Anda di halaman 1dari 11

CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

Audit Humas

1
Revisi: 00/2019
Hal. 1 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

CHAPTER 1
AUDIT HUMAS

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi modul ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang audit
humas.

A. PENGANTAR AUDIT HUMAS

Menurut Pavlik (1987), audit humas adalah kategori penelitian yang paling luas digunakan. Audit
humas, katanya, dirancang untuk mengevaluasi kedudukan suatu organisasi dengan publiknya
yang relevan. Publik yang dimaksud di sini meliputi internal dan eksternal publik. Walaupun audit
humas sudah digunakan secara luas, bila kita merujuk ke berbagai literature, masih terlihat ragam
pendapat sehubungan dengan pengertian audit humas. Untuk keperluan bahasan modul ini,
diambil beberapa pendapat dengan maksud untuk dianalisis dan diperbandingkan. Dari
perbandingan tersebut akan diperoleh gambaran mengenai pengertian metode audit humas itu
sendiri.

Menurut Moore (1989), audit humas adalah suatu studi yang tersusun secara longgar, berskala
luas, yang menyelidiki hubungan masyarakat perusahaan, baik secara internal maupun eksternal.
Pendapat Moore tersebut setidaknya mengandung hal penting yang perlu untuk dibahas atau
diuraikan lebih jauh. Pertama, studi audit humas dilakukan secara longgar. Maksud longgar di sini
adalah dalam penelitian tidak harus mengacu pada satu pendekatan metode penelitian saja.

Hal. 2 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

Meskipun audit humas dapat digolongkan dalam penelitian evaluasi, bukan berarti dalam studi ini
hanya menerapkan prinsip-prinsip atau prosedur penelitian tersebut secara kaku. Peneliti boleh
saja menggabungkan beberapa prinsip metode penelitian. Misalnya, selain menggunakan prinsip
metode evaluasi, juga menggunakan prinsip metode survey.
Meskipun dalam praktiknya, audit humas dibolehkan menggunakan berbagai prinsip atau prosedur
penelitian, bukan berarti dalam pelaksanaan penelitian dapat seenaknya mengabaikan begitu saja
prinsip objektivitas. Prinsip ini tetap harus menjadi skala prioritas utama. Tanpa memperhatikan
prinsip objektivitas, hasil penelitian melalui audit humas dengan sendirinya akan kehilangan nilai
ilmiahnya. Jadi, kalaupun prinsip metode penelitian lain digunakan dalam audit humas, tetap saja
fungsinya hanya sebagai pendukung atau pelengkap. Titik tolaknya atau acuan utamanya tetap
pada prinsip-prinsip penelitian evaluasi.

Menurut Ferencic (1991), penelitian evaluasi adalah suatu metode dan teknik penelitian sistematis
yang digunakan untuk pengambilan keputusan ataupun penilaian tentang suatu program kegiatan.
Sementara tujuannya, kata Ferencic, untuk mengetahui apakah suatu kegiatan berlangsung
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Berkaitan dengan penelitian evaluatif, Ferencic (1991) membaginya menjadi tiga jenis, yaitu
evaluatif formatif, proses, dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada awal
suatu kegiatan atau aktivitas dilaksanakan. Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan pada
saat suatu kegiatan atau aktivitas yang sedang dilaksanakan atau berlangsung. Sementara itu,
evaluasi sumatif ialah evaluasi yang dilakukan pada saat pelaksanaan kegiatan telah berakhir.

Audit humas dimungkinkan menerapkan ketiga jenis penelitian evaluasi tersebut. Dikatakan
demiian, karena pada masing-masing jenis evaluasi tersebut akan dilalui dalam setiap kegiatan
humas suatu perusahaan atau lembaga. Apalagi kalau humas dari suatu perusahaan atau
lembaga sudah jelas program kerjanya, tuntutan audit humas pada masing-masing tahap evaluasi
menjadi sulit ditawar atau semakin penting. Jadi, humas yang bersangkutan secara betul dan
konsisten memang menerapkan fungsi manajemen sebagaimana yang diharapkan Terry.

Agar syarat objektivitas tetap terjaga, mau tidak mau peneliti dengan menggunakan audit humas
seyogyianya tetap berpikir berdasarkan fakta, menafsirkan berdasarkan fakta, dan membuat
kesimpulan berdasarkan fakta. Fakta yang dijadikan acuan tersebut baru dapat digunakan bila alat
ukur atau instrumen yang digunakan memenuhi syarat valid dan reliabel.

Atas dasar itu, agaknya beralasan bila Moore beranggapan bahwa audit humas termasuk studi
yang dapat dilakukan secara longgar. Namun, bila dikaji lebih jauh, pendapat Moore tersebut tentu
masih terbuka untuk diperdebatkan. Setidaknya bila audit humas diakitkan dengan tipe penelitian

Hal. 3 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

evaluasi. Konsekuensi penggunaan penelitian evaluasi adalah dalam audit humas mau tidak mau
harus memperhatikan pula tuntutan pendekatan kuantitatif walaupun harus diakui bahwa
penelitian evaluasi dapat pula mengacu pada pendekatan kualitatif atau menggabungkan kedua
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Namun, penggabungan yang dimaksud tentulah sebatas
pada penggunaan data.

Kalau pendekatan kuantitatif yang relevan digunakan, idealnya sample penelitian seyogyianya
diambil secara random (probability sampling). Dalam menyusun instrument juga harus
memperhatikan skala yang akan digunakan, apakah nominal, ordinal, interval, atau rasio. Jika
kedua hal itu menjadi focus perhatian, mau tidak mau hasil penelitiannya juga harus dianalisis
dengan bantuan uji statistic. Keruntunan berpikir seperti itu, tentu melemahkan pendapat Moore
yang mengatakan audit humas merupakan studi yang longgar.

Audit humas merupakan studi berskala luas. Karena Moore ini memang ada benarnya dan masuk
akal. Karena audit humas memang berutujuan untuk mengevaluasi semua kegiatan yang
dilakukan oleh humas, baik yang ditujukan pada internal publik maupun eksternal publik. Internal
publik mencakup semua karyawan suatu lembaga atau perusahaan mulai dari level tertinggi
hingga level terendah, termasuk pula keluarga dari para karyawan itu sendiri. Sementara itu,
eksternal publik adalah semua kelompok manusia atau ogranisasi yang berada di luar internal
publik, seperti pers, pemerintah, pelanggan, dan masyarakat sekitar.

Kegiatan atau aktivitas yang ditujukan kepada internal publik banyak ragamnya. Di antaranya
adalah pertandingan olahraga, wisata, pengumuman, menerbitkan majalah, bulletin, dan bentuk
publikasi atau kegiatan lainnya. Sementara itu, kegiatan atau aktivitas yang ditujukan kepada
eksternal publik juga beragam. Di antaranya adalah konferensi pers, siaran pers, press tour,
anjangsana, open house, pameran, bakti sosial, dan berbagai bentuk publikasi lainnya.

Dengan mengevaluasi semua kegiatan humas, diharapkan akan diketahui kegiatan mana saja
yang mencapai hasil dan kegiatan mana pula yang mengalami kegagalan. Dalam konteks ini,
persyaratan komprehensif memang terpenuhi. Jadi, makna berskala luas yang dimaksudkan
Moore sangatlah ideal.

Dalam dunia empiris, ideal yang diharapkan Moore memang ada. Namun, tidak semua lembaga
atau perusahaan menekankan kegiatan internal dan eksternal dalam porsi yang sama. Ada
lembaga atau perusahaan yang hanya menekankan pada kegiatan eksternal saja, tetapi ada pula
yang lebih memprioritaskan pada kegiatan internal. Mana yang menjadi skala prioritas, sebetulnya
bergantung pada tujuan yang hendak dicapai dari masing-masing perusahaan atau lembaga.Lagi
pula, meskipun ada humas suatu lembaga yang memprioritaskan kegiatan internal dan eksternal

Hal. 4 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

publik, bukan berarti semua kegiatan yang dilakukannnya itu penting bagi suatu perusahaan atau
lembaga. Dari banyaknya kegiatan internal yang dilakukan suatu perusahaan atau lembaga, tentu
ada yang penting dan ada pula yang tidak penting. Begitu pula halnya dengan kegiatan eksternal
publik. Dengan realitas demikian, audit humas sebetulnya boleh membatasi penelitian pada
beberapa kegiatan internal ataupun eksternal publik selama hal itu dinilai penting oleh humas yang
bersangkutan. Penting di sini tentu dalam konteks kegiatan yang dimaksud merupakan yang
utama atau prioritas-bukan pelengkap- dalam upaya mencapai kegiatan humas internal atau
eksternal atau kedua-duanya.

Dalam menentukan kegiatan humas internal dan eksternal mana saja yang akan diaudit,
seyogianya diadasarkan paa pertimbangan tertentu. Misalnya, peneliti bisa membatasi pada
kegiatan-kegiatan yang dianggap urgen (penting) saja. Pengertian urgen di sini bukan
berdasarkan criteria si peneliti, melainkan bertolak pada pendapat pejabat humas atau orang yang
diberi wewenang untuk itu oleh perusahaan atau lembaga yang hendak diaudit. Dari keterangan
pejabat humas atau orang yang ditunjuk untuk itu, akan diketahui kegiatan internal dan eksternal
mana saja yang dianggap penting. Untuk mendapatkan kegiatan apa saja yang penting, mau tidak
mau peneliti harus melakukan wawancara mendalam (depth interview) kepada pejabat humas
atau orang yang ditunjuk untuk itu.

Selain dilihat dari penting tidaknya suatu kegiatan, sebetulnya dapat juga digunakan pertimbangan
lain, seperti hanya membatasi pada kegiatan yang dilaksanakan secara rutin saja. Untuk
mengetahui hal itu, tentu pejabat humas atau yang diberi wewenang untuk itu yang paling
mengetahuinya. Karena itu, wawancara kepada pejabat humas atau yang diberi wewenang untuk
tidak dapat dihindarkan. Bisa pula mengambil beberapa kegiatan yang dilaksanakan secara rutin
ataupun yang tidak rutin. Hal terakhir ini boleh saja dilakukan bila tujuan dari audit humas memang
ingin mengetahui perbandingan efektivitas kedua kegiatan yang rutin dan tidak rutin. Jadi, mana
saja dari kegiatan humas yang hendak diaudit bergantung pada tujuan penelitian dan prioritas dari
kegiatan humas di suatu perusahaan atau lembaga tertentu.

Sementara Simon (Wimmer dan Dominick, 1983) berpendapat, audit humas adalah penelitian
yang khusus digunakan untuk menggambarkan, mengukur, dan menaksir kegiatan-kegiatan
humas suatu perusahaan dan memberikan petunjuk untuk penyusunan program-program
selanjutnya.

Jadi, yang hendak diukur dalam audit humas adalah semua kegiatan humas, baik yang ditujukan
kepada internal publik maupub eksternal publik. Hal ini tentu dalam arti kalau kedua kegiatan
tersebut dilaksanakan atau dilakukan oleh perusahaan atau lembaga yang akan diaudit. Bila

Hal. 5 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

dalam suatu perusahaan atau lembaga yang akan diaudit hanya melakukan kegiatan yang
ditujukan kepada eksternal publik saja misalnya, yang akan diaudit sebatas kegiatan eksternal
saja. Karena tidak mungkin mengaudit yang tidak ada. Begitu pula sebaliknya. Akan tetapi,
memang tidak menutup kemungkinan-humas di Indonesia banyak melakukannya- kedua kegiatan
(internal dan eksternal) dilaksanakan secara berimbang oleh suatu perusahaan atau lembaga.
Dalam hal demikian, yang diaudit harus kedua kegiatan tersebut.

Untuk mengukurnya, kata Lerbinger (Pavlik, 1987:28), ada dua tipe dasar yang seyogianya
dilakukan: (1) identifikasi khalayak dan (2) penelitian mengenai citra. Untuk identifikasi khalayak,
kata Lerbinger, ada empat langkah dasar yang perlu diperhatikan sebagai berikut. Pertama,
mengidentifikasikan semua publik yang relevan. Hal itu dimaksudkan supaya diketahui secara
persis profil publik suatu perusahaan atau lembaga. Suatu publik dianggap relevan atas dasar
apakah suatu perusahaan atau lembaga pada saat ini dan mungkin di masa dating mempunyai
dampak terhadap publik atau apakah publik tertentu di masa dating mempunyai pengaruh
terhadap perusahaan atau lembaga?

Itu artinya, identifikasi khalayak dimaksudkan untuk mendapatkan segmen internal dan eksternal
publik, mulai dari yang terpenting hingga yang tidak penting dari suatu perusahaan atau lembaga.
Karena internal publik dari masing-masing kegiatan kemungkinannya ada yang berbeda,
identifikasi khalayak sebaiknya dilakukan per kegiatan. Identifikasi ini dapat dilakukan melalui
wawancara kepada pejabat humas suatu perusahaan atau lembaga yang akan diaudit atau orang
yang ditunjuk oleh pejabat humas yang bersangkutan.

Tujuan mengidentifikasi segmen publik mulai dari terpenting hingga yang tidak penting adalah
untuk menetapkan besar sample dari masing-masing segmen. Jumlah sample idealnya paling
banyak diambil dari segmen yang paling penting, dan jumlahnya akan semakin mengecil pada
segmen publik yang tidak penting. Jadi, jumlah sample pada masing-masing segmen publik
idealnya tidak sama.Kedua, peneliti mengevaluasi kedudukan organisasi dengan setiap publik
yang relevan. Penekanan atau fokusnya di sini adalah persepsi publik, selera, dan kegiatan publik
dengan perusahaan atau lembaga yang bersangkutan.

Ketiga, peneliti mengidentifikasi isu-isu yang berkaitan dengan publik. Isu-isu yang diidentifkasi
seyogyianya sespesifik mungkin dan tetap mengacu pada karakteristik publik yang spesifik
pula.Keempat, peneliti mengukur kekuatan setiap publik. Sampai sejauh mana sumber-
sumbernya, keuangannya, humannya, dan sebagainya.

Hal. 6 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

Sementara itu, penelitian mengenai citra yang dimaksud oleh Lerbinger adalah penilaian baik atau
buruk dari khalayak internal dan eksternal pada suatu perusahaan atau lembaga. Penelitian ini
merupakan pengembangan langkah kedua dari audit humas yang dikemukakan Lerbinger. Untuk
keperluan tersebut, peneliti perlu menentukan atau mengetahui (a) kedekatan setiap publik
dengan organisasi atau perusahaan, (b) perilaku setiap publik dengan organisasi atau
perusahaan, dan (c) untuk setiap publik yang bergabung dengan organisasi.

Khusus mengenai citra, penting diketahui karena tidak ada perusahaan tanpa meiliki salah satu
jenis citra baik, buruk, atau diacuhkan. Perusahaan tidak akan sukses tanpa memiliki citra yang
baik (Kogan, 1973). Apa yang dikemukakan Kogan agaknya sejalan dengan pendapat Jefkins
(1988), yang mengatakan bahwa kita sering mendfenisikan citra secara berbeda-beda, tetapi citra
yang ada dalam diri seseorang merupakan hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Hal in
berarti setiap orang cenderung memiliki citra dari objek yang sama.

Citra perusahaan, kata Jefkins (1988) adalah karakter dari perusahaan itu sendiri dan cara
perusahaan mengusahakan untuk mempengaruhi kesan orang terhadap perusahaan. Cara
mengusahakan di sini dapat diartikan, suatu perusahaan atau lembaga melakukan berbagai
aktivitas atau kegiatan yang memang sengaja dirancang khusus untuk mempengaruhi publik
internal dan eksternal agar mempunyai kesan baik terhadap perusahaan atau lembaga yang
bersangkutan. Kesan seperti itu saat ini semakin diperlukan karena persaingan yang tajam di
antara sesame perusahaan atau lembaga yang bergerak di bidang produk atau jasa, khususnya
yang profit oriented.

Pembatasan pengukuran citra-sebagaimana dikemukakan Lerbinger-tentu mempersempit


cakupan dari audit humas. Sebetulnya, audit humas juga dapat mengukur sikap dan persepsi
publik internal dan publik eksternal terhadap suatu perusahaan atau lembaga. Baik citra, sikap,
maupun persepsi dapat dikelompokkan menjadi variabel pandangan. Jadi, studi audit humas
sebetulnya jauh lebih luas cakupannya bila diarahkan pada pandangan publik internal dan publik
eksternal terhadap suatu perusahaan atau lembaga.

Ketiga variabel tersebut dapat saja diukur sekaligus. Akan tetapi, bisa pula dua atau satu dari tiga
variabel yang masuk dalam kelompok pandangan tersebut. Variabel mana yang akan diukur
sangat bergantung pada tujuan dari masing-masing kegiatan internal dan eksternal yang akan
diaudit. Bila tujuan dari kegiatan internal dan eksternal ada dua (citra dan sikap) misalnya, kedua
variabel itulah yang akan diukur. Sebaliknya, bila ketiganya menjadi tujuan kegiatan humas,

Hal. 7 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

ketiganya harus diaudit. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa semua kegiatan yang
dilakukan suatu perusahaan atau lembaga, hanyalah bertujuan untuk memperoleh citra dari
khalayaknya. Bila memang itu yang menjadi tujuan humas suatu perusahaan atau lembaga,
dengan sendirinya penelitiannya juga hanya dibatasi pada citra.

B. PROSEDUR AUDIT HUMAS


Seperti penggunaan metode penelitian lainnya, metode audit humas juga memiliki prosedur
tersendiri yang harus dilalui peneliti sehingga persyaratan ilmiah dapat dipenuhi. Prosedur yang
dimaksud dalam bahasan ini disebut tahapan yang perlu diuraikan dan dilakukan dalam audit
humas.

Berkaitan dengan tahap-tahap penelitian audit humas, Moore (1989) dan Jones (Pavlik, 1987)
membaginya menjadi empat tahap :
1. menyelidiki apa yang “kita” pikirkan;
2. menyelidiki apa yang “mereka” pikirkan;
3. mengevaluasi perbedaan antaa dua sudut pandang;
4. menganjurkan atau merekomendasikan program komunikasi yang komprehensif
dengan tujuan untuk mengakhiri kesenjangan tersebut.

Dari keempat tahap tersebut, dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut :Pertama, apa yang
kita pikirkan, berkaitan dengan seseuatu yang ideal yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan atau
lembaga. Maksud ideal di sini adalah tujuan yang hendak dicapai oleh suatu perusahaan atau
lembaga, baik secara umum maupun khusus.

Sesuatu yang ideal secara umum biasanya akan terlihat pada tujuan suatu perusahaan atau
lembaga. Sementara itu, yang ideal secara khusus akan tergambar lebih konkret atau operasional
pada tujuan suatu bagian atau divisi humas dari perusahaan atau lembaga yang bersangkutan.
Untuk mengetahui apa yang dipikirkan (ideal) oleh suatu perusahaan atau lembaga, sebetulnya
cukup mengacu pada tujuan dari bagian atau divisi humasnya.

Kalau tujuan tersebut sudah tergambar secara jelas dalam arsip atau dokumen (data sekunder),
tujuan yang dimaksud sudah dapat dijadikan dasar acuan. Sebaliknya, bila tujuan kegiatan humas
internal publik dan eksternal publik belum ada yang didokumentasikan, untuk mendapatkan tujuan

Hal. 8 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

yang dimaksud mau tidak mau peneliti melakukan wawancara kepada pejabat humas atau orang
yang ditunjuk untuk itu oleh suatu perusahaan atau lembaga.
Tujuan yang dimaksud dapat dipilah-pilah menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
diadakannya humas suatu perusahaan atau lembaga dapat dimasukkan ke dalam tujuan umum.
Sementara tujuan khusus berkaitan dengan tujuan dari kegiatan internal dan eksternal publik. Bisa
pula, tujuan khusus ini dibagi-bagi menjadi berbagai subtujuan khusus. Kalau ini dilakukan, perlu
diketahui secara spesifik subtujuan khusus dari masing-masing kegiatan internal publik dan
eksternal publik.

Tujuan umum, khusus, dan subkhusus yang dapat diteliti melalui audit humas hanyalah yang
berkaitan dengan pandangan internal dan eksternal publik pada suatu perusahaan atau lembaga.
Pandangan di sini bisa berupa citra, persepsi, atau sikap internal dan eksternal publik. Ini berarti,
tujuan humas yang tidak berkaitan dengan citra, persepsi, dan sikap bukanlah kajian audit humas
dalam arti studi citra.

Karena audit humas masuk rumpun penelitian kuantitatif, mau tidak mau tujuan masing-masing
kegiatan hendaknya dinyatakan secara kuantitatif pula. Kalau, misalnya, menurut pejabat humas
bahwa tujuan kegiatan internal publik adalah menumbuhkan citra perusahaan atau lembaga yang
baik bagi keryawannya, perlu ditanyakan pada intensitas berapa citra baik yang diharapkan
(idealnya) itu.

Jika citra yang baik dimaksudkan adalah intensitas ketujuh, pengukurannya juga harus sampai
pada intensitas ketujuh. Bila citra yang baik itu dimaksudkan adalah intensitas kelima,
pengukurannya juga harus sampai pada intensitas kelima. Namun, yang perlu diingat, pengukuran
citra sebaiknya menggunakan skala semantic differential, yang menggunakan interval intensitas
penilaian terhadap suatu objek mulai dari 1 hingga 7. Tujuan yang sudah dinyatakan secara
kuantitatif ini dalam terminology audit humas disebut company ideal, yang dalam terminology
penelitian secara umum disebut sesuatu yang diharapkan atau das Sollen.

Kedua, menyelidiki apa yang mereka pikirkan. Maksud “mereka” di sini adalah semua internal
publik dan eksternal publik dari suatu perusahaan atau lembaga yang akan diaudit. Masing-
masing publik (internal dan eksternal) diidentifiaksi, kemudian diurutkan mulai dari yang paling
penting hingga paling tidak penting. Untuk menentukan publik mana yang paling penting hingga
paling tidak penting dapat diperoleh melalui wawancara kepada pejabat humas atau wakil

Hal. 9 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

perusahaan atau lembaga yang diberi wewenang untuk itu. Bisa juga menggunakan data
sekunder (kalau tersedia), seperti buku panduan yang berisi uraian publik dan skala prioritas.
Maksud “pikirkan di sini adalah pandangan atau penilaian dari internal dan eksternal publik
terhadap perusahaan atau lembaga. Dalam terminology penelitian, hal itu disebut das Sein atau
kenyataannya. Dalam terminology audit humas, hal itu disebut company actual. Ini diperoleh
melalui penelitian, yang umunya menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner.

Kuesioner yang digunakan sebaiknya disusun dengan memperhatikan skala semantic differential.
Skala ini, kata Zanden (1984:11), digunakan untuk mengukur arti tersirat dari suatu konsep
(seseorang, produk, sekelompok orang, sebuah lagu, partai politik, serang kandidat, dan
sebagainya). Alam kaitan dengan audit humas, konsep yang hendak diukur mencakup lembaga
dalam arti luas, seperti pimpinan lembaga, produk atau jasa yang dihasilkan, pelayanan, kegiatan
yang dilakukan, dan fisik lembaganya. Di sini, sample diminta untuk menilai suatu konsep dalam
suatu rangkaian skala tujuh nilai dari dua kutub yang berlawanan. Singkatnya, sample diminta
untuk menilai suatu konsep atau objek pada salah satu dari tujuh intensitas yang tersedia. Konsep
atau objek yang akan dinilai responden diformulasikan dalam kalimat pernyataan (deklaratif).

Ketiga, mengevaluasi perbedaan antara dua sudut pandang dimaksudkan untuk melihat
keberhasilan kegiatan yang sudah dilaksanakan. Caranya dengan membandingkan apa yang
“kita” pikirkan (company ideal) dengan apa yang “mereka” pikirkan (company actual). Bila
nilai company ideal sama dengan nilai company actual, kegiatan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan atau lembaga dapat dikatakan berhasil. Artinya, pandangan internal publik dan
eksternal publik dapat dikatakan baik atau positif terhadap suatu perusahaan atau lembaga.
Sebaliknya, bila nilai company actual tidak mencapai nilai company ideal, kegiatan yang dilakukan
oleh suatu perusahaan atau lembaga dapat dikatakan belum berhasil. Dengan kata lain,
pandangan internal publik dan eksternal publik pada suatu perusahaan atau lembaga belum baik
atau belum positif.

Evaluasi perbedaan seperti itu terlihat terlalu umum. Artinya, dalam menilai berhasil tidaknya
kegiatan yang dilakukan oleh humas suatu perusahaan atau lembaga masih belum spesifik. Untuk
mengetahui hasil yang lebih spesifik, mau tidak mau evaluasi juga dilakukan terhadap masing-
masing kegiatan dari kegiatan internal dan eksternal. Melalui evaluasi per kegiatan, akan diketahui
setidaknya dua hal. Pertama, berhasil tidaknya masing-masing kegiatan dalam mencapai tujuan
yang sudah ditetapkan (company ideal). Kedua, dari masing-masing kegiatan akan diketahui
tahap-tahap atau unsure-unsur mana atau apa saja yang berhasil dan yang mana atau apa pula

Hal. 10 dari 11
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

1 Audit Humas

yang mengalami kegagalan. Spesifikasi hasil evaluasi tersebut akan sangat membantu dalam
membuat rekomendasi perbaikan kegiatan humas di masa mendatang.
Ketiga, menganjurkan program komunikasi yang komprehensif, yang bertujuan untuk mengakhiri
kesenjangan tersebut. Pada tahap ini, biadanya dikemukan rekomendasi yang mengacu pada
hasil evaluasi (lihat tahap ketiga). Rekomendasi di sini dalam upaya memperbaiki kegiatan humas
di masa dating agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan, bahkan kalau dimungkinkan untuk lebih
ditingkatkan.

Ada dua bentuk rekomendasi yang dapat dikemukakan. Pertama, secara umum, dengan
memeprhatikan hasil evaluasi terhadap kegiatan internal publik dan eksternal publik. Di sini,
rekomendasi perbaikan diarahkan pada semua kegiatan yang belum mencapai hasil dan upaya
apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegiatan yang sudah mencapai hasil.Kedua,
secara spesifik, di mana rekomendasi diarahkan pada masing-masing tahap atau unsure dari
setiap kegiatan. Rekomendasi tahap kedua ini akan sangat berharga dalam memperbaiki tahap-
tahap atau unsur-unsur dari suatu kegiatan yang belum mencapai tujuan. Termasuk pula dalam
upaya untuk meningkatkan pencapaian dari setiap tahap atau unsure yang sudah mencapai
tujuan.

BAHAN REVIEW
Mahasiswa diharapkan melakukan review terkait modul chapter diatas!

Hal. 11 dari 11

Anda mungkin juga menyukai