Anda di halaman 1dari 12

KESEHATAN MASYARAKAT

PEMBANGUNAN PELAYANAN TENTANG PENYAKIT MENULAR

DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS

Dosen Pengampu : Risza Choirunissa SSIT, MKM

Disusun Oleh :

Ria Nurevita

195401516005

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KEDIDANAN
PROGRAM SARJANA TERAPAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA 2021
I. LATAR BELAKANG’

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan


meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan
kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik
masyarakat, swasta maupun pemerintah. Untuk menjamin tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
SKN berperan besar sebagai acuan dalam penyusunan UU tentang Kesehatan, juga
dalam penyusunan berbagai kebijakan, pedoman dan arah pelaksanaan pembangunan
kesehatan. Supra Sistem SKN adalah Sistem Penyelenggaraan Negara, SKN dengan
berbagai Subsistem lainnya diarahkan untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia seperti
yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dalam SKN terdapat subsistem upaya
kesehatan terdiri dari Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP). Penyelenggaraan pelayanan kesehaan di rumah sakit termasuk
dalam UKP Strata kedua dan ketiga yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran spesialistik dan subspesialistik

II. Kondisi Umum, Potensi dan Permasalahan


1. Kondisi Umum dan Potensi Gambaran kondisi umum, potensi dan permasalahan
dipaparkan berdasarkan hasil pencapaian program, kondisi lingkungan strategis,
kependudukan, sumber daya, dan perkembangan baru lainnya. Potensi dan
permasalahan BTKLPP Kelas I Manado menjadi input dalam menentukan rencana
kegiatan di wilayah layanan layanan adalah sebagai berikut:
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia BTKLPP Kelas I Manado sampai dengan bulan Desember
2014 berjumlah 57 orang, yang terdiri dari PNS yang aktif 43 orang dan honorer
14 orang. Pada tahun 2015 terjadi perubahan jumlah SDM yaitu 68 orang, yang
terdiri dari pegawai 56 orang dan honorer 12 orang. Pada tahun 2017 jumlah
pegawai berjumlah 63 orang, yang terdiri dari PNS aktif 51 orang dan honorer 12
orang.
b. Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular
Prioritas penyakit di tahun 2017 ke bawah masih tertuju pada penyakit

2
HIV/AIDS, tuberculosis, malaria, demam berdarah, influenza dan flu burung,
Disamping itu Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil mengendalikan
penyakit neglected diseases seperti kusta, filariasis, 6 leptospirosis, dan lain-lain.
Angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis
B, dan tetanus baik pada maternal maupun neonatal sudah sangat menurun,
bahkan pada tahun 2014, Indonesia telah dinyatakan bebas polio. Sehingga di
tahun 2017 prioritas penyakit menular yaitu HIV, TB, Kusta, filariasis dan
Malaria serta penyakit pada bayi yang dapat dicegah oleh imunisasi.
Kecenderungan penyakit menular terus meningkat dan telah mengancam sejak
usia muda. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis
yang signifikan, penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun
beban penyakit menular masih berat juga. Indonesia sedang mengalami double
burden penyakit, yaitu penyakit tidak menular dan penyakit menular sekaligus.
Penyakit tidak menular utama di tahun 2017 ke bawah meliputi hipertensi,
diabetes melitus, kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sedangkan
untuk tahun 2017 program prioritas pada penguatan promotif dan preventif
“Gerakan Masyarakat Hidup Sehat” melalui kegiatan kawasan tanpa rokok,
narkoba dan minuman keras dan pencegahan penyakit dan deteksi dini.
1) Penyakit Menular
a) Penyakit Menular Langsung
Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab utama kematian dimana
sebagian besar infeksi terjadi pada orang antara usia 15 dan 54 tahun yang
merupakan usia paling produktif, hal ini menyebabkan peningkatan beban
sosial dan keuangan bagi keluarga pasien. Studi pada tahun 2013 The
Economic Burden of TB in Indonesia, memberikan gambaran bahwa
peningkatan jumlah kasus memiliki dampak yang besar pada beban
ekonomi. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia 2014, Tuberkulosis di
Sulawesi Utara, dan Gorontalo untuk besarnya angka notifikasi atau case
notification rate (CNR) BTA+ merupakan 2 provinsi yang masuk kategori 4
tertinggi yaitu 219 per 100.000 penduduk (Sulawesi Utara) dan 133 per
100.000 penduduk (Gorontalo).
Sedangkan Provinsi Maluku Utara sebesar 79 per 100.000 penduduk. 7

3
Setelah 3 tahun berturut-turut (2010-2012) cukup stabil, perkembangan
jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 dan 2014 kembali
mengalami peningkatan secara signifikan. Berdasarkan profil kesehatan
tahun 2014, epidemi HIV di Provinsi Sulawesi Utara masuk dalam kategori
kedua tertinggi yaitu 324-440 kasus. Akan tetapi, untuk Provinsi Gorontalo
dan Maluku Utara masuk dalam kategori yang kurang yaitu kurang dari 90
kasus. Pada tahun 2000 Indonesia telah mencapai eliminasi kusta dengan
prevalansi < 1/10.000 penduduk, namun masih ada 14 provinsi yang belum
mencapai eliminasi kusta. Kusta masih menjadi masalah di Indonesia
karena pada setiap tahunnya masih ditemukan sekitar 16.000 – 20.000
kasus baru. Di tahun 2014 ditemukan 17.025 kasus baru, dengan angka
kecacatan tingkat II sebesar 9% dan kasus anak 11%. Pada tahun 2014
dilaporkan 17.025 kasus baru kusta dengan 83,5% kasus di antaranya
merupakan tipe Multi Basiler (MB). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia
2014 angka penemuan kasus kusta per 100.000 penduduk, maka Provinsi
Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara masuk dalam kelompok
beban kusta tinggi (high burden) yaitu ≥ 10 per 100.000 penduduk.
Kemudian Provinsi Maluku Utara tertinggi dalam angka cacat tingkat II
sebesar 27,16 per 1.000.000 penduduk, diikuti oleh Provinsi Gorontalo
sebesar 8,81 per 1.000.000 penduduk dan Provinsi Sulawesi Utara sebesar
5,04 per 1.000.000 penduduk. Salah satu upaya untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian penyakit menular adalah dengan pemberian
imunisasi. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
diantaranya adalah Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus
serta Hepatitis B. Beberapa penyakit tersebut telah menjadi perhatian dunia
dan merupakan komitmen global yang wajib diikuti oleh semua negara,
yaitu Eradikasi Polio (ERAPO), Eliminasi Campak – Pengendalian Rubella
(EC-PR) dan Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE). 8
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia 2014, tetanus neonatorum
dilaporkan terdapat 84 kasus dari 15 provinsi dengan jumlah meninggal 54
kasus. Dan salah satu provinsi yaitu Provinsi Maluku Utara. Pada tahun
2014, dilaporkan terdapat 1.943 kasus campak, lebih tinggi dibandingkan
tahun 2013 yang sebesar 11.521 kasus.
Jumlah kasus meninggal sebanyak 8 kasus, yang dilaporkan dari 5 provinsi
4
yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Kalimantan
Timur. Incidence rate (IR) campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per
100.000 penduduk, meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 4,64
per 100.000 penduduk. Incidence rate (IR) campak hanya Provinsi Maluku
Utara yang berada diatas angka nasional sebesar 11,30 per 100.000
penduduk dibandingkan Provinsi Sulawesi Utara (4,70 per 100.000
penduduk) dan Provinsi Gorontalo (1,32 per 100.000 penduduk).
b) Penyakit Menular Bersumber Binatang
Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2005–2014
cenderung menurun yaitu dari 4,1 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun
2005 menjadi 0,99 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2014.
Sementara target Rencana Strategi Kementerian Kesehatan untuk angka
kesakitan malaria (API/annual parasite incidence) tahun 2014
Terdapat beberapa indikator yang digunakan dalam memantau upaya
pengendalian rabies, yaitu: GHPR (kasus Gigitan Hewan Penular Rabies),
PET/Post Exposure Treatment (penatalaksanaan kasus gigitan), dan kasus
yang positif rabies dan mati berdasarkan uji Lyssa. Kasus kematian karena
rabies (Lyssa) di tahun 2014 secara signifikan mengalami penurunan dari
195 pada tahun 2009 menjadi 81 kasus Lyssa pada tahun 2014. Demikian
juga dengan jumlah kasus GHPR pada tahun 2014 mengalami penurunan
dalam tiga tahun terakhir. 9 Pada tahun 2014 terdapat 42.958 kasus gigitan
hewan penular rabies. Kasus GHPR paling banyak terjadi di Bali yaitu
sebanyak 21.161 kasus dengan kasus meninggal berdasarkan tes lyssa yang
positif rabies berjumlah satu orang. Diikuti oleh Nusa Tenggara Timur
dengan 5.340 kasus GHPR serta Sulawesi Utara sebanyak 3.601 kasus
GHPR dengan 22 positif rabies.
Sebanyak enam belas provinsi yang terdapat positif rabies tersebar dilima
puluh kabupaten/kota.
2) Penyakit Tidak Menular Jumlah kematian akibat rokok terus meningkat dari
41,75% pada tahun 1995 menjadi 59,7% di 2007. Selain itu dalam survei
ekonomi nasional 2006 disebutkan penduduk miskin menghabiskan 12,6%
penghasilannya untuk konsumsi rokok. Oleh karena itu deteksi dini harus
dilakukan secara proaktif mendatangi sasaran, karena sebagian besar tidak

5
mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit tidak menular. Dalam rangka
pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain dilakukan melalui
pelaksanaan Pos Pembinaan Terpadu Pengendalian Penyakit Tidak Menular
(Posbindu-PTM) yang merupakan upaya monitoring dan deteksi dini faktor
risiko penyakit tidak menular di masyarakat. Berdasarkan Riskesdas 2013
menunjukkan prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat
di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter
atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara
(3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen.
Prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di
Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau
gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi jantung koroner berdasarkan
terdiagnosis dokter tertinggi Sulawesi Tengah (0,8%) diikuti Sulawesi
Utara, DKI Jakarta, Aceh masing-masing 0,7 persen. Prevalensi gagal ginjal
kronis berdasar diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,2 persen. Prevalensi
tertinggi di Sulawesi Tengah 10 sebesar 0,5 persen, diikuti Aceh,
Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 persen. Sementara Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, dan Jawa Timur masing–masing 0,3 persen.

A. Penyakit Menular

Penyakit menular umumnya lebih berisiko mengenai orang yang memiliki daya tahan
tubuh lemah dan tinggal di lingkungan dengan kondisi kebersihan yang kurang baik.
Penyakit menular juga dapat meningkat pada waktu tertentu, misalnya pada musim
hujan atau banjir . Gejala dan tanda penyakit penyakit menular tergantung pada jenis
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit infeksi. Di Indonesia, penyakit menular
yang umumnya terjadi antara lain:

 Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan dapat menyerang hidung, tenggorokan, saluran napas,


dan paru-paru. ISPA diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala
tenggorokan sakit atau nyeri telan, batuk kering atau berdahak, dan pilek. Kondisi
6
ini seringkali disebabkan oleh virus, namun bisa juga disebabkan oleh bakteri.
ISPA yang disebabkan oleh infeksi virus biasanya akan membaik dalam waktu 3-
14 hari. ISPA dapat dicegah dengan berperilaku hidup bersih dan sehat,
membiasakan cuci tangan. Perhatikan pula etika batuk dan bersin, serta gunakan
masker agar virus dan bakteri tidak menular ke orang lain.

 Diare
Diare merupakan gangguan buang air besar (BAB). Penyakit ini ditandai dengan
BAB lebih dari tiga kali sehari, disertai rasa mulas, dengan konsistensi tinja cair,
dan dapat disertai dengan darah dan atau lendir. Diare mungkin dianggap sepele
padahal dapat berpotensi kematian, terutama pada balita. Diare menular melalui
air, tanah, atau makanan yang terkontaminasi virus, bakteri, atau parasit.
 TB
TB (tuberkulosis) masih menjadi pembunuh terbanyak di antara penyakit menular.
Berdasarkan data WHO tahun 2017, diperkirakan ada 1 juta kasus TB di Indonesia.
TB disebabkan oleh bakteri yang menyerang paru-paru, namun bakteri tersebut
bisa juga menyerang bagian tubuh lain seperti tulang dan sendi, selaput otak
(meningitis TB), kelenjar getah bening (TB kelenjar), dan selaput jantung. Bakteri
ini ditularkan melalui udara saat penderita batuk atau bersin. TB dapat dicegah
melalui pemberian vaksin BCG.
 Demamdengue
Demam dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus
dengue. Virus ini menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Demam dengue merupakan penyakit musiman yang umum
terjadi di negara beriklim tropis. Di Indonesia, penyakit menular ini lebih banyak
terjadi di saat musim hujan. Demam dengue dapat berkembang menjadi kondisi
yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue (DBD).
 Cacingan
Cacingan disebabkan oleh cacing tambang, cacing pita, dan cacing kremi yang
menginfeksi usus. Cacingan dapat mengakibatkan anemia (kurang darah), lemas,
dan mengantuk, sehingga produktivitas menurun. Hal ini karena cacing menyerap
nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat dan protein. Pada wanita hamil,
cacingan dapat mengakibatkan berat bayi lahir rendah dan masalah pada
persalinan. Cacingan menular melalui kontak langsung, misalnya saat tangan yang
7
kotor dimasukkan ke dalam mulut, atau secara tidak langsung saat Anda
menyentuh makanan atau benda yang mengandung telur cacing.
 Penyakitkulit
Kudis dan kurap menjadi penyakit kulit menular yang banyak diderita oleh
masyarakat Indonesia. Penularan penyakit ini terkait dengan kebersihan diri dan
lingkungan.
Selain itu, kusta juga masih diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Gejalanya berupa bercak putih atau merah di kulit yang mati rasa. Kusta dapat
menular melalui percikan air liur, bersin, maupun kontak melalui kulit yang luka.
Penyakit ini dapat menyebabkan cacat permanen jika tidak diobati sejak dini.
 Malaria
Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit dan juga
ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penderita malaria umumnya menunjukkan
gejala demam, menggigil, sakit kepala, berkeringat, nyeri otot, disertai mual dan
muntah. Malaria termasuk penyakit endemik dengan daerah yang masih memiliki
kasus yang tinggi berada di wilayah Indonesia timur. Penduduk yang tinggal di
wilayah endemik malaria memiliki risiko tertinggi tertular penyakit ini.
 Difteri
Difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri. Gejalanya berupa
demam dan peradangan pada selaput saluran pernapasan bagian atas, hidung, serta
kulit. Pada tahun 2017, difteri pernah menjadi kasus luar biasa di Indonesia.
Kondisi ini terjadi karena diduga terdapat kelompok yang mudah tertular difteri
akibat tidak mendapatkan vaksinasi atau status vaksinasinya tidak lengkap.

Dahulu, polio termasuk ke dalam penyakit menular yang umum di Indonesia.


Namun sejak tahun 2014, Indonesia telah dinyatakan bebas polio. Selain polio,
penyakit tetanus dan cacar juga berhasil ditekan kasusnya sehingga tidak lagi
dianggap sebagai masalah kesehatan yang besar. Hal ini merupakan keberhasilan
yang didapatkan dari imunisasi yang diberikan secara nasional. Beberapa penyakit
menular seperti flu, polio, hepatitis B, campak, cacar, difteri, dan TB memang
dapat dicegah dengan pemberian vaksin.

Pencegahan penyakit menular juga bisa diupayakan melalui kebiasaan hidup sehat.
Di antaranya tidak meludah sembarangan, mencuci tangan, tidak memakai

8
peralatan pribadi bersamaan dengan orang lain, serta mengonsumsi makanan sehat
dan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.

B. Penyakit Tidak Menular


Pada tahun 2016, sekitar 71 persen penyebab kematian di dunia adalah penyakit tidak
menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun. Sekitar 80 persen kematian
tersebut terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah. 73% kematian saat ini
disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung dan
pembuluh darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6%
karena diabetes, dan 15% disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).
Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM telah mendorong lahirnya
kesepakatan tentang strategi global dalam pencegahan dan pengendalian PTM,
khususnya di negara berkembang. PTM telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs
2030 sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara. Indonesia saat ini
menghadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit menular dan Penyakit Tidak
Menular. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi antara lain oleh
perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, , teknologi, ekonomi dan sosial budaya.

Peningkatan bebantransisi demogra akibat PTM sejalan dengan meningkatnya faktor


risiko yang meliputi meningkatnya tekanan darah, gula darah, indeks massa tubuh atau
obesitas, sik, dan merokok serta alkohol.pola makan tidak sehat, kurang aktivitas
Program Kemenkes lainnya yang disinergikan dengan program PTM utama adalah
pengendalian gangguan indera serta yang berfokus pada gangguan penglihatan dan
pendengaran serta gangguan disabilitas. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi
gangguan pendengaran secara nasional sebesar 2,6% dan prevalensi ketulian sebesar
0,09%. Hasil survei Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) menunjukkan
bahwa prevalensi kebutaan atas usia 50 tahun Indonesia berkisar antara 1,7% sampai
dengan 4,4%. Dari seluruh orang yang menderita kebutaan, 77,7% kebutaan disebabkan
oleh katarak. Penyebab lain dari kebutaan di Indonesia adalah kelainan di segmen
posterior bola mata (6%), glaucoma (2,9%), dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi
(2,3%). Pada prevalensi gangguan pendengaran ditemukan 2,6 % dan ketulian sebesar
0,09 %. Sedangkan pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 disebutkan
prevalensi disabilitas pada penduduk umur 18 – 59 tahun sebesar 22%

9
A. Kebijakan
1. Meningkatkan advokasi keijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan
sosialisasi P2PTM.
2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara
komprehensif.
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans.
5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat.
B. Strategi
1. Meningkatkan advokasi kebijakan yang berpihak terhadap program kesehatan dan
sosialisasi P2PTM.
a. Mendorong penguatan komitmen dari pengambil kebijakan untuk mendukung
program P2PTM terutama dalam alokasi sumber daya daerah. tas serta
b. Memberikan informasi dan pemahaman potensial produkti potensial ekonomi yang
hilang akibat P2PTM kepada para pengambil kebijakan lintas sektor.
c. Menumbuhkan kesadaran bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab
bersama.
d. Mendorong advokasi lintas sektor untuk mewujdukan pembangunan berwawasan
kesehatan (Health in All Policy = HiAP).
2. Melaksanakan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara
komprehensif.
a. Menyebarluaskan secara masif sosialisasi pencegahan dan pengendalian faktor
risiko PTM kepada seluruh masyarakat.
b. Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui penerapan budaya perilaku
CERDIK.
c. Melakukan deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM baik di Posbindu
maupun di fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Melakukan penguatan tata laksana kasus sesuai standar.
e. Meningkatkan program peningkatan kualitas hidup (perawatan paliatif) sesuai
ketentuan.
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
a. Meningkatkan kapasitas SDM sesuai jenjang fasilitas pelayanan kesehatan dan
kompetensi didukung dengan penganggaran pusat maupun secara mandiri oleh

10
daerah.
b. Mendorong ketersediaan SDM secara kualitas maupun kuantitas.
c. Mendorong pemanfaatan SDM yang ada di masyarakat baik dilingkup awam,
akademisi, pegawai pemerintah dan swasta maupun organisasi profesi.
4. Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans
a. Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai ketentuan.
b. Mengoptimalkan dan mengintegrasikan sistem informasi yang dibangun oleh pusat
maupun yang diupayakan oleh daerah.
c. Melakukan evaluasi dan menindaklanjuti hasil pendataan secara berkala dan
dijadikan bahan pengambilan keputusan secara berjenjang untuk perbaikan
program.
d. Mendorong dilakukannya penelitian PTM yang diperlukan.
5. Penguatan jejaring dan kemitraan melalui pemberdayaan masyarakat
a. Melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan kelompok potensial lainnya.
b. Mengintegrasikan kegiatan program dalam pelaksanaan hari-hari besar yang
diwilayah masing-masing untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
P2PTM terutama pencegahan terhadap faktor resiko (mis. melakukan deteksi dini
faktor resiko massal pada hari-hari besar).
c. Berkoordinasi dengan lintas program terkait untuk memastikan ketersediaan sarana
prasarana, obat dan SDM, penerapan mutu pelayanan meliputi akreditasi dan
tatalaksan kasus sesuai standar.
d. Berkoordinasi dan menguatkan kemitraan dengan pihak swasta lainny

11
DAFTAR PUSTAKA

https://e-renggar.kemkes.go.id/file2018/e-performance/1-621928-4tahunan-509.pdf

http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2019/03/Buu
_Pedoman_Manajemen_PTM.pdf

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/Naskah_Akademik_RUU_Rumah_Sakit.p
df

12

Anda mungkin juga menyukai