Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pendirian dan Kepemilikan
Bank ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Hukum Perbankan.Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang segala hal yang berkaitan dengan pendirian bank dan juga
kepemilikan bank bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Wishnu Arditia S.H., M.H, selaku dosen
pengampun mata kuliah Hukum Perbankan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Banyuwangi, 26 Juni 2021


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dewasa ini banyak sekali kita melihat bank-bank swasta yang hadir di tiap tiap kota yang
menawarkan banyak sekali promo-promo menggiurkan sehingga menjadi daya pikat bagi
masyarakat agar mau menjadi nasabahnya. Promo promo yang ditawarkan pun memiliki iming-
iming yang cukup menggiurkan hingga tidak sedikit masyarakat yang ikut menjadi nasabanya.
Namun belakang ini kita melihat banyak sekali kasus-kasus pidana dimana uang milik nasabah
digelapkan dan dibawa lari oleh pemiliki bank tersebut sehingga akhirnya banyak nasabah yang
mengalami kerugian dari jutaan hingga milyaran rupiah. Hal ini diakibatkan oleh kurang
kewaspadaannya dari masyarakat dalam memlilih suatu bank sebagai tempat berinvestasi.

Bank sendiri merupakan suatu lembaga keuangan yang memiliki kewenangan untuk
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam
bentuk pinjaman modal kerja untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat umum. Istilah “Bank”
berasal dari bahasa Italia, yaitu “Banco” yang artinya bangku. 1 Sedangkan menurut Dr. B.N.
Ajuha menafsirkan bank sebagai tempat untuk menyalurkan modal dari masyarakat yang tidak
dapat menggunakan uang tersebut secara menguntungkan kepada pihak yang dapat membuat
uang tersebut lebih produktif untuk memberikan keuntungan pada masyarakat.

Dengan adanya banyak kasus penggelapan uang nasabah yang sedang marak di Indonesia
tentu ini menjadi suatu trend baru di tengah masyarakat Indonesia yang sedang dilanda krisis
ekonomi di masa Pandemi ini. Kasus terbaru yang menjadi pusat perhatian masyarakat adalah
raibnya uang tabungan milik atlet e-sport, Winda D Lunardi di salah satu bank swasta. 2 Kasus ini
menjadi salah satu kasus yang cukup panas mengingat dalam hal ini yang menjadi korban adalah
salah satu public figure di tanah air khususnya di bidang E-sports. Sehingga melibatkan banyak
pihak termasuk pengacara kondang Hotman Paris. Sehingga belajar dari kasus ini kami

1
https://www.maxmanroe.com/vid/finansial/pengertian-bank.html
2
https://www.integrity-indonesia.com/id/blog/2020/11/19/penggelapan-tabungan-rp-20-miliar-milik-atlet-esport-
raib/
mengangkat tema pendirian bank dan kepemilikan bank sebagai pembahasan makalah kami agar
dapat menjadi bahan bacaan sekaligus menambah wawasan bagi masyarakat dalam menyikapi
dan menghadapi kasus perbankan khususnya di bidang pendirian dan kepemilikan bank.
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa saja syarat-syarat pendirian bank di Indonesia ?

1.2.2 Bagaimana regulasi kepemilikan bank di Indonesia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui syarat-syarat pendirian bank di Indonesia.

1.3.2 Mengetahui regulasi kepemilikan bank di Indonesia.


BAB II
2.1 Landasan Teori

Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang beroperasi di dalam lingkup masyarakat
yang memiliki fungsi menyimpan dan mengeluarkan uang masyarakat. Pengertian bank menurut
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang
dimaksud dengan BANK adalah “ badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak” 3. Dari pengertian
bank di atas, maka secara luas dapat kita katakan bahwa bank merupakan perusahaan yang
bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang
keuangan. Sehingga jika kita berbicara mengenai bank, maka tidak akan pernah terlepas dari
masalah keuangan.

Menurut Dictionary of Banking an Services by Jerry Rosenbeg bahwa : Bank adalah


lembaga yang menerima simpanan giro, deposito, dan membayar atas dokumen yang tertarik
pada satu orang atau lembaga tertentu, mendiskonto surat berharga, memberikan pinjaman dan
menanamkan dananya dalam surat berharga.

Menurut Kasmir, SE, MM (2008:25), secara sederhana bank dapat diartikan sebagai
lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.

Menurut Lukman Dendawijaya (2005:14), mengemukakan “ Bank adalah suatu badan


usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang
menyelurkan dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus unit) kepada pihak yang
membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan.”

Menurut berbagai pendapat mengenai pengertian bank yang telah dijelaskan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga/perusahaan yang aktifitasnya menghimpun dana
berupa giro, deposito, tabungan, dan simpanan yang lain dari pihak yang kelebihan dana (surplus
3
Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan
spending unit) kemudian melemparkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana
(deficit spending unit) dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangkah
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2.2 Pembahasan

Dalam regulasi perizinan pendirian bank di Indonesia sendiri, ketentuan perizinan


pendirian bank sendiri diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998. Pada
prinsipnya, setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, terlebih dahulu wajib memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila hal tersebut diatur dalam
undang-undang tersendiri. Terkait dengan persyaratan dan tata cara perizinan Bank Umum dan
Bamk Perkreditan Rakyat ini telah diatur lebih lanjut dalam:

1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum, yang kemudian dicabut, diganti dan disempurnakan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum, selanjutnya
diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank
Umum;

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian dicabut, diganti dan
disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005, selanjutnya
diperbarui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum
Syariah;

3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha


Bank Umum Konvensional Manjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007, yang kemudian bagi Unit Usaha Syariah
dinyatakan tidak berlaku sebagaimana diperbarui dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah;

4. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Perkreditan Rakyat, yang kemudian dicabut, diganti dan disempurnakan
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006 tentang Bank Perkreditan
Rakyat;

5. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian dicabut,
diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004
tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006, selanjutnya diperbarui dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2000 tentang Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.

A. Perizinan Pendirian Bank

Ketentuan perizinan pendirian bank diatur dalam pasal 16 sampai dengan pasal 20
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Disebutkan bahwa di Indonesia pada prinsipnya, setiap pihak yang melakukan


kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlabih
dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari
Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri. Kewajiban untuk memperoleh izin
usaha sebagai Bank Umum atau Bank Umum Perkreditan Rakyat dikarenakan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapa pun, pada dasarnya merupakan kegiatan
yang perlu diawasi berhubung kegiatan ini terkait dengan kepentingan masyarakat
(nasabah) yang menyimpan dananya pada pihak bank.

Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,


setiap permohonan izin usaha perbankan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Susunan organisasi dan kepengurusan


b. Permodalan
c. Kepemilikan
d. Keahlian di bidang perbankan
e. Kelayakan rencana kerja
Mengenai persyaratan dan tata cara perizinan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
telah diatur lebih lanjut dalam :

1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei


1999 tentang Bank Umum, yang kemudian dicabut diganti dan disempurnakan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum, selanjutnya
diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank
Umum.

2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei


1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian dicabut diganti
dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang
Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005,
selanjutnya diperbarui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang
Bank Umum Syariah.

3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha


Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007, yang kemudian bagi Unit Usaha Syariah
dinyatakan tidak berlaku sebagaimana diperbarui dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah.

4. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei


1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat, yang kemudian dicabut, diganti dan
disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006 tentang Bank
Perkreditan Rakyat.

5. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei


1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, yang kemudian
dicabut, diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006,
selanjutnya diperbarui tentang Bank pembiayaan Rakyat Syariah.

1. Pendirian Bank Umum

Bank Umum hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Gubernur
Bank Indonesia.Modal disetor untuk mendirikan Bank Umum ditetapkan minimal 3
trilliun.

Bank Umum hanya dapat didirikan oleh :


a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia
b. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara
asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan, dengan ketentuan maksimal sebesar
99% dari modal disetornya.
Persyaratan & Prosedur Pendirian Bank Umum

Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum dari
Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri. Ps 16 UUP jo Ps 2 PBI 11/01/09
2. Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua) tahap:

a.persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank; dan

b.izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Bank setelah
persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan.

Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan paling kurang


sebesarRp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah). Modal disetor sebesar
Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) ini adalah setoran yang dilakukan dalam
bentuk setoran tunai diluar setoran dalam bentuk lain yang dimungkinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Modal disetor bagi Bank yang berbentuk badan
hukum Koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah sebagaimana diatur
dalam Undang-undang tentang Perkoperasian.

2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat ( BPR )

BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Bank Indonesia.
BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh :

a. Warga negara Indoneisia


b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia
c. Pemerintah daerah
d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud diatas.

Modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan paling sedikit sebesar :

1. Rp 5 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta.


2. Rp 2 miliarbagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota Provinsi di luar pulau Jawa
dan Bali di wilayah Kabupaten atau Kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
3. Rp 1 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota Provinsi di luar pulau Jawa
dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah sebagaimana disebutkan
di atas.
4. Rp 500 juta rupiah bagi BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah
sebagaimana dimaksud di atas.

Modal disetor bagi BPR yang berbentuk hukum koperasi adalah simpanan pokok,
simpanan wajib, dan hibah. Paling sedikit 50% ( lima puluh persen ) dari moda disetor
BPR wajib digunakan untuk modal kerja.

Modal disetor untuk mendirikan BPR Syariah ditetapkan sekurang-kurangnya :

1. Rp 2 miliar bagi BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten/Kota
Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi.
2. Rp 1 miliar bagi BPRS yang didirikan di wilayah ibukota Provinsi di luar wilayah
sebagaimana disebutkan di atas.
3. Rp 500 juta bagi BPRS yang didirikan di luar wilayah sebagaimana disebut dia
atas.
4. Pendirian Bank Umum Syariah ( BUS )

BUS hanya dapar didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin Bank
Indonesia.Persyaratan modal disetor untuk mendirikan BUS minimak sebesar Rp 1
triliun. Apabila modal disetor tersebut di-equivalent-kan sama dengan US$ 110 juta.
Modal disetor dimaksud adalah setoran yang dilakukan dalam setoran tunai. Modal
disetor yang berasal dari warga negara asing dan/atau badan hukum asing maksimal
sebesar 99% dari modal disetor BUS. Diperbolehkan pihak asing memiliki saham
mayoritas pada BUS dimaksudkan untuk membuka kesempatan yang lebih luas kepada
berbagai pihak, baik Indonesia maupun asing untuk turut serta memiliki BUS.

Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh :

a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia


b. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara
asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan
c. Pemerintah daerah.
4. Pembukaan Unit Usaha Syariah ( UUS ) Bank Umum Konvensional

Berkenaan dengan pembukaan UUS, ketentuan dalam pasal 5 ayat (9) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 menegaskan bahwa :

Bank Umum Konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah wajib membuka UUS di kantor pusat Bank dengan izin Bank Indonesia.

UUS adalah unit kerja Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit usaha syariah.

Hal ini selaras dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1998 yang
memberikan kemungkinan kekhususan kepada Bank Umum Konvensional untuk dapat
pula melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah melalui cara sebagai berikut :

a. Pendirian/pembukaan kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang yang


melaksanakan Prinsip Syariah
b. Melakukan perubahan kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

Pembukaan UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia, yang dilakukan
dalam bentuk izin untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syariah.Persyaratan modal kerja US$ ditetapkan, bahwa BUK menyisihkan modal kerja
paling kurang sebesar RP 100 miliar dalam bentuk tunai.

5. Pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

BPRS hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha setelah memperoleh izin
Bank Indonesia. Persyaratan modal disetor bagi pendirian BPRS minimal sebesar :
1. Rp 2 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah Daerah Khusu Ibukota Jakarta
Raya dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
2. Rp 1 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah Ibukota Provinsi di luar
wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Bogor, Depo,
Tangerang, dan bekasi.
3. Rp 500 juta untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah tersebut di atas.

Sementara itu, pihak yang dapat mendirikan dan/atau memiliki BPRS adalah :

a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh


pemiliknya warna negara Indonesia.
b. Pemerintah daerah.
c. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud di atas.

B. KEPEMILIKAN BANK

1. Kepemilikan Bank Umum


(1) Bank hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau
badan hukum asing secara kemitraan.
(2) Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari modal
disetor Bank.
a. Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik Bank wajib memenuhi syarat:

a. memiliki akhlak dan moral yang baik;


b.memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat; dan
d. tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus.

b. Kepemilikan saham Bank Umum


Dalam ketentuan pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, ditetapkan bahwa Bank Umum dapat
melakukan emisi saham melalui bursa efek di Indonesia dan/atau di luar negeri. Sebagai
pembelinya tidak terbatas, siapa saja diberikan kesempatan untuk memiliki saham Bank Umum
secara langsung dan/atau melalui bursa efek, baik perorangan maupun badan hukum, serta baik
warga negara Indonesia maupun warga asing dan/atau badan hukum yang membeli saham Bank
Umum akan mampu menungkatkan permodalan dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan
tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Pada gilirannya dengan perubahan struktur
permodalan dimaksud akan dapat membantu menciptakan sitem perbankan yang sehat.

c. Perubahan kepemilikan Bank


Rencana pengalihan kepemilikan bank yang dilakukan secara langsung harus dilaporkan
terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.Pelaporan ini dimaksudkan untuk memastikan agar
peralihan kepemilikan dilakukan kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan sebagai
pemilik bank.
Peralihan kepemilikan saham bank yang dilakukan melalui bursa efek dilaporkan kepada
Bank Indonesia apabila kepemilikan suatu pihak melalui bursa efek tersebut telah mencapai
jumlah tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya pengelolaan bank sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Dengan terjadinya pengalihan hak milik tersebut maka terjadi penggantian dan/atau
penambahan pemilik bank tersebut, yang pengeturannya tunduk pada tata cara penggantian
dan/atau penambahan pemilik bank yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu tentang merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, serta peraturan tentang pembelian
saham bank umum.
1) Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.
Merger di bidang perbankan dapat dilakukan atas inisiatif bank yang bersangkutan, permintaan
Bank Indonesia, atau inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan
perbankan.
2) Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank
baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa melikuidasi. Konsolidasi dibidang
perbankan dapat dilakukan atas inisiatif bank yang bersangkutan, permintaan Bank Indonesia,
atau inisiatif badan khusu yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan bank.
3) Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank. Pengambilalihan tersebut
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank tberkaitan dengan kemampuan untuk
menentukan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun pengelolaan dan
atau kebijakan bank. Akuisisi dibidang perbankan dapat dilakukan atas inisiatif bank yang
bersangkutan, permintaan Bank Indonesia, atau inisiatif badan khusu yang bersifat sementara
dalam rangka penyehatan perbankan.
2. Kepemilikan BPR
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan
hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah atau
dapat dimiliki bersama diantara ketiganya.
a. Penggabungan usaha BPR/BPRS
Merger,konsolidasi, dan akuisisi BPR/BPRS dapat dilakukan atas inisiatif BPR/BPRS yang
bersangkutan atau atas permintaan Bank Idonesia dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin
dari Bank Indonesia.
Merger atau konsolidasi hanya dapat dilakukan antar-BPR/BPRS.Merger dan konsolidasi antara
BPR konvensional dengan BPR Syariah hanya dapat dilakukan apabila BPR hasil marger atau
konsolidasi tersebut menjadi BPR Syariah.
Merger atau konsolidasi BPR/BPRS dapat dilakukan :
a. Antar-BPR/BPRS yang berkedudukan dalam wilayah provinsi yang sama
b. Antar-BPR/BPRS yang berkedudukan dalam wilayah provinsi yang berbeda sepanjang
kantor-kantor BPR/BPRS hasil marger/konsolidasi berlokasi dalam provinsi yang sama.
Akuisisi BPR/BPRS dapat dilakukan oleh perorangan atau badan hukum melalui
pengambilalihan saham yang mengakibatkan pihak yang mengakuisisi memegang pengendalian
BPR/BPRS. Pembelian saham yang dianggap mengakibatkan beralihmya pengendalian
BPR/BPRS yaitu bila kepemilikan saham :
a. Menjadi sebesar 25% atau lebih dari modal disetor BPR/BPRS.
b. Kurang dari 25% dari modal disetor BPR/BPRS namun menentukan baik langsung maupun
tidak langsung pengelolaan dan/atau kebijaksanaan BPR/BPRS.
BAB III
3.1Kesimpulan
Dengan ini kami dapat menyimpulkan bahwa Ketentuan perizinan pendirian bank diatur dalam
pasal 16 sampai dengan pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Pendirian Bank Umum hanya dapat
didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Gubernur Bank Indonesia. Modal disetor
untuk mendirikan Bank Umum ditetapkan minimal 3 trilliun. Kepemilikan bank sendiri dibagi
menjadi 2 yakni kepemilikan bank umum dan BPR
1. Kepemilikan Bank Umum
(1)Bank hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau
badan hukum asing secara kemitraan.
(2) Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari modal
disetor Bank.
2. Kepemilikan BPR
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan
hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah atau
dapat dimiliki bersama diantara ketiganya.

3.2Saran
Dalam melakukan suatu investasi khususnya di bidang perbankan hendaknya harus melihat dulu
latar belakang bank tersebut dan mengecek baik itu perijinannya maupun kepemilikannya
sehingga menjadi jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Lalu bila mana ada iming-iming yang
tidak masuk akal terkait janji keuntungan yang melimpah sebaiknya patut diwaspadai agar tidak
menjadi korban selanjutnya dari penggelapan dana akibat dari perijinan dan kepemilikan bank
yang tidak jelas.

Anda mungkin juga menyukai