Anda di halaman 1dari 13

CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

PENGANTAR ILMU
POLITIK

12
Revisi: 00/2019
Hal. 1 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

CHAPTER 12
PARTISIPASI POLITIK

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang
partisipasi politik.

A. Konsep Partisipasi Politik


Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi politik untuk memberi gambaran
apa dan bagaimana tentang partisipasi politik. Dalam perkembangannya, masalah
partisipasi politik menjadi begitu penting, terutama saat mengemukanya tradisi
pendekatan behavioral (perilaku) dan post behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-
kajian partisipasi politik terutama banyak dilakukan di negara-negara berkembang,
yang pada umumnya kondisi partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan.

Sebelum mendefinisikan partisipasi politik secara komprehensif, terlebih dahulu


mendefinisikan secara kosa kata. Ada dua kosa kata yaitu “partisipasi” dan “politik”.
Partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan;
peran serta, Miriam Budiardjo mengatakan bahwa politik adalah usaha menggapai
kehidupan yang baik. Politik sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi.

Partisipasi berasal dari bahasa Latin, yaitu pars yang artinya bagian dan capere (sipasi)
yang artinya memangambil. Bila dihubungkan “berarti mengambil bagian”. Dalam
bahasa Inggris, participale atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil
peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta
secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara
dan secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public
policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan

Hal. 2 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying


dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai salah satu
gerakan sosial dengan direct action-nya dan sebagainya.

Pengertian partisipasi menurut para ahli:


1. Michael Rush Philip Althoff, partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai
macam-macam tingkatan di dalam sistem politik.
2. Kevin R. Hardwic, partisipasi politik memberi perhatian cara-cara warga negara
berupaya menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka terhadap pejabat-
pejabat publik agar mampu mewujudkan kepentingan-kepentingan tersebut.
3. Herbert McClosky, partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan
kebijakan umum.
4. Ramlan Surbakti, partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam
menentukan segala keputusan menyangkut atau memengaruhi hidupnya. Sesuai
dengan istilah partisipasi (politik) berarti keikutsertaan warga negara biasa (yang
tidak mempunyai kewenangan) dalam memengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik.
5. Wahyudi Kumorotomo mengatakan, partisipasi adalah berbagai corak tindakan
massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal balik
antara pemerintah dan warganya.

Partisipasi politik adalah bagian penting dalam kehidupan politik semua negara,
terutama bagi negara yang mmenyebut dirinya sebagai negara demokrasi, partisipasi
politik merupakan salah satu indikator utama. Artinya, suatu negara baru bisa disebut
sebagai negara demokrasi jika pemerintah yang berkuasa memberi kesempatan yang
seluas-luasnya kepada warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik,
sebaliknya warga negara yang bersangkutan juga harus memperlihatkan tingkat
partisipasi politik yang cukup tinggi. Jika tidak, maka kadar kedemokratisan negara
tersebut masih diragukan.

Hal. 3 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

Di negara-negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa


kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk
menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan
orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan.

Partisipasi politik erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar
bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam
penyelenggaraan pemerintah. Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa
lebih banyak partisipasi masyarakat maka lebih baik, sebaliknya tingkat partisipasi yang
rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat
ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap masalah
kenegaraan.

Masalah partisipasi politik bukan hanya menyangkut watak atau sifat dari pemerintahan
negara, melainkan sifat, watak atau karakter masyarakat suatu negara dan
berpengaruh yang ditimbulkannya.

B. Bentuk-Bentuk Partisipasi
Dalam tataran praktis, partisipasi politik bisa muncul dalam beberapa bentuk. Setiap
bentuk-bentuk partisipasi politik akan berisikan gaya, tuntunan, pelaku, dan sampai
pada tindakan-tindakan yang dilakukan warga negara dalam konteks politik. Selain itu
juga berkanaan dengan jumlah orang yang terlibat dalam bentuk-bentuk partisipasi
politik, tidak harus selalu dilakukan oleh sekelompok orang, tetapi bisa juga dilakukan
oleh hanya satu orang.

Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik yang dilakukannya.
Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Partisipasi aktif
Bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran suatu sistem
politik. Misalnya, kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan
umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan
pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan

Hal. 4 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pimpinan
pemerintahan.
2. Partisipasi pasif
Bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik.
Misalnya, kegiatan menaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu
saja setiap keputusan pemerintah. (Sudijono, Sastroadmojo, Perilaku Politik, IKIP
Semarang Press, 1995, hal. 74)

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi politik


menjadi:
1. Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum,
mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau
eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha memengaruhi hasil pemilu;
2. Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik
dengan maksud memengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
3. Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku
anggota maupun pemimpinnya, guna memengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah;
4. Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan
dengan pejabat-pejabat pemerintah guna memengaruhi keputusan mereka, dan
5. Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna
memengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik
manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta,
pembunuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
(http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/partisipasi-politik.html,diakses7Juli2014)

Hal. 5 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

Di tingkat individu, secara lebih spesifik Milbrarth M.L. Goel mengidentifikasi tujuh
bentuk partisipasi politik individual:

No Bentuk Partisipasi Keterangan

1. Aphatetic Inactuves Tidak beraktivitas yang partisipatif, tidak pernah


memilih.

2. Passive Supporters Memilih secara reguler/teratur, menghadiri parade


patriatik, membayar seluruh pajak, “mencintai negara”.

3. Contact Specialist Pejabat penghubung lokal (daerah), provinsi, dan


nasional dalam masalah-masalah tertentu.

4. Communicators Mengikuti informasi-informasi politik, terlibat dalam


diskusi-diskusi, menulis surat pada editor surat kabar,
mengirim pesan-pesan dukungan dan protes terhadap
pemimpin-pemimpin politik.

5. Party and campaign Bekerja untuk partai politik atau kandidat, meyakinkan
workers orang lain tentang bagaimana memilih, menghadiri
pertemuan-pertemuan, menyumbang uang pada partai
politik atau kandidat, bergabung dan mendukung partai
politik, dipilih jadi kandidat partai politik.

6. Community activitis Bekerja dengan orang lain berkaitan dengan masalah-


masalah lokal, membentuk kelompok untuk menangani
problem-problem lokal, keanggotaan aktif dalam
organisasi-organisasi kemasyarakatan, melakukan
kontak terhadap pejabat-pejabat berkenan dengan isu-
isu sosial.

7. Protesters Bergabung dengan demonstrasi-demonstrasi publik di


jalanan, melakukan kerusuhan bila perlu, melakukan
protes keras bila pemerintah melakukan sesuatu yang

Hal. 6 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

salah, menghadapi pertemuan-pertemuan protes,


menolak mematuhi aturan-aturan.

Dari berbagai aktivitas-aktivitas ini, kita bisa melihat keberagaman aktivitas dalam
partisipasi politik. Dari hal yang paling sederhana hingga yang kompleks, dari bentuk-
bentuk yang mengedepankan kondisi damai sampai tindakan-tindakan kekerasan.
Namun, seluruh aktivitas ini termasuk dalam kerangka partisipasi politik, setiap
tindakan yang berhadapan dengan pembuat dan pelaksana kebijakan, dan partisipan
terlibat untuk mempengaruhi jalannya proses tersebut agar sesuai kepentingan dan
aspirasinya. (http://tumija.wordpress.com/2009/07/31/budaya-politik/)

Bila dilihat dari jumlah pelaku, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi berikut:
1. Partisipasi individual, yaitu partisipasi yang dilakukan oleh orang perorang secara
individual, misalnya menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan kepada
pemerintah.
2. Partisipasi kolektif, yakni kegiatan politik yang dilakukan oleh sejumlah warga negara
secara serentak yang dimaksudkan untuk memengaruhi penguasa. Partisipasi
kolektif ini di bagi lagi menjadi dua, yaitu konvensional dan non-konvensional.

Tur Wahyudin (2008), membagi bentuk partisipasi politik berdasarkan tipe


masyarakatnya seperti berikut ini:
1. Masyarakat Primitif. Dalam masyarakat primitif, kehidupan politik cenderung erat
terintegrasi dengan kegiatan masyarakat pada umumnya. Oleh sebab itu, partisipasi
politik pada masyarakat ini cenderung tinggi dan mungkin sulit untuk
membedakannya dari kegiatan yang lain.
2. Masyarakat Berkembang. Dalam masyarakat berkembang, karena adanya
kombinasi dari institusi dan pengaruh modern dan tradisional, partisipasi umumnya
dibatasi oleh faktor-faktor seperti tingkatan melek huruf dan masalah umum. Oleh
karenanya, partisipasi dalam masyarakat ini dalam beberapa bentuk cenderung
sangat tinggi, dan yang lainnya cenderung sangat rendah.

Hal. 7 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

3. Masyarakat Totaliter. Salah satu karakteristik paling penting dari masyarakat totaliter
adalah bahwa mereka berusaha mengontrol partisipasi dalam proses politik pada
semua tingkatan.

C. Tingkatan Partisipasi Politik


Identifikasi bentuk-bentuk kegiatan partisipasi politik, ternyata tidak cukup untuk
menjelaskan bobot dari masing-masing kegiatan tersebut. Hal ini dibutuhkan guna
menjelaskan keterlibatan seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk-bentuk
praktik partisipasi politik, bisa diukur dari segi efektivitasnya. Hal ini berkenaan dengan
definisi inti seperti yang dikemukakan Huntington dan Nelson, yaitu berkenaan dengan
pengaruh kegiatan partisipasi politik terhadap proses politik yang dilakukan pemerintah.

Untuk menganalisis tingkat-tingkat partisipasi politik, mereka mengajukan dua kriteria


penjelas. Pertama, dilihat dari ruang lingkup atau proporsi dari suatu kategori warga
negara yang melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan partisipasi politik. Kedua,
intensitasnya, atau ukuran, lamanya, dan arti penting dari kegiatan khusus itu bagi
sistem politik.

Hubungan antara dua kriteria ini, cenderung diwujudkan dalam hubungan “berbanding
balik”. Lingkup partisipasi politik yang besar biasanya terjadi dalam intensitas yang kecil
atau rendah, misal partisipasi dalam pemilihan umum. Sebaliknya jika lingkup
partisipasi politik rendah atau kecil, maka intensitasnya semakin tinggi. Contoh,
kegiatan aktivis-atktivis partai politik, pejabat partai politik, kelompok-kelompok
penekan. Jadi dalam hal ini, terjadi hubungan, “semakin luas ruang lingkup partisipasi
politik, maka semakin rendah atau kecil intensitasnya, dan sebaliknya semakin kecil
ruang lingkup partisipasi politik, maka intensitasnya semakin tinggi”.

Tingkatan Partisipasi Politik


• Pejabat, Partai sepenuh, Waktu. Pemimpin partai/kelompok kepentingan (Aktivis)
• Petugas kampanye. Anggota aktif dari partai/kelompok kepentingan dalam proyek-
proyek sosial (Partisipan)

Hal. 8 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

• Menghadiri rapat umum anggota partai/kelompok kepentingan, membicarakan


masalah politik, mengikuti perkembangan politik melalui media massa, memberikan
suara dalam pemilu
• Orang-orang yang apolitis

Tingkatan partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson, Rush dan Althoff
• Menduduki jabatan politik atau administratif
• Mencari jabatan politik atau administratif
• Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
• Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
• Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi-political)
• Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi-political)
• Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya
• Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam bidang politik
• Voting (pemberian suara)

Tingkatan partisipasi politik, mencerminkan kapasitas partisipan dalam berpartisipasi


politik. Semakin tinggi tingkatan yang ditempati, maka semakin tinggi pula tingkatan
partisipasi politiknya. Dalam lingkup partisipasi politiknya, jika semakin tinggi maka
semakin sedikit (semakin mengerucut pada jumlah tertentu).

Voting merupakan tingkatan partisipasi politik terendah, yang membedakan satu tingkat
di atas orang yang apatis total, sementara di atasnya terdapat orang atau sekelompok
orang yang sering terlibat dalam diskusi-diskusi politik informal, yang proporsinya lebih
rendah, namun intensitasnya lebih tinggi.

D. Faktor Pendukung Partisipasi Politik


• Pendidikan politik
Menurut Ramdlon Naning, pendidikan politik adalah usaha untuk memasyarakatkan
politik, dalam arti mencerdaskan kehidupan politik rakyat, meningkatkan kesadaran
setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; serta

Hal. 9 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

meningkatkan kepekaan dan kesadaran rakyat terhadap hak, kewajiban, dan


tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara.

• Kesadaran politik
Menurut Drs. M. Taupan, kesadaran politik adalah suatu proses batin yang
menampakkan keinsafan dari setiap warga negara akan urgensi kenegaraan dalam
kehidupan masyarakat dan bernegara, kesadaran politik atau keinsafan hidup
bernegara menjadi penting dalam kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas
negara bersifat menyeluruh dan kompleks sehingga tanpa dukungan positif dari
seluruh warga masyarakat, tugas-tugas negara banyak yang terbengkelai.

• Sosialisasi politik
Sosialisasi politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses
dengan jalan mana orang belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada
politik. Adapun alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi
politik antara lain:
➢ keluarga(family)
➢ sekolah
➢ partai politik

E. Faktor Penghambat Partisipasi Politik


Ada banyak orang yang tidak berpartisipasi dalam politik, hal ini disebabkan oleh
beberapa hal antara lain:
1. Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat atau tidak punya
perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala.
2. Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk dari manusia”,
dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang kotor, tidak dapat
dipercaya, dan menganggap partisipasi politik dalam bentuk apa pun sia-sia dan
tidak ada hasilnya.
3. Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang dari politik dan
pemerintahan masyarakat dan kecenderungan berpikir mengenai pemerintahan dan
politik bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk orang lain tidak adil.

Hal. 10 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

4. Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan kehidupan nilai dan
ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami perasaan
ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang
mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak.

F. Fungsi Partisipasi Politik


Sebagai suatu tindakan atau aktivitas, baik secara individual maupun kelompok,
partisipasi politik memiliki beberapa fungsi. Robert Lane (Rush dan Althoff, 2005) dalam
studinya tentang keterlibatan politik, menemukan empat fungsi partisipasi politik bagi
individu-individu.
1. Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomis.
2. Sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan bagi penyesuaian sosial.
3. Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus.
4. Sebagai sarana untuk memenuhi keutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan
psikologis tertentu.

Dari sisi lain, Arbit Sanit (Sastroatmodjo, 1995) memandang ada tiga fungsi partisipasi
politik.
1. Memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya beserta
sistem politik yang dibentuknya.
2. Sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintahan.
3. Sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya sehingga
kemudian diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam
sistem politik, misalnya melalui pemogokan, hura-hura, dan kudeta.

Partisipasi politik juga mempunyai fungsi bagi kepentingan pemerintahan. Untuk


kepentingan pemerintahan, partisipasi politik mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Untuk mendorong program-program pemerintah. Hal ini berarti bahwa peran serta
masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program pemerintah.
2. Sebagai institusi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi
pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan.

Hal. 11 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

3. Sebagai sarana untuk memberikan masukan, saran, dan kritik terhadap pemerintah
dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan. (Gatara,
Said dan Said, Moh. Dzulkiah. 2007. Sosiologi Politik. Bandung. Pustaka Setia hlm
67)

G. Manfaat Partisipasi Politik


Manfaat partisipasi politik menurut beberapa ahli:
1. Menurut Robert Lane:
a. sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi
b. sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan bagi penyesuaian sosial
c. sebagai sarana mengejar niai-nilai khusus
d. sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan
psikologis tertentu.

2. Menurut Arbi Sanit:


a. memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya
beserta sistem politik yang dibentuknya
b. sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan kekurangan pemerintah
c. sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya sehingga
diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam sistem
politik.

Manfaat partisipasi politik bagi pemerintah:


1. mendorong program-program pemerintah
2. sebagai institusi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi
pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan
3. sebagai sarana untuk memberikan masukan, saran, dan kritik terhadap pemerintah
dalam perencanaan dan pelaksanaan program-proram pembangunan.

Hal. 12 dari 13
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 PENGANTAR ILMU POLITIK

MATERI DISKUSI

Berikan analisis saudara mengenai konsep tersebut dalam partisipasi pemilihan


kepala daerah!

DAFTAR PUSTAKA
Rush, Michael dan Althoff. Pengantar Sosiologi Politik. Penerbit PT Rajawali. Jakarta
1989.
Budiarjo,Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Penerbit Gramedia. Jakarta. 2008.
Sastrodmojo,Sudijono. Perilaku Politik. Penerbit Semarang pres. Semarang. 1995.
http://wayanpolitik.blogspot.com/faktor-faktor-pendukung-partisipasi.html
Gatara, Said dan Said, Moh. Dzulkiah. 2007. Sosiologi Politik. Bandung. Pustaka Setia.

BAHAN REVIEW
Mahasiswa diharapkan melakukan review terkait modul chapter di atas!

Hal. 13 dari 13

Anda mungkin juga menyukai