Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Health Care Asscociated Infections (HAI’s) atau infeksi yang

berkaitan dengan pelayanan kesehatan merupakan infeksi yang terjadi

pada pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit dan di fasilitas

kesehatan pelayanan lainnya, yang mana saat pasien masuk rumah sakit

tidak ada infeksi dan tidak ada masa inkubasi, termasuk infeksi dalam

rumah sakit tetapi infeksi muncul sesudah pasien pulang dari rumah sakit,

serta merupakan infeksi yang terjadi karena akibat pekerjaan pada petugas

rumah sakit maupun petugas kesehatan yang berkaitan dengan proses

pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (Permenkes, 2017).

Menurut jumlah kasus angka infeksi nosocomial yang terjadi di rumah

sakit diseluruh dunia bahwa lebih dari 1,4 juta atau sekurangnya 9%

pasien yang di rawat di rumah sakit di seluruh dunia mengalami infeksi

nosocomial, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO dari 55

rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 kawasan (Eropa, Timur

Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) terdapat sekitar 8,7%

mengatakan timbulnya infeksi nosocomial dan 10,0% berasal dari Asia

Tenggara (WHO, 2012). Serta berdasarkan hasil survey Word Heath

Organizations WHO pada tahu 2016, menyebutkan bahwa di Eropa


prevalensi kejadian infeksi nosocomial pada tiap tahunnya >4 juta-4,5 juta

pasien, sedangkan di Amerika Serikat prevalensi pasien yang mengalami

infeksi nosocomial diperkirakan sekitar 1,7 juta pasien setiap tahun.

Prevalensi ini mewakili 4,5% untuk 99.000 kematian (Riani, 2019).

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan mengenai

pencegahan dan pengendalian infeksi yang tertuang dalam Permenkes

No.27 tahun 2017 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi

di fasilitas pelyanan kesehatan. Pedoman tersebut digunakan sebagai

upayah bagi rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

untuk mencegah terjadinya rantai penularan infeksi.

Upaya pencegahan infeksi nosocomial salah satunya yaitu dengan

melaksanakan hand hygiene. Menurut Persatuan Pengendalian Infeksi

Indonesia, kebersihan tangan atau hand hygiene adalah suatu prosedur

membersihkan tangan menggunakan sabun antiseptic dengan air mengalit

atau dapat menggunakan cairan berbasis alcohol yang tujuannya untuk

menghilangkan kotoran yang berada di permukaan kulit secara mekanis

dan mengurangi jumlah mikroorganisme. Hand hygiene adalah hal yang

paling penting dalam tindakan pencegahan karena lebih efektif dan biaya

rendah, diperkirakan dengan melaksanakan hand hygiene yang baik dapat

mengurangi dampak yang diakibatkan oleh infeksi nosocomial sebesar

50% (Riani, 2019).

Petugas kesehatan berkontribusi cukup besar dalam pencegahan

infeksi nosocomial di rumah sakit. Perawat merupakan salah satu tenaga


kesehatan paling rentan dalam penularan infeksi kepada pasien karena

selama 24 jam perawat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Tidak sedikit perawat yang melaksanakan cuci tangan sesuai dengan

prosedur yang ditetapkan. Ada beberapa alas an mengapa perawat tidak

patuh melaksanakan prosedur pembersihan tangan diantaranya ialah sarana

dan prasaran serta penempatan peralatan cuci tangan yang kurang

strategis, petugas sibuk dengan tugasnya, tangan tidak tampak kotor,

sedang menggunanakan handscoon, menghabiskan banyak waktu dan kulit

iritasi jika sering melakukan cuci tangan (Santri, 2017).

Kepatuhan pelaksanaan cuci tangan yang rendah oleh tenaga

kesehatan berdampak pada peningkatan morbiditas, mortalitas dan

peningkatan pembiayaan di rumah sakit. Penelitian yang di lakukan di

rumah sakit Universita North Carolina menunjukan bahwa peningkatan

kepatuhan mencuci tangan pada tenaga kesehatan di rumah sakit secara

umum dapat menurunkan kejadian infeksi nosocomial. Studi lain yang

dilakukan di Viena, didapatkan hasil bahwa tingkat kematian yang terjadi

pada ibu melahirkan jauh lebih rendah ketika petugas rumah sakit patuh

mencuci tangan dengan cairan antiseptic. Penelitian di Selandia Baru

menunjukan bahwa biaya yang diakibatkan dari infeksi pembuluh darah

yang berkaitan dengan HAI’s sebanyak $20.000. Sedangkan biaya yang

terjadi setiap kali petugas rumah sakit tidak melakukan cuci tangan pada

momen yang tepat sebanyak 2-50 US Dollar (Octaviani, 2020).


Bebagai teori dan konsep ditemukan berbagai factor yang

mempengaruhi kepatuhan perawat mencuci tangan yaitu supervisi atau

pengawasan pengetahuan dan pendidikan. Pengawasan klinis keperawatan

sangat diperlukan dalam tatanan praktek keperawatan mengingat bahwa

pelayanan keperawatan yang professional harus dijaga, dimonitor,

dievaluasi sehingga menjadi lebih baik. Supervisi atau pengawasan adalah

intervensi manajemen yang sangat penting untuk mencapai tujuan, adapun

tujuan yang diharapkan ialah adanya perbaikan kemampuan kerja, dalam

hal ini adalah kepatuhan cuci tangan perawat (Pratiwi, 2020).

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Banjarnahor, 2018)

menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan,

upaya penting yang dapat dilakukan adalah dengan mengptimalkan

pengawasan atau supervise kepatuhan perawat dalam melaksanakan hand

hygiene sehingga dapat berdampak pada peningkatan kualitas dan mutu

pelayanan keperawatan. Hasil yang di peroleh dari penelitian tersebut

menyatakan bahwa adanya hubungan antara pengawasan yang dilakukan

oleh IPCLN (Infection Prevention Control Link Nurse) dengan niali

kepatuhan cuci tangan perawat.

Sedangkan menurut (Oktaviani, 2020) pada jurnal anlisis factor yang

berhungan dengan kepatuhan mencuci tangan pada petugas kesehatan RS

Hermina Galaxy Bekasi di peoleh hasil bahwa responden yang merasakan

mendapatkan supervise yang kurang dan sikap yang negatif terhadap

kewajiban untuk mencuci tangan cenderung memiliki kepatuhan yang


lebih rendah masing-masing sebesar 30% dan 25%. Akan tetapi tidak

ditemukan hubungan yang bermakna secara statistic antara variabel

supervisi dan sikap terhadap kepatuhan mencuci tangan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah”Apakah ada hubungan supervisi kepala ruangan dan motivasi

perawat dengan kepatuhan mencuci tangan di Ruangan Rawat Inap Rumah

Sakit Jiwa UPTD Prof.Dr.V.l Ratumbuysang Manado?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui”hubungan supervisi kepala ruangan dan

motivasi dengan kepatuhan perawat mencuci tangan di Ruangan

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa UPTD Prof.Dr.V.l Ratumbuysang

Manado?

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi supervisi kepala ruangan dan motivasi

dengan kepatuhan perawat mencuci tangan

b. Mengidentifikasi motivasi perawat untuk melakukan cuci

tangan di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa UPTD

Prof.Dr.V.l Ratumbuysang Manado.

c. Mengidentifikasi kepatuhan perawat dalam melakukan cuci

tangan di Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa

Ratumbuysang Manado
d. Manfaat penelitian

1. Teoritis

Tujuan utama pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah

meningkatkan derajat kesehatan dengan cara

meminimalkan terjadinya HAL’s di rumah sakit salah

satunya adalah mencuci tangan.

2. Praktis

a. Bagi Institusi

Hasil penelitian dapat di harapkan

menambah ilmu pengetahuan keperawatan

khususnya di bidang keperawatan dan dapat

menambah informasi untuk memperkaya

bahan pustaka kepatuhan perawat dalam

melaksanakan cuci tangan

b. Bagi rumah sakit

Data dan hasil yang di peroleh dapat di

jadikan sebagai referensi dan masukan bagi

perawat untuk meningkatkan promosi

kesehatan agar masyarakat dapat mencegah

kejadian yang tidak di inginkan

c. Bagi responden

Haasil penelitian ini dapat memberi

informasi yang bermanfaat bagi responden


dan menambah ilmu pengetahuan tentang

kepatuhan mencuci tangan

d. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat dijadikan acuan dasar bagi

peneliti selanjutnya untuk melakukan

penelitian yang berhubungan dengan

kepatuhan mencuci tangan

Anda mungkin juga menyukai