaksanaan penelitian

adalah mulai dari bulan Januari 2021 sampai bulan Juni 2021.. Adapun

pemanfaatan penggunaan waktu penelitian terbagi dalam 3 tahap yaitu

tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pembuatan laporan.

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

Bulan

No Kegaiatan Januari Februari Maret April


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Observasi
2 Merumuskan Masalah
3 Proposal BAB I,II.III
4 Pengumpulan Data
5 Analisis Data dan BAB IV, V
6 Penyusunan Laporan
B. Desain Penelitian
Desain penelitian pada penelitian ini mengendalikan independent

variabel yang akan mempengaruhi dependen variabel pada situasi yang

telah direncanakan.

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, Moral Wajib Pajak, dan
Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pelaku UMKM di Kabupaten Magetan

Sosialisasi Kesadaran Wajib Moral Wajib Sanksi Perpajakan


Perpajakan Pajak Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak

Pengumpulan Data:
1. Wawancara
2. Kuisioner

Pengujian Data dan Analisis:


1. Uji Kualitas Data
2. Uji Asumsi Klasik
3. Analisis Regresi Linier Berganda
4. Pengujian Hipotesis

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel/ Bahan Uji


1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2012). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pelaku UMKM

baik dari sektor jasa maupun dagang di Kabupaten Magetan.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2016:80). Pelaku UMKM yang

dijadikan sasaran sampel penelitian ini menggunakan presentase kesalahan

sebesar 10%. Jumlah populasi yang digunakan adalah 14570 unit UMKM.

Penentuan jumlah sampel dari populasi yang dikembangkan akan dihitung

dengan rumus Slovin sebesar 50 unit UMKM.

N
n=
1+ Ne 2

14570
n= 1+(14570 x 0,012 )

14570
n= 292

= 50 unit
Kriteria tersebut akan dapat diketahui dengan cara melakukan

wawancara langsung dan terstruktur pada UMKM yang ada Kabupaten

Magetan.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Adapun penentuan jumlah sampel yang digunakan oleh penulis

dalam penelitian ini adalah menggunakan “Pada setiap penelitian, ukuran

sampel harus berkisar antara 30 sampai 500”. Sampel dalam penelitian ini

diambil dengan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel

berdasarkan pertimbangan subjektif penelitian yang disesuaikan dengan

tujuan penelitian. Tujuan penggunaan metode purposive sampling adalah

untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria-

kriteria yang telah ditentukan. Adapun kriteria sampel UMKM menurut

UU Nomor 20 Tahun 2008 yaitu sebagai berikut:

a) Modal usaha dibawah 200 juta rupiah

b) Total tenaga kerja kurang dari 10 orang

c) Omset dibawah 250 juta/pertahun

Kriteria tersebut akan dapat diketahui dengan cara melakukan

wawancara langsung dan terstruktur pada UMKM yang ada Kabupaten

Magetan.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Menurut (Sugiyono, 2016) Variabel bebas adalah variabel yang

mempunyai atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat). Dalam penelitian berjudul “Pengaruh

Sosialisasi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, Moral Wajib Pajak, dan

Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pelaku UMKM di

Kabupaten Magetan”. Penelitian ini menggunakan 4 (empat) variabel

bebas yaitu: Sosialisasi Perpajakan (X1), Kesadaran Wajib Pajak (X2),

Moral Wajib Pajak (X3), Sanksi Pajak (X4).

2. Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2016) definisi operasional adalah penentuan

konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang

dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang

digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga

memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi

pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara

pengukuran konstrak yang lebih baik.

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Indikator Skala


1 Sosialisasi Sosialisasi Perpajakan 1. Penyelenggaraan Skala
Perpajakan berarti suatu upaya yang sosialisasi Likert
(X1) dilakukan untuk 2. Media sosialisasi
memberikan informasi 3. Manfaat
mengenai perpajakan sosialisasi
yang bertujuan agar
seseorang ataupun
kelompok paham
tentang perpajakan
sehingga kepatuhan
wajib pajak akan
meningkat. Jika wajib
pajak diberikan
pemahaman yang baik
dan benar melalui
sosialisasi, maka wajib
pajak akan memiliki
pengetahuan tentang
pentingnya membayar
pajak (Wardani & Wati,
2018)
2 Kesadaran Menurut Ritonga 1. Kemauan wajib Skala
(2012) kesadaran adalah pajak untuk membayar Likert
Wajib
perilaku atau sikap
Pajak (X2) terhadap suatu objek yang pajak dan melaporkan
melibatkan anggapan dan SPT.
perasaan serta
2. Ketertiban dan
kecenderungan untuk
bertindak sesuai objek kedisiplinan dalam
tersebut. Dengan membayar pajak
demikian dapat dikatakan
bahwa kesadaran wajib
pajak dalam membayar
pajak merupakan perilaku
wajib pajak berupa
pandangan atau perasaan
yang melibatkan
pengetahuan, keyakinan,
dan penalaran disertai
kecenderungan yang
diberikan oleh sistem dan
ketentuan pajak tersebut.

3 Moral Widi Widodo (2010:9) 1. Beritika Skala


bahwa moral pajak dapat
Wajib 2. Prinsip hidup Likert
didefinisikan sebagai
Pajak (X3) motivasi yang muncul
dalam diri individu untuk
membayar pajak.

4 Sanksi Mardiasmo (2011) 1. Sanksi perpajakan Skala


mengemukakan bahwa
Pajak (X4) yang berat bagi yang Likert
sanksi perpajakan
merupakan jaminan melanggar
bahwa ketentuan
2. Pengenaan sanksi
peraturan perundang-
undangan perpajakan pajak yang cukup
(norma perpajakan) akan
3. sanksi pajak
dituruti, ditaati, dan
dipatuhi. dikenakan kepada
semua pelanggar
5 Kepatuhan Kepatuhan Pajak dalam 1. Kepatuhan dalam Skala
Wajib Pembayaran pajak adalah mendaftarkan diri ke Likert
Pajak kewajiban warga negara kantor pajak.
(Y) baik wajib pajak orang 2. Kepatuhan dalam
pribadi maupun badan. mengisi SPT
Setiap warga negara 3. Kepatuhan dalam
diharapkan secara menghitung dan
sukarela memenuhi membayar pajak
kewajiban namun 4. Kepatuhan dalam
kenyataan yang terjadi membayar
adalah adanya tunggakan pajak
keengganan untuk
membayar pajak.
E. Teknik Pengumpulan Data

1. Sumber Data

Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto,

2012). Sumber data pada penelitian ini bersumber dari data primer dengan

menyebar angket atau kuesioner baik melalui google form ataupun secara

manual pada responden yaitu pelaku UMKM yang terdaftar di Dinas

Koperasi dan UMKM Kabupaten Magetan.

2. Instrument Pengumpulan Data

Menurut (Sugiyono,2016), Instrumen penelitian adalah suatu alat yang

digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Instrumen atau alat ukur dalam penelitian ini berupa metode kuisioner dan

wawancara.

a. Metode Kuesioner

Metode kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau pertanyaan

tertulis kepada responden untuk dijawabanya (Sugiyono, 2016).

Kuesioner menggunakan dua metode, yaitu menggunakan Google form

yang kami sebar dengan jalur link WA group UMKM dan dengan

menyebar kuesioner cetakan yang jangkauan UMKM-nya bisa peneliti

jangkau.

b. Wawancara (Interview)

Menurut Sugiyono, (2016), wawancara digunakan sebagai

teknik pengumpulan data apa bila peneliti ingin melakukan studi


pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan

juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dri responden yang

lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.

Sutrisno Hadi, (1986) dalam Sugiyono, (2016)

mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti

dalam menggunakan metode interview, yaitu yang saya lakukan

dengan wawancara secara langsung kepada Dinas Koperasi dan

UMKM Kabupaten Magetan, selaku koordinator di lapangan, yang

berkaitan dengan kepemilikan NPWP wajib pajak dan lain-lain.

F. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini menggunakan skala psikologi. Jawaban dari skala psikologi yang

diberikan sudah disediakan pilihan jawaban dalam setiap pertanyaan untuk

diberi tanda check (√) atau silang (X), pada setiap jawaban yang dipilih

responden dalam kolom yang sudah disediakan. Skala Likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan persepsi seorang tentang fenomena sosial.

Jawaban yang akan diberikan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang

Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).


Tabel 3.3 Skala Linkert

Uraian Skor
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Kurang Setuju (KS) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati. Selain itu, instrumen juga dapat

diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2012).

Pengembangan instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


Tabel 3.4 Intrumen Penelitian

Butir Soal
Variabel Indikator Respon
Positif Negatif
Sosialiasi KPP Sangat Setuju (SS),
Perpajakan memberikan Setuju (S), Tidak
(X1) informasi Setuju (TS), Sangat
peraturan Tidak Setuju (STS)
pajak baru
Saya ragu Sangat Setuju (SS),
bertanya kepada Setuju (S), Tidak
Penyelengga
petugas pajak Setuju (TS), Sangat
raan
ketika mendapat Tidak Setuju (STS)
Sosialisasi
kesulitan
perpajakan
Petugas pajak Sangat Setuju (SS),
memberikan Setuju (S), Tidak
penjelasan dan Setuju (TS), Sangat
pemahaman Tidak Setuju (STS)
tentang pajak.
Media Informasi Sangat Setuju (SS),
Sosialiasi tentang pajak Setuju (S), Tidak
dapat Setuju (TS), Sangat
diketahui Tidak Setuju (STS)
melalui media
cetak seperti
spanduk dan
iklan dan
media
elektronik
seperti website
pajak.
Saya tidak Sangat Setuju (SS),
memperoleh Setuju (S), Tidak
pemahaman Setuju (TS), Sangat
informasi Tidak Setuju (STS)
tentang pajak
melalui media
elektronik
Penyuluhan Sangat Setuju (SS),
pajak Setuju (S), Tidak
merupakan Setuju (TS), Sangat
sarana Tidak Setuju (STS)
penyampaian
informasi
perpajakan
kepada Wajib
Pajak.
Penyuluhan Sangat Setuju (SS),
pajak tidak tepat Setuju (S), Tidak
sasaran belum Setuju (TS), Sangat
dapat memberi Tidak Setuju (STS)
motivasi bagi
Wajib Pajak
agar patuh untuk
membayar pajak
Sosialisasi pajak Sangat Setuju (SS),
yang tidak Setuju (S), Tidak
teratur tidak Setuju (TS), Sangat
dapat Tidak Setuju (STS)
memberikan
penjelasan pajak
kepada Wajib
Pajak.
Sosialisasi Sangat Setuju (SS),
pajak dapat Setuju (S), Tidak
memberikan Setuju (TS), Sangat
pengertian Tidak Setuju (STS)
Manfaat
pentingnya
Sosialisasi
pajak kepada
Wajib Pajak.
Sosialisasi Sangat Setuju (SS),
pajak Setuju (S), Tidak
membuat Setuju (TS), Sangat
Wajib Pajak Tidak Setuju (STS)
melaksanakan
tindakan
sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perpajakan.
Kesadaran Kemauan Saya Sangat Setuju (SS),
Wajib Pajak wajib pajak membayar Setuju (S), Tidak
(X2) untuk pajak karena Setuju (TS), Sangat
membayar kesadaran Tidak Setuju (STS)
pajak dan sendiri
melaporkan Saya sangat Sangat Setuju (SS),
SPT terpaksa Setuju (S), Tidak
melaporkan dan Setuju (TS), Sangat
membayar pajak Tidak Setuju (STS)
karena terlanjur
punya NPWP
Membayar Sangat Setuju (SS),
pajak Setuju (S), Tidak
merupakan Setuju (TS), Sangat
kewajiban Tidak Setuju (STS)
warga negara
terutama yang
sudah
memiliki
NPWP
Saya belum Sangat Setuju (SS),
yakin bahwa Setuju (S), Tidak
pajak yang Setuju (TS), Sangat
dibayarkan Tidak Setuju (STS)
digunakan untuk
pembangunan
Negara
Membayar Sangat Setuju (SS),
pajak tidak Setuju (S), Tidak
sesuai dengan Setuju (TS), Sangat
jumlah yang Tidak Setuju (STS)
Ketertiban
dihitung
dan
sangat
kedisiplinan
merugikan
dalam
Negara
membayar
Saya memilih Sangat Setuju (SS),
pajak
untuk selalu Setuju (S), Tidak
membayar Setuju (TS), Sangat
pajak tepat Tidak Setuju (STS)
waktu
Moral Beretika adanya niat Sangat Setuju (SS),
Wajib Pajak yang baik Setuju (S), Tidak
(X3) untuk menaati Setuju (TS), Sangat
peraturan Tidak Setuju (STS)
perpajakan
Saya ragu Sangat Setuju (SS),
bahwa pajak Setuju (S), Tidak
bermanfaat Setuju (TS), Sangat
untuk Tidak Setuju (STS)
keberlangsunga
n Negara
percaya bahwa Sangat Setuju (SS),
sudah Setuju (S), Tidak
Prinsip
merupakan Setuju (TS), Sangat
Hidup
kewajiban Tidak Setuju (STS)
seorang warga
negara untuk
patuh dan taat
pada undang-
undang dan
peraturan yang
berlaku.
Sanksi Sanksi Sanksi dalam Sangat Setuju (SS),
Perpajakan perpajakan surat Setuju (S), Tidak
(X4) yang pemberitahuan Setuju (TS), Sangat
dikenakan (SPT) sangat Tidak Setuju (STS)
bagi diperlukan
Sanksi Sangat Setuju (SS),
administrasi Setuju (S), Tidak
berupa denda Setuju (TS), Sangat
50% dari pajak Tidak Setuju (STS)
pelanggar yang kurang
aturan bayar, apabila
cukup berat pengisian Surat
Pemberitahuan
(SPT) adalah
sangat
memberatkan
Denda Sangat Setuju (SS),
keterlambatan Setuju (S), Tidak
pelaporan Setuju (TS), Sangat
Surat Tidak Setuju (STS)
Pengenaan Pemberitahuan
sanksi pajak (SPT)
yang cukup Tahunan Pajak
berat penghasilan
merupakan orang pribadi
salah satu Rp 100.000,00
sarana
untuk
mendidik Mengisi Surat Sangat Setuju (SS),
wajib pajak Pemberitahuan Setuju (S), Tidak
(SPT) sesuai Setuju (TS), Sangat
dengan Tidak Setuju (STS)
peraturan yang
berlaku
Sanksi Tidak Sangat Setuju (SS),
pajak harus Melakukan Setuju (S), Tidak
dikenakan evaluasi secara Setuju (TS), Sangat
kepada berkala untuk Tidak Setuju (STS)
pelanggarny mengantisipasi
a tanpa adanya
toleransi pemeriksaan
dari aparat
Kepatuhan Saya tidak Sangat Setuju (SS),
Wajib Pajak mendaftar Setuju (S), Tidak
(Y) Kepatuhan NPWP Setuju (TS), Sangat
dalam meskipun sudah Tidak Setuju (STS)
mendaftark bekerja
an diri ke Setiap wajib Sangat Setuju (SS),
kantor pajak harus Setuju (S), Tidak
pajak mendaftarkan Setuju (TS), Sangat
diri untuk Tidak Setuju (STS)
NPWP
Kepatuhan Saya telah Sangat Setuju (SS),
dalam mengetahui Setuju (S), Tidak
melaporkan batas akhir Setuju (TS), Sangat
dalam Tidak Setuju (STS)
pelaporan
pajak
Saya selalu Sangat Setuju (SS),
mengisi SPT Setuju (S), Tidak
sesuai dengan Setuju (TS), Sangat
ketentuan Tidak Setuju (STS)
perundang-
undangan
SPT tepat
Teknologi Sangat Setuju (SS),
waktu
informasi Setuju (S), Tidak
mempermudah Setuju (TS), Sangat
pelaporan SPT Tidak Setuju (STS)
sehingga
mendorong
wajib pajak
untuk melapor
sebelum batas
waktu berakhir
Saya ragu Sangat Setuju (SS),
melakukan Setuju (S), Tidak
perhitungan Setuju (TS), Sangat
pajak sendiri Tidak Setuju (STS)
dengan benar
Pemeriksaan Sangat Setuju (SS),
pajak dapat Setuju (S), Tidak
mempersulit Setuju (TS), Sangat
wajib pajak Tidak Setuju (STS)
Kepatuhan untuk
dalam membayar tepat
menghitung waktu
dan Banyaknya Sangat Setuju (SS),
membayar tempat Setuju (S), Tidak
pajak pembayaran Setuju (TS), Sangat
dengan pajak dapat Tidak Setuju (STS)
benar mempermudah
wajib pajak
untuk
membayar
tepat waktu
Saya selalu Sangat Setuju (SS),
tepat waktu Setuju (S), Tidak
dalam Setuju (TS), Sangat
membayar Tidak Setuju (STS)
pajak
Kepatuhan Adanya bunga Sangat Setuju (SS),
dalam dalam Setuju (S), Tidak
membayar tunggakan pajak Setuju (TS), Sangat
tunggakan akan menambah Tidak Setuju (STS)
pajak beban pajak
Saya bersedia Sangat Setuju (SS),
membayar Setuju (S), Tidak
kewajiban Setuju (TS), Sangat
pajak serta Tidak Setuju (STS)
tunggakan
pajaknya

G. Teknik Analisa Data

1. Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas

Pengujian validitas dilakukan untuk membuktikan sejauh mana data

yang terdapat dalam kuesioner dapat mengukur senyatanya (actually) dan

seakuratnya (accurately) apa yang harus diukur dari konsep, sehingga

pengujian validitas berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan

tugasnya mencapai sasarannya dan keberhasilan dari pengujian ini ditentukan

oleh proses pengukuran yang akurat. Pengujian validitas dilakukan dengan

bantuan program SPSS.

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner

mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner

tersebut. Pengujian menggunakan dua sisi dengan taraf siginifikasi 0,05

(Ghozali 2011:52).

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

1) Jika r hitung > r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau

item-item pertanyaan berkolerasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan

valid).
2) Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau

item-item pertanyaan tidak berkolerasi signifikan terhadap skor total

(dinyatakan tidak valid).

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukan akurasi dan ketetapan dalam pengukurnya.

Reliabilitas berhubungan dengan akurasi dan konsistensi dari pengukurnya,

dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subjek yang sama

diperoleh hasil yang tidak berbeda (terdapat kesamaan data dalam waktu yang

berbeda). Uji reliabilitas hanya dapat dilakukan setelah suatu instrumen telah

dipastikan validitasnya. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika

jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari

waktu ke waktu. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa variabel

yang digunakan benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan

hasil yang konsisten meskipun diuji berkali-kali. Jika hasil dari Cronbach

Alpha di atas 0,60 maka data tersebut mempunyai keandalan yang tinggi.

2. Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis

data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku umum atau generalisasi. Hal yang termasuk dalam statistik deskriptif

antara lain adalah penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran,

pictogram, perhitungan modus, median, mean (Sugiyono, 2012).


3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Tujuan dari normalitas data ini adalah untuk mengetahui apakah data

dalam model regresi terdistribusi secara normal atau tidak. Untuk

mengujinya dapat dilakukan dengan melihat normal probability plot yang

membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya dengan

distribusi komulatif dari distribusi normal, dimana data dikatakan normal

jika data menyebar disekitaran garis diagonal dan penyebarannya

mengikuti arah garis diagonal.

b. Uji Multikoloniaritas

Uji multikolonialitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi anatara variabel

independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikoloniaritas di

dalam model regresi dapat dilihat dari:

Nilai tolerance atau lawannya.

Variance Inflation Factor (VIF)

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai variance inflation factor

(VIF) tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya

multikoloniaritas adalah nilai tolerance 100.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu


pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut “Homoskedastisitas”

dan jika berbeda disebut “Heteroskedastisitas”. Model regresi yang baik

adalah homokedastisitas.

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Menurut Sugiyono (2012:277), analisis regresi linier berganda

digunakan oleh peneliti bermasuk meramalkan bagaimana keadaan (naik

turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai

faktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis berganda akan

dilakukan jika jumlah variabel independen minimal 2 (dua). Untuk menguji

hipotesis dalam penelitian ini digunakan model berikut:

Y = a ₊ b1X1 ₊ b2X2 ₊ b3X3 ₊ b4X4 ₊ e

Keterangan :

Y: Kepatuhan Wajib Pajak Pelaku UMKM

a : Konstanta

b : Koefisien Regresi

X1 : Sosialisasi Perpajakan

X2 : Kesadaran Wajib Pajak

X3 : Moral Wajib Pajak

X4 : Sanksi Pajak

e : Eror Besarnya konstanta dalam a dan besarnya koefisien regresi masing-

masing variabel independen yang ditunjukkan X1, X2, X3, dan X4. Analisis

regresi linier dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara

variable independen dengan variabel dependen.


3. Uji Hipotesis

a. Uji Parsial (uji t)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui hubungan masing-

masing variabel independen secara individual terhadap variabel

dependen. Cara untuk menguji t ada 2, yaitu dengan melihat tingkat

signifikan dan dengan membandingkan antara nilai t-hitung dengan

nilai t-table. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-masing

variabel independen secara individual terhadap variabel dependen

digunakan tingkat signifikan sebesar α=0,05, sedangkan untuk

membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel

digunakan dengan ketentuan bahwa apabila nilai statistik t lebih tinggi

dibandingkan nilai t-tabel, maka menerima hipotesis alternatif yang

menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual

mempengaruhi variabel dependen.

b. Uji Simultan (uji F)

Uji statistic F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel

independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, untuk

mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama

mempengaruhi variabel dependen, maka digunakan tingkat signifikasi

sebesar α < 0,05. Jika nilai probability F lebih besar maka model regresi

tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau

dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel independen.


c. Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Uji koefisien determinasi digunakan untuk menentukan seberapa

besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, nilai

koefisien determinasi antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel

dependen amat terbatas.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sani (2017). Pengaruh Moral Wajib Pajak, Sikap Wajib Pajak dan Norma
Subjektif terhadap Kepatuhan Pajak melalui Pemahaman Akuntansi. 4(2),
709–716.
Ananda, P. R. D., Kumadji, S., & Husaini, A. (2015). Pengaruh Sosialisasi
Perpajakan, Tarif Pajak, dan Pemahaman Perpajakan Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak (Studi Pada Umkm Yang Terdaftar Sebagai Wajib Pajak di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu). Jurnal Perpajakan (JEJAK)
Perpajakan.studentjournal.ub.ac.id, Vol. 6 No.
https://doi.org/10.1377/hlthaff.2013.0625
Arisandy (2017). Pengaruh pemahaman wajib pajak, kesadaran wajib Pajak dan
sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan Bisnis online di pekanbaru. 4(2), 709–716.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta. 2010.

Arya Yogatama. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan


Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi di Wilayah KPP Pratama Semarang
andisari). Jurnal. Semarang.
Basalamah, A. S. (2004). Perilaku Organisasi Memahami dan Mengelola Aspek
Humniora dalam Organisasi. Depok : Usaha Kami.
Devano, S., & Rahayu, S. K. (2006). Perpajakan: Konsep, Teori dan Isu. Jakarta:
Kencana.
Ganesha, A., & Kiswara, E. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Kepatuhan Perusahaan Go Public Pada Konvergensi Internasional
Financial Reporting Standard (Studi Empiris pada Perusahaan yang
Terdaftar di Index LQ45). 4(2), 709–716.
Hasanah, R. A. (2016). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak, Tarif Pajak,
Lingkungan, dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Pengguna E-Commerce (Studi Kasus Pada Pengusaha Online
Shopping). Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Herryanto, M., & Toly, A. A. (2013). Pengaruh kesadaran wajib pajak, kegiatan
sosialisasi perpajakan, dan pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak.
Accounting and Tax Review, 1(1), 125–135.
Imanda Firmantyas Putri Pertiwi (2017). Moral Pajak: Sebuah Opsi Peningkatan
Kepatuhan Pajak Masyarakat Muslim, 1(1), 125–135.
Luh Sri Nopi Yanti (2017). Pengaruh Sikap Wajib Pajak, Moralitas Pajak Dan
Keadilan Distributif Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Membayar Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Gianyar 1(1), 125–135.

Manik, A. W. (2009). Pengaruh Kualitas Pelayanan, Biaya Kepatuhan Pajak, dan


Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Badan
yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar. Skripsi.
Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
Mardiasmo. (2011). Perpajakan. Jakarta: CV Andi Offset.
Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Revisi 2016. Yogyakarta: Andi Publisher.
Marlinah, A. (2018). Pengaruh Pengetahuan dan Kesadaran Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Dengan Sanksi Perpajakan Sebagai
Variabel Moderating (Studi Pada Kantor Samsat Wilayah I Kota
Makassar). Jurnal. STIE Nobel Indonesia Makassar.
Muliari, N. K., & Setiawan, P. E. (2011). Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi
Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib
Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.
Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 1–23.
Nelsy Arisandy. (2017). Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran wajib
pajak dan Sanksi Pajak, terhadap Kepatuhan. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan
Bisnis, 1–23.
Olsen (2018). Emosi Dan Kepatuhan Pajak Di Antara Pemilik Usaha Kecil
(Survei Eksperimental): Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islami, 2(5), 951–970.
Priambodo, P., & Yushita, A. N. (2017). Pengaruh Pemahaman Peraturan Pajak,
Sanksi Perpajakan, dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabupaten
Purworejo pada Tahun 2017. Jurnal Profita, Vol 5 No.5(2), 1–16.
Pusponegoro, S. W. (2013). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus,
dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Melakukan Pekerjaan Bebas (Survey pada Wajib Pajak Orang Pribadi
yang Terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega).
Skripsi. Universitas Pasundan. Bandung.
Rahayu, S. K. (2017). Perpajakan Indonesia : Konsep dan Aspek Formal. In
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Rizki Dwi Ananda (2015). Pengaruh Sosialiasi Perpajakan, Tarif Pajak dan
Pemahaman Perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Jurnal Akuntansi,
3(2), 75–91. https://doi.org/10.24964/ja.v3i2.53
Ritonga, P. (2012). Analisis Pengaruh Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak
Terhadap Kinerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan Pelayanan Wajib
Pajak Sebagai Variabel Intervening di KPP Medan Timur. Tijarah: Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis Islami, 2(5), 951–970.
Rusmawati, S., & Wardani, D. K. (2015). Pengaruh Pemahaman Pajak, Sanksi
Pajak, Dan Sensus Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pribadi Yang
Memiliki Usaha. Jurnal Akuntansi, 3(2), 75–91.
https://doi.org/10.24964/ja.v3i2.53
Sania, A. F., & Yudianto, I. (2018). Analysis of Factors that Influence Taxpayers
Compliance in Fulfilling their Taxation Obligations: Study of Small
Medium Entrepreneur (SMEs) Taxpayers Based on eCommerce in the
Bandung Area. Journal of Accounting Auditing and Business, 1(2), 17.
https://doi.org/10.24198/jaab.v1i2.18270
Saragih, S. F. (2013). Analisis Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Kualitas
Pelayanan Fiskus Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan
Timur. Skripsi USU, Fakultas
E(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/39496).
Setiyoningrum, A. T., Tinangon, J., & Wokas, H. R. N. (2014). Analisis Pengaruh
Sosialisasi Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus dan Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Manado. Jurnal Riset Akuntansi, Vol 9, No., 50–62.
Tahar, A., & Rachman, A. K. (2014). Pengaruh Faktor Internal dan Faktor
Eksternal Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi Dan
Investasi, 15(1), 56–67.
Tjahjono, A., & Husein, M. F. (2000). Perpajakan Edisi Revisi Cetakan Kedua.
Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Widi Widodo. 2012. Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Wajib Pajak. Bandung:
Alfabeta.
Winerungan, O. L. (2013). Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus Dan Sanksi
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wpop Di Kpp Manado Dan Kpp Bitung.
Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(3), 960–970.
Yulita Andriani & Eva Herianti. (2016). Pengaruh Sosialisasi Pajak, Pemahaman
Perpajakan, Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Umkm (Studi empiris UMKM di Pasar Tanah Abang, Jakarta Tahun 2013-
Agustus 2015). Jurnal Syariah Paper Accounting FEB UMS, ISSN 2460-
0784.

Nik Amah (2019). Modernisasi Sistem Administrasi dan Tax Amnesty:


Faktor Pendukung Kepatuhan Pajak. Madiun: UNIPMA Press

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai