KONSERVASI
DISUSUN OLEH:
2021
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirobbil’alamin, washolatu wasalamu
ala nabiyinna muhammadin wa ala ahlihi waashabihi
ajma’in. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan karunia kepada kami sehingga penyusunan
buku Modul Pendidikan Program Elektif (Masa Pandemi
2021) telah selesai. Penyusunan buku ini merupakan
salah satu implementasi dari perubahan kurikulum
pendidikan profesi kedokteran gigi Universitas Islam
Sultan Agung terkait masa pandemi COVID 19 yang
telah berlangsung dari awal tahun 2020 sampai sekarang.
Buku ini merupakan panduan pendidikan profesi
kedokteran gigi program elektif, yang berisi tentang
gambaran modul, capaian pembelajaran, requirement
kasus, metode pembimbingan & penilaian, serta panduan
penulisan buku referensi/monograf. Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
buku modul ini, oleh karena itu menerima saran untuk
perbaikan dimasa mendatang. Jazakumullah khoiron
Penyusun
iii
GAMBARAN MODUL
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................iii
GAMBARAN MODUL.........................................................iv
DAFTARTABEL....................................................................v
DAFTAR ISI..........................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................ix
BAB I PENGANTAR.............................................................1
1.1. Definisi....................................................................1
1.2. Sejarah Irigasi..........................................................1
1.2.1. Sodium Hipoklorit (NaOCl)............................2
1.2.2. Klorheksidin (CHX)........................................3
1.2.3. Ethylenediamine Tetra-Acetic Acid .....(EDTA)
3
1.4. Fungsi Bahan Irigasi................................................5
1.5. Keuntungan Penggunaan Irigasi..............................6
BAB II BAHAN IRIGASI......................................................8
2.1. Sodium Hipoklorit (NaOCl)....................................8
2.1.1. Sejarah.............................................................8
2.1.2. Komposisi dan Sifat.........................................8
2.1.3. Mekanisme......................................................9
2.1.4. Keunggulan dan Kekurangan.........................12
v
2.1.5. Komplikasi....................................................13
2.1.6. Meningkatkan Efektifas NaOCL...................14
2.2. Ethylenediamine Tetra-Acetic Acid (EDTA).........21
2.2.1. Sejarah...........................................................21
2.2.2. Komposisi dan Sifat.......................................22
2.2.3. Sediaan..........................................................23
2.2.4. Mekanisme....................................................24
2.2.5. Keunggulan dan Kekurangan.........................25
2.2.6. Efektivitas......................................................26
2.3. Klorheksidin (CHX)..............................................27
2.3.1. Sejarah...........................................................27
2.3.2. Komposisi dan Sifat.......................................28
2.3.3. Konsentrasi....................................................29
2.3.4. Mekanisme....................................................29
2.3.5. Keunggulan dan Kekurangan.........................31
2.4. Mixture of Tetracycline, Acid, And a Detergent
(MTAD)............................................................................32
2.4.1. Sejarah...........................................................32
2.4.2. Komposisi dan Sifat.......................................33
2.4.3. Mekanisme....................................................33
2.4.4. Keunggulan dan Kekurangan.........................34
2.4.5. Produk (Q-mix)..............................................34
BAB III ALAT DAN TEKNIK IRIGASI.............................36
3.1. Jarum Irigasi..........................................................36
vi
3.1.1. Gauge Needle with Notched Tip....................36
3.1.2. Needle With Bevel .........................................39
3.1.3. Monojet Endodontic Needle...........................41
3.1.4. Manually Activated Irrigation.......................42
3.2. Sonically Activated Irrigation...............................44
3.2.1. Keunggulan Dan Kekurangan........................44
3.3. Ultrasonic Simultaneous (UI)................................46
3.3.1. Keunggulan dan Kekurangan.........................47
3.3.2. Daya Getar.....................................................48
3.3.3. Cara Kerja......................................................48
3.4. Passive Ultrasonic Irrigation (PUI)......................49
3.4.1. Keunggulan dan Kekurangan.........................49
3.4.2. Daya Getar.....................................................50
3.4.3. Tipe Passive Ultrasonic Irrigantion...............50
3.5. Negative Apical Pressure......................................51
3.6.5. Keunggulan dan Kekurangan.........................52
3.6.6. Cara Kerja......................................................53
3.6. Safety-Irrigator .....................................................54
3.6.1. Kunggulan dan Kekurangan..........................54
3.6.2. Cara Kerja......................................................55
3.7. Gentle Wave System...............................................56
3.7.1. Keunggulan dan Kekurangan.........................56
3.7.2. Cara Kerja......................................................57
3.8. Laser-Activated Irrigation ....................................58
vii
3.8.1. Keunggulan dan Kekurangan.........................59
3.8.2. Cara Kerja......................................................60
3.9. Photoactivation Disinfection.................................61
3.9.4. Keunggulan dan Kekurangan.........................62
3.9.5. Cara Kerja......................................................62
DAFTAR PUSTAKA............................................................65
INDEKS................................................................................69
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Spesifikasi jarum medis menurut ISO
9626:1991/Amd.1:2001 dan ukuran dari
endodontic instruments.............................37
ix
DAFTAR GAMBAR
x
besar pula pembentukan endapannya. B, Detail
interaksi antara 2% CHX dan 5% NaOCl.........40
xi
Gambar 18. Sistem GentleWave. Sistem menggunakan energi
multisonik untuk mengembangkan bagian
gelombang yang luas di dalam larutan irigasi
untuk membersihkan bagian dalam sistem saluran
akar. Ini memiliki dua komponen utama: alat
genggam dan konsol (ditunjukkan pada gambar) .
..........................................................................67
xii
BAB I
PENGANTAR
1.1. Definisi
Irigasi saluran akar merupakan tindakan yang
bertujuan untuk menghilangkan sisa serbuk dentin
yang masih tersisa selama preparasi saluran akar(1).
Tindakan ini merupakan pelengkap suatu tahapan
penting dalam menunjang keberhasilan perawatan
saluran akar dan memfasilitasi pengangkatan
jaringan pulpa dan/atau mikroorganisme(2). Irigasi
saluran akar akan memudahkan pengeluaran jaringan
nekrotik dan mikroorganisme(2). Hal ini merupakan
salah satu dari prinsip perawatan endodontik (triad
endodontic treatment), yaitu preparasi saluran akar
(cleaning and shaping), sterilisasi (irigasi dan
disinfeksi), dan pengisian saluran akar (obturasi)(2,3).
1.2. Sejarah Irigasi
Dalam sejarah larutan irigasi, sudah banyak
berbagai macam larutan yang dijadikan sebagai
bahan irigasi, mulai dari air suling, air salin,
berbagai macam konsentrasi asam, larutan
antimikroba sampai formaldehida yang memiliki
2
1.2.2. Klorheksidin (CHX)
Pada tahun 1940-an klorheksidin (CHX)
mulai dikembangkan oleh industri kimia di
Inggris(3). CHX pertama kali dipasarkan pada
tahun 1950 sebagai krim antiseptic yang
telah digunakan untuk tujuan disinfeksi
umum6. Baru pada tahun 1957, CHX
diperkenalkan untuk penggunaan pengobatan
infeksi kulit, mata, dan tenggorokan pada
manusia dan hewan(3). Selanjutnya
perkembangan dari CHX terus dilakukan dan
telah digunakan sebagai bahan irigasi dan
obat medikamen dalam endodontik selama
lebih dari satu dekade(3).
1.2.3. Ethylenediamine Tetra-Acetic Acid (EDTA)
Senyawa ini pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1935 oleh Ferdinand Munz yang
membuat senyawa dari ethylenediamine dan
chloroacetic acid(3). EDTA adalah agen
chelating pertama kali yang digunakan dalam
bidang kedokteran gigi(2,1). Nygard Ostby
pada tahun 1957 memperkenalkan agen
3
chelating dalam endodontik untuk preparasi
saluran akar yang sempit dan terkalsifikasi (7).
Chelation adalah proses fisika-kimia yang
mendorong penyerapan ion positif multivalen
yang bereaksi dengan ion kalsium yang
terkandung dalam hidroksiapatit sehingga
menyebabkan perubahan struktur mikro
dentin dan perubahan rasio kalsium-fosfor
dari permukaan dentin(2,3). Efesiensi dari agen
chelating secara umum bergantung pada
panjangnya saluran akar, kedalaman
penetrasi bahan, kekerasan dentin, lamanya
aplikasi, dan konsentrasi larutan(2,1). Saat ini
EDTA disintesis dari etilenadiamina (1,2-
diaminoetana), form-aldehid (methanol), dan
sodium sianida(3).
1.3. Syarat Ideal Bahan Irigasi
Suatu bahan irigasi harus memiliki syarat yang
ideal agar dapat bekerja secara efektif di dalam
saluran akar. Syarat ideal bahan irigasi antara lain(3),
(5),(8)
:
a. Memiliki sifat antimikroba spektrum luas.
4
b. Membuang smear layer.
c. Kemampuan untuk melarutkan jaringan atau
debris nekrotik yang baik.
d. Tingkat toksisitas rendah.
e. Sebagai pelumas yang baik.
f. Memiliki tegangan permukaan yang rendah,
sehingga dengan mudah mengalir masuk ke
daerah yang tidak dapat dimasuki instrumen.
g. Sterilisasi saluran akar yang efektif.
h. Dapat menonaktifkan endotoksin.
i. Biokompatibel dengan jaringan sekitar.
j. Dalam pemakaiannya tidak menyebabkan
perubahan warna gigi.
k. Mudah digunakan dan hemat biaya.
l. Mudah disimpan.
5
dan membersihkan jaringan pulpa dan
mikroorganisme dari dinding dentinal saluran akar(8),
(9)
. Sedangkan fungsi biologis bertujuan untuk
menghilangkan bakteri saat berkontak langsung
dalam saluran akar9,10. Efisiensi instrumen di dalam
saluran akar akan meningkat jika saluran akar dalam
kadaan basah dan mengurangi resiko patah ketika
saluran sudah diberi bahan irigasi8.
A B
Gambar 1. A. Bahan irigasi menghilangkan dentin shavings dari
saluran akar dan mencegah penyumbatan. B. Bahan irigasi
membantu menghilangkan debris8.
6
Penggunaan bahan irigasi saluran akar memiliki
keuntungan(3),(5):
1 Menghilangkan partikel debris terutama organik
dan anorganik
2 Melembabkan dinding saluran akar
3 Membunuh mikroorganisme
4 Sterilisasi
5 Membuka tubulus dentin dengan menghilangkan
smear layer
6 Disinfeksi dan pembersihan area yang tidak dapat
terjangkau oleh alat endodontik
Walaupun telah dilakukan preparasi secara
mekanis, masih ada bagian dari dinding saluran akar
yang terlapisi debris dan smear layer yang berisikan
bakteri dan mikroorganisme(11). Sehingga dapat
mengurangi kehermetisan pengisian saluran akar dan
menjadi sumber terjadinya infeksi ulang(8),(11). Jadi,
penggunaan bahan irigasi sangat penting untuk
menghilangkan debris dan smear layer(11).
7
BAB II
BAHAN IRIGASI
2.1. Sodium Hipoklorit (NaOCl)
2.1.1. Sejarah
Hipoklorit pertama kali diproduksi pada
tahun 1789 di Prancis. Larutan hipoklorit
digunakan sebagai antiseptik rumah sakit
yang dijual dengan nama dagang larutan
Eusol dan Dakin. Dakin merekomendasikan
NaOCl sebagai larutan penyangga 0,5%
untuk irigasi luka selama Perang Dunia I.
Coolidge kemudian memperkenalkan NaOCl
sebagai larutan irigasi intrakanal(1).
2.1.2. Komposisi dan Sifat
Komposisi utama sodium hipoklorit
terdiri dari gas khlor dan larutan sodium
hidroksida (NaOH). NaOCl memiliki sifat
kimia dan biologis. Sifat biologis dari NaOCl
memiliki anti mikroba, dimana semakin
tinggi konsentrasi NaOCl maka semakin
mengiritasi jaringan sekitar tanpa
meningkatkan efek anti mikroba. NaOCl
8
memiliki sifat kimia dimana untuk
mendapatkan efek yang maksimal
dipengaruhi oleh waktu, suhu, dan
konsentrasi(1)(2).
2.1.3. Mekanisme
Ketika sodium hipoklorit berkontak
dengan protein jaringan, nitrogen,
formaldehid, dan asetaldehid akan terbentuk.
Ikatan peptida terfragmentasi dan protein
yang hancur, memungkinkan hidrogen dalam
gugus amino (-NH-) digantikan oleh klorin (-
NCl-) yang memainkan peran penting untuk
efektivitas antimikroba. Jaringan nekrotik
akan larut dan agen antimikroba dapat
menjangkau area yang terinfeksi dengan
baik(1).
Pada tahun 2002 penelitian Estrela
menunjukkan bahwa sodium hipoklorit
memiliki keseimbangan dinamis (Gambar 2):
1. Reaksi saponifikasi: Sodium hipoklorit
bertindak sebagai pelarut organik dan
lemak yang mendegradasi asam lemak dan
9
mengubahnya menjadi garam asam lemak
(sabun) dan gliserol (alkohol), mengurangi
tegangan permukaan larutan yang
tersisa(1).
2. Reaksi netralisasi: Sodium hipoklorit
menetralkan asam amino dengan
membentuk air dan garam dengan
keluarnya ion hidroksil, pH berkurang(1).
3. Pembentukan asam hipoklorit: Ketika
klorin larut dalam air dan bersentuhan
dengan bahan organik akan membentuk
asam hipoklorit. asam ini adalah asam
lemah dengan rumus kimia HClO yang
bertindak sebagai oksidator, asam
hipoklorit (HOCl−) dan ion hipoklorit
(OCl−) menyebabkan degradasi dan
hidrolisis asam amino.
4. Sodium hipoklorit juga bertindak sebagai
pelarut, melepaskan klorin yang
bergabung dengan gugus protein amino
(NH) untuk membentuk kloramin (reaksi
kloraminasi). Kloramin menghambat
10
metabolisme sel; Klorin adalah oksidan
kuat dan menghambat enzim bakteri
esensial dengan oksidasi tak dapat diubah
dari gugus SH (gugus sulfidril)(1).
5. PH tinggi: Sodium hipoklorit adalah basa
kuat (pH> 11). Efektivitas antimikroba
sodium hipoklorit, berdasarkan pH tinggi
(aksi ion hidroksil), mirip dengan
mekanisme kerja kalsium hidroksida. pH
tinggi mengganggu integritas membran
sitoplasma karena penghambatan
enzimatik ireversibel, perubahan
biosintesis dalam metabolisme sel, dan
degradasi fosfolipid yang diamati pada
peroksidasi lipid(1).
11
Gambar 2. Diagram skematis dari mekanisme kerja
NaOCl dan interaksi dengan beberapa ion(1).
12
Kekurangan:
a. NaOCl dalam konsentrasi tinggi dapat
mengiritasi jaringan sekitar dan
menyebabkan nekrosis(1).
b. Efek sitotoksik 5,25% sodium
hipoklorit pada jaringan vital dapat
menyebabkan hemolisis(1).
c. Pemberian NaOCl secara langsung ke
jaringan periradikuler dapat
menyebabkan kesakitan yang parah
seperti sakit luka bakar, edema serta
terjadinya perdarahan(1).
d. Sodium hipoklorit mempunyai bau
yang kaustik(1).
e. Bersifat korosi terhadap metal(1).
f. Kurang efektif pada saluran akar yang
sempit (1).
2.1.5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi adalah larutan
NaOCl secara tak sengaja masuk kedalam
jaringan periradikuler. Efek dari toksisitas
13
NaOCl yang mengenai jaringan periapikal ini
dapat mengakibatkan timbul rasa sakit yang
cepat (2-6 menit), pembengkakan atau edema
di dalam jaringan lunak, edema ke daerah
yang lebih luas diwajah seperti pada pipi,
daerah periorbital maupun bibir. Selain itu
dapat juga terjadinya ruam pada kulit atau
mukosa akibat dari perdarahan interstitial,
rasa serta bau klorin akibat dari cairan NaOCl
ke dalam sinus maksilaris(4).
2.1.6. Meningkatkan Efektifas NaOCL
a. Konsentrasi
Sodium hipokrolit digunakan
dalam konsentrasi antara 0,5% dan 6%
untuk irigasi saluran akar. Ada
kontroversi mengenai konsentrasi sodium
hipoklorit yang direkomendasikan selama
perawatan saluran akar. Beberapa
penelitian in vitro menunjukkan bahwa
NaOCl dalam konsentrasi yang lebih
tinggi lebih efektif melawan
Enterococcus faecalis dan Candida
14
albicans(1). Sebaliknya, studi klinis
menunjukkan konsentrasi rendah dan
tinggi sama efektifnya dalam mengurangi
bakteri dari sistem saluran akar. Sodium
hipokrolit dalam konsentrasi yang lebih
tinggi memiliki kemampuan pelarutan
jaringan yang lebih baik. Namun, dalam
konsentrasi yang lebih rendah bila
digunakan dalam volume tinggi, itu sama
efektifnya. Konsentrasi NaOCl yang lebih
tinggi lebih toksik daripada konsentrasi
yang lebih rendah. Namun, karena
anatomi sistem saluran akar yang terbatas,
konsentrasi yang lebih tinggi telah
berhasil digunakan selama perawatan
saluran akar, dengan insiden kecelakaan
yang rendah. Singkatnya, jika konsentrasi
yang lebih rendah akan digunakan untuk
irigasi intrakanal, disarankan agar larutan
digunakan dalam volume yang lebih
tinggi dan dalam interval yang lebih
15
sering untuk mengkompensasi
keterbatasan dalam efektifitas(3).
Grossman mengamati kapasitas
pelarutan jaringan pulpa dan melaporkan
bahwa 5% sodium hipoklorit melarutkan
jaringan dalam waktu antara 2 hingga 5
menit. Pelarutan jaringan pulpa oleh
sodium hipoklorit (0,5, 1,0, 2,5, dan 5,0%)
dipelajari secara in vitro di dalam kondisi
yang berbeda. Studi tersebut
menghasilkan kesimpulan sebagai
berikut(1):
1. Kecepatan pelarutan fragmen jaringan
pulpa perbanding lurus dengan
konsentrasi larutan sodium hipoklorit
dan lebih besar tanpa surfaktan.
2. Variasi tegangan permukaan, dari awal
hingga akhir pelarutan pulpa,
berbanding lurus dengan konsentrasi
larutan sodium hipoklorit dan lebih
besar pada larutan tanpa surfaktan.
Larutan tanpa surfaktan menunjukkan
16
penurunan tegangan permukaan dan
yang dengan surfaktan meningkat.
3. Dalam larutan sodium hipoklorit yang
dipanaskan, pelarutan fragmen jaringan
pulpa lebih cepat.
4. Semakin besar konsentrasi awal larutan
sodium hipoklorit maka semakin kecil
penurunan pH-nya.
b. Waktu Irigasi
Ion klorin berfungsi sebagai
pelarut dan antibakteri NaOCl bersifat
tidak stabil dan diabsorbsi dengan cepat
selama fase pertama, sehingga
menyebabkan irigasi dilakukan secara
terus menerus. Hal ini perlu
dipertimbangkan karena teknik preparasi
saluran akar dengan rotary mempercepat
proses pembentukan saluran akar. Waktu
optimal irigasi hipoklorit pada konsentrasi
tertentu masih menjadi masalah yang
harus diselesaikan (1)(5).
17
c. Suhu
Peningkatan suhu larutan NaOCl
konsentrasi rendah meningkatkan
kapasitas disolusi jaringan. Selain itu,
larutan hipoklorit yang dipanaskan
menghilangkan debris organik dengan
lebih efisien. Setelah bahan irigasi
berkontak dengan saluran akar, suhu akan
mencapai suhu tubuh. Oleh karena itu,
beberapa peneliti merekomendasikan
pemanasan NaOCl in situ, dengan
mengaktifkan ujung ultrasonik ke NaOCl
di dalam saluran akar selama beberapa
menit. Namun dalam beberapa penelitian,
kenaikan suhu 10° C selama aktivasi
ultrasonik tidak cukup efisien untuk
meningkatkan laju reaksi(1).
18
Gambar 3. Pengaruh suhu terhadap
kemampuan 0,5% sodium hipoklorit (NaOCl)
untuk melarutkan jaringan pulpa: NaOCl
dipanaskan hingga 113°F (45°C) jaringan pulpa
terlarut, begitu pula dengan kontrol positif
(5,25% NaOCl). Ketika NaOCl dipanaskan
sampai 140°F (60°C), jaringan hampir terlarut
semua(1).
d. Volume
NaOCl 2% (6 dan 12 mL) efektif
diberikan sebagai aliran kontinyu NaOCl
2% (50 mL) dalam menghilangkan serbuk
dentin di saluran akar. Selama irigasi, 2
mL 2% NaOCl diberikan setiap menit
dengan syringe sama efektifnya dengan 2
mL NaOCl 2% setiap 30 detik selama 3
menit. Saat 2% NaOCl diberikan setiap
19
menit, klorin akan melarutkan komponen
serbuk organik dentin di saluran akar(1).
e. Campuran Surfaktan
Molekul surfaktan ini memiliki
gugus hidrofilik (polar) maupun
hidrofobik (non-polar). Gugus polar
surfactant dapat berikatan dengan air
sedangkan gugus non-polar berikatan
dengan minyak. Dengan menambahkan
surfaktan dalam larutan NaOCl, gugus
polar surfaktan akan membentuk ikatan
hidrogen dengan air sehingga merusak
ikatan intermolekuler air dan menurunkan
tegangan permukaan larutan NaOCl.
Tegangan permukaan larutan NaOCl yang
rendah akan mempermudah penyebaran
cairan sehingga meningkatkan penetrasi
NaOCl ke area yang sulit dijangkau
instrumen mekanis dan ke dalam tubuli
dentin(7).
20
f. Agitasi
Pada teknik irigasi menggunakan
jarum tanpa agitasi, NaOCl tidak banyak
mencapai lebih dari ujung jarum irigasi.
Metode sederhana untuk mengatasi hal ini
dapat menggunakan guta perca yang
diaktivasi dengan tangan atau disebut juga
sebagai teknik agitasi manual dinamik.
Guta perca yang sesuai dengan saluran
akar jika digerakkan dengan gerakan
dorong-tarik hingga mencapai panjang
kerja maka dapat memproduksi efek
hidrodinamik yang efektif dan
meningkatkan pembersihan debris(8).
2.2. Ethylenediamine Tetra-Acetic Acid (EDTA)
2.2.1. Sejarah
Senyawa ini pertama kali dideskripsikan
pada tahun 1935 oleh Ferdinand Munz, yang
membuat senyawa dari etilenadiamin dan
asam kloroasetat. Agen chelating
dimasukkan ke dalam endodontik sebagai
21
bantuan untuk persiapan saluran akar yang
sempit dan terkalsifikasi pada tahun 1957
oleh Nygaard-Østby. Saat ini, EDTA
disintesis dari etilenadiamina (1,2
diaminoetana), formaldehida (metanal), dan
natrium sianida(1).
2.2.2. Komposisi dan Sifat
Ethylenediamine tetra-acetic acid adalah
asam aminopolycarboxylic dan EDTA padat
yang tidak berwarna dan larut dalam air
sering disarankan sebagai larutan irigasi
karena dapat mengkelat dan menghilangkan
bagian mineral dari smear layers (Gambar 4).
Ini adalah asam poliaminokarboksilat dengan
rumus [CH2N(CH2CO2H)2]. Keunggulannya
sebagai agen pengkelat muncul dari
kemampuannya untuk menyerap ion logam
di- dan trikationik seperti Ca2+ dan Fe3+.
Setelah diikat oleh EDTA, ion logam tetap
berada dalam larutan tetapi menunjukkan
reaktivitas yang berkurang(1)(5).
22
Gambar 4. Contoh saluran dengan smear layer
minimal. A, sepertiga tengah setelah irigasi dengan
asam ethylenediaminetetraacetic (EDTA) 17% dan
sodium hipoklorit 2,5% (NaOCl). B, Apikal
sepertiga dengan beberapa puing partikulat(1).
23
2.2.3. Sediaan
EDTA biasanya digunakan dalam
konsentrasi 17% dan dapat menghilangkan
smear layer jika bersentuhan langsung
dengan dinding saluran akar kurang dari 1
menit. Meskipun EDTA memiliki aksi self-
limited, jika dibiarkan lebih lama di kanal
atau NaOCl digunakan setelah EDTA, erosi
dentin telah dibuktikan(9).
2.2.4. Mekanisme
EDTA membunuh bakteri dengan cara
mengikat metal ions dari envelope sel
sehingga permukaan protein bakteri akan
hilang. Chelator dapat melepaskan biofilm
yang menempel pada dinding saluran akar
dan dapat berpenetrasi melalui kanal-kanal
yang sempit(3). Bahan irigasi EDTA telah
terbukti lebih unggul dibandingkan dengan
salin dalam mengurangi mikrobiota
intrakanal meskipun kapasitas antiseptiknya
relatif terbatas. Antiseptik seperti senyawa
amonium kuaterner (EDTAC) atau antibiotik
24
tetrasiklin (MTAD) telah ditambahkan ke
EDTA dan irigasi asam sitrat, masing-
masing, untuk meningkatkan kapasitas
antimikroba mereka. Namun, EDTAC
toksisitasnya lebih tinggi dibanding EDTA,
meskipun keefektifannya dalam
menghilangkan smear layers sama(1)(9).
Pengaruh chelators dalam menegosiasikan
kanal-kanal yang sempit, berliku-liku, dan
terkalsifikasi untuk membentuk patensi
bergantung pada lebar kanal dan jumlah zat
aktif yang tersedia, karena proses
demineralisasi berlanjut hingga semua
chelator telah membentuk kompleks dengan
kalsium(1).
2.2.5. Keunggulan dan Kekurangan
Keunggulan:
a. Pada paparan langsung, EDTA
mengekstrak protein permukaan bakteri
dengan menggabungkan ion logam dari
selubung sel, yang pada akhirnya dapat
membunuh bakteri(1).
25
b. EDTA biasanya digunakan dalam
konsentrasi 17% dan dapat
menghilangkan smear layers saat
berkontak langsung dengan dinding
saluran akar kurang dari 1 menit(1).
c. Toksisitas rendah(8).
d. EDTA terbukti efektif dalam
menghilangkan residu Ca(OH)2 dan
menghilangkan smear layers(8).
Kekurangan:
a. EDTA tidak dapat menghilangkan
smear layer secara efektif, larutan
NaOCl harus ditambahkan untuk
menghilangkan komponen organik dari
smear layers(1).
b. Chelators dalam EDTA menunjukkan
demineralisasi hingga kedalaman 50
µm ke dalam dentin sehingga bersifat
erosi dan mengikis dinding saluran akar
jika digunakan berlebihan(1).
26
2.2.6. Efektivitas
Perbandingan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa
efek antibakteri EDTA lebih kuat dari asam
sitrat dan 0,5% NaOCl tetapi lebih lemah dari
2,5% NaOCl dan 0,2% CHX(1). EDTA
memiliki efek antimikroba yang jauh lebih
baik daripada larutan garam. Ini memberikan
efek terkuat ketika digunakan secara sinergis
dengan NaOCl, meskipun tidak ada efek
disinfektan pada dentin yang dapat
dibuktikan(10).
Dalam endodontik modern, EDTA
digunakan setelah pembersihan dan
pembentukan selesai selama sekitar 1 menit.
Ini dapat diaktifkan dengan aktivasi
ultrasonik untuk penetrasi yang lebih baik di
tubulus dentin. Harus dipertimbangkan ketika
EDTA dipanaskan dari 20° hingga 90°,
kapasitas pengikatan kalsium menurun(4).
27
2.3. Klorheksidin (CHX)
2.3.1. Sejarah
Klorheksidin dikembangkan di Inggris
dan pertama kali dipasarkan sebagai krim
antiseptik. Klorheksidin telah digunakan
untuk tujuan disinfeksi umum dan
pengobatan infeksi kulit, mata, dan
tenggorokan pada manusia dan hewan. Ini
telah digunakan sebagai irigan dan obat
dalam endodontik selama lebih dari satu
dekade(1).
2.3.2. Komposisi dan Sifat
Klorheksidin dalah molekul yang sangat
basa dengan pH antara 5,5 dan 7 yang
termasuk dalam kelompok polibiguanida dan
terdiri dari klorofenil simetris dan dua
kelompok bisbiguanida yang dihubungkan
oleh rantai heksametilen pusat. Garam CHX
digluconate mudah larut dalam air dan sangat
stabil (Gambar 5)(1).
28
Gambar 5. Gambar skema molekul
klorheksidin(1).
2.3.3. Konsentrasi
Klorheksidin biasanya digunakan pada
konsentrasi antara 0,12% dan 2%. Löe dkk
mendemonstrasikan bahwa pada konsentrasi
ini, CHX memiliki tingkat toksisitas jaringan
yang rendah, baik secara lokal maupun
sistemi. Klorheksidin 2% memiliki khasiat
antibakteri yang lebih baik daripada 0,12%
CHX in vitro(5).
2.3.4. Mekanisme
Klorheksidin adalah agen antimikroba
spektrum luas, aktif melawan bakteri dan ragi
gram positif, gram negatif. Klorheksidin
29
mampu mengikat secara elektrostatis ke
permukaan bakteri yang bermuatan negatif,
merusak lapisan luar dinding sel dan
membuatnya permeabel(9). Bergantung pada
konsentrasinya, CHX dapat memiliki efek
bakteriostatik dan bakterisidal. Pada
konsentrasi tinggi, CHX bertindak sebagai
deterjen dan memberikan efek bakterisidanya
dengan merusak membran sel dan
menyebabkan pengendapan sitoplasma. Pada
konsentrasi rendah, CHX bersifat
bakteriostatik, menyebabkan zat dan molekul
bocor keluar tanpa merusak sel secara
permanen(8).
Interaksi antara CHX dan NaOCl
NaOCl dan CHX saat digabungkan
menghasilkan perubahan warna dan endapan
(Gambar 6) Reaksi tergantung pada
konsentrasi NaOCl. Semakin tinggi
konsentrasi NaOCl, semakin banyak endapan
yang dihasilkan dengan adanya 2% CHX.
Namun, endapan yang dihasilkan dapat
30
mengganggu penutupan obturasi akar.
Kombinasi NaOCl dan CHX menyebabkan
perubahan warna dan pembentukan endapan
yang tidak bisa larut yang mungkin bersifat
toksik dapat mengganggu penutupan obturasi
akar. Sebagai alternatif, saluran akar harus
dikeringkan dengan menggunakan kertas
poin sebelum pembilasan CHX terakhir(1).
31
Gambar 6. Endapan merah terbentuk setelah
kontak antara NaOCl dan klorheksidin. A,
Ketika 2% CHX dicampur dengan konsentrasi
NaOCl yang berbeda, terjadi perubahan warna
dan endapan. Semakin tinggi konsentrasi
NaOCl maka semakin besar pula pembentukan
endapannya. B, Detail interaksi antara 2%
CHX dan 5% NaOCl(1).
32
2.4. Mixture of Tetracycline, Acid, And a Detergent
(MTAD)
2.4.1. Sejarah
MTAD diperkenalkan oleh Torabinejad
dan Johnson di Universitas Loma Linda pada
tahun 2003, berisi larutan 3% doksisiklin,
4,25% asam sitrat, zat demineralisasi dan
0,5% deterjen polysorbate. Penelitian
Shabahang dan Torabinejad menunjukkan
bahwa kombinasi 1,3% NaOCl sebagai bahan
irigan dan MTAD sebagai bahan irigan
terakhir terbukti lebih efektif melawan E.
faecalis dibandingkan bahan lainnya. Bahan
irigan MTAD efektif dalam membunuh E.
faecalis hingga pengenceran 200x(1).
2.4.2. Komposisi dan Sifat
MTAD merupakan bahan irigasi yang
berisi campuran 3% doksisiklin, asam sitrat
4,25%, dan deterjen (Tween 80) 0,5% dengan
pH 2,15. Bahan irigasi MTAD efektif dalam
menghilangkan smear layers karena pH yang
rendah dan menunjukkan aksi pelarutan
33
jaringan selama pembilasan saluran akar
dengan NaOCl(1).
2.4.3. Mekanisme
MTAD bekerja lebih baik di sepertiga
apikal untuk menghilangkan smear layers
dengan 1,3% NaOCl, diikuti dengan
pembilasan akhir 5 menit dengan MTAD(3).
Tetracyclines menghambat sintesis protein
dengan mengikat 30S pada ribosom bakteri
dan terbukti efektif melawan Aa.
capnocytophaga, P. gingivalis, dan P.
intermedia dan mempengaruhi jenis gram
positif dan gram negatif. Tetrasiklin adalah
antibiotik bakteriostatik, tetapi dalam
konsentrasi tinggi, tetrasiklin mungkin juga
memiliki efek bakterisidal. Asam sitrat
berfungsi untuk menghilangkan smear layers,
doksisiklin berfungsi untuk masuk ke tubulus
dentin dan memiliki efek antibakteri(10).
2.4.4. Keunggulan dan Kekurangan
Keunggulan MTAD adalah membuat
irigasi lebih sederhana karena
34
menggabungkan kemampuan menghilangkan
smear layer, sekaligus bersifat antimikroba,
dan dilaporkan kurang erosif pada dentin
dibandingkan dengan EDTA. MTAD
merupakan turunan tetrasiklin yang memiliki
kemampuan intrinsik menodai gigi selama
odontogenesis. MTAD memiliki umur
simpan yang pendek dan harus digunakan
dalam waktu 48 jam(1).
2.4.5. Produk (Q-mix)
QMiX diperkenalkan pada tahun 2011; ini
adalah salah satu kombinasi baru produk
yang diperkenalkan untuk irigasi saluran akar
ini direkomendasikan untuk digunakan pada
akhir instrumentasi, setelah irigasi NaOCl.
QMix berisi CHX, Triclosan (N-setil-N, N,
N-trimetilamonium bromida), dan EDTA
sebagai agen dekalsifikasi. Campuran bahan
irigasi ini berfungsi sebagai antimikroba serta
menghilangkan smear layers dan debris(1).
35
Gambar 7. QMiX 2in1.
36
BAB III
ALAT DAN TEKNIK IRIGASI
3.1. Jarum Irigasi
Penerapan teknik dengan jarum irigasi ke dalam
saluran akar memungkinkan pembersihan saluran
akar yang efisien, aliran irigan yang dihasilkan dapat
membilas partikel debris yang lebih besar, serta
memungkinkan kontak langsung dengan
mikroorganisme di area yang dekat dengan tip
jarum. Tegangan geser yang dibentuk oleh irigan
yang dikeluarkan dari jarum dapat melepaskan
partikel debris dari dinding saluran akar (1)(11).
3.1.1. Gauge Needle with Notched Tip
a. Bentuk(11)
37
Gambar 8. Needle with notched tip(11). A-flat; B-beve
led; C-notched; D-side vented; E-double side vented;
F–multivented(2).
b. Ukuran(3)
Gauge needle with notched tip memiliki
ukuran sebagai berikut:
38
tidak bisa menembus di luar sepertiga
koronal saluran akar, bahkan di saluran
akar yang lebar. Penggunaan jarum
berdiameter 28, 30 atau 31 gauge telah
dianjurkan, terutama karena jarum
tersebut dapat menjangkau lebih jauh ke
dalam kanal, bahkan hingga working
length.
c. Keunggulan dan Kekurangan(1)
Keunggulan irigasi jarum suntik
adalah memungkinkan kontrol yang
relatif mudah terhadap kedalaman
penetrasi jarum di dalam saluran dan
volume irigasi yang dialirkan melalui
saluran. Kekurangan jarum ini adalah
daya penetrasi ke apikal yang kecil.
d. Cara Kerja(12)
Jarum ini lebih disukai karena ujung
berlekuknya memungkinkan aliran balik
larutan dan tidak menciptakan tekanan di
area periapikal. Jadi dapat memastikan
pembersihan optimal tanpa merusak area
39
periapikal jarak maksimal antara ujung
jarum dengan foramen apikal 1 mm.
40
b. Ukuran(11)
Tabel 2. Ukuran needle with bevel(11)
41
d. Cara Kerja(1)
Cara kerja jarum ini digabungkan dengan
syringe dengan ukuran tertentu, lalu
jarum dimasukan ke saluran akar dan
mendeponirkan carian irigasi dengan
perlahan.
3.1.3. Monojet Endodontic Needle(1)
Monojet endodontic needle merupakan
jarum irigasi yang tumpul dan panjang yang
efisien jika dimasukkan ke seluruh panjang
saluran akar untuk memastikan pembersihan
yang optimal.
a. Bentuk
42
Monojet endodontic needle
memiliki keunggulan paling efisien
dibandingkan dengan jenis jarum yang
lain dalam menghantarkan cairan irigasi
dimana pada daerah ujung memiliki
sistem open-end yang membuat irigasi
saluran akar lebih maksimal. Kekurangan
jarum ini efek tekan ke apikal yang kuat
sehingga resiko cairan irigasi masuk ke
periapikal semakin besar(11).
c. Cara Kerja(5)
Cara kerja jarum ini digabungkan dengan
syringe dengan ukuran tertentu, lalu
jarum dimasukan ke saluran akar dan
mendeponirkan carian irigasi dengan
perlahan sesuai dengan kebutuhan irigasi.
3.1.4. Manually Activated Irrigation
Merupakan teknik irigasi yang
mengandalkan sifat kimia dari larutan irigasi
dan aktivitas hidrodinamis dari instrumen
endodontik seperti guta perca yang digerakan
43
secara manual hingga mencapai panjang
kerja(14).
44
dijangkau di dalam saluran akar. Gerakan
corona apical dari guta perca, gerakan
mengaduk dengan instrumen endodontik
kecil, dan gerakan push-pull secara
manual dengan menggunakan master
guta perca telah direkomendasikan.
3.2. Sonically Activated Irrigation(12)
Sonically activated irrigation adalah teknik
irigasi yang menggunakan alat dengan frekuensi
getaran 1-10 kHz. Alat ini akan menggetarkan cairan
irigasi pada saluran akar dengan frekuensi getaran
tertentu. Contoh alat yang menggunakan teknik ini
adalah EndoActivator keluaran dari Dentsply, EndoS
onor (Dentsply Maillefer), IrriSafe (Acteon Satelec),
dan EDDY (VDW, Germany)(12).
3.2.1. Keunggulan Dan Kekurangan(14)(1)
Keunggulan:
a. Memiliki file yang minimal sehingga
perforasi cairan irigasi ke jaringan
periapikal lebih minim dibandingkan
teknik manual dan ultrasonik.
45
b. Irigasi sonik atau ultrasonic membuat
saluran akar jauh lebih bersih
dibandingkan dengan irigasi jarum
suntik manual.
Kekurangan:
a. Harus digunakan dengan hati-hati di
kanal kecil yang melengkung untuk
mencegah transportasi.
3.2.2. Cara Kerja(12)
Irigasi dengan menggunakan sonik
berbeda dengan irigasi ultrasonik karena
beroperasi pada frekuensi yang lebih rendah
(1-6 kHz) dan menghasilkan shear stresses
yang lebih sedikit. Energi dari sonik
menghasilkan amplitudo yang jauh lebih
tinggi atau gerakan ujung bolak balik yang
lebih besar. Selain itu, mode osilasi dari
sonik berbeda dengan instrumen yang
digerakkan oleh ultrasonik. Osilasi amplitudo
terkecil dapat dianggap sebagai node,
sedangankan osilasi amplitudo terbesar
mewakili antinode. Sonik memiliki 1 node di
46
dekat file dan 1 antinode di tip file. Saat
pergerakan sonik dibatasi, getaran pada
bagian lateral menghilang. Hal ini
menyebabkan getaran file longitudinal ke
atas dan ke bawah saat berada di dalam
dinding kanal. Mode getaran ini telah terbukti
sangat efektif untuk debridemen saluran akar
karena sebagian besar tidak terpengaruh oleh
beban dan memiliki amplitudo perpindahan
yang besar (3)(15).
47
3.3.1. Keunggulan dan Kekurangan
Keunggulan:
a. Lebih efektif daripada menggunakan
syringe dan jarum irigasi dalam
membersihkan debris dan
menghilangkan smear layer(16)
Kekurangan:
a. File dari UI berkontak dengan dinding
saluran akar tetapi karena anatomi
saluran akar yang kompleks, UI tidak
dapat menyentuh seluruh dinding
saluran akar dan dapat mengakibatkan
pemotongan dinding saluran akar
yang tidak terkendali tanpa desinfeksi
yang efekif(1).
b. File UI kurang efektif dalam
mengeluarkan jaringan pulpa dari
saluran akar atau smear layer dari
dinding saluran akar daripada PUI(16).
48
3.3.2. Daya Getar
File-file tersebut digerakkan untuk
berosilasi pada frekuenzi ultrasonik 25-30
kHz untuk menyiapkan dinding saluran akar
secara mekanis(1).
3.3.3. Cara Kerja
Tip irigasi endodontik dimasukan
kedalam saluran akar sesuai panjang yang
dibutuhkan, UI akan bekerja mengeluarkan
cairan secara aktif yang digetarkan melalui
tip menuju saluran akar, sehingga
meningkatkan efisiensi desinfeksi saluran
akar. Aktivitas cairan penting dalam
membersihkan dan mendisinfeksi saluran
akar yang tidak rata dengan mendorong
cairan ke semua sisi saluran akar(17).
49
Gambar 14. Satelec Acteon Irrisafe™ tips (Satelec)
(16)
50
c. Kanal bersih dan bebas dari lapisan
smear layers dan debris
Kekurangan:
a. Ultrasonic paling baik digunakan
untuk membersihkan kanal tetapi
tidak untuk membentuk kanal
3.4.2. Daya Getar
File-file tersebut digerakkan untuk
berosilasi pada frekuensi ultrasonik 25 hingga
30 kHz untuk menyiapkan dinding kanal akar
secara mekanis(1).
3.4.3. Tipe Passive Ultrasonic Irrigantion
PUI memiliki 2 tipe:
a. Intermittent Fushing
Intermittent fushing menggunakan
jarum/syringe irigasi sebagai tahap awal
masuk ke saluran akar dan menggunakan
energi ultrasonik untuk irigasinya(16).
b. Continuous Ultrasonic Irrigation (CUI)
CUI merupakan teknik dimana larutan
irigasi secara terus menerus diaktifkan di
dalam saluran akar. Contoh alat CUI,
51
menggunakan Dentsply Tulsa Dental
Specialities ProUltra® Piezofow ™
ujung ultrasonik (ujung stainless steel
tahan karat 25 gauge, ujung tumpul)
(Gambar a) dan sistem Sonendo®
GentleWave® (Gambar b) yang
menggunakan sistem tanpa jarum dan
memanfaatkan aktivasi multi-sonik
dalam irigasi saluran akar(16).
52
dihubungkan ke suction dental unit dan masuk ke
saluran akar. Jaringan nekrotik di saluran akar akan
keluar melalui suction tersebut. Contoh produk yang
menggunakan pengukuran negative apical pressure
adalah EndoVac (Gambar 16)(17)(1).
Salah satu ciri utama dari sistem ini adalah
keamanannya. Teknik ini jarang mengalami perforasi
pada apikal selama irigasi. Bahan irigan disimpan di
area koronal dan mengalir di bagian ujung saluran
akar(1)(17).
3.6.5. Keunggulan dan Kekurangan
Keunggulan:
a. Pembersihan kanal yang lebih baik.
b. Less post-operative pain.
c. Pengisian saluran lateral yang lebih
baik.
d. Jarum irigasi yang ditempatkan dekat
dengan panjang kerja dan pada saat
yang sama mengaktifkan jarum
dengan osilasi 1,6 Hz amplitudo(19).
53
Kekurangan:
Kekurangan dari teknik ini adalah
jika pemberian cairan irigasi dan
penggunaan alat dilakukan secara terus
menerus dalam waktu yang cukup lama
dapat menimbulkan hidrolisisis pada
saluran akar yang belebihan(17).
3.6.6. Cara Kerja(19)
Sistem endovac bekerja pada irigasi
bertekanan negatif yang memastikan irigasi
menyentuh semua dinding saluran. Ini
digunakan setelah saluran selesai dibentuk.
Terdiri dari tip pengiriman utama yang
memberikan aliran konstan irigan ke
dalam ruangan
Macrocanulla yang membersihkan smear
layer dari sepertiga koronal dan tengah
Saluran mikro yang terdiri dari side-
vented close end needle. Cairan ditarik ke
ujung apikal melalui lubang-lubang ini,
menciptakan pembersihan apikal seperti
pusaran(19).
54
Gambar 16. Endovac(19)
55
Kekurangan:
a. Teknik irigasi ultrasonic lebih baik
dalam pembersihan dibanding teknik
ini.
3.6.2. Cara Kerja
Safety-Irrigator adalah irigasi/sistem
evakuasi yang secara apikal mengantarkan
irigan di bawah tekanan positif melalui jarum
tipis dengan opening lateral dan menyalurkan
bahan irigasi melalui jarum besar di lubang
saluran akar. Safety-Irrigator dilengkapi fitur
jarum suntik standar Luerlock dan dirancang
untuk membatasi risiko kecelakaan NaOCl.
Sistem ini telah diuji secara in vitro untuk
menghilangkan serbuk debris dentin dari
saluran akar(14)(1).
56
Gambar 17. The Safety-Irrigator. (Courtesy Vista Dental
Products, Racine, WI.)(1)
57
isthmi, tubuli dentin, dan anastomosis
lainnya.
Kekurangan:
a. Dengan sistem GentleWave, harus
mendapatkan akses ke semua kanal,
termasuk kanal terkalsifikasi, dan
mendapatkan luas akses yang cukup.
3.7.2. Cara Kerja
Pembersihan teknologi multisonik (Gentle
Wave) yang hanya membutuhkan akses ruang
pulpa. Teknik ini tidak memiliki
instrumentasi mekanis karena tidak perlu
pembesaran saluran akar. Pembersihan
saluran akar diperoleh dengan hipoklorit
konsentrasi rendah yang dialirkan ke saluran
oleh pompa vakum dan piston listrik yang
menghasilkan tekanan bolak-balik di dalam
kanal. Tekanan ini menyebabkan gelembung
dan turbulensi hidrodinamik yang
memfasilitasi penetrasi hipoklorit ke dalam
saluran akar(1) (3).
58
Gambar 18. Sistem GentleWave. Sistem
menggunakan energi multisonik untuk
mengembangkan bagian gelombang yang luas di
dalam larutan irigasi untuk membersihkan bagian
dalam sistem saluran akar. Ini memiliki dua
komponen utama: alat genggam dan konsol
(ditunjukkan pada gambar)(5).
59
nm) memiliki daya serap air tertinggi dan tinggi
afinitas terhadap hidroksiapatit, yang membuatnya
cocok untuk digunakan di perawatan saluran akar(1)(1
4).
60
yang tumbuh sebagai biofilm sulit
dibasmi bahkan dengan paparan laser
langsung.
3.8.2. Cara Kerja
Perangkat laser ini berputar dan berdenyut
pada frekuensi 1–100 Hz. Salah satu teknik
terbaru yang tersedia untuk agitasi / aktivasi
otomatis irigasi di saluran akar adalah Laser
Activated Irrigation (LAI). Aplikasi ini
menggunakan energi laser untuk
menggerakkan dan mengaktifkan irigan.
Sinar laser disalurkan melalui serat optik atau
lengan yang diartikulasikan ke alat genggam
dengan ujung datar atau berbentuk terminal
kerujut, cocok untuk dimasukkan ke dalam
saluran akar dekat dengan apeks akar(11)(3).
Agar efektif di seluruh saluran akar,
protokol LAI yang berbeda digunakan untuk
mengaplikasikan ujung laser di segmen
saluran akar yang berbeda. Dalam variasi
teknik ini, ujung serabut ditempatkan tepat di
61
atas pintu masuk saluran akar, di dalam ruang
pulpa yang diisi dengan irigasi(14).
62
tolonium chloride dan indocyanine green.
Membunuh berbagai jenis bakteri dapat dilakukan,
tetapi beberapa patogen endodontik yang tumbuh
sebagai spesies biofilm sulit dibasmi(1)(14).
3.9.4. Keunggulan dan Kekurangan(14)
Kekurangan:
a. Digunakan dalam aplikasi endodontik
karena memiliki efektivitas
antimikroba.
Kekurangan:
a. Dapat membunuh berbagai jenis
bakteri, tetapi beberapa pathogen
endodontic yang tumbuh sebagai
spesies biofilm sulit dibasmi.
3.9.5. Cara Kerja(3)
Photodynamic therapy (PDT) atau light-
activated therapy (LAT) digunakan dalam
aplikasi endodontik karena memiliki
efektivitas antimikroba. Pada prinsipnya,
terapi antimicrobial photodynamic theraphy
(APDT) adalah prosedur dua langkah yang
melibatkan pengenalan fotosensitizer
63
(langkah 1: fotosensitisasi jaringan yang
terinfeksi) diikuti dengan iluminasi cahaya
(langkah 2: iradiasi jaringan fotosensitisasi)
dari jaringan yang peka yang akan
menghasilkan fotokimia pada sel target, yang
menyebabkan lisis sel. Masing-masing
elemen yang digunakan secara independen
ini tidak akan memiliki aksi apa pun, tetapi
bersama-sama mereka memiliki efek
sinergisme untuk menghasilkan aksi
antibakteri(1)(18).
Percobaan in vitro menunjukkan hasil
yang menjanjikan bila digunakan sebagai
alat tambahan yang didesinfeksi. Shresta
dan Kishen menyimpulkan bahwa
penghambat jaringan yang ada di dalam
saluran akar mempengaruhi aktivitas
antibakteri PDT pada tingkat yang berbeda-
beda, dan penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk meningkatkan kemanjuran
antimikroba mereka dalam lingkungan
endodontik(1)(3).
64
Gambar 20. Photoactivation disinfection(1)
65
DAFTAR PUSTAKA
1. Kenneth M. D Hargreaves . Cohen’s Pathway
Pulp 11th. Vol. 53. 2011. 1689–1699 p.
2. Van Der Sluis LWM, G Gambarini , MK Wu, PR
Wesselink. Types of needles used in the irrigation
of root canal system - A review. Int Endod J.
2006;39(6):472–6.
3. Garg
66
N, A Garg. Textbook of Endodontics 4th Edition. 2019.
4. Haapasalo M, Y Shen, W Qian, Y Gao. Irrigation
in Endodontics. Dent Clin North Am [Internet].
2010;54(2):291–312. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.cden.2009.12.001
5. Torabinejad M, RE Walton. Endodontic
Principles and Practice 4th Ed - Torabinejad.
2009. 233–240 p.
6. Gigi FK, Utara US. Sodium Hypochlorite Sebagai
Bahan Irigasi. 2009;
7. Bolfoni MR, M dos S Ferla, O da S Sposito, L
Giardino, R de C Jacinto, FG Pappen. Effect of a
surfactant on the antimicrobial activity of Sodium
Hypochlorite solutions. Braz Dent J.
2014;25(5):416–9.
8. Jena A, SK Sahoo, S Govind. Root canal
irrigants: a review of their interactions, benefits,
and limitations. Compend Contin Educ Dent.
2015;36(4).
9. Tanumihardja M. Larutan irigasi saluran akar. J
Dentomaxillofacial Sci. 2010;9(2):108.
10. Srikumar GPV, KS Sekhar, KG Nischith. Mixture
67
tetracycline citric acid and detergent - A root
canal irrigant. A review. J Oral Biol Craniofacial
Res [Internet]. 2013;3(1):31–5. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jobcr.2012.09.001
11. Karpagam GN, JD Raj. Types of needles used in
the irrigation of root canal system - A review.
Drug Invent Today. 2018;10(3):3381–7.
12. Plotino G, T Cortese, NM Grande, DP Leonardi,
Giorgio G Di, L Testarelli, et al. New technologies
to improve root canal disinfection. Braz Dent J.
2016;27(1):3–8.
13. Machtou PP. Manual dynamic activation
technique. Clin Dent Rev. 2018;2(1):1–5.
68
16. Nusstein JM. Endodontic sonic and ultrasonic
irrigant activation. Clin Dent Rev. 2018;2(1):1–7.
17. Becker TD, GW Woollard. Endodontic irrigation.
Gen Dent. 2001;49(3):272–6.
18. Mozo S, C Llena, L Forner. Review of ultrasonic
irrigation in endodontics: Increasing action of
irrigating solutions. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. 2012;17(3).
19. Hegde J, V Prakas, R Gupta, A Srirekha. Concise
Conservative Dentistry and Endodontics. 1st ed.
2019.
20. Mohan D, S Maruthingal , R Indira , DD Divakar ,
Al Kheraif AA, R Ramakrishnaiah, et al.
Photoactivated disinfection (PAD) of dental root
canal system - An ex-vivo study. Saudi J Biol Sci
[Internet]. 2016;23(1):122–7. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.sjbs.2015.01.013
INDEKS
69
A Efektif, 4, 5, 12, 13, 14, 19, 21,
26, 31, 32, 33, 43, 46, 47, 56,
Agen chelating, 3 58, 60, 61
Agitasi, xi, 21, 43 Efisiensi, 6
Asam poliaminokarboksilat, 22 Endovac, xi, 54
Asam sitrat, 34 Enterococcus faecalis, 14
Asetaldehid, 9 Erosi, 24, 26, 31
Ethylenediamine, v, vi, 3, 21, 22
B Ethylenediamine Tetra-Acetic
Acid (EDTA), vi, 3, 21
Bakteri, 6, 7, 11, 15, 24, 25, 26, Eusol, 2, 8
29, 31, 33, 49, 56, 61, 62
Biokompatibel, 5 F
C Ferdinand Munz, 3, 21
Formaldehid, 9
Candida albicans, 14 Form-aldehid, 4
Chelation, 4 Fosfolipid, 11
Chloroacetic acid, 3
CHX, v, vi, x, 3, 26, 27, 28, 29, G
30, 31, 32, 35
Coolidge, 2, 8 Gauge needle with notched tip,
37
D Gentle Wave, vii, 56, 57
Guta perca, 21
Dakin, 2, 8
Diaminoetana, 4, 22 H
Disinfeksi, 7
Hemolisis, 13
E Henry D. Dakin, 2
Hidrogen, 9, 20
Edema, 13, 14 Hidroksil, 10, 11
EDTA, v, x, 2, 3, 22, 23, 24, 25, Hidrolisis, 10
26, 27, 34, 35 Hipoklorit, v, 2, 8
70
I N
Irigasi, v, vi, 1, 4, 5, 6, 17, 36, 45, Naocl, v, x, 2, 8, 12, 13, 14, 17,
59, 66 18, 19, 20, 21, 23, 24, 26, 30,
31, 32, 33, 34, 55
J Negative Apical Pressure, vii, 51
Nekrosis, 13
Jaringan periapikal, 14, 44 Nekrotik, 1, 5, 9, 32, 52
Jaringan periradikuler, 13 Nitrogen, 9
Jarum irigasi, 52 Nygard Ostby, 3
K O
Kanal, 24, 25, 38, 45, 46, 49, 50, Oksidasi, 11
52, 57 Oksidator, 10
Khlor, 8 Osilasi, 45
Kimia, 3, 4, 8, 10, 42, 61
Kloramin, 10 P
Klorheksidin, v, vi, 3, 27, 28, 29
Klorin, 9, 10, 14, 17, 20 Peptida, 9
Korosi, 13 pH, 10, 11, 17, 28, 33
Photoactivation Disinfection, viii,
L 61
Protein, 9, 10, 24, 25, 33
Laser Activated Irrigation, 60 PUI, vii, 47, 49, 50, 59
Lipid, 11
Q
M
Qmix, xi, 34, 35
Methanol, 4
Mikroba, 8 R
Monojet Endodontic Needle, vii,
xi, 41 Reaksi netralisasi, 10
MTAD, vi, 24, 32, 33, 34 Reaksi saponifikasi, 9
S
Salin, 1, 24
71
Sitoplasma, 11, 30 T
Sitotoksik, 13
Smear layer, x, 5, 7, 22, 23, 25, Tetrasiklin, 33
26, 33, 34, 35, 47, 50, 53, 59 Toksik, 12, 15, 30
Sodium hidroksida, 8 Toksisitas, 26, 31
Sodium hipoklorit, 9, 10, 11, 13 Tubulus dentin, 7, 27, 34
Sodium sianida, 4
Sonically activated irrigation, 44 U
Sonik, 45
Sterilisasi, 5, 7 UI, vii, 46, 47, 48
Surfaktan, 20
72