Anda di halaman 1dari 3

1.

Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa arab adalah


bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan. Maknanya menurut
bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain’. Atau dari suatu
kaum kepada kaum lain.
Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta
kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli
warisnya.3 dan juga berbagai aturan tentang perpidahan hak milik, hak milik yang
dimaksud adalah berupa harta, seorang yang telah meninggal dunia kepada ahli
warisnya. Dalam istilah lain waris disebut juga dengan fara‟id. Yang artinya bagian
tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak menerimanya
dan yang telah di tetapkan bagianbagiannya.
2. dihp

3. ‫ك َحقًّا اَ ْو َماالً فَه َُو لِ َو َرثَتِ ِه بَ ْع َد َم ْوتِ ِه‬


َ ‫ َم ْن تَ َر‬.
“Barang siapa yang meninggalkan suatu hak atau suatu harta, maka hak atau harta itu
adalah untuk ahli warisnya setelah kematian”. (Al Bukhari IV, 1319 H : 52).
Hadis di atas menerangkan bahwa, masalah waris adalah masalah yang sangat
alami yaitu kepemindahan hak milik atas suatu benda atau harta dari orang yang
meninggal kepada keluarga atau keturunannya.

4. 1 Untuk menjadikan harta peninggalan itu menjadi hak penuh harta warisan, maka ahli waris berkewajiban:
a. Membayar biaya penyelenggaraan jenazah.  b. Membayar hutang-hutang pewaris. c.  Membayar wasiat
pewaris.

2.  Langkah yang dapat dilakukan jika harta peninggalan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
yang harus dibebankan kepada peninggalan tersebut adalah :

a. Dalam masalah perawatan jenazah, kewajiban untuk menanggung biaya tersebut adalah  ahli waris yang
semasa hidupnya ditanggung oleh pewaris.

b. Urutan membayar wasiat dan hutang, harus didahulukan mebayar hutang, karena harus mendahulukan
kewajiban dari pada anjuran berbuat baik.

c. Membayarkan hutang pewaris, diantara hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia, maka sebaiknya
didahulukan membayar hutang kepada manusia.

d. Membayarkan wasiat pewaris, jika harta peninggalan tidak mencukupi wasiat tidak perlu dilaksanakan.

5. Ashabah adalah ahli waris yang saham atau bagian-bagiannya ditentukan secara


pasti didalam nash al-Qur’an maupun hadis, tetapi ia menghabiskan sisa harta 
setelah dikeluarkan bagian dzawil furudh, disebut juga dengan ashabah nasabiyah. 

Ada 2 (dua) macam ashabah di dalam ilmu faraidl, yakni ashabah


sababiyah  dan ashabah nasabiyah.
a. Ashabah sababiyah adalah ashabah karena adanya sebab, yaitu
sebab memerdekakan budak. Ketika seorang budak yang telah
dimerdekakan meninggal dunia dan tak memiliki kerabat secara
nasab maka sang tuan yang memerdekakannya bisa mewarisi
harta peninggalannya secara ashabah, sebagai balasan atas
kebaikannya yang telah memerdekakan sang budak
b. ashabah nasabiyah adalah ashabah karena adanya hubungan
nasab dengan si mayit. Mereka yang masuk dalam kategori ini
adalah semua orang laki-laki yang telah disebutkan dalam
pembahasan para penerima waris dari pihak laki-laki selain
suami dan saudara laki-laki seibu, keduanya hanya menerima
dari bagian pasti saja (Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji,
Damaskus, Darul Qalam.

6. 'Ashabah bi al-nafsi, yaitu menerima sisa harta karena dirinya sendiri,


bukan karena sebab lain. Termasuk ashabah binafsihi adalah semua ahli
waris laki-laki kecuali saudara laki-laki seibu.

COntohnya seorang istri wafat dan meninggalkan suami, saudara kandung


perempuan, saudara laki-laki seayah. Sang suami mendapat bagian setengah (1/2),
saudara perempuan mendapat bagian setengah (1/2). Saudara seayah tidak
mendapat bagian disebabkan ashhabul furudh telah menghabiskannya.

7. Ashabah bil ghair terjadi apabila ada sohibul fard (ahli waris yang bagiannya
sudah tertera dalam Al-Qur'an atau hadits) berubah menjadi ashobah dikarenakan
adanya ahli waris yang memiliki gelar ashobah bi nafsihi. Biasanya terjadi apabila
ahli waris perempuan bertemu dengan ahli waris lelaki yang satu tingkatan
dengannya.

Contoh ashabah bil ghair


1. Anak perempuan jika bertemu dengan anak laki-laki

2. Cucu perempuan jika bertemu dengan cucu laki-laki

3. Saudara kandung perempuan apabila bertemu dengan saudara kandung laki-laki

dan masih ada lagi

8. ashabah maal ghair terjadi apabila sohibul fard (ahli waris yang bagiannya sudah
tertera dalam Al-Qur'an atau hadits) berubah menjadi ashobah dikarenakan adanya
sohibul fard yang lain.

Contohnya saat saudara perempuan kandung mayit bertemu dengan keturunan


perempuan mayit (baik anak maupun cucu)

Anda mungkin juga menyukai