DISUSUN OLEH :
Nama : DIYANI ARIANTI
Npm : 181025371001
DOSEN PENGAMPU :
LORIA WAHYUNI, S.Pd,M.Pd
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, yang senantiasa melimpahkan Rohman dan
Rohim-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu yang direncanakan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
junjungan alam Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya,
serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah yang berjudul “landasan filosofis kurikulum/pengertian kurikulum dan
pengembangan kurikulum”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Telaah Kurikulum.
Sejak awal sampai selesainya makalah ini, tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu tegur sapa dari para pembaca yang sifatnya kritik membangun
akan penulis terima demi perbaikan makalah selanjutnya. Penulis berharap
mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang khususnya bagi
para pendidik.
Diyani arianti
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kegiatan proses pembelajaran, kurikulum sangat
dibutuhkan sebagai pedoman untuk menyususn target dalam proses belajar
mengajar. Karena dengan adanya kurikulum maka akan memudahkan
setiap pengajar dalam porses belajar mengajar, maka dengan itu perlu
untuk diketahui apa arti dari kurikulum itu. Yang dimaksud dengan
kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri
yang penting dari suatu rencana dalam bentuk yang sedemikian rupa
sehingga dapat dilaksanakan guru disekolah.
Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan kurikulum maka
perlu untuk diketahui bagaimana perkembangan kurikulum. Karena seperti
halnya tekhnologi dalam suatu zaman, selalu terjadi perkembangan, begitu
juga halnya dengan perkembangan kurikulum. Untuk itu maka penulis
mencoba untuk membahas tentang perkembangan kurikulum.
B. RUMUSAN MASALAH
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
artinya dengan rencana pelajaran. Kurikulum memuat isi dan materi
pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh
dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua
atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara
sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran
yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu
pengetahuan yang berguna baginya.
6
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak
terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-
kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan
ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman
belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
7
b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi
anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran
lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga
untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan
tentang hidup dan makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan bagaimana saya
hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
d. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan
proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar
peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.
Pada rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat
ditekankan. Disamping menekankan tentang perbedaan individual seperti
pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh menekankan tentang
pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis , memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan
proses.
Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme
merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model
Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme
memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan
Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan
dalam Pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan
keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan
kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif
8
untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai
kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini,
pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai
terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan
lebih menitik beratkan pada filsafat rekonstruktivisme.
1. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal
terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum
yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan
individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu,
yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar.
Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus
mendasari pengembangan kurikulum
2. Landasan Sosial-Budaya
9
bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan
mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
C. Pengembangan Kurikulum
Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut
berpartisipasi, yaitu: administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid
serta tokoh-tokoh masyarakat.
1. Peranan para administrator pendidikan
Para administrator pendidikan ini terdiri dari: direktur bidang
pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah,
kepala kantor kabupaten dan kecamatan serta kepala sekolah. Peranan
para administrator si tingkat pusat (direktur dan kepala pusat) dalam
10
pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasar hukum,
menyusun kerangka dasar seta program inti kurikulum.
2. Peranan para ahli
Pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas perubahan
tuntutan kehidupan dalam masyarakat, tetapi juga perlu dilandasi oleh
perkembangan konsep-konsep dalam ilmu. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahli,
baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang studi/disiplin
ilmu.
Partisipasi para ahli pendidikan dan ahli kurikulum terutama sangat
dibutuhkan dalm pengembangan kurikulum pada tingkat pusat. Apabila
pengembanagan kurikulum sudah banyak dilakukan pada tingkat daerah
atau local, maka pertisipasi mereka pada tingkat daerah, lokal bahkan
sekolah juga sangat diperlukan, sebab apa yang telah digarikan pada
tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudah dipahami oleh para
pengembangan dan pelaksana kurikulum di daerah.
3. Peranan guru
Guru memegang peranan yang cukup penting baik di dalam
perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Dia adalah perencana,
pelaksana, dan pengembag kurikulum bagi kelasnya.
Peranan guru bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar
murid-murid dalam kelas, tetapi juga menilai implementasi kurikulum
dalam lingkup yang lebih luas.
4. Peranan orang tua murid
Orang tua juga mempunyai peranan dalam pengembangan kurikulum
peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal: pertama dalam
penyusunan kurikulum dan kedua dalam pelaksanaan kurikulum. Dalam
penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut seta,
hanya terbatas kepada beberapa orang tua saja yang cukup waktu dan
mempunyai latar belakang yang memadai.
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
11
Masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial,
budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi. Keragaman
tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam
melaksanakan kurikulum, kemampuan sekolah dalam menyediakan
pengalaman belajar, dan kemampuan siswa dalam berproses dalam
belajar serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat
diterjemahkan sebagai hasil belajar. Keragaman itu menjadi suatu
variabel bebas yang memiliki kontribusi sangat signifikan terhadap
keberhasilan kurikulum baik sebagai proses maupun kirikulum sebagai
hasil. Oleh karena itu, keragaman tersebut harus menjadi faktor yang
diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam penentuan filsafat, teori,
visi, pengembangan dokumen, sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan
kurikulum. Pengembangan kurikulum di Indonesia harus didasarkan
pada faktor-faktor keragaman sosial budaya secara nasional, lingkungan
unit pendidikan, dan kebudayaan daerah.
a. Keragaman sosial budaya nasional menjadi dasar dalam
mengembangkan berbagai komponen kurikulum seperti tujuan, konten,
proses, dan evaluasi;
Pengembangan kurikulum untuk negara yang besar, penuh ragam,
dan miskin, seperti Indonesia, bukanlah suatu pekerjaan mudah.
Keragaman sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi
memberikan tekanan yang sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih
kuat dibandingkan perbedaan filosofi, visi, dan teori yang dianut para
pengambil keputusan mengenai kurikulum. Perbedaan filosofi, visi, dan
teori pengambil keputusan seringkali dapat diselesaikan melalui
jenjang otoritas yang dimiliki seseorang walaupun dilakukan dalam
suatu proses deliberasi yang paling demokratis sekali pun. Ketika
perbedaan
filosofi, visi, dan teori itu terselesaikan maka proses
pengembangan dokumen kurikulum dapat dilakukan dengan mudah.
Tim yang direkrut adalah tim yang diketahui memiliki filosofi, visi,
12
dan teori yang sejalan atau bahkan mereka yang tidak memiliki ketiga
kualitas itu tetapi ahli dalam masalah konten yang akan dikembangkan
sebagai konten kurikulum.
b. Lingkungan unit pendidikan yaitu guru, sumber belajar dan objek
belajar yang merupakan bagian dari kegiatan belajar siswa;
Pengembangan kurikulum sebagai proses terjadi pada unit
pendidikan atau sekolah. Pengembangan ini haruslah didahului oleh
sosialisasi agar para pengembang (guru) dapat mengembangkan
kurikulum dalam bentuk rencana pelajaran/satuan pelajaran, proses
belajar di kelas, dan evaluasi sesuai dengan prinsip multikultural
kurikulum. Sosialisasi yang dilakukan haruslah dilakukan orang-orang
yang terlibat paling tidak dalam proses pengembangan kurikulum
sebagai dokumen apabila orang yang terlibat dalam pengembangan
ide tidak mungkin secara teknis. Jika terjadi perluasan tim sosialisasi
maka anggota tim yang baru haruslah yang sepenuhnya faham dengan
karakteristik kurikulum multikultural. Pada fase ini, target utama
adalah para guru faham dan berkeinginan untuk mengembangkan
kurikulum multikultural dalam kegiatan belajar yang menjadi tanggung
jawabnya).
c. Kebutuhan daerah
Berlakunya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang
otonomi daerah tidak akan secara langsung menjadikan pendekatan
multikultural berlaku dalam pengembangan kurikulum di Indonesia.
Undang-undang tersebut memberikan wewenang pengelolaan
pendidikan kepada pemerintah daerah mungkin saja akan
menghasilkan berbagai kurikulum sesuai dengan visi, misi, dan
persepsi para pengembang kurikulum di daerah.
13
Kurikulum sebagai ide harus dikembangkan pada tingkat nasional
sedangkan kurikulum dalam bentuk dokumen dapat dikembangkan di
daerah. Seperti dalam alternatif di atas, proses sosialisasi ide yang telah
ditetapkan perlu dilakukan. Dengan demikian keputusan tentang jenis
informasi, bentuk format GBPP, dan komponen kurikulum (tujuan,
konten, proses belajar, dan evaluasi) ditentukan pada tingkat daerah pula.
Tentu saja dengan pendekatan multikultural tingkat rincian tersebut tetap
harus memperhitungkan keragaman kebudayaan di wilayah tersebut yang
menjadi lingkungan eksternal sekolah-sekolah yang ada. Oleh karena itu
pengembangan materi ajar dalam kurikulum harus bisa dilebarkan sesuai
kebutuhan daerah.
b. Model-model pengembangan kurikulu
1. Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler
diajukan berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada
langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah :
a. Tujuan pendidikan apa yang harus dicapai oleh sekolah?
b. Pengalaman-pengalaman apakah yang semestinya diberikan untuk
mencapai tujuan pendidikan?
c. Bagaimanakah pengalaman-pengalaman pendidikan sebaiknya
diorganisasikan?
d. Bagaimanakah menentukan bahwa tujuan telah tercapai?
Oleh karena itu, menurut Tyler ada 4 tahap yang harus
dilakukan dalam pengembangan kurikulum yang meliputi :
1. Menentukan tujuan pendidikan.
2. Menentukan proses pembelajaran yang harus dilakukan.
3. Menentukan organisasi pengalaman belajar.
4. Menentukan evaluasi pembelajaran.
14
2. Model Administratif
Pengembangan kurikulum model ini juga disebut dengan
istilah dari atas ke bawah (top down), artinya pengembangan
kurikulum ini merupakan ide awal dan pelaksanaannya dimulai dari
para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan bijakan berkaitan
dengan pengembangan kurikulum. Langkah kedua adalah membuat
suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk mengembangkan
kurikulum yang didukung oleh beberapa anggota yang terdiri dari
para ahli, yaitu : ahli pendidikan, kurikulum, disiplin ilmu, tokoh
masyarakat, tim pelaksana pendidikan, dan pihak dunia kerja.
Tim ini bertugas untuk mengembangkan konsep-konsep
umum, landasan, rujukan, maupun strategi pengembangan
kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum secara
operasional berkaitan dengan pengembangan atau perumusan tujuan
pendidikan maupun pembelajaran, pemilihan dan penyusunan
rambu-rambu dan substansi materi pelajaran, menyusun alternative
proses pembelajaran, dan menentukan penilaian pembelajaran.
Selanjutnya kurikulum yang sudah disusun kemudian
diajukan untuk diperiksa dan diperbaiki oleh tim pengarah. Tim ini
melakukan penyesuaian antara aspek-aspek kurikulum secara
terkoordinasi dan menyiapkan secara system dalam rangka uji coba
maupun dalam rangka sosialisasi dan penyebarluasan. Setelah
perbaikan, kurikulum tersebut perlu diujicobakan secara nyata
dibeberapa sekolah yang dianggap representative. Pelaksana uji
coba adalah tenaga professional sebagai pelaksana lapangan, yaitu
kepala sekolah dan guru-guru yang tidak dilibatkan dalam
penyusunan kurikulum.
3. Model Grass Roots
Pengembangan kurikulum model ini merupakan kebalikan
dari model administratif.Model Grass Roots merupakan model
pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah atau dari
15
bawah ke atas. Model ini diberi nama Grass Roots karena inisiatif
dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru
atau sekelompok guru disuatu sekolah. Model Grass Roots lebih
demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di
lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari
unit-unit terkecil dan spesifik menuju bagian yang lebih besar. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan model
ini yaitu :
a. Guru harus memiliki kemampuan yang professional
b. Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum,
penyelesaian kurikulum
c. Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan
d. Pertemuan kelompok yang dilakukukan guru akan
berdampak terhadap pemahaman guru dan akan
menghasilkan konsensus tujuan, prinsip, maupun
rencana-rencana.
4. Model Demonstrasi
Menurut Smith, Stanley dan Shores, ada dua bentuk model
pengembangan ini. Pertama ada beberapa kelebihan model
pengembangan ini, yaitu :
Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa
sekolah yang diorganisasi dan ditunjuk untuk melaksanakan suatu
uji coba atau eksperimen suatu kurikulum.Unit ini melakukan suatu
proyek melalui kegiatan penelitian dan pengembangan untuk
menghasilkan suatu model kurikulum.Pengembangan model ini
biasanya diprakarsai oleh pihak Departemen Pendidikan dan
dilaksanakan oleh kelompok guru dalam rangka inovasi dan
perbaikan suatu kurikulum.
Kedua, dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas
tentang kurikulum yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan
16
eksperimen, uji coba, dan mengadakan pengembangan secara
mandiri.Pada dasarnya guru melakukan percobaan yang belum
pernah ada sebelumnya dan merupakan suatu inovasi terhadap
kurikulum. Dengan harapan akan ditemukan pengembangan
kurikulum yang lebih baik dari yang telah ada sebelumnya.
5. Model Miller-Seller
Model pengembangan Miller-Seller merupakan pengembangan
kurikulum kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model
transaksi (Taba’s & Robinson), dengan tahapan pengembangangan
sebagai berikut :
1. Klarifikasi Orientasi Kurikulum
Orientasi ini merefleksikan pandangan filosofis, psikologis dan
sosiologis terhadap kurikulum yang seharusnnya
dikembangkan.Menurut Miller Seller ada tiga jenis orientasi
kurikulum yaitu transmisi, transaksi dan transformasi.
2. Pengembangan Tujuan
Langkah berikutnya adalah mengembangkan tujuan umum
(aims) dan tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum yang
bersangkutan. Tujuan umum dalam konteks ini adalah
merefleksikan pandangan orang (image person) dan pandangan
kemasyarakatan.Oleh karena itu perlu dikembangkan tujuan-
tujuan yang lebih khusus hingga pada tujuan instruksional.
3. Identifikasi Model Mengajar
Pada tahap ini pelaksana kurikulum perlu mengidentifikasi
srategi mengajar yang akan digunakan yang disesuaikan dengan
tujuan dan orientasi kurikulum. Ada beberapa criteria yang
harus diperhatikan dalam menentukan model mengajar yang
akan digunakan yaitu :
a. Disesuaikan dengan tujuan umum maupun tujuan khusus.
b. Strukturnya harus sesuai dengan kenutuhan siswa.
17
c. Guru yang menerapkan kurikulum ini harus sudah
memahami secara utuh, sudah dilatih, dan mendukung
model.
d. Tersedia sumber-sumber yang esensial dalam
pengembangan model.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan
oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu
sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan
yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar
yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni
“Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.
Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan
yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh
ijazah.
B. Saran
Semoga dengan makalah ini pembaca khususnya pendidik atau
calon pendidik bisa memahami secara dalam dan luas tentang landasan
filosofis kurikulum/pengertian kurikulum dan pengembangan kurikulum
ini agar ketika pelaksanaan di sekolah pembelajaran bisa berjalan dengan
19
lancar tanpa ada hambatan karena kurangnya pengetahuan masalah
kurikulum dan pengembangan kurikulum ini..
20
DAFTAR PUSTAKA
21