Anda di halaman 1dari 9

Serangga merupakan organisme yang sangat melimpah keberadaannya dan mampu hidup

dimana saja, baik di darat maupun di air. Habitat serangga sangat bervariasi, masing-masing
spesies mempunyai kekhasan tempat hidup oleh karena itu perlu dipikirkan metode penangkapan
dan koleksi yang tepat untuk mendapatkan spesies serangga yang diinginkan. Masing-masing
metode dikembangkan untuk menangkap serangga yang khas yang didasarkan pada perilaku dan
habitatnya.

Koleksi serangga memerlukan peralatan tertentu. Umumnya alat-alat yang disiapkan


adalah aspirator, jaring serangga, pinset, botol pembunuh, vial yang berisi alkohol 80%, kertas
HVS dibentuk segitiga, kantong plastic, kantong kertas, kuas kecil, pisau kecil/pisau lipat, buku
catatan, pensil, kertas label.

Untuk mengoleksi serangga kita memperlukan alat-alat bantu untuk menangkap serangga
tersebut karena serangga memiliki gerakan yang sangat cepat. Alat-alat bantu untuk menangkap
serangga dapat berupa jaring, aspirator ataupun berupa perangkap serangga.

1. ASPIRATOR. Aspiartor atau alat pengisap (Gambar 1) merupakan alat untuk


mengumpulkan serangga-serangga kecil dan tidak begitu aktif bergerak (seperti wereng)
dengan cara mengisapnya. Alat ini dipakai untuk mengumpulkan serangga yang diperlukan
dalam keadaan hidup. Bagian-bagian dari alat ini adalah pipa besi pengisap, gabus penutup
botol dan pipa plastik yang diarahkan untuk pada serangga yang akan ditangkap serta sebuah
botol. Botol yang dipakai sebagai penampung serangga yang akan diisap hendaknya terbuat
dari gelas yang transparan, agar kita dapat dengan mudah melihat serangga yang tertangkap
dari luar.
2. JARING AYUN. Jaring ayun (Gambar 2) merupakan alat bantu untuk menangkap
serangga yang aktif terbang dan alat ini dugunakan dengan bantuan tangan untuk mengkap
serangga yang aktif terbang, seperti kupu-kupu, capung, lebah dll. Jaring serangga terbuat
dari bahan yang ringan dan kuat, yaitu kain kasa dan blacu. Panjang tangkai jaring sekitar
75-100 cm. Mulut jaring terbuka dengan garis tengah sekitar 30 cm. Bingkai lingkaran mulut
jaring terbuat dari kaawat yang keras dan kuat. Panjang kantong kain kasa sekitar dua kali
panjang garis tengah lingkaran mulut jaring. Jaring serangga dapat digunakan dengan dua
cara, yaitu: a. Mengayunkan pada tanaman, dalam keadaan ini diperlukan kecepatan dan
ketrampilan khususnya bagi serangga yang terbang cepat. b. Menyapukan disekitar
pertanaman, di sini akan diperoleh jumlah dan jenis serangga yang relatif sedikit.
3. SURBER. Surber (Gambar 3) merupakan jaring yang digunakan untuk dengan bantuan
tangan untuk menangkap serangga-serangga yang hidup didalam air biasanya larva
Lepidooptera dan Trichoptera. Jaring serangga air tidak jauh berbeda dengan jaring serangga
biasa, akan tetapi biasanya lebih kuat. Garis tengah lingkaran mulut jaring sebaiknya 10-15
cm saja. Panjang kantong biasanya tidak lebih dari garis tengahnya. Panjang tangkai kayu
sekitar 1,5-2 meter. Bentuk mulut jaring ada yang bulat, segitiga atau seperti huruf D. Bentuk
segitiga biasanya lebih mudah digunakan untuk menyisir permukaan bawah air. Kain
kantong pada jaring serangga air bianya terdapat perbedaan yaitu bercampur dengan nilon
sehingga kainnya lebih rapat dan lebih ringan serta tidak menyerap air.
Selain dengan alat diatas untuk mengangkap serangga diperlukan trap ataupun pernagkap
serangga untuk menangkap serangga yang nocturnal, habitat hidupnya ditempat yang terlalu
tinggi dan serangga yang sulit ditangkap dengan alat-alat diatas. Biasanya pperangkap dipasang
sesuai dengan ketertarikan serangga tersebut terhadap suatu hal dan perangka dipasang didaerah
dimana serangga-serangga sering berkumpul.

1. PITFALL TRAP. Perangkap jenis ini (Gambar 4) digunakan untuk memperangkap


serangga-serangga yang berjalan diatas permukaan tanah. Pitfall trap dibuat dengan cara
membenamkan kaleng ataupu gelas kedalam tanah. Didalam bagian dalam kaleng kita diberi
larutan pengawet yang terdiri atas campuran 5 bagian propylene phhenoxytol, 45 bagian
propylne glycol, 50 bagian formalin dan 900 bagian air namun biasanya dalam keseharian
hanya menggunakan cairan detergen atau air sabunn. Untuk menarik kedatangan serangga,
maka ditempatkan umpan didalam perangkaap tersebut. Umpan ditempatkan di tempat
umpan yang dibuat sedemikian rupa sehingga masih menarik serangga tersebut, contohnya
semut, kumbang carabidae, tenebrionidae.
2. AERIAL BAIT TRAP. Perangkap jenis ini (Gambar 5) berukuran relatif kecil dan
biasanya terbuat dari dua buah stoples palstik yang berdiameter 15 cm bagian tutup berulir.
Kedua stoples tersebut diletakan berhadapan pada bagian mulutnya, satu diatas yang lain.
Tutup stoples tersebut diberi bulat atau besar. Pada bagian dalam tutup stoples yang diatas
ditempelkan corong yang terbuat dari kawat kasa. Pada bagian dasar dari stoples yang atas
diberi lubang-lubang kecil sebagai ventilasi untuk mencegah kondensasi dan untuk
membiarkan serangga yang terperangkap tetap hidup. Umpan sebagai penarik kedatangan
serangga diletakan dalam stoples bagian bawah. Beberapa jenis bahan dapat digunakan untuk
umpan antara lain: buah-buahan yang mengalami fermentasi, jeroan binatang, darah
binatang. Selain itu khusus untuk menarik kedatangan lalat buah kita dapat menggunakan
“metil eugenol” (dipasaran dijual dengan nama petrogenol). Bagian samping bawah stoples
diberi lubang sebagai tempat serangga masuk, contoh serangganya Bactrocera spp dan Dacus
spp. 
3. LIGHT TRAP. Pada dasarnya perangkap ini (Gambar 6) terdiri atas lampu penarik atau
pemikat, corong dan botol atau alat penampung. Serangga yang datang tertarik karena cahaya
lampu, cahaya lampu akan jatuh melalui corong kedalam botol atau tempat penampungan
yang berisi larutan pembunuh. Perangkap ini dilindungi dari hujan dengan dibuatkan atap
atau tudung yang berbentuk kerucut. Perangkap ini digunakan untuk menarik serangga
nocturnal atau yang aktif pada malam hari kemudian pada pagi harinya kolektor tinggal
mengumpulkan serangga yang kena, contohnya Noctuidae, Saturniidae dan Sphingidae.
Pengawetan serangga yang benar membutuhkan suatu pengetahuan dan keterampilan
yang cukup. Serangga awetan (Spesimen) sangat penting untuk keperluan penelitian terutama
yang berkaitan dengan biodiversitas serangga. Pengawetan serangga yang salah dapat berakibat
fatal bagi spesimen yang disimpan. Pengawetan serangga diperlukan peralatan-peralatan khusus
seperti: relaxing dish, pinset, span block, pinning block, jarum serangga, jarum penthol, lem
PVAC, kertas karding, botol koleksi, alkohol 80%, kertas label, pensil atau tinta tahan luntur.

1. KILLNG BOTLE. Botol pembunuh atau killing bottle (Gambar 7) dapat digunakan


untuk membunuh dan megawetkan serangga untuk tujuan koleksi. Botol pembunuh bisa
bervariasi dalam bentuk dan ukuranya. Botol dengan mulut yang lebar lebih baik daripada
botol dengan mulut yang sempit karenan nantinya akan susah untuk memasukka serangga
yang ukurannya relatif besar. Botol ini terbuat dari kaca atau plastik yang transparan.
Didalam botol pembunuh dimasukan bahan pembunuh. Bahan pembunuh yang baik adalah
ethyl asetat dan sianida. Ethyl asetat lebih aman digunakan daripada sianida, tetapi tidak
dapat membunuh dengan cepat. Serangga yang terbunuh dengan ethyl asetat biasanya lebih
santai dan warnanya sedikit berubah.
Untuk mengurangi kelembaban didalam botol maka diletakan beberapa lembar tempat kertas
tisu didasar botol. Serangga yang telah mati didalam botol sebaiknya langsung dipindahkan
pada tempat yang telah disediakan karena bila terlalu lama didalam botol waarna dari
serangga akan berubah adan itu akan berdamapak pada identifikasi.
2. SPAN BLOCK. Span Block (Gambar 8) merupakan papan perentang yang digunakan
untuk serangga-serangga bertubuh besar, seperti kupu-kupu dan serangga yang bersayap.
Papan perentang atau span block terbuat dari kayu alba atau sengon yang ralif strukturnya
lunak ataupun bisa terbuat dari steroform. Lebar papan perentang 10-20 cm dengan pada
bagian tengah dilubangi dengan ukuran yang terdiri dari 3 ukuran yang berbeda yang
berfungsi untuk meletakan bagian thoraks dan abdomen serangga. Kemudian untuk panjang
biasanya disesuaikan tapi biasanya 25-30 cm dan diatas papan perentang di beri lapisan
kertas ataupun yang antara lain untuk menjaga pada saat perentangan sayap dari serangga
tidak rusak.
3. INSECT PIN. Untuk awetan kering biasanya digunakan dua metode yaitu pinninng dan
karding. Untuk pinning digunakan sebuah jarum khusus serangga (Gambar 9) yang
ukurannya telah disesuaikan dengan serangga tersebut yaitu dari 00 sampai 9. Jarum yang
dipergunakan harus anti karat.
4. KERTAS KARDING. Seperti halnya dengan pinning, karding merupakan salah satu
metode untuk mengawetkan serangga kering. Karding digunakan apabila ukuran dari
serangga tersebut sangat kecil dan tidak dimungkinkan untuk melakukan pinning karena
dikhawatirkan merusak serangga tersebut. Kertas karding (Gambar 10) merupakaan kertas
biasa yang dipergunakan untuk menempelkan serangga dengan ukuran yang sangat kecil.
Biasanya warna kertas karding putih karena biar jelas dan kertas yang digunakan biasanya
karton. Ukuran kertas karding telah ditentukan yaitu untuk bentuk kertas yang segitiga (2,5-5
mm x 7-10 mm) dan untuk bentuk persegi panjang (2,5-5 mm x 7-10 mm).
5. KERTAS LABEL. Kertas label berbeda dengan kertas karding, kertas label merupakan
kertas yang dipergunakan baik itu dengan metode karding maupun pinning karena fungsi dari
kerta label ini adalah sebagai penanda dimana serangga ini ditemukan yang berisi tanggal
bulan tahun kemudian tempat ditemukan serta kolektor (bagian atas) dan pada bagian bawah
berisi identifikasi dari serangga tersebut. Jarak antara kertas label atas dengan bawah 5 mm.
6. PINNING BLOCK. Alat untuk mengatur ketinggian spesimen serangga awetan hasil
koleksi dengan metode pinning selain itu pinning block (Gambar 11) juga digunakan untuk
mengatur ketinggian kertas label dan karding. Bentuk Pinning block bertingkat seperti tangga
dengan setiap bagiannya tangganya memiliki ketinggian yang berbeda serta terdapat lubang
yang berfungsi untuk pinning. Pinning block biasanya terbuat dari kayu.
Pengawetan serangga dan artropoda lain dilakukan dengan cara yang berbeda-beda pada
setiap spesies dan fase tumbuhnya. Ada dua cara pengawetan yang umum dilakukan, yaitu
pengawetan kering dan pengawetan basah. 

1. PENGAWETAN KERING. Pengawetan kering dilakukan untuk serangga-serangga


yang bertubuh keras (umumya fase imago) dengan cara di pin (ditusuk dengan jarum
preparat atau di karding). Jarum yang digunakan untuk menusuk spesimen serangga harus
jarum anti karat atau stainless steel (bukan dari baja hitam atau dari kuningan) sebab jarum
non-stainless akan cepat berkarat apabila terkena cairan tubuh serangga. Ukuran diameter
dan panjang jarum bervariasi mulai dari nomor 00 sampai 9. Apabila jarum ditusukkan
secara tidak langsung ke tubuh serangga, seperti halnya karding, jarum stainless steel tidak
perlu dipergunakan, cukup dengan jarum dari baja. Beberapa serangga besar akan berubah
warna atau kotor apabila diawetkan kering, oleh sebab itu perlu dilakukan proses
pengeluaran isi perut atau ‘gutting’ sebelum serangga di pin. Buat belahan sedikit di salah
satu sisi pleural membrane diantara sternal dan tergal plates. Pergunakan pinset untuk
mengeluarkan alimentary canal, alat pencernaan makanan perlu hati-hati jangan sampai
sambungan anterior dan posterior patah. Bagian perut kemudian dibersihkan dengan cermat
dengan kapas dan tissue. Perutnya kemudian dibentuk kembali dengan diisi kapas agar
bentuk abdomen kembali seperti sebelumnya. Belahan pada ujung pleural membrane
kemudian dirapatkan kembali dan harus tertutup kembali sebelum serangga kering.
2. PENGAWETAN BASAH. Pengawetan basah dilakukan untuk serangga-serangga yang
bertubuh lunak [umumnya fase larva] dilakukan dengan cara menyimpan serangga didalam
botol yang telah diisi dengan alkohol 80%, dengan ketentuan bahwa spesimen yang
diawetkan dalam alkohol harus disimpan dalam botol gelas dengan tutup yang rapat.
Menggunakan botol plastik tidak baik untuk tempat spesimen karena mudah retak apabila
diisi dengan alkohol. Pilih botol yang cukup besarnya agar spesimen tidak tertekuk dan
hancur, selain itu juga akan memudahkan pengambilan pada saat akan diteliti/diamati.
Setiap spesies serangga dan artropoda lain mempunyai kekhasan cara pengawetan, secara umum
dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. LABA-LABA. Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol. Sedikit ditambah glycerol pada
ethanol akan membuat spesimen lemas (fleksibel).
2. COLLEMBOLA. Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan slide mount
di euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi kanan. Peletakan gelas obyektif dan de glass
dengan menggunakan kutek tak berwarna.
3. PROTURA. Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan slide mount di
euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi ventral. Peletakan gelas obyektif dan de glass
dengan menggunakan kutek tak berwarna.
4. DIPLURA. Matikan dalam 80% ethanol, jernihkan dalam KOH dan slide mount dalam
euparal. Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak berwarna.
5. THYSANURA. Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol.
6. ODONATA. Matikan dalam botol pembunuh, sebaiknya capung dewasa dibiarkan hidup
selama satu atau dua hari di dalam kertas amplop agar isi perutnya terserap tubuh. Serangga
yang mati akan mengalami pembusukan isi perutnya sehingga akan mempengaruhi warna
kulit perutnya atau bahkan putus karena busuk. Setelah capung dewasa mati, tusuklah dengan
jarum serangga pada bagian tengah mesothorax (jarum harus keluar dari bagian bawah tubuh
diantara pasangan kaki pertama dan kaki kedua). Kembangkan kedua pasang sayapnya
dengan ketentuan letak anterior pinggir sayap belakang tegak lurus dengan tubuh dan letak
sayap depan simetris.
7. ORTHOPTERA. Matikan belalang dewasa dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan
jarum serangga pada bagian kanan mesothorax (biasanya pada dasar sayap depan bagian
kanan) belalang dewasa; bentangkan sayap bagian kiri dengan pinggir anterior sayap
belakang membentuk garis tegak lurus dengan tubuh; atur kaki dengan sempurna dan antena
yang panjang diatur menjulur ke belakang di atas tubuh.
8. MANTODEA. Matikan dalam botol pembunuh, untuk nimfa awetkan dalam 80%
ethanol. Belalang sembah dewasa diawetkan dengan cara ditusuk dengan jarum serangga
pada garis tengah mesothorax bagian kanan dan kembangkan sayap depan dan belakang
sebelah kiri dengan pinggir anterior sayap belakang membentuk garis tegak lurus dengan
tubuh. Isi perut belalang sembah betina yang besar harus dibersihkan dan diisi dengan kapas.
9. HEMIPTERA. Matikan dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan menggunakan jarum
pada bagian skutelum bagian kanan. Serangga yang kecil harus dikarding dengan cara
menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki
tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri.
10. THYSANOPTERA. Matikan dalam 80% ethanol. Awetkan dalam lembaran kertas
persegi panjang dengan bagian ventral menghadap ke atas, bentangkan sayap-sayapnya,
kaki-kaki dan luruskan antenanya.
11. NEUROPTERA. Matikan dalam botol pembunuh. Awetkan dalam lembaran kertas
karding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan
sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri.
Larvanya awetkan dalam 80% ethanol.
12. COLEOPTERA. Tusuklah serangga dewasa tepat pada anterior elytron sebelah kanan
sehingga jarum keluar diantara coxa tengah dan belakang; atur kaki-kakinya sehingga ruas-
ruas tarsi dapat terlihat dengan jelas. Spesies dengan ukuran sangat kecil dikarding dengan
cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki
tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. Larva diawetkan
dalam 80% ethanol.
13. DIPTERA. Tusuklah serangga dewasa pada bagian tengah mesothorax sebelah kanan.
Atur sayap-sayapnya untuk spesies yang besar sehingga sayap mengembang pada sisi
anterior membentuk posisi tegak lurus. Serangga yang ukuran tubuhnya kecil dikarding
dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan
sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri,
sayapnya dinaikkan ke atas dan kaki-kakinya diatur ke arah bawah. Serangga dewasa famili
Tipulidae diawetkan dalam 80% ethanol atau dilem dibagian thorax pada kartu segiempat
sehingga kaki-kakinya menempel pada kartu dengan setetes lem pada setiap tibia. Larva
diawetkan dalam 80% ethanol.
14. LEPIDOPTERA. Tusuklah dengan jarum pada bagian garis tengah mosthorax untuk
serangga dewasa; atur kedua sayapnya dengan ketentuan sayap depan bagian posterior tegak
lurus dengan badan, sayap kedua menyesuaikan. Pengaturan posisi sayap dilakukan pada
span block. Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol.
15. HYMENOPTERA. Tusuklah serangga dewasa pada bagian kanan garis tengah
mesothorax; atur sayapnya agar terlihat jelas venasinya. Spesies yang kecil dan atau semua
jenis semut perlu dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang
kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada
disebelah kiri. Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol.
Serangga-serangga yang telah diawetkan harus diberi label agar mempunyai arti ilmiah.
Label berisi informasi dasar mengenai tempat serangga ditemukan, tanggal serangga ditemukan,
dan nama kolektornya. Selain itu juga perlu dituliskan nama spesies dan pendeterminasinya
(dalam hal ini hanya sampai Ordo).

1. Lokasi - Nama lokasi serangga itu ditemukan perlu dicatat sedemikian rupa sehingga
tempat itu dapat ditemukan pada peta dengan baik. Nama kota atau desa tidak boleh
disingkat untuk mencegah diartikan keliru dengan tempat lain oleh seseorang yang kurang
mengenal daerah tersebut. Dengan meningkatnya penggunaan koleksi data-base dan
kebutuhan yang berkaitan dengan standarisasi data secara internasional maka label-label di
museum spesimen perlu mencantumkan pula garis lintang utara dan selatan seperti contoh
sebagai berikut: 36°02’S 142°38’E. 
2. Tanggal koleksi - Tanggal koleksi akan memberi data tentang musim saat koleksi. Tulis
hari/tanggal, bulan, dan tahun. Pergunakan sesuai perjanjian internasional dalam menulis hari
dan tahun merujuk angka Arab dan bulan dengan angka Roman; sebagai alternative bulan
dapat disingkat seperti 03.viii.1993 atau 03 Aug. 1993. jangan ditulis seperti ini: 03.08.1993
sebab dapat diartikan di beberapa Negara sebagai bulan Maret tanggal 8, 1993. Jangan
menyingkat tahun 1993 dengan ’93. apabila beberapa hari berturut-turut dipergunakan untuk
koleksi di sebuah lokasi, maka hari-hari tersebut dapat ditulis sebagai berikut: 03-06.xi.1994.
3. Kolektor - Nama kolektor memungkinkan untuk berhubungannya kolektor dari suatu
tempat (dalam/luar negeri) untuk saling bekerjasama dalam mencari informasi lebih lanjut
atau menimbang kebenaran dari label yang tercantum. Tulis ejaan nama akhir kolektor atau
nama depan disingkat. 
4. Data lain - banyak informasi yang penting, tetapi tidak ada relevansinya atau tidak
tersedia untuk semua serangga. Biasanya ditulis dalam label tersendiri sebagai tambahan
data-data primer. Misalnya: Catatan tentang inang serangga parasitik dan tanaman inang dari
serangga fitopagus (apabila informasi tersebut dapat diketahui) dan macam habitat secara
rinci yang meliputi ketinggian tempat, tipe ekologi, dan kondisi cuaca saat koleksi.
Label untuk spesimen yang dipin dan atau dikarding harus dicetak rapi dengan tinta
hitam yang tidak luntur dan berkualitas baik. Ukuran label tidak boleh lebih besar dari 18 mm x
8 mm dan apabila label pertama terlalu kecil untuk data, beberapa data harus ditulis lagi pada
label kedua yang dideretkan di bawah label pertama di bawah pin spesimen tersebut. Label harus
berjarak dari spesimen agar mudah dibaca dari atas. Label untuk spesimen di dalam alkohol
harus ditulis dengan tinta hitam yang tidak luntur dengan kertas yang baik. Ukuran label tidak
boleh lebih dari 5 x 2 cm; klasifikasi spesimen dan data koleksi harus ditulis pada label tersebut.
Label harus dimasukkan ke dalam botol bersama-sama dengan spesimen tidak ditempel dengan
lem diluar botol.

Sumber : Yos F. da-Lopez & Abdul Kadir Djaelani - Jurusan Manajemen Pertanian Lahan
Kering Politeknik Pertanian Negeri Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT)
Yayuk, S., Hartini, U. & Sartiami, E. 2010. Koleksi, Preservasi, Identifikasi,Kurasi dan
Manajemen Data. Bandung: Angkasa Duta

Anda mungkin juga menyukai