Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KESEHATAN MASYARAKAT

Dosen Pengampu: Dr. Andi Julia Rifiana, M. Kes

Disusun Oleh:

Nama : Ria Nurevita

Npm : 195401516182

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEBIDANAN

PROGRAM SARJANA TERAPAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2021
Kasus 1 : PEMBERDAYAAN KELUARGA TERHADAP LANSIA IMMOBILITAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi


seseorang. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang
dari mobilitas normal. Imobilitas dan intoleran aktivitas sering sekali terjadi pada
lansia. Sebagian besar lansia mengalami imobilitas dengan bermacam-macam
penyebab. Seperti tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas optimal. Imobilitas,
intoleransi aktivitas, dan sindrom dissue sering terjadi pada lansia. Diagnosis
keperawatan hambatan mobilitas fisik, potensial sindrom disuse, dan intoleransi
aktivitas memberikan definisi imobilitas yang lebih luas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gangguan mobilitas fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu
mengalami atau berisiko mengalamni keterbatasan gerak fisik. (Kim et al, 1995)

Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat


bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagainya. (Hidayat, 2009)

Perubahan dalam tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan instruksi


pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama
penggunaan alat bantu eksternal (mis. Gips atau traksi rangka), pembebasan gerak
volunter, atau kehilangan fungsi motorik. (Potter & Perry, 2005)
B. Faktor yang berhubungan dengan imobilitas
Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi, yaitu :

1. Gangguan muskuloskeletal
a. Osteoporosis
b. Atrofi
c. Kontraktur
d. Kekakuan sendi
2. Gangguan kardiovaskular
a. Hipotensi postural
b. Vasodilatasi vena
c. Peningkatan penggunaan valsava manuver
3. Gangguan sistem respirasi
a. Penurunan gerak pernapasan
b. Bertambahnya sekresi paru
c. Atelektasis
d. Pneumonia hipostasis (Tarwoto & Wartonah, 2011)

C. Jenis imobilisasi
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah
paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan
karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota
tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan idividu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial. (Hidayat, 2009)
D. Manifestasi klinis
Terjadinya imobilisasi dalam tubuh dapat berpengaruh pada sistem tubuh,
seperti :

1. Perubahan metabolik

Sistem endokrin, merupakan produksi hormon-sekresi kelenjar,


membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti :

1. respons terhadap stress dan cedera


2. pertumbuhan dan perkembangan
3. reproduksi
4. homeostasis ion
5. metabolisme energi.

Sistem endokrin berpengaruh dalam mempertahankan homeostasis ion.


Di mana sistem endokrin berperan dalam pengaturan lingkungan eksternal
dengan memperpertahankan keseimbangan natrium, kalium, air, dan
keseimbangan asam-basa. Sehingga sistem endokrin bekerja sebagai pengatur
metabolisme energi. Hormone tiroid meningkatkan laju metabolic basal (basal
metabolic rate, BMR), dan energy dibuat sehingga dapat dipakai sel-sel melalui
intergasi kerja antara hormone gastrointestinal dan pancreas (Price dan Wilson,
1992).

Immobilisasi menganggu fungsi metabolik normal, antara lain laju


metabolik; metabolisme karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan.
Keberadaan proses infeksius pada klien imobilisasi mengalami peningkatan
BMR diakibatkan karena demam atau penyembuhan luka. Demam dan
penyembuhan luka meningkatkan kebutuhan oksigen selular (McCance dan
Huether,1994)

Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses


anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Proses imobilitas dapat juga
menyebabkan penurunan eksresi urine dan peningkatan nitrogen. Pada
umumnya keadaan ini dapat dijumpai pada pasien yang mengalami imobilitas
pada hari kelima dan keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme,
diantaranya adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar dan
katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, demineralisasi
tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.

2. Perubahan sistem respirasi

Klien yang mengalami imobilisasi berisiko tinggi pada terjadinya


komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah
atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkiolus menjadi
tertutup oleh adanya sekresi dan kolpas alveolus sistal karena udara yang
diabsorbsi, sehingga menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa
bronkiolus kecil dapat terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang
tertutup. Pneumonia hipostatik adalah peradangan paru-paru akibat statisnya
sekresi. Atelektasis dan pneumonia hipostatik, keduanya sama-sama
menurunkan oksigenasi, memperlama penyembuhan, dan menambah
ketidaknyamanan klien

Klien pasca operasi dan imobilisasi berisiko tinggi mengalami


komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah
atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkiolus menjadi
tertutup oleh adanya sekresi dan kolpas alveolus sistal karena udara yang
diabsorbsi, sehingga menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa
bronkiolus kecil dapat terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang
tertutup. Pneumonia hipostatik adalah peradangan paru-paru akibat statisnya
sekresi. Atelektasis dan pneumonia hipostatik, keduanya sama-sama
menurunkan oksigenasi, memperlama penyembuhan, dan menambah
ketidaknyamanan klien (Perry&Potter, 2005).

3. Perubahan sistem kardiovaskuler

Ada tiga perubahan utama yang dapat terjadi pada klien imobilisasi
terkait sistem kardiovaskuler, yaitu :

1) Hipotensi ortostatik, adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg


dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau
duduk ke posisi berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi
volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan
penurunan respons otonom. Faktor- faktor tersebut mengakibatkan
penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah jantung yang
terlihat pada penurunan tekanan darah (McCance and Huether, 1994).
2) peningkatan beban kerja jantung,
3) pembentukan trombus.
4. Perubahan sistem muskuloskeletal

Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan


imobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui
kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas.
Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sitem
muskuloskeletal adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilitas
sendi.

Pengaruh Otot. Akibat pemecahan protein, klien mengalami massa


tubuh, yang membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot
tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot
menurun akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan
otot tidak dilatih, maka akan terjadi penurunan massa yang berkelanjutan.

Penurunan mobilisasi dan gerakan mengakibatkan kerusakan


muskuloskeletal yang besar, yang perubahan patofisiologi utamanya adalah
atrofi.

Penurunan stabilitas terjadi akibat kehilangan daya tahan, penurunan


massa otot, atrofi dan kehilangan sendi yang aktual. Sehingga klien tersebut
tidak mampu bergerak terus-menerus dan sangat berisiko untuk jatuh.

Pengaruh Skelet. Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap


skelet, yaitu : gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena
imobilisasi berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi
kurang padat, dan terjadi osteoporosis (Holm, 1989). Apabila ossteoporosis
terjadi maka klien berisiko terjadi fraktur patologis. Imobilisasi dan aktivitas
yang tidak menyangga tubuh meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Resorpsi
Tulang juga menyebabkan kalisium terlepas ke dalam darah, sehingga
menyebabkan terjadi hiperkalsemia.
Imobilisasi dapat mengakibatkan kontraktur sendi, kontraktur sendi
adalahkondisi abnormal dan biasa permanen yang ditandai oleh sendi fleksidan
terfikasi. Hal ini disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan peendekan secara
otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang
gerak dengan penuh. Sayangnya kontraktur sering menjadikan sendi pada
posisiyang tidak berfungsi (lehmkuhl et al, 1990)

Satu macam kontraktur umum dan lemah yang terjadiadalah foot drop.
Jika foot drop terjadi maka kaki terfiksasi pada posisi plantarfleks secara
permanen. Ambulasi sulit pada kaki dengan posisi ini.

5. Perubahan sistem integumen


Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya
inskemia, serta anoksia jaringan. Jaringan yang tertekan, darah membelok, dan
konstriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit dan
struktur di bawah kulit, sehingga respirasi selular terganggu, dan sel menjadi
mati (ebersole dan hess, 1994).
6. Perubahan eliminasi urine
Pada keadaan imobilisasi, klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal
atau ureter membentuk garis datar seperti perawat ginjal yang membentuk urine
harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gravitasi. Akibat kontraksi
peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal
menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter. Kondisi ini disebut stasis
urine dan meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal (Perry
& Potter, 2005). Batu ginjal dapat diakibatkan karena adanya gangguan
metabolisme kalsium dan akibat hiperkalsemia.

Sejalan dengan masa imobilisasi yang berlanjut, asupan cairan yang


terbatas, dan penyabab lain, seperti demam akan meningkatkan risiko dehidrasi.
Akibatnya haluaran urine menurun sekitar pada hari kelima atau keenam (Perry
& Potter, 2005).

Urine yang pekat ini meningkatkan risiko terjadi batu dan infeksi.
Perawatan perineal yang buruk setelah defekasi, terutama pada wanita,
meningkatkan risiko kontaminasi. Penyebab lain infeksi saluran perkemihan
pada klien imobilisasi adalah pemakaian urine menetap (Perry & Potter, 2005).

Selain mengakibatkan perubahan pada sistem tubuh, imobilisasi juga


dapat menyebabkan terjadinya perubahan perkembangan khususnya pada lansia.
Pada umumnya lansia akan mengalami kehilangan total masaa tulang progresif.
Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut, meliputi
aktivitas fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi tulang aktual. Dampak dari
kehilangga massa tulang adalah tulang menjadi lebih lemah, tulang belakang
lebih lunak, dan tertekan, tulang panjang kurang resisten ketika membungkuk.

Lansia berjalan lebih lambat dan tampak kurang terkoordinasi. Lansia


juga membuat langkah yang lebih pendek, menjaga kaki mereka lebih dekat
bersamaan, yang mengurangi dasar dukungan. Sehingga keseimbangan tubuh
tidak stabil, dan mereka sangat berisiko jatuh dan cedera.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Imobilisasi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami keterbatasan
gerak yang dapat disebabkan karena adanya gangguan neurologis, muskuloskeletal,
dan sistem respirasi. Masalah imobilisasi ini dapat berakibat pada perubahan
metabolik, integumen, kardiovaskuler, dan sistem organ lainnya. Pada penngkajian
imobilisasi yang penting untuk dikaji adalah kekuatan otot, rentang gerak pasien, dan
seterusnya. Diagnosa yang dibuat oleh seorang perawat harus sesuai dengan hasil
pengkajian yang dilakukan. Intervensi disusun secara sistemastis sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah dibuat.

B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan materi di atas diharapkan dapat menjadi bahan
masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa untuk dapat diaplikasikan dalam tindakan
pelayanan keperawatan dan juga karena keterbatasan referensi yang mendukung,
untuk itu diharapkan kritik dan saran guna untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Potter, P.A dan Perry,A,G. (2005). Buku Ajar Fundalmental Keperawatan Konsep, Proses
dan Praktik. Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.
Tarwoto dan Wartonah. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan Edisi
4. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. (2011). Buku saku diagnosis keperawatan : Diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35347-Kep%20Umum Askep
%20Imobilitas.html#popup

https://www.scribd.com/doc/265962712/Asuhan-Keperawatan-Pada-Lansia-Dengan-
Gangguan-Mobilisasi

KASUS 2 Pemberdayaan Keluarga Terhadap Kasus Infertilitas

A. Latar Belakang
Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai
dengankegagalan mengalami kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dan telah
melakukanhubungan sanggama tanpa kontrasepsi secara teratur (Cavallini & Beretta,
2015).Infertilitas dapat dibagi menjadi infertilitas primer dan infertilitas
sekunder.Infertilitas primer adalah jika seorang wanita belum pernah memiliki anak
karenatidak pernah terjadi kehamilan atau pernah mengalami kehamilan tetapi
tidakpernah terjadi kelahiran hidup. Sedangkan infertilitas sekunder jika seorangwanita
tidak mampu untuk memiliki anak yang disebabkan karena tidak terjadinyakehamilan
atau pernah mengalami kehamilan tetapi tidak terjadi kelahiran hidupdengan syarat
sebelumnya wanita tersebut pernah mengalami kehamilan ataupernah terjadi kelahiran
hidup ((Mascarenhas et al., 2012).

Infertilitas tidak hanya merupakan suatu masalah kesehatan, tetapi jugasuatu


masalah sosial. Masalah infertilitas dapat mempengaruhi hubungan interpersonal,
perkawinan dan sosial, serta dapat menyebabkan gangguan secaraemosional dan
psikologis yang signifikan (Karimi et al., 2015). Dari semuapasangan yang aktif secara
seksual, 12 – 15 % mengalami infertilitas (Parekattil &Agarwal, 2012). Pada tahun 2010,
infertilitas diperkirakan terjadi pada 48,5 jutapasangan di seluruh dunia. Wanita yang
berumur 20 – 44 tahun yang inginmemiliki anak mengalami infertilitas primer sebesar
1,9% dan 10,5 % wanitamengalami infertilitas sekunder (Mascarenhas et al., 2012).
Penyebab infertilitasmultifaktorial. Faktor pria dan wanita sebagai penyebab infertilitas
sekitar 26%,faktor wanita menyumbangkan 39% dari penyebab infertilitas, faktor pria
sekitar20%, dan faktor yang belum diketahui penyebabnya sekitar 15%. (Nieschlag etal.,
2010).

B. Permasalahan

1. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi infertilitas 3. Bagaimanakah distribusi


faktor risiko organik dan anorganik kasus infertilitas pria di Rumah Bersalin Permata
Hati Bandung periode 2010-2011.

C. Pembahasan
1. Faktor faktor yang mempengaruhi infertilitas

a. Umur

Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah usia 35tahun. Hal ini
dikarenakan cadangan sel telur semakinsedikit. Fasereproduksi wanita adalah
masa sistem reproduksi wanita berjalanoptimal sehingga berkemapuan untuk
hamil

b. Lama infertilitas

Berdasarkan laopran klinik surabaya, lebih dari 50% pasangandengan infertilitas


datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua, penyakit pada organ
reproduksi yang makin parah, danmakin terbatasnya jenis pengobatan yang sesuai
dengan pasangantersebut.

c. Hubungan seksual

Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputifrekuensi, posisi


dan melakukannnya pada masa subur.

1) Frekuensi

Hubungan intim yang dilakukan setiap hari akan mengurangijumlah dan


kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkanadalah 2-3 kali seminggu
sehingga memberi waktu testismemproduksi sperma dalam jumlah yang
cukup dan matang.

2) Posisi

Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yangberkualitas, yaitu


dilakukan dengan frekuensi 2-3 kaliseminggu, terjadi penetrasi tanpa
kontrasepsi.

3) Masa Subur
Kehamilan terjadi bila sel telur bertemu sperma.Satu sel telur dilepaskan oleh
indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu empat belas hari sebelum
menstruasiberikutnya. Peristiwa ini disebut ovulasi. Sel telur
kemudianmenunggu sperma di saluran telur (tuba fallopi) selama kuranglebih
48 jam. Masa tersebut disebut masa subur ( Kurniawan,2010).

d. Gaya hidup

1) Alkohol

Konsumsi alkohol pada priamenyebabkan penurunan ukuran testis, volume air


mani, serta menurunkan konsentrasi, mortalitas, dan struktur normalsperma.

2) Rokok

Telah disebutkan bahwa merokok dapat menyebabkan impotensi,


kemandulan, gangguan kehamilan dan janin

3) Narkoba

Pengaruh pemakaian ganja, kokain, extacy, sabu sabu danheroin tesebut


secara umum pada kesuburan pria adalahmenekan sekresi gonadotropin yang
berujung padamenurunnya biosintesa testosteron, dengan kualitas
dankuantitas testosteron yang menurun, pada akhirnya akan menurunkan
kualitas sperma.

4) Kafein

Pada pria mengkonsumsi kafein terlalu banyak diperkirakandapat


menyebabkan kemandulan karena dapat menurunkanjumlah sperma atau
merusaknya.Kafein yang banyakterkandung dalam kopi, soft drink merupakan
stimulan yangdapat menurunkan kesuburan jika diminumlebih dari
tujuhcangkir sehari.

5) Obesitas
Wanita dengan berat badan berlebih sering mengalamigangguan ovulasi,
karena kelebihan berat badan dapatmempengaruhi estrogen dalam tubuh dan
mengurangikemampuan untuk hamil (Kasdu, 2001).

6) Olahraga berlebih

Olahraga penting artinya bagikesehatan, namun olahraga yang berlebihan


akan menggangguproses yang terjadi dalam tubuh. Salah satunya
akanmenyebabkan pembakaran energi yang terlalu berlebih danakan
mempengaruhio cadangan energi seperti protein danlemak. Protein sangat
penting dalamproses spermatogenesisyang akan menghasilkan sperma

e. Emosi

Pengalaman pengalaman membuktikan, bahwa unsur ketakutanserta kecemasan


berkaitan dengan fungsi reproduksi yangmenimbulkan dampak yang dapat
merintangi orgasme pada koitus.Pada umumnya dinyatakan bahwa sebab yang
paling banyak dari kemandulan adalah ketakutan ketakutan yang tidak disadari
atauyang ada dibawah sadar ( Kartono, 2007) Penelitian dokter jugamenemukan
bahwa peningkatan kadar prolaktin dan kadar Lutheinizing Hormon (LH)
berhubungan eratdengan masalahpsikis. Kecemasan dan ketegangan cenderung
mengacaukan kadarLH, serta kesedihan dan murung cenderung meningkatkan
prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat mengganggu pengeluaran LH dan
menekan hormon gonadotropin yangmempengaruhi terjadinya ovulasi (Kasdu,
2001).

D. Simpulan dan saran

1. Simpulan

Infertilitas adalah gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengankegagalan


mengalami kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dan telah melakukanhubungan
sanggama tanpa kontrasepsi secara teratur.Infertilitas dapat dibagi menjadi infertilitas
primer dan infertilitas sekunder.
2. Saran

Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih
baik lagi.

E. Daftar Pustaka

Hhtp://scholar.unand.ac.id
Htttp://digilib.uimus.ac.id
https://www.alodokter.com/penyebab-infertilitas-wanita-yang-perlu-diketahui

KASUS 3 Pemberdayaan Keluarga Terhadap Kasus Phedofilia

A. Latar Belakang

Peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak (pedofilia) merupakan permasalahan


dalam perlindungan anak. Pada beberapa kasus pedofilia yang terungkap, pelaku
pedofilia mengalami pola asuh keluarga yang menyimpang. Hak asasi anak merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945), dan ketentuan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia
melaui keputusan Presiden no 39 tahun 1990 tentang Pengesahan Conven on the Rights
of the Child. Seorang anak laki-laki yang menjadi korban sodomi dan praktik pelecehan
seksual yang menyimpang, hampir bisa dipastikan perkembangan jiwanya akan
terganggu.

B. Pemersalahan

1. Jelaskan pengetan dari Pelecehan seksual (pedofilia) ?

2. Sebutkan kategorikan berdasarkan identitas pelaku pedofilia ?

C. Pembahasan

1. Pedofilia

Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esayang mana mereka perlu
dilindungi harkat danmartabatnya serta dijamin hak-haknya untuk tumbuh
danberkembang sesuai dengan kodratnya.Anak sebagaigenerasi penerus bangsa,
selayaknya mendapatkan hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan secara memadai.

Pelecehan seksual (pedofilia) adalah dorongan seksual yang kuat terangsang


oleh anak-anak berusia 13 tahun atau lebih muda selama sekurangnya enam bulan dan
perilaku tersebut menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. Seseorang
dengan pedofilia berusia 16 tahun setidaknya lima tahun lebih tua dari korbannya.
Korban pelecehan seksual (pedofilia) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
bagaimana kondisi emosionalanak tersebut setelah mendapatkan tindak pelecehan
seksual (pedofilia), sehingga emosi kembali stabil anak tidak dihantui oleh perasaan
takut sehingga mengakibatkan trauma berkepanjangan akibat pelecehan seksual yang
menimpa dirinya.
 Kekerasan seksual (sexualabuse), dapat dikategorikan berdasarkan identitas
pelaku, yaitu :

a. Familial Abuse yaitu kekerasan seksual di mana antara korban dan pelaku
masih ada hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti.

b. Extra Familial Abuse.Kekerasan seksual adalah kekerasan yang dilakukan


oleh orang lain di luar keluarga korban. Pada pola pelecehan seksual di luar
keluarga, pelaku biasanya orang dewasa yang dikena loleh sang anak dan
telah membangun relasi dengan anak tersebut, kemudian membujuk sang anak
ke dalam situasi di mana pelecehan seksual tersebut dilakukan, sering dengan
memberikan imbalan tertentu yang tidak didapatkan oleh anak saat dirumah.

 Perlindungan Anak

Dalam ketentuan Pasal 34 UUD 1945, negara mempunyai kewajiban untuk


melindungi harkat dan martabat anak, ketentuan ini berimplikasi terhadap
keharusan negara dalam memberikan perlindungan yang maksimal terhadap
anak. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi

secara optimal sesuai dengan hakat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia
yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera

 Pengertian Emosi

mosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,perasaan, nafsu; setiap


keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. menurut sudarsono emosi adalah
suatu keadaan yang komplek dari organismeseperti tergugahnya perasaanyang
disertai dengan perubahan-perubahan dalam organ tubuh yang sifatnya luas,
biasanya ditambahi dengan perasaan yang kuat yang mengarah ke suatu bentuk
tingkah laku atau prilaku tertentu. Menurut chaplin dalam dictionary of
psychology, emosi adalah sebagai suartu keadaan yang terangsang dari organisme
mencakup perubahan perubahan yang disadari, yang mendalam dari perubahan
prilaku, kemudian darwis mendefinisikan emosi sebagai suatu gejala psiko
fisiologis yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap dan tingkah laku serta
mengejawantah dalam bentuk ekspresi tertentu.

Dalam hal ini mengenai aspek permasalahan emosional anak, memang tertuju
kaitannya dengan upaya bagaimana mengembalikan atau memulihkan kondisi
normal seperti pada umumnya,maka adanya perlu tindakan yang tepat berup
konseling.Sebagaimana pemulihan emosi yang dilakukan oleh UPTD Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak

 Upaya pemulihan emosi

a. Perencanaan dalam pengumpulan data

Prosedur pemeriksaan dalam psikologi klinis umumnya terdiri dari observasi,


wawancara, dan tes yang sesuai dipilih sesuai dengan pertanyaan yang harus
dijawab tadi.

b. Pengumpulan data untuk assesmen melalui wawancara

Wawancara adalah metode asesmen yang relatif murah dan mudah.


Wawancara dapat dilakukan di mana saja dan fleksibel dalam pelaksanaannya.

c. Pengolahan data dan pembentukan hipotesis Bila data telah terkumpul,


pemeriksa dapat memberi makna atau menginterpretasi sesuai dengan tujuan
(klasifikasi, deskripsi dan prediksi) dan orientasi teoretiknya.
d. Mengkomunikasikan data asesmen Dimana wawancara mendalam (depth
interview) karena ada asumsi bahwa latar belakang gangguan seseorang
belum tentu sama dengan apa yang dikemukakan olehnya secara sadar,
sehingga pewawancara kadang-kadang harus menggalinya lebih dalam.

Daftar Pustaka

http://repository.unissula.ac.id/17249/5/bab%20I.pdf

https://repository.ar-

http://repository.radenintan.ac.id/5468/1/SKRIPSI%20RELIYA.pdf

file:///C:/Users/-acer-/AppData/Local/Temp/10095-23123-1-PB.pdf

Anda mungkin juga menyukai