Anda di halaman 1dari 15

CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

KEWIRAUSAHAAN

12
Revisi: 00/2019
Hal. 1 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

CHAPTER 12
PEMBINAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang
pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah.

1. Peran UMKM dalam Perekonomian Nasional


Tujuan utama pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUUD 1945.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan tersebut diselenggarakan bersama oleh
masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan, dan
pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi, serta
menumbuhkan suasana dan iklim yang menunjang.

Usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu
memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada
masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro, kecil, dan menengah adalah
salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama,
dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud
keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan
peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara.

UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah
menyebutkan definisi Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah. Usaha Mikro
adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.

Hal. 2 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar
yang memenuhi Kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini.

Adapun Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20
Tahun 2008.

Meskipun usaha mikro, kecil, dan menengah telah menunjukkan peranannya dalam
perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala,
baik yang bersifat internal maupun eksternal, dalam hal produksi dan pengolahan,
pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim
usaha. Untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan usaha mikro
kecil, dan menengah, telah ditetapkan berbagai kebijakan tentang pencadangan usaha,
pendanaan, dan pengembangannya namun belum optimal. Hal itu dikarenakan
kebijakan tersebut belum dapat memberikan perlindungan, kepastian berusaha, dan
fasilitas yang memadai untuk pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan usaha
mikro, kecil, dan menengah dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan
tersebut perlu dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan
masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan. Karena itu
pemerintah, baik pusat maupun daerah, sesuai dengan kewenangannya melakukan
upaya pemberdayaan terhadap mereka, salah satunya dilakukan dengan kemitraan.

Hal. 3 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

Aspek penumbuhan iklim usaha meliputi: 1) pendanaan; 2) persaingan; 3)


prasarana; 4) informasi; 5) kemitraan; 6) perizinan usaha; dan 7) perlindungan.

Jika dijabarkan, penumbuhan iklim usaha melalui aspek pendanaan meliputi upaya
agar usaha kecil dapat memperoleh sumber pendanaan yang lebih luas. Contoh:
sumber pendanaan bagi usaha kecil bukan hanya bersumber dari Lembaga keuangan
dan bank, tetapi dimungkinkan pula mendapatkan sumber pendanaan dari nonbank,
seperti pegadaian dan hibah atau pinjaman dari keuangan BUMN yang disisihkan. Di
samping itu prosedur mendapatkan pendanaan bagi usaha kecil tersebut harus
dipermudah, tidak melalui proses yang berbelit-belit.

Dalam aspek persaingan, upaya dilakukan dengan menumbuhkan kerja sama


antarusaha kecil dalam bentuk koperasi, supaya kemampuan memproduksi menjadi
efisien dan memiliki posisi pemasaran yang lebih kuat, dibandingkan jika setiap
perusahaan mandiri secara bebas. Dalam aspek persaingan, dicegah terbentuknya
struktur pasar persaingan yang bersifat tidak sempurna yang akhirnya merugikan
pertumbuhan usaha kecil. Bentuk usaha tersebut dapat berupa monopoli, monopsoni,
oligopoli, atau oligopsoni.

Contoh: di bidang perkebunan rakyat, jika untuk menjual hasil perkebunannya para
pengusaha kecil harus menjual pada satu perusahaan saja, ini disebut pasar
monopsoni. Para pengusaha akan rugi sebab tidak akan dapat menjual produknya
dengan harga tinggi. Sebaliknya dalam usaha kecil tradisional di bidang usaha tambak
tradisional, jika untuk membeli bibit ikan atau udang harus membeli pada satu
perusahaan saja, maka perusahaan tersebut telah menciptakan struktur pasar
monopoli. Hal ini akan merugikan petambak tradisional karena harus membeli input
dengan harga tinggi.

Untuk menumbuhkan iklim usaha yang baik, pemerintah membangun prasarana umum
yang diperlukan misalnya perbaikan jalan menuju lokasi sentra industri kecil, sehingga
akan mempermudah arus distribusi produk dari produsen ke konsumen. Demikian pula

Hal. 4 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

prasarana lain, seperti: listrik, air bersih, telepon, dan sebagainya. Selain
memperhatikan penyediaan, pemerintah juga perlu menentukan tarif pemanfaatan
tersebut lebih murah, misalnya tarif air bersih dari PDAM.

Aspek informasi bagi pengusaha kecil meliputi pemberian harga pasar untuk produk
usaha kecil yang bisa disiarkan ke seluruh wilayah Indonesia, seperti informasi harga
sayur-sayuran. Informasi seperti ini dapat dikumpulkan dalam bank data, sehingga
akan dapat digunakan sebagai bahan analisis. Aspek informasi yang juga penting
menyangkut informasi permintaan produk yang bersumber dari pasar, meliputi jumlah
permintaan maupun spesifikasi produk yang diminta, baik pasar domestic maupun
pasar ekspor. Demikian pula diperlukan penyebaran informasi tentang teknologi yang
dapat berupaperalihan atau penyuluhan tentang teknologi baru yang bersifat tepat guna
untuk usaha kecil. Contoh untuk meningkatkan kualitas hasil pengolahan kulit pada
industri kecil kulit, dilakukan kerja sama dengan lembaga internasional melalui
pelatihan pengolahan kulit.

Dalam aspek kemitraan, pemerintah mendorong, atau memberikan rangsangan


kepada usaha besar dan menengah agar mau melakukan kemitraan dengan usaha
kecil atas dasar pertimbangan rasional ekonomis. Model kemitraan yang ideal dapat
berupa saling ketergantungan dalam pemanfaatan input dan output kedua belah pihak.
Hubungan kemitraan ini diharapkan akan menimbulkan alih teknologi, manajemen, dan
perluasan kesempatan berusaha secara wajar. Dalam aspek kemitraan ini, usaha kecil
harus dilindungi, dan kerugian-kerugian yang akan muncul dari hubungan usaha
dengan usaha besar maupun menengah yang mungkin timbul, seperti penundaan
bayaran, pemotongan harga secara sepihak, pembebanan risiko yang kurang adil, dan
sebagainya.

Dalam aspek perizinan usaha, dilakukan penyederhanaan perizinan bagi usaha kecil.
Langkah yang ditempuh yakni dengan memusatkan sistem administrasi dalam satu
atap, sehingga akan menghemat biaya, waktu, dan tenaga. Di samping
menyederhanakan perjanjian dalam bentuk sistem administrasi satu atap, juga syarat-

Hal. 5 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

syarat untuk pengurusan izin disederhanakan. Dengan kemudahan pengurusan izin,


tersedia data dan informasi, keberadaan usaha kecil semakin lengkap sehingga
memudahkan penyusunan rencana dan program pengembangan kecil oleh pemerintah.
Penyederhanaan perizinan usaha kecil diharapkan juga akan menurunkan biaya.

Aspek perlindungan bagi usaha kecil antara lain meliputi penyediaan lokasi usaha,
misalnya berupa pasar tradisional, yang dibangun dengan memperhatikan lokasi untuk
pasar bagi usaha menengah dan besar. Contoh lain yakni pembangunan sentra industri
kecil atau penyediaan lahan pada Kawasan industri yang dibangun oleh pemerintah
atau oleh usaha menengah atau usaha besar. Aspek perlindungan diberikan pada
usaha kecil yang mempunyai kekhususan dalam proses produksi atau kepada kegiatan
usaha yang bersifat padat karya, termasuk kegiatan usaha yang memiliki nilai seni
budaya.

Dalam praktik, upaya penciptaan iklim untuk menumbuhkan usaha kecil masih banyak
dijumpai kendala dan penyimpangan yang terjadi bila dibandingkan dengan apa yang
dimaksudkan oleh Undang-undang tentang usaha kecil. Contohnya, meskipun sudah
ada peraturan yang mewajibkan sektor perbankan untuk menyalurkan kreditnya
sebesar 20% bagi usaha kecil, namun karena tingkat bunga kredit sangat tinggi
akhirnya tidak dapat dijangkau.

Dalam aspek persaingan, praktik monopoli, oligopoli, monopsoni dalam bidang usaha
tertentu termasuk dalam bidang usaha yang dilakukan usaha kecil, ternyata banyak
dilakukan oleh perusahaan besar atau konlomerat. Konsentrasi kekuatan besar
menyebabkan hambatan bagi pengembangan usaha kecil. Dalam hal prasarana lokasi
usaha, pada umumnya lokasi yang ada jauh dari konsumen atau kurang strategis untuk
dijangkau oleh konsumen. Bahkan di berbagai kota, lokasi untuk usaha kecil sektor
informal sering tergusur atau terkena penertiban tata kota dalam arti fisik.

Mengenai informasi pasar, teknologi, desain, dan mutu, sumbangan dari instansi teknis
sangat minim. Untuk mendapatkan desain produk misalnya untuk tas, sepatu dan lain-

Hal. 6 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

lain biasanya usaha kecil berupaya sendiri melalui upaya meniru desain produk impor.
Perijinan masih dirasakan oleh pengusaha kecil sebagai awal dari beban biaya
tambahan yang tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan produksi, sebab dengan
tercatatnya usaha mereka dalam wujud keluarnya izin usaha menimbulkan
kekhawatiran mereka akan jadi obyek pungutan-pungutan tidak resmi.

Dari segi tinjauan makro ekonomi, kurang berhasil upaya pengembangan usaha kecil
menyebabkan sumbangan dalam usaha kecil dalam pembentukan pendapatan
nasional proporsinya tetap kecil.

2. Pemberdayaan UMKM melalui Kemitraan Usaha


Kemitraan sebagai upaya mewujudkan demokrasi ekonomi merupakan upaya strategis.
Hal ini untuk lebih memacu ketahanan ekonomi nasional yang masih menghadapi
kesenjangan dan mengantisipasi persaingan yang semakin ketat di era globaisasi.
Pada hakikatnya kemitraan usaha tersebut sesuai dengan jiwa dan semangat
demokrasi ekonomi yang diamanatkan konstitusi.

Berdasarkan pengamatan empirik, kemitraan antarpelaku bisnis bukan hal baru dan
hanya dikembangkan di Indonesia. Kemitraan sudah menjadi gejala umum (common
strategy) bagi dunia usaha di seluruh dunia. Hal ini membuktikan bahwa keunggulan
bersaing dapat dikembangkan melalui keterkaitan usaha dengan saling ketergantungan
(interdependency) antar pelaku bisnis, bukan ketergantungan (dependency), dan juga
bukan ketidaktergantungan (independency) masing-masing pelaku. Dalam jangka
panjang harus dapat difikirkan ke arah kemitraan yang strategis di Indonesia dengan
latar belakang filosofis dan motivasi yang khas.

Bagi Indonesia, kemitraan sangat diperlukan dan sebagai wujud pelaksanaan amanat
UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dengan
berbagai modifikasi terhadap konsep awalnya, kemitraan di Indonesia diharapkan
dapat memenuhi suatu kondisi, antara Iain:

Hal. 7 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

a.) Memberdayakan usaha kecil untuk mengurangi kesenjangan sosial sekaligus


mendorong pemerataan; b.) Memperkukuh struktur ekonomi nasional menghadapi
globalisasi; c.) Mendorong keterkaitan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil
sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi kedua belah pihak.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 yang menjelaskan pelaksanaan


UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang dimaksud
kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan
Usaha Besar.

Dalam pelaksanannya, kemitraan antara usaha mikro, usaha kecil, dan usaha
menengah dengan usaha besar mesti memperhatikan prinsip kemitraan, menjunjung
etika bisnis yang sehat, serta masing-masing pihak mempunyai kedudukan hukum
yang setara. Setara berarti para pihak yang mengikat perjanjian kemitraan memiliki
kedudukan hukum yang sama dengan hak dan kewajiban yang patut dilaksanakan
sebagaimana diatur dalam perjanjian, kepada mereka berlaku hukum yang berlaku di
Indonesia.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga dijelaskan hal-hal yang terkait dengan
kemitraan lainnya yang secara singkat kami kutip dalam bahasan ini. Dasar dari prinsip
kemitraan antarusaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dan kemitraan antara
usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dengan usaha besar adalah kerja
sama ekonomi dan/atau usaha (bisnis). Kerja sama ekonomi dan/atau usaha (bisnis)
tersebut merupakan suatu bentuk keterkaitan usaha baik langsung maupun tidak
langsung yang secara alami saling membutuhkan, saling mempercayai, saling
memperkuat, dan saling memetik keuntungan. Karena itu, dikenal prinsip-prinsip
kemitraan yang meliputi:
a.) saling membutuhkan; b.) saling mempercayai; c.) saling memperkuat; dan d.) saling
menguntungkan.

Hal. 8 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

3. Pola Kemitraan
Kemitraan antara usaha mikro, usaha kecil, atau usaha menengah dengan usaha besar
dilaksanakan dengan disertai bantuan dan perkuatan oleh usaha besar. Kemitraan juga
mencakup proses alih keterampilan dalam beberapa bidang. Bidang-bidang itu adalah
produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan
teknologi sesuai dengan pola kemitraan. Adapun pola usaha kecil yang dimaksud dapat
berupa:
a.) inti-plasma; b.) subkontrak; c.) waralaba; d.) perdagangan umum; e.) distribusi dan
keagenan; f.) bagi hasil; g.) kerja sama operasional; h.) usaha patungan (joint venture);
i.) penyumberluaran (outsourcing), dan j.) bentuk kemitraan lainnya.
dilakukan dengan cara usaha besar sebagai inti berperan menyediakan input, membeli
hasil produksi plasma, dan melakukan proses produksi untuk menghasilkan komoditas
tertentu, dan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai plasma
memasok/menyediakan/menghasiIkan/menjual barang atau jasa yang dibutuhkan oleh
inti. Dalam pola ini, usaha besar berkedudukan sebagai inti, sedangkan usaha mikro,
usaha kecil, dan usaha menengah berkedudukan sebagai plasma. Jika yang
berkedudukan sebagai inti adalah usaha menengah, maka usaha mikro dan usaha
kecil berkedudukan sebagai plasmanya.

Adapun “subkontrak” adalah kemitraan yang dilakukan antara pihak penerima


subkontrak untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang dibutuhkan usaha besar
sebagai kontraktor utama disertai dukungan kelancaran dalam mengerjakan sebagian
produksi dan/atau komponen, kelancaran memperoleh bahan baku, pengetahuan
teknis produksi, teknologi, pembiayaan, dan sistem pembayaran. Unsur penting dari
pola kemitraan subkontrak yaitu memiliki nilai strategis, memproduksi satu atau lebih
komponen yang diperlukan dalam kegiatan produksi, adanya spesifikasi teknis, standar
mutu, volume, harga dan waktu peyerahan, dan sistem pembayaran. Tujuannya antara
lain terjadinya alih teknologi, modal, terjaminnya pasokan komponen, keseimbangan,
dan keadilan.

Hal. 9 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

Sedangkan yang dimaksud dengan “waralaba” adalah hak khusus yang dimiliki oleh
orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha
dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Usaha besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba memberikan
kesempatan dan mendahulukan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah yang
memiliki kemampuan. Usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah yang akan
mengembangkan usaha dengan menerapkan sistem bisnis melalui pemasaran barang
dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau
dipergunakan oleh pihak lain, dapat melakukan kemitraan dengan pola waralaba
sebagai pemberi waralaba.

Dalam pola kemitraan waralaba bidang dan jenis usaha yang merupakan prioritas
pengembangan usaha mencakup bidang:
a. perdagangan;
b. kebudayaan dan pariwisata;
c. perhubungan;
d. komunikasi dan informatika;
e. pendidikan;
f. kesehatan; dan
g. bidang usaha lainnya.

Pola kemitraan waralaba pelaku utamanya adalah usaha besar atau usaha menengah
sebagai pemberi waralaba (pewaralaba) dan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha
menengah sebagai penerima waralaba (terwaralaba). Pemberi waralaba dan penerima
waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam
negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau
dijual berdasarkan perjanjian waralaba.

Yang dimaksud dengan “perdagangan umum” adalah kemitraan yang dilakukan dalam
bentuk kerja sama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan/

Hal. 10 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

penyediaan barang atau jasa dari usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah oleh
usaha besar, yang dilakukan secara terbuka. Kemitraan usaha dengan pola
perdagangan umum, dapat dilakukan dalam bentuk kerja sama pemasaran,
penyediaan lokasi usaha, atau menerima pasokan dari usaha mikro, usaha kecil, dan
usaha menengah oleh usaha besar yang dilakukan secara terbuka. Pemenuhan
kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh usaha besar atau usaha menengah
dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi usaha kecil atau usaha
mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan.

Pola kemitraan dengan “distribusi dan keagenan” adalah kemitraan yang dilakukan
dengan cara usaha besar atau usaha menengah memberikan hak khusus untuk
memasarkan barang dan/jasa kepada usaha mikro dan usaha kecil.

Adapun yang dimaksud dengan “bagi hasil” adalah kemitraan yang dilakukan oleh
usaha besar atau usaha menengah dengan usaha mikro dan usaha kecil, yang
pembagian hasilnya dihitung dari hasil bersih usaha dan apabila mengalami kerugian
ditanggung bersama berdasarkan perjanjian tertulis. Masing-masing pihak yang
bermitra dengan pola bagi hasil memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan dan
sumber daya yang dimiliki serta disepakati kedua belah pihak yang bermitra. Besarnya
pembagian keuntungan yang diterima atau kerugian yang ditanggung masing-masing
pihak yang bermitra dengan pola bagi hasil berdasarkan pada perjanjian yang
disepakati. Sedangkan “kerja sama operasional” adalah kemitraan yang dilakukan
usaha besar atau usaha menengah dengan cara bekerjasama dengan usaha kecil
dan/atau usaha mikro untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan
aset dan/atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung risiko usaha.
Unsur penting dari pola Kemitraan kerja sama operasional adalah adanya para pihak
yang melakukan perjanjian untuk membangun, menyediakan, mengoperasionalkan
aset/fasilitas selama masa produktif aset/fasilitas, memberikan pembinaan teknis
produksi dan manajerial kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, dan
melakukan serah terima aset/fasilitas pada akhir masa kerja sama operasional.

Hal. 11 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

Yang dimaksud dengan “usaha patungan (joint venture)” adalah kemitraan yang
dilakukan dengan cara usaha mikro dan usaha kecil Indonesia bekerja sama dengan
usaha menengah dan usaha besar asing untuk menjalankan aktivitas ekonomi
bersama yang masing-masing pihak memberikan kontribusi modal saham dengan
mendirikan badan hukum perseroan terbatas dan berbagi secara adil terhadap
keuntungan dan/atau risiko perusahaan. Usaha mikro, usaha kecil, dan usaha
menengah lokal dalam melaksanakan kegiatan usahanya dapat melakukan kemitraan
usaha dengan usaha besar asing melalui pola usaha patungan (joint venture) dengan
cara menjalankan aktivitas ekonomi bersama dengan mendirikan perusahaan baru.
Dalam menjalankan aktivitas ekonomi bersama para pihak berbagi secara proporsional
dalam pemilikan saham, keuntungan, risiko, dan manajemen perusahaan.

Adapun yang dimaksud dengan “penyumberluaran (outsourcing)" adalah kemitraan


yang dilaksanakan dalam pengadaan/penyediaan jasa pekerjaan/bagian pekerjaan
tertentu yang bukan merupakan pekerjaan pokok dan/atau bukan komponen pokok
pada suatu bidang usaha dari usaha besar dan usaha menengah oleh usaha mikro dan
usaha kecil. Kemitraan pola penyumberluaran dijalankan pada bidang dan jenis usaha
yang bukan merupakan pekerjaan pokok dan/atau bukan komponen pokok, yang
pelaksanaannya diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain pola-pola kemitraan di atas, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah
dapat melakukan kemitraan Iain yang berkembang di masyarakat dan Dunia Usaha
seiring dengan kemajuan dan kebutuhan, atau yang telah terjadi di masyarakat.

4. Peran Pemerintah Mendorong Kemitraan Usaha


Peran pemerintah dalam gerakan kemitraan memang sangat diperlukan, setidaknya
pada tahap-tahap awal yang sifatnya memotivasi dan mendorong pelaksanaan
kemitraan. Peran pemerintah yang pertama dan paling utama adalah menciptakan iklim
usaha yang sehat bagi kemitraan usaha. Selanjutnya pemerintah dapat berperan dalam
memberikan pedoman tentang kemitraan melalui peraturan perundangan. Pemerintah
juga berperan penting dalam memberikan informasi dan peluang kemitraan serta

Hal. 12 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

rencana teknis kepada usaha kecil dalam perencanaan kemitraan dan negosiasi bisnis.
Pemerintah dapat mendukung kemitraan dengan memantapkan prasarana, sarana dan
memperkuat kelembagaan, antara Iain mengembangkan sistem dan lembaga
keuangan. Berdasarkan penjelasan demikian, istimewanya dengan kemitraan alami
adalah pemerintah berperan menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga
mempercepat terwujudnya kemitraan.

Dengan gerakan kemitraan akan terjadi sinergi secara nasional antara usaha besar,
usaha menengah dan usaha kecil termasuk koperasi. Di samping itu dengan kemitraan
terjadi proses "belajar sambil bekerja (learning by doing)” yang merupakan proses yang
paling efektif dan efisien serta memperkokoh usaha mereka. Selanjutnya, kemitraan ini
memang harus diatur dalam suatu ketentuan perundangundangan agar mekanisme
dimaksud dapat mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan. Melalui peranan
tersebut, kemitraan dapat bersama-sama secara serentak dikembangkan dalam
perekonomian nasional. Dalam kaitan inilah kemitraan usaha menjadi lebih strategis
sifatnya di Indonesia.

Kemitraan usaha pada hakikatnya adalah pemaduan berbagai kompetensi yang dimiliki
oleh pengusaha besar, menengah, kecil, dan koperasi. Dalam kemitraan tersebut,
pengusaha besar, diharapkan berperan sebagai pemrakarsa sedangkan koperasi dan
pengusaha kecil menengah sebagai mitra usaha. Pengusaha besar diharapkan dapat
memperbaiki inefisiensi usaha yang timbul karena spesialisasi, sedangkan pengusaha
kecil diharapkan dapat memetik keuntungan karena percepatan pengembangan usaha
melalui jangkauan yang lebih luas terhadap peluan-peluang bisnis dan kompetensi
pengusaha besar. Itulah sebabnya kemitraan yang sedang digalakkan harus
berpedoman pada prinsip saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan.

Namun demikian, untuk mewujudkan cita-cita dan implementasi kemitraan tersebut


bukan berarti tanpa kendala dan rintangan. Hambatan tersebut bisa saja berasal dari
belum kondusifnya iklim berusaha, kesadaran yang masih rendah oleh kedua belah
pihak (usaha besar maupun usaha kecil) atau juga karena terdapatnya kelemahan

Hal. 13 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

usaha kecil di bidang SDM, modal, teknologi, informasi maupun organisasi dan
manajemen. Dalam hubungan ini harus disadari bahwa kemitraan sebagai salah satu
cara memang cukup untuk mengurangi jurang sosial, karena salah satu dampak
kemitraan adalah mendorong perkembangan usaha kecil. Tetapi sekali lagi kemitraan
adalah salah satu cara saja, jangan nanti kalau ada jurang sosial lantas kemitraan
menjadi kambing hitam. Oleh karena itu, rumusan langkah-langkah dan program-
program konkret dalam rangka mendorong tumbuh kembang dan majunya gerakan
kemitraan merupakan upaya yang sangat vital untuk memberdayakan ekonomi rakyat.

Kerja sama atau kemitraan usaha dilaksanakan dengan memperhatikan keterkaitan


usaha ke hulu atau ke hilir dengan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan
saling menguntungkan, disertai dengan perkuatan dari pengusaha menengah dan
besar dalam bentuk peningkatan kemampuan manajerial, peningkatan keterampilan
teknis produksi, bantuan modal kerja, bantuan peralatan, bantuan pemasaran, dan lain-
lain.

Liberalisasi ekonomi saat ini merupakan nafas dari kehidupan ekonomi global. Dalam
menghadapi ekonomi global, tak ada yang lebih fundamental kecuali upaya untuk
mendorong berjalannya tata ekonomi yang menggunakan mekanisme pasar sebagai
alat untuk mendistribusikan sumber daya ekonomi secara efisien kepada masyarakat
guna mencapai tingkat kemakmuran ekonomi yang tinggi. Secara konsepsional pasar
yang dapat berjalan secara sempurna merupakan cara yang paling ideal untuk
mencapai tujuan-tujuan normatif yaitu kemakmuran rakyat sebagaimana yang dicita-
citakan.

Namun demikian pasar yang sempurna (perfect competition) jarang ditemukan. Yang
terjadi justru ketidaksempurnaan pasar (imperfect competition). Akibatnya, konsentrasi
ekonomi berada pada kelompok usaha besar, seperti akses terhadap teknologi,
permodalan, informasi, dan SDM yang bermutu. Pada sisi lain terdapat usaha skala
kecil termasuk koperasi yang jumlahnya sangat besar yang bekerja pada pasar yang
sangat kompetitif, mereka lemah dalam akses terhadap terhadap teknologi,

Hal. 14 dari 15
CHAPTER MODUL MATA KULIAH

12 KEWIRAUSAHAAN

permodalan, informasi, dan serta didukung SDM yang kualitasnya rendah. Kemudian
antara usaha besar dengan usaha kecil bersaing di pasar tanpa didukung prasyarat
yang memadai bagi terwujudnya mekanisme pasar yang bersaing secara sempurna.
Dalam kondisi demikian ini timbulnya berbagai praktik-praktik persaingan tidak sehat
sulit dicegah.

Kondisi seperti itu menyebabkan mekanisme pasar tidak berjalan sempurna, yang
cenderung merugikan rakyat banyak, baik dalam aspek efisiensi maupun dalam aspek
keadilan. Usaha besar terus menikmati kesempatan-kesempatan lux yang bersumber
dari ketidaksempurnaan pasar, maupun yang berasal dari keunggulan-keunggulan
dalam aspek penguasaan modal, teknologi, dan profesionalisme SDM. Sementara
usaha kecil terus bergulat dengan berbagai kelemahannya dalam pasar yang sempit
dan dalam tingkat persingan yang sangat ketat. Akhirnya tujuan pembangunan nasional
untuk mencapai kemakmuran rakyat yang adil dan merata tidak tercapai.

Salah satu tantangan muncul di masa mendatang adalah adanya perubahan interaksi
antarnegara di dunia akibat globalisasi. Hal itu ditandai dengan munculnya interaksi
dunia baru yang “tanpa batas” (borderless world). Selanjutnya muncul pula interaksi
antarnegara melalui pasar global dengan pola, sistem perdagangan, dan investasi yang
semakin bebas (free trade and investment).

BAHAN REVIEW
Mahasiswa diharapkan melakukan review terkait modul chapter di atas!

Hal. 15 dari 15

Anda mungkin juga menyukai