Kelompok 2 Ilmu Resep
Kelompok 2 Ilmu Resep
TEORI UMUM
1. Definisi Penyakit
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan
kadar glukosa darah (gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah sewaktu
sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan
126 mg/dl (Misnadiarly, 2006).
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(WHO, 1999).
DM dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh penyandangnya
dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Kemenkes RI, 2014). DM dapat
menyerang hampir seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung
yang menimbulkan komplikasi. Kendala utama pada penanganan diet DM adalah
kejenuhan pasien dalam mengikuti terapi diet yang sangat diperlukan untuk mencapai
keberhasilan. Meskipun diperlukan pola makan atau diet yang sesuai dengan perintah
dokter, namun kenyataannya tingkat kepatuhan penderita dalam menjalankan
program manajemen penyakit tidak cukup baik.
Dispepsia
Dispepsia adalah sekumpulan gejala berupa nyeri, perasaan tidak enak pada perut
bagian atas yang menetap atau berulang disertai dengan gejala lainnya seperti rasa
penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, bersendawa, nafsu makan menurun,
mual, muntah, dan dada terasa panas yang telah berlangsung sejak 3 bulan terakhir,
dengan awal mula gejala timbul dalam 6 bulan sebelumnya.
Gangguan sekresi pada lambung dapat terjadi karena gangguan jalur endokrin
melalui poros hypothalamus – pituitary – adrenal (HPA axis). Pada keadaan ini,
terjadi peningkatan kortisol dari korteks adrenal akibat rangsangan dari korteks
serebri diteruskan ke hipofisis anterior sehingga terjadi pengeluaran hormon
kortikotropin. Peningkatan kortisol ini akan merangsang produksi asam lambung dan
dapat menghambat Prostaglandin E yang merupakan penghambat enzim adenil
siklase pada sel parietal yang bersifat protektif terhadap mukosa lambung. Dengan
demikian, akan terjadi gangguan keseimbangan antara peningkatan asam lambung
(faktor agresif) dengan penurunan prostaglandin (faktor defensif) sehingga
menimbulkan keluhan sebagai sindroma dispepsia. Sebuah studi menyebutkan bahwa
peninggian kortisol pada penderita dispepsia ini didapatkan 9% pada depresi berat.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba
tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna (IDAI,
2011)
Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur
tetapi bakteri yang sering menjadi penyebabnya. Penyebab ISK terbanyak adalah
bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik
ke sistem saluran kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp, Klebsiella,
Enterobacter (Purnomo, 2014).
2. Patofisiologi
a. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Hiperglikemia terjadi akibat kerusakan sel β-pankreas yang menimbulkan
peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati. Pengeluaran glukosa oleh hati
meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa yaitu glikogenolisis
dan glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada.
Ketika kadar glukosa darah meningkat sampai jumlah glukosa yang difiltrasi
melebihi kapasitas, sehingga sel-sel tubulus melakukan reabsorbsi, maka glukosa
akan timbul di urin (glukosuri). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang
menarik air bersamanya, menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai oleh
poliuria (sering berkemih).
Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi,
sehingga dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah
turun secara mencolok. Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki, dapat
menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak turun atau dapat menimbulkan
gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak kuat.
Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat
perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstra sel yang hipertonik. Sel-
sel otak sangat peka karena timbul gangguan fungsi sistem saraf yaitu
polineuropati.
Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja
secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya.
Gangguan metabolisme tersebut dapat terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena
kerusakan pada sel-sel beta pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia,
virus dan bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di jaringan
perifer (Fatimah, 2015).
Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta
pankreas untuk mengsekresi insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas yang tidak
berfungsi secara optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi
penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat
banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik (NIDDK, 2014).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan
resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre
reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari
biasanya untuk mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal.
Sensitivitas insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi
pemakaian glukosa di jaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa
oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi
insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi (Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam
darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang
ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan
yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang
melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan
diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat
(polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa
mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi
tersebut (Hanum, 2013).
b. Patofisiologi Dispepsia
Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia
afungsiona tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran
pencernaan). Dispepsia fungsional terjadi pada kondisi perut bagian atas yang
mengalami rasa tidak nyaman,mual, muntah, rasa penuh setelah makan yang
menunjukkan perubahan sensitivitas syaraf di sekeliling abdomen dan kontraksi
otot yang tidak terkoordinasi di dalam perut. Penyebab ini secara umum tidak
sama walaupun beberapa kasus berhubungan dengan stress, kecemasan, infeksi,
obat-obatan dan ada beberapa berhubungan dengan IBS (irritable bowel
syndrome) (Desai, 2012).
c. Patofisiologi ISK
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke dalam
saluran kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung kemih,
uretra dan dua ureter dan ginjal (Purnomo, 2014). Sejauh ini diketahui bahwa
saluran kemih atau urin bebas dari mikroorganisma atau steril. Infeksi saluran
kemih terjadi pada saat mikroorganisme ke dalam saluran kemih dan
berkembang biak di dalam media urin (Israr, 2009).
Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus dan
hidup secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit perinium,
dan sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses atau dubur, masuk ke dalam
saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih dan
dapat sampai ke ginjal (Fitriani, 2013).
1) Ascending,
kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora
normal usus dan hidup secara komensal introitus vagina, preposium penis, kulit
perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi
melalui empat tahapan, yaitu :
2) Hematogen (descending)
disebut demikian bila sebelumnya terjadi infeksi pada ginjal yang akhirnya
menyebar sampai ke dalam saluran kemih melalui peredaran darah.
4) Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen
sebagai akibat dari pemakaian kateter (Israr, 2009)
3. Meglitinid
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat
berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal
K yang ATP independent di sel β pankreas (Suharti, 2011).
3.Biguanid
Metformin merupakan contoh obat golongan dari golongan ini. Zat ini
adalah derivat-dimetil dari kelompok biguanida yang berkhasiat
memperbaiki sensitivitas-insulin, terutama menghambat pembentukan
glukosa dalam hati serta menurunkan kolesterol-LDL dan trigliserida.
Lagipula berdaya menekan nafsu makan dan berbeda dengan
sulfonilurea tidak meningkatkan berat badan. Oleh karenanya terutama
digunakan pada pasien yang sangat gemuk (Tjay dan Rahardja, 2013).
4.Tiazolidinedion
Senyawa golongan tiazolidinedion bekerja meningkatkan kepekaan
tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARγ
(peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan
lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa
tiazolindinedion juga menurunkan kecepatan glikogenesis (Depkes RI.,
2005).
5. Inhibitor enzim α-glikosidase
Senyawa-senyawa inhibitor α-glukosidase bekerja menghambat enzim
alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim α-
glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi
untuk menghidrolisis oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi
kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat
kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan
kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor
α-glukosidase juga menghambat enzim α-amilase
pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus
halus. Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan
dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi 46 penderita dengan diet
tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180
mg/dl (Depkes RI., 2005).
Terapi ISK
Infeksi saluran kemih (ISK) ini memiliki beberapa gejala klinis termasuk bakteuria
asimptomatik, sistitis akut, pielonefritis akut serta urosepsis berat. Pada pasien
dengan diabetes, prevalensi infeksi saluran kemih ini dapat meningkat dikarenakan
oleh beberapa faktor resiko seperti usia lanjut, komplikasi yang berkepanjangan,
kontrol metabolic, nefropati diabetes serta sistopati. Sehingga pada studi ini
diperlukan gambaran factor resiko yang menyebabkan pasien diabetes mellitus
rentan terhadap infeksi saluran kemih.
Dari studi pola antibiotik menunjukkan bahwa beberapa mikroorganisme termasuk
pathogen resisten masih menunjukkan kepekaan terhadap beberapa antibiotik pada
regimen pertama seperti fosfomisin dan nitrofurantoin. Beberapa mikroorganisme
juga menunjukkan sensitifitas pada antibiotik golongan bekta lactam seperti
golongan carbapenem yakni meropenem. Sedangkan beberapa mikroorganisme
menunjukkan resistensi pada antibiotik golongan trimethoprim-sulfamethoxazole,
golongan beta lactam seperti amoksilin-clavulanic acid, cefixime, cefpodoxime;
golongan ampicillin serta tetracyclin. Dikarenakan masih ditemukan tinngginya
resistensi antibiotic ini maka diperlukan pemeriksaan sensitifitas dan resistensi
antibiotik sebelum dilakukan terapi pada pasien DM-ISK terutama dari antibiotik
golongan tripmethoprim-sulfamethoxazole, beta-lactam, fluoroquinolone serta
tetracycline.
B. Paparan kasus
Pada pasien Mr. Dj usia 61 th 4 bln, Yang dimana memiliki keluhan nyeri perut
bawah, BAK anyang-anyengan, demam, mengigil, lemas dan menolak untuk mondok.
Pada tanggal 19 diperiksa mempunyai diagnose awal yaitu DM tipe 2, GEA,ISK,
Hipotensi dengan RBBB, dan Dipepsia serta pada pasien memiliki riwayat DM tidak
minum obat teratur. Pada tanggal 19 terapi yang diberikan yaitu Novorapid 3x8 iu,
ulsafat 3x10cc, Lanzoprazole0-0-1, dan Ranitidine 2x1. Adapun hasil pemeriksaan UGD
yaitu memiliki leukodit 11,2 dan memiliki Hb 11,6 yaitu Hb kurang,