Anda di halaman 1dari 276

RADIOFARMASI

Dosen:
Ridho Asra, M. Farm, Apt.
Penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan
Radiopharmacy radiokimia untuk membuat obat yang
mengandung atom radioaktif (radiofarmaka)
bagi keperluan diagnosa dan penyembuhan
Nuclear Pharmacy (terapi) penyakit yang diidap oleh pasien.

Radiofarmaka (radiopharmaceuticals):
Senyawa kimia atau obat, yang salah satu atom penyusun strukturnya
adalah nuklida radioaktif, untuk keperluan diagnosa atau penyembuhan
(terapi) suatu penyakit dan dapat diberikan ke pasien secara oral,
parenteral, dan inhalasi
Kedokteran Nuclear (nuclear medicine):
Bidang keahlian (specialist) kedokteran yang berhubungan dengan
penggunaan bahan radioaktif (radiofarmaka) untuk tujuan
diagnosa dan terapi suatu penyakit.
• Radiofarmaka diformulasikan dalam berbagai wujud
kimia dan fisika untuk mengarahkan (targeted)
keradioaktifan ke bagian-bagian tertentu dari tubuh

• Radiasi- yang dipancarkan dari radiofarmaka diagnosa


dengan mudah akan keluar dari tubuh sehingga
memungkinkan deteksi dan pengukuran dilakukan di
luar tubuh (eksternal).
• Pola distribusi radiasi dalam suatu organ terhadap waktu
memungkinkan dokter spesialis kedokteran nuklir
melakukan evaluasi morfologi dan fungsi sistem.
Gamma Camera

  

  
Unsur kimia yang radionuklidanya untuk diagnosa dan
terapi

C N O F
P
Sc Cu Ga
Rb Sr Y Tc Rh Pd In I
Re Au Tl Pb Bi At

Sm Dy Ho Yb Lu

positron beta gamma alfa


• Radiofarmaka terapi memancarkan radiasi dalam
bentuk partikel bermuatan, misalnya  atau , yang
mendepositkan energi kedalam organ yang sedang
disembuhkan dari penyakit.
Prosedur penggunaan radiofarmaka di dalam
kedokteran nuklir dapat dibagi dalam tiga
kategori:
1. Prosedur imaging atau pencitraan
2. Kajian fungsi in vivo diagnosa
3. Prosedur terapi
Evolving Paradigm in Medicine

Imaging

Anatomy Biochemical

Systemic Targeted

Therapy
Imaging Modalities
Anatomy Physiology Metabolism Molecular
CT
US MRI MRS
fMRI
Nuclear SPECT/PET
Optical Imaging
Nanosensor
Nuclear Medical Imaging System
Computer System
PET,SPECT (analysis of information of
(External Detecting radiactivity distribution)
system of Radiation)
Image of
radioactivity
Radiopharmaceutical distribution
(Biological active (Emitted Radiation:
molecule labeled with penetrate the body)
a gamma-emitting Radionuclide emits radiation
radioisotopes*)
Distribute to
target tissues

* 15O、 18F 、
11C 13N
、 、 PET,SPECT

99mTc 111In

67Ga
、123I

Non-invasive vizualization
of biochemical and
physiological functions in
vivo.
Prosedur imaging memberikan informasi diagnosa atas
dasar pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh.
Kajian dinamik memberikan informasi fungsional
melalui pengukuran laju akumulasi dan laju keluarnya
radiofarmaka oleh organ.
Kajian statik memberikan informasi morfologi
berkenaan dengan ukuran, bentuk, dan letak organ atau
adanya lesi yang menempati ruang, dan dalam beberapa
kasus mengenai fungsi relatif. Pola distribusi
radiofarmaka dalam suatu organ bervariasi dan
tergantung organ yang diamati dan ada atau tidak
adanya penyakit
Tiga jenis pengamatan melalui imaging (pencitraan):

♨Citra (image) dalam bentuk “hot spots” atau adanya


keradioaktifan yang merata (uniform) disebabkan radiofarmaka
terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ yang sehat atau
normal, sedangkan jaringan berpenyakit menolak atau
mengeluarkan radiofarmaka tersebut dan lesion muncul dalam
bentuk citra yang “cold spots”.
Misalnya, pada penatahan (scanning) liver dengan partikel koloid bertanda radioaktif ;
setelah partikel koloid tersebut diinjeksikan, partikel berakumulasi pada sel-sel phagocytosis
yang terdapat di liver. Bila tumor atau lesi lain berada di dalam liver, maka sel-sel yang
melokalisasi koloid radioaktif akan digantikannya.
Tiga jenis pengamatan melalui imaging (pencitraan):

♨Citra (image) dalam bentuk “hot spots” atau adanya


keradioaktifan yang merata (uniform) disebabkan radiofarmaka
terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ berpenyakit atau
lesion, sedangkan jaringan yang sehat atau normal menolak atau
mengeluarkan radiofarmaka tersebut sehingga citra muncul
sebagai “cold spots”.
Misalnya, penatahan otak dengan menggunakan radiofarmaka yang ditolak oleh `blood-
brain-barrier`. Bila otak tersebut berpenyakit sehingga `blood-brain-barrier` menjadi rusak,
maka radiofarmaka dapat meninggalkan ruang vascular dan selanjutnya terlokalisasi didalam
lesi.
Tiga jenis pengamatan melalui imaging (pencitraan):

♨Organ normal bisa mengakumulasikan radiofarmaka, tetapi


jaringan berpenyakit mampu mengakumulasikannya baik pada
tingkat yang lebih tinggi lagi bila fungsi organ berlebihan atau
meningkat, maupun pada tingkat yang lebih rendah dari pada
organ normal apabila fungsi organ menurun.
Misalnya, dalam pencitraan kelenjar thyroid (thyroid gland) dengan menggunakan iodium
radioaktif. Kelenjar thyroid dengan mudah mengakumulasikan radiofarmaka iodium-131
melalui fungsi normal, tetapi kelenjar yang sakit dengan jaringan thyroid yang hyperfunction
atau hypofunction akan menunjukkan konsentrasi radioiodium-131 yang meningkat atau
menurun.
Cardiac Imaging
• Cardiac function

Normal function Decrease function


Kidney Scan
• Renal transplantation

Rejection
Normal
Rotation

(A) SPECT (B) PET


Collimator

SPECT
SPECT/PET

PET
PET/CT

A hybrid fusion of PET and CT.


The PET/CT give a fusion of anatomic and functional data.
Fusion Image
A hybrid fusion of PET and CT.

Functional Image Anatomical Image “Fusion” Image


(PET) (CT) (PET/CT)
PET/CT bisa mengatasi resolusi ruang (spatial resolution) yang rendah dari PET imaging.
Sehingga akumulasi keradioaktifan dapat dideteksi dari lesi yang sangat kecil secara anatomi
X-ray CT and SPECT Image

Planar Image

ventral
ventral

R dorsal L Transaxial Image


R dorsal L

With X-ray CT, no radiological change was found in medium injected right tibia. In
contrast, bone destruction was found in MRMT-1 cell injected left tibia 21 days
after inoculation. With SPECT study, 186Re-MAG3-HBP accumulated in the left tibia
around the inoculated site of tumor cells.
Telaah Fungsi In Vivo
Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan
atas absorpsi, pengenceran (dilution), pemekatan, atau
ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka.

Radiofarmaka sendiri harus tidak mempengaruhi, dalam cara apapun,


fungsi sistim organ yang sedang diukur.

Cara ini tidak memerlukan pencitraan, tetapi analisis dan interpretasi


didasarkan atas pencacahan keradioaktifan yang muncul baik secara
langsung dari organ-organ yang berada di dalam tubuh atau dari cuplikan
darah atau urin yang dicacah secara in vitro.
Telaah Fungsi In Vivo (beberapa contoh)
• Telaah uptake iodium radioaktif untuk mengkaji fungsi
kelenjar thyroid sebagaimana ditentukan dengan pengukuran
eksternal prosentase dosis radioidium yang diambil oleh
kelenjar vs. waktu.
• Penentuan volum darah keseluruhan dengan mengukur
pengenceran dari sejumlah tertentu sel darah merah bertanda
51
Cr yang diinjeksikan secara intravena dalam suatu volum
sel merah.
• Pengkajian tak langsung absorpsi vitamin B12 dari
gastrointestinal tract dengan mengukur fraksi vitamin B12
bertanda 57Co yang diberikan secara oral yang diekskresikan
di dalam urin dalam perioda waktu tertentu (Schilling test).
Prosedur Terapi
Paliative
Curative:
 Classic therapy
 Radioimmunotherapy (RIT)
 Peptide Receptor Radionuclidic Therapy (PRRT)
Internal Radiation Therapy with 131I-MIBG
(before Treatment) (after Treatment)
No accumulation of radioactivity was
observed in the lung area.

The defuse accumulation of radioactivity


was observed in the lung area.
Struktur Atom
Atom merupakan partikel terkecil dari suatu unsur
yang memiliki sifat-sifat unsur
K L
Z/N
M
Teori Bohr:

atom tersusun dari inti atom dan satu atau lebih


elektron bergerak mengitari inti atom di dalam orbit
energi yang berbeda
inti atom (nucleus) tersusun terutama dari proton
dan neutron disebut nukleon
jmlh elektron suatu unsur = jmlh proton
Struktur Inti

Inti atom:
Berat proton = 1.6724 x 10-27 kg
proton nukleon 1.00727 amu
neutron
Berat neutron = 1.6747 x 10-27 kg
1.00866 amu
Jumlah elektron atom netral = jumlah proton yang berada di dalam inti atom
tsb.
Z = nomor atom =Z+N
= jumlah proton di dalam
inti atom

A = nomor massa
= jumlah nukleon di dalam
inti atom
Misal: inti alumunium
stabil memiliki jumlah
proton 13 (Z) dan jumlah
neutron 14 (N), maka
nomor massa (A)
alumunium adalah 27 dan
nomor atomnya (Z) adalah
13
Terminologi
Nuklida adalah sebutan umum untuk setiap inti atom, baik inti yg stabil
maupun tidak stabil atau radioaktif, yang dicirikan dengan nomor atom (Z)
dan nomor massa (A) tertentu: AX
Z
52
Misal: Mn
25
Bila nuklidanya tidak stabil atau radioaktif maka sering disebut sebagai
radionuklida.
Nuklida-nuklida yang memiliki nomor atom atau jumlah proton yang sama
disebut isotop dan nuklida-nuklida tersebut memiliki sifat kimia yang sama
karena memiliki jumlah elektron yang sama. Isotop yang tidak stabil atau
radioaktif disebut radioisotop.
Misalnya:15 O 168 , 178O dan 188 O
8 , O
Terminologi
Nuklida-nuklida yang memiliki jumlah neutron yang sama tetapi memiiki
nomor atom yang berbeda disebut isoton.
Misalnya: 59 Ni Cu
26 Fe
64
60 61 dan masing-masing memiliki 33 neutron
27 Co 28
, , 29

Nuklida-nuklida dengan jumlah nukleon yang sama atau dengan nomor massa
(A) yang sama, tetapi jumlah proton dan neutron berbeda atau nomor atom
berbeda disebut isobar.
Misalnya:67 67
dan
Cu Ge masing-masing memiliki
67 67
, Zn ,
29 Ga
30 31 32
nomor massa yang sama 67
Nuklida-nuklida yang memiliki jumlah proton dan neutron yang sama tetapi
memiiki tingkat energi dan spin yang berbeda disebut isomer.
Misalnya:99mTc dan 99 T merupakan isomer dari nuklida yang sama
43 43
Model Inti
Model tetesan cairan:

inti dianggap berbentuk “spheric” dan tersusun dari nukleon yang


dikemas berdekatan
partikel yang dipancarkan dari dalam inti mirip seperti penguapan
molekul-molekul dari suatu tetesan cairan
Dengan teori ini dapat dijelaskan kerapatan inti, energi ikat,
energetik partikel yang dipancarkan inti, dan pembelahan inti berat
Model kulit:
nukleon di dalam inti atom ditata di dalam kulit energi seperti konfigurasi
elektron yang ditata di dalam kulit atom berdasarkan teori Bohr. Inti yang
mengandung 2, 8, 20, 50, 82, atau 126 proton atau neutron merupakan
inti sangat stabil. Jumlah nukleon tersebut disebut bilangan magik.
Kestabilan Inti

Inti stabil umumnya jumlah proton genap dan neutron genap

Inti kurang stabil jumlah proton ganjil dan jumlah neutron


ganjil Angka-banding (ratio) jumlah neutron terhadap jumlah
proton:

N
Salah satu indeks pendekatan utk kestabilan
nuklida Z
= 1 untuk nuklida stabil dengan nomor atom rendah,
misalnya 126 , 168 dan 147N
C
O
Diatas Z=20, nilai N/Z akan semakin tinggi dengan semakin
naiknya nomor atom dari inti atom. Misalnya N/Z = 1.40 127
untuk
I
Pb 53
dan 1.54 untuk 208
82
100

90

80

70

60

Z 50

40

30

20

10

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

N
Bila suatu inti memiliki nilai N/Z berbeda dengan nilai N/Z inti stabil,
maka inti atom tersebut merupakan inti yang tidak stabil dan
selanjutnya inti akan mengalami peluruhan (decay) dengan
memancarkan partikel  atau melalui tangkapan elektron
Kestabilan Inti
Massa inti (M) selalu lebih kecil dari pada massa gabungan
nukleon (A) yang berada di dalam inti tersebut

Defek massa = M - A
Defek massa digunakan sebagai energi untuk mengikat semua
nukleon yang ada di dalam inti, dan energi ini disebut energi ikat
atau binding energy

Kestabilan suatu nuklida dipengaruhi oleh tatanan struktural nukleon


dan energi ikat nukleon

Kriteria kestabilan: Nilai N/Z nuklida stabil


radionuklida meluruh untuk mencapai nilai
N/Z nuklida stabil sedekat mungkin
Peluruhan radioaktif
pemancaran dan penjalaran (propagation) energi
Radiasi melalui ruang, dalam bentuk partikel atau gelombang
 elektromagnetik

Inti tidak stabil berupaya mencapai keadaan stabil dengan cara


pembelahan (fission) spontan, memancarkan partikel  partikel
 atau foton-, atau tangkapan elektron (electron capture)

Peluruhan radioaktif dengan memancarkan partikel atau tangkapan


elektron akan menyebabkan perubahan nomor atom; peluruhan dengan
memancarkan foton tidak mengalami perubahan.
Peluruhan radioaktif
Karena itu radionuklida dapat meluruh (decay) melalui salah
satu atau kombinasi dari lima proses berikut:

 peluruhan , peluruhan -, peluruhan +, tangkapan elektron,


atau transisi isomerik

Dalam semua proses peluruhan berlaku kekekalan energi,


massa, dan muatan radionuklida.
Peluruhan 
Terjadi terutama untuk radionuklida yang lebih berat dari pada Pb,
misalnya radon, uranium, neptunium, dst.
Partikel  merupakan inti helium yang mengandung dua proton dan
4
dua neutron yang terikat bersama-sama, 2He

Dalam peluruhan  nuklida induk mengalami pengurangan nomor atom,


2 satuan, dan pengurangan nomor massa, 4 satuan.
Contoh
:
235
92U
231
90Th
+ 42He

Transisi  bisa diikuti dengan pemancaran sinar 


Partikel  merupakan partikel monoenergetik, dan jangkauannya
(range) di dalam materi sangat pendek, yaitu dalam orde 10-6 cm.
Peluruhan 
Peluruhan  terjadi bila inti memiliki neutron yang berlebih, “neutron
rich” N/Z >> dibandingkan dengan inti stabil

Dalam peluruhan  , neutron secara esensial meluruh menjadi


proton, partikel  dan antineutrino (-)

n p +   + 
Antineutrino merupakan partikel tanpa massa dan muatan; keberadaannya
merupakan persyaratan yang diperlukan untuk kekekalan energi

Partikel  yang dipancarkan memiliki energi yang bervariasi, mulai dari 0


sampai energi peluruhan (decay energy). Energi peluruhan adalah
perbedaan energi antara nuklida induk dan nuklida anak.
Peluruhan 
Energi yang dibawa antineutrino merupakan selisih energi partikel  dan
decay energy.

Peluruhan  bisa diikuti dengan pemancaran sinar  Setelah peluruhan


Z nuklida anak bertambah 1 lebih besar dari Z nuklida induk.

Contoh: 131
53 I
131
54Xe
+  + 
59 59
26 Fe Co +  + 
99 27
Mo 99m +  + 
42 43 Tc
Bremsstrahlung sinar-x yang terjadi akibat interaksi antara
partikel  dengan medium sekitarnya. Kebolehjadian terbentuknya
bremsstrahlung makin tinggi dengan semakin tinggi energi partikel
 dan Z medium
Skema Peluruhan 131I
131
53 I (8 hari) 
1,6%
6,9% 723 keV
90,4% 637

364

80

131
54 Xe (stabil)
Peluruhan  atau positron
Terjadi bila inti miskin neutron atau kaya proton

memiliki nilai N/Z < dibandingkan dengan inti stabil

Setelah pemancaran partikel , nuklida anak memiliki Z < satu satuan
dari pada Z nuklida induk. Pemancaran partikel disertai pemancaran
neutrino ()

Pada akhir lintasannya, positron bergabung dengan elektron dan terjadi anihilasi
yang disusul dengan muncul dua foton, masing-masing dengan energi 511 keV,
dalam arah berlawanan. Foton tersebut dinyatakan sebagai radiasi anihilasi.

511 keV
511 keV
e+e-
Pemancaran positron terjadi apabila perbedaan energi nuklida induk dan
nuklida anak > 1,02 MeV
Peluruhan  atau positron
Dalam peluruhan , proton berubah menjadi neutron yang disertai
dengan pemancaran partikel  dan neutrino

p n +   

Contoh: 18
9F
18
8O
+  + 
64
Cu
64
28 Ni
+  + 
29 52
+  + 
52 Mn
26 Fe 25
Tangkapan elektron (EC)
Alternative dari peluruhan 

Penangkapan elektron dari kulit atom bagian


dalam (elektron kulit K) K capture

Mentransformasikan proton menjadi neutron disertai dengan


pemancaran neutrino

Diikuti pengisian elektron dari kulit luar, Sinar x


misalnya kulit L atau M

Keboleh-jadian tangkapan elektron bertambah dengan semakin besar nomor


atom, karena kulit elektron semakin mendekat inti
Transisi isomerik (IT)
Inti atom dapat berada dalam beberapa keadaan tereksitasi diatas keadaan
dasar. Semua keadaan tereksitasi dinyatakan sebagai keadaan isomerik
yang bisa meluruh ke keadaan dasar dalam masa beberapa piko-detik . Bila
keadaan isomerik berumur lama maka dinyatakan sebagai keadaan
metastabil.
99m
Tc (6,02 jam)
43
142 keV
140 keV

sinar-

99
Tc (2,12 x 105 tahun)
43
Proses konversi internal
Elektron konversi memiliki energi:
sinar-x Ec= E- EB
e- Elektron konversi E dan EB masing-masing
adalah energi sinar- dan
energi ikat elektron yang
sinar- terlempar

Proses konversi internal merupakan alternatif dari proses transisi isomerik.


Perbandingan jumlah elektron konversi dan jumlah foton yang teramati
dinyatakan sebagai koefisien konversi
  Ne
N
Makin besar nilai  maka makin kecil jumlah foton yang teramati.
Kebolehjadian konversi internal lebih tinggi untuk foton energi rendah.
Persamaan peluruhan keradioaktifan
Radionuklida nuklida tidak stabil
- memancarkan partikel
- memancarkan foton
- tangkapan elektron

Peluruhan radionuklida merupakan proses acak (random) artinya kita tidak dapat
menyatakan atom yang mana dari sekelompok atom yang akan meluruh pada waktu
yang spesifik, tetapi kita hanya bisa menyatakan jumlah rata-rata radionuklida yang akan
mengalami disintegrasi selama perioda waktu tertentu.

Jumlah disintegrasi per satuan waktu, -dN/dt, suatu radionuklida pada setiap saat adalah
sebanding dengan jumlah total radionuklida yang berada pada saat tersebut.

 dN  N
dt
Persamaan peluruhan keradioaktifan
dN
  N
dt (1)
N adalah jumlah radionuklida dan adalah tetapan peluruhan yang
didefenisikan sebagai kebolehjadian disintegrasi per satuan waktu untuk
suatu radionuklida tunggal

Persamaan (1) bila diintegralkan:

 dN
 N   dt
 ln N   t  tetapan integrasi (2)
N jumlah inti pada waktu t dan bila t = 0 maka jumlah inti N0, sehingga
 ln
N0 tetap integr
an asi
Persamaan peluruhan keradioaktifan
Persamaan (2) disusun kembali:

 ln N   ln N 0
t
N
 ln  t
N0
N  t
 e
N0

N  N 0e (3)
t
Dalam proses peluruhan jumlah N inti akan berkurang secara eksponensial
dengan semakin lamanya waktu
Waktu yang diperlukan agar N berubah setengahnya dinyatakan sebagai
waktu paruh, t1/2
N 0.693
 1  e  t 1/ t1 / 2 (
N0
2
2
 4
 (ln 2) )


Persamaan peluruhan keradioaktifan
Besaran lain yang berkaitan dengan radionuklida adalah umur rata-rata (mean
life), , yang dinyatakan dengan persamaan berikut:

  1 t1 / 2 
  0.693 1.44 1/2 (5)
t
Keradioaktifan (radioactivity) suatu radionuklida atau secara sederhana
dinyatakan sebagai keaktifan atau aktifitas (activity) merupakan besaran yang
sebanding dengan N, maka:
dN
A  N
dt (6)

Sehingga radioaktifitas atau aktifitas suatu radionuklida pada waktu t, adalah:

At 
0
 t1/2
Ae
A0

A0/2

A0/4

1 2 3 4 5 6
Time (halve-lives)
Hubungan aktivitas terhadap
waktu
100

50

20

10

1 2 3 4 6 7
Time (half-lives)
Hubungan log Aktivitas terhadap waktu
Satuan radioaktifitas
Satuan radioaktifitas pada mulanya didasarkan atas laju peluruhan 1 g
radium dan dinyatakan dalam curie (Ci).
Sekarang besaran atau kuantitas setiap nuklida radioaktif dinyatakan dalam
jumlah disintegrasi per detik (dps atau dis s-1)

1 dps = 1 dis s-1 = 1 becquerel = 1 Bq dalam satuan SI

1 Bq = 1 x 10-3 kBq (kilobecquerel) = 1 x 10-6 MBq (megabecquerel)


1 Ci = 3.70 x 1010 dps = 3.7 x 1010 Bq
= 2.22 x 1012 (disintegrasi per menit )

1 milicurie (mCi) = 3.7 x 107 dps = 3.7 x 107 Bq


= 2.22 x 109 dpm
1 mikrocurie (mCi) = 3.7 x 104 dps = 3.7 x 104 Bq
= 2.22 x 106 dpm
Satuan radioaktifitas
Konsentrasi keradioaktifan suatu radionuklida dinyatakan sebagai besarnya keaktifan
atau keradioaktifan radionuklida tersebut persatuan volum.
Misalnya Ci/ml, mCi/ml, Bq/ml, kBq/ml, dst.

Keaktifan jenis (specific activity) adalah besaran keaktifan radionuklida yang dinyatakan
sebagai besarnya keradioaktifan per satuan massa .
Misalnya Ci/g, mCi/g, Bq/g, kBq/mol, dst.

rad adalah ukuran kuantitatif absorbsi energi radiasi biasanya disebut dosis

radiasi Dosis radiasi 1 rad = 100 erg g-1


Dosis radiasi dalam sistim SI dinyatakan dalam gray (Gy)
1 Gy = 1 J kg-1 = 100 rad

Paparan radiasi (radiation exposure) dinyatakan dalam roentgen ( R ), yaitu besarnya radiasi
sinar-x atau  yang menimbulkan pasangan ion per gram udara.

1R terjadinya 1.61 x 1012 pasangan ion akibat serapan energi 84 erg per gram udara
Contoh perhitungan:
Hitung jumlah total atom dan massa total 131I yang berada di
dalam 5 mCi 131I dengan waktu paruh t1/2 = 8 hari

 untuk 0.693
131I   1.0 x-6 10 s
-1

8 x 24 x 60 x 60 s

A  5 x 3.7 x 10 dps
7

A W
N   BA N Avogadro

A x 10 8 dps
 1.85  14
N
 1x 1.85 x 10 atom
-
10 -1s
6

Massa total 131I di dalam 5 mCi:


A x BA
W 
1.85
x 10 (dps) x 131 (g/atom)
8
 x N Avogadro
  40 .3 - g  40.3 ng
-6
1 x 10 (s )
-1
6.02 x 10
23 10
x 9
x
Contoh perhitungan:
Pada jam 11.00 pagi di suatu hari tertentu hasil pengukuran keradioaktifan 99mTc
menunjukkan 9 mCi. Berapa keradioaktifan pada jam 8.00 pagi dan pada jam
4.00 sore di hari yang sama? (t1/2 untuk 99mTc adalah 6 jam)
Keradioaktifan pada jam 8.00 pagi menunjukkan keradioaktifan lebih awal 3
jam dari keradioaktifan hasil pengukuran pada jam 11.00 pagi, maka:
0.693  0.1155 jam -1

At  6 jam
  t1/2
A0e
At Apd jam 11  9 mCi  A e 0 
(jam -1 ) x 3 (jam)

 0.1155

A0  Apd jam 8  9 (mCi) 0.1155


(jam -1
) x 3 (jam)
 12 . mCi
xe
7
Aktivitas pada jam 4.00 sore:
A0  Apd jam 11  9 mCi
At  Apd jam 4 0
9  5.05 mCi
 Ae  t1/2  0.1155 (jam -1 ) x 5 (jam)
sore xe
(mCi)

Persamaan umum peluruhan
Jika radionuklida A meluruh menjadi radionuklida B, dan selanjutnya
radionuklida B meluruh menjadi radionuklida lain C, A B C,
maka laju pertumbuhan B dinyatakan sbb:
dN
B
 N  N (7)
A A B B
dt
Bila persamaan diatas diintegrasikan dan dinyatakan dalam aktivitas
radionuklida B:
A   AN o
N  B
   Bt
A  B (8)
(e
At 
e ) e t
 0
A
 
B B B
B  t
B

A
Bila B > A,, dengan kata lain (t1/2)B < (t1/2)A, maka dapat diabaikan dibandingkan
B

e
dengan   At dan bila t cukup besar, maka aktivitas radionuklida B:
e

A
t
 B  A N 0 (e A
t
)  t
BA A
(9) hubungan ini disebut
B A    
B A B  A kesetimbangan transient
Persamaan umum peluruhan
Kesetimbangan transient berlaku apabila (t1/2)A dan (t1/2)B berbeda dengan
faktor 10-50. Misalnya 99Mo (t1/2 = 67 jam) meluruh menjadi 99mTc (t1/2 = 6
jam).

Contoh soal: Yttrium-87 (t1/2 = 80 jam) meluruh menjadi 87mSr (t1/2 = 2.53
jam). Aktivitas cuplikan murni 87Y dikalibrasi pada tengah hari di hari
Rabu dan diperoleh aktivitas sebesar 300 mCi. Hitung aktivitas 87mSr pada
jam 6 sore di hari Rabu dan hitung juga aktivitas 87mSr pada jam 6 sore di
hari Kamis.
 jam = 0.0087 jam-1;  jam = 0.2449 jam-1
B 0.2449
 1.0368 0 300 mCi
A
  A
B A 0.2449  0.0087  0.9491
et
A

 e
0.0087
 (jam -1 ) x 6 jam
t= 6 jam dari tengah hari s/d
jam 6 sore 
e 
(jam -1 ) x 6 jam
 0.2301
e
Bt
0.2449
Contoh soal:
Aktivitas 87mSr pada jam 6 sore di hari Rabu adalah:
t
A B  1.3068 x 300 (mCi) x (0.9491 - 0.2301)  223.6 mCi
Aktivitas 87mSr pada jam 6 sore di hari Kamis adalah:
t = 30 jam
t
A A  300 (mCi) x e 0.0087 ( jam -1
) x 30 (jam)  231.1 mCi

Dengan menggunakan persamaan (9), maka aktivitas 87mSr :


 t
AB x 231.1 (mCi)  239.6 mCi
1.0368
Persamaan umum peluruhan
Apabila B >> A , artinya waktu paruh radionuklida induk jauh lebih
besar dari pada waktu paruh radionuklida anak, maka A dalam
persamaan (9) dapat diabaikan, sehingga:

A Bt  A At (10) kesetimbangan sekuler

Persamaan (10) berlaku apabila perbedaan waktu paruh radionuklida induk dan
waktu paruh radionuklida lebih besar dari faktor 100

Contoh yang khas dari kesetimbangan sekuler ditunjukkan oleh radionuklida


137Cs (t 137mBa (t
1/2 = 30 tahun) yang meluruh menjadi radionuklida anak 1/2 =
2.6 menit).
Reaksi Inti
Reaksi inti merupakan proses dimana suatu inti bereaksi dengan suatu inti
yang lain atau dengan suatu partikel elementer atau dengan suatu foton dalam
orde waktu 10-12 detik atau lebih kecil lagi untuk menghasilkan satu atau lebih
inti lain dan mungkin disertai dengan partikel lain.

Dalam reaksi inti, bisanya inti yang lebih berat sebagai reaktant dalam
keadaan diam dan reaktan lain dalam bentuk inti lebih ringan atau partikel
digerakan untuk menumbuk inti yang berat. Inti yang diam disebut target
atau sasaran dan partikel yang bergerak disebut partikel penembak atau
partikel datang. Notasi yang digunakan dalam reaksi inti analog dengan
notasi yang digunakan dalam reaksi kimia biasa.

14 17 1
4
N + O + 1
H
8
7 He
target 2
partikel penembak
14 17 1
4
N + O + 1
H
8
7 He 2

target
partikel penembak
9n
8p
2n 7n 9n
2p 7p 9p

Reaksi Inti
14
Notasi secara ringkas: ( p) 17
O
N
1
4 proton, H
2 1
27 He 30 1
Al 4
2 P + 0n
15
He
+
13

A ( n)
27 30
P
139 12
57 La + 6 l 147 1n
63 Eu + 4 0

C
139 12
La ( C, 147
Eu
4n)
Produksi Radionuklida
Hampir semua radionuklida yang disiapkan sebagai radiofarmaka
untuk keperluan kedokteran nuklir merupakan radionuklida buatan
atau radionuklida sintetis.

Berdasarkan cara produksinya, radionuklida untuk keperluan


kedokteran nuklir dapat dikategorikan:

- radionuklida hasil produksi reaktor


- radionuklida hasil produksi siklotron
- radionuklida hasil generator
- radionuklida hasil pembelahan inti (fission product)
Produksi Radionuklida dengan reaktor
Reaktor merupakan sumber neutron thermal dan neutron cepat yang
digunakan di dalam reaksi inti untuk memproduksi suatu radionuklida.
Reaksi inti antara inti target dengan neutron disebut reaksi aktivasi neutron
atau reaksi tangkapan neutron (neutron capture).

Contoh reaksi dengan neutron thermal:


98Mo (n, ) 99Mo
50Cr (n, ) 51Cr

Contoh reaksi dengan neutron cepat:


32S (n, p) 32P
27Al (n, ) 24Na
Teras Reaktor (Reactor Core)
Teras Reaktor (Reactor Core)
Teras Reaktor
Produksi Radionuklida dengan reaktor
Efisiensi hasil reaksi (yield) inti dengan reaktor tergantung:
- fluks neutron di dalam reaktor (n/sec/cm2)
- tampang lintang tangkapan neutron (nuclear capture cross section )
- jumlah atom sasaran
- peluruhan produk setelah terbentuk
- lamanya irradiasi
- pengkayaan isotop dari target
Besarnya radioaktivitas yang diperoleh dinyatakan dengan persamaan
berikut:
A t  N (1 e t ) irr

 
W k
 A N
Avg
(1 
tirr
w
e )
(11)
dimana  adalah fluks neutron, n s-1cm-22
Produksi Radionuklida dengan reaktor
N = jumlah atom target atau sasaran
 = tampang lintang (cross-section) pembentukkan radionuklida
dinyatakan dalam satuan barn; 1 barn = 10-24 cm2
 = tetapan peluruhan dinyatakan dengan 0.693/t1/2 (detik-1 atau jam-1)
tirr = lamanya iradiasi (detik atau jam)
W = berat bahan yang diiradiasi (gram)
Aw = berat atom unsur yang diiradiasi
k = kelimpahan nuklida target
NAvg = bilangan Avogadro = 6.02 x 1023

(1  e t )irr disebut faktor kejenuhan (saturation factor) dan


At mendekati nilai = 1 apabila tirr kira-kira sama
N dengan 4-5 kali waktu paruh
 
W Aw
 N
Avg k
Hot Cell untuk proses produksi radionuklida
Hot Cell untuk proses produksi radionuklida
Proses pemisahan kimia radionuklida di dalam Hot Cell
Produksi Radionuklida dengan siklotron
Siklotron merupakan sumber proton, deuteron, dan partikel bermuatan lain
yang memilliki energi tinggi. Berbagai reaksi bisa terjadi, misalnya (d, n),
(p, pn), (p, n), (p, ), dst. Terjadi perubahan nomor massa (A) dan/atau
nomor atom (Z), karena itu biasanya terbentuk unsur yang berbeda.
Misalnya: 18O(p, n) 18F
14N(d, n) 15O
123Te(p, n) 123I
55Mn(p, 4n) 52Fe
Yield radionuklida yang dihasilkan siklotron tergantung:
- jumlah atom sasaran
- energi partikel
- peluruhan produk setelah terbentuk
- lamanya irradiasi
- pengkayaan isotop target
Siklotron (Cyclotron)
Power Supply
Magnet
Dee

Deflector
Target

Particle Beam
Siklotron (Cyclotron) Vacuum
Sumber ion

Magnet 1 Holow Electrodes (Dees)

Dee 1 Dee 2

Magnet 2
Deflector

Target
~
Oscillator
Tampak Samping Tampak
Atas
Cyclotron
Cyclotron
Produksi Radionuklida dengan siklotron
Prinsip produksi:
berkas partikel bermuatan, hasil dari percepatan ion yang mengitari lingkaran
yang semakin melebar melalui penggunaan medan magnetik untuk
mengenda- likannya dan arus listrik untuk mempercepatnya, ditumbukkan ke
inti target.
Inti produk dan target dipisahkan dengan berbagai tehnik pemisahan kimia. .

Besarnya radioaktivitas yang diperoleh dinyatakan dengan persamaan


berikut:

At IN (1 e  t ) irr

  
W Avg 
I N (1 tirr
A w k e )
(12)
I adalah intensitas partikel penembak (jumlah partikel/cm2 detik). I sering
dinyatakan dalam bentuk arus berkas partikel (A).
Glove-Box untuk dispensing radiofarmaka
Glove-Box untuk dispensing radiofarmaka
Glove-Box untuk dispensing radiofarmaka
Glove-Box untuk dispensing radiofarmaka
Contoh soal:
Untuk menyiapkan radionuklida 24Na yang memiliki waktu paruh 15 jam,
maka sebanyak 5 gram Na2CO3 ditimbang dan dimasukkan kedalam ampul
kwarsa, kemudian dimasukkan kedalam reaktor untuk diiradiasi dengan
neutron yang mempunyai fluks 10-12 cm-2 det-1. Kelimpahan 23Na dialam
adalah 100%. Berapa radioaktivitas 24Na yang diperoleh bila target
Na2CO3 yang berada dalam ampul kwarsa tersebut diiradiasi selama 60 jam.

Jawab: 23Na (n, ) 24Na


W
N  x
N Avog x k
Aw
2 x 5 (gram)
 x 6.02 x23 10 (atom/mol) x 1
106 (gram/mol)
 5.68 x 10 (atom)
22
Contoh soal:
A t   N (1 e  t ) irr

 
-2
 10 (n cm
12 -1 5.68 x 10 (atom)
)
det 22

x 0.53 
0.693 x 60 (jam)
- (cm ) x (1
2
15 (jam) )
x 10 e
24 

 10
 2.8 x 10 10 dps
2.8 x 10 dps  7.57 Ci
10
3.7 x 10 dps/Ci
Hitung keradioaktifan 111In yang dihasilkan dari irradiasi 1 gram 111Cd
dengan menggunakan berkas proton yang memiliki arus 1 mikroampere
(A) di dalam suatu siklotron selama 10 jam. Diketahui 111In memiliki
waktu paruh 2.8 hari dan penampang lintang reaksi 111Cd (p, n)111In
adalah 1 barn.
Jawab: 1 ampere (A) = 1 coulomb (c)/detik; 1 proton akan
membawa muatan 1.6 x 10-19 C. Karena itu jumlah proton di dalam 1
A adalah (1 x 10-6)/(1.6 x 10-19), sehingga:
1
x 10
-6
I  6.25 x 10 proton/(cm det)
1.6 x 10
-19

1  5.42 x 10
N  111 x 6.02 x 10 atom 111
Cd
23 21

0.693
  2.86 x-6 10 det
-1
untuk 111
In
2.8 x 24 x 60 x 60
t  10 x 60 x 60  3.60 x 10 det.
4 12 2

Dengan menggunakan persamaan (12), maka


12 21
At 6.25 x 10 x 5.42 x 10 - 24 (1 e  ( 2.86 x 10 -6
x 3.6 x 10 4 )
10
x -
 x
 3.39 x 1010 x (1 - 0.9022)
 3.32 x 10 dps
9

 3.32 x 10 9 dps

3.70 x 10
7
89 . mCi
dps/mCi 7
Generator Radionuklida
Suatu sistem yang mengandung campuran radionuklida induk dan radionuklida
anak yang berada dalam kesetimbangan dan dirancang untuk menghasilkan
radionuklida anak yang terpisah dari radionuklida induknya.

Tujuan utama:
pengadaan suatu radionuklida tertentu, umumnya radionuklida berumur
pendek, di tempat pemakai karena terbatasnya waktu pengiriman dari
produsen ke pemakai.
Karena itu waktu paruh radionuklida induk yang berada di dalam generator
harus cukup lama dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk
pengiriman generator tersebut ke tempat pemakai.
Saline solution Evacuated vial
Glass column Eluted daughter activity
Tc- 99m

Mo-99

Alumina

Pb shielding
Generator
System
Hot-Cell untuk Produksi Generator
Hot-Cell untuk Produksi Generator
Proses Produksi Generator
Proses Produksi Generator Automatic
Generator 99Mo/99mTc
Sistem Generator yang ideal
1. Radionuklida anak yang dihasilkan generator harus steril dan bebas
pyrogen karena akan digunakan untuk keperluan klinis
2. Sifat kimia radionuklida anak harus berbeda dengan sifat kimia
radionuklida induk agar pemisahan dapat dilakukan. Umumnya pemisahan
dilakukan secara kromatografi.
3. Generator harus dapat dielusi dengan larutan salin 0.9% dan harus tidak
terjadi reaksi kimia. Intervensi manusia harus seminimal mungkin
untuk meminimalkan dosis radiasi terhadap operator.
4. Radionuklida anak harus merupakan nuklida pemancar gamma
berumur pendek dalam orde waktu paruh jam, hari.
5. Waktu paruh radionuklida induk harus cukup pendek sehingga
pertumbuhan kembali radionuklida anak setelah elusi cukup cepat, tetapi
cukup panjang untuk penggunaan praktis.
6. Kimia radionuklida anak harus cocok untuk preparasi yang
menggunakan berbagai senyawa, khususnya senyawa-senyawa
dalam bentuk kit.
7. Radionuklida anak harus meluruh menjadi nuklida stabil atau
radionuklida berumur sangat panjang, sehingga dosis tambahan
yang diterima pasiendianggap tidak ada.
8. Generator memiliki perisai yang efektif, murah sehingga
bisa meminimalkan dosis radiasi terhadap pemakai.
9. Generator mudah diisi kembali.
Prinsip Kerja Generator 99Mo/99mTc
1. Larutan natrium [99Mo] molibdate dimasukkan kedalam kolom yang mengandung
alumina (Al2O3) yang berfungsi menahan molibdat melalui proses adsorpsi, karena
afinitas molibdat sangat tinggi.
2. Larutan salin (NaCl) 0.9% dilewatkan kedalam kolom dan natrium
[99mTc]pertehnetat akan terelusi, karena afinitas pertehnetat terhadap alumina
sangat rendah.
3. Larutan pertehnetat ditampung dalam suatu vial vakuum dan steril. Larutan
pertehnetat tersebut disebut eluat. Vial yang telah berisi larutan pertehnetat
ditentukan keradioaktifannya sebelum digunakan lebih lanjut.
4. Pengelusian dan penampungan secara kuantitatif pertehnetat erat kaitannya dengan
afinitasnya yang sangat rendah terhadap alumina, sementara molibdat memiliki
afinitas yang sangat tinggi terhadap alumina.
5. Volum elusi harus dikontrol hati-hati dalam setiap hari elusi agar konsentrasi
keradioaktifan tidak bervariasi terlalu jauh.
235U(n, f)99Mo + radionuklida hasil fisi lainnya
Pemisahan radiokimia

99MoO 2- pH 99 6- pH 4.5 99
4
6.0 Mo7O 24 Mo8O 284-

0.9% NaCl 99
Mo pada pH 5 dimasukan ke dalam kolom alumina bermuatan

Na
Al2O3 TcO
86%
99Mo (Sodi
um99Mo
Perte
chnet 14%
ate)
99mTc

100%

99Tc
Kesetimbangan Transient Generator 99Mo/99mTc

 
99Mo
99mTc 99Tc

t   - t - t
0 - t
1 - )+
0
A 99mTc    A (e 2 e 2
= 99
Mo e A
99mTc

Kesetimbangan transient terjadi pada saat aktivitas 99mTc melampaui aktivitas 99Mo, kira-kira
dalam orde 48 sampai 72 jam sejak pertumbuhannya, dan pada saat tersebut nilai eksponesial
e-2t sangat kecil sehingga dapat diabaikan dan persamaan dapat dinyatakan dalam bentuk
berikut:
t  
0 - t
A 99mTc =    A 99Mo e 1
Pengukuran keradioaktifan larutan eluate Generator 99mTc
dengan menggunakan Dose Calibrator

Whole vial assay method


500 mCi

10 mL

Aliquot method

1 mL Syringe = 53 mCi
- Sisa tertinggal dalam = -3 mCi
needle = 50 mCi
1 mL Eluate
Aktivitas Total 50 mCi/mL x 10 mL = 500 mL
Contoh Soal
Suatu generator 99mTc diproduksi pada hari Jum`at dan dikalibrasi pada jam
8.00 pm terhadap 99Mo dengan aktivitas 2.5 Ci (92500 MBq). Hitung
aktivitas teoritis 99mTc di dalam generator pada hari Senin berikutnya pada
jam 8.00 am, jika tidak dilakukan elusi di hari-hari sebelumnya.
 (99Mo) = 0.693
 = 0.0105 hr-1
65.95 hr
0.693
(99mTc) = = 0.1153 hr-1
6.01 hr

 (99mTc) = (0.86) 0.1153


0.1153 – 0.0105 2.5 Ci e-0.0105 hr-1(60 hr)

 (99mTc) = (0.86) (1.1) (2.5 Ci) (0.533) = 1.26 Ci (46620 MBq)


Contoh Soal
Jika aktivitas 99mTc sesungguhnya berdasarkan pengukuran hasil elusi adalah
1.07 Ci (39950 MBq). Berapa efisiensi elusi?

Persen efisiensi elusi = Aktivitas yang diukur x 1.07 Ci x 100


100 = = 85%
Aktivitas teoritis 1.26 Ci

(99mTc) = = 0.1153 hr-1

 (99mTc) = (0.86) 0.1153


0.1153 – 0.0105 2.5 Ci e-0.0105 hr-1(60 hr)

 (99mTc) = (0.86) (1.1) (2.5 Ci) (0.533) = 1.26 Ci (46620 MBq)


Contoh Soal
Jika generator 99mTc dalam soal sebelumnya dielusi kembali pada jam 1.00 pm,
berapa aktivitas 99mTc diharapkan bisa diperoleh?
Karena kesetimbangan transient belum dicapai kembali setelah elusi pertama, maka digunakan
persamaan berikut:  
At 99mTc = +
A0 e-2t
   A0 Mo (e - t
1
-e
-2t )
99 99mTc
 
99m
Aktivitas Tc sisa yang tertinggal di dalam kolom setelah elusi jam 8.00 :
(1.26 Ci yang tersedia) – (1.07 Ci yang telah dielusi) = 0.19 Ci (7030 MBq) yang masih tertahan
di dalam kolom
Dengan menggunakan persamaan diatas, maka aktivitas 99mTc dalam kolom pada jam 1.00 pm
adalah:
A(99mTc) = (0.86)(1.11)(1.33 Ci)(e-0.0105(5) – e-0.1153(5)) + 0.19 Ci e-0.1152(5)
A(99mTc) = 0.487 Ci + 0.107 Ci = 0.594 Ci (21978 MBq)
Karena efisiensi elusi 85%, aktivitas 99mTc yang diharapka dari eluate generator adalah:
(0.594 Ci) (0.85) = 0.505 Ci (16685 MBq)
Radionuklida Hasil Fisi
• Fisi inti atau pembelahan inti merupakan pemecahan inti berat menjadi
dua fragmen dengan massa yang hampir sama.
• Inti berat dimasukkan kedalam teras reaktor, maka inti berat tersebut akan
menyerap netron thermal dan selanjutnya mengalami fisi. Fisi dapat pula
diimbas di dalam suatu siklotron dengan melalui penembakan dengan
partikel bermuatan, tetapi kebolehjadian terjadinya sangat ditentukan oleh
jenis dan besarnya energi partikel penembak. Inti berat yang bisa mengalami
fisi: 235U, 239Pu, 237Np, 233U, dan unsur-unsur lain yang memiliki nomor atom
>92.

2
3
5
n
U
144Ba

90Kr
236U
n
Radionuklida Hasil Fisi

• Nuklida hasil fisi mempunyai nomor atom berkisar dari 26 sampai


65, atau yang memiliki nomor massa antara 100 sampai 135.
Produk fisi biasanya merupakan inti „neutron rich‟ dan meluruh
dengan memancarkan -.
• Pemisahan nuklida hasil fisi bisa dilakukan dengan
pengendapan, ekstraksi pelarut, penukar ion, kromatografi, dan
distilasi.
Radionuklida Hasil Fisi
• Radionuklida hasil fisi yang bermanfaat untuk tujuan klinis : 131I, 99Mo, 137Cs.
• Contoh reaksi fisi thermal:

235 1
92 U 0 n 236
U 131
I 102
 1
92 52
Y 3 0n
39

99 135 n
 43 Mo  50 Sn  2 1
0
117 117 1
 46Pd  46 Pd  2 n 0
137 97
 55 Cs  37
 1
Rb 2 0 n
 15562 Sm  78
30
Zn 3 1n
 15662 Sm  77 0
30 
3 1
Zn 0 n
Hot Cell untuk proses produksi radionuklida
Proses produksi radionuklida
Deteksi dan Pengukuran Radiasi
Tipe instrument dan metoda yang digunakan untuk mendeteksi radiasi
dalam radiofarmasi dan kedokteran nuklir bertujuan untuk:

Menentukan jumlah keradioaktifan radiofarmaka yang diberikan ke


pasien (dosage).
Mengukur keradioaktifan yang berada di tubuh pasien yang sedang
mengalami diagnosa dan terapi dengan menggunakan radiofarmaka.
Memantau kemasan bahan radioaktif dan lingkungan kerja untuk
alasan kesehatan dan keselamatan.

Semua instrument yang digunakan untuk keperluan ini didasarkan atas


kemampuan radiasi untuk mengionisasi materi
Interaksi Radiasi dengan Materi
Radiasi  pemancaran dan penjalaran (propagation) energi melalui
ruang,
dalam bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik

Energi radiasi yang dipancarkan dari radiofarmaka cukup untuk dapat


menyebabkan terjadinya eksitasi dan ionisasi dari atom-atom materi yang
mengalami interaksi dengan radiasi tersebut

Selama eksitasi, elektron-elektron orbital dinaikkan ke sub-orbit energi


lebih tinggi, selanjutnya memancarkan cahaya tampak dan ultraviolet
bila elektron-elektron tersebut kembali ke keadaan dasar.
Selama ionisasi, elektron-elektron dilepaskan dari atom, sehingga terjadi
pasangan-pasangan ion. Suatu pasangan ion terdiri dari satu elektron dan
satu atom bermuatan positipyang berasal dari atom yang elektronnya telah
dilepaskan.
Interaksi Radiasi dengan Materi

Energi rata-rata (W) yang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu


pasangan dalam udara adalah 34 eV.
Suatu radiasi tertentu bisa menghasilkan beribu-ribu eksitasi dan ionisasi di
dalam materi, terganttung energi totalnya.
Misalnya, partikel  yang memiliki energi 340 keV (340.000 eV) bila
berinteraksi dengan materi mampu menghasilkan 10.000 pasangan ion di
udara sebelum partikel tersebut berhenti bergerak.
Interaksi Radiasi dengan Materi
Jumlah pasangan ion yang dihasilkan per satuan panjang lintasan yang
dilalui dinyatakan sebagai ionisasi spesifik (specific ionization, SI),
sedangkan energi yang dilepaskan per satuan panjang lintasan dinyatakan
sebagai perpindahan energi linier (linear energy transfer, LET)

LET = SI x W

SI dan LET berbanding langsung dengan massa dan muatan partikel dan
berbanding terbalik dengan kecepatan partikel.

Interaksi radiasi dengan materi penting untuk dipahami


• dasar untuk deteksi dan pengukuran radiasi
• kejadian awal yang mengarah ke kerusakan biologis
dalam jaringan.
Interaksi Radiasi dengan Materi

Jangkauan
partikel
Sinar Delta

Sumber Alfa Sumber Beta

Partikel alfa memiliki SI dan LET tinggi (karena massa dan muatan
yang tinggi), dan nilainya semakin meningkat dekat akhir lintasannya
karena partikel mengalami perlambatan sehingga meningkatkan
kebolehjadian interaksiya.
Di dalam jaringan, padatnya ionisasi dari suatu partikel alfa diikuti dengan pelepasan
energi mengakibatkan lebih tingginya kebolehjadian kerusakan biologi dibandingkan
dengan radiasi yang memiliki LET rendah. Ini merupakan alasan utama mengapa pemacar
alfa tidak digunakan untuk aplikasi diagnosa.
Interaksi Radiasi dengan Materi
e- e- e-
Radiasi optik
e-
Sinar-X K

+ +

Sinar Delta
Elektron yang Elektron
K Elektron yang
Tingkat dihamburkan dihamburkan
tereksitasi
Eksitasi Ionisasi Bremsstrahlung

Interaksi partikel beta dengan materi

Elektron-elektron yang dilepaskan dari atom oleh proses ionisasi disebut


sinar delta.
Interaksi Radiasi dengan Materi
Radiasi elektromagnetik atau foton dikarakterisasikan oleh frekuensi,
panjang-gelombang, dan energi berdasarkan persamaan berikut:
= c
 E= h = hc

Jenis Gelombang Frekuensi* Panjang-gelombang Energi Foton
Radio 1 × 105 3× 105 cm 4.13 × 10-10 eV
3 × 1010 1 cm 1.24 × 10-4 eV
Infra-merah 3 × 1012 0.01 cm 0.0124 eV
3 × 1014 0.0001 cm (10000 Å) 1.24 eV
Cahaya tampak 4.3 × 1014 7000 Å 1.77 eV
7.5 × 1014 4000 Å 3.1 eV
Ultra-violet 7.5 × 1014 4000 Å 3.1 eV
3 × 1016 100 Å 124 eV
Sinar-X Lunak 3 × 1016 100 Å 124 eV
3 × 1018 1Å 12.4 keV
Sinar-X, sinar Gamma diagnostik 3 × 1018 1Å 12.4 keV
3 × 1020 0.01 Å 1.24 MeV
Sinar Kosmik 3 × 1020 0.01 Å 1.24 MeV
3 × 1023 0.00001 Å 1240 MeV
* gelombang/detik
Interaksi Radiasi dengan Materi

Radiasi elektromagnetik panjang-gelombang panjang, energi


rendah, misalnya dalam bentuk cahaya tampak, memperlihatkan
sifat seperti gelombang.
Radiasi elektromagnetik panjang-gelombang pendek, energi tinggi, seperti
sinar-X dan sinar- tidak berperilaku seperti gelombang tetapi lebih
cenderung seperti paket energi yang diskrit.

Paket energi diskrit ini disebut kuanta atau foton dan interaksinya dengan
materi sama seperti jika foton tersebut sebagai partikel-partikel kecil.
Tiga proses dari interaksi foton dengan materi:

Efek fotolistrik.
Hamburan Compton.
Produksi pasangan (pair production)
Efek fotolistrik.
 • Foton energi rendah (≤ 50
keV) berinteraksi dengan
elektron
E= Fotoelektron kulit-K
h kulit lebih dalam, biasanya kulit
KEk= h - K, diikuti elektron keluar dari
e-
BE k

+ orbitnya.
• Seluruh energi foton dialihkan ke electron yang ditendang keluar.
Energi kinetik elektron yang keluar = energi foton awal dikurangi
energi ikat elektron
• pasangan ion terbentuk disertai terjadi sinar-x karakteristik dan elektron
Auger akibat ionisasi yang di-sertai dengan pengisian elektron kulit
dalam oleh elektron kulit luar.
Semakin rendah energi foton (<< 50 keV), semakin tinggi Z serta kerapatan jaringan, maka akan
semakin tinggi kebolejadian interaksi dengan soft-tissue.
Tulang dengan Z=13.8, kerapatan 1.92 menyerap energi 6 kali lebih banyak dari soft-tissue (Z
rata-rata 7.4, kerapatan = 1).
Radionuklida seperti 125I (30 keV), tidak baik untuk `diagnostic imaging`, karena foton diserap
jaringan cukup tinggi melalui efek fotolistrik.
Hamburan Compton
 e- • Foton energi > 50 keV berinteraksi
E = h  KEm= h –
h`
dengan elektron kulit lebih luar yang
terikat lemah. Elektron keluar orbit dan
+  E = h` suatu pasangan ion terbentuk.
• Sebagian energi foton dialihkan ke electron yang keluar orbit, tergantung dari
sudut hamburan (). Sisa energi dibawa foton terhambur. Energi kinetik
elektron
= selisih energi foton datang dengan energi foton terhambur

• Interaksi berlanjut oleh foton sekunder atau foton terhambur Compton, sampai
akhirnya energi foton diserap melalui efek fotolistrik.

Radionuklida untuk radiofarmaka/kedokteran nuklir memiliki energi tinggi, interaksinya


dengan jaringan diawali hamburan Compton.
Kebolehjadian interaksi Compton tergantung dari kerapatan elektron. Material kerapatan tinggi
memberikan `stopping power` lebih tinggi.
Produksi Pasangan
e-
0.511 MeV
 + e+ • Foton energi ≥ 1.022 MeV
E > 1.02 MeV
berinteraksi dengan medan gaya inti
diikuti dengan
0.511 MeV perubahan foton menjadi 2 partikel
elektron, satu positron dan satu negatron.
• Positron akhirnya dianihilasi diluar atom menghasilkan dua foton dengan
energi masing-masing 511 keV
• Bila energi foton > 1.022 MeV, kelebihan energi didistribusikan ke partikel-
partikel sebagai energi kinetik.

Kebolehjadian produksi pasangan meningkat dengan semakin tinggin Z bahan penyerap,


karena medan gaya inti semakin meningkat dengan semakin tinggi Z.
Instrumentasi Deteksi Radiasi
Deteksi dan pengukuran radiasi dalam radiofarmasi dan kedokteran nuklir:
• Penting untuk tujuan proteksi radiasi
• Penting untuk pengkajian atau pengukuran keradioaktifan
radiofarmaka untuk prosedur imaging
Penggunaan peralatan deteksi radiasi yang tepat memerlukan pemahaman konstruksi
dan pengoperasianya.

Tiga metoda dasar deteksi dan pengukuran radiasi untuk radiofarmaka:

Metoda Pengumpulan Ion (Ion Collection)


Metoda Sintilasi (Scintillation)
Metoda Pengumpulan Ion
didasarkan atas kemampuan radiasi mengionisasi atom-atom gas,
misalnya udara, helium dan argon, yang ditempatkan dalam ruangan
tertutup.
Sumber radiasi

- - - - - - -
- + -
- -
Detektor radiasi - ++ + - i = arus
berisi gas sederhana - --+ - - Elektron-elektron yang lepas
- + - -- + + - akibat ionisasi molekul gas
- -+ -
rkumpul di anoda pusat, arus
+ de akan dihasilkan sebanding
- - - te dengan jumlah pasangan ion
- kt yang terjadi akibat interaksi
or gas dengan
radiasi.
Elektroda negatip - - - be

Elektroda positip v = tegangan


Metoda Pengumpulan Ion
Ionisasi Amplifikasi
sederhana gas

Daerah Geiger
Daerah Rekombinasi

Non-proporsional
Arus

Arus jenuh

Tegangan
Pasangan ion bere- Elektron primer ter- Arus naik sebanding Hampir Tegangan cukup tinggi
kombinasi, tidak ada kumpul dgn laju lebih dgn naiknya tegang- seluruh utk terjadinya peristiwa
arus yang terjadi, bila cepat dgn naiknya an akibat ionisasi se- molekul ionisasi awal dalam
tegangan tidak tegangan dan arus plateau. kunder mer yang bergerak
dinaikkan jenuh dicapai sebagai elektron cepat kearah anoda
pri-
gas dalam tabung, terjadi
chamber pasangan
terionisasi ion beruntun dari
semua
molekul yang ada.
Metoda Pengumpulan Ion
Sesuai dengan kurva respon arus/tegangan, maka ada tiga tipe instrumen :
• Kamar ionisasi (ionization chamber)
memiliki tegangan kerja dalam rentang 50 sampai 150 volt (daerah plateau arus jenuh),
untuk mengukur sumber radioaktif intensitas medium sampai tinggi
Misal survey meter “Cutie Pie” dan dose calibrator yang digunakan untuk mengukur
keradioaktifan radiofarmaka dalam rentang mikrocurie sampai curie.

• Pencacah proporsional (proportional counter)


• Pencacah Geiger-Müller (GM)
untuk mengukur radiasi intensitas rendah, seperti survei radiasi ligkungan kerja.
Tegangan kerja alat ini biasanya ditetapkan dekat 1000 volt (daerah Geiger).
Radionuclide Dose Calibrator
Sealed Chamber berisi gas bertekanan, gas argon ~
12 atm untuk meningkatkan kepekaan deteksi

Isotope Corretion

Range
Selector
i→v Voltage
Amp Amp
Activity
Power Display
Supply

Tegangan kerja ~ 150 volt


Range Selector merupakan rangkaian resistor dapat
bervariasi yang mengatur instrument untuk rentang
keradioaktifan (mikrocurie, milicurie, curie) yang diukur.
Radionuclide Dose Calibrator
Geiger-Müller Detector Window tipis dari mika
memungkinkan partikel  dan sinar
 energi rendah untuk lewat yang
Cathode Thin Window biasanya akan tertahan oleh casing
tabung yang terbuat dari logam.

++++++
------
- -- -
- Sumber Radiasi  
+++ +

Karena tegangan kerja tabung GM cukup tinggi, radiasi


Anode yang memasuki tabung akan menghasilkan ionisasi primer
dan ion primer ini selanjutnya akan mengionisasi seluruh
gas yang ada di dalam tabung

GM Counter cocok untuk mendeteksi keradioaktifan rendah, karena itu paling


umum digunakan untuk memantau daerah kerja bila terjadi kontaminasi.
Geiger-Müller Detector
Metoda Scintilasi
Ada dua jenis detektor scintilasi: • Detektor scintilasi kristal padat
• Detektor scintilasi cair
Detektor sendiri merupakan medium primer untuk terjadinya interaksi dengan
radiasi. Prinsip kerja kedua jenis detektor adalah sama, kecuali material
detektor yang berbeda.

Detektor scintilasi kristal padat yang paling umum adalah kristal natrium iodida, NaI(Tl),
yang dibungkus dengan suatu casing logam, sehingga sinar  dengan energi yang memadai
mampu menembus casing logam dan selanjutnya berinteraksi dengan kristal. Hal ini tidak
dapat terjadi bila radiasi merupakan radiasi partikel.
Karena itu pencacahan radionuklida pemancar partikel  murni, seperti 3H dan 14C, paling
baik dilakukan dengan menggunakan scintilasi cair. Disini cuplikan yang diukur terlebih
dahulu dilarutkan atau disuspensikan dalam suatu “cocktail” scintilasi yang merupakan
campuran pelarut dan senyawa-senyawa scintilator. Semakin intim cuplikan dan “cocktail”
bercampur, semakin efisien deteksi radiasi 
Detektor scintilasi kristal padat
Sinar-

Kristal NaI(Tl)
Scaler

Tabung Photomultiplier (PM)

Rate Meter
Pulse
Pre- Linear
Height
Amplifier Amplifier
Analyzer
High
Oscilloscope
Voltage

Computer
Detektor scintilasi kristal padat
Kristal NaI(Tl) photocathode photomultiplier tube

scintilasi

Sinar- elektron
Foton cahaya dynodes

• Foton energi tinggi (sinar-) yang berinteraksi dengan kristal akan memindahkan energinya ke molekul
natrium iodida melalui hamburan Compton dan interaksi fotolistrik.
• Energi elektron yang dilepaskan dari proses ionisasi hampir seluruhnya diserap dalam bentuk panas.
Bila kristal dalam bentuk natrium iodida murni, maka proses scintilasi tidak berlangsung dengan
baik.
• Karena itu jika kristal diaktifkan dengan 0.1% thallium, maka beberapa elektron tereksitasi terperang-
kap disekitar atom thallium, dimana pada saat kembali ke keadaan dasar energi dilepaskan dalam
bentuk foton cahaya tampak dengan energi 3 eV dan proses ini disebut scintilasi.
Detektor scintilasi kristal padat

Well Counter
Larutan radiofarmaka di dalam tabung
reaksi

Kristal NaI(Tl) berbentuk sumur

Electron photomultiplier tube

Perisai dari Pb
Detektor scintilasi kristal padat
Sinar- window

Linear Amplifier
ABC ABC AB C
Pulsa B
Pulse Height yang tercacah
Analyzer

Awal LLD dinaikan Window dinaikan


ULD
Pulse height

LLD ULD
ULD
LLD LLD

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pulsa 2 yg tercacah Pulsa 1 dan 2 yg
Pulsa 3 yg tercacah
tercacah
Spektrum Energi Gamma
Bila suatu radionuklida dicacah dengan pencacah scintilasi, kemudian laju cacahan (count rate)
diplotkan terhadap energi, maka akan diperoleh spektrum gamma.

123I 51Cr

A : 27 ~ 31 keV Te x-rays B : 159 keV gamma A : 320 keV gamma

A B A

131I 99mTc
A : ~ 30 keV Xe x-rays B : 80 keV gamma
C : 364 keV gamma A : 140 keV gamma
D : 638 keV gamma

AB C D A
0 Energi (keV) 1024 0 Energi (keV) 1024
Detektor scintilasi cair
14
CH2NH2COOH

S* F1

RF  S

F
S F1* F2

e- -
PM Tube e
F1 F2* Foton cahaya e- Cacahan

e-
S = pelarut e- pulsa
e-
F = material yang mengandung fluor
Photocathode Anode
Efisiensi Pencacahan (Counting Efficiency)
Cacahan (counts) per menit yang tercatat suatu instrument dibagi oleh
disintegrasi per menit (dpm) yang terjadi di dalam cuplikan yang sedang
dicacah.
cpm
Efisiensi =
dpm
• Efisiensi diri detektor yang dipenga-
Faktor utama yang ruhi oleh jenis radiasi dan energinya,
mempengaruhi dan ukuran serta komposisi detektor.
efisiensi: • Faktor geometri
Detektor NaI bidang
datar

Efisiensi diri (intrinsic) adalah jumlah radiasi yang


berinteraksi di dalam detektor dibagi dengan jumlah
radiasi yang datang ke detektor

Detektor sumur
NaI tipe
Efisiensi =

(Source Ci)
(2.26 x 106
dpm/Ci)
(kelimpahan
foton)
Contoh:
1.0 Ci (37 kBq) gas 133Xe yang berada di dalam vial 3 ml dicacah dengan
menggunakan pecacah scintilasi sehingga diperoleh hasil cacahan bersih sebesar 486508
cpm. Diketahui kelimpahan foton gamma energi 81 keV dari 133Xe adalah 36%. Hitung
efisiensi pencacahan dengan meggunakan pencacah scintilasi tersebut.

486508 cpm
Efisiensi = 0.61
= (1.0 Ci) (2.26 x 10 dpm/Ci) (0.36)
6

Jika kita mengetahui efisiensi detektor suatu radionuklida tertentu dalam geometri tertentu,
maka keradioaktifan sumber dapat ditentukan sebagai berikut:

Aktivitas (Ci) Net cpm


=
(Efisiensi) (2.26 x 106 dpm/Ci) (kelimpahan foton)
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dua faktor utama berkaitan dengan pengukuran radiasi:
Ionisasi materi oleh radiasi Berhubungan langsung dengan
Energi radiasi yang diserap (absorbsi) oleh konsekuensi biologis akibat interaksi
materi radiasi dengan tubuh manusia

1. Satuan Ci dan Bq untuk mengukur keradioaktifan atau jumlah bahan radioaktif di


dalam suatu sumber radiasi
2. Satuan roentgen (R) untuk mengukur paparan (exposure) dari radiasi elektromagnetik.
Lewatnya radiasi sinar x dan  sebesar 1R akan menghasilkan 2.082 x 109 pasangan ion
per cm3 udara pada STP
3. Satuan Rad (radiation adsorbed dose) dan Gy (gray) untuk mengukur dosis radiasi
yang diserap. Kuantitas setiap radiasi pengionisasi yang ekivalen dengan 100 erg
energi yang diserap per gram bahan penyerap (absorber).
1 R = 0.869 Rad untuk udara; 1 R = 0.96 Rad untuk jaringan
4. Satuan Rem (roentgen equivalent man) dan Sv (sievert) untuk mengukur dosis biologis
Proteksi dan Risiko Radiasi
Berapa banyak energi diserap
Efek biologis dari radiasi
Bagamana energi terdistribusi di dalam bahan penyerap

Jenis radiasi berbeda bisa mendepositkan jumlah energi yang sama di dalam jaringan
yang sama, tetapi pola distribusinya bisa berbeda

Kerusakan radiasi akan lebih besar terhadap sel-sel jaringan jika energi radiasi 100 erg yang
diserap terkosentrasi dibagian terkecil dari 1 gram jaringan dari pada jika 100 erg energi
didepositkan secara merata di seluruh 1 gram jaringan.

RBE (Relative Biologic Effectiveness) merupakan ukuran yang digunakan untuk menjelaskan
derajat efek biologis yang dihasilkan oleh jenis radiasi yang berbeda dengan dosis terserap
yang sama.
RBE = dosis radiasi sinar x dan  dalam Rad yang diperlukan untuk menghasilkan efek
biologis tertentu dibagi dengan dosis radiasi dalam Rad setiap radiasi pengionisasi
yang diperlukan untuk menghasilkan efek biologis yang sama.
Proteksi dan Risiko Radiasi
RBE tergantung dari besarnya LET radiasi tertentu.
Lebih besar LET makin tinggi efek biologis dari radiasi tertentu yang diserap. Energi yang
diserap dalam jarak yang pendek akan menyebakan lebih banyak “injury” yang diterima
bila dibandingkan dengan energi yang diserap dalam jarak yang jauh.
Beberapa radiasi bisa menghasilkan lebih banyak ionisasi per panjang lintasan yang dilalui.
Radiasi demikian dikatakan memiliki ionisasi spesifik yang tinggi dan karena itu akan
mendepositkan energi yang lebih banyak dalam panjang lintasan yang sama, artinya
radiasi. memiliki LET yang tinggi.

Misalnya, 0.05 rad radiasi  di dalam jaringan menghasilkan efek biologis yang sama
seperti yang ditunjukkan oleh 1 rad radiasi sinar-x atau , maka RBE radiasi  adalah 20.
Bila 1 rad radiasi  menghasilkan efek biologis yang sama dengan 1 rad radiasi sinar-x
atau , maka RBE radiasi  adalah 1.

Dalam proteksi radiasi akan memudahkan untuk menjumlahkan kontribusi


dosis dari tipe radiasi berbeda, kemudian digunakan suatu `modifier` sebagai
faktor kualitas radiasi (Q) yang berhubungan dengan tipe dan energi radiasi
serta LET nya.
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dalam radiofarmasi dan kedokteran nuklir, paparan radiasi eksternal (external exposure) yang
menjadi perhatian utama adalah yang berkaitan dengan pemancaran sinar- dan sinar-x,
karena kemampuannya untuk menembus jaringan dan menyebabkan ionisasi.

Lain halnya dengan radiasi partikel, paparan eksternalnya terhadap tubuh sedikit memberikan
efek berbahaya, karena partikel  dan  mudah diserap oleh udara atau oleh beberapa mm
lapisan kulit. Meskipun demikian, beberapa pemancar  energi tinggi, seperti 32P (1.7 MeV),
90
Y (2.28 MeV), dan 89Sr (1.46 MeV) dapat memiliki ancaman eksternal karena jangkauannya
(range) di udara maupun jaringan cukup tinggi.

Sumber potensial paparan radiasi internal (internal radiation exposure)


adalah ingestion makanan atau air terkontaminasi dan inhalation
radionuklida yang ada diudara.
Tiga hal yang sangat penting perlu diperhatikan untuk proteksi radiasi
dari paparan esternal radiasi- adalah: 1. Waktu
2. Jarak
3. Perisai (shielding)
Proteksi dan Risiko Radiasi
• Waktu Paparan
Lebih singkat waktu paparan, lebih rendah dosis radiasi yang akan diterima. Ini artinya bahwa
bekerja dengan bahan radioaktif harus direncanakan dengan baik dan dilaksanakan secepat
mungkin, terutama bila bekerja dengan sumber radiasi tanpa dilengkapi perisai.

• Jarak
Mempertahankan jarak sepraktis mungkin dari suatu sumber radiasi merupakan suatu metoda
yang efektif untuk mengurangi paparan radiasi berdasarkan `hukum kuadrat terbalik`.
Hukum ini hanya berlaku untuk radiasi- dan radiasi sinar-x, yang menyatakan bahwa jumlah radiasi
dari suatu sumber titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber. Secara sederhana, dengan
melipat-gandakan jarak dari suatu sumber radiasi akan mengurang paparan sampai seperempatnya.
Prinsip pengurangan paparan ini hanya terpenuhi jika ukuran fisis sumber relatif kecil bila dibandingkan
dengan ukuran tubuh yang dipapar.
Tetapan sinar- spesifik () suatu radionuklida harus diketahui bila hukum kuadrat terbalik ini
digunakan.
Tetapan ini adalah laju paparan dalam R/jam pada jarak 1 cm dari sumber radionuklida 1 mCi (37 MBq).
Satuan  adalah R.cm2/mCi jam. Untuk setiap mCi tertentu N, maka laju dosis pada jarak d dari sumber
dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut: R/jam = N
d2
Proteksi dan Risiko Radiasi
Contoh Soal
Berapa laju dosis dari sumber 131I 100 mCi (3700 MBq) pada jarak 1 cm dan pada jarak 2 feet
(61 cm)? Diketahui tetapan sinar- spesifik () untuk 131I adalah 2.2 R.cm2/mCi.jam
N
R/jam @ 1 cm = (100 mCi)(2.2 R .
= /mCi.jam)
cm 2 = 220 R/jam
d2 (1 cm)2
N
R/jam @ 61 cm = (100 mCi)(2.2 R . cm2/mCi.jam) = 0.059 R/jam
= (61 cm) 2
d2
Berapa lama diperlukan untuk mengakumulasikan dosis paparan 100 mR (0.1 R) dari sumber
131
I 100 mCi (3700 MBq) pada jarak 2 feet?
0.1 R
Waktu mengakumulasikan 0.1 R = = 1.7 jam
0.059 R/jam
Berapa jarak diperlukan untuk memperendah laju dosis sampai 2 mR/jam dari sumber 131I 100
mCi (3700 MBq)?
N
d2
= mR/R
2 mR/jam d ( cm) =√ (100 mCi) (2.2 R . cm2/mCi.jam) x 1000
(
= 332 cm
Proteksi dan Risiko Radiasi
• Perisai
Keefektifan bahan perisai tergantung dari nomor atom, kerapatan, dan
ketebalan bahan perisai. Bahan yang memiliki kerapatan dan nomor atom
yang tinggi artinya memiliki banyak atom (elektron) yang terkemas dalam
volum kecil sehingga menghasilkan `stopping power` yang tinggi.

Karena itu bila energi foton gamma semakin tinggi, maka dibutuhkan perisai
yang semakin tebal untuk menghentikan foton gamma tersebut.

Hubungan antara intensitas radiasi semula (I0 ) dan intensitas setelah


melalui perisai (I ) dinyatakan dalam persamaan berikut:
I = I0 e-x

 adalah koefisien attenuasi linier (mm-1)


Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Penting dan perlu mengetahui dengan jelas berapa dosis radiasi yang
diterima tubuh keseluruhan (whole body) dan yang diterima organ
individual bila radiofarmaka diberikan kepada pasien.
• Jumlah radiasi yang diabsorbsi harus diketahui untuk tujuan mengkaji risiko
radiasi terhadap pasien.
• Informasi dosis radiasi menentukan berapa jumlah maksimum keradioaktifan
yang perlu diberikan untuk suatu prosedur kedokteran nuklir.

Radiofarmaka terdistribusi diseluruh tubuh, tetapi tidak perlu secara merata.


Organ yang berbeda akan mengabsorbsi jumlah radiasi yang berbeda.
Organ kritis adalah organ yang menerima dosis radiasi paling tinggi. Kadang-
kadang organ kritis bukan merupakan organ target yang dicitra.
Misal 99mTc-HMPAO digunakan untuk pencitraan otak (brain imaging), tetapi organ kritisnya
adalah `lacrimal gland`
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Dosis radiasi terhadap suatu organ dari radionuklida yang diberikan secara
internal dinyatakan dengan persamaan berikut:

Drk  rh  hA~ . Srk  rh 

D adalah dosis absorbsi rerata dalam rad terhadap organ target (rk) dari
suatu radionuklida yang terdistribusi merata dalam suatu organ sumber
(rh).

~
h
A adalah aktivitas kumulatif, dalam satuan mikrocurie-jam (Ci-hr), di
daerah sumber (rh); merupakan jumlah atau akumulasi dari semua
transisi inti yang terjadi di dalam organ h selama selang waktu yang
diamati, biasanya diambil tak berhingga bila peluruhan sempurna telah
terjadi.
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Untuk peluruhan nuklida yang sempurna h ditentukan oleh jumlah aktivitas
A~
dalam organ dan waktu paruh efektifnya sebagai berikut:
~
Ah Ci - hr) A0 (Ci) A0 Ci).1.443Te (hr)
( 
 e ( ff
~
Nilai Ah dipengaruhi oleh besarnya fraksi keradioaktifan yang diambil oleh organ dari
sekian banyak keradioaktifan yang diberikan. Fraksi yang diambil organ ini ditentukan oleh
faktor fisiologis normal dan setiap gangguan yang disebabkan oleh patologi organ.

Nilai S berkaitan dengan data fisis radionuklida dan massa organ karena dosis akan
dinyatakan dalam rad.

S (rk
 rh )
  i
 i (rk
m k  rh ) a alah massa organ dalam gram dari
mk d organ target dan  fraksi radiasi
  2.13 ni Ei (gram-rad/Ci-hr) yang diabsorbsi dalam organ target
2.13 adalah tetapan konversi satuan, ni dan Ei masing-masing adalah jumlah rerata
partikel atau foton per transformasi inti dan energi rerata radiasi dalam MeV
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Dosis yang diabsorbsi suatu organ bergantung pada beberapa faktor,
diantaranya, yaitu:
• Jumlah atau besarnya keradioaktifan yang berada di organ
• Jenis dan energi radiasi
• Jumlah energi yang diabsorbsi oleh organ
• Lamanya radiasi berada di dalam organ
• Distribusi radiasi di dalam organ
• Massa organ
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Contoh soal: Suatu radiofarmaka 99mTc untuk mencitra limpa (spleen) memiliki distribusi
berikut setelah pemberian intravena: 80% spleen, 15% liver, dan 5% total body. Perkirakan
dosis radiasi terhadap spleen dari dosis 1 mCi (37 MBq). Anggap eliminasi biologis sangat
lambat, yang dapat diartikan T1/2 eff = T1/2 p (waktu paruh fisis) = 6 jam. Nilai-nilai S untuk
99m
Tc dapat diketahui dari Tabel MIRD (Medical Internal Radiation Dose). S(spl←spl) = 3.3
x 10-4 rad/Ci-hr; S(spl←liv) = 9.2 x 10-7 rad/Ci-hr; S(spl←tb) = 2.2 x 10-6 rad/Ci-hr
Besarnya keradioaktifan terakumulasi dalam organ sumber (spleen, liver dan total body) adalah:
~
Aspl = (1000 Ci)(0.80)(1.443)(6 hr) = 6926 Ci-hr
Aspl = (1000 Ci)(0.15)(1.443)(6 hr) = 1299 Ci-hr
Aspl = (1000 Ci)(0.05)(1.443)(6 hr) = 433 Ci-hr
~ ~ ~
Dspl = Aspl. S(spl←spl) + Aliv. S(spl←liv) + Atb . S(spl←tb)
= (6926 Ci-hr)(3.3 x 10-4 rad/Ci-hr) + (1299 Ci-hr)(9.2 x 10-7 rad/Ci-hr) +
(433 Ci-hr)(2.2 x 10-6 rad/Ci-hr) = 2.286 rad + 0.001 rad + 0.001 rad
Dspl = 2.288 rad
Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Contoh soal: Perkirakan berapa dosis radiasi terhadap paru-paru dari 99mTc-DTPA aerosol yang
digunakan untuk `lung ventilation imaging`. Anggap uptake sesaat dalam paru-paru adalah 1
mCi (37 MBq) dengan biological removal dari paru-paru kedalam darah 1.5% per menit.
Diketahui dari Tabel MIRD nilai S(lung←lung) = 5.2 x 10-5 rad/Ci-hr

Karena adanya komponen biologic clearance, maka waktu paruh efektif perlu dihitung
pertama kali. Karena itu jika b, p dan eff masing-masing adalah tetapan peluruhan biologis,
fisik, dan efektif.
b = 0.015 min-1 . 60 min/hr = 0.900 hr-1
p = 0.693/6.02 hr = 0.1151 hr-1
eff = 0.9000 + 0.1151 = 1.015 hr-1
Aktivitas kumulatif dan dosis terhadap paru-paru adalah sebagai berikut:

Alung  A0 1000 Ci


~   985 Ci-hr
(Ci)
-1
1.015 hr

e
~
lung S(lung←lung) = (985 Ci-hr)(5.2 x 10 rad/Ci-hr)
-5
Dlung = A
= 0.051 rad
Proteksi dan Risiko Radiasi

Hand foot and body


monitor
Kimia Radiofarmasi
Radiochemical atau senyawa radiokimia adalah senyawa kimia yang
mengadung atom radioaktif di dalam struktur kimianya.
Senyawa radiokimia akan menjadi radiofarmaka (radiopharmaceutical) bila
telah teruji di manusia untuk tujuan penggunaannya berdasarkan persyaratan
yang ditetapkan oleh Badan POM kalau di Indonesia atau oleh US Food and
Drug Administration (FDA) kalau di Amerika Serikat, dan diketahui aman
dan efektif untuk tujuan diagnosa dan terapi penyakit.

Bentuk fisiko-kimia radiofarmaka mulai dari senyawa unsur sederhana


sampai molekul bertanda atom radioaktif yang kompleks, unsur-unsur
sel darah, dan partikel yang kemudian diberikan ke pasien: :
• dalam bentuk sedian oral seperti kapsul dan larutan
• dengan cara inhalasi sebagai gas dan aerosol
• dengan berbgai rute injeksi, paling sering secara intravena
Sifat-sifat radiofarmaka injeksi

1. Harus sterile dan bebas pyrogen


2. Harus isotonic dan mempunyai pH fisiologis
3. Keradioaktifannya harus dikalibrasi
Radiofarmaka
• hampir semua radiofarmaka merupakan senyawa organik atau
anorganik sederhana yang memiliki komposisi tertentu.
Radiofarmaka jenis ini dapat dikelompokkan sebagai
radiofarmaka tidak spesifik substrat karena tidak
berpartisipasi dalam reaksi kimia spesifik.

• ada beberapa radiofarmaka yang terbentuk dari molekul


makro (macromolecules), seperti antibodi monoklonal
(monoclonal antibody) atau fragmen-fragmen antibodi, yang
ditandai tidak secara stokiometri dengan suatu radionuklida.
Radiofarmaka jenis ini disebut radiofarmaka spesifik substrat,
karena harus berpartisipasi dalam reaksi kimia spesifik atau
mengambil peranan dalam suatu interaksi ligand spesifik-
substrat.
Mekanisme Lokalisasi (1)
1. Transport aktif (active transport) melalui jalur
metabolisme yang bekerja secara normal di dalam tubuh
dengan cara menggerakan atau memindahkan
radiofarmaka melintasi membran sel kemudian masuk
kedalam bagian dalam sel.

2. Fagositosis (phagocytosis), terperangkapnya partikel


koloid oleh sel Kupffer di dalam sistem reticuloendothelial
setelah injeksi intravena

3. Blokade kapiler dengan melibatkan microembolisasi pada


jaringan kapiler oleh partikel sehingga aliran (perfusion)
jaringan kapiler tersebut dapat divisualisasi secara
eksternal.
Mekanisme Lokalisasi (2)
4. Cell sequestration melalui penandaan sel darah merah yang
telah dirusak dengan cara pemanasan, kemudian diinjeksikan
dalam upaya mendapatkan sidik spleen tanpa visualisasi liver.

5. Difusi sederhana perunut radioaktif (radiotracer) dengan


melintasi membran sel dan selanjutnya mendistribusikan dirinya
ditempat lain di dalam tubuh; sedangkan difusi pertukaran
(exchange diffusion) diawali dengan proses difusi perunut
radioaktif kedalam suatu sel kemudian diikuti dengan
pertukaran kimia (chemical exchange).

6. Lokalisasi kompartemen (compartmental localization) dengan


cara menempatkan radiofarmaka dalam ruang fluida (fluid
space) kemudian ruang fluida tersebut disidik.
Mekanisme Lokalisasi (3)
7. Serapan kimia (chemisorption) dengan terbentuknya
ikatan permukaan (surface binding) suatu radiofarmaka
terhadap struktur permukaan.

8. Reaksi antigen-antibodi, yaitu terjadinya uptake pada dudukan


tumor (tumor site) disebabkan oleh ikatan spesifik antibodi
bertanda nuklida radioaktif pada permukaan antigen yang
berada di dalam tumor.

9. Ikat reseptor (receptor binding), yaitu pengikatan


radiofarmaka terhadapan dudukan reseptor afinitas tinggi
(high-affinity receptor sites).
Klasifikasi Radiofarmaka
berdasarkan mekanisme lokalisasi

• Kelompok radiofarmaka yang memiliki pola biodistribusi yang


secara esklusif sangat ditentukan oleh sifat fisika dan kimia
dari radiofarmaka itu sendiri.

• Kelompok radiofarmaka yang biodistribusinya sangat


ditentukan oleh ikat reseptor (receptor binding) atau oleh
interaksi biologi lainnya. Kelompok radiofarmaka yang terakhir
ini sering disebut sebagai radiofarmaka spesifik organ sasaran
(target-specific radiopharmaceuticals).
Kimia Radiofarmasi
Klasifiksi umum radiofarmaka berdasarkan fungsi tindakan atau prosedur
penggunaannya:

Radiofarmaka diagnosa
• Prosedur imaging : memberikan informasi diagnosa
berdasarkan pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh
• Studi fungsi secara in vivo: mengukur fungsi suatu organ atau
sistim berdasarkan absorpsi, pengenceran, penumpukkan,
atau ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka.

Radiofarmaka terapi
• Kuratif
• Paliatif
Radiofarmaka Diagnosa
Ada dua kategori: in vivo function agents dan imaging agents
In vivo function agents: melacak suatu proses fisiologis tanpa mempengaruhi
atau mengganggu proses tersebut sehingga ukuran atau
kinerja sesungguhnya dari fungsi dapat diperoleh.
Misal:
• pengukuran fungsi kelenjar thyroid dengan 131I-natrium iodida
• pengkajian metabolisme vitamin B12 dengn 57Co-cyanocobalamin
• pengukuran laju filtrasi glomerular (GFR) dengan 99mTc-
diethylenetriaminetetraaceticacid (99mTc-DTPA atau 99mTc-pentetate) atau 125I-iothalamat
• penentuan volume darah dengan sel darah merah bertanda 51Cr atau 125I-HAS (human serum
albumin)
Selama studi fungsi in vivo, senyawa radioaktif atau radiofarmaka diagnosa yang diberikan
ke pasien dan fungsi spesifik tubuh dikaji dengan mengukur radiasi yang dipancarkan secara
langsung dari organ yang diteliti atau dengan menganalisis cuplikan (sample) urin atau
darah. Tentunya radiotracer harus fisiologis, artinya harus berpartisipasi dalam fungsi
biologis yang sedang dipelajari tanpa mempengaruhi fungsi dalam cara apapun.
Radiofarmaka diagnosa
Diagnostic imaging agents dirancang untuk terlokalisasi dalam organ spesifik.
Citra distribusi radiotracer dalam organ yang diperoleh melalui kamera gamma
(gamma camera) digunakan untuk mengkaji morfologi organ (ukuran, bentuk,
posisi, atau keberadaan lesi yang menempati ruang) dan fungsi organ.

Diagnostic imaging agents yang ideal harus terlokalisasi dengan cepat dan
terikat kuat di organ yang diamati, dan tetap berada disana selama pengkajian,
dan terekskresi cepat setelah pengkajian
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik imaging yang ideal

1. Pemancar gamma murni


2. 100 keV < energi gamma < 250 keV
3. Waktu paruh efektif = 1.5 x lamanya pemeriksaan.
4. Target to non-target ratio tinggi.
5. Dosis radiasi yang diterima pasien dan petugas kedokteran
nuklir minimal.
6. Keselamatan pasien
7. Reaktivitas kimia
8. Tidak mahal dan tersedia dengan mudah.
9. Penyiapan serta kendali kualitasnya sederhana jika dibuat
ditempat (rumah sakit).
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik imaging yang ideal

1. Pemancar gamma murni


• Meluruh melalui electron capture atau isomeric transition.
Radiasi yang mempunyai daya tembus rendah, seperti partikel alfa dan
beta tidak diinginkan, karena:
 linear energy transfer (LET) tinggi, fraksi energi yang didepositkan per
cm jarak tempuh sangat tinggi, yang mengakibatkan absorpsi
kuantitatif di dalam tubuh
 sedikit partikel yang sampai ke detektor, sehingga partikel alfa dan beta
tidak memberikan citra

Partikel dengan LET yang tinggi mengakibatkan dosis radiasi sangat


significant terhadap pasien.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik imaging yang ideal
2. 100 keV < energi gamma < 250 keV
• Umumnya peralatan “imaging” (kamera gamma) didisain untuk berfungsi
dengan baik, memberikan kualitas citra (image) optimal, di daerah
rentang energi ini.
• Radionuklida tertentu dengan energi sinar gamma dibawah 100 keV:
misalnya 201 Tl dan 133 Xe dengan energi gamma kira-kira 70-80 keV,
atau diatas 250 keV:
seperti 67Ga dan 131I dengan energi gamma masing-masing 300 dan 364.5 keV,
telah umum digunakan secara klinis. Radionuklida energi tinggi jenis ini
memerlukan kolimasi lebih tinggi untuk mendapatkan kualitas citra
yang lebih baik, tetapi akibatnya akan menurunkan sensitivitas dan
resolusi.

• Radionuklida yang ideal dan umum digunakan untuk rentang energi 100 keV
– 250 keV adalah 99m Tc, 111In, dan 123 I.
Hubungan kualitas citra dengan energi
Image Quality

Energy (keV)
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik imaging yang ideal
3. Waktu paruh efektif = 1.5 x lamanya pemeriksaan.
• Batasan waktu ini memberikan kesesuaian antara kenginan meminimalkan
dosis yang diterima pasien dan memaksimalkan dosis yang diinjeksikan agar
statistik pencacahan dan kualitas citra memberikan hasil yang optimal. 133Xe
atau gas mulia lain yg digunakan untuk ventilation study merupakan
perkecualian.
• Radiofarmaka harus bisa dikeluarkan dari tubuh secara kuantitatif dalam
beberapa menit setelah diagnosa selesai. Kebanyakan radiofarmaka
menunjukkan pola “clearance” eksponensial sehingga waktu paruh
efektifnya cukup panjang (dalam hitungan jam atau hari
bukan detik atau menit).
• Hubungan antara waktu paruh efektif, waktu paruh biologis, dan waktu
paruh fisis dinyatakan dengan persamaan berikut:
1 = t1/2(biologi)
t1/2(efektif) 1
+
1
t1/2(fisika)
Laju efektif hilangnya keradioaktifan (Reff) dari suatu organ atau tubuh berbanding
lurus dengan laju peluruhan fisis (Rp) radionuklida dan laju ekskresi biologis (Rb)
radiofarmaka, dan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:

Reff = Rp+ Rb
Laju hilangnya (removal) dari kedua proses tersebut berbanding terbalik dengan
waktu paruh proses:
R (removal rate) 1
~ t1/2
1 = 1 1
t1/2(efektif)
t1/2(biologi) + t (fisika)
1/2
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
4. Target to non-target ratio tinggi.
• Jika ratio tidak cukup tinggi (5:1 minimum untuk planar imaging, kira-
kira 2:1 for SPECT imaging), hasil scan menunjukkan adanya “non-
diagnostic scan” dan ini menyulitkan atau tidak memungkinkan untuk
membedakan organ berpenyakit (pathology) dari latar-belakang.

Misalnya, untuk „thyroid scan‟, idealnya semua radioaktivitas berada di dalam


thyroid dan tidak ada tempat lain di daerah sekitar leher.

Tetapi untuk kepentingan dosimetri, „liver uptake‟ dari radioiodida tidak diinginkan
sama sekali, disamping tentunya tidak mempunyai dampak di dalam proses penyidikan
(imaging) yang sesungguhnya karena tidak berada dalam daerah pandang.

• Rendahnya ratio juga menimbulkan radiasi yang tidak perlu yang


diterima pasien.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
5. Dosimetri Radiasi Internal
Dosimetri radiasi terhadap pasien maupun petugas kedokteran nuklir harus
memerlukan perhatian khusus, terutama dalam memenuhi persyaratan sesuai
dengan panduan ALARA (As Low As Reasonably Achievable).

• Konsep ALARA didasarkan terhadap upaya mempertahankan dosis radiasi serendah


mungkin yang dapat dicapai.
• Dengan konsep ini telah dapat diimplementasikan pengurangan menyeluruh dosis
terhadap pekerja radiasi.
• Tentunya meskipun dosis radiasi yang diinjeksikan ke pasien harus sekecil mungkin,
tetapi harus konsisten memberikan kualitas citra yang baik.

Untuk pekerja radiasi Maximum Permissible Dose (MPD) untuk


keseluruhan tubuh adalah 1 Rem per tahun untuk tiap tahun umur pekerja
radiasi tersebut. Misal: jika pekerja berumur 30 tahun, maka MPD adalah 30
R.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
6. Keselamatan pasien
 Radiofarmaka harus memperlihatkan tidak adanya toksisitas terhadap
pasien.

Misalnya, mengapa kita tidak pernah mempersoalkan 201Tl dalam bentuk thallous
klorida, TlCl, yang dewasa ini diinjeksikan secara rutin ke pasien untuk sidik
atau diagnosa kelainan jantung?

Telah diketahui umum bahwa ion thallous (Tl+) merupakan cardiotoxin yang potent.

Hal ini bisa diterima dalam praktek sehari-hari, karena keaktifan jenis (specific
activity), 201Tl yang bebas pengemban adalah sangat tinggi dan jumlah Tl-201
yang terkandung di dalam sediaan dengan aktivitas 3 mCi hanya sekitar 42 ng,
suatu jumlah yang sangat kecil dan berada di bawah tingkat yang signifikan
untuk dapat memberikan respon fisiologis dari pasien.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
7. Reaktivitas kimia
• Harus tersedia substrate atau tempat didalam molekul dimana
memungkinkan reaksi penandaan dengan atom radioaktif dapat
dilakukan.
• Tidak setiap senyawa dapat ditandai dengan setiap isotop. Dalam
kenyataannya penandaan sering memerlukan suatu posisi yang selektif
di dalam molekul atau senyawa.
Senyawa yang menunjukkan biodistribusi yang dapat diterima, sering menjadi tidak berguna
bila telah ditandai logam radioaktif atau telah mengalami iodinasi. Bahkan perubahan
sedikit saja dilakukan terhadap struktur molekul sering akan menyebabkan perubahan
biodistribusi yang drastis. Karena itu penelitian ekstensif perlu dilakukan untuk menentukan
struktur molekul optimal agar penandaan dapat dilakukan dengan menggunakan isotop
spesifik.

Misalnya, salah satu ciri khas 99mTc sebagai radioisotop yang ideal untuk sidik diagnosa
adalah kemampuannya untuk terikat dengan mudah terhadap berbagai jenis senyawa dalam
kondisi fisiologis, mulai dari molekul yang sederhana, seperti pyrophosphate, sampai sejenis
gula, seperti glucoheptonat; dari peptida sampai antibodi; dari koloid yang tidak larut sampai
dan makroaggregat sampai dengan antibiotik dan molekul komplek yang lain.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
8. Tidak mahal dan tersedia dengan mudah.
• Radiofarmaka harus stabil baik sebelum dan sesudah proses
penandaan ( pre- and post-reconstitution).

• Apabila suatu senyawa tertentu memperlihatkan kinerja yang baik untuk


suatu prosedur tertentu, dan hanya tersedia di suatu rumah sakit besar,
maka penggunaanya dengan jelas akan sangat terbatas. Karena itu dengan
melihat kondisi ekonomi dewasa ini, maka radiofarmaka yang sangat
mahal tentu penggunaanya akan terbatas dan tidak populer, apalagi bila ada
metoda alternatif yang lebih murah.
Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal
9. Penyiapan serta kendali kualitasnya sederhana jika
dibuat ditempat (rumah sakit).
• Penyiapan suatu obat tentu harus sederhana dengan tahapan pengerjaan
yang relatif sedikit. Prosedur dengan tahapan lebih dari tifa tahap umumnya
tidak memenhui persyaratan inin. Disamping itu tidak diperlukan suatu
peralatan yang rumit dan tidak ada tahap dengan waktu pengerjaan yang
lama.

• Jika radiofarmaka dibuat ditempat (in-house), maka sangatlah penting


kendali kualitas (quality control) dilaksanakan untuk setiap batch yang
disiapkan dalam upaya menjamin bahwa tiap-tiap sediaan akan memberikan
citra (image) kualitas tinggi sementara bisa meminimalkan dosis radiasi
terhadap pasien.
Radiofarmaka Terapi
Radionuklida untuk terapi disiapkan dalam dua bentuk:
 Sebagai sumber tertutup (sealed sources)
 Radioterapi berkas eksternal atau konvensional, misalnya 60Co, 137Cs, 192Ir
 Brachytherapy: Low Dose, High dose
 Seed Brachytherapy, misalnya 125I, 103Pd, 192Ir

• Sebagai sumber terbuka (unsealed sources)


• Radiofarmaka terapi

Radiofarmaka terapi adalah molekul bertanda radioaktif yang dirancang


untuk mengantarkan dosis terapeutik radiasi pengionisasi ke dudukan
penyakit yang spesifik (paling sering tumor kanker) dengan
kespesifikan tinggi di dalam tubuh.
Radiofarmaka Terapi
Radioterapi berkas eksternal atau konvensional memainkan peranan vital
dalam pengobatan kanker, namun tidak efektif untuk pengobatan kanker
sekunder atau metastatik yang kedudukannya (sites) berada diluar area
pengobatan.

Pemberian sistemik radiofarmaka yang dirancang hanya terlokalisasi


spesifik dudukan (site), akan memberikan kesempatan untuk pengobatan
penyakit yang telah menyebar luas.

Idealnya, radiofarmaka terapi dirancang untuk menempati lokasi berkanker dengan


kespesifikan yang tinggi, bahkan apabila lokasi tersebut di dalam belum diketahui,
sementara radiofarmaka sendiri menghasilkan kerusakan radiasi yang minimal
atau dapat ditoleransi terhadap jaringan normal.
Radiofarmaka Terapi
Tumor therapy
• Radiolabeled monoclonal antibody
• Non antibody method
Receptor-binding radiotracers for tumor and other specific therapies
• Bioactive peptides
• Antibody derived agents
• Molecular recognition units
• Conventional in-vivo
receptors Bone
pain palliation
therapy Radiation synovectomy
Miscellaneous therapies
• Microsphere, colloids (for ascites, etc.)
Radioimmunoguided surgery
Biodegradable 186Re-PLA Microsphere
Biodegradable 186Re-PLA Microsphere

Re

C
Cross-section of a coronary artery

A cylindrical balloon is inserted


into a vessel with eccentric
coronary plaque, and is inflated
using radiopharmaceutical liquid
Sifat-sifat radiofarmaka terapi yang ideal

1. Pemancar partikel bermuatan yang murni ( atau ).


2. Memiliki energi cukup tinggi atau sedang (>1 meV).
3. Waktu paruh effektif cukup panjang, misalnya dalam hari.
4. Perbandingan uptake di dalam target terhadap organ bukan
target tinggi
5. Dosis radiasi yang diterima pasien harus minimal dan juga
yang diterima petugas kedokteran nuklir.
6. Keselamatan pasien diutamakan.
7. Radiofarmaka tersedia dengan mudah dan harganya murah.
8. Preparasi dan QC radiofarmaka mudah dan sederhana
bila radiofarmaka disiapkan ditempat.
Sifat-sifat radiofarmaka terapi yang ideal
1. Pemancar  atau  murni
• Berbeda dengan radiofarmaka diagnostik, maka radiofarmaka
terapi dirancang untuk merusak sel berpenyakit.
• Bentuk peluruhan (decay) yang diinginkan adalah dengan memancarkan 
atau  murni
• Karena LET yang tinggi dari partikel beta dan alfa, maka kedua
partikel mampu merusak jaringan.
• Partikel beta jauh lebih mudah dapat dikontrol daripada partikel alfa karena
distribusinya di dalam jaringan hampir sempurna untuk suatu terapi yang
efektif dan ini disebabkan jangkauan kedua partikel di dalam jaringan
sangat berbeda (beberapa mikrometer untuk pemancar alfa dan beberapa
mm sampai cm untuk beta).
• Pemancar beta mudah terdeteksi bila tumpah.
Sifat-sifat radiofarmaka terapi yang ideal
2. Memiliki energi cukup tinggi atau sedang (>1 meV).
• Radionuklida yang memancarkan pertikel energi tinggi diperlukan untuk
merusak sel berpenyakit. Meskipun tidak ada batasan energi minimum yang
eksak, untuk partikel  lebih disukai yang memiliki Emax >1 meV. LET dari
partikel energi yang tinggi ini cukup untuk menyebabkan kerusakan sel,
tetapi masih terkendali.

• Beberapa radionuklida terapi, seperti 131I, selain berperan untuk terapi


juga dapat disidik (imageable) sehingga dapat memberikan informasi
selama terapi berlangsung.
Sifat-sifat radiofarmaka terapi yang ideal
3. Waktu paruh effektif cukup panjang, misalnya dalam hari.

Efek terapi umumnya diinginkan relatif cepat setelah pemberian


radiofarmaka terapi. Karena itu, wakru paruh efektif idealnya harus dalam
orde jam atau hari.

Contoh radiofarmaka terapi yang baik dengan teff yang ideal adalah 131I-
natrium iodida untuk pengobatan hyperthyroid (teff adalah 6 hari) dan
166Ho- FHMA (ferric hydroxide macroaggregate) untuk intraarticular

radiation synovectomy (teff adalah 1.2 hari).


Sifat-sifat radiofarmaka terapi yang ideal
4. Perbandingan uptake di dalam target terhadap organ
bukan target harus tinggi

• Di dalam prosedur terapi, “target:non-target ratio” sangat menentukan.

• ”Target:non-target ratio” yang rendah bisa menghasilkan


penyembuhan tidak memadai terhadap penyakit utama dan
bahkan menimbulkan dosis radiasi letal yang potensial terhadap
sumsum tulang atau jaringan sensitif radiasi lainnya.

• Penting untuk dipastikan bahwa radiofarmaka memiliki kemurnian


radiokimia yang tinggi.
Sifat-sifat radiofarmaka terapi yang ideal
5. Dosis radiasi yang diterima pasien dan juga yang
diterima petugas kedokteran nuklir harus minimal.

• Paparan dosis radiasi minimal ditekankan untuk pasien maupun petugas


pelayanan kedokteran nuklir. Konsep yang biasa digunakan adalah TDS,
yaitu meminimalkan TIME, memaksimalkan DISTANCE, dan
mengunakan sejumlah SHIELDING yang tepat.

• Aturan spesifik yang mengatur pasien meninggalkan rumah sakit


setelah pemberian radiofarmaka terapi.
Kriteria berdasarkan NRC adalah apabila beban radiasi yang diidap pasien
telah menjadi <30 mCi atau apabila pembacaan radiasi yang diambil dengan
jarak 1 meter dari dada pasien adalah <5 mR/hr.
Tindakan ini perlu dilakukan dalam upaya meminimalkan risiko radiasi
terhadap keluarga pasien dan masyarakat umum yang ada disekitarnya.
Kit Radiofarmaka
Kit radiofarmaka adalah vial reaksi yang steril mengandung bahan kimia
tidak radioaktif yang diperlukan untuk menghasilkan suatu radiofarmaka
spesifik setelah direaksikan dengan larutan yang mengandung suatu
radionuklida.
Umumnya kit digunakan untuk menyiapkan radiofarmaka 99mTc atau 188Re
yang masing-masing diperoleh dari hasil elusi Generator 99Mo/99mTc atau
Generator 188W/188Re

Senyawa-senyawa kimia utama yang terkandung di dalam kit adalah:


Senyawa pengompleks (complexing agents) atau ligand
Senyawa pereduksi (reduktor), misalnya stannous klorida, stannous
flourida, atau stannous tartrat.
Senyawa-senyawa kimia lain adalah: stabilizer, dispersing agents,
transfer ligands, dan buffer
Formulasi dan labeling
Formulasi
Ligand + reduktor + anti oksidant + stabilizer

Kit Radiofarmaka

Labeling
Radionuklida + Kit Radiofarmaka

Radiofarmaka
Penyiapan Formulasi dilakukan di LAF
Kit Radiofarmaka
• Larutan formulasi di dispensing kedalam vial serum yang sudah
disterilisasi
• Larutan dibekukan dan di “lyophilized” dibawah kodisi vakuum untuk
megeluarkan semua air yang ada.
• Vial kemudian diisi dengan gas nitrogen atau argon sebelum ditutup

Dalam beberapa kit sering ditambahkan pula: atau Ar


Gas N2
−Additional complexing agents, misal
gluceptate, gluconate, dan tartrat
sebagai solubilizing agents untuk Sn
dan tehnetium yang telah tereduksi
selama proses penandaan.
Serbuk kristal
Freeze-dryer untuk penyiapan kit
radiofarmaka
Freeze-dryer untuk penyiapan kit
radiofarmaka skala besar
Uji pyrogenitas dengan menggunakan kelinci
Ligand hasil sintesis sebagai bahan baku Kit
O

NH HN

O S HN O NH HN H H NH HN
H H
H2C O
O
N N N N
OH
OH OH OH OH

MAG3
d,l-HMPAO
H CH3
HC N C O CH3 EtO OEt
C P P
H CH3 EtO OEt

MIBI Tetrofosmin
Ligand hasil sintesis

HOOC NH HN COOH
EtOOC COOEt
NH HN

SH HS
SH HS

L,L-EC L,L-ECD
“Metal Essential” :
Structures of 99mTc-labelled cerebral perfusion agents

Me Me O
EtOOC N HN COOEt
Tc
Me O Me
N N S S
Tc 99mTc-L,L-ECD

Me N N Me
O O
H

99mTc-d,l-HMPAO
“Metal Essential” :
Structures of 99mTc-labelled renal perfusion agents
O

O
O N N
Tc

S N
O O COOH
HOOC N HN
Tc
99mTc- COOH S S
MAG3

99mTc-EC
“Metal Essential” :
Structures of 99mTc-labelled myocardial perfusion agents

R
R R R R
N R

P O P
C N
C Tc
R N C Tc C N R
C P O P
N C
R R R R R
N

R 99mTc-Tetrofosmin
99mTc-MIBI
Senyawa Bertanda
• Isotop radioaktif atau isotop stabil menggantikan
kedudukan salah satu atom atau gugus atom
suatu senyawa
• Radionuklida lain menggantikan kedudukan salah
satu atom atau gugus atom suatu senyawa
• Radionuklida lain terikat melalui ikatan koordinasi
(chelat) dengan molekul pembawa (carrier molecules).
Pertimbangan dalam penyiapan senyawa
bertanda

1. jenis isotop yang akan digunakan sebagai perunut


2. masalah penanganan radionuklida berkaitan
dengan rancangan peralatan, jenis peralatan, dst.
3. metoda penandaan, pemurnian, dan analisis
sesuai dengan waktu paruh isotop yang
digunakan
Pertimbangan dalam penyiapan senyawa
bertanda
4. kespesifikan penandaan dan tujuan
penggunaanya
5. keaktifan jenis molar yang diperlukan
6. keaktifan total yang dibutuhkan
7. kondisi pengenceran, sterilisasi, kemasan,
dan penyimpanan
8. biaya yang dibutuhkan
Metoda Penandaan

1. Reaksi Pertukaran Isotop


• satu atau lebih atom di dalam suatu molekul digantikan dengan isotop dari
unsur yang sama:
AX* + BX  BX* + AX
• reaksi reversible; pengotor berpengaruh dalam pertukaran; posisi penandaan
yang tepat sulit dicapai

2. Sintesis Kimia
 untuk penyiapan senyawa bertanda yang kompleks dengan menggunakan
“intermediate compound” yang sederhana; yield reaksi tergantung
banyaknya tahap reaksi; posisi pelabelan yang dinginkan bisa dicapai
Metoda Penandaan
3. Sintesis Biokimia
- melalui reaksi enzimatis maupun proses biosintesis
- hasil penandaan seragam (keaktifan jenis tinggi)
- sederhana tetapi waktu proses lama
4. Penandaan Rekoil (“hot atom”)
- melalui reaksi atom rekoil dengan molekul sekitarnya
- reaksi satu tahap; waktu proses singkat dan radioisotop yang hilang minimal; cukup
fleksibel untuk roduksi berbagai senyawa bertanda; bebas pengemban; ideal untuk
radioiostop berumur pendek
- sulit penandaan pada posisi tertentu yang diinginkan; pemisahan dan pemurniaan
agak sulit;
Metoda Penandaan
5. Penadaan dengan nuklida asing
-nuklida yang diikatkan bukan merupakan isotop dari unsur penyusun molekul yang
ditandai dan keberadaannya adalah sebagai unsur asing di dalam molekul yang
sudah mempunyai sifat biologi tertentu
- ikatan “chelat” atau ikatan kovalen koordinasi lebih dominan, khususnya
untuk nuklida logam transisi atau lantanida
6. Penandaan Eksitasi
- melibatkan ion radionuklida anak yang sangat reaktif hasil dari proses peluruhan inti,
misalnya peluruhan  atau tangkapan elektron (electron capture)
Metoda Penandaan
7. Metoda fisiko-kimia lainnya
a. sintesis yang diimbas radiasi;
b. sintesis dengan menggunakan pelepasan muatan listrik
c. sintesis elektrokimia
d. sintesis dalam suatu berkas ion dipercepat.
Faktor-faktor penting dalam penandaan
 Efisiensi penandaan
- yield yang rendah bisa diterima jika produk yang diperoleh memiliki kemurnian
yang tinggi, tidak ada yang rusak selama proses penandaan, biaya penandaan cukup
murah, dan memang tidak ada lagi metoda penandaan yang lebih baik
 Kestabilan kimia
- Jenis nuklida radioaktif yang ditandakan dan posisinya di dalam molekul bertanda;
energi sinar  atau  yang dipancarkan radionuklida; jumlah total keradioaktifan pada
waktu preparasi; keaktifan jenis senyawa bertanda; konsentrasi keradioaktifan larutan
yang mengandung senyawa bertanda
- Konsentrasi oksigen di dalam larutan; zat asing yang berfungsi sebagai katalis
ketidakstabilan; zat asing untuk mencegah ketidakstabilan; temperatur dan cahaya
Faktor-faktor penting dalam penandaan
Efek isotop
menimbulkan sifat fisis, dan mungkin juga sifat biologis, yang berbeda akibat
adanya perbedaan berat isotop

Efek fisikokimia
Struktur dan sifat biologis senyawa bertanda dapat dipengaruhi dengan serius
oleh berbagai kondisi fisiko-kimia selama proses penandaan berlangsung,
misalnya pH, panas, reagen berlebih, dst.
Faktor-faktor penting dalam penandaan
Keadaan bebas pengemban
Kondisi penyimpanan
Keaktifan jenis
Faktor-faktor penting dalam penandaan
Radiolisis
Pemurnian dan analisis
Waktu simpan
Senyawa Bertanda 32P dan 33P
• dapat disiapkan melalui metoda reaksi pertukaran isotop dan sintesis kimia
• reaksi pertukaran isotop kadang-kadang digunakan, misalnya
penandaan C3-C6 trialkilfosfat melalui pertukaran dengan ferifosfat-32P;
penandaan gugus fosfat terminal dari adenosin trifosfat, melalui
pertukaran antara
fosfat anorganik-32P dengan adenosin trifosfat dalam medium
mengandung enzim.
• sintesis kimia lebih banyak digunakan. Bahan dasar melalui sintesis
kimia adalah fosfor merah, 32P dari hasil reaksi inti 31P(n, )32P maupun
32P dari hasil reaksi inti 33S(n, p)33P yang telah diberi pengemban asam

ortofosfat
Senyawa Bertanda Radioiodium
• paling luas penggunannya untuk keperluan kedokteran
maupun penelitian biologi, terutama senyawa bertanda
131 123
I, I, dan 125I.
• Senyawa bertanda iodium dapat disiapkan dengan beberapa
metoda, mencakup pertukaran isotop, substitusi nukleofilik,
substitusi elektrofilik, addisi ikatan ganda, iodometalasi,
dan penandaan konyugasi dengan gugus prostetik.
• Pembuatan senyawa bertanda radioiodium secara
umum disebut proses iodinasi
1. Metoda
triiodida. 5 Metoda Iodinasi:
Reaksi addisi radioiodium terhadap senyawa yang akan ditandai
dengan adanya campuran iodium dan kalium iodida:
I2 + KI + 131I2 + R → R131I + K131I + RI

denaturasi minimum dalam penandaan protein; yield cukup rendah


sekitar 10% - 30%; keaktifan jenis menjadi sangat rendah.

2. Metoda iodium monoklorida


ICl bertanda isotop iodium reaktif disiapkan melalui reaksi pertukaran
antara ICl dengan I- radioaktif. Yield bisa mencapai 50% -80%
5 Metoda Iodinasi:
3. Metoda Kloramin-T
- Kloramin-T mengoksidasi iodida yang selanjutnya menjadi campuran
spesi yang memiliki kemampuan yang kuat untuk iodinasi
- Keaktifan jenis tinggi dapat dicapai; efisiensi penandaan bisa mencapai
~ 100%; denaturasi protein bisaterjadi.

4. Metoda elektrolitik
- Proses elektrolisis melepaskan iodium radioaktif dari radioiodida
yang selanjutnya bereaksi dengan senyawa yang akan ditandai; yield
penandaan mencapai 80%.
5 Metoda Iodinasi:
5. Metoda enzimatik
- menambahkan enzim, laktoperoksidase dan kloroperoksidase, dan
H2O2 (hidrogen peroksida) dalam jumlah nanomolar kedalam
campuran yang mengandung radioiodium dan senyawa yang akan
diodinasi.
- Denaturasi terhadap protein sangat kecil, karena hidrogen peroksida
yang ditambahkan dalam konsentrasi yang rendah. Yield iodinasi
dengan metoda ini bisa mencapai 60% -85%; senyawa bertanda
dapat diperoleh dalam kondisi keaktifan jenis tinggi
Senyawa Bertanda Teknesium-99m
Rute preparasi:
• Reaksi reduksi
• Reaksi reduksi/substitusi
• Reaksi substitusi/pertukaran ligand
Senyawa Bertanda Teknesium-99m
TcO4-
Reaksi reduksi

kompleksTc dalam Senyawa bertanda


reaksi reaksi substitusi
tingkat oksidasi dan "core" yg tepat
esi Tc tereduksi cocok untuk kompleksasi 99mTc
omple
kk ligand

radiofarmaka 99mTc exchange radiofarmaka 99mTc


reaction
reaksi substitusipada reaksikonjugasi
TcO2 sistim chelate yg sudah
terkonjugasipada molekulMolekul
aktif bioaktif bertanda 99mTc

radiofarmaka 99mTc
“Metal Tagged” :
Skema: Target-Specific Metaloradiopharmaceuticals

Targeting
MMolecule

C H
M E Targeting Molecule
PKM
L
Linker
TA
RO

PKM = pharmacokinetic modifier


“Metal Tagged Biomolecule” Radiopharmaceuticals

Direct Labeling

MAb
MAb: Anti-CEA
S S

HS SH
99mTcO -/Sn2+
Sn2+ 4

MAb MAb
Tc-Glucoheptonate
SH HS H SO
S
Tc H
SH HS H
S S H
Conjugate Approach

186Re/99mTc

Known Receptor Ligand H3C


CH3
N O
S
Tc
N S
O CH3
O CH3
CH3 CH3 H3C

CH3 CH3

O O

Progesterone

(Steroid Receptor Ligand) Steroid-Technetium Complex


Integrated Approach

Receptor Ligand

186Re/99mTc

O CH3
H3C
CH3 O
CH3

S
CH3 CH3
N
N Tc

S
O O

Progesterone Steroid- Mimic Integrated


(Steroid Receptor Ligand) Technetium Complex
Direct, Indirect Labeling
“Pre-labelling approach” “Post-labelling approach”
bifunctional Chelator

99mTcO4
Reduction Chelate-Conjugation
99mTcO
4
Reduction
Tc

Tc
99mTcO
Conjugation 4
Reduction

Tc Tc
Pre-labelling approach

O
O

NH HN 186ReO - ; Sn2+ O N
4 N
Rec
O
O S HN pH = 11.7; 100 oC O
S N O
O H 2C O
H2C O
OH
OH
TFP
EDC; pH = 6
O
O
N O N
Rec MAb N O N
Re
O S N
pH = 9.5 O S N O
O H2C F F
H2C
O
O O O MAb
F F
Post-labelling approach

O O

NH HN NH HN
MAb
O SH HN O O pH = 9.5 O SH HN O
H2C
H2 C O N O MAb
O O

O
186ReO - Sn2+
4

N O N
Re
O S N O
H 2C
O
O MAb
Persyaratan Radiofarmaka

radiolysis container

atmospher temperature

specificity medium pH apyrogenicity

sensitivity sterility
stability

Acceptable
efficacy safety
Radiopharmaceuticals

purity radiotoxicity
biodistribution
chemical toxicity

radionuclidic chemical radiochemical


purity purity purity
Quality Control of Radiopharmaceuticals
Serangkaian uji atau test, pengamatan dan analisis:
1. yang akan mengindikasikan kepastian, di luar adanya keraguan yang
wajar, mengenai identitas, kualitas dan kuantitas dari semua senyawa
yang ada di dalam suatu radiofarmaka; dan
2. yang akan menampilkan bahwa teknologi yang digunakan dalam
formulasi serta pembuatannya akan menghasilkan bentuk sediaan yang
memiliki keselamatan (safety), kemurnian dan khasiat tertinggi.
Identitas dan Kemurnian Radionuklida
Suatu radionuklida dapat diidentifikasi dengan:
• mengamati bentuk peluruhannya
Menggunakan
• menentukan energi partikel atau radiasi yang dipancarkannya
spektrometri-
• mengukur waktu paruhnya. atau  
spektrometri-  multichanel analyzer (MCA) dengan detektor scintilasi NaI(Tl) atau detektor
semikonduktor Ge(Li)

spektrometri-   Liquid scintillation counter

Kemurnian radionuklida suatu radiofarmaka: suatu perbandingan keradioaktifan


yang dinyatakan dalam persen dari radionuklida yang diinginkan dalam
radiofarmaka terhadap keradioaktifan total yang berada dalam sediaan.
Misal, 100 Ci (3.7 MBq) sediaan 99mTc-natrium pertechnetate mengandung 99.5 Ci (3.68 MBq)
sebagai 99mTc dan 0.5 Ci (18.5 kBq) sebagai 99Mo akan memiliki kemurnian radionuklida sebesar
99.5% terhadap 99mTc.
Identitas dan Kemurnian Radiokimia
Senyawa radiokimia atau radiochemicals dapat diidentifikasi dengan metoda
analitik in vitro seperti:
• Elektroforesa
• Kromatografi gas
• Kromatografi cairan, seperti HPLC
• Kromatografi kertas, TLC
• Ekstraksi fasa padat

Kemurnian radiokimia suatu radiofarmaka: suatu perbandingan keradioaktifan


yang dinyatakan dalam persen dari bentuk senyawa kimia yang diinginkan
dalam radiofarmaka terhadap keradioaktifan total yang berada dalam sediaan.
Misal, 100 Ci (3.7 MBq) sediaan 99mTc-sulfur colloid (TCS) dimana 99.5 Ci (3.68 MBq) berada
sebagai 99mTc yangterikatdalampartikelsulfurdan0.5Ci(18.5kBq)sebagai99mTc-natrium
pertechnetate akan memiliki kemurnian radiokimia (RCP) sebesar 99.5% .
Uji Biodistribusi terhadap mencit

Anda mungkin juga menyukai