Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESAREA

Di susun oleh :
WIDYA NINDA PUSPITA
20011040181

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
A. Pengertian Kasus
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin & Hardhi,
2013).
Sectio Caesaria (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & Forte, 2010)
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang
tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada
dinding abdomen dan dinding uterus.
Disproporsi kepala panggul merupakan keadaan yang menggambarkan
ketidakseimbangan antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak bisa
keluar melalui vagina. Disproporsi kepala panggul disebabkan oleh panggul
sempit, janin yang besar atau keduanya. Cephalopelvic Disproportion (CPD)
merupakan diagnosa medis digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu
besar untuk muat melewati panggul ibu. Dalam obstetri yang terpenting bukan
panggul sempit secara anatomis, lebih penting lagi ialah panggul sempit secara
fungsionil artinya perbandingan antara kepala dan panggul. (Rusleena dkk,
2012)
IUGR (Intra uterine Growth Retiction) adalah berat badan bayi baru
kurang dari persentil 10 untuk usia kehamilan bayi, dalam artian bayi baru lahir
berukuran lebih kecil dengan usia kehamilannya (Pranoto, Ibnu dkk. 2012 ).

B. Anatomi Fisiologi
1. Organ Genetalia Interna
Secara umum alat reproduksi wanita terbagi atas dua bagian yaitu terdiri dari
alat kelamin bagian dalam dan alat kelamin bagian luar. (Manuaba, 2012).
a. Alat kelamin bagian dalam
1) Vagina (saluran senggama)
Vagina merupakan saluran muskula membranase yang
menghubungkan rahim dengan dunia luar, bagian ototnya berasal
dari otot levatorani dan otot sfingterani sehingga dapat dikendalikan
dan dilatih.
2) Rahim (Uterus)
Bentuk uterus seperti buah pir dengan berat sekitar 30 gram terletak
dipanggul kecil diantara rektum (bagian usus sebelum dubur) dan di
depannya terletak kandung kemih.
3) Tuba Fallopi
adalah saluran spermatozoa dan ovum, tempat terjadinya pembuahan,
menjadi saluran dan tempat pertumbuhan hasil pembuahan sebelum
mampu menanamkan dari pada lapisan rahim.
4) Indung Telur (Ovarium)
Merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama sehingga
mempunyai dampak kewanitaan dalam pengaturan proses
menstruasi.
5) Parametrium
Merupakan lipatan peritonium dengan berbagai penebalan yang
menghubungkan rahim dengan tulang panggul.
2. Organ Genetalia Eksterna
a. Mons Veneris
Mons veneris disebut juga gunung venus, merupakan bagian yang
menonjol dibagian depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan sedikit
jaringan ikat. Setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya
segitiga.
b. Bibir besar (labia mayora)
Labia mayora kelanjutan dari mons veneris, bentuknya lonjong. Kedua
bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum. Permukaan
terdiri dari :
1) Bagian luar : tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan dari
rambut pada mons veneris.
2) Bagian dalam : tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung
kelenjar sebasea (lemak)
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan di bagian dalam bibir besar, tanpa rambut.
d. Klitoris
Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria, mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat sensitif saat
berhubungan seks.
e. Vestibulum
Bagian kelamin ini dibatasi oleh kedua labia kanan - kiri dan bagian atas
oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora.
f. Himen
Himen merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina luar.
Pada saat hubungan seks pertama himen akan robek dan mengeuarkan darah.
Setelah melahirkan himen merupakan tojolan kecil yang disebut karunkule
mirtiformis.
3. Otot Perut
Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan otot dinding
perut lateral. Otot dinding perut anterior dan lateral (rectus abdominis)
meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah.
Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada dalam selubung.
Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari
proceccus xipoidius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua
musculus rectus abdominalis.
Obliqus externus, obliqua internus dan tranverses adalah otot pipih
yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan bagian depan.
Serat externus berjalan ke arah bawah dan atas, serat obliqus internus
berjalan ke atas dan ke depan, serat transverses (otot terdalam dari otot
ketiga dinding peruut) berjalan transversal dari bagian depan ketiga otot
terakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus abdominis.
Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah otot
pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas
crista iliaca.

C. Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013) etiologi Sectio Caesarea ada dua yaitu sebagai
berikut :

1. Etiologi yang berasal dari ibu


yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disporporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/ panggul), ada
sejarah keham//ilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
placenta previa terutama pada primigravida, solutsio placenta tingkat I - II,
komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi-eklampsia, atas permitaan,
kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum
atau forseps ekstraksi.

Menurut Rasjidi (2009) indikasi dan kontra indikasi dari Sectio Caesarea sebagai
berikut :
1. Indikasi Sectio Caesarea
a. Indikasi mutlak
Indikasi Ibu
1) Panggul sempit absolut
2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi.
3) Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi.
4) Stenosis serviks atau vagina
5) Placenta previa
6) Disproporsi sefalopelvik.
7) Ruptur uteri membakat
Indikasi janin
1) Kelainan letak
2) Gawat janin
3) Prolapsus placenta
4) Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklampsia.
5) Perkembangan bayi yang terhambat, misal IUGR
Klasifikasi IUGR Menurut Harper T. klasifikasi IUGR / PJT adalah:
a. IUGR tipe I atau dikenal juga sebagai tipe simetris. Terjadi pada
kehamilan 0-20 minggu,terjadi gangguan potensi tubuh janin
untuk memperbanyak sel (hiperplasia), umumnya disebabkan
oleh kelainan kromosom atau infeksi janin.prognosisnya buruk.
b. IUGR tipe II atau dikenal juga sebagai tipe asimetris.terjadi pada
kehamilan 24-40 minggu, yaitu gangguan potensi tubuh janin
untuk memperbesar sel (hipertrpi), misalnya pada hipertensi
dalam kehamilan disertai insufisiensi plasenta. Prognosisnya
baik.
c. IUGR tipe III adalah kelainan diantara dua tipe diatas. Terjadi
pada kehamilan 20-28 minggu,yaitu gangguan potensi tubuh
kombinasi antara gangguan hiperplasia dan hipertropi sel.
Misalnya dapat terjadi pada malnutrisi ibu,kecanduan obat,atau
keracunan.
Penyebab IUGR Penyebab IUGR dibedakan menjadi 3 faktor,yaitu:
a. Maternal/ibu seperti: Tekanan darah tinggi, riwayat Diabetes
mellitus, penyakit jantung dan pernafasan, malnutrisi dan
anemia, pecandu alkohol, obat-obatan tertentu dan perokok.
b. Uterus dan plasenta : penurunan aliran darah dari uterus ke
plasenta, plasenta abruption , plasenta previa, infark plasenta.
c. Factor janin antara lain : janin kembar, penyakit infeksi,
kelainan kongenital, kelainan kromosom, pajanan teratogen
Manifestasi Klinis Bayi-bayi yang dilahirkan dengan IUGR
biasanya tampak kurus, pucat, dan berkulit keriput. Tali pusat
umumnya tampak rapuh dan layu dibanding pada bayi normal yang
tampak tebal dan kuat. IUGR muncul sebagai akibat dari berhentinya
pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini terjadi saat janin tidak
mendapatkan nutrisi dan oksigenasi yang cukup untuk
perkembangan dan pertumbuhan organ dan jaringan, atau karena
infeksi. Meski pada sejumlah janin, ukuran kecil untuk masa
kehamilan bisa diakibatkan karena faktor genetik (kedua orangtua
kecil), kebanyakan kasus IUGR atau Kecil Masa Kehamilan (KMK)
dikarenakan karena faktor-faktor lain. IUGR dapat terjadi kapanpun
dalam kehamilan. IUGR yang muncul sangat dini sering
berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu.
Sementara, IUGR yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya
berhubungan dengan problem lain. Pada kasus IUGR, pertumbuhan
seluruh tubuh dan organ janin menjadi terbatas. Ketika aliran darah
ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya sejumlah kecil
oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi abnormal,
dan janin berisiko tinggi mengalami kematian.
d. Indikasi relatif
1) Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya
2) Presentasi bokong
3) Distosia
4) Fetal distress
5) Preeklampsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes.
6) Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
e. Indikasi Sosial
1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
2) Wanita yang ingin Sectio Caesarea elektif karena takut bayinya
mengalami cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi
resiko kerusakan dasar panggul.
3) Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau
sexuality image setelah melahirkan.
2. Kontra indikasi
Kontraindikasi dari Sectio Caesarea adalah :
a. Janin mati
b. Syok
c. Anemia berat
d. Kelainan kongenital berat
e. Infeksi piogenik pada dinding abdomen
f. Minimnya fasilitas operasi sectio caesarea
D. Tanda dan Gejala
Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesarea :
1. Pusing
2. Mual muntah
3. Nyeri di sekitar luka operasi
4. Adanya luka bekas operasi
5. Peristaltik usus menurun
E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan
yangmenyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks dan mal presentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang
akanmenyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan
pembuluh darah dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
F. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis (nifas)
a. Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, dengan kertaikan suhu lebih tinggi, disertai dehidrasi, perut
sedikit kembung.
c. Berat, dengan peritonitis dan sepsis, hal ini sering dijumpai pada partus
terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama, penanganannya adalah pemberian
cairan, elektrolit dan antibiotik yang tepat.
2. Perdarahan
a. Banyak pembuIuh darah terputus dan terbuka.
b. Antonia uteri
c. Perdarahan pada placenta bed
3. Komplikasi Lain
a. Luka kandung kemih
b. Emboli Paru
G. Pemeriksan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan darikadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit untuk mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalis / Kultur urine
5. Pemeriksaan Elektrolit
H. Penatalaksanaan
1. Pemberian Cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-8 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar.
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semi fowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan kemudian berjalan
sendiri dan pada hari ke 3 pasca operasi pasien bisa dipulangkan.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian Obat
a. Antibiotik
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
c. Obat-obatan lain
6. Perawatan Luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi dan pernafasan.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus
mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawata Hasil
n
Nyeri akut Setelah diberikan 1. Lakukan 1. Mempengaruhi
berhubungan asuhan keperawatan pengkajian pilihan /
dengan selama … x 24 jam secara pengawasan
pelepasan diharapkan nyeri klien komprehensif keefektifan
mediator berkurang / terkontrol tentang nyeri intervensi.
nyeri dengan kriteria hasil : meliputi lokasi, 2. Tingkat ansietas
(histamin, Klien karakteristik, dapat
prostaglandin melaporkan durasi, mempengaruhi
) akibat nyeri frekuensi, persepsi / reaksi
trauma berkurang / kualitas, terhadap nyeri.
jaringan terkontrol
dalam intensitas nyeri 3. Mengetahui
Wajah tidak dan faktor sejauh mana
pembedahan tampak
(section presipitasi. pengaruh nyeri
meringis 2. Observasi terhadap
caesarea)
Klien tampak respon kualitas hidup
rileks, dapat nonverbal dari pasien.
berisitirahat, ketidaknyamana 4. Memfokuskan
dan n (misalnya kembali
beraktivitas wajah meringis) perhatian,
sesuai terutama meningkatkan
kemampuan ketidakmampua kontrol dan
n untuk meningkatkan
berkomunikasi harga diri dan
secara efektif. kemampuan
3. Kaji efek koping
pengalaman 5. Memberikan
nyeri terhadap ketenangan
kualitas hidup kepada pasien
(ex: sehingga nyeri
beraktivitas, tidak bertambah
tidur, istirahat,
rileks, kognisi,
perasaan, dan
6. Analgetik dapat
hubungan
mengurangi
sosial)
pengikatan
4. Ajarkan
mediator
menggunakan
kimiawi nyeri
teknik
pada reseptor
nonanalgetik
nyeri sehingga
(relaksasi
dapat
progresif,
mengurangi
latihan napas
rasa nyeri
dalam,
imajinasi,
sentuhan
terapeutik.)
5. Kontrol faktor -
faktor
lingkungan
yang yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamana
n (ruangan,
suhu, cahaya,
dan suara)
6. Kolaborasi
untuk
penggunaan
kontrol
analgetik, jika
perlu.
Risiko tinggi Setelah diberikan 1. Tinjau ulang 1. Kondisi dasar
terhadap asuhan keperawatan kondisi dasar / seperti
infeksi selama … x 24 jam faktor risiko yang diabetes /
berhubungan diharapkan klien tidak ada sebelumnya. hemoragi
dengan mengalami infeksi Catat waktu menimbulkan
trauma dengan kriteria hasil : pecah ketuban. potensial risiko
jaringan / Tidak terjadi 2. Kaji adanya tanda infeksi /
luka bekas tanda - tanda infeksi (kalor, penyembuhan
operasi (SC) infeksi (kalor,
rubor, dolor, rubor, dolor, luka yang
tumor, fungsio tumor, fungsio buruk. Pecah
laesea) laesa) ketuban yang
Suhu dan nadi 3. Lakukan terjadi 24 jam
dalam batas perawatan luka sebelum
normal ( suhu dengan teknik pembedahan
= 36,5 -37,50 aseptik dapat
C, frekuensi 4. Inspeksi balutan menimbulkan
nadi = 60 - abdominal koriamnionitis
100x/ menit) terhadap eksudat / sebelum
WBC dalam rembesan. intervensi bedah
batas normal Lepaskan balutan dan dapat
(4,10-10,9 sesuai indikasi mempengaruhi
10^3 / uL) 5. Anjurkan klien proses
dan keluarga penyembuhan
untuk mencuci luka
tangan sebelum / 2. Mengetahui
sesudah secara dini
menyentuh luka terjadinya
6. Pantau infeksi sehingga
peningkatan suhu, dapat dilakukan
nadi, dan pemilihan
pemeriksaan intervensi
laboratorium secara tepat dan
jumlah WBC / sel cepat
darah putih 3. Meminimalisir
adanya
7. Kolaborasi untuk kontaminasi
pemeriksaan Hb pada luka yang
dan Ht. Catat dapat
perkiraan menimbulkan
kehilangan darah infeksi
selama prosedur 4. Balutan steril
pembedahan menutupi luka
8. Anjurkan intake dan melindungi
nutrisi yang luka dari cedera
cukup / kontaminasi.
9. Kolaborasi Rembesan dapat
penggunaan menandakan
antibiotik sesuai terjadinya
indikasi hematoma yang
memerlukan
intervensi lanjut
5. Cuci tangan
menurunkan
resiko
terjadinya
infeksi
nosokomial
6. Peningkatan
suhu, nadi, dan
WBC
merupakan
salah satu data
penunjang yang
dapat
mengidentifikas
i adanya bakteri
di dalam darah.
Proses tubuh
untuk melawan
bakteri akan
meningkatkan
produksi panas
dan frekuensi
nadi. Sel darah
putih akan
meningkat
sebagai
kompensasi
untuk melawan
bakteri yang
menginvasi
tubuh.
7. Risiko infeksi
pasca
melahirkan dan
proses
penyembuhan
akan buruk bila
kadar Hb
rendah dan
terjadi
kehilangan
darah
berlebihan.
8. Mempertahanka
n keseimbangan
nutrisi untuk
mendukung
perpusi jaringan
dan
memberikan
nutrisi yang
perlu untuk
regenerasi
selular dan
penyembuhan
jaringan
9. Antibiotik dapat
menghambat
proses infeksi
Ansietas Setelah diberikan 1. Kaji respon 1. Keberadaan
berhubungan asuhan keperawatan psikologis sistem
dengan selama … x 6 jam terhadap kejadian pendukung
kurangnya diharapkan ansietas dan ketersediaan klien (misalnya
informasi klien berkurang sistem pendukung pasangan) dapat
tentang dengan kriteria hasil : 2. Tetap bersama memberikan
prosedur Klien terlihat klien, bersikap dukungan
pembedahan, lebih tenang tenang dan secara
penyembuha dan tidak menunjukkan rasa psikologis dan
n, dan gelisah empati membantu klien
perawatan Klien
post operasi 3. Observasi respon dalam
mengungkapka nonverbal klien mengungkapka
n bahwa (misalnya: n masalahnya
ansietasnya gelisah) berkaitan 2. Keberadaan
berkurang dengan ansietas perawat dapat
yang dirasakan memberikan
4. Dukung dan dukungan dan
arahkan kembali perhatian pada
mekanisme klien sehingga
koping klien merasa
5. Berikan informasi nyaman dan
yang benar mengurangi
mengenai ansietas yang
prosedur dirasakannya
pembedahan, 3. Ansietas
penyembuhan, seringkali tidak
dan perawatan dilaporkan
post operasi secara verbal
6. Diskusikan namun tampak
pengalaman / pada pola
harapan kelahiran perilaku klien
anak pada masa secara
lalu nonverbal
7. Evaluasi 4. Mendukung
perubahan mekanisme
ansietas yang koping dasar,
dialami klien meningkatkan
secara verbal rasa percaya
diri klien
sehingga
menurunkan
ansietas
5. Kurangnya
informasi dan
misinterpretasi
klien terhadap
informasi yang
dimiliki
sebelumnya
dapat
mempengaruhi
ansietas yang
dirasakan
6. Klien dapat
mengalami
penyimpangan
memori dari
melahirkan.
Masa lalu /
persepsi yang
tidak realistis
dan
abnormalitas
mengenai
proses
persalinan SC
akan
meningkatkan
ansietas.
7. Identifikasi
keefektifan
intervensi yang
telah diberikan

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan. Diagnosa Medis &


NANDA NIC NOC, Jilid 1,2. Yogyakarta: MediAction Publishing
Bulecek, gloria M dkk. (2016). Nursing Intervention Classification. Singapur: elsevier
global right
Harper T. Fetal Growth Restriction. Dalam http://www.emedicine.com. Diakses tanggal
24 Maret 2018.
Harry Oxorn & William R.Forte. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Jakarta : Andi Publisher.

Herdman, T. Heather. (2018). NANDA-I dagnosis keperawatan : definisi dan klasifikasi


2018-2020. Jakarta: EGC
Kusuma, Hardhi & Nurarif, Amin Huda. 2013. Handbook for Health Student: Nursing,
Midwife, Pharmacy, Docter. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Mansjoer, A. 2012. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Moorhead, sue dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification. Singapur: elsevier global
right
Muchtar. 2014. Obstetri patologi, Cetakan 3. Jakarta : EGC
Oxorn dan Forte, 2010, Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan, CV. Andi
Offset, Yogyakarta
Pranoto, Ibnu. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.

Rusleena T, Kasemsri S, Theera T. (2012) Short stature as an independent risk factor for
cephalopelvic disproportion in a country of relatively small-sized mothers.
Arch Gynecol Obstet.; 285(6); 1513-6.

Anda mungkin juga menyukai