Anda di halaman 1dari 22

SATURATION PARAMETER

LAPORAN
V

Oleh

Carolyn Rose Meier

071001800027

LABORATORIUM PENILAIAN FORMASI


PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : CAROLYN ROSE MEIER


NIM : 071001800027
KELOMPOK : F3
PARTNER : 1. BAGAS HERDITO WICAKSANA
2. WIDI TRISNADI
TGL.PRAKTIKUM : 31 MARET 2021
TGL.PENERIMAAN : 7 APRIL 2021
ASISTEN : 1. AMOSPHIN ANGGI PUTRA
2. ALVIONA NABYLA AKBARY
3. NILA MUTIYA
NILAI :

Tanda Tangan ` Tanda Tangan

(....................) (CAROLYN ROSE.M)


Asisten Praktikan
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. i


DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 6
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 6
1.2 Tujuan Percobaan ............................................................................................ 7
BAB II TEORI DASAR .............................................................................................. 8
BAB III HASIL PENGAMATAN ........................................................................... 10
BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN .......................................................... 11
BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................... 14
4.1 Pembahasan Percobaan ...................................................................................... 14
4.2 Tugas Internet ..................................................................................................... 14
BAB VI KESIMPULAN ........................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19
LAMPIRAN A ........................................................................................................... 20
LAMPIRAN B ........................................................................................................... 21
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN
A.TUGAS INTERNET………………………………………………………..……………..20
B. HASIL PENGAMATAN…………………………………………………………………21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya energi terpenting di dunia. Industri
minyak dan gas di Indonesia pun mengalami perkembangan yang sangat maju dari tahun ke
tahun untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri akan bahan bakar yang semakin meningkat.
Sektor minyak dan gas bumi merupakan penghasil devisa terbesar yang merupakan tulang
punggung pembangunan nasional, oleh sebab itu perlu upaya-upaya konkrit untuk terus
meningkatkan devisa negara melalui sektor minyak dan gas bumi tersebut dengan
mengoptimalkan peningkatan produksi dan mengembangkan lapanganlapangan baru.
Mengingat pentingnya peran minyak dan gas bumi bagi kelangsungan hidup manusia, maka
perlu dilakukan estimasi cadangan hidrokarbon yang akurat pada setiap reservoir yang ada
seperti analisa properti reservoir (porositas, permeabilitas, saturasi, resistivitas, penyebaran
batuan reservoir, dan kandungan hidrokarbon) dengan menggunakan data sumur yang bisa
didapat dengan pekerjaan logging.

Logging merupakan suatu pekerjaan merekam sifat-sifat fisik batuan (misalnya


porositas, resistivitas batuan dll.) dengan cara memasukkan suatu alat ke lubang bor dengan
menggunakan wireline. Hasil rekaman log yang di interpretasi secara kualitatif maupun
kuantitatif, dapat memberikan informasi mengenai kedalaman lapisan yang mengandung
hidrokarbon serta menghitung harga Saturasi air (Sw) dengan beberapa metode. Harga Sw
tersebut antara lain dapat digunakan untuk menghitung cadangan hidrokarbon dengan
menggunakan rumus volumetrik. Untuk menganalisa kebenaran harga Sw dari hasil rekaman
log, umumnya digunakan hasil mud logging, analisa core atau uji kandungan lapisan (UKL).
Apabila Sw dari data log hasilnya mendekati hasil core atau UKL maka metode yang
digunakan untuk menghitung Sw layak digunakan pada formasi atau bahkan lapangan
tersebut.

Metode logging ini sangat berperan penting dalam perkembangan eksplorasi


hidrokarbon. Pekerjaan logging atau evaluasi formasi merupakan kegiatan mempelajari
karakteristik formasi pada suatu reservoir serta segala aspek yang menyangkut perhitungan
cadangan hidrokarbon. Ada beberapa parameter yang mempengaruhi dalam perhitungan
cadangan hidrokarbon yaitu porositas, saturasi air, dan tebal lapisan. Untuk mengetahui
parameter diatas diperlukan beberapa jenis kegiatan, antara lain pengambilan contoh batuan
(coring), interpretasi dengan bantuan alat log (logging), analisa hasil uji sumur (well testing)
dan lain-lain.

Pemeriksaan berkas batuan bor yang kembali ke permukaan dapat memberipetunjuk


tentang litologi secara umum dari formasi yang ditembus oleh bit danmungkin juga mampu
memperkirakan banyaknya minyak dan gas di lapanganformasi. Kurva log memberikan
informasi yang cukup tentang sifat fisik batuandan fluida. Penilaian formasi adalah salah satu
bagian yang sangat penting dalamproses dan penyelesaian sumur.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui parameter-parameter yang diinterpretasikan pada porositas
2. Untuk mengetahui nilai porositas efektif
3. Untuk memahami kegunaan porositas efektif
4. Untuk mengetahui pembacaan SP Log dan GR Log
5. Untuk memahami mengenai VshGR dan VshSP
BAB II
TEORI DASAR

Dalam mencari minyak dan gas bumi diperlukannya suatu eksplorasi.Eksplorasi mer
upakan kegiatan mencari dan menemukan sumber daya hidrokarbon dan memperkirakan
potensi hidrokarbon dialam sebuah cekungan. Namun untuk melakukan suatu eksplorasi
perlu adanya suatu sistem. Sistem ini disebut dengan Basic Petroleum System yaitu proses
untuk menemukannya kandungan hidrokarbon dibawah permukaan. Didalam Basic
Petroleum System terdapat komponen komponen penting yang harus ada. Komponen-
komponen tersebut yaitu source rock,migrasi,reservoir rock,trap dan cap rock. Sifat fisik b
atuan terdiri dari porositas,permeabilitas,saturasi,wettabilitas,tekanan kapiler,dan
kompresibilitas. Dengan kemajuan teknologi yang dimiliki saat ini proses pencarian minyak
bumi menjadi lebih efisien, salah satunya adalah dengan metode interpretasi logging
(evaluasi formasi). Evaluasi formasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik formasi
batuan yang akan di bor, produksi, penelitian reservoir maupun geologi. Salah satu parameter
yang mempengaruhi besar kecilnya suatu estimasi cadangan adalah saturasi air formasi.
Teknologi eksplorasi yang semakin berkembang serta beragamnya kondisi reservoir
mempengaruhi konsep perhitungan nilai saturasi air (Sw). Dari hasil interpretasi ini
didapatkan parameter utama seperti ketebalan lapisan, porositas, dan saturasi yang diperlukan
untuk menentukan besarnya cadangan minyak dan gas bumi. Penyusunan ini diharapkan
mendapatkan nilai saturasi dengan beberapa metode untuk menentukan metode mana yang
paling baik digunakan pada resevoir , setelah ditentukan metode tersebut, maka mencari
penentuan cadangan awal.

Di dalam formasi hampir semua batuan sedimen mempunyai sifat radioaktif tinggi,
terutama terkonsenterasi pada mineral lempung (Clay Mineral). Formasi yang bersih
biasanya mengandung sifat radioaktif yang kecil, kecuali lapisan-lapisan tersebut
mengandung mineral tertentu yang bersifat radioaktif misalnya garam-garam potassium
terlarutkan sehingga mempengaruhi pembacaan pada gamma ray. Dalam petrofisik perlu
dilakukan perhitungan volume shale terutama pada lapisan shaly sand dimana kandungan
clay dapat mempengaruhi dalam penilaian produktifitas suatu lapisan reservoir.

Resistivitas batuan adalah kemampuan batuan untuk menghambat jalannya arus


listrik yang mengalir melalui batuan tersebut. Besarnya sifat resistivitas pada batuan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis batuan, fluida pengisi pori batuan, dan besarnya
pori batuan. Salah satu cara menentukan resistivitas air formasi adalah dengan metode pickett
plot. Metode ini digunakan dengan baik bila formasinya bersih, litologinya konsisten, dan
Rw-nya konstan. Metode ini didasarkan pada formula Archie. Selain digunakan untuk
memperkirakan Sw, metode ini dapat pula digunakan untuk memperkirakan Rw, yaitu
dengan membuat Crossplot antara Rt dan porositas pada kertas log-log

Porositas adalah suatu ukuran yang menunjukkan besar rongga dalam batuan
(menggambarkan presentase dari total ruang yang tersedia untuk ditempati oleh fluida).
Porositas juga dapat didefinisikan sebagai pebandingan antara volume total pori-pori batuan
dengan volume total batuan per satuan volume tertentu. Porositas batuan reservoir
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sudut kemiringan batuan,bentuk / ukuran
butiran,komposisi mineral pembentuk batuan. Berdasarkan proses pembentukannya porositas
Primer Merupakan porositas yang terjadi bersamaan dengan proses pengendapan batuan.
Porositas Sekunder Merupakan porositas yang terjadi setelah proses pengendapan batuan
terjadi. Porositas sekunder dapat terjadi antara lain akibat aksi pelarutan air tanah atau akibat
rekahan (hydraulic fracturing).

Metode Simandoux menggunakan log densitas dan log neutron untuk menentukan
porositas. Dalam bentuk yang berbeda dan pada reservoir yang terdiri dari batupasir. Dalam
metode ini, hubungan konduktivitas antara Rt dan Sw merupakan hasil dari konduktivitas
lempung, air formasi dan konduktivitas lainnya yang diakibatkan interaksi antara kedua
konduktivitas model tersebut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi saturasi fluida reservoir adalah ukuran dan distribusi
pori-pori batuan,ketinggian diatas free water level,adanya perbedaan tekanan kapiler.
Didalam kenyataan, fluida reservoir tidak dapat diproduksi semuanya. Hal ini disebabkan
adanya saturasi minimum fluida yang tidak dapat diproduksi lagi atau disebut dengan
irreducible saturation sehingga berapa besarnya fluida yang diproduksi dapat dihitung dalam
bentuk saturasi

Hidrokarbon di dalam reservoir dapat berupa minyak, gas bebas atau keduanya. Udara juga
termasuk ke dalam gas bebas. Di dalam reservoir yang memproduksikan hidrokarbon, air
biasanya berupa lapisan film yang terdapat pada permukaan batuan dalam pori, sementara
hidrokarbon mengisi ruang pori. Di dalam batuan, terdapat hubungan antara irreducible water
saturation, porositas dan permeabilitas. Beberapa contoh jenis saturasi :

Irreducible water saturation (Swirr) adalah saturasi air dimana seluruh cairan tertahan di
dalam batuan karena pengaruh tekanan kapiler.

Saturasi water connate (Swc) adalah saturasi air yang terperangkap di dalam pori ketika
batuan sedimen terbentuk.

Saturasi flush zone (Sxo) adalah saturasi air di zona flush zone ketika fase drilling Saturasi
air bisa diperoleh melalui pengukuran tidak langsung dari well logging, yaitu melalui
pengukuran resistivitas dan porositas.Pengukuran saturasi dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu dengan log dan pengukuran sample core di laboratorium.

Initial Oil Saturation (Sui) adalah saturasi minyak pada akhir proses migrasi.,Residual Oil
Saturation (Sur) adalah saturasi minyak yang sudah tidak dapat didesak oleh fluida
lain,Critical Oil Saturation (Cos) adalah saturasi minyak minimum untuk bisa mengalir,Gas
Saturation (Sg) adalah saturasi gas,Residual Gas Saturation (Sgr) adalah saturasi gas dimana
gas sudah tidak bisa mengalir lagi,Critical Gas Saturation (Sgc) adalah saturasi gas minimum
untuk bisa mengalir,Critical condensate saturation (Scc) adalah saturasi kondensat minimum
untuk bisa mengalir.
BAB III

HASIL PENGAMATAN

Tabel 3.1
Porositas Efektif
BAB IV

ANALISIS DAN PERHITUNGAN

VshGR = (GR log - GR min)/(GR max - GR min)

Zona 1 = (65 – 21) / (65 – 21) = 1

Zona 2 = (60 – 21) / (65 – 21) = 0.886364

Zona 3 = (45 – 21) / (65 – 21) = 0.545455

Zona 4 = (25 – 21) / (65 – 21) = 0.090909

Zona 5 = (23 – 21) / (65 – 21) = 0.045455

Zona 6 = (23 – 21) / (65 – 21) = 0.045455

Zona 7 = (22 – 21) / (65 – 21) = 0.022727

Zona 8 = (21 – 21) / (65 – 21) = 0

Zona 9 = (23 – 21) / (65 – 21) = 0.045455

Zona 10 = (26 – 21) / (65 – 21) = 0.113636

VshSP = (SP min - SP log)/(SP min - SP max)

Zona 1 = (-45 – (-5)) / ((-45) – 5) = -1

Zona 2 = (-45 – (-10)) / ((-45) – 5) = -0.875

Zona 3 = (-45 – (-18)) / ((-45) – 5) = -0.675

Zona 4 = (-45 – (-30) / ((-45) – 5) = -0.375

Zona 5 = (-45 – (-35)) / ((-45) – 5) = -0.25

Zona 6 = (-45 – (-42)) / ((-45) – 5) = -0.075

Zona 7 = (-51 – (-44)) / (-51 – (-5)) = -0.025

Zona 8 = (-51 – (-45)) / (-51 – (-5)) = 0


Zona 9 = (-51 – (-44)) / (-51 – (-5)) = -0.025

Zona 10 = (-51 – (-40)) / (-51 – (-5)) = -0.125


∅Ncorr** = ∅Ncorr - (∅Nsh x VshGR)

Zona 1 = 21– (0.25 x 1) = 20.75

Zona 2 = 21.5 – (0.25 x 0.886364) = 21.27841

Zona 3 = 22 – (0.25 x 0.545455) = 21.86364

Zona 4 = 21 – (0.25 x 0.090909) = 20.97727

Zona 5 = 22 – (0.25 x 0.045455) = 21.98864

Zona 6 = 21 – (0.25 x 0.045455 = 21.98864

Zona 7 = 21 – (0.25 x 0.022727) = 20.99432

Zona 8 = 21 – (0.25 x 0) = 21

Zona 9 = 21 – (0.25 x 0.045455) = 20.98864

Zona 10 = 26 – (0.25 x 0.113636 ) = 25.97159

∅Dcorr** = ∅Dcorr - (∅Dsh x VshGR)

Zona 1 = -11.1111– (0.13 x 1) = -10.981

Zona 2 = -11.1111 – (0.13 x 0.886364) = -10.995

Zona 3 = -15.3846 – (0.13 x 0.545455) = -15.313

Zona 4 = -12.8205 – (0.13 x 0.090909) = -12.808

Zona 5 = -11.1111 – (0.13 x 0.045455) = -11.1

Zona 6 = -8.54701 – (0.13 x 0.045455 = -0.848

Zona 7 = -0.8547 - (0.13 x 0.022727) = -1.706

Zona 8 = -1.7094 – (0.13 x 0) = -2.654

Zona 9 = -2.05128 – (0.13 x 0.045455) = -0.848

Zona 10 = 0 – (0.13 x 0.113636 ) = -0.014

∅Effective= ((∅Ncorr**) + (∅Dcorr**)/2)

Zona 1 = (20.75 + (-10.981))/2 = 4.8844

Zona 2 = (21.27841 + (-10.995))/2 = 5.1412


Zona 3 = (21.86364+ (-15.313))/2 = 3.2749

Zona 4 = (20.97727+ (-12.808))/2 = 4.0842

Zona 5 = (21.98864+ (-11.1))/2 = 4.9417

Zona 6 = (21.98864+ (-0.848))/2 = 10.0699

Zona 7 = (20.99432+ (-1.706)/2 = 9.6439

Zona 8 = (21 + (-2.654))/2 = 9.2179

Zona 9 = (20.98864 + (-0.848))/2 = 10.0699

Zona 10 = (25.97159+ (-0.014))/2 = 12.9932


BAB V

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Percobaan

Dalam reservoir minyak, porositas mengambarkan persentase dari total ruang yang tersedia
untuk ditempati oleh suatu cairan atau gas. Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume total pori-pori batuan dengan volume total batuan per satuan volume tertentu Porositas
absolute (total) (∅) , fraksi (%) , Volume pori-pori, cc (Vp) , Volume batuan (total), cc (Vb) , Volume
butiran, cc (Vgr)
Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling berhubungan
terhadap volume batuan total (bulk volume) yang dinyatakan dalam persen. Porositas efektif, fraksi
(%) (∅e) , Densitas butiran, gr/cc (ρg) , Densitas total, gr/cc (ρb) , Densitas formasi, gr/cc (ρf)

Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang bersamaan dengan proses
pengendapan berlangsung. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah proses
pengendapan. Besar kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran butir, susunan
butir, sudut kemiringan dan komposisi mineral pembentuk batuan.

Pada praktikum kali ini membahas mengenai effective porosity pada well logging. Dilakukan
interpretasi secara kuantitatif dari data log yang sebelumnya telahdiinterpretasikan secara kualitatif.
Data log yang digunakan praktikan untuk praktikum saturation parameter ini yaitu data log-B132.

Pertama – tama yang dilakukan oleh praktikan yaitu membaca grafik data log GR dan log SP.
Untuk log SP sendiri per kedalamannya 1485 meter sebesar -5, pada kedalaman 1485.3 meter sebesar
-10, pada kedalaman 1485.6 meter sebesar -18, pada kedalaman 1486 meter sebesar -30, pada
kedalaman 1486.3 meter sebesar -35, pada kedalaman 1486.6 meter sebesar -42, pada kedalaman
1487 meter sebesar -44 pada kedalaman 1487.3 meter sebesar -45, pada kedalaman 1487.6 sebesar -
44, serta pada kedalaman 1480 sebesar 0-40. Kurva spontaneous potensial merupakan hasil
pencatatan alat logging karena adanya perbedaan potensial antara elektroda yang bergerak dalam
lubang sumur dengan elektroda tetap di permukaan terhadap kedalaman lubang sumur. Bentuk
defleksi positif ataupun negatif terjadi karena adanya perbedaan salinitas antara kandungan dalam
batuan dengan lumpur. Bentuk ini disebabkan oleh karena adanya hubungan antara arus listrik dengan
gaya-gaya elektromagnetik (elektrokimia dan elektrokinetik) dalam batuan. Gamma ray mempunyai
energi gelombang elektromagnetik yang tinggi dan mampu menembus material padat sehingga dapat
digunakan pada sumur yang sudah terpasang casing. Shale dan terutama marine shale mempunyai
emisi sinar gamma yang lebih tinggi dibandingkan dengan sandstone, limestone dan dolomite.
Dengan adanya perbedaan tersebut gamma ray log ini dapat digunakan untuk membedakan antara
shale dan non shale sehingga gamma ray sering disebut sebagai lithology log. Setelah menetukan
pembacaan log, maka selanjutnya dapat menghitung nilai VshGR dan VshSP. Bila tingkat radioaktif
clay konstan dan tidak ada mineral lain yang radioaktif, maka pembacaan gamma ray setelah koreksi
terhadap kondisi terhadap kondisi lubang bor dapat dinyatakan sebagai fungsi linier. VshGr ini
dihitung dengan menggunakan data GR log, GR min dan GR max. Didapati nilai dari VshGR per
kedalamannya yaitu 1485 meter sebesar 1, pada kedalaman 1485.3 meter sebesar 0.886364, pada
kedalaman 1485.6 meter sebesar 0.545455, pada kedalaman 1486 meter sebesar 0.090909, pada
kedalaman 1486.3 meter sebesar 0.045455, pada kedalaman 1486.6 meter sebesar 0.45455, pada
kedalaman 1487 meter sebesar 0.022727 pada kedalaman 1487.3 meter sebesar 0, pada kedalaman
1487.6 sebesar 0.45455, serta pada kedalaman 1480 sebesar 0.113636. Kemudian, setelah menghitung
nilai VshGR dilakukan penghitungan nilai VshSP dengan menggunakan data SP log, SP min dan SP
max. Didapati nilai VshSP 1485 meter sebesar -1, pada kedalaman 1485.3 meter sebesar -0.875, pada
kedalaman 1485.6 meter sebesar -0.675, pada kedalaman 1486 meter sebesar -0.375, pada kedalaman
1486.3 meter sebesar -0.25, pada kedalaman 1486.6 meter sebesar -0.075, pada kedalaman 1487
meter sebesar -0.025 pada kedalaman 1487.3 meter sebesar 0, pada kedalaman 1487.6 sebesar -0.025,
serta pada kedalaman 1480 sebesar -0.125. Setelah perhitungan VshGR dan VshSP dapat dilakukan
perhitungan terhadap ØNcorr** dengan menggunakan data VshGR, ØNsh, dan juga neutron correction
yang telah dihitung sebelumnya pada percobaan saturation parameter. Sesuai dengan judul praktikum
kali ini tentang effective porosity maka yang dapat ditentukan berikutnya yaitu nilai porositas efektif
yang sangat berguna pada well logging ini. Terdapat dua cara menghitungnya yaitu jika terdapat
kandungan gas dan tidak terdapat kandungan gas. Dalam perhitungan ini menggunakan rumus
porositas efektif no gas karena dilihat dari data log formasi tersebut tidak mengandung gas
didalamnya. Porositas yang digunakan porositas effektif karena yang dibutuhkan adalah pori yang
saling berhubungan supaya minyak dapat mengalir. Oleh karena itu, didapati nilai dari porositas
efektif pada zona prospek per kedalamannya kedalamannya yaitu 1485 meter sebesar4.8844, pada
kedalaman 1485.3 meter sebesar 5.1412, pada kedalaman 1485.6 meter sebesar 3.2749, pada
kedalaman 1486 meter sebesar 4.0842, pada kedalaman 1486.3 meter sebesar 4.9417, pada kedalaman
1486.6 meter sebesar 10.0699, pada kedalaman 1487 meter sebesar 9.6439 pada kedalaman 1487.3
meter sebesar 9.2179, pada kedalaman 1487.6 sebesar10.0699, serta pada kedalaman 1480 sebesar
12.9932. Porositas efektif ini juga merupakan salah satu faktor penting yang digunakan pada kegiatan
well logging atau penilaian formasi dimana semakin besar porositas efektif akan berbandinglurus atau
semakin tinggi nilai permeabilitas yang dimiliki suatu batuan.
4.2 Tugas Internet

Laminated Shale
Serpih, atau dalam Bahasa Inggris shale merupakan nama untuk suatu kelompok batuan
sedimen klastik yang berukuran butir halus, meliputi batulempung dan mudstone. (Potter, 1984).
Namun Tucker (1981) dalam bukunya menyebutkan serpih sebagai suatu definisi yang lebih spesifik
lagi. Serpih merupakan batuan dengan ukuran butir halus yang mempunyai ciri-ciri fisik tertentu.
Pengertian menurut Tucker ini yang sekarang lebih banyak dipakai dan lebih umum digunakan untuk
menjelaskan mengenai serpih. Secara deskriptif, dan lebih spesifik lagi, serpih merupakan batuan
dengan ukuran butir halus, berlapis halus (biasanya membentuk laminasi dengan tebal 0,1 – 0,4 mm)
dan/atau mudah membelah yang umumnya tersusun oleh partikel berukuran lanau dan lempung.
Partikel berukuran lanau mendominasi komposisi yang mana biasanya tersusun atas kuarsa detrital.
Serpih umumnya lunak sehingga mudah untuk digores, tapi cukup kompak sehingga bereaksi dengan
air partikel-partikelnya tidak mudah terpisah. Batuan ini mempunyai permukaan yang halus dan licin
di bagian retakannya.
Dari deskripsi di atas dapat kita ketahui bahwa tekstur dan struktur merupakan suatu ciri khusus
yang membedakan serpih dari batuan sedimen yang lainnya. Terutama dalam pengamatan di lapangan,
tekstur dan struktur ini yang membuat serpih banyak dikenali, dan menjadi dasar dari definisi serpih.
Oleh karena itu, di sini akan dibahas mengenai tekstur dan struktur serpih, yang meliputi ukuran butir,
bentuk butir, struktur internal serta struktur pengendapan yang umum dijumpai pada batuan ini.

TEKSTUR SERPIH

1. Ukuran Butir
Batu serpih tersusun oleh partikel lempung dan lanau dengan perbandingan komposisi 2 : 1.
Menurut klasifikasi Wentworth, lempung mempunyai ukuran lebih kecil dari 1/256 mm, sedangkan
lanau memiliki ukuran 1/256 – 1/16 mm. Ukuran butir serpih sulit diamati dan biasanya hanya diamati
dengan menggunakan mikroskop elektron. Gigi depan kita dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan partikel berukuran lanau, sementara partikel lempung tidak akan terasa di antara gigi depan
kita, saking halusnya.

2. Bentuk Butir
Dari pengamatan melalui mikroskop elektron diketahui bahwa kebanyakan mineral-mineral
lempung mempunyai bentuk platy, flaky atau acicular. Bentuk platy dan flaky merupakan bentuk
seperti lembaran-lembaran tipis yang memanjang. Flaky dibedakan dari platy dari bentuknya yang
tidak beraturan, sementara platy mempunyai bentuk yang lebih teratur, seperti papan.
Bentuk acicular merupakan bentuk seperti sekumpulan jarum. Karena bentuk dari partikel penyusun
serpih adalah pipih, maka dari itu serpih mempunyai sifat mudah untuk membelah. Karena ukuran
butirannya yang sangat kecil, maka bentuk dari butirannya tidak banyak terpengaruh oleh erosi dan
transportasi, sehingga mencerminkan bentuk asal partikel saat diagenesis. Partikel pada serpih
kebanyakan mempunyai roundness yang rendah, atau sangat menyudut dengan derajat kebundaran
(sphericity) yang rendah juga.

STRUKTUR SERPIH

Partikel serpih yang mempunyai bentuk pipih tersusun saling berhadapan dan sejajar, sehingga
biasanya membuat serpih mempunyai kemampuan membelah yang baik. Kemampuan membelah
atau fissility merupakan kecenderungan batuan untuk membelah sepanjang bidang laminasi atau
perlapisan. Bidang-bidang belahan pada serpih disebut parting (Potter et al., 1980). Oleh karena itu
maka struktur utama yang terdapat dalam serpih yang murni adalah stratifikasi dan parting.
● Stratifikasi
Stratifikasi merupakan istilah untuk menyebut lapisan-lapisan (layering) dalam suatu batuan.
Lapisan-lapisan ini dibedakan berdasarkan perbedaan vertikal dalam tekstur, komposisi dan/atau kemas
pada butiran-butirannya. Lapisan ini dapat mempunyai tebal bervariasi. Lapisan yang mempunyai tebal
> 1 cm disebut perlapisan, sedangkan yang tebalnya < 1 cm disebut laminasi. Perlapisan dan laminasi
ini masih dibagi menjadi kelas-kelas lain berdasarkan ketebalannya.
● Parting
Parting merupakan suatu sifat khas dari serpih, yaitu bidang-bidang belahan yang mana material
serpih dapat terpisah melalui bidang tersebut. Parting terbentuk di antara bidang-bidang lapisan, dan
struktur ini makin diperkuat seiring dengan pelapukan yang intensif pada
batuan. Parting diklasifikasikan berdasarkan ketebalannya. Fissile merupakan bagian dari bidang
belahan ini yang mempunyai ketebalan antara 0,5 mm hingga 1 mm. Bidang belahan yang kurang dari
0,5 mm disebut papery, dan yang lebih tebal dari 1 mm namun masih lebih tipis dari bidang laminasi
disebut platy, atau flaggy. Sedangkan slabby merupakan sebutan untuk bidang belahan yang lebih tebal
dari laminasi (> 1 cm). Hubungan antara bidang belahan (parting) terhadap perlapisan dan laminasi
dapat dilihat pada tabel.

Ketebalan stratifikasi dan bidang-bidang belahan bergantung pada faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor
yang paling berpengaruh ialah sebagai berikut :
a. Komposisi
Semakin banyak kandungan mineral lempung dan senyawa-senyawa organik pada batuan, maka
stratifikasi dan bidang belahan akan semakin tipis. Ini disebabkan karena struktur mineral lempung dan
senyawa organik yang berupa lembaran atau lempengan tipis.
b. Ukuran Butir
Semakin sedikit jumlah persentase pasir dan lanau, yang artinya makin banyak jumlah material
lempung, maka stratifikasi dan bidang belahan semakin tipis.
c. Kemas
Bila mineral-mineral platy pada batuan saling terorientasi dengan baik, maka stratifikasi dan bidang
belahan semakin tipis.
Faktor-faktor yang lain termasuk juga tingkat sedimentasi dan saat proses kompaksi. Namun, saat
pengamatan di lapangan kedua faktor tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan dibanding
komposisi, ukuran partikel dan kemas.

Shale biasanya memiliki struktur berlapis dan dapat pecah; yaitu, mereka menunjukkan
kecenderungan untuk terbelah menjadi lapisan-lapisan tipis yang biasanya sejajar dengan permukaan
bidang tempat tidur. Sifat fisik seperti permeabilitas dan plastisitas sangat bergantung pada ukuran
butir mineral penyusunnya. Warna serpih ditentukan terutama oleh komposisi. Secara umum, semakin
tinggi kandungan organik serpih, semakin gelap warnanya. Kehadiran hematit dan limonit (oksida
besi terhidrasi) menimbulkan warna kemerahan dan ungu, sedangkan komponen mineral yang kaya
akan besi mengandung warna biru, hijau, dan hitam. Di sisi lain, serpih berkapur (yang memiliki
persentase kalsit besar), berwarna abu-abu muda atau kekuningan.

Shale secara komersial penting, memiliki banyak aplikasi khususnya di industri keramik.
Mereka adalah bahan mentah yang berharga untuk ubin, batu bata, dan tembikar dan merupakan
sumber utama alumina untuk semen Portland. Selain itu, kemajuan dalam metode pemulihan suatu
hari nanti dapat menjadikan serpih minyak sebagai sumber praktis untuk minyak bumi cair.

BAB VI

KESIMPULAN

Dari percobaan ini,dapat kita simpulkan sebagai berikut :


1. Perhitungan volume shale yang digunakan adalah dengan log Gamma Ray (GR)
2. Perhitungan volume serpih di interpretasikan sebagai koreksi pada porositas total sehingga
dapat diperoleh porositas efektif batuan reservoir
3. Analisa effective porosity ini dilakukan dengan menghitung jumlah kandungan serpih pada
batuan reservoir yang disebut volume serpih (shale).
4. Nilai ØNcorr** per kedalamannya yaitu sebesar 18.784, 22.6424, 16.8376, 21.452, 21.7472,
21.8808, 22.6803, 21.9904, 20.6856, dan 16.7224.
5. Nilai ØDcorr** per kedalamannya sebesar 28.0618, 29.5842, 28.3626, 28.9969,
30.8057, 32.0836, 29.0524, 32.7085, 34.5173, dan 26.9249.
6. Nilai ØEffective per kedalamannya sebesar 4.8844 ; 5.1412 ; 3.2749 ; 4.0842 ; 4.9417 ;
10.0699 ; 9.6439 ; 9.2179 ; 10.0699 ; 12.9932
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitaresmi, Ratnayu. 2016. Diktat Petunjuk Praktikum Penilaian Formasi. Jakarta:


Universitas Trisakti.
2. Asquit, G., dan Krygowski, D., (2004): Basic Well Log Analysis. The American Association of
Petroleum Geologist, Second Edition, Tulsa, Oklahoma.
3. Sembodo dan Nugrahanti, Asri, Penilaian Formasi II, Universitas Trisakti, Jakarta, 2012
4. https://dnr.mo.gov/geology/geosrv/geores/indmin/clayandshale.htm
5. https://www.britannica.com/science/clay-geology
LAMPIRAN A

TUGAS INTERNET
LAMPIRAN B

HASIL PENGAMATAN

Anda mungkin juga menyukai