Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH

PEMAHAMAN TERHADAP SIFAT-SIFAT TANAH PADA SUB GROUP

PUTRA RUSKAY MAHINDO HARAHAP(71190713053)

MHD AMRU F AZIZ (71190713044)

DHEASYRA LUTHFIA (71190713058)

ZULHAMDI NURHAFIZH (71190713056)

AGROTEKNOLOGI-B

AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Dasar

Klasifikasi tanah adalah cara mengumpulkan dan mengelompokkan tanah


berdasarkan kesamaan dan kemiripan sifat dan ciri morfologi, fisika dan kimia, serta
mineralogi, kemudian diberi nama agar mudah dikenal, diingat, dipahami dan
digunakan serta dapat dibedakan satu dengan lainnya. Tanah yang diklasifikasikan
adalah benda alami yang terdiri dari padatan (bahan mineral dan bahan organik),
cairan dan gas, yang terbentuk di permukaan bumi dari hasil pelapukan bahan induk
oleh interaksi faktor iklim, relief, organisma dan waktu, berlapis-lapis dan mampu
mendukung pertumbuhan tanaman, sedalam 2 m atau sampai batas aktifitas biologi
tanah (Soil Survey Staff, 2014).

1.2. Latar Belakang

Klasifikasi tanah di Indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1910 melalui


pendekatan bahan induk, proses pembentukan dan warna tanah. Perkembangan
pendekatan klasifikasi tanah dan aplikasinya dalam survei dan pemetaan serta
interpretasinya untuk keperluan sektor pertanian terus dilakukan untuk memodifikasi
sistem klasifikasi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan para peneliti.
Penggunaan klasifikasi tanah dalam survei dan pemetaan tanah diharapkan dapat
memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah untuk pengelolaan lahan pertanian
yang berkelanjutan. Indonesia adalah negara kepulauan, terdiri atas 17.508 pulau
dengan lima pulau terbesar, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua
yang menyebar di nusantara. Posisi wilayah daratan yang strategis berada di garis
khatulistiwa memberikan keuntungan dari segi iklim tropika basah dan suhu tinggi
yang dapat mempercepat proses pelapukan batuan menjadi tanah dan memberikan
keragaman hayati yang tinggi. Selain itu, keragaman bahan induk pembentuk tanah
memberikan keragaman sifat dan jenis tanah yang terbentuk. Setiap jenis tanah
mempunyai sifat dan ciri tertentu dan berbeda satu dengan lainnya serta memiliki
potensi dan kendala yang berbeda sehingga diperlukan input teknologi yang berbeda
untuk suatu jenis penggunaan pertanian dan atau non-pertanian. Karena alasan
tersebut, penggunaan tanah perlu dikelola dengan baik, sesuai karakteristik dan
potensi, kendala dan input teknologi spesifik lokasi yang diperlukan agar diperoleh
produktivitas pertanian yang optimal dan berkelanjutan melalui pendekatan
pemahaman klasifikasi tanah. Sistem klasifikasi tanah nasional perlu dibangun dan
dimiliki oleh setiap negara sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tanah. Sistem klasifikasi tanah yang telah ada sebelumnya, telah dibuat
1 sesederhana mungkin agar mudah dipahami dan diterapkan oleh para praktisi
lapang di bidang pertanian. Sementara itu, sistem klasifikasi lainnya seperti Sistem
Taksonomi Tanah (USDA) yang merupakan milik dunia internasional dan sudah
digunakan oleh para peneliti dan staf pengajar di Perguruan Tinggi di Indonesia dapat
dilanjutkan penggunaannya sebagai referensi dan untuk alat berkomunikasi
khususnya dengan para pakar tanah di dalam dan di luar negeri.

Tujuan

Tujuan utama membangun klasifikasi tanah pada awalnya diperlukan untuk


pertanian, namun kemudian berkembang juga untuk keperluan nonpertanian. Penamaan tanah
dalam klasifikasi tanah diperlukan sebagai alat komunikasi antar para pakar dan praktisi
tanah di Indonesia maupun di dunia internasional, evaluasi lahan, transfer teknologi
pengelolaan tanah dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, alat pemersatu dan ciri budaya
bangsa, serta merupakan cermin tingkat kemajuan dan penguasaan iptek tanah di suatu
negara.
Pengertian Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah merupakan sebuah subjek yang dinamis yang mempelajari


struktur dari sistem klasifikasi tanah, definisi dari kelas-kelas yang digunakan untuk
penggolongan tanah, dan kriteria yang menentukan penggolongan tanah hingga
pengaplikasiannya di lapangan.

Tujuan Klasifikasi Tanah


Adapun tujuan tujuan yang lebih rinci adalah sebagai berikut :

1. Mengorganisasi atau menata tanah


2. Mengetahui hubungan individu tanah
3. Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah
4. Mengelompokkan tanah untuk menaksir sifat, penelitian dan mengetahui
lahan-lahan yang baik.

Jenis Klasifikasi Tanah

1. Klasifikasi Alami, Klasifikasi tanah yang dilakukan berdasarkan atas sifat


tanah yang dimiliki tanpa menghubungkandengan tujuan penggunaan tanah
tersebut.
2. Klasifikasi Teknis, Klasifikai tanah yang dilakukan berdasarkan atas sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan
tertentu.

Kriteria Sistem Klasifikasi Tanah


Sistem klasifikasi tanah yang baik dan ideal harus mampu mengelompokkan
tanah dalam satu kelas yang :

 Isogenus – Tanah yang memiliki genesis yang sama


 Isomorf – Tanah yang memiliki kenampakan yang sama
 Isofungsi – Tanah yang memiliki fungsi sama dalam lingkungan
 Isotropik – Tanah yang memiliki lokasi yang sama.

Pemaparan Sistem Sitem Klasifikasi Tanah

A. Sistem Klasifikasi Tanah


Sistem yang dikembangkan oleh Dudal-Soepraptohardjo (1957) ini
merupakan sistem klasifikasi tanahg yang digunakan oleh Pusat Penelitian Tanah
Bogor. Sistem klasifikasi tanah nasional relatif lebih mudah dipelajari, dimana tata
nama dibuat sederhana dan mudah diingat. Sistem ini telah lama digunakan di
Indonesia, sebelum digantikan sistem taksonomi tanah. Sebagai contoh adalah Tanah
organosol (tanah gambut) yang terbentuk dari bahan organic dan umumnya tergenang
air. Sementara Tanah mineral tersusun dari bahan mineral (bahan).

B. Sistem Taksonomi Tanah


Sistem taksonomi tanah atau soil taxonomy (USDA) adalah sistem klasifikasi
tanah yang dikembangkan oleh Negara Amerika Serikat. USDA  merupakan
singkatan dari United States Departemen of Agriculture, yang merupakan sebuah
lembaga atau departemen pertanian Amerika Serikat.
A.Sistem Taksonomi Tanah
Sistem taksonomi tanah atau soil taxonomy (USDA) adalah sistem
klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh Negara Amerika Serikat. USDA 
merupakan singkatan dari United States Departemen of Agriculture, yang
merupakan sebuah lembaga atau departemen pertanian Amerika Serikat.

Sistem klasifikasi tanah menggunakan enam (6) kategori, yaitu :

1. Ordo (Order)
2. Suborder (Sub-Order)
3. Group (Great Group)
4. Subgroup (Sub-Group)
5. Family
6. Seri

1. Ordo Tanah

Ordo tanah dapat dibedakan atas dasar ada atau tidaknya horison penanda
serta jenis dari penanda horison itu sendiri. Contoh yang menunjukan ordo tanah,
sebuah tanah dengan horison agrilik serta memiliki atau berkejunahan basa > 35%
termasuk kategori ordo alfisol.

Kemudian ordo tanah dengan horison agrilik serta memiliki atau berkejuhan
bahasa < 35% termasuk ke dalam kategori ordo ultisol. Ultisol sendiri merupakan
ordo tanah dengan horison agrilik serta berkejunahan basa < 35%. Kemudian untuk
penamaan sub-ordonya biasanya menggunakan “ult” saja, yang menandakan
kependekan dari ultisol.

2. Sub-ordo Tanah

Apabila ordo tanah di lihat berdasarkan ada tidaknya horison, sedangkan


untuk sub-ordo ini yang menjadi alat ukur atu penanda ialah genetik tanah. Sebagai
contoh ialah ada tidaknya sifat-sifat tanah yang berhubungan dengan pengaruh
vegetasi, air, batuan induk serta kelembapannya.

Sub-ordo dari ultisol yang senantisa lembab sendiri ialah “udult” yang
merupakan gabungan dari “ult” dan “ud”. Seperti yang kita ketahui “ult” adalah sub-
ordo dari ultisol, sedangkan “ud” merupakan penanda atau ciri dari tanah yang selalu
lembab, fragipant dan lain sebagainya.

3. Kelompok Tanah

Kelompok tanah atau dalam bahasa Inggrisnya Great Group ditentukan


berdasarkan tingkat perkembangan tanah, regim suhu, susunan horison, jenis tanah,
kelembapan, kejenunahan basa serta ciri lainnya.
Contoh dari sebuah nama pengelompokan tanah adalah “Fragiudult”, yang
merupakan sebuah lapisan tanah yang rapuh.

4. Sub-kelompok Tanah

Sub-kelompok tanah sangat berkaitan erat sekali dengan kelompo tanah,


dimana sub-kelompok ini diambil dari inti kelompok tanah, sifat-sifat tanah dalam
peralihan kelompok lain, ordo lain, sub-ordo lain dan bukan tanah.

Contoh nama dari sub-kelompok tanah salah satunya ialah Aquic Fragiudult.


Mengapa diberi nama demikian? Sebab Aquic berasal dari Aqualt dimana merupakan
tanah yang senantiasa dipenuhi air, atau selalu berair.

5. Famili Tanah

Famili tanah berkaitan erat dengan sifat-sifat tanah itu sendiri, pertanian,
susunan mineral, sebaran besar butir, serta suhu pada kedalamannya sebagai
pembedanya. Contoh penamaan Famili yaitu Aquic Fragiudult, kaolinitik,
isohipertermik, berliat halus.

6. Seri Tanah

Seri tanah dibedakan berdasarkan beberapa jenis, diantaranya susunan tekstur,


struktur, warna, rekahan pada tiap horison, sifat mineral pada tiap horison, serta sifat
kimia pada tanah.Seri tanah sendiri ditetapkan pada mulanya dengan menggunakan
nama lokasi sebagai ciri serit tanah tersebut. Sebagai contoh Aquic Fragiudilt.

B. Sistem FAO/UNESCO
Klasifikasi tanah menurut FAO/UNESCO di kelompokkan menjadi beberapa
jenis, kurang lebih terdapat 23 kelompok tanah.

Penjelasan dan Keterangan

Ordo Tanah
Definisi dari 10 ordo tanah menurut Hardjowigeno (1992), antara lain :

1. Alfisol

Tanah yang tergolong dalam Ordo Alfisol merupakan  tanah-tanah yang


terdapat penimbunan liat di horizon bawah (horizon agrilik) dan memiliki
kejenuhan basa tinggi yaitu > 35 % pada kedalaman 180 cm dari permukaan
tanah.

Liat (clay) yang tertimbun pada horizon bawah tersebut berasal dari horizon di
atasnya yang tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan
sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning,
Latosol, bisa juga Podzolik Merah Kuning.
2. Aridisol

Tanah yang tergolong dalam Ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang


memiliki kelembaban tanah arid (sangat kering). Tanah aridisol
memiliki epipedon ochrik, terkadang juga dengan horizon penciri lain.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama yaitu Dessert Soil.

3. Entisol

Tanah yang tergolong dalam Ordo Entisol adalah tanah-tanah yang masih
sangat muda yang merupakan tingkat permulaan dalam perkembangan. Pada
Ordo Entisol ini tidak terdapat horizon penciri lain kecuali epipedon ochrik,
albik atau histik. Kata Ent dari Entisol ini memiliki arti baru atau recent.

Padanan ordo ini dengan sistem klasifikasi lama yaitu termasuk tanah alluvial
atau regosol.

4. Histosol

Tanah yang tergolong dalam Ordo  Histosol adalah tanah-tanah dengan


kandungan  bahan organik > 20% ( tanah berekstur pasir) atau lebih dari 30%
(untuk tanah bertekstur lempung). Lapisan yang mengandung bahan organik
cukup tinggi tersebut memiliki ketebalan lebih dari 40 cm.

Nama Histos memiliki arti jaringan tanaman. Padanan ordo ini dengan sistem


klasifikasi yang lama yaitu tergolong tanah Organik atau Organosol.

5. Inceptisol

Tanah yang tergolong dalam Ordo Inceptisol yaitu jenis tanah muda namun
lebih berkembang dibanding Ordo Entisol. Biasanya Ordo ini memiliki horizon
kambik. Tanah ini juga belum berkembang lanjut, sehingga sebagian besar dari
tanah ini cukup subur.

Nama Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang memiliki arti permulaan.


Padanan ordo ini dengan sistem klasifikasi yang lama yaitu termasuk tanah
Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.

6. Mollisol

Tanah yang tergolong dalam ordo Mollisol merupakan tanah dengan ketebalan
pada epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), memiliki
kandungan bahan organik lebih dari 1% dan kejenuhan basa lebih dari 50%.
Tanah ini memiliki agregasi yang baik, sehingga tanah tidak akan keras bila
kering.

Nama Mollisol berasal dari Kata Mollis yang berarti Lunak. Padanan ordo ini


dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m,
Rendzina, dll.

7. Oxisol

Tanah yang tergolong dalam Ordo Oxisol adalah jenis tanah tua dimana
mineral mudah sekali lapuk tinggal sedikit. Mengandung liat yang cukup tinggi
namun tidak aktif sehingga kapasitas pertukaran kation (KPK) rendah, yaitu
kurang dari 16 me/100g.
Disamping itu, tanah ini juga banyak mengandung oksida-oksida besi atau
oksida Al. Menurut pengamatan dan penelitian di lapangan, tanah ini
menunjukkan batas-batas horizon yang tidak jelas. Padanan ordo ini dengan
sistem klasifikasi tanah yang lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol
Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik atau Podzolik Merah Kuning.

8. Spodosol

Tanah yang tergolong dalam Ordo Spodosol adalah tanah-tanah dengan


horizon bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horizon
spodik) sedang, pada lapisan atas terdapat horizon eluviasi (pencucian) yang
berwarna pucat (albic).

Padanan ordo ini dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah
Podzol.

9. Ultisol

Tanah yang tergolong dalam Ordo Ultisol adalah tanah-tanah yang terjadi
penimbunan liat pada horizon bawah yang bersifat masam serta  memiliki
kejenuhan basa pada kedalaman  180 cm dari permukaan tanah kurang dari 
35%.

Padanan ordo ini dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah
Podzolik Merah Kuning, Latosol dan Hidromorf Kelabu.

10. Vertisol

Tanah yang tergolong dalam Ordo Vertisol adalah tanah-tanah dengan


kandungan liat yang tinggi ( > 30%) di seluruh horizon, dan memiliki sifat
mengembang dan mengkerut. Pada kondisi kering, tanah akan mengkerut
sehingga  tanah pecah-pecah dank eras, sedangkan bila tanah pada kondisi
basah akan mengembang dan lengket.

Penetapan Jenis Tanah

Tanah yang mempunyai horison H setebal > 50 cm (jika bahan organik terdiri
dari Spaghnum atau lumut > 60 cm atau mempunyai bulk density < 0,1 gr/cm3) dari
permukaan tanah, atau kumulatif 50 cm di dalam 80 cm dari lapisan atas; ketebalan
horison H mungkin berkurang bila terdapat lapisan batuan atau bahan fragmen batuan
yang terisi oleh bahan organik diantaranya. ORGANOSOL

Tanah lain yang berada pada batuan kukuh sampai kedalaman 20 cm dari
permukaan tanah. LITOSOL
Tanah lain yang berkembang dari bahan aluvium muda (resen), mempunyai
susunan berlapis atau kadar C organik tidak teratur dan yang tidak mempunyai
horison diagnostik (kecuali tertimbun oleh > 50 cm bahan baru) selain horison A
okrik, horison H histik, dengan tekstur lebih halus dari pasir berlempung pada
kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan tanah mineral. ALUVIAL

Tanah lain yang tidak mempunyai horison penciri, tidak bertekstur kasar dari
bahan albik atau horison apapun (kecuali jika tertimbun > 50 cm bahan baru) selain
horison A okrik, horison H histik serta mempunyai tekstur kasar (pasir, pasir
berlempung) pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan tanah mineral.
REGOSOL

Tanah lain yang mempunyai horison A umbrik 18 - < 25 cm, tidak


mempunyai horison penciri lainnya (kecuali jika tertimbun oleh > 50 cm bahan baru).
UMBRISOL

Tanah lain yang mempunyai horison A molik dan di bawahnya langsung


batukapur berkadar CaCO3 > 40% (Jika horison A mengandung pecahan CaCO3
halus banyak, warna horison A molik dapat menyimpang). RENZINA

Tanah lain setelah 20 cm dari lapisan atas dicampur, kadar liat > 30% sampai
sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan, mempunyai rekahan (cracks) tanah
sekurang-kurangnya lebar 1 cm pada kedalaman 50 cm jika tidak mendapat pengaruh
pengairan dan mempunyai satu atau lebih ciri berikut: bentukan gilgai, bidang kilir
atau struktur membaji yang jelas pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan.
GRUMUSOL

Tanah lain bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman
sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan, atau memperlihatkan ciri mirip horison B
argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi syarat karena faktor tekstur, tidak
mempunyai horison penciri (kecuali tertimbun > 50 cm bahan baru) selain horison A
okrik. ARENOSOL

Tanah lain yang mempunyai horison A molik atau umbrik, A okrik dan
horison B kambik, tidak mempunyai horison penciri lain (kecuali jika tertimbun > 50
cm bahan baru) pada kedalaman sampai 35 cm atau lebih mempunyai satu atau
kedua-duanya dari: (a) bulk density fraksi tanah halus (< 2 mm) pada kapasitas
lapang dari < 0,90 gr/cm3 dan komplek pertukaran didominasi oleh bahan amorf; (b)
> 60% adalah abu volkan vitrik, cinders, atau bahan piroklastik yang lain dalam
fraksi debu, pasir, dan liat. ANDOSOL

Tanah lain yang berkembang dari bahan volkan intermedier-basis, mempunyai


kandungan liat > 40%, remah sampai gumpal, gembur, dan warna homogen pada
penampang tanah dalam dengan batas horison baur, KB < 50% (NH4OAc) sekurang-
kurangnya pada beberapa bagian dari horison B di dalam kedalaman 125 cm dari
permukaan, tidak mempunyai horison penciri (kecuali jika tertimbun > 50 cm bahan
baru) selain horison A okrik, A umbrik, dan horison B kambik, tidak memperlihatkan
gejala plintit di dalam kedalaman 125 cm dari permukaan, dan tidak mempunyai sifat
vertik. LATOSOL

Tanah lain yang mempunyai kandungan liat tinggi (> 60%), remah sampai
gumpal, gembur dan warna homogen pada penampang tanah dalam dengan batas
horison baur, KB 50% atau lebih (NH4OAc), tidak mempunyai horison penciri
(kecuali jika tertimbun > 50 cm bahan baru) selain horison A molik dan horison B
kambik, tidak memperlihatkan gejala plintit di dalam kedalaman 125 cm dari
permukaan, dan tidak memiliki sifat vertik. MOLISOL

Tanah lain yang mempunyai horison B kambik tanpa atau dengan horison A
okrik, umbrik atau molik, tanpa memperlihatkan gejala hidromorfik di dalam
penampang 50 cm dari permukaan. KAMBISOL

Tanah lain yang memperlihatkan sifat hidromorfik di dalam kedalaman 50 cm


dari permukaan, tidak mempunyai horison penciri (kecuali jika tertimbun > 50 cm
bahan baru) selain horison A, horison H, horison B kambik, kalsik atau gipsik.
GLEISOL

Tanah lain yang mempunyai horison B argilik, atau kandik, dengan kadar liat
tinggi, penurunan kadar liat < 20% terhadap liat maksimum di dalam kedalaman 150
cm dari permukaan, kandungan bahan mudah lapuk < 10% di dalam kedalaman 50
cm dari permukaan, tidak mempunyai plintit sampai 125 cm dari permukaan, dan
tidak mempunyai sifat vertik. NITOSOL

Tanah lain yang mempunyai horison B argilik, atau kandik, mempunyai KB <
50% (NH4OAc) sekurang-kurangnya pada beberapa bagian dari horison B di dalam
kedalaman 125 cm dari permukaan, dan tidak mempunyai horison albik yang
berbatasan langsung dengan horison argilik atau fragipan. PODSOLIK

Tanah lain yang mempunyai horison B argilik, atau kandik, mempunyai KB >
50% (NH4OAc) dan tidak mempunyai horison albik yang berbatasan langsung
dengan horison argilik atau fragipan. MEDITERAN

Tanah lain yang mempunyai horison E albik di atas suatu horison dengan
permeabilitas lambat (horison B argilik atau natrik yang memperlihatkan perubahan
tekstur nyata, liat tinggi, fragipan) di dalam kedalaman 125 cm dari permukaan,
memperlihatkan ciri hidromorfik sekurang-kurangnya sebagian lapisan dari horison
E. PLANOSOL

Tanah lain yang mempunyai horison B spodik. PODSOL

Tanah lain yang mempunyai horison B oksik, atau kandik. OKSISOL

Tanah lain yang mempunyai horison B yang memiliki kadar plintit dan atau
kongkresi besi > 30% (berdasarkan volume) di dalam kedalaman 125 cm dari
permukaan tanah. LATERITIK
PENUTUP

Sistem Klasifikasi Tanah Nasional dibangun sesuai dengan kebutuhan dan


kondisi sumberdaya tanah serta perkembangan IPTEK tanah di Indonesia. Sistem ini
telah dikenal dan digunakan secara luas di Indonesia. Sebagai satu-satunya Sistem
Klasifikasi Tanah Nasional, maka sistem ini perlu digunakan dalam kegiatan survai
dan pemetaan tanah, evaluasi kesesuaian lahan, pewilayahan komoditas dan
rekomendasi teknologi pengelolaan lahan untuk tujuan-tujuan praktis dalam
pemanfaatan sumberdaya tanah dalam pembangunan pertanian dan non-pertanian di
Indonesia.

Saran

Diharapkan mahasiswa dapat memahami pengelolaan lahan, sehingga kita


bisa lebih bijak menggunakan tanah.
 
DAFTAR PUSTAKA

Andra 2020 https://comflit.com/klasifikasi-tanah/ Jakarta

Dudal-Soepraptohardjo 1957 https://guratgarut.com/klasifikasi-tanah/ Garut

Soil Survey Staff. 2014. Keys to Soil Taxonomy. Twelfth Edition. United States

Department of Agriculture-Natural Recources Conservation Service. Washington,

D.C.

Suhardjo, H dan M. Soepraptohardjo. 1981. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia

untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Publ. No.

28/1981. Proyek P3MT, Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai