Anda di halaman 1dari 15

Kerajaan-kerajaan 

Islam di Indonesia

1.  Kerajaan Samudra Pasai


                          Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang
berada di Sumatra. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh
dan mengalami kejayaan. Hal ini dibuktikan Kerajaan Samudera Pasai mampu
memperluas wilayahnya dan menjalin hubungan perdagangan dengan Arab. Pada
masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik aI Tahir, ada kunjungan Ibnu Battutah yang
mengadakan perjalanan India-Cina (kembali tahun 1345). Peranan Kerajaan
Samudera Pasai dalam persebaran agama Islam yaitu:
 Menjadi pusat studi Islam di Asia sehingga banyak orang-orang asing yang
menetap di Samudera Pasai.
 Penyebaran agama Islam melalui perluasan pengaruh politik. Hal ini dibuktikan
dengan berhasil merintis munculnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa.
Samudera Pasai menggunakan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan laut
yang menghubungkan daerah Pasai dengan Arab, India, dan Cina. Sebagai pusat
perdagangan dan pelabuhan besar, Samudera Pasai memiliki fungsi sebagai
 Tempat merambah perbekalan.
 Tempat mengurus masalah perkapalan.
 Tempat mengumpulkan komoditas dagang yang akan dikirim ke luar.Tempat
menyimpan barang yang akan diantar ke daerah lain.
Sebagai sebuah kerajaan, raja silih berganti memerintah di Samudra Pasai.
Raja-raja yang pernah memerintah Samudra Pasai adalah seperti berikut.
1) Sultan Malik Al-saleh berusaha meletakkan dasar-dasar kekuasaan Islam dan
berusaha mengembangkan kerajaannya antara lain melalui perdagangan dan
memperkuat angkatan perang. Samudra Pasai berkembang menjadi negara
maritim yang kuat di Selat Malaka.
2) Sultan Muhammad (Sultan Malik al Tahir I) yang memerintah sejak 1297-1326.
Pada masa pemerintahannya Kerajaan Perlak kemudian disatukan dengan
Kerajaan Samudra Pasai.
3) Sultan Malik al Tahir II (1326 – 1348 M). Raja yang bernama asli Ahmad ini
sangat teguh memegang ajaran Islam dan aktif menyiarkan Islam ke negeri-
negeri sekitarnya. Akibatnya, Samudra Pasai berkembang sebagai pusat
penyebaran Islam. Pada masa pemerintahannya, Samudra Pasai memiliki armada
laut yang kuat sehingga para pedagang merasa aman singgah dan berdagang di
sekitar Samudra Pasai. Namun, setelah muncul Kerajaan Malaka, Samudra Pasai
mulai memudar. Pada tahun 1522 Samudra Pasai diduduki oleh Portugis.
Keberadaan Samudra Pasai sebagai kerajaan maritim digantikan oleh Kerajaan
Aceh yang muncul kemudian
Adanya perpecahan di dalam kerajaan telah melahirkan kemunduran politik
dan perdagangan terlebih lagi, munculnya Kerajaan Malaka yang letaknya lebih
strategis. 

2.  Kerajaan Aceh
          Kerajaan Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang
didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528),
menjadi penting karena mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya
Kerajaan Malaka.
Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Acah sekarang).
Corak pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah
kaum bangsawan, disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di
bawah kaum ulama, disebut golongan tengku atau teungku.
Sebagai sebuah kerajaan, Aceh mengalami masa maju dan mundur. Aceh
mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-
1636). Pada masa pemerintahannya, Aceh mencapai zaman keemasan. Aceh bahkan
dapat menguasai Johor, Pahang, Kedah, Perak di Semenanjung Melayu dan Indragiri,
Pulau Bintan, dan Nias. Di samping itu, Iskandar Muda juga menyusun undang-
undang tata pemerintahan yang disebut Adat Mahkota Alam.
Corak pemerintahannya terdiri atas :
 Pemerintahan sipil oleh golongan bangsawan (teuku).
 Pemerintahan agama oleh golongan ulama (tengku).
 Berikut ini beberapa tindakan yang dilakukan Iskandar Muda untuk memperkuat
kerajaan Aceh.
 Memperluas daerah kekuasaan ke Semeranjung Malaka dengan dikuasainya
kerajaan Kedah, Perak, Johor, dan Pahang. Daerah pantai barat dan timur
Sumatera dikuasainya sampai ke Pariaman yang merupakan jalur masuk Islam
ke Minaangkabau.
 Untuk memperlemah kekuasaan Portugis, Iskandar Muda membuka kerja sama
dengan Belanda dan lnggris dengan mengizinkan kongsi dagang mereka, yaitu
VOC dan EIC untuk membuka kantor cabangnya di Aceh.
 Menyerang Portugis di Malaka dan sempat mengalahkan Portugis di Pulau
Bintan pada tahun 1614.Mendirikan
 Masjid Baiturrahman di pusat ibukota kerajaan Aceh.
Setelah Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi sultan yang mampu
mengendalikan Aceh. Aceh mengalami kemunduran di bawah pimpinan Sultan
Iskandar Thani (1636- 1641). Dia kemudian digantikan oleh permaisurinya, Putri Sri
Alam Permaisuri (1641- 1675). Sejarah mencatat Aceh makin hari makin lemah
akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku, serta antara golongan aliran
syiah dan sunnah wal jama’ah. Akhirnya, Belanda berhasil menguasai Aceh pada
tahun 1904.
Dalam bidang sosial, letaknya yang strategis di titik sentral jalur perdagangan
internasional di Selat Malaka menjadikan Aceh makin ramai dikunjungi pedangang
Islam.
Terjadilah asimilasi baik di bidang sosial maupun ekonomi.
Dalam kehidupan bermasyarakat, terjadi perpaduan antara adat istiadat dan
ajaran agama Islam. Pada sekitar abad ke-16 dan 17 terdapat empat orang ahli
tasawuf di Aceh, yaitu Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumtrani, Nuruddin ar-
Raniri, dan Abdurrauf dari Singkil.
Keempat ulama ini sangat berpengaruh bukan hanya di Aceh tetapi juga sampai ke
Jawa.
Dalam kehidupan ekonomi, Aceh berkembang dengan pesat pada masa
kejayaannya. Dengan menguasai daerah pantai barat dan timur Sumatra, Aceh
menjadi kerajaan yang kaya akan sumber daya alam, seperti beras, emas, perak dan
timah serta rempah-rempah.
3. Kerajaan Demak
Awal Perkembangan Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak
sebelumnya merupakan daerah vasal atau bawahan dari Majapahit. Daerah ini
diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir.
Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri
sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para bupati,
Raden Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak saat itu,
kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat. Wilayahnya
cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu,
daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan
Maluku.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan
digantikan oleh putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak dan
Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya, Pati Unus hanya
memperkuat pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis tidak masuk ke Jawa.
Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh adiknya Trenggana.
Setelah naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar membendung
masuknya portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan Kerajaan Demak.
Beliau mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat.
Dengan semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda
Kelapa lalu menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya
tunduk kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi raja di
Cirebon. Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil
menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat
kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati
Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati Madura,
Jaka Tingkir. Sultan Trenggana   mangkat pada tahun 1546 M.
Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik yang hebat di Demak.
Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli waris Demak juga saling
berebut tahta sehingga timbul perang saudara dan muncullah kekuasaan baru, yakni
Kerajaan Pajang.
Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur.
Pemerintahan diatur dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama
begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan
Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak yang masih
berdiri sampai sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang kebesaran
Demak sebagai kerajaan Islam.
Aspek Kehidupan Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah
pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras.
Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras,
madu, dan lilin.
Keruntuhan Kerajaan Demak
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang
dilakukan oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang
Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria Penansang
sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh suami
dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka berhasil
meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah Aria
Penansang. Aria Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu
pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.

4.  Kerajaan Pajang


         Pada tahun 1568 berdiri kerajaan Islam Pajang. Pendiri kerajaan ini adalah
Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir. Ia berhasil mengalahkan Arya penangsang raja
Demak. Ia kemudian menindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa berdirinya kerajaan Islam Pajang erat kaitannya
dengan kerajaan Demak.
Sultan Adiwijoyo atau Joko Tingkir adalah seorang yang suka menghargai
pendukung atau pengikut yang turut bertempur bersamanya sewaktu menghadapi
Arya Penangsang. Mereka yang telah berjasa oleh Sultan Adiwijoyo diberi hadiah
penghargaan. Kedua orang yang dinilai sangat berjasa yaitu Kiai Ageng Pemanahan
dihadiahi tanah di Mataram (sekitar Kotagede, dekat Yogyakarta). Sedangkan Kiai
Panjawi dihadiahi tanah di Daerah Pati. Mereka sekaligus diangkat menjadi bupati di
daerahnya masing-masing.
Bupati Surabaya diangkat sebagai wakil raja yang memiliki daerah kekuasaan
meliputi Sedayu, Gresik, Surabaya dan Panarukan.
Kiai Ageng Pemanahan yang menjadi Bupati Mataram mempunyai seorang
putra bernama Sutowijoyo. Ia memiliki bakat di bidang kemiliteran. Sutowijoyo
lebih dikenal sebagai Senapti Ing Alaga (Panglima Perang). Karena itu setelah Kiai
Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, pemerintahan dilanjutkan oleh
Sutowijoyo, putranya.
Dalam perkembangnya di Pajang terjadi pergolakan hebat. Setelah Sultan
Adiwijoyo wafat pada tahun 1582, maka Arya Pangiri putra Sunan Prawoto (dari
Demak) mencoba merebut kekuasaan dari Pangeran Benowo yang ketika itu menjadi
penguasa Pajang menggantikan ayahnya, Sultan Adiwijoyo. pangeran Benowo
meminta bantuan Sutowijoyo dalam menghadapi Arya Pangiri. Perebutan kekuasaan
yang dilakukan Arya Pangiri tidak berhasil. Kemudian Pangeran Benowo
menyerahkan kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya yang bernama
Sutowojoyo karena tidak mampu lagi melanjutkan pemerintahan. Kemudian oleh
Sutowijoyo pusat pemerintahan dipindahkan ke Mataram. Dengan demikian tamatlah
kerajaan Pajang.

5.  Kerajaan Mataram


Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan
dilantik menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu
menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak
angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575
M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram. Setelah menjadi bupati,
Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa,
sehingga terjadilah peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan
Hadiwijaya mangkat. Setelah itu terjadi perebutan kekuasaan di antara para
Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran
Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah suasana aman,
Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya
yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke kotagede pada tahun 1568
M. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak
menghadapi rintangan. Para bupati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan
Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin lepas dan menjadi
kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha menundukkan bupati-bupati
yang menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil meletakkan landasan
kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar) sampai pasuruan (Jatim).
Setelah Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas
Jolang, lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa pemerintahan
Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang memberontak, seperti Bupati Pati,
Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung mempersiapkan
sejumlah besar pasukan, persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik
dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan
Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan
Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut
Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan mengalami kegagalan.
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan
hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam
pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan
terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-
upacara keagamaan. Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang
bertugas menjalankan pengadilan istana.
Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang
dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang.
Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini
karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki
daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah
pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa
seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah
Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha
dengan Islam.
Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya
sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan
dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.
Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut
Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan
ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.

6.  Kerajaan Banten


Awal Perkembangan Kerajaan Banten
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya
(Samiam) mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung
meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil
menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera
tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di
Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada
putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M),
Banten cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung,
Bengkulu, dan Palembang.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan
digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas daerah
kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan Pajajaran
dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam pertempuran. Sejak
saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak kejayaan.
Keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupan masyarakatnya diperhatikan,
seperti dengan dilaksanakannya pembangunan kota. Bidang pertanian juga
diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.
Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat,
terjadilah perang saudara untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa
itu, putra Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru berusia sembilan
tahun diangkat menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M.
Kemudian digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi oleh
Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat, Banten
mengalami kemunduran.

Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial


Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia, dan
Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat Banten
dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di
lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.

Kemunduran Kerajaan Banten


Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar
Banten Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara di
Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten. Sejak saat
itu Banten mulai hancur karena terjadi peang saudara, apalagi sudah tidak ada lagi
raja yang cakap seperti Maulana Yusuf.
7.  Kerajaan Cirebon
Kerajaan yang terletak di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah
didirikan oleh salah seorang anggota Walisongo, Sunan Gunung Jati dengan gelar
Syarif Hidayatullah.
Syarif Hidayatullah membawa kemajuan bagi Cirebon. Ketika Demak
mengirimkan pasukannya di bawah Fatahilah (Faletehan) untuk menyerang Portugis
di Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah memberikan bantuan sepenuhnya. Bahkan
pada tahun 1524, Fatahillah diambil menantu oleh Syarif Hidayatullah. Setelah
Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Syarif Hidayatullah
meminta Fatahillah untuk menjadi Bupati di Jayakarta.
Syarif Hidayatullah kemudian digantikan oleh putranya yang bernama
Pangeran Pasarean. Inilah raja yang menurunkan raja-raja Cirebon selanjutnya.
Pada tahun 1679, Cirebon terpaksa dibagi dua, yaitu Kasepuhan dan
Kanoman.
Dengan politik de vide at impera yang dilancarkan Belanda yang pada saat itu
sudah berpengaruh di Cirebon, kasultanan Kanoman dibagi dua menjadi Kasultanan
Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian, kekuasaan Cirebon terbagi menjadi 3,
yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan. Cirebon berhasil dikuasai VOC pada
akhir abad ke-17.

8.  Kerajaan Makassar


Awal Perkembangan Kerajaan Makassar
Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi
yang terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah
dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan
Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua
kerajaan itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar
ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu kerajaan Islam yang ramai akan
pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-tengah antara Maluku, Jawa,
Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639
M). Raja berikutnya adalah Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh
putranya, Hasanuddin (1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas
daerah kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi
Selatan, termasuk Kerajaan Bone.
VOC setelah mengetahui Pelabuhan Makassar, yaitu Sombaopu cukup ramai
dan banyak menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka
hubungan dagang. Setelah sering datang ke Makassar, VOC mulai membujuk Sultan
Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah-rempah). Namun,
bujukan VOC itu ditolak.
Setelah peristiwa itu, antara Makassar dan VOC mulai terjadi konflik. Terlebih
lagi setelah insiden penipuan tahun 1616. Pada saat itu para pembesar Makassar
diundang untuk suatu perjamuan di  atas kapal VOC, tetapi nyatanya malahan
dilucuti dan terjadilah perkelahian yang menimbulkan banyak korban di pihak
Makassar. Keadaan meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan
tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar. Oleh
karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja Bone) yang ingin lepas dari kerajaan
Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.
Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil
perekonomian terutama diperoleh dari hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan
Sombaupu ( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal dagang sehingga menjadi
pelabuhan transit yang sangat ramai. Dengan demikian, masyarakatnya hidup aman
dan makmur.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja dibantu oleh Bate Salapanga
(Majelis Sembilan) yang diawasi oleh seorang paccalaya (hakim). Sesudah sultan,
jabatan tertinggi dibawahnya adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu oleh
tumailang matoa dan malolo. Panglima tertinggi disebut anrong guru lompona
tumakjannangan. Bendahara kerajaan disebut opu bali raten yang juga bertugas
mengurus perdagangan dan hubungan luar negeri. Pejabat bidang keagamaan dijabat
oleh kadhi yang dibantu imam, khatib, dan bilal.
Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari Kerajaan Makassar adalah
keahlian masyarakatnya membuat perahu layar yang disebut pinisi dan lambo.
Kemunduran Kerajaan Makassar
Kemunduran Kerajaan Makassar disebabkan karena permusuhannya dengan
VOC yang berlangsung sangat lama. Ditambah dengan taktik VOC yang memperalat
Aru Palakka ( Raja Bone) untuk mengalahkan Makassar. Kebetulan saat itu Kerajaan
Makassar sedang bermusuhan dengan Kerajaan Bone sehingga Raja Bone setuju
bekerja sama dengan VOC.

9.  Kerajaan Banjar
           Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam yang terletak di Pulau Kalimantan,
tepatnya di Klimantan Selatan. Kerajaan Banjar disebut juga Kesultanan
Banjarmasin. Kata Banjarmasin meru[pakan paduan dari dua kata, yaitu Bandar dan
masih. Nama Bandar Masih diambil dari nama Patih Masih, seorang perdana menteri
Kerajaan Banjar yang cakap dan berwibawa. Sebelum menjadi kerajaan Islam,
Kerajaan Banjar telah diperintahkan oleh tujuh orang raja. Raja pertama ialah
Pangeran Surianata (1438-1460) dan raja terakhir ialah Pangeran Tumenggung
(1588-1595).
          Selama Pangeran Tumenggung memerintah, situasi politik di Kerajaan Banjar
berada dalam keadaan rawan. Pangeran Samudera yang berada di pengasingan secara
diam-diam menyusun kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Tumenggung.
Akibatnya, pada tahun 1595 terjadi perang saudara yang berakhir dengan
kemenangan di pihak Pangeran Samudera (Pangeran Suriansyah).
          Keberhasilan Pangeran Samudera tidak terlepas dari dukungan umat Islam di
wilayah Banjar serta dukungan Patih Masih dengan prajurit Kerajaan Demak. Setelah
masuk Islam, Pangeran Samudera berganti nama menjadi Pangeran Suriansyah.
Kemudian ia memindahkan pusat pemerintahan ke suatu tempat yang diberi nama
Bandar Masih, sekarang Banjarmasin.
          Perpindahan pusat pemerintahan Kasultanan Banjar juga terjadi pda masa
pemerintahan sultan-sultan berikutnya. Pada akhir masa pemerintahan Sultan
Hidayatullah (1650), pusat pemerintahan dipindahkan ke Batang Mengapan, yang
sekarang menjadi Muara Tambangan dekat Martapura. Pada masa Sultan Tamjidillah
(1745-1778) pusat pemerintahan dipindahkan ke Martapura pada tahun 1766.
          Sultan terakhir yang memerintah Kesultanan Banjar ialah Pangeran
Tamjidillah (1857-1859). Pengangkatan Pangeran Tamjidillah sebagai sultan oleh
Belanda mendapat tantangan dari masyarakat, sehingga menimbulkan pergolakan.
Karena tidak dapat memenuhi keinginan Belanda, ia diturunkan dari takhta. Pada
tanggal 11 Juni 1860, Belanda mengahapus kesultanan. Meskipun demikian,
peperangan terus berkobar.      

10.  Kerajaan Malaka


             Menurut beberapa versi, kerajaan ini didirikan oleh seorang pangeran dari
Palembang bernama Parameswara yang lari ke Malaka ketika terjadi serangan dari
Majapahit. Ia mendirikan kerajaan Malaka sekitar tahun 1400. Pada mulanya,
Parameswara adalah seorang raja yhang beragama Hindu. Setelah memeluk Islam,
dia mengganti namanya dengan nama Islam, Muhammad Syah (1400-1414). Raja
pertama ini kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Syah (1414-1424).
Selanjutnya raja-raja yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Muzafar Syah (1424-
1444), Sultan Mansur Syah (1444-1477), dan Sultan Mahmud Syah (1477-1511).
              Perdagangan menjadi sumber utama penghasilan kerajaan Malaka. Ciri-ciri
perdagangan di Malaka :
 Raja dan pejabat tinggi kerajaan terlibat dalam kegiatan dagang
 Pajak bea cukai yang dikenakan terhadap setiap barang dibedakan atas asal
barang.
 Perdagangan dijalankan dalam dua jenis. Pertama, pedagang memasukkan modal
dalam bentuk barang dagangan yang diangkut dengan kapal untuk dijual ke
negeri lain. Kedua, pedagang menitipkan barang atau meminjamkan uang kepada
nahkoda yang akan membagi keuntungannya dengan pedagang pemberi modal.
 Kerajaan mengeluarkan berbagai undang-undang yang mengatur perdagangan di
Kerajaan Malaka, agar perdagangan berjalan lancar.
11. Kerajaan Ternate dan Tidore
Ternate merupakan kerajaan Islam di timur yang berdiri pada abad ke-13
dengan raja Zainal Abidin (1486-1500). Zainal Abidin adalah murid dari Sunan Giri
di Kerajaan Demak. Kerajaan Tidore berdiri di pulau lainnya dengan Sultan Mansur
sebagai raja.
Kerajaan yang terletak di Indonesia Timur menjadi incaran para pedagang
karena Maluku kaya akan rempah-rempah. Kerajaan Ternate cepat berkembang
berkat hasil rempah-rempah terutama cengkih.
Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu
tidak berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, kedua
kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi
persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate
sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo. Spanyol yang masuk
Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi
pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin
memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Di lain pihak, ternyata bangsa
Eropa itu bukan hanya berdagang tetapi juga berusaha menyebarkan ajaran agama
mereka. Penyebaran agama ini mendapat tantangan dari Raja Ternate, Sultan
Khairun (1550-1570). Ketika diajak berunding oleh Belanda di benteng Sao Paulo,
Sultan Khairun dibunuh oleh Portugis.
Setelah sadar bahwa mereka diadu domba, hubungan kedua kerajaan
membaik kembali. Sultan Khairun kemudian digantikan oleh Sultan Baabullah
(1570-1583). Pada masa pemerintahannya, Portugis berhasil diusir dari Ternate.
Keberhasilan itu tidak terlepas dari bantuan Sultan Tidore. Sultan Khairun juga
berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.
Sementara itu, Kerajaan Tidore mengalami kemajuan pada masa
pemerintahan Sultan Nuku. Sultan Nuku berhasil memperluas pengaruh Tidore
sampai ke Halmahera, Seram, bahkan Kai di selatan dan Misol di Irian.
Dengan masuknya Spanyol dan Portugis ke Maluku, kehidupan beragama
dan bermasyarakat di Maluku jadi beragam: ada Katolik, Protestan, dan Islam.
Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa
di Maluku bagian tengah dan pengaruh Katolik sangat terasa di sekitar Maluku
bagian selatan.
Maluku adalah daerah penghasil rempah-rempah yang sangat terkenal bahkan
sampai ke Eropa. Itulah komoditi yang menarik orang-orang Eropa dan Asia datang
ke Nusantara. Para pedagang itu membawa barang-barangnya dan menukarkannya
dengan rempah-rempah. Proses perdagangan ini pada awalnya menguntungkan
masyarakat setempat. Namun, dengan berlakunya politik monopoli perdagangan,
terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai