Anda di halaman 1dari 36

 

DIABETES MEILITUS  PADA MASA KEHAMILAN

A. Definisi Diabetes Melitus Gestasional


Secara umum, menurut W. Sudoyo (2009) dalam buku Ilmu Penyakit Dalam edisi V,
DM pada kehamilan dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. DM yang memang sudah diketahui sebelumnya dan kemudian menjadi hamil (Diabetes
Mellitus Hamil/DMH/DM pragestasional).
2. DM yang baru ditemukan saat hamil (Diabetes Melitus Gestasional/DMG).

Diabetes mellitus gestasional didefinisiskan sebagai suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau
pertama kali ditemukan pada saat hamil. Definisi ini berlaku dengan tidak memandang apakah
pasien diabetes mellitus hamil yang mendapat terapi insulin atau diet saja, juga apabila pada
pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa masih menetap. Demikian pula ada kemungkinan
pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Meskipun memiliki perbedaan
pada awal perjalanan penyakitnya, baik penyandang DM tipe 1 dan 2 yang hamil maupun
DMG memiliki penatalaksanaan yang kurang lenih sama.

B. Perubahan metabolic selama dan setelah masa kehamilan

Kehamilan normal dikatakan sebagai suatu kondisi diabetogenik, dimana kebutuhan akan
glukosa meningkat. Metabolisme maternal mengalami perubahan untuk memastikan suplai glukosa
yang adekuat dan konstan untuk perkembangan janin. Glukosa maternal ditransfer ke janin melalui
proses difusi-difasilitasi. Insulin ibu tidak menembusd plasenta. Pada usia gentasi sepuluh minggu,
janin meyekresi insulinnya sendiri dengan kadar yang adekutat, yang memungkinnya
menggunankan glukosa yang diperoleh dari ibu.

Pada trimester pertama kehamilan, kadar glukosa ibu menurun dengan cepat dibawah kadar
glukosa tidak hamil sampai antara 55 dan 65 mg/dl. Akibat pengaruh estrogen dan progesterone,
pancreas meningkatkan produksi insulin, yang meningkatkan penggunaan glukosa. Pada saat yang
sama, penggunaan glukosa oleh janin meningkat, sehingga menurunkan kadar glukosa ibu. Selain
itu, trimester pertama juga ditandai dengan nausea, vomitus, dan penurunan asupan makanan
sehingga kadar glukosa ibu semakin menurun dan selama tri mester kedua dan ketiga peningkatan
kadar laktogen plasental human, estrogen, progesterone, kortisol,prolaktin, dan insulin
meningkatkan resistansi insulin melalui kerjanya sebagai suatu antagonis. Resistansi insulin
merupakan suatu mekanisme penghematan glukosa yang memastikan suplai glukosa yang
berlimpah untuk janin. Kebutuhan ibu akan insulin meningkat sejak trimester ke 2. Kebutuhan
insulin dapat meningkat 2-4 kali lipat pada kehamilan cukup bulan.

Pada saat bayi lahir, lepasnya plasenta menyebabkan penurunan mendadak kadar hormone plasenta,
kortisol dan insulin yang bersirkulasi. Ke jaringan maternal dengan cepat kembali peka terhadap
insulin seperti pada periode sebelum hamil. Pada ibu yagn tidak menyusui bayi, keseimbangan
insulin – karbohidrat prakehamilan biasanya dicapai kembali dalam sekitar 7-10 hari. Dalam laktasi,
glukosa maternal digunakan sehinggu kebutuhan insulin ibu yang menyusui ibu tetap rendah selama
9 bulan. Setelah penyapihan berakhir, kebutuhan insulin ibu kembali ke kebutuhan insulinnya
sebelum hamil.

C. Etiologi

Etiologi Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu :

 Faktor autoimun setelah infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4.


 Genetik

Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus
akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat
sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.

Secara klinis, penyakit DM awalnya didominasi oleh resistensi insulin yang disertai defect
fungsi sekresi. Tetapi, pada tahap yang lebih lanjut, hal itu didominasi defect fungsi sekresi yang
disertai dengan resistensi insulin. Kaitannya dengan mutasi DNA mitokondria yakni karena proses
produksi hormon insulin sangat erat kaitannya dengan mekanisme proses oxidative phosphorylation
(OXPHOS) di dalam sel beta pankreas. Penderita DM proses pengeluaran insulin dalam tubuhnya
mengalami gangguan sebagai akibat dari peningkatan kadar glukosa darah. Mitokondria
menghasilkan adenosin trifosfat (ATP). Pada penderita DM, ATP yang dihasilkan dari proses
OXPHOS ini mengalami peningkatan. Peningkatan kadar ATP tersebut otomatis menyebabkan
peningkatan beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam ATP. Peningkatan tersebut antara lain
yang memicu tercetusnya proses pengeluaran hormon insulin. Berbagai mutasi yang menyebabkan
DM telah dapat diidentifikasi. Kalangan klinis menyebutnya sebagai mutasi A3243G yang
merupakan mutasi kausal pada DM. Mutasi ini terletak pada gen penyandi ribo nucleid acid (RNA).
Pada perkembangannya, terkadang para penderita DM menderita penyakit lainnya sebagai akibat
menderita DM. Penyakit yang menyertai itu antara lain tuli sensoris, epilepsi, dan stroke like
episode. Hal itu telah diidentifikasi sebagai akibat dari mutasi DNA pada mitokondria. Hal ini
terjadi karena makin tinggi proporsi sel mutan pada sel beta pankreas maka fungsi OXPHOS akan
makin rendah dan defect fungsi sekresi makin berat.

Prevalensi mutasi tersebut biasanya akan meningkat jumlahnya bila penderita DM itu menderita
penyakit penyerta tadi.

 Kerusakan / kelainan pangkreas sehingga Kekurangan produksi insulin

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang
otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan
dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus.

 Meningkatnya hormon antiinsulin seperti GH, glukogen, ACTH, kortisol, dan epineprin.
 Obat-obatan.

Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada
pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon
untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam
waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas. Contohnya Minum soda dalam keadaan perut kososng
(misalnya stelah berpuasa atau waktu bangun tidur dipagi hari) juga harus dihindari. Sirup dengan
kadar fruktosa tinggi, soda, dan pemanis buatan yang terdapat dalam minuman soda dapat merusak
pangkreas yang menyebabkan meningkatnya berat badan, jika kebiasaan ini diteruskan, lama
kelamaan akan menderita penyakit DM. Penelitian membuktikan bahwa perempuan yang
mengkonsumsi soda lebih dari 1 kaleng per hari memiliki resiko 2 kali terkena diabeters tipe 2
dalam jangka waktu 4 tahun kedepannya.

 Wanita obesitas

Sebenarnya DM bisa menjadi penyebab ataupun akibat. Sebagai penyebab, obesitas menyebabkan
sel beta pankreas penghasil insulin hipertropi yang pada gilirannya akan kelelahan dan “jebol”
sehingga insulin menjadi kurang prodeksinya dan terjadilah DM. Sebagai akibat biasanya akibat
penggunaan insulin sebagai terapi DM berlebihan menyebabkan penimbunan lemak subkutan yang
berlebihan pula.

D. Manifestasi klinik
Polyuria ( banyak berkemih), polydipsia ( banyak minum), Penurunan berat badan, Polyphagia
( banyak makan), Letih, lesu, Lemah badan, gatal, pandangan kabur, dan pruritus vulvae pada
wanita, Kelelahan, Pandangan kabur, mata kabur, Pusing, Mual, Kurangnya ketahanan pada saat
melakukan olah raga, dan mudah infeksi

E. Patofisiologi

Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan glukosa darah) diakibatkan karena
Produksi  insulin yang tidak adekuat atau penggunaan insulin secara tidak efektif pada tingkat
seluler.  Insulin– insulin yang diproduksi sel– sel beta pulau langerhans di prankeas bertanggung
jawab mentranspor glukosa ke dalam sel . apabila insulin tidak cukup / tidak efektif, glukosa
berakumulasi dalam aliran darah dan terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia  menyebabkan
hiperosmolaritas dalam darah yang menarik cairan intarsel ke dalam sisitem vaskular sehingga
terjadi dehidrasi dan peningkatan volume darah. Akibatnya ginjal menyekresi urine dalam volume
besar (poliuria) sebagai upaya untuk mengatur kelebihan volume darah  dan menyekresi glukosa
yang tidak digunakan (gliousuria). Dehidrasi seluler, menimbulkan rasa haus berlebihan (polidipsi).
Penurunan berat badan akibat pemecahan lemak dan jaringan otot, pemecahan jaringan ini
menimbulkan rasa lapar yang membuat individu makan secara berlebihan (polifalgia). Setelah
jangka waktu tertentu, diabetes menyebabkan perubahan vaskuler yang bermakna. Perubahan ini
terutama mempungaruhi jantung, mata dan ginjal. Komplikasi akibat diabetes mencakup
aterosklerosis, premature, retinopati dan nefropati. Diabetes tipe I dan II biasanysa dikenal sebagai
sindrom yang disebabkan oleh factor genetic. Diabetes biasanya diwariskan sebagai sifat resesif,
tetapi muncul sebagai sifat dominan pada beberapa keluarga. Pewarisan sifat genetik (genotip)
diabetes mellitus tidak selalu berarti bahwa individu akan mengalami intoleransi glukosa diabetik
(fenotip). Banyak individu yang memiliki genotip, tidak memperlihatkan satupun gejala diabetes
sampai mereka mengalami satu atau lebih stressor atau faktor presipitasi. Contoh stressor tersebut
adalah peningkatan usia, periode perkembangan normal, perubahan hormonal yang cepat, obesitas,
infeksi, pembedahan, krisis emosi dan tumor atau infeksi pangkreas. Diabetes Gestasional (diabetes
kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada
pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik
somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke
fetus.

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara
tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar
darah ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar
pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa
hormone lain seperti estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resorpsi makanan
maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm
kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut sebagai
tekanan diabetojenik dalam kehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia
ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemi. Akan tetapi, bila ibu tidak
mampu meningkatkan produksi insulin, sehingga ia relative hipoinsulin yang menyebabkan
hiperglikemia atau diabetes kehamilan.

Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi suatu keadaan di
mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi
terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula
darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi). Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana
sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan
terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami
gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan
sebagainya.

Klasifikasi diabetes selama masa kehamilan

Kelas Karakteristik Implikasi


Intoleransi glukosa pada masa Toleransi glukosa abnormal Diagnosis sebelum usia gestasi
hamil selama masa hamil; 30 minggu penting untuk
hiperglikemia pascaprandial mencegah makrosomia
selama masa hamil
Tangani dengan diet kalori yang
adekuat untuk mencegah
penurunan berat badan ibu.

Sasaran yang dicapai : glukosa


darah pasccaprandial  <130
mg/dl 1 jam setelah makan atau
< 105 mg/dl 2 jam setelah
makan. Apabila insulin
dibutuhkan, tangani seperti
penanganan kelas B dan C
Diabetes kimiawi yang Penatalaksanaan sama dengan
didiagnosis sebelum masa penanganan intoleransi glukosa
hamil: diatasi hanya melalui pada kehamilan
A upaya diet; awitan dapat terjadi
terjadi pada usia berapapun
Terapi insulin yang dilakukan Sekresi insulin endogen dapat
sebelum Masa hamil; awitan menetap, resiko pada neonates
pada usia 20 tahun atau lebih; dan janin sama dengan resiko
B durasi kurang 10 tahun pada kelas C dan D begitu juga
dengan penatalaksanaannya
Awitan pada usia 10 sampai 20 Diabetes karena kurang binsulin
tahun, atau durasi 10 sampai 20 dengan awitan pada masa kanak
C tahun. Diabetes karena kurang – kanak.
insulin
 
Awitan sebelum usia 10 tahun Makrosomia janin atau retardasi
samapai 20 tahun atau durasi 10 pertumbuhan intrauterine dapat
sampai 20 tahun terjadi, mikroaneurisme retina,
dot-hemoragi, dan eksudat
 
D meningkat selama masa hamil.,
kemudian menurun setelah
 
melahirkan
Nefropati diabetic disertai Anemi dan hipertensi umum
E dengan proteinuria terjadi, proteinuria meningkat
pada trimester ke 3, menurun
setelah melahirkan. Retardasi
pertumbuhan janin intrauterine
umum terjadi, angka
kelangsungan hidup perinatal
sekitar 85%. Apabila berada
dibawah kondisi optimal, tirah
baring dibutuhkan
F Penyakit Arteri koroner Resiko maternal yang serius
Retinopati proliferatif Neovaskularisasi disertai resiko
hemoragi vitreus atau retina
tanggal, foto koagulasi laser
bermanfaat aborsi biasanya
G tidak dibutuhkan, disertai proses
aktif neo vaskularisasi,
mencegah usaha mengedan

F. Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Kehamilan


1. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM
a. Kehamilan dapat menyebabkan status pre diabetik menjadi manifes
(diabetik )

b. DM akan menjadi lebih berat karena kehamilan

2. Pengaruh penyakit gula terhadap kehamilan di antaranya adalah :


a. Abortus dan partus prematurus
b. Hidronion
c. Pre-eklamasi
d. Kesalahan letak jantung
e. Insufisiensi plasenta

3. Pengaruh penyakit terhadap persalinan


a. Gangguan kontraksi otot rahim partus lama / terlantar.
b. Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
c. Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai dengan lahir
mati

Dengan lahir mati


d. Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.
e. Post partum mudah terjadi infeksi.
f. Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat menimbulkan kematian

4. Pengaruh DM terhadap kala nifas


a. Mudah terjadi infeksi post partum
b. Kesembuhan luka terlambat dan cenderung infeksi mudah menyebar

5. Pengaruh DM terhadap bayi


a. Abortus, prematur, > usia kandungan 36 minggu
b. Janin besar ( makrosomia )
c. Dapat terjadi cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan jiwa

ASUHAN KEPERAWATAN  DIABETES MEILITUS (GESTASIONAL)


PADA MASA KEHAMILAN

Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama.

Mual, muntah, penambahan berat badan berlebihan atau tidak adekuat, polipdipsi,
poliphagi, poluri, nyeri tekan abdomen dan retinopati.

b. Riwayat kesehatan keluarga.

Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga.

c. Riwayat kehamilan

 Diabetes mellitus gestasional.


 Hipertensi karena kehamilan.
 Infertilitas.
 Bayi low gestasional age.
 Riwayat kematian janin.
 Lahir mati tanpa sebab jelas.
 Anomali congenital.
 Aborsi spontan.
 Polihidramnion.
 Makrosomia.
 Pernah keracunan selama kehamilan.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Sirkulasi

 Nadi pedalis dan pengisian kapiler ekstrimitas menurun atau lambat pada diabetes
yang lama.
 Edema pada pergelangan kaki atau tungkai.
 Peningkatan tekanan darah.
 Nadi cepat, pucat, diaforesis atau hipoglikemi.
b. Eliminasi

 Riwayat pielonefritis, infeksi saluran kencing berulang, nefropati dan Polidipsi.


 Poliuri.
 Mual dan muntah.
 Obesitas.
 Nyeri tekan abdomen.
 Hipoglikemi.
 Glukosuria.
 Ketonuria.
 Kulit.
 Sensasi kulit lengan, paha, pantat dan perut dapat berubah karena ada bekas injeksi
insulin yang sering.
 Mata.
 Kerusakan penglihatan atau retinopati.
 Uterus.
 Tinggi fundus uteri mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari normal terhadap usia
gestasi.

 uri.

c. Nutrisi dan Cairan

3. Psikososial

 Resiko meningkatnya komplikasi karena faktor sosioekonomi rendah.


 Sistem pendukung kurang dapat mempengaruhi kontrol emosi.
 Cemas, peka rangsang dan peningkatan ketegangan.

Perencanaan

1. Memantau status ibu dan janin dan kemajuan persalinan.


2. Mempertahankan normoglikemia.
3. Memberikan dukungan emosional.
4. Meningkatkan keberhasilan kelahiran dari bayi usia gestasi yang tepat.

 Diagnosa
1. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrisi kurang tepat.
2. Resiko tinggi terhadap cedera janin berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa
maternal, perubahan pada sirkulasi.
3. Resiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan ketidakadekuatan
kontrol diabetik, profil darah abnormal atau anemia, hipoksia jaringan dan perubahan
respon umum.

Implementasi

1. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrisi kurang tepat.

Kriteria evaluasi :

Mempertahankan kadar gula darah puasa antara 60-100 mg/dl dan 2 jam sesudah makan
tidak lebih dari 140 mg/dl.

Intervensi

a. Timbang berat badan setiap kunjungan prenatal.

Rasional: Penambahan berat badan adalah kunci petunjuk untuk memutuskan


penyesuaian kebutuhan kalori.

b. Kaji masukan kalori dan pola makan dalam 24 jam.

Rasional : Membantu dalam mengevaluasi pemahaman pasien tentang aturan diet.

c. Tinjau ulang dan berikan informasi mengenai perubahan yang diperlukan pada
penatalaksanaan diabetic.

Rasional : Kebutuhan metabolisme dari janin dan ibu membutuhkan perubahan besar
selama gestasi memerlukan pemantauan ketat dan adaptasi.

d. Tinjau ulang tentang pentingnya makanan yang teratur bila memakai insulin.

Rasional : Makan sedikit dan sering menghindari hiperglikemia , sesudah makan dan
kelaparan.
e. Perhatikan adanya mual dan muntah khususnya pada trimester pertama.

Rasional : Mual dan muntah dapat mengakibatkan defisiensi karbohidrat yang dapat
mengakibatkan metabolisme lemak dan terjadinya ketosis.

f. Kaji pemahaman stress pada diabetic.

Rasional : Stress dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa, menciptakan fluktuasi


kebutuhan insulin.

g. Ajarkan pasien tentang metode finger stick untuk memantau glukosa sendiri.

Rasional : Kebutuhan insulin dapat dinilai berdasarkan temuan glukosa darah serum
secara periodik.

h.Tinjau ulang dan diskusikan tanda gejala serta kepentingan hipo atau hiperglikemia.

Rasional : Hipoglikemia dapat terjadi secara cepat dan berat pada trimester pertama
karena peningkatan penggunaan glukosa dan glikogen oleh ibu dan
perkembangan janin. Hiperglikemia berefek terjadinya hidramnion.

i. Instruksikan untuk mengatasi hipoglikemia asimtomatik.

Rasional : Pengguanaan jumlah besar karbohidrat sederhana untuk mengatasi hipoglikemi


menyebabkan nilai glukosa darah meningkat.

j. Anjurkan pemantauan keton urine.

Rasional : Ketidakcukupan masukan kalori ditunjukkan dengan ketonuria, menandakan


kebutuhan terhadap peningkatan karbohidrat.

k. Diskusikan tentang dosis , jadwal dan tipe insulin.

Rasional : Pembagian dosis insulin mempertimbangkan kebutuhan basal maternal dan


rasio waktu makan.

l . Sesuaikan diet dan regimen insulin untuk memenuhi kebutuhan individu.

Rasional : Kebutuhan metabolisme prenatal berubah selama trimester pertama.

m. Rujuk pada ahli gizi.


Rasional : Diet secara spesifik pada individu perlu untuk mempertahankan
normoglikemi.

n. Observasi kadar Glukosa darah.

Rasional : Insiden abnormalitas janin dan bayi baru lahir menurun bila kadar glukosa
darah antara 60 – 100 mg/dl, sebelum makan antara 60 -105 mg/dl, 1 jam
sesudah makan dibawah 140 mg/dl dan 2 jam sesudah makan kurang dari
200 mg/dl.

o. Tentukan hasil HbA1c setiap 2 – 4 minggu.

Rasional : Memberikan keakuratan gambaran rata rata control glukosa serum selama 60
hari . Kontrol glukosa serum memerlukan waktu 6 minggu untuk stabil.

 2. Resiko Tinggi cidera janin berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa maternal, perubahan
pada sirkulasi.

Kriteria evaluasi :

Menunjukanreaksi Non stress test dan Oxytocin Challenge Test negative atau Construction Stress
Test secara normal.

Intervensi :

Mandiri :

a. Kaji control diabetik sebelum konsepsi.

Rasional : Pengontrolan secara ketat sebelum konsepsi membantu menurunkan resiko mortalitas
janin dan abnormal konginental.

b. Tentukan klasifikasi white terhadap diabetes.

Rasional : Janin kurang beresiko bila klasifikasi white adalah A, B, C dan apabila D adalah
beresiko tinggi.

c. Kaji gerakan janin dan denyut janin setiap kunjungan.


Rasional : Terjadi insufisiensi plasenta dan ketosis maternal mungkin secara negatif
mempengaruhi gerakan janin dan denyut jantung janin.

d. Observasi tinggi fundus uteri setiap kunjungan.

Rasional : Untuk mengidentifikasi pola pertumbuhan abnormal

e. Observasi urine terhadap keton.

Rasional : Benda keton dapat mengakibatkan kerusakan susunan syaraf pusat yang tidak dapat
diperbaiki.

f. Berikan informasi dan buatkan prosedur untuk pemantauan glukosa dan penatalaksanaan diabetes
di rumah.

Rasional : Penurunan mortalitas dan komplikasi morbiditas janin bayi baru lahir dan anomali
congenitial dihubungkan dengan kenaikan kadar glukusa darh.

g. Pantauan adanya tanda tanda edema, proteinuria, peningkatan tekanan darah.

Rasional : sekitar 12% – 13% dari diabetes akan berkembang menjadi gangguan hipertensi
karena perubahan kardiovaskuler berkenaan dengan diabetes.

h. Tinjau ulang prosedur dan rasional untuk Non stress Test setiap minggu.

Rasional : Aktifitas dan pergerakan janin merupakan petanda baik dari kesehatan janin.

i. Diskusikan rasional atau prosedur untuk melaksanakan Oxytocin Challenge Test atau Contraction
Stress Test setiap minggu mulai minggu ke – 30 sampai dengan minggu ke- 32.

Rasional : Contraction Stress Test dapat memberikan informasi tentang perfusi oksigen dan
nutrisi pada janin. Hasil positif menandakan insufisiensi plasenta.

j. Tinjau ulang prosedur dan rasional untuk tindakan amniosentesis

Rasional : Maturasi paru janin adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan kelangsungan
hidup.

Kolaborasi :

a. Kaji HbA1c setiap 2 – 4 minggu sesuai indikasi.


Rasional : Insiden bayi malformasi secara kongenital meingkat pada wanita dengan kadar HbA1c
tinggi pada awal kehamilan atau sebelum konsepsi.

b. Kaji kadar albumin glikosilat pada getasi minggu ke 24 sampai ke 28 khususnya pada ibu dengan
resiko tinggi.

Rasional : Tes serum albumin glikosilat menunjukkan glikemia lebih dari beberapa hari.

c. Dapatkan kadar serum alfa fetoprotein pada gestasi minggu ke 14 sampai minggu ke 16.

Rasional : Insiden kerusakan tuba neural lebih besar pada ibu diabetik dari pada non diabetik bila
kontrol sebelum kehamilan sudah buruk.

d. Siapkan untuk ultrsonografi pada gestasi minggu ke 8, 12, 18, 28, 36 sampai minggu ke 38.

Rasional : Ultrasonografi bermanfaat dalam memastikan tanggal gestasi dan membantu dalam
evaluasi retardasi pertumbuhan intra uterin.

e. Lakukan non stress test dan Oxytocin Challenge Test atau Construction Stress test dengan tepat.

Rasional : Mengetahui kesehatan janin dan kedekatan perfusi plasenta.

f. Dapatkan sekuensial serum atau specimen urine 24 jam terhadap kadar estriol setelah gestasi
minggu ke 30

Rasional : Penurunan kadar estriol dapat menunjukkan penurunan fungsi plasenta, menimbulkan
retardasi pertumbuhan intra uterin dan lahir mati.

g. Bantu untuk persalinan per vaginam atau seksio.

Rasional: Membantu menjamin hasil positif untuk neonatus. Insiden lahir mati meningkat secara
bermakna pada gestasi lebih dari minggu ke-36. Makrosomia sering menyebabkan
distosia dengan sefalopelvis disproporsi.

3. Resiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan perubahan kontrol diabetik, profil
darah abnormal atau anemia, hipoksia jaringan dan perubahan respon imun.

Kriteria evaluasi :
 Tetap normotensif.
 Mempertahankan normoglikemia.
 Bebas dari komplikasi seperti infeksi, pemisahan plasenta.

Intervensi :

Mandiri :

a. Perhatikan klasifikasi white untuk diabetes. Kaji derajad kontrol diabetik.

Rasional : Klien dengan klasifikasi D, E atau F adalah berisiko tinggi terhadap komplikasi
kehamilan.

b. Kaji perdarahan pervaginam dan nyeri tekan abdomen.

Rasional: Perubahan vaskuler yang dihubungkan dengan diabetes menandakan resiko abrupsi
plasenta.

c. Pantau terhadap tanda dan gejala persalinan preterm.

Rasional: Distensi uterus berlebihan karena makrosomia atau hidramnion dapat


mempredisposisikan pada persalinan awal.

d. Bantu untuk belajar memantau glukosa darah di rumah yang dilakukan 6 kali sehari.

Rasional: Memungkinkan keakuratan tes urin yang lebih besar karena ambang ginjal terhadap
glukosa menurun selama kehamilan.

e. Periksa keton dalam urin setiap hari.

Rasional: Ketonuria menandakan adanya kondisi kelaparan yang secara negatif dapat
mempengaruhi perkembangan janin

f. Identifikasi kejadian hipoglikemia dan hiperglikemia.

Rasional: Insiden hipoglikemia sering terjadi pada trimester ketiga karena aliran glukosa darah
dan asam amino yang kontinue pada janin dan untuk menurunkan kadar insulin
antagonis laktogen plasenta. Insiden hiperglikemia memerlukan regulasi diet atau
insulin untuk normoglikemia khususnya pada trimester kedua dan ketiga karena
kebutuhan insulin sering meningkat dua kali.
g. Pantau adanya edema dan tentukan tinggi fundus uteri.

Rasional: Diabetes cenderung kelebihan cairan karena perubahan vaskuler. Insiden hidramnion
sebanyak 6% – 25% pada kasus diabetes yang hamil kemungkinan berhubungan
dengan peningkatan kontribusi janin pada cairan amnion dan hiperglikemia
meningkatkan haluaran urin janin.

h. Kaji adanya infeksi saluran kencing.

Rasional: Deteksi awal adanya infeksi saluran kencing dapat mencegah pielonefritis.

i. Pantau dengan ketat bila obat tokolitik digunakan untuk menghentikan persalinan.

Rasional: Obat tokolitik dapat meningkatkan glukosa darah dan insulin plasma.

Kolaborasi :

a. Pantau kadar glukosa serum setiap kunjungan.

Rasional: Mendeteksi ancaman ketoasidosis, menentukan adanya ancaman hipoglikemia.

b. Dapatkan HbA1c setiap 2-4 minggu sesuai indikasi.

Rasional: Mengontrol secara akurat glukosa selama 60 hari terakhir.

c. Kaji Hb dan Ht pada kunjungan awal lalu selama trimester kedua dan preterm.

Rasional: Anemia mungkin ada dengan masalah vaskuler.

d. Instruksikan pemberian insulin sesuai indikasi.

Rasional: Kebutuhan insulin menurun pada trimester pertama kemudian meningkat dua kali dan
empat kali lipat pada trimester kedua dan ketiga.

e. Dapatkan urinalisa dan kultur urin, kultur rabas vagina, berikan antibiotika sesuai indikasi.

Rasional: Membantu mencegah atau mengatasi pielonefritis. Monilial vulvovaginitis dapat


menyebabkan sariawan oral pada bayi baru lahir.

f. Kumpulkan spesimen untuk ekskresi protein total, klirens kreatinin nitrogen urea darah dan kadar
asam urat.
g. Jadwalkan pemeriksaan oftalmologi selama trimester pertama, trimester kedua dan ketiga bila
berada dalam diabetes klasifikasi kelas D atau diatasnya.

h. Siapkan untuk ultrasonografi pada gestesi ke-8, 12, 26, 36 dan 38 untuk menentukan ukuran janin
dengan menggunakan diameter biparietal, panjang femur dan perkiraan berat badan janin.

Rasional: Mengetahui adanya tanda makrosomia dan diproporsi cephalopelvis.

i. Mulai terapi intra vena dengan dekstrose 5%, berikan glukogon sub cutan bila dirawat di rumah
sakit dengan shock insulin dan tidak sadar. Ikuti dengan pemberian susu skim 8 oz bila mampu
menelan

Rasional: Glukagon adalah substansi alamiah yang bekerja pada glikogen hepar dan
mengubahnya menjadi glukosa yang memperbaiki status hipoglikemik.

DAFTAR PUSTAKA

1.Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and Birth,
Yayasan Essentia Medica, 1990.
2.Mary Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta, 1995.

3.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.

4.Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.

ASKEP IBU HAMIL DENGAN ASMA

1. Definisi Asma

Adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan
(Muttaqin, 2008). Asma dalam kehamilan gangguan adalah inflamasi kronik jalan napas
terutama sel mast dan eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat, dan batuk yang ditemukan pada wanita hamil. Asma mungkin
membaik, memburuk atau tetap tidak berubah selama masa kehamilan, tetapi pada
kebanyakan wanita gejala-gejalanya cenderung meningkat selama tiga bulan terakhir dari
masa kehamilan. Dengan bertumbuhnya bayi dan membesarnya rahim, sebagian wanita
mungkin sering mengalami sesak nafas. Tetapi ibu - ibu yang tidak menderita asmapun
mengalami hal tersebut karena gerakan diafragma / sekat rongga badan menjadi terbatas.
(Febrianti, 2008)

2. ETIOLOGI

Sebagian besar penyempitan pada saluran nafas disebabkan oleh semacam  reaksi
alergi. Alergi adalah reaksi tubuh normal terhadap alergen, yakni zat-zat yang tidak
berbahaya bagi kebanyakan orang yang peka. Alergen menyebabkan alergi pada orang-
orang yang peka. Alergen menyebabkan otot saluran nafas menjadi mengkerut dan selaput
lendir menjadi menebal. Selain produksi lendir yang meningkat, dinding saluran nafas juga
menjadi membengkok. Saluran nafas pun menyempit, sehingga nafas terasa sesak. Alergi
yang diderita pada penderita asma biasanya sudah ada sejak kecil. Asma dapat kambuh
apabila penderita mengalami stres dan hamil merupakan salah satu stress secara psikis dan
fisik, sehingga daya tahan tubuh selama hamil cenderung menurun, daya tahan tubuh yang
menurun akan memperbesar kemungkinan tersebar infeksi dan pada keadaan ini asma dapat
kambuh. (Ilmu Penyakit Dalam)
  Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkiale atau sering disebut
sebagai faktor pencetus adalah :
a. Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan
asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus)
spora jamur, serpih kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
b. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor
pencetus yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga
penderita asthma dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas
(Sundaru, 1991).
c. Stress
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol
dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu
bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan  asma bronkiale.
d. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olah
raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah
menimbulkan serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise
induced asthma /EIA) terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan
jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
e. Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
f. Polusi udara
Pasien asma  sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
g. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2-15% pasien asma bronkial pencetusnya adalah lingkungan kerja
(Sundaru, 1991).

3. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan yang biasanya dirasakan saat terjadi asma, yaitu :
a. Nafas pendek
b. Nafas terasa sesak dan yang paling khas pada penderita asma adalah terdengar bunyi
wising yang timbul saat menghembuskan nafas.
c. Kadang-kadang batuk kering menjadi salah  satu  penyebabnya
d. Pada kehamilan, biasanya serangan asma akan timbul pasa usia kehamilan 24 minggu
sampai 36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan jarang terjadi.

3. KOMPLIKASI
a. Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan
Asma sewaktu kehamilan terutama asma yang berat dan tidak terkontrol dapat
menyebabkan peningkatan resiko komplikasi perinatal seperti preeklampsi, kematian
perinatal, prematur dan berat badan lahir rendah.
Pada asma yang sangat berat dapat mengakibatkan kematian ibu. Mekanisme yang
dapat menerangkan ini adalah hipoksia akibat dari asma yang tidak terkontrol, akibat
pengobatan asma, atau faktor patogenetis.
Walaupun beberapa mekanisme yang pasti belum diketahui tetapi dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa manajemen yang baik sewaktu kehamilan akan memberikan
hasil yang baik pada periode perinatal.
Penelitian Shiliang Liu terhadap 2193 wanita dengan asma dibandingkan dengan
8772 wanita yang dipilih secara random sebagai kelompok kontrol di Canada, menemukan
bahwa asma pada ibu hamil secara signifikan berhubungan dengan beberapa kondisi seperti
kelahiran preterm, bayi kecil atau besar dari usia kehamilan, preeklampsia, hipertensi selama
kehamilan, perdarahan antepartum, korioamnionitis dan persalinan dengan seksio sesar.
Kelainan terhadap janin didapatkan bayi besar dari usia kehamilan 12,4%, bayi kecil dari
masa kehamilan 12,2% dan persalinan preterm 10%.
Efek pada ibu :
Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan :
1. Abortus
2. Perdarahan vagina
3. Persalinan premature
4. Solusio plasenta 2,5%
5. Korioamnionitis 10,4%
Efek pada janin :
Kompensasi yang terjadi pada fetus adalah :
1. Menurunnya aliran darah pada uterus
2. Menurunnya venous return ibu
3. Kurva dissosiasi oksiHb bergeser ke kiri
Sedangkan pada ibu yang hipoksemia, respon fetus yang terjadi :
1. Menurunnya aliran darah ke tali pusat
2. Meningkatnya resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
3. Menurunnya cardiac output
Asma yang tidak ditangani dapat menyebabkan BBLR (Berat badan Lahir rendah).
Jika ibu sering mengalami serangan asama selama hamil, maka dapat menyebabkan suplai
oksigen ke janin yang sangat diperlukan sel darah merah untuk mengangkut nutrisi ke janin
menjadi teganggu sehingga janin dapat mengalami hipoksia dan pertumbuhannya menjadi
terhambat (IUGR).
4. PENATALAKSANAAN
a. Mencegah timbulnya stress
b. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin  semacamnya yang dapat menjadi pencetus
timbulnya serangan
c. Pada penderita asma ringan dapat digunakan obat local yang berbentuk inhalasi atau peroral
seperti isoproterenol
d. Serangan asma yang ringan diatasi dengan pemberian bronkodilator hirup misalnya
isoproterenol yang akan memperlebar penyempitan saluran udara pada paru-paru. Tetapi
obat ini tidak boleh terlalu sering digunakan.
e. Serangan asma yang lebih berat biasanya diatasi dengan infus aminofilin.
Serangan asma yang sangat berat (status asmatikus) diatasi dengan pemberian infus
kortikosteroid. Jika terdapat infeksi, diberikan antibiotik.
f. Setelah suatu serangan, bisa diberikan tablet yang mengandung teofilin untuk mencegah
serangan lanjutan. Bronkodilator dan kortikosteroid banyak digunakan oleh ibu hamil dan
tidak menimbulkan masalah yang berat.
 
Obat asma dibedakan menurut fungsinya, yaitu obat untuk melebarkan saluran nafas
(bronkodilator) mengurangi bengkak saluran nafas (anti inflamasi), dan untuk memudahkan
pengeluaran lendir. Selain itu obat dapat diberikan melalui peroral, inhaler, infuse, suntikan dan
melalui rectal. Namun bagi ibu hamil yang paling aman digunakan adalah melalui inhaler
(Alupen efeknya paling keras, Ventolin, Bereotech, Inflamide efeknya paling lembut ), karena
efeknya tidak terlalu berdampak dan langsung focus pada saluran nafas, selain itu dosisnya lebih
kecil, sehingga relative tidak akan mempengaruhi janin dalam kandungan.
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan
pengobatan farmakologik
a. Pengobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan
obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
b. Pengobatan farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol (Alupent, metrapel).
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalah aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-
200 mg 4x sehari.
3) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan disi
800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-
2 kapsul empat kali sehari.
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2x1 mg perhari. Keuntungannya dapat
diberikan secara oral.
6) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1) Infus RL:D5  = 3:1 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3) Aminophilin bolus 5mg/kgbb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drip
RL atau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
4) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara subkutan.
5) Antibiotik spektrum luas.
5. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien.
1) Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status
asthmatikus.
2) Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui
kemungkinan faktor pencetus serangan asma.
3) Gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor
pencetus serangan asma
4) Pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan
alergen.
5) Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama Pasien akan mengeluh sesak yang bertambah berat pada usia kehamilan 24-36
minggu.
c. Riwayat penyakit sekarang. Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan
keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain
yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis
serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
d. Riwayat penyakit dahulu. Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi
saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma
frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat
pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma (Tjen Daniel, 1991)
e. Riwayat kesehatan keluarga. Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang
riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena
hipersensitifitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood
Alsagaf, 1993)
f. Riwayat psikososial Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan
kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asma. yatim piatu,
ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan
seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
g. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Aktivitas Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari,
ketidakmampuan untuk tidur, perlu posisi kepala lebih tinggi waktu tidur, dipsneu pada saat
istirahat, gelisah, insomnia,
2) Sirkulasi Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah, distensi vena
leher, pucat dapat menunjukkan anemia, warna kulit normal / sianosis
3) Integritas ego Peningkatan factor resiko, perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan peka
rangsang
4) Makanan dan cairan Edema dependen, berkeringat
5) Hygiene Penurunan kemampuan perawatan diri, kebersihan buruk, bau badan
6) Pernafasan Pernafasan pendek khususnya saat aktivitas, sulit nafas, dada tertekan,
penggunaan oksigen, riwayat pneumonia keluarga, menggunakan otot bantu pernafasan.
Dada : saat inspeksi dapat dilihat hiperinflasi dengan peninggian diameter ap, gerakan
diafragma minimal, bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi, ronchi, mengi, saat perkusi
ditemukan hipersonor pada area paru, bunyi pekak pada area paru, kesulitan bicara kalimat.
7) Keamanan Riwayat reaksi alergi, berkeringat atau kemerahan
8) Seksualitas Penurunan libido
9) Interaksi sosial Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, kegagalan dukungan,
penyakit lama, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan orang lain
10) Penyuluhan dan pembelajaran Penggunaan dan penyalahgunaan obat pernafasan, kesulitan
menghentikan rokok, konsumsi alcohol
h. Pemeriksaan fisik pada pasien Asma Bronchiale
1) Status kesehatan umum Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-
otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien
(Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).
2) Integumen Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
(Karnen B ;1994, Laura A. Talbot; 1995).
3) Kepala Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya
keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang kesadaran. (Laura
A.Talbot;1995).
4) Mata Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang dirasakan klien.
Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 1995).
5) Hidung Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan fungsi olfaktori
(Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995).
6) Mulut dan laring Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan
mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994).
7) Leher Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta
penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).
8) Thorak Inspeksi : Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah
disebabkan oleh udara dalam paru-paru susah untuk dikeluarkan karena penyempitan jalan
nafas. Frekuensi pernafasan meningkat dan tampak penggunaan otot-otot tambahan
Palpasi : Pada palpasi dikaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. Pada asma, paru-
paru penderita normal karena yang menjadi masalah adalah jalan nafasnya yang menyempit (Laura
A.T.;1995). Perkusi : Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah disebabkan karena kontraksi otot polos yang mengakibatkan
penyempitan jalan nafas sehingga udara susah dikeluarkan dari paru-paru (Laura A.T.;1995).
Auskultasi : Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik
atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan wheezing karena sekresi mucus yang kental
dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat (Karnen B .;1994).
Kardiovaskuler : Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi
suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus,
(Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).
Abdomen : Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tandatanda infeksi karena dapat
merangsang serangan asma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi
(Hudak dan Gallo;1997, Laura A.T.;1995).
Ekstrimitas : Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan tandatanda infeksi pada extremitas karena
dapat merangsang serangan asma,(Laura A.T.;1995)

6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidaknyaman berhubungan dengan perubahan fisik, pengaruh hormonal
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, Ketidaknyamanan berkurang.
Kriteria hasil:
 Melakukan aktivitas perawatan diri untuk mengurangi ketidaknyamanan
 Melaporkan ketidaknyamanan dapat diminimalkan atau dikontrol.
Intervensi:
1) Kaji secara terus-menerus ketidaknyamanan klien dengan metode untuk mengatasinya.
2) Kaji adanya/frekuensi Braxton-Hicks. Berikan informasi mengenai fisiologi aktivitas
uterus.
3) Anjurkan klien untuk lebih banyak beristirahat dengan posisi yang nyaman.
4) Melakukan teknik efflurage untuk menimbulkan relaksasi.
5) Berikan informasi tentang perubahan fisik/fisiologis normal berkenaan dengan trimester
ketiga.
6) Berikan informasi tertulis /verbal tentang tanda-tanda tentang awitan persalinan,
bedakan antara persalinan palsu dan benar.
b. Kurangnya pengetahuan mengenai persiapan untuk persalinan/ kelahiran perawatan bayi
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/pengalaman kesalahan interprestasi informasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pengetahuan klien tentang
persiapan persalinan bertambah.
Kriteria hasil:
 Mendiskusikan perubahan fisik/psikologis berkenaan dengan persalinan.
 Mengidentifikasikan sumber-sumber yang dapat untuk mendapatkan informasi tentang
perawatan bayi.
 Mengungkapkan kesiapan untuk persalinan/kelahiran bayi.
Intervensi:
1) Berikan informasi tentang perubahan fisik/ fisiologis normal berkenaan persalinan.
2) Berikan informasi tertulis/ verbal tentang tanda-tanda awitan persalinan, bedakan antara
persalinan palsu dan benar, diskusikan tahap-tahap persalinan.
3) Berikan informasi verbal/ tertulis tentang perawatan bayi, perkembangan dan pemberian
makanan, kaji keyakinan budaya.
4) Lakukan orientasi terhadap rumah sakit dan rumah bersalin

 
DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2000. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC


Cunningha, F. Gary. 2006. Obstetric Williams. Edisi 21. Volume. 2. Jakarta: EGC
Doengoes, A. Marylin. 2000. Rencana Perawatan Maternal dan Bayi. Jakarta: EGC
Manuaba, I Bagus Gde. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta : EGC
Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Jantung
a. Pengertian
Penyakit jantung adalah penyebab utama ketiga kematian pada wanita berusia 25 tahun
sampai 44 tahun. Karena relatif sering terjadi pada wanita usia subur, penyakit jantung mempersulit
pada sekitar 1 persen kehamilan (Leveno, Kenneth J, 2009).
Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena kehamilan dapat
memberatkan penyakit jantung yang dideritanya. Penyakit jantung dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri
terhadap segala perubahan sistem jantung dan pembuluh darah yang disebabkan oleh kehamilan,
yaitu dorongan diafragma oleh besarnya janin yang dikandungnya sehingga dapat mengubah posisi
jantung dan pembuluh darah sehingga terjadi perubahan dari kerja jantung.
Yang dapat mempengaruhi antara lain:
·         Pengaruh peningkatan hormone tubuh
·         Terjadi haemodelusi darah dengan puncaknya pada kehamilan 28 – 32 minggu
·         Kebutuhan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim
·         Kembalinya darah setelah placenta lahir karena kontraksi rahim dan terhentinya terhentinya
peredaran darah placenta
·         Saat post partum sering terjadi infeksi.

(Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)


b. Klasifikasi
Klasifikasi asosiasi penyakit jantung New York pada ibu hamil:
Kelas 1 : pasien tidak terbatas dalam kegiatan fisik. Kegiatan fisik biasa tidak menyebabkan
kelelahan yang tidak semestinya, Palpitasi, sesak nafas atau nyeri angina.
Kelas 2 : pasien sedikit terbatas kegiatan fisikya. Kegiatan fisik biasa menyebabkan kelelahan,
palpitasi, sesak nafas, atau nyeri angina.
Kelas 3 : pasien jelas terbatas dalam kegiatan fisiknya. Kegiatan fisik yang kurang dari biasa
menyebabkan kelelahan, palpitasi, sesak nafas, atau nyeri angina.
Kelas 4 : pasien tidak mampu melakukan sembarangan kegiatan fisik tanpa merasa tidak enak.
Gejala-gejala insufisiensi jantung atau sindrom angina bisa ada sekalipun dalam keadaan istirahat.
Bila melakukan kegiatan fisik rasa tidak enak bertambah berat.
(Raybura, William F, 2001)

c. Etiologi
Etiologi kelainan jantung dapat berupa kelainan primer maupun sekunder:
·         Kelainan Primer, kelainan primer dapat berupa kelainan kongenital, bentuk kelainan katub,
iskemik dan cardiomiopati.
·         Kelainan Sekunder, kelainan sekunder berupa penyakit lain, seperti hipertensi, anemia berat,
hipervolumia, perbesaran rahim, dll.

d. Patofisiologi

Pada saat kehamilan curah jantung meningkat hingga 30 sampai 50 persen. Hampir separuh
dari peningkatan total tersebut terjadi pada 8 minggu, dan maksimal pada pertengahan kehamilan.
Peningkatan dini curah jantung terjadi akibat meningkatnya isi sekuncup disertai berkurangnya
resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah. Pada tahap kehamilan selanjutnya juga terjadi
peningkatan denyut nadi istirahat, dan isi sekuncup semakin meningkat, mungkin berkaitan dengan
meningkatnya pengisisan diastolic akibat meningkatnya volume darah.
Karena pada awal kehamilan terjadi perubahan hemodinamik yang signifikan, wanita
dengan disfungsi jantung yang berat dapat mengalami perburukan gagal jantung sebelum
pertengahan kehamilan. Pada wanita yang lain, gagal jantung terjadi pada trimester ketiga saat
hypervolemia normal pada kehamilan mencapai puncaknya. Akan tetapi, pada sebagian besar kasus
gagal jantung terjadi peripartum saat timbul tambahan beban hemodinamik. Kondisi ini merupakan
saat kemampuan fisiologis jantung mengubah curah jantung secara cepat sering kesulitan
menghadapi penyakit jantung structural (Leveno, Kenneth J, 2009).

e. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala seperti kelelahan, dan sesak nafas ringan dan tanda-tanda klinik seperti desah
sistolik, suara jantung ketiga, dan edema bisa jadi tanda-tanda penyakit jantung merupakan hal
fisiologik selama kehamilan. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menetapkan penyakit
jantung jika ada sembarangan gejala dan tanda berikut, sesak nafas yang cukup berat buat
mengganggu kegiatan, ortopnea progresif, sesak nafas malam hari yang paroksimal, nyeri dada
seperti angina menyertai setiap kegiatan fisik atau stress, emosional, desah sistolik yang lebih dari
III, IV (diastolic, prediastolik atau terus-menerus), pembesaran jantung yang nyata, aritmia berat,
sianosis, dan pelebaran ujung-ujung jari (clubbing) (Raybura, William F, 2001).
1) Cepat merasa lelah
2) Jantungnya berdebar-debar
3) Sesak nafas apalagi disertai sianosis (kebiruan)
4) Edema tungkai atau terasa berat pada kehamilan muda
5) Mengeluh tentang bertambah besarnya Rahim yang tidak sesuai
(Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998).
 Dyspnea atau ortopnea progresif
 Batuk malam hari
 Hemoptysis
 Sinkop
 Nyeri dada
 Sianosis
 Distensi menetap vena jugularis
 Murmur sistolik derajat 3/3 atau lebih
 Murmur diastolic
 Kardiomegali
 Aritmia persisten
 Bunyi jantung kedua terpisah menetap (Leveno, Kenneth J, 2009)
f. Komplikasi

Penyakit jantung pada ibu hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim dalam bentuk :
a. Dapat terjadi keguguran
b. Persalinan prematuritas atau berat lahir rendah
c. Kematian perinatal yang makin meningkat
d. Pertumbuhan dan perkembangan bayi mengalami hambatan intelegensia atau fisik
(Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998).
g. Penatalaksanaan
Pengobatan dan penatalaksanaan penyakit jantung dalam kehamilan tergantung pada derajat
fungsinya
 Kelas I : tidak ada pengobatan tambahan yang dibutuhkan, penanganannya biasa secara berobat
jalan. Pasien harus beristirahat beberapa kali sehari untuk mengurangi kerja jantung.
 Kelas II : biasanya tidak memerlukan terapi tambahan kurangi kerja fisik terutama antara
kehamilan 28 – 36 minggu
 Kelas III : memerlukan digitalisasi/ obat lainnya sebaiknya dirawat di rumah sakit sejak
kehamilam 28 – 30 minggu
 Kelas IV : harus dirawat di rumah sakit dan diberikan pengobatan bekerjasama dnegan
kardiologi

Penatalaksanaan harus melibatkan ahli kandungan, ahli jantung, ahli anestesi dan ahli bedah
jantung, hipertensi pulmonal dan sindrom marfan merupakan kontra indikasi untuk hamil. Sebagian
besar otot-otot kardiovaskuler dapat digunakan pada kehamilan dengan mempertimbangkan potensi
resiko terhadap ibu dan bayi. Indikasi untuk operasi sama dnegan wanita yang tidak hamil. Jika ada
indikasi untuk operasi cardiopulmonary bypasss support harus dnegan aliran tinggi.
Kegagalan jantung harus ditangani secara agresif dengan istirahat baring, oksigen, turniket
(rotating tourniquets), digoksin (0,5 mg intravena selama 10 menit diikuti dengan 0,25 mg intravena
tiap 2- 4 jam sampai 2mg jika diperlukan), dan morfin (10 -15 mg intravena tiap 2 – 4 jam).
Takikardi ibu yang jelas harus diobati dengan pemberian propranolol (0,2 – 0,5 mg intravena tiap 3
menit sampai denyut jantung turun menjadi 110 kali per menit), digoksin, atau kardioversi (25 –
100 watt-detik).
Asosiasi jantung Amerika menganjurkan pemberian antibiotika pada pasien-pasien hamil
dengan penyakit katup jantung sebelum dilakukan bedah sesar atau kateterisasi uretra, atau dalam
persalinan melalui vagina yang berkomplikasi. Pemakaian beta agonis untuk mengatasi partus
premature adalah kontra indikasi pada penderita dengan penyakit jantung yang jelas. Sulfas
magnesikus dapat dipergunakan dengan hati-hati, karena dengan dosis tinggi mungkin terjadi
keracunan jantung.
(Raybura, William F, 2001)

h. Pengkajian Fokus
Pengkajian
Data Demografi: Nama, Umur, Pekerjaan, Alamat.
Aktifasi dan istirahat
·         Ketidakmampuan melakukan aktifitas normal
·         Dispenia nocturnal karena pengerahan tenaga
·         Takikardia, palpitasi, disritmia
·         Riwayat penyakit jantung congenital
·         Perubahan poksisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan uterus.
·         Dapat mengalami pembesaran jantung dan murmur diastolic dan sistolik secara kontinu.
·         Peningkatan tekanan darah
·         Clubbing dan sianosis
·         Nadi mungkin menurun
·         Dapat mengalami memar spontan, perdarahan lama, dan trobositopenia.
·         Riwayat hipertensi kronis

Eliminasi
·         Menurunnya keluaran urine

Makanan dan cairan


·         Obesitas
·         Mual dan muntah

Malnutrisi
·         Diabetes mellitus
·         Dapat mengalami edema ekstrimitas bawah

Nyeri dan rasa nyaman


·         Dapat mengeluh nyeri dada dengan tanpa paktivitas

Pernafasan
·         Pernafasan mungkin kurang dari 14 x / menit
·         Krekle
·         Hemoptisis
·         Takipnea
·         Dispnea
·         Ortopnea

i. Pemeriksaan penunjang
EKG, untuk mengetahui kelainan irama dan gangguan konduksi, adanya kardiomegali, tanda
penyakit pericardium , iskemia atau infark, bisa ditemukan tanda-tanda aritmia.
Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui dehidrasi dalam kehamilan namun jika memang
diperlukan dapat dilakukan dengan memberikan pelindung di abdomen dan pelvis.
1.      Elektrokardiografi
Terdapat beberapa perubahan akibat kehamilan yang perlu dipertimbangkan saat
menginterpretasikan hasil pemeriksaan elektrokardiografi. Sebagai contoh, karena pada kehamilan
lanjut diafragma terangkat, rata-rata terjadi deviasi 15 derajat sumbu kiri di elektrokardiogram
sedemikian rupa sehingga dapat ditemukan perubahan ST ringan di sadapan inferior. Selain itu,
kontraksi premature atrium dan ventrikel relative sering terjadi. Kehamilan tidak mengubah temuan
voltase.
2.      Ekokardiografi
Metode yang aman, cepat dan terpercaya untuk mengetahui fungsi dan anatomi bilik, katup,
dan pericardium. Luasnya penerapan ekokardiografi, sebagian besar penyakit jantung selama
kehamilan dapat diagnosis secara noninvansif dan akurat. Sebagai perubahan normal yang dipicu
oleh kehamilan dan terlihat pada ekokardiografi adalah regurgitasi tricuspid dan peningkatan
signifikan ukuran atrium kiri dan luas potongan melintang outflow ventrikel kiri .
Akan tetapi, sepanjang kehamilan dan masa nifas perlu diberikan perhatian khusus terhadap
pencegahan dan deteksi dini gagal jantung. Infeksi terbukti merupakan factor penting yang memicu
gagal jantung. Setiap pasien harus dianjurkan untuk menghindari kontak dengan mereka yang
mengidap infeksi saluran napas, termasuk demam salesma, dan melaporkan setiap serta mengurangi
risiko aritmia yang mengancam jiwa. Wanita yang bersangkut harus diberi antibiotic profilaksis jika
terdapat regurgitasi, kerusakan katup, atau factor risiko lain. (Leveno, Kenneth J, 2009)

Diagnose Keperawatan
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas, perubahan frekuensi
jantung (00029).
2.      Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan perubahan volume sirkulasi
(00200).
3.      Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif (00126).

Fokus Intervensi dan Rasional


a.       Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan volume sirkulasi, disritmia,
perubahan kontraktilitas, miokard dan perubahan inotropik pada jantung
Hasil yang diharapkan :
·         Menunjukkan tanda vital pada batas yang dapat diterima dan bebas gagal jantung
·         Melaporkan penurunan episode dispnea, angina
·         Ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung
Tindakan
·         Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
Rasional : biasanya terjadi takikardi, untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler
·         Catat bunyi jantung
Rasional : s1 dan s2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama s3 dan s4 dihasilkan
sebagai aliran darah kedalm serambi yang distensi.

b.      Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan perubahan volume sirkulasi
Hasil yang diharapkan :
·         Mendemonstrasikan perfusi adekuat secara individual
·         Tanda vital dalam batas normal
·         Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
Tindakan
·         Selidiki perubahan tiba-tiba, contoh cemas, bingung, pingsan
Rasional : perfusi selebral secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi
oleh asam basa, hipoksia atau emboli sistemik
·         Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, catat kekuatan nadi perifer
Rasional : vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung dibuktikan oleh
penuruna perfusi kulit dan penurunan nadi.

c.       Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif


Hasil yang diharapkan:
·         Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi
·         Mengidentifikasi stres pribadi/ faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani
·         Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu
Tindakan:
·         Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program
pengobatan
·         Kuatkan rasional pengobatan
Rasional : pasien percaya bahwa pengubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik
dan bebas gejala atau merasa lebih sehat. Pemahaman program, obat dan pembatasan dapat
meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gajala.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien.,edisi 3. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa keperawatan NANDA: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Leveno, Kenneth J. (2009). Obstetri williams edisi 21. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana . Jakarta :
EGC.
Raybura, William F. (2001). Obstetri dan ginekologi. Jakarta : Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai