Anda di halaman 1dari 7

Dislokasi Sendi

 Definisi
Dislokasi adalah keadaan terpisahnya dua permukaan sendi secara keseluruhan.

 Etiologi
Penyebab dislokasi sendi yang paling sering dialami adalah terjatuh, trauma dan cidera
olahraga.

 Faktor Resiko
 Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisis, dapat terlihat perubahan bentuk anatomi sendi. Selain itu,
terdapat pula perubahan posisi tulang yang merupakan komponen persendian tersebut.
Secara umum pemeriksaan fisis akan menunjukkan hasil berikut:
1. Look: pembengkakan, kecuali bila terjadi pada sendi yang letaknya dalam, misalnya
sendi panggul. Selain itu juga terdapat deformitas, baik angulasi, rotasi, perubahan
kontur normal, maupun pemendekan pada struktur yang terlibat
2. Feel: nyeri tekan
3. Move: keterbatasan gerakan /penurunan lingkup gerak sendi, maupun gerakan
abnormal yaitu perubahan arah gerak karena ketidakstabilan sendi.

Pendekatan klinis pada pasien yang mengalami dislokasi dapat dibedakan sesuai dengan
manifestasi klinis saat pasien datang:
1. Pasien datang dengan kondisi sudah tereduksi: dapat dilakukan tes apprehension,
yaitu melakukan manipulasi yang serupa dengan gaya penyebab cedera (dilakukan
dengan gentle). Apabila pasien merasa nyeri atau menghindari gaya tersebut, maka
sendi tersebut telah mengalami dislokasi akibat gaya yang diujikan.
2. Dislokasi berulang. Pasien mengalami dislokasi berulang terutama pada sendi bahu
dan patelofemoral. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh kerusakan pada !igamen dan
batas-batas sendi.
3. Dislokasi habitual (volunteer). Dislokasi jenis ini diakibatkan oleh gerakan otot
secara sadar (volunteer) dan dapat merupakan kebiasaan pasien. Adanya kelemahan
Qaxity) pada ligamen mempermudah terjadinya dislokasi habitual. Dislokasi jenis ini
penting untuk dikenali karena penatalaksanaan secara bedah belum tentu bermanfaat.

Fraktur
 Definisi
Fraktur didefinisikan sebagai gangguan pada kontinuitas tulang, tulang rawan (sendi) dan
lempeng epifisis.

 Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma tidak langsung, dan
trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh
dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya
jatuh terpeleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur
bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis (Sjamsuhidayat
dan Wim de Jong, 2010).

 Faktor Resiko
 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur.
Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau
angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang
nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi
fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih
lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur, intensitas
dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-
menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot,fragmen
fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya
fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari
cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar
fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular yang
terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada
daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau tersembunyi
dapat menyebabkan syok.

Penentuan DX

Epidimiologi
Traumatic fracture itu sudah diprediksi menjadi penyebab kecacatan dan kematian untuk
beberapa dekade yang akan datang. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2013 dinyatakan jenis trauma yang dapat
menyebabkan fraktur antara lain kecelakaan non-lalu lintas, yaitu peristiwa terjatuh (3,8%) dan
karena tertusuk benda tajam atau tumpul (1,7%) yang dapat terjadi pada kecelakaan domestik
atau rumah tangga yang memiliki prevalensi tertinggi, kecelakaan kerja, dan kecelakaan
olahraga. Selain pada kecelakaan non-lalu lintas, fraktur juga dapat disebabkan oleh peristiwa
tabrakan pada kecelakaan lalu lintas (8,5%)
Pada penelitian lain persentase fraktur tulang panjang yang diakibatkan oleh kecelakaan non-
lalu lintas 62,5% dan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas sebesar 37,5%.5 Menurut
Depkes RI tahun 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas
bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi di antara fraktur lainnya (46,2%).

Klasifikasi
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur terbuka
dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas
pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak,
saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera
ditangani karena resiko infeksi.

Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian luar
permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan dengan bagian
luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada daerah
yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai
adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari
permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar.
Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi patah
tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:


a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direkduksi kembali
ke tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan
bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua fragmen
tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang
berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit kerusakan
jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi

Patofisiologi
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang
fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan
patah.. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot
dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang
besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya,
namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada
otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut
(membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau
berpindah
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak.
Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada
saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan
dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan
respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri,
kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan
tahap penyembuhan tulang.

Pemeriksaan fisik dan penunjang


Anamnesis
Mekanisme terjadinya cedera harus selalu ditanyakan kepada pasien secara rinci. Gejala
yang dirasakan, seperti nyeri dan bengkak harus diperhatikan. Perlu diiingat bahwa
daerah yang mengalami trauma tidak selalu merupakan daerah fraktur. Selain itu, jangan
hanya terpaku pada satu cedera utama. Perlu diperhatikan apakah ada trauma atau
keluhan di daerah lainnya.

Pemeriksaan fisik
Pada kasus-kasus fraktur, penanganan selalu dimulai dari survei primer (ABC), yang
dilanjutkan dengan survei sekunder secara menyeluruh. Pemeriksaan fisis
muskuloskeletal yang lengkap harus mencakup inspeksi (look), palpasi (feel), dan
lingkup gerak (move). Selain itu, pemeriksaan arteri, vena, nervus ( AVN) jug a penting
untuk dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang
Pada fraktur, pemeriksaan penunjang dasar berupa Roentgen sangatlah penting. Foto
yang baik harus mengikuti aturan "dua"): Dua sisi, Dua sendi, Dua ekstremitas (terutama
untuk pasien anak), Duajejas (di bagian proksimaljejas), serta Dua waktu (foto serial)

Tata Laksana
Fraktur Tertutup
Tujuan dari penatalaksanaan fraktur adalah untuk menyatukan fragmen tulang yang
terpisah. Secara umum, prinsip dari tata laksana fraktur adalah reduksi, fiksasi, dan
rehabilitasi. Reduksi tidak perlu dilakukan apabila:
-Fraktur tidak disertai atau hanya terjadi sedikit displacement,
-Pergeseran yang terjadi tidak bermakna (misalnya pada klavikula), atau
-Reduksi tidak dapat dilakukan (misalnya pada fraktur kompresi vertebra).

Reduksi tertutup harus dilakukan dengan anestesi dan relaksasi otot. Manuver reduksi
tertutup dilakukan secara spesifik untuk masing-masing lokasi, namun pada prinsipnya,
reduksi tertutup dilakukan dengan tiga langkah berikut:
-Menarik. bagian distal searah dengan sumbu tulang,
-Reposisi fragmen ke tempat semula, dengan gaya berlawanan dari gaya penyebab
trauma, dan menyusun
-Menyusun agar fragmen terletak secara tepat di masing-masing bidang.

Reduksi terbuka pada fraktur tertutup diindikasikan pada kondisi-kondisi berikut:


-Ketika reduksi tertutup gagal
-Terdapat fragmen artikular yang besar, atau
-Untuk traksi pada fraktur dengan fragmen yang terpisah.

Fraktur Terbuka
Tata laksana fraktur terbuka bergantung pada derajat fraktur. Klasifikasi derajat fraktur
terbuka yang banyak digunakan adalah klasifikasi Gustilo.
-Tipe I: Iuka kecil, bersih, pin point atau kurang dari 1 cm. Cedera jaringan lunak
minimal tan pa remuk. Fraktur yang terjadi bukan fraktur kominutif.
-Tipe II: Iuka dengan panjang > 1 cm, tanpa hilangnya kulit penutup Iuka. Cedera
jaringan lunak tidak banyak. Remuk dan komunion yang terjadi sedang.
-Tipe III: laserasi luas, kerusakan kulit dan jaringan lunak yang hebat, hingga kerusakan
vaskuler
IIIA: laserasi luas namun tulang yang fraktur masih dapat ditutup oleh jaringan lunak
IIIB: periosteal stripping ekstensif dan fraktur tidak dapat ditutup tanpa flap.
IIIC: terdapat cedera arteri yang memerlukan penanganan khusus (repair), dengan atau
tanpa cedera jaringan lunak.

Berdasarkan standar manajemen fraktur terbuka pada ekstremitas bawah oleh British
Orthopaedic Association dan British Association of Plastic, Reconstructive and Aesthetic
Surgeons 2009, fraktur terbuka semua derajat harus mendapatkan antibiotik dalam 3 jam
setelah trauma. Antibiotik yang menjadi pillihan adalah ko-amoksiklav atau sefuroksim.
Apabila pasien alergi golongan penisilin, dapat diberikan klindamisin. Pada saat
debridemen, antibiotik gentamisin ditambahkan pada regimen tersebut.

Komplikasi
1. Sindrom Kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh jaringan fasia
yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot mengalami
pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur dapat
menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi
darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolic
jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan suatu kondis
gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi
secara progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang
menurunkan ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan
histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan
perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme anaerob dan
peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan tekanan jaringan. Hal ini
akan menyebabkan suatu siklus peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma
kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah
atau lengan. Dapat juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia)
pada otot.
2. Kaku Sendi
Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi dapat terjadi dan dapat
menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan ligamen, atau atrofi otot. Latihan gerak
sendi aktif harus dilakukan semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif untuk
menurunkan resiko kekauan sendi.
3. Nekrosis avaskular
Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur di proksimal dari
leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi lokal. Oleh karena itu, untuk
menghindari terjadinya nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya untuk
perbaikan tulang setelah terjadinya fraktur

Refrensi
-Sagaran, Vithiya C, Manjas Menkher, Rasyid Rosfita. 2017. Distribusi Fraktur
Femur yang di Rawat di Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang (2010-2012). Jurnal
Kesehatan Andalas Volume 6 Nomor 3: Fakultas Kedokteran Andalas
-Ramadhani Rianti P, Romadhona Nurul, dkk. 2019. Hubungan Jenis Kecelakaan
dengan Tipe Fraktur pada Fraktur Tulang Panjang Ekstremitas Bawah. Jurnal
Integrasi Kesehatan dan Sains (JIKS) volume 1 nomor 1 : Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung
- Legiran, Lubis Nur R, Kasyfi Fadhli A. 2015. Dislokasi Sendi Bahu : Epidimiologi
Klinis dan Tinjauan Anatomi. Repostory Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai